Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SYARAT PUASA, SUNNAH PUASA DAN HAL-HAL YANG


MEMBATALKAN PUASA

Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Mata Kuliah Fiqih Ibadah

Dosen Pengampu : H. Agus Mukmin, L.C., M. Hum.

Disusun Oleh :
1. Desma Fitria Pratama (20220110002)
2. Maghfiro Warohma (20220110006)

PROGAM STUDI EKONOMI SYARIAH (ESY)


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AL-AZHAAR
LUBUK LINGGAU T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan limpahan rahmat, hidayah, dan karuniaNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah tentang “SYARAT PUASA, SUNNAH PUASA DAN
HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA”. Penyusunan makalah ini
disusun sebagai bukti bahwa penulis telah melaksanakan dan menyelesaikan
materi tersebut secara kelompok.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari
dosen pengampu mata kuliah serta teman satu kelompok, serta sumber lainnya,
maka penyusunan makalah ini akan terhambat.
Makalah ini tentunya jauh dari kata sempurna, tetapi penulis bertujuan
untuk menjelaskan dan memaparkan point-point di makalah ini sesuai dengan
pengetahuan yang penulis peroleh baik dari buku, internet, maupun sumber-
sumber yang lain. Penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya
bagi penulis dan bagi pembaca. Segala kritik dan saran akan penulis terima
demi memperbaiki penyusunan tugas-tugas berikutnya.

Lubuk Linggau, Mei 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................3
1.3 Tujuan....................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Syarat Puasa...........................................................................4
2.2 Sunnah Puasa.........................................................................5
2.3 Hal-Hal yang Membatalkan Puasa........................................9
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................13
3.2 Saran..................................................................................13
DAFTAR ISI........................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehidupan spiritual umat Islam diatur terpadu dalam pelaksanaan
ibadah praktis, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Empat macam kewajiban
itu mempunyai hubungan kausal dengan aspek akidah dan muamalah (urusan
kemasyarakatan/sosial). Diantara kewajiban praktek ibadah di atas, penulis
akan menelaah lebih luas tentang ibadah puasa. Puasa merupakan rukun Islam
yang ketiga, puasa adalah salah satu ibadah umat Islam yang memiliki arti
menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan diri dari segala sesuatu
yang membatalkan puasa, yang berupa memperturutkan syahwat, perut dan
farji (kemaluan), sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari dengan
niat khusus.1
Puasa adalah ibadah yang sudah tercipta sejak dahulu, sebelum Islam,
puasa sudah menjadi keharusan bagi agama-agama lain dan suku-suku
tertentu, seperti para biksu Budha, Pastor/Suster dan penganut aliran
kepercayaan lain. Menurut ajaran agama Islam, puasa mempunyai pengertian
dan aturan yang spesifik dan terperinci. Puasa merupakan bagian penting dari
keberagamaan seorang muslim sebab merupakan pilar Islam atau rukun Islam.
Arti (‫( الص<<يام‬as-shiyam (puasa), secara etimologi adalah menahan diri dari
sesuatu. Bila seseorang menahan diri untuk bicara atau makan, secara bahasa
ia disebut (‫( ص<يام‬shaim (perpuasa). 2
Sementara itu, secara terminilogi atau
istilah syara’ puasa adalah menahan dari segala sesuatu yang membatalkan
puasa dengan disertai niat berpuasa bagi orang yang telah diwajibkan sejak
terbit fajar (fajar shadiq) hingga terbenamnya matahari dengan syarat-syarat
tertentu. Berdasarkan etimologi dan terminologi puasa dapat diartikan
menahan diri dari makan, minum, serta hal-hal yang dapat membatalkan puasa

1
Sri Suhandjati Sukri, Ensiklopedi Islam dan Perempuan, (Bandung: Penerbit Nuansa,
2009), H. 310
2
Gus Arifin, Fiqh Puasa Memahami: Puasa, Ramadhan, Zakat Fitrah, Hari Raya, Dan
Halal Bi Halal, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2013). H. 76.

1
dalam waktu terbitnya fajar shadiq hingga terbenamnya matahari dengan
syarat-syarat yang telah ditentukan. Perintah untuk melakukan puasa Ramadan
berdasarkan pada Alquran, Hadis, dan kesepakatan ulama.3
Kewajiban berpuasa bagi umat Islam ditetapkan dan diterapkan pada
periode Madinah, sebagaimana umumnya ibadah lainnya. Puasa ditetapkan
Nabi Muhammad Saw. Sebagai ibadah wajib pada tahun ke 2 Hijriyah setelah
arah kiblat diubah dari Masjidil Aqsha di Yerusalem ke Ka’bah, Baitullah,
Mekkah. Nabi Muhammad Saw. Mensosialisasikan persyaratan puasa dalam
dua periode. Awalnya beliau memberi pilihan pada umatnya apakah ingin
berpuasa atau membayar fidyah, yaitu memberi makan fakir-miskin dengan
penekanan lebih pada pilihan berpuasa. Periode ini kemudian beralih pada
periode mengikat dan pasti. Pilihan pun dibatalkan, semua mukalaf yang
mampu wajib berpuasa. Tapi, jika ditarik ke belakang, puasa merupakan amal
ibadah yang telah diwajibkan atas setiap umat-umat terdahulu.
Namun, tentu saja puasa yang dilakukan umat-umat terdahulu berbeda
makna dan tata caranya dari puasa yang terdapat dalam Syariat Islam yang
dilaksanakan oleh kaum muslimin. Umat muslim melaksanakan perintah
puasa atas dasar perintah Allah Swt. juga untuk memperingatkan mereka
bahwa puasa adalah syariat bagi mereka sebagaimana ia juga syariat orang-
orang terdahulu sebelum mereka. Dan sesungguhnya tujuan puasa adalah
ketakwaan. Ketakwaan baru akan terwujud jika seorang hamba menuruti
segala yang diperintahkan Allah Swt. Membenarkan Rasulullah Saw. Berjalan
sesuai dengan tuntunan beliau, menapaki jalan beliau yang lurus,
meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah Swt. dan Rasul-Nya, menjauhi
jalan-jalan setan dan para pengikutnya, serta menghalangi jiwa dari hawa
nafsu.4

3
Departemen Agama RI, Syamil A l-Q ur’an dan Terjemahannya, (Bandung: PT.
Syaamil Cipta Media, 2009), H. 28.
4
Zakiah Ulfah, Manfaat Puasa Dalam Perspektif Sunnah Dan Kesehatan, (Medan :
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2016), H. 5-7

2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
makalah ini yaitu :
1. Apa saja syarat puasa?
2. Apa saja sunnah puasa?
3. Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pembuatan
makalah ini yaitu :
1. Untuk mengetahui syarat puasa.
2. Untuk mengetahui sunnah puasa.
3. Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Syarat Puasa


a. Syarat-Syarat wajib puasa
Seseorang terkena beban wajib puasa jika telah memiliki syarat-
syarat untuk itu. Syarat-syaratnya adalah :
1. Beragama Islam, Puasa tidak wajib bagi orang kafir.
2. Baligh dan berakal, Puasa tidak wajib atas anak kecil, orang gila, orang
pingsan, dan orang mabuk, sebab khitab taklifi tidak tertuju kepada
mereka akibat tidak adanya kelayakan untuk berpuasa pada diri mereka.
Hal ini dipahami dari sabda Nabi saw.

‫ عن‬:‫ ُرفِ َع الْ َقلَ ُم عن ثالثة‬:‫عن علي رضي اهلل عنه عن النيب صلى اهلل عليه وسلم قال‬
‫ وعن اجملنون حىت َي ْع ِق َل‬،‫ وعن الصيب حىت حَيْتَلِ َم‬،‫ظ‬
َ ‫النائم حىت يَ ْسَتْي ِق‬
Artinya : “Hukum tidak berlaku atas tiga orang: anak kecil
hingga dia balig, orang gila hingga dia waras, dan orang tidur hingga ia
bangun.” ”. (H.R. Abu Dawud dan An-Nasa’i)
3. Kemampuan (sehat, tidak sakit) dan bermukim. Puasa tidak wajib atas
orang sakit dan musyafir, dan dalilnya adalah firman Allah Ta’ala.

‫ضا اَْو َع ٰلى َس َف ٍر فَعِ َّدةٌ ِّم ْن اَيَّ ٍام اُ َخَر ۗ َو َعلَى الَّ ِذيْ َن‬ ِ ٍ <ۗ ‫اَيَّ ًاما َّم ْع ُد ْو ٰد‬
ً ْ‫تفَ َم ْن َكا َن مْن ُك ْم َّم ِري‬
‫ص ْو ُم ْوا َخْيٌر لَّ ُك ْم اِ ْن‬ُ َ‫ع َخْيًرا َف ُه َو َخْيٌر لَّهٗ َ ۗواَ ْن ت‬
ِ ِ ِ
َ ‫يُطْي ُق ْونَهٗ ف ْديَةٌ طَ َع ُام م ْسكنْي ۗ ٍن فَ َم ْن تَطََّو‬
ِ
‫ُكْنتُ ْم َت ْعلَ ُم ْو َن‬
Artinya : “(Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di
antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka
(wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada
hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib
membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi
barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu
lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu

4
mengetahui.”(QS. Al-Baqarah : 184).5
b. Syarat-syarat sah puasa
Syarat-syarat sah puasa adalah sebagai berikut
1. Islam, Orang yang kafir tidak sah puasanya.
2. Mummayiz, artinya bisa membedakan yang baik dengan yang tidak
baik.Orang yang tidak mummayiz tidak sah puasanya.
3. Suci dari haidh (menstruasi bulanan), wiladah (darah melahirkan) dan
nifas (darah setelah melahirkan). Perempuan yang sedang dalam
keadaan haidh dan nifas tidak sah puasanya.
4. Dilaksanakan pada hari-hari yang dibenarkan berpuasa, Berpuasa pada
hari-hari terlarang hukumnya tidak sah.6

2.2 Sunnah Puasa


Menurut kitab Fiqh Islam, terdapat beberapa amalan sunah yang
menyertai ibadah puasa di bulan suci Ramadan. Di antaranya adalah sebagai
berikut 7:
1. Menyegerakan berbuka puasa jika telah yakin bahwa matahari telah
tenggelam.
Dalil menyegerakan berbuka puasa adalah hadis nabi
Muhammad Saw,

‫َّاس خِب َرْيِ َما َع َّجلُوا الْ ِفطَْر‬


ُ ‫ال َيَز ُال الن‬
Artinya : “Senantiasa manusia dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka puasa.” (HR Bukhari dan Muslim)
2. Berbuka dengan korma, atau makanan/minuman manis lainnya, atau
cukup dengan air putih
Dalil berbuka puasa dengan kurma adalah hadis berikut,

5
M. Ali Ash-Syabuni, Tafsir Ayat-ayat Hukum Dalam Al-qur’an, (Bandung: PT. Al-
Ma’arif, 1994), Cet. Ke-1, H. 345.
6
Rahmi Rahmawanti, Analisis Terhadap Pendapat Ibnu Hazm Tentang Batalnyapuasa
Karena Sengaja Melakukan Kemaksiatan, (Riau : UIN SUSKA, 2013), H. 34-35
7
H. Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2013), H. 29

5
ِ ِ ٍِ
َ ُ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم يُ ْفطُر َقْب َل َأ ْن ي‬
‫صلِّ َي‬ َ ُّ ‫ َكا َن النَّيِب‬:‫س بْ ِن َمالك قَ َال‬ِ َ‫َع ْن َأن‬
ٍ ‫ فَِإ ْن مَل تَ ُكن مُتَيرات حسا حسو‬،‫ فَِإ ْن مَل تَ ُكن رطَبات َفتُميرات‬،‫ات‬
‫ات ِم ْن‬ ٍ ‫علَى رطَب‬
َ َ َ َ َ ٌ َْ ْ ْ ٌ ََْ ٌ َ ُ ْ ْ َ ُ َ
‫َم ٍاء‬
Artinya : “Dari Anas bin Malik, ia berkata : Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum shalat dengan ruthab
(kurma basah),  jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamr
(kurma kering), dan jika tidak ada tamr, beliau meminum seteguk air.“
3. Berdoa sewaktu berbuka puasa
Dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW apabila beliau berbuka puasa,
membaca doa berikut:
ِ ‫ك يا اَرحم َّ مِح‬ِ ِ ‫ك َأفْطَر‬ ِ
َ ‫الر نْي‬ ُ ْ َ ‫ َو َعلَى ِر ْزق‬,‫ت‬
َ َ ْ َ َ ‫ بَرمْح َت‬,‫ت‬ َ ِ‫ َوب‬,‫ت‬
ُ ‫ك َآمْن‬ ُ ‫ص ْم‬ َ َ‫اللَّ ُه َّم ل‬
ُ ‫ك‬
Artinya : “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, karena pemberian-
Mu aku berbuka, dahaga telah lenyap, urat-urat telah basah, serta pahala
telah tetap jika Engkau mengehendaki.”
4. Makan sahur
Makan sahur dimaksudkan supaya menambah kekuatan ketika
puasa dan dilakukan selewat tengah malam.
Dalil makan sahur adalah 2 hadis berikut,

‫وم َف ْليَتَ َس َّح ْر بِ َش ْى ٍء‬


َ ‫ص‬ُ َ‫َم ْن ََأر َاد َأ ْن ي‬
Artinya: “Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia
bersahur,” (HR Ahmad).

ُّ ‫تَ َس َّحُروا فَِإ َّن يِف‬


ً‫الس ُحو ِر َبَر َكة‬
Artinya : “Makan sahurlah kamu. Sesungguhnya makan sahur itu
mengandung berkah.” (HR Bukhari dan Muslim).
5. Mengakhirkan makan sahur
Akhirkan makan sahur hingga kira-kira 15 menit sebelum fajar
subuh.
Dalil mengakhirkan sahur adalah hadis berikut,

‫ور‬ ِ ‫الَ َتز ُال َُّأم ِيت خِب ٍ ما ع َّجلُوا‬


َ ‫الس ُح‬
َّ ‫َأخُروا‬
َّ ‫الفطَْر َو‬ َ َ ‫َرْي‬ َ

6
Artinya : “Umatku senantiasa dalam kebaikan selama
menyegerakan buka puasa dan mengakhirkan sahur,” (HR Ahmad).
6. Memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa
Dalil memberi makan untuk berbuka adalah hadis berikut,

‫الصاِئ ِم َشْيًئا‬
َّ ‫َأج ِر‬ ِ ‫من فَطَّر صاِئما َكا َن لَه ِمثْل َأج ِر ِه َغير َأنَّه الَ يْن ُق‬
ْ ‫ص م ْن‬
ُ َ ُ َْ ْ ُ ُ ً َ َ َْ
Atinya : “Barangsiapa memberi makanan untuk berbuka kepada
orang yang puasa, maka ia akan mendapat ganjaran sebanyak ganjaran
orang yang berpuasa itu, tidak dikurangi sedikitpun.” (HR Tirmidzi)
7. Banyak bersedekah
Dalil untuk banyak bersedekah di bulan Ramadhan adalah hadis
dari Anas, “Orang-orang bertanya kepada Rasulullah SAW, “Kapankah
waktu sedekah yang lebih baik? Beliau menjawab, “Sedekah yang paling
baik adalah sedekah pada bulan Ramadhan.” (HR Tirmidzi)
8. Banyak membaca Alquran dan mempelajarinya
Dalil membaca Alquran di bulan Ramadhan adalah hadis,
ِ‫َّاسو َكانََأجودماي ُكونُِفريمضاحَن‬ ِ ٍ ِ
َ ََ َ َ ُ َ ْ َ ‫َأج َو َدالن‬ ْ ‫صلَّىاللَّ ُه َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ‫َعْنابْن َعبَّاس َقالَ َكا َنَر ُسواُل للَّ ِه‬
ٍِ ِ ‫يني ْل َقاه ِج ِ يلُو َكا َني ْل َق‬
ْ ‫صلَّىاللَّ ُه َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬
‫َأج َو‬ َ ‫ضا َن َفيُ َدا ِر ُس ُهالْ ُق ْرآ َن َفلََر ُسواُل للَّ ِه‬
َ ‫اهفي ُكلِّلَْيلَةمْنَر َم‬ ُ َ َ ‫َ َ ُ رْب‬
ِّ ‫ُدبِاخْلَرْيِ ِمْن‬
َ ‫الر ِحيالْ ُم ْر‬
ِ‫سلَة‬
Dari Ibnu Abbas , “Rasulullah SAW adalah manusia yang paling
lembut terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril
menemuinya. Adalah Jibril mendatanginya setiap malam di bulan
Ramadhan, dimana Jibril mengajarkannya Al-Quran. Sungguh
Rasulullah SAW orang yang paling lembut daripada angin yang
berhembus.” (HR Bukhari)
9. Tidak mengucapkan perkataan yang buruk
Dalil untuk meninggalkan perkataan yang buruk adalah hadis
berikut,
ِ ِ ‫الزو ِر والْعمل بِِه َفلَي‬
َ ‫اجةٌ يِف َأ ْن يَ َد‬
ُ‫ع طَ َع َامهُ َو َشَرابَه‬ َ ‫س للَّه َح‬
َ ْ َ َ َ َ ُّ ‫َم ْن مَلْ يَ َد ْع َق ْو َل‬

7
“Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan
pengamalannya, maka Allah SWT tidak memerlukan dia untuk
meninggalkan makan dan minumnya.” (HR Bukhari).

10. Salat Tarawih di malam hari


Dalil yang menjelaskan salat tarawih di bulan Ramadhan adalah
hadis berikut,

‫َّم ِمْنذنْبِه‬ ِ ِ ‫مَن قَام رمضا َن اِمْيَانَا و‬


َ ‫احت َسابًا غُفَر لَهُ َما َت َقد‬
ْ َ َ ََ َ ْ
Artinya : “Barang siapa melakukan qiyam (lail) pada bulan
Ramadhan, karena iman dan mencari pahala, maka diampuni untuknya
apa yang telah lalu dari dosanya.” (HR. Abu Hurairah).
11. I’tikaf
I’tikaf dianjurkan dalam seluruh waktu, namun yang terutama
adalah pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dalilnya adalah Alquran
surat Al Baqarah: 125

‫صلًّىۗ َو َع ِه ْدنَٓا‬ ِِ ِ ِ‫ۗ خَّت‬ ِ ‫ت َمثَابَةً لِّلن‬ ِ


َ ‫َّاس َواَْمنًا َوا ُذ ْوا م ْن َّم َقام ا ْب ٰرهٖ َم ُم‬ َ ‫َوا ْذ َج َع ْلنَا الَْبْي‬
‫الس ُج ْو ِد‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِٓ
ُّ ‫ا ٰلى ا ْب ٰر ٖه َم َوامْس ٰعِْي َل اَ ْن طَ ِّهَرا َبْييِت َ للطَّاۤ ِٕىفنْي َ َوالْ ٰع ِكفنْي َ َو‬
ُّ ‫الر َّك ِع‬
Artinya : “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah (Ka’bah)
tempat berkumpul dan tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah
maqam Ibrahim itu tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada
Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang
tawaf, orang yang iktikaf, orang yang rukuk dan orang yang sujud!” (QS.
Al-Baqarah : 125)
dan hadis berikut,
ٍ‫ض‬
‫ان َع ْشَرةَ َأيَّ ٍام َفلَ َّما َكا َن‬ ِ ِ
َ ‫ف يِف ُك ِّل َر َم‬ُ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْيه َو َسلَّ َم َي ْعتَك‬
َ ُّ ‫َكا َن النَّيِب‬
ِ ‫الْعام الَّ ِذي قُبِض فِ ِيه ْاعتَ َك‬
َ ‫ف ع ْش ِر‬
‫ين َي ْو ًما‬ َ َ َُ
Artinya : “Telah diriwayatkan bahwa nabi SAW beri’tikaf setiap
bulan Ramadhan 10 hari. Pada tahun beliau wafat, beliau beri’tikaf 20
hari.” (HR Abu Dawud, Bukhari dan Ibnu Majah).

8
12. Mengeluarkan zakat fitrah di antara fajar subuh dan sebelum orang-orang
keluar salat Ied
Zakat fitrah sendiri hukumnya adalah wajib. Namun sunah
mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelum hari raya (ini lebih aman
karena terkadang ada perbedaan hari raya) berdasarkan perkataan Ibnu
Umar RA,

‫ومني أو ثالثة‬$$‫ر بي‬$$‫أن ابن عمر كان يبعث زكاة الفطر إىل الذي جيمع عنده قبل الفط‬
“Artinya, “Ibnu Umar mengirimkan zakat fitrah kepada pengumpulnya
dua atau tiga hari sebelum idul fitri,” (HR. Malik). 
Namun menurut Imam Syafi’i, zakat fitrah bisa dikeluarkan sejak
awal Ramadhan.8

2.3 Hal-Hal yang Membatalkan Puasa


1. Makan dan minum
Mengenai batalnya puasa karena makan dan minum didasarkan
kepada firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 187:
ْ‫َو ُكلُوْ ا َوا ْش َربُوْ ا َح ٰتّى يَتَبَي َ<َّن لَ ُك ُم ْالخَ ْيطُ ااْل َ ْبيَضُ ِمنَ ْال َخ ْي ِط ااْل َس َْو ِد ِمنَ ْالفَج‬
Artinya :“…dan makanlah dan minumlah sehingga sampai
kelihatan benang yang putih dari benang yang hitam, yaitu fajar…”
(QS. Al-Baqarah : 187).
Ayat itu menjelaskan bahwa makan dan minum selama berpuasa
pada bulam ramadhan hanya boleh pada malam hari sejak dari terbenam
matahari sampai terbit fajar. Mulai dari terbit fajar sampai terbenam
matahari tidak boleh makan dan minum lagi.
2. Memasukkan sesuatu kedalam lubang badan yang terbuka seperti telinga
dan hidung.
Hal ini, oleh sebagian ulama diqiyaskan kepada makan dan
minum. Ulama yang lainnya mengatakan tidak membatalkan puasa.
Tetapi, jika dengan memasukkan sesuatu kedalam lubang badan yang

8
Ahmad Isa Asyur, Al Fiqhul Muyassar Bagian Ibadat. (Jakarta : Pustaka Amani,
2004), H. 67-72

9
terbuka itu dimaksudkan untuk mengurangi lapar dan haus, dengan
sendirinya puasa menjadi batal. Oleh karena itu jika memasukkan
sesuatu itu tidak dengan maksud mengurangi lapar dan haus, begitu
juga termasuk air ke dalam telinga atau hidung ketika mandi.
3. Melakukan hubungan seksual (bersetubuh) pada siang hari.
Ketetapan hukum batal puasa karena melakukan hubungan
seksual bersumber dari firman Allah dalam surat Al-Baqarah 187:
‫ث اِ ٰلى نِ َس ۤا ِٕى ُك ْم‬ ِّ ‫اُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ ال‬
ُ َ‫صيَ ِام ال َّرف‬
Artinya : “…dibolehkan bagi kamu pada malam hari bulan
puasa berhubungan seksual dengan isteri kamu..” (QS. Al-Baqarah :
187).
Ayat ini dengan jelas memberi petunjuk bahwa berhubungan
seksual dengan isteri hanya di bolehkan pada malam hari dibulan puasa.
Siangnya hubungan seksual tersebut tidak di bolehkan. Oleh karena itu
jika orang sedang berpuasa malakukan hubungan seksual pada siang
hari, tidak saja puasanya batal melainkan lebih dari itu, ia terkena
kifarat (denda), yaitu:
a. Memerdekakan seseorang hamba yang beriman, atau jika tidak
mempunyai hamba
b. Puasa dua bulan berturut-turut (jika terselang sehari saja, diulangi
dari awal, atau jika tidak sanggup)
c. Memberi makan 60 orang miskin, masinng-masing 1 liter. Hadits
berikut menjelaskan hal itu:

‫ْت‬ َ َ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَق‬


ُ ‫ هَلَ ْك‬:‫ال‬
ُ ‫ َوقَع‬،‫ت‬ َّ ِ‫ َأتَى َر ُج ٌل النَّب‬:‫ال‬
َ ‫ي‬ ِ ‫َأ َّن َأبَا هُ َري َْرةَ َر‬
َ َ‫ ق‬،ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
َ‫ ال‬:‫ص ْم َش ْه َر ْي ِن ُمتَتَابِ َعي ِْن قَا َل‬ َ ‫ لَي‬:‫ َأ ْعتِ ْق َرقَبَةً قَا َل‬:‫ قَا َل‬، َ‫ضان‬
ُ َ‫ ف‬:‫ قَا َل‬،‫ْس لِي‬ َ ‫َعلَى َأ ْهلِي فِي َر َم‬
ْ ‫ فََأ‬:‫ قَا َل‬،ُ‫َأ ْستَ ِطيع‬
ً‫ط ِع ْم ِستِّينَ ِم ْس ِكين‬
Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan, ada seorang laki-laki
datang kepada Rasulullah saw. lantas berkata, “Celakalah aku! Aku
mencampuri istriku (siang hari) di bulan Ramadhan. Beliau bersabda,
“Merdekakanlah seorang hamba sahaya perempuan.” Dijawab oleh

10
laki-laki itu, “Aku tidak mampu.” Beliau kembali bersabda,
“Berpuasalah selama dua bulan berturut-turut.” Dijawab lagi oleh laki-
laki itu, “Aku tak mampu.” Beliau kembali bersabda, “Berikanlah
makanan kepada enam puluh orang miskin,” (HR. al-Bukhari).
4. Muntah dengan di sengaja (diupayakan)
Jika seseorang yang sedang berpuasa berusaha agar ia muntah,
batallah puasanya. sebaliknya, jika ia muntah tanpa sengaja maka
puasanya tidak batal. Ketetapan ini bersumber dari hadits berikut ini:
“Rasulullah SAW bersabda: barang siapa yang muntah karena
terpaksa tidaklah wajib mengqadha puasanya (artinya puasanya tidak
batal) dan barang siapa yang mengupayakan muntah dengan sengaja
maka ia wajib mengqadha puasanya (artinya puasanya batal)”. (H.R
Abu Dawud, At-Tirmizi dan Ibn Hibban dari Abu Hurairah)
5. Keluar Darah Haidh Atau Nifas
Seseorang perempuan yang datang darah haidh atau darah nifas
batal puasa. Hal ini jelas karena salah satu dari syarat-syarat sah puasa
adalah suci dari haidh dan nifas. Sebuah hadits menjelaskan hal itu
sebagai berikut:
ِ ‫ وال َت ْق‬$،‫الصوم‬ ِ ِ ‫ال احْل اِئ‬ ‫ِئ‬
‫ضي‬ َ َ ْ َّ ‫ض َت ْقضي‬ َ ُ َ‫ َما ب‬:‫ت‬ ُ ‫ت َعا َشةَ َف ُق ْل‬ ُ ْ‫ َسَأل‬:‫ت‬
ْ َ‫َع ْن ُم َعا َذ َة قَال‬
ِ ٍ ‫ لَس حِب‬:‫ت؟ ُق ْلت‬ ِ ْ‫ َأحرو ِريَّةٌ َأن‬:‫ت‬
‫ َكا َن‬:‫ت‬ ْ َ‫ قَال‬.‫َأل‬ ْ ‫ت َُرو ِريَّة َولَكيِّن‬
ُ ‫َأس‬ ُ ْ ُ ُ َ ْ َ‫ َف َقال‬.‫الصال َة‬ َّ
َّ ‫ض ِاء‬
ِ ‫الص‬ ِ َّ ‫صيبنا ذَلِك َفن مر بَِقض ِاء‬
‫الة‬ َ ‫الص ْوم َوال نُْؤ َمُر بَِق‬ َ ُ َ ‫يُ ِ َُ َ ُْؤ‬
 
Artinya : “Dari Muadzah berkata,"Aku bertanya kepada Aisyah,
"Mengapa wanita haidh wajib mengqadha puasa dan tidak wajib
mengqadha shalat?". Aisyah bertanya, "Apakah kamu wanita
haruriyah?", Aku menjawab,"Aku bukan haruriyah, tetapi Aku
bertanya." Aisyah berkata,"Kami (para wanita) mengalami haidh, maka
kami diperintahkan untuk mengqadha' puasa dan tidak diperintah untuk
mengqqadha' shalat. “(HR. Muslim).
6. Gila
Salah satu syarat sah nya puasa adalah ’aqil, yaitu normal tidak

11
sakit ingatan (gila). Jadi, jika seseorang sedang berpuasa lantas di
datangi oleh sakit gila maka batallah puasanya.
7. Keluar air mani dengan onani atau dengan merangkul perempuan
Keluar mani dengan cara onani (dengan tangan sendiri atau
dengan tangan orang lain) atau dengan cara merangkul perempuan atau
dengan cara lainnya dihukum sama dengan berhubungan seksual, oleh
karenanya puasa menjadi batal. Tetapi keluar mani karena mimpi
tidaklah membatalkan puasa.
8. Berniat berbuka
Seseorang yang sedang berpuasa, lantas berniat berbuka maka
batallah puasanya, meskipun ia tidak berbuka dengan misalnya makan
dan minum. Hal itu di sebabkan oleh karena ia sudah membatalkan
niatnya dari semula niat berpuasa menjadi niat berbuka, sedang niat
adalah salah satu dari rukun-rukun puasa.9

9
Rahmi Rahmawanti, Analisis Terhadap Pendapat Ibnu Hazm Tentang Batalnyapuasa
Karena Sengaja Melakukan Kemaksiatan, (RIAU : UIN SUSKA, 2013), H. 37-41

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Puasa dapat diartikan menahan diri dari makan, minum, serta hal-hal
yang dapat membatalkan puasa dalam waktu terbitnya. Syarat puasa terbagi
menjadi 2 yaitu syarat wajib diantaranya beragama Islam, baligh dan berakal,
sehat. Dan syarat sah puasa yaitu Islam, Mummayiz, Suci dari haidh
(menstruasi bulanan), wiladah (darah melahirkan) dan nifas (darah setelah
melahirkan) dan Dilaksanakan pada hari-hari yang dibenarkan berpuasa.
Sunnah puasa terdiri dari menyegerakan berbuka, berbuka dengan kurma,
membaca doa sebelum berbuka, melaksanakan dan menyegerakan sahur,
bersedekah, shalat tarawih, I’tikaf dan membaca al-qur’an sembari banyak
berdoa memohon ampunan kepada Allah swt. Adapun hal-hal yang
membatalkan puasa yaitu makan dan minum dengan sadar atau sengaja,
memasukkan sesuatu kedalam lubang badan yang terbuka seperti telinga dan
hidung, melakukan hubungan seksual (bersetubuh) pada siang hari, haid dan
nifas bagi perempuan, muntah dengan sengaja, gila, keluar mani bagi laki-laki
dan berniat berbuka
3.2 Saran
Harapan kami sebagai penyusun,semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca, dan kami harapkan juga bahwa jangan hanya
berfokus pada materi ini saja tetapi telusuri lebih dalam tentang “SYARAT
PUASA, SUNNAH PUASA DAN HAL-HAL YANG MEMBATALKAN
PUASA” melalui referensi-referensi lain yang dapat membantu
meningkatkan pengetahuan kita karena dalam penulisan makalah penyusun
menyadari bahwa materinya masih sangat terbatas.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Gus. Fiqh Puasa Memahami: Puasa. Ramadhan. Zakat Fitrah. Hari Raya.
Dan Halal Bi Halal. (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. 2013).
Ash-Syabuni, M. Ali. Tafsir Ayat-ayat Hukum Dalam Al-qur’an. (Bandung: PT.
Al- Ma’arif. 1994). Cet. Ke-1.
Asyur, Ahmad Isa. Al Fiqhul Muyassar Bagian Ibadat. (Jakarta : Pustaka Amani.
2004).
Departemen Agama RI. Syamil A l-Q ur’an dan Terjemahannya. (Bandung: PT.
Syaamil Cipta Media. 2009).
Rahmawanti, Rahmi. Analisis Terhadap Pendapat Ibnu Hazm Tentang
Batalnyapuasa Karena Sengaja Melakukan Kemaksiatan. (Riau : UIN
SUSKA. 2013).
Rasyid, H. Sulaiman. Fiqh Islam. (Bandung : Sinar Baru Algensindo. 2013).
Sukri, Sri Suhandjati. Ensiklopedi Islam dan Perempuan. (Bandung: Penerbit
Nuansa. 2009).
Ulfah, Zakiah. Manfaat Puasa Dalam Perspektif Sunnah Dan Kesehatan. (Medan
: Universitas Islam Negeri Sumatera Utara. 2016).

14

Anda mungkin juga menyukai