Anda di halaman 1dari 15

1

MAKALAH
HUKUM PUASA RAMADHAN BAGI PEKERJA BERAT DI SIANG
HARI
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Masailul Fiqhiyyah
Dosen Pengampu : Dr. Makmun, M.HI

Disusun oleh :

Adib Fadhlurrohman Effendi (2021508059)

Nurul Fatmawati (2021508042)

Salsabila Cahya Isnani (2021508048)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTAN AJI MUHAMMAD


IDRIS SAMARINDA

2023
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’Ala yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Puasa Ramadhan Bagi Pekerja
Berat Di Siang Hari” untuk mata kuliah Hukum Perdata Islam.

Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang
telah banyak membantu kami dalam penyusunan makalah ini, terkhusus kepada:

1. Kepada bapak Dr. Makmun, M.HI selaku dosen pengampu mata kuliah Hukum
Perdata Islam.
2. Kepada orang tua yang telah memberikan dukungan moral dalam pembuatan
makalah ini.
3. Kepada teman – teman yang telah membantu dan bekerja sama dalam
pembuatan makalah ini.
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan
dalam penulisan isi, bentuk makalah, sehingga jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan untuk
kesempurnaan dari kekurangan yang ada, sehingga makalah ini bisa bermanfaat
bagi yang pembacanya.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa memberi ridho atas segala yang kita
usahakan. Aamiin. Sekian dan terima kasih.

Samarinda, 25 Februari 2023

Penyusun

Kelompok 1
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
BAB I .......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang ........................................................................................4
B. Rumusan Masalah...................................................................................5
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................5
BAB II .....................................................................................................................6
PEMBAHASAN .....................................................................................................6
A. Pengertian Puasa .....................................................................................6
B. Hukum Berpuasa Bagi Pekerja Berat ...................................................9
C. Motivasi Menjadi Pekerja Berat Dan Konsekuensinya.....................11
D. Hukum Meninggalkan Puasa Bagi Pekerja Berat (Pekerja Keras) .12
BAB III..................................................................................................................14
PENUTUP.............................................................................................................14
4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Puasa Ramadhan adalah kewajiban sakral dan ibadah Islam yang bersifat syiar
yang besar, juga salah satu rukun Islam praktis yang lima, yang menjadi pilar
agama. Kaum Muslimin dari semua mazhab dan golongan sejak periode Nabi
SAW. hingga hari ini telah sepakat atas wajibnya puasa Ramadhan, yakni fardhu
ain bagi tiap-tiap muslim yang mukallaf tanpa kecuali, baik pada masa lalu maupun
sekarang.

Disisi lain ada orang-orang yang uzur berpuasa Ramadhan beserta hukum-
hukumnya. Pertama, uzur yang mewajibkan pemiliknya berbuka dan haram
berpuasa. Kedua, uzur yang membolehkan pemiliknya untuk berbuka, bahkan
dalam keadaan tertentu mewajibkan, akan tetapi ia wajib menqadha. Ketiga, uzur
yang membolehkan pemiliknya untuk berbuka. Keempat, uzur yang masih
diperselisihkan ulama tentang jenisnya; apakah ia sejenis dengan uzur sakit, orang
tua renta, atau memiliki hukumnya sendiri? Ini adalah uzurnya orang hamil dan
menyusui. Kelima, uzurnya orang yang berat untuk melakukan puasa karena jenis
pekerjaannya.

Diantara uzur di atas yang akan kelompok kami bahas adalah salah satu jenis
uzur bagi pekerja berat . Pada masa sekarang ini masih banyak masyarakat ataupun
orang-orang yang tidak ataupun kurang mengetahui tentang Hukum Berpuasa Bagi
Pekerja Berat, oleh karena itu makalah ini berjudul: “Hukum Puasa Bulan
Ramadhan Bagi Pekerja Berat Di Siang Hari”.
5

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana Hukum Puasa Bagi Pekerja Berat di Siang Hari Bulan


Ramadhan?
2. Bagaimana perspektif Fikih terhadap pekerja berat yang
meninggalkan puasa Ramadhan?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui hukum puasa pekerja berat di bulan Ramadhan


2. Untuk mengetahui perspektif Fikih terhadap pekerja berat yang
meninggalkan puasa Ramadhan.
6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Puasa

Puasa (Ash-Shawm) dalam pengertian bahasa adalah menahan dan berhenti


dari sesuatu, sedangkan dalam istilah agama artinya adalah menahan dari makan,
minum, dan hubungan kelamin, mulai dari waktu fajar sampai Maghrib, karena
mencari Ridha Allah. Dalil Al-Qur‟an yang mewajibkan puasa adalah firman Allah
dalam surat Al-Baqarah ayat 183.1

َ‫ﻳَٰٓﺄَﻳُّﻬَﺎ ﭐﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ۟ ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ﭐﻟﺼِّﻴَﺎﻡُ ﻛَﻤَﺎ ﻛُﺘِﺐ‬

َ‫ﻋَﻠَﻰ ﭐﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺘَّﻘُﻮﻥ‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa


sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa

Puasa adalah ibadah pokok yang ditetapkan sebagai salah satu rukun islam.
Puasa yang dalam bahasa arab disebut (secara arti kata bermakna menahan dan
diam dalam segala bentuknya, termasuk menahan atau diam dari berbicara. Secara
terminologi para ulama mengartikan puasa itu dengan “menahan diri dari makan,
minum dan berhubungan seksual dari terbit fajar sampai terbenam matahari dengan
syarat-syarat yang ditentukan”.2

Dalam kitab Sulubus Salam memberikan pengertian secara syar‟i bahwa puasa
adalah menahan diri dari makanan, minum dan berhubungan seksual dan lain-lain
yang telah diperintahkan menahan diri dari padanya sepanjang hari menurut cara
yang telah diisyari‟atkan. Disertai pula menahan diri dari perkataan sia-sia
(membuat), perkataan yang merangsang (porno), perkataan-perkataan lainnya baik

1 Zakiah Daradjat, puasa meningkatkan kesehatan mental, (Jakarta: Ruhama, 1993)


2 Syarifuddin, Amir. Garis-Garis Besar Fiqh. (Jakarta: Prenada Media, 2003).
7

yang haram maupun yang makruh, pada waktu yang telah ditetapkan dan menurut
syarat yang telah ditentukan.

Dari pengertian syara‟ tersebut dapat ditarik makna bahwa puasa atau shiyam
adalah suatu ibadah kepada Allah SWT dengan syarat dan rukun tertentu dengan
jalan menahan diri dari makan, minum dan berhubungan seksual dan lainlain
perbuatan yang dapat merugikan atau mengurangi makna atau nilai dari pada puasa,
semenjak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Mengambil makna dari
pengertian puasa tersebut, maka Al-Ghozali dalam Ihya‟ Ulumuddin membagi
tingkatan puasa iu menjadi tiga tingkatan yaitu puasa umum, puasa khusus, puasa
khusus al khusus. Puasa Umum adalah puasa dengan hanya menahan diri dari
makan, minum dan hubungan seksual.

Puasa Khusus disamping pengertian puasa umum di atas ditambah menahan diri
dari perkataan, pandangan penglihatan dan perbuatan anggota tubuh yang
cenderung kepada hal yang kurang baik/tidak pantas. Adapun tingktan ketiga Puasa
Khusus al Khusus disamping pengertian dua di atas ditambah lagi dengan puasa
hati dari segala maksud dan fikiran duniawi.3

a. Syarat Dan Rukun Puasa

1) Syarat Puasa

Para ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat puasa atas:


a. Syarat wajib puasa meliputi:
1. Berakal (‘aqli). Orang yang gila tidak wajib berpuasa.
2. Baliqh (sampai umur). Oleh karena itu anak-anak belum wajib berpuasa.
3. Kuat berpuasa (qadir). Orang yang tidak kuat berpuasa baik karena tua
atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, tidak diwajibkan atasnya
puasa, tetapi wajib bayar fidyah.
b. Syarat syah puasa, mencakup:
1. Islam

3 Daradjat, Zakiah dkk. Ilmu Fiqh Jilid I. Jakarta: Direktorat Pembinaan Tinggi Agama Islam, 1983.
8

2. Orang yang bukan islam (kafir) tidak syah puasanya, demikian pula orang
yang murtad.
3. Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan yang baik dengan yang
tidak baik).
4. Suci dari darah haid, nifas, dan wiladah. Wanita diwajibkan puasa selama
mereka tidak haid, jika mereka sedang haid tidak diwajibkan puasa, tetapi
diwajibkan mengerjakan qadha sebanyak puasa yang ditinggalkan setelah
selesai bulan puasa. Nifas dan wiladah disamakan dengan haid. Bedanya
bila sang ibu itu menyusui anaknya ia boleh membayar fidyah. Disinilah
letak perbedaan meninggalkan puasa bagi orang yang sedang haid
5. Dikerjakan dalam waktu/hari yang diperbolehkan puasa.

2) Rukun Puasa
Rukun puasa meliputi:

 Niat

Banyak terjadi salah pengertian tentang niat dalam berpuasa. Kata niat itu
sebenarnya berarti kehendak atau maksud untuk mengerjakan sesuatu dengan sadar
dan sengaja. Tetapi banyak orang mengartikan seolah-olah niat itu berarti
mengucapkan atau melafadzkan serangkaian kata-kata yang menjelaskan bahwa
yang bersangkutan akan berbuat ini atau itu.

Niat bermakna gerak kemauan yang timbul dari hati nurani. Gerak kemauan
inilah yang dinilai dan merupakan cerminan asli dari hati untuk berbuat sesuatu.
Sebagai suatu amalan hati, maka orang yang berniat untuk berpuasa adalah orang
yang mulai mengarahkan hatinya dengan tekad akan melaksanakan ketentuan-
ketentuan dalam puasa baik yang bersifat larangan untuk mendapat ridha-Nya.
Karena itu maka yang berniat itu adalah hati. Hal ini tidak berarti bahwa
melafadzkan niat tidak boleh, tetapi yang dinilai adalah niat yang ada di dalam hati
tiap-tiap hamba-Nya.
9

 Menahan diri dari segala yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai
terbenam matahari. 12 Sabda Nabi SAW yang artinya: “Dari abu hurairah telah
bersabda Rasulullah SAW “barang siapa terpaksa muntah tidaklah wajib
mengqadha puasanya, dan barang siapa mengusahakan muntah dengan sengaja,
maka hendaklah dia mengqadha puasanya”.4

B. Hukum Berpuasa Bagi Pekerja Berat

Imam Abu Bakar Al-Ajiri mengatakan bahwa jika ia mengkhawatirkan


kondisinya karena pekerjaan berat yang ia lakukan maka dia boleh tidak berpuasa
dan wajib mengqadha‟nya. Namun, mayoritas ulama mengatakan bahwa mereka
tetap wajib berpuasa dan jika ternyata ditengah hari dia tidak mampu lagi
melanjutkan puasanya, barulah ia membatalkannya dan wajib mengqadha‟ nya.

Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surah An-nisa ayat 29 yang berbunyi
:

‫ﺗَﺮَ ﻋَﻦ ﺗِﺠَٰﺮَﺓً ﺗَﻜُﻮﻥَ ﺃَﻥ ﺇِﻵَّ ﺑِﭑﻟۡﺒَٰﻄِﻞِ ﺑَﻴۡﻨَﻜُﻢ ﺃَﻣۡﻮَٰﻟَﻜُﻢ ﺗَﺄۡﻛُﻠُﻮٓﺍْ ﻻَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍْ ﭐﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَـٰٓﺄَﻳُّﻬَﺎ‬

ٖ‫ﺭَﺣِﻴﻤٗﺎ ﺑِﻜُﻢۡ ﻛَﺎﻥَ ﭐﻟﻠَّﻪَ ﺇِﻥَّ ﺃَﻧﻔُﺴَﻜُﻢۡۚ ﺗَﻘۡﺘُﻠُﻮٓﺍْ ﻭَﻻَ ﻣِّﻨﻜُﻢۡۚ ﺍﺽ‬

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Para ulama berbeda pendapat apakah pekerja berat boleh tak berpuasa atau
tetap wajib berpuasa Ramadhan. Pertama, pendapat jumhur ulama, bahwa pekerja

4 Daradjat, Zakiah dkk. Ilmu Fiqh Jilid I, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Tinggi Agama Islam, 1983).
10

berat tetap wajib sahur dan berniat puasa pada malam hari, lalu melaksanakan puasa
sekuat kemampuannya.
Jika di tengah puasanya itu kemudian mereka merasakan haus atau lapar
yang hebat, yang dikhawatirkan terjadi dharar (bahaya) atas diri mereka, baru boleh
tak berpuasa, dan mereka wajib mengqadha, disamakan dengan orang sakit
(mariidh).
Secara umum pekerja berat oleh jumhur fuqaha digolongkan mukallaf yang
tetap wajib berpuasa, karena tak ada dalil syar‟i khusus yang memberikan rukhsah
(keringanan) kepada mereka, kecuali terjadi dharar. Kedua, pendapat sebagian
ulama, bahwa pekerja berat boleh tak berpuasa dan cukup membayar fidyah, selama
mereka tak mampu berpuasa dan tak berkesempatan untuk mengqadha puasanya.
Jika mereka berkesempatan mengqadha, mereka boleh tak berpuasa tapi wajib
mengqadha.
Di segi lain juga terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai hukum
berpuasa bagi pekerja berat, diantaranya :
1. Para Fuqoha‟ (ahli fikih) memperbolehkan meninggalkan puasa bagi
para pekerja keras yang terpaksa harus bekerja di siang hari Ramadhan
demi mencukupi kebutuhannya serta keluarganya. Namun ia harus
(wajib) mengqadha‟ puasa yang ditinggalkannya di lain hari, setelah
terlepas dari kesibukan yang melelahkan demikian itu. Apabila ia tidak
menemukan hari luang hingga ia meninggal dunia, maka ia tidak terkena
hukum wajib qodha‟ dan juga tidak terkena hukum wajib memberi wasiat
bayar fidyah. Apabila ia yakin atau mempunyai prediksi yang sangat
kuat, bahwa ia tidak akan punya kesempatan untuk mengqadha‟ puasa di
lain hari, maka ia dihukumi sebagaimana orang tua renta (boleh
meninggalkan puasa dan harus mengganti setiap harinya 1/2 sha‟ bahan
makan atau nilai tukarnya [membayar fidyah).
2. Dalam fikih Hanafi, jika terpaksa harus bekerja di bulan Ramadhan dan
ia mempunyai dugaan yang sangat kuat (melalui saran dokter atau
melalui pengalamannya sendiri), bahwa puasa dapat menyebabkan
kemudharatan bagi kesehatannya atau dapat mengganggu fitalitasnya
11

sehingga ia tidak dapat melaksanakan pekerjaannya (yang merupakan


tumpuan hidupnya) secara baik, maka dalam keadaan demikian
diperbolehkan baginya untuk meninggalkan puasa (diambil dari Ibnu
Abidin). Dan melihat ketentuanketentuan yang telah ditetapkan oleh para
ahli fikih, maka kewajiban para pekerja keras adalah mengganti
(mengqadha‟) puasa yang ditinggalnya di lain hari yang xluang dari
pekerjaan keras.

C. Motivasi Menjadi Pekerja Berat Dan Konsekuensinya

Pada negara yang laju pertumbuhannya tinggi, umumnya nogara-negara


yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, kesempatan kerja menjadi sangat
terbatas. Keterbatasan ini disebabkan karena jumlah penduduk yang memasuki usia
kerja membumbung tinggi sementara pertumbahan peluang keria tertinggal jauh
olch laju usia kerja.

Postulat yang dikemukakan olch Robert Maltus: pertumbuhan penduduk


seperti deret hitung, sedangkan pertumbuhan sarana-satana kehidupan seperti deret
ukar. Kenyataan in membawa permasalahan. Permasalahan yang paling dominan
adalah kesempatan kerja yang sangat sulit dican. Tidak heran jika mendengar ada
sarjana pengangguran dan sudah cdak heran lagi kalau ada sarjana bekerja bukan
pada bidang yang dicekuninya. Kalau lulusan perguruan tinggi mengalami hal yang
seperti ini, apalagi bagi yang hanya menyelesaikan sampai SLTA, SLTP, dan SD.
Kalaupun dapat pekerjaan maka pada umummya tempatnya adalah menjadi pekerja
berat atau yang biasa juga disebut dengan pekerja kasar.

Menjadi pekeria berat (pekeria kasar) selalu berhadapan dengan kesulitan, antara
lain sebagai berikut:

1. Jangankan untuk memilih pekerjaan yang sesuai, baik dari segi keahlian maupun
dari segi penghasilan, sckedar untuk mendapatkan pokerjaan apa saja sulit. Pada
akhirnya, pekerja berat (pekerja kasar) selalu dalam kondisi yang sangat terpalsa
dalam menerima pekeriaan, tidak ada tawar menawar.
12

2. Karena tidak mempunyai keahlian tertentu yang dapat digunakan untuk


menaikkan tingkat penghasilan sekaligus taraf hidup, akan berdampka pada rasa
terpaksa dan harus puas dengan pekerjaan yang ada dan kalau perlu
mempertahakannya agar tidak jatuh ke tangan orang lain.

3. Pekerja berat (pekerja kasar) sama dengan pekerja-pekerja lainnya, mempunyai


tanggung jawab keluarga. Bukam hanya hidupnya yang tergantung pada pekerjaan
berat atau kasar itu, tetapi juga kelangsungan hidup anak dan istrinya ditentukan
oleh pekerjaan itu.

D. Hukum Meninggalkan Puasa Bagi Pekerja Berat (Pekerja Keras)

Islam adalah agama yang sempurna, syariatnya sangat sesuai dengan segala
situasi dan kondisi. Syariat Islam sangat luas dan fleksibel dalam menghadapi
segala perkembangan zaman serta tidak memberatkan atau menyulitkan
penganutnya.

ٍ‫ﺷَﻬْﺮُ ﺭَﻣَﻀَﺎﻥَ ﭐﻟَّﺬِﻯٓ ﺃُﻧﺰِﻝَ ﻓِﻴﻪِ ﭐﻟْﻘُﺮْﺀَﺍﻥُ ﻫُﺪًﻯ ﻟِّﻠﻨَّﺎﺱِ ﻭَﺑَﻴِّﻨَٰﺖ‬

‫ﻣِّﻦَ ﭐﻟْﻬُﺪَﻯٰ ﻭَﭐﻟْﻔُﺮْﻗَﺎﻥِ ۚ ﻓَﻤَﻦ ﺷَﻬِﺪَ ﻣِﻨﻜُﻢُ ﭐﻟﺸَّﻬْﺮَ ﻓَﻠْﻴَﺼُﻤْﻪُ ۖ ﻭَﻣَﻦ‬

ُ‫ﻛَﺎﻥَ ﻣَﺮِﻳﻀًﺎ ﺃَﻭْ ﻋَﻠَﻰٰ ﺳَﻔَﺮٍ ﻓَﻌِﺪَّﺓٌ ﻣِّﻦْ ﺃَﻳَّﺎﻡٍ ﺃُﺧَﺮَ ۗ ﻳُﺮِﻳﺪُ ﭐﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻜُﻢ‬

ٰ‫ﭐﻟْﻴُﺴْﺮَ ﻭَﻻَ ﻳُﺮِﻳﺪُ ﺑِﻜُﻢُ ﭐﻟْﻌُﺴْﺮَ ﻭَﻟِﺘُﻜْﻤِﻠُﻮﺍ۟ ﭐﻟْﻌِﺪَّﺓَ ﻭَﻟِﺘُﻜَﺒِّﺮُﻭﺍ۟ ﭐﻟﻠَّﻪَ ﻋَﻠَﻰ‬

َ‫ﻣَﺎ ﻫَﺪَﯨٰﻜُﻢْ ﻭَﻟَﻌَﻠَّﻜُﻢْ ﺗَﺸْﻜُﺮُﻭﻥ‬


13

Artinya : (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan
barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan
Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.

Oleh karena itu, bagi mereka yang mempunyai profesi sebagai pekerja berat
(pekerja kasar) dan ada kekhawatiran, bila mereka berpuasa akan mencelakakan
dirinya, dibolehkan bagi mereka untuk tidak berpuasa, karena Allah Swt melarang
untuk menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan.

Menurut Al Saiyid Sabiq, bahwa diantara orang-orang yang diberi


keringanan untuk tidak berpuasa, adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan
berat yang tidak mendapatkan pekerjaan lain selain dari yang mereka lakukan itu.
14

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

1. Imam Abu Bakar Al-Ajiri mengatakan bahwa jika ia mengkhawatirkan


kondisinya karena pekerjaan berat yang ia lakukan maka dia boleh tidak berpuasa
dan wajib mengqadha‟nya. Namun, mayoritas ulama mengatakan bahwa mereka
tetap wajib berpuasa dan jika ternyata ditengah hari dia tidak mampu lagi
melanjutkan puasanya, barulah ia membatalkannya dan wajib mengqadha‟ nya.

2. Menurut Al Saiyid Sabiq, bahwa diantara orang-orang yang diberi keringanan


untuk tidak berpuasa, adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan berat yang
tidak mendapatkan pekerjaan lain selain dari yang mereka lakukan itu. Oleh karena
itu, bagi mereka yang mempunyai profesi sebagai pekerja berat (pekerja kasar) dan
ada kekhawatiran, bila mereka berpuasa akan mencelakakan dirinya, dibolehkan
bagi mereka untuk tidak berpuasa, karena Allah Swt melarang untuk
menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan.
15

DAFTAR PUSTAKA

Zakiah Daradjat, 1993, puasa meningkatkan kesehatan mental, (Jakarta: Ruhama)

Syarifuddin, Amir. 2003, Garis-Garis Besar Fiqh. (Jakarta: Prenada Media).

Daradjat, Zakiah dkk. 1983,Ilmu Fiqh Jilid I. Jakarta: Direktorat Pembinaan Tinggi Agama
Islam.

Anda mungkin juga menyukai