Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KONVENSI HAK ANAK DAN PENGHAPUSAN


DISKRIMINASI PEREMPUAN
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Hukum Islam dan HAM
Dosen Pengampu : Suryo Hilal, SH., M.H

Disusun oleh:

Salsabila Dwi Saputri (2021508001)


Laila Karomatul Ilmi (2021508040)
Ramiatul Noviana (2021508021)
Dea Amelia Karina (2021508047)
Alfiyan Norhuda (2021508007)
Muhammad Riski Surya B (2021508052)
Muhammad Zaini Zohan (2021508018)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SULTAN AJI MUHAMMAD


IDRIS SAMARINDA
2022

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. al-hamdulillah berkat rahmat


Allah SWT yang senantiasa memberikan kita nikmat Iman dan Islam serta kesehatan
lahir dan batin. Pada akhirnya, Peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini dengan benar
dan tepat waktu. Shalawat dan salam tak lupa kita haturkan kepada Rasulullah Saw,
keluarga, sahabat,Tab’in dan orang yang selalu setia dengan ajaran atau risalah beliau
hingga akhir zaman.

Adapun penulisan laporan penelitian yang berjudul “Konvensi Hak Anak dan
Penghapusan Diskriminasi Perempuan” bertujuan guna memenuhi tugas mata kuliah
Hukum Islam dan HAM. peneliti berharap hasil penelitian ini bisa bermanfaat bagi
teman-teman semua dan bisa menjadi refrensi media pembelajaran untuk mengetahui
tentang Konvensi Hak Anak dan Penghapusan Diskriminasi Perempuan itu sendiri.

Peneliti sangat menyadari bahwa laporan penelitian ini jauh dari kata sempurna.
karenanya, peneliti sangat terbuka terhadap kritik dan saran dari para pembaca supaya
laporan penelitian ini dapat lebih baik lagi dari sebelumnya. Dengan kerendahan hati
peneliti memohon maaf yang sebesar-besarnya jika terdapat terdapat banyak kesalahan
pada laporan penelitian ini, baik terkait penulisan, konten, kata-kata dll.

Samarinda, 4 November 2022

Penyusun

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................ii
BAB I.............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................................4
A. Latar Belakang..................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................................................5
C. Tujuan Penelitian..............................................................................................................6
BAB II............................................................................................................................................7
PEMBAHASAN..............................................................................................................................7
A. Hak Anak..........................................................................................................................7
B. Hak Konvensi Anak...........................................................................................................9
C. Hak Perempuan..............................................................................................................13
D. Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan...14
E. Perlakuan Diskriminatif terhadap Anak dan Perempuan................................................17
F. Studi Kasus Diskriminasi terhadap Anak Perempuan.....................................................20
BAB III.........................................................................................................................................22
PENUTUP....................................................................................................................................22
A. Kesimpulan.....................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................................24

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada diri
manusia yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap warga negara. Namun realita kehidupan di
tengah-tengah masyarakat tidak dapat dipungkiri bahwa terjadinya
diskriminasi, penyiksaan, pengabaian atas hak-hak masyarakat, perdagangan
anak dan perempuan, kekerasan terhadap anak perempuan dan berbagai jenis
pelanggaran HAM lainnya merupakan kejadian yang semakin marak terjadi.
Berbagai perlakuan diskriminatif, tidak senonoh, bahkan berbagai bentuk
kejahatan terhadap kaum perempuan, merupakan fenomena sosial yang
kerap terjadi dan dialami oleh kaum perempuan dalam kehidupan sehari-
hari. Misalnya, masalah kejahatan terhadap perempuan dengan modus
kekerasan, utamanya kekerasan seksual bukan merupakan “sesuatu” hal
yang baru dalam kehidupan masyarakat. Hampir setiap hari masyarakat
melihat atau mendengar pemberitaan melalui media (cetak maupun
elektronik), atau bahkan kejadian disekitar lingkungan mengenai kekerasan
seksual terhadap perempuan.

Dunia anak adalah dunia surga, di mana anak menikmati hari-harinya


dengan keceriaan bermain dan bersekolah. Mereka bergerak bebas,
mengembangkan potensi dalam kasih orang tua dan bimbingan guru. Namun
tidak semua anak bisa menikmati dunia tersebut. Dunia bermain dan belajar
menjadi kemewahan bagi sebagian anak karena terpaksa harus bekerja.1
Salah satu bidang HAM yang menjadi perhatian baik di dunia internasional
maupun di Indonesia adalah hak anak. Saat ini, kondisi ideal yang
1
Ibid.

4
diperlukan untuk melindungi hak-hak anak belum mampu diwujudkan
negara. Anak mempunyai hak asasi, sebagaimana yang dimiliki orang
dewasa, namun pemberitaan mengenai hak-hak anak tidak segencar
pemberitaan hak-hak orang dewasa atau isu gender yang menyangkut hak
perempuan. Tidak banyak pihak melakukan langkah-langkah konkret
perlindungan hak anak, padahal anak merupakan gambaran dan cermin masa
depan, aset keluarga, agama, bangsa dan negara.

Untuk mengurai segala bentuk diskriminatif, kekejaman/kekerasan


terhadap Anak dan Kaum Perempuan, diperlukan kehadiran dan peran
hukum sebagai salah satu instrumen untuk melindungi anak dankaum
perempuan dan mendistribusikan hak-hak serta keadilan bagi anak dan kaum
perempuan. Dari aspek konstitusi, Indonesia mempunyai komitmen kuat
untuk melindungi setiap warga negaranya yaitu dengan meletakkan hukum
sebagai dasar kenegaraan.2 Dalam konsep negara hukum terdapat
karakteristik yang kuat yaitu adanya kesemaan (equality) hak dalam berbagai
aspek sosial, tanpa diskriminasi/membedakan jenis kelamin (gender). Hak
konstitusional warga negara yang meliputi hak asasi manusia dan hak warga
negara yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 berlaku bagi setiap warga negara Indonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja Hak-hak Anak dan Perempuan.
2. Apa isi dari Konvensi Hak Anak.
3. Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi
Terhadap Perempuan
4. Bagaimana perlakuan diskriminatif terhadap Anak dan
Perempuan.
5. Studi kasus tentang diskriminasi terhadap perempuan.

2
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “Negara
Indonesia adalah negara hukum”.

5
C. Tujuan Penelitian
1. Guna mengetahui hak-hak anak dan perempuan.
2. Guna mengetahui apa isi dari konvensi hak anak.
3. Guna mengetahui Konvensi Mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
4. Guna mengetahui bagaimana perlakuan diskriminatif terhadap
Anak dan Perempuan.
5. Guna mengetahui kasus tentang diskriminasi yang terjadi
terhadap perempuan.

6
BAB II

PEMBAHASAN
A. Hak Anak
Anak merupakan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa serta sebagai
sumber daya manusia di masa depan yang merupakan modal bangsa bagi
pembangunan yang berkesinambungan (sustainable development). Berangkat dari
pemikiran tersebut, kepentingan yang utama untuk tumbuh dan berkembang dalam
kehidupan anak harus memperoleh prioritas yang sangat tinggi. Sayangnya, tidak
semua anak mempunyai kesempatan yang sama dalam merealisasikan harapan dan
aspirasinya. Banyak diantara mereka yang beresiko tinggi untuk tidak tumbuh dan
berkembang secara sehat, mendapatkan pendidikan yang terbaik, karena keluarga
yang miskin, orang tua bermasalah, diperlakukan salah, ditinggal orang tua,
sehingga tidak dapat menikmati hidup secara layak.

Seperti akibat dari terjadinya perang dunia pertama, menyebabkan banyak anak
yang menjadi korban, mereka mengalami kesengsaraan, hak-hak mereka terabaikan
dan mereka menjadi korban kekerasan. Dengan berakhirnya perang dunia, tidak
berarti kekerasan dan pelanggaran hak-hak anak berkurang. Bahkan eksploitasi
terhadap hak-hak anak berkembang ke arah yang lebih memprihatinkan.
Pelanggaran terhadap hak-hak anak bukan saja terjadi di negara yang sedang terjadi
konflik bersenjata, tapi juga terjadi di negara-negara berkembang bahkan negara-
negara maju. Permasalahan sosial dan masalah anak sebagai akibat dari dinamika
pembangunan ekonomi diantaranya anak jalanan (street shildren), pekerja anak
(child labour), perdagangan anak (child trafficking) dan prostitusi anak (child
prostitution).3 banyak hak anak yang harus terpenuhi seperti :

3
https://baperlitbang.kendalkab.go.id/konvensi-hak-hak-anak-kha/ (diakses pada tanggal 21
Oktober 2022).

7
1. Hak mendapatkan informasi, agar sang anak bisa menambah ilmu
pengetahuannya, ia berhak mendapat informasi yang sesuai dengan
perkembangan usianya.
2. Hak mendapatkan perlindungan dan keamanan, Seorang anak juga
berhak untuk hidup aman yang dapat mengancam keselamatannya.
Untuk itu, kondisi fisik dan mental anak juga harus tetap aman tanpa
adanya perawatan medis.
3. Hak untuk berpendapat, Anak juga berhak untuk berpendapat tentang
kondisi yang ia alami dalam lingkungan sekitarnya. Sehingga, hal ini
juga dapat mengasah kemampuan dirinya untuk enggak menyakiti orang
lain.
4. Hak untuk memperoleh kedamaian dan kesejahteraan, Seorang anak juga
berhak hidup damai dan sejahtera agar ia bisa belajar dan bertumbuh
dengan baik.
5. Hak untuk mendapatkan jaminan dalam berpendapat, Enggak hanya
untuk orang dewasa saja, seorang anak juga perlu mendapat jaminan saat
ia ingin berpendapat. Hal ini bisa membuat sang anak bebas untuk
menyampaikan masalahnya dan bisa menerima solusi dengan baik.4
6. Hak partisipasi anak dalam pembangunan, dalam suatu negara yang
demokratis dan menjunjung Hak Asasi Manusia (HAM), partisipasi
merupakan suatu pengakuan negara akan pentingnya keberadaan dan
peran serta rakyat dalam pembangunan. Di era keterbukaan, hak atas
partisipasi bukan hanya ditujukan dan domain bagi orang dewasa saja,
anak-anak juga diberikan hak yang sama dan memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan. Tentunya bentuk partisipasi anak
tidak sepenuhnya sama dengan orang dewasa. Penggunaan hak
partisipasi anak disesuaikan dengan kematangan umur, mental dan
kemampuan berpikir anak serta terbatas pada hal-hal yang berkaitan

4
https://kids.grid.id/read/473321501/apa-saja-contoh-hak-anak-dalam-lingkungan-masyarakat-
kelas-6-sd? (diakses pada tanggal 21 Oktober 2022.

8
dengan kepentingan pemenuhan hak anak. Begitu pentingnya hak
partisipasi anak, maka dalam Konvensi Hak Anak (Convention on the
Right of the Child) hak partisipasi merupakan salah satu dari empat hak
dasar anak yang harus dipenuhi. Dengan diberikannya hak partisipasi
bagi anak dalam pembangunan menempatkan anak sebagai pihak yang
harus diikutsertakan dalam proses pembangunan sehingga hasil-hasil
pembangunan benarbenar berpihak, memberi manfaat dan berguna bagi
anak. Secara hukum, hak partisipasi anak diatur dalam Pasal 10 Undang
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang
berbunyi, “Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya,
menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat
kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-
nilai kesusilaan dan kepatutan”5. Pasal 24 memerintahkan pada negara
dan pemerintah untuk menjamin agar anak dapat berpartisipasi dalam
pembangunan dan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, “Negara dan
pemerintah menjamin anak untuk dapat mempergunakan haknya dalam
menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan
anak.”

B. Hak Konvensi Anak


PBB mengesahkan Konvensi Hak-hak Anak (Convention On The Rights
of The Child) untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan menegakkan
hak-hak anak di seluruh dunia pada tanggal 20 Nopember 1989 dan mulai
mempunyai kekuatan memaksa (entered in to force) pada tanggal 2 September
1990. Konvensi ini telah diratifikasi oleh semua negara di dunia, kecuali
Somalia dan Amerika Serikat. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak
ini dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1996.
Konvensi Hak-hak Anak terdiri dari 54 pasal yang terbagi dalam 4
bagian, yaitu :
5
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

9
1. Mukadimah, yang berisi konteks Konvensi Hak-hak Anak.
2. Bagian Satu (Pasal 1-41), yang mengatur hak-hak anak.
3. Bagian Dua (Pasal 42-45), yang mengatur masalah pemantauan
dan pelaksanaan Konvensi Hak-hak Anak.
4. Bagian Tiga (Pasal 46-54), yang mengatur masalah
pemberlakuan konvensi.
Konvensi Hak-hak Anak mempunyai 2 protokol opsional, yaitu :
1. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Keterlibatan Anak
Dalam Konflik Bersenjata (telah diratifikasi oleh Indonesia dengan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2012).
2. Protokol Opsional Konvensi Hak-hak Anak mengenai Penjualan Anak,
Prostitusi Anak dan Pornografi Anak (Indonesia telah meratifikasi
protokol opsional ini dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2012).
Konvensi Hak-hak Anak berisi 8 kluster, yaitu:

1. Kluster I : Langkah-langkah Implementasi


2. Kluster II : Definisi Anak
3. Kluster III : Prinsip-prinsip Hukum KHA
4. Kluster IV : Hak Sipil dan Kebebasan
5. Kluster V : Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif
6. Kluster VI : Kesehatan dsn Kesejahteraan Dasar
7. Kluster VII : Pendidikan, Waktu Luang dan Kegiatan Budaya
8. Kluster VIII : Langkah-langkah Perlindungan Khusus
Hak-hak anak menurut Konvensi Hak-hak Anak dikelompokkan dalam 4
kategori, yaitu :
1. Hak Kelangsungan Hidup, hak untuk melestarikan dan mempertahankan
hidup dan hak memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan
yang sebaik-baiknya.
2. Hak Perlindungan, perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi, kekerasan
dan keterlantaran.

10
3. Hak Tumbuh Kembang, hak memperoleh pendidikan dan hak mencapai
standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual,
moral dan sosial.
4. Hak Berpartisipasi, hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal
yang mempengaruhi anak.
Sebagai perwujudan komitmen pemerintah dalam meratifikasi Konvensi
Hak-hak Anak, Pemerintah Indonesia telah mengesahkan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada tanggal 22 Oktober
2002 yang secara keseluruhan, materi pokok dalam undang-undang tersebut
memuat ketentuan dan prinsip-prinsip Konvensi Hak-hak Anak. Bahkan
sebelum Konvensi Hak-hak Anak disahkan, Pemerintah telah mengesahkan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. Dalam
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 telah diperluas pengertian anak, yaitu
bukan hanya seseorang yang berusia dibawah 18 tahun 6, seperti yang tersebut
dalam Konvensi Hak-hak Anak, tapi termasuk juga anak yang masih dalam
kandungan. Begitu juga tentang hak anak, dalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 terdapat 31 hak anak. Setelah meratifikasi Konvensi hak-hak Anak,
negara mempunyai konsekuensi :
1. Mensosialisasikan Konvensi Hak-hak Anak kepada anak.
2. Membuat aturan hukum nasional mengenai hak-hak anak.
3. Membuat laporan periodik mengenai implementasi Konvensi Hak-
hak Anak setiap 5 tahun.
Peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan Konvensi Hak-
hak Anak, diantaranya :

1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak;


2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Ratifikasi
Konvensi ILO 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan
Bekerja;

6
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002.

11
3. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia;
4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Ratifikasi
Konvensi ILO 182 tentang Pelanggaran dan Tindakan Segera
Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak;
5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentan Perlindungan
Anak;
6. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
7. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional;
8. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
9. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan Republik Indonesia
10. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang;
11. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
12. Keppres Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (RAN-
PESKA).7
Memang disadari, dengan adanya Konvensi Hak-hak Anak tidak dengan
serta merta merubah situasi dan kondisi anak-anak di seluruh dunia. Namun
setidaknya ada acuan yang dapat digunakan untuk melakukan advokasi bagi
perubahan dan mendorong lahirnya peraturan perundangan, kebijakan ataupun
program yang lebih responsif anak.

7
https://baperlitbang.kendalkab.go.id/konvensi-hak-hak-anak-kha/ (diakses pada tanggal 21
Oktober 2022).

12
C. Hak Perempuan
Berikut lima di antaranya hak perempuan dari Konvensi mengenai
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), yang
ditandatangani pada 1979 dalam konferensi yang diadakan Komisi Kedudukan
Perempuan PBB :
1. Hak dalam ketenagakerjaan
Setiap perempuan berhak untuk memiliki kesempatan kerja yang
sama dengan laki-laki.Hak ini meliputi kesempatan yang sama dari
proses seleksi, fasilitas kerja, tunjangan, dan hingga hak untuk menerima
upah yang setara.Selain itu, perempuan berhak untuk mendapatkan masa
cuti yang dibayar, termasuk saat cuti melahirkan. Perempuan tidak bisa
diberhentikan oleh pihak pemberi tenaga kerja dengan alasan kehamilan
maupun status pernikahan.
2. Hak dalam bidang kesehatan
Perempuan berhak untuk mendapatkan kesempatan bebas dari
kematian pada saat melahirkan, dan hak tersebut harus diupayakan oleh
negara.Negara juga berkewajiban menjamin diperolehnya pelayanan
kesehatan, khususnya pelayanan KB, kehamilan, persalinan, dan pasca-
persalinan.
3. Hak yang sama dalam pendidikan
Seperti salah satu poin perjuangan RA Kartini, setiap perempuan
berhak untuk mendapatkan kesempatan mengikuti pendidikan, dari
tingkat dasar hingga universitas.Harus ada penghapusan pemikiran
stereotip mengenai peranan laki-laki dan perempuan dalam segala
tingkatan dan bentuk pendidikan, termasuk kesempatan yang sama untuk
mendapatkan beasiswa.
4. Hak dalam perkawinan dan keluarga
Perempuan harus ingat bahwa ia punya hak yang sama dengan
laki-laki dalam perkawinan.Perempuan punya hak untuk memilih
suaminya secara bebas, dan tidak boleh ada perkawinan paksa.

13
Perkawinan yang dilakukan haruslah berdasarkan persetujuan dari kedua
belah pihakDalam keluarga, perempuan juga memiliki hak dan tanggung
jawab yang sama, baik sebagai orang tua terhadap anaknya, maupun
pasangan suami-istri.
5. Hak dalam kehidupan publik dan politik
Dalam kehidupan publik dan politik, setiap perempuan berhak
untuk memilih dan dipilih.Setelah berhasil terpilih lewat proses yang
demokratis, perempuan juga harus mendapatkan kesempatan yang sama
untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan pemerintah hingga
implementasinya.8

D. Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi


Terhadap Perempuan
Memperhatikan bahwa Negara-negara peserta pada perjanjian-perjanjian
Internasional mengenai Hak-hak asasi Manusia berkewajiban untuk menjamin
hak yang sama antara laki-laki dan perempuan untuk menikmati semua hak
ekonomi, sosial, budaya, sipil dan politik. Mengingat, bahwa diskriminasi
terhadap perempuan adalah melanggar azas persamaan hak dan rasa hormat
terhadap martabat manusia,merupakan halangan bagi partisipasi perempuan,atas
dasar persamaan dengan kaum laki-laki dalam kehidupan politik, sosial,ekonomi
dan budaya negara-negara mereka. Bertekad untuk melaksanakan azas-azas
yang tercantum dalam Deklarasi mengenai Penghapusan Diskriminasi Terhadap
Perempuan, dan untuk itu membuat peraturan yang diperlukan untuk menghapus
diskriminasi seperti itu dalam segala bentuk dan perwujudannya. Untuk itulah
Negara para pihak sepakat menetapkan Konvensi mengenai Penghapusan Segala
Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.9
Ketentuan Pasal 28 huruf H Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan “Setiap orang berhak mendapat
8
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1437/5-hak-hak-utama-perempuan
(diakses pada tanggal 21 Oktober 2022).
9
https://referensi.elsam.or.id/2014/09/konvensi-mengenai-penghapusan-segala-bentuk-
diskriminasi-terhadap-perempuan/ (diakses pada tanggal 21 Oktober 2022).

14
kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat
yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”.Pentingnya menghapuskan
diskriminasi terhadap perempuan melalui perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
juga telah diakui secara internasional. Bahkan hal itu diwujudkan dalam
konvensi tersendiri, yaitu Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination Againts Women (CEDAW). Perjanjian ini dianggap sebagai
piagam hak internasional untuk perempuan.10 Perjanjian ini mulai berlaku pada
tanggal 3 September 1981 dan sejauh ini telah diratifikasi oleh 189 negara.
Lebih dari lima puluh negara yang meratifikasi konvensi ini telah melakukannya
dengan menambahkan deklarasi, pensyaratan, dan penolakan, termasuk 38
negara yang menolak penerapan Pasal 29 (yang menyediakan metode
penyelesaian sengketa terkait dengan interpretasi atau penerapan konvensi ini).
Deklarasi dari Australia memberikan catatan mengenai keterbatasan
pemerintah pusat akibat sistem pemerintahannya yang berbentuk federasi.
Sementara itu, Amerika Serikat dan Palau telah menandatangani perjanjian ini,
tetapibelum meratifikasinya. Tahta Suci, Iran, Somalia, Sudan dan Tonga adalah
negara-negara yang masih belum menandatangani perjanjian ini.11 Perjanjian
internasional pertama dalam sejarah yang berurusan dengan masalah
diskriminasi terhadap wanita adalah Piagam Perserikatan Bangsa-
Bangsa (Piagam PBB). Di dalam mukadimahnya disebutkan istilah "hak setara
laki-laki dan perempuan", dan Pasal 1(3) menyatakan bahwa penghormatan hak
asasi manusia seantero jagad tidak boleh membeda-bedakan atas dasar jenis
kelamin. Kemudian, berkat upaya dari Komisi tentang Status Wanita yang
berada di bawah ECOSOC PBB, istilah "hak setara laki-laki dan perempuan"
juga dipertahankan di dalam Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi
10
Chinkin & Freeman 2012, hl. 2.
11
https://id.wikipedia.org/wiki/
Konvensi_mengenai_Penghapusan_Segala_Bentuk_Diskriminasi_terhadap_Wanita#:~:text=Konvensi
%20mengenai%20Penghapusan%20Segala%20Bentuk%20Diskriminasi%20terhadap%20Wanita
%20(bahasa%20Inggris,Majelis%20Umum%20Perserikatan%20Bangsa%2DBangsa. (diakses pada
tanggal 21 Oktober 2022).

15
Manusia (PUHAM).12 Namun, pada tahun 1960-an, negara-negara mulai sadar
bahwa asas pelarangan diskriminasi terhadap wanita di dalam Piagam PBB dan
PUHAM masih belum cukup untuk melindungi hak-hak mereka, karena
diskriminasi terhadap kaum perempuan masih terus berlangsung. Maka dari itu,
muncul desakan untuk menciptakan kerangka perlindungan hak wanita yang
lebih menyeluruh dan memiliki sasaran yang tepat. Dalam hal ini, langkah besar
pertama yang diambil di kancah internasional adalah penetapan Deklarasi
tentang Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita pada tahun 1967. Deklarasi
ini terdiri dari sebuah mukadimah dan sebelas pasal, termasuk Pasal 2 yang
menyatakan bahwa negara akan mengambil tindakan untuk memberikan
perlindungan hukum yang mencukupi bagi wanita dan lelaki, serta Pasal 3 yang
mengakui bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dilandaskan pada gagasan bahwa
wanita lebih rendah dari lelaki itu perlu dihapuskan.13
Penghapusan diskriminasi melalui pemajuan perempuan menuju
kesetaraan gender bahkan dirumuskan sebagai kebutuhan dasar pemajuan hak
asasi manusia dalam Millenium Development Goals (MDGs). Hal itu
diwujudkan dalam delapan area upaya pencapaian MDGs yang diantaranya
adalah; mempromosikan kesetaraan gender dan meningkatkan keberdayaan
perempuan, dan meningkatkan kesehatan ibu. Rumusan tersebut didasari oleh
kenyataan bahwa perempuan mewakili setengah dari jumlah penduduk dunia
serta sekitar 70% penduduk miskin dunia adalah perempuan.14
Pada tingkat nasional upaya menghapuskan diskriminasi terhadap
perempuan dan mencapai kesetaraan gender telah dilakukan walaupun pada
tingkat pelaksanaan masih membutuhkan kerja keras dan perhatian serius.
CEDAW telah diratifikasi sejak 1984 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1984. Upaya memberikan perlakuan khusus untuk mencapai persamaan gender
juga telah dilakukan melalui beberapa peraturan perundang-undangan, baik

12
Chinkin & Freeman 2012, hl. 4.
13
Chinkin & Freeman 2012, hl. 5.
14
Ibid.,hl. 13.

16
berupa prinsip-prinsip umum, maupun dengan menentukan kuota tertentu.
Bahkan, untuk memberikan perlindungan terhadap perempuan yang menjadi
korban kekerasan, telah dibentuk Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan beberapa peraturan
perundang-undangan lainnya.15

E. Perlakuan Diskriminatif terhadap Anak dan Perempuan


Perempuan perlu dilibatkan secara lebih aktif dalam pembangunan di
segala bidang. Namun dalam kehidupan sehari-hari, perempuan masih
mengalami ketidakadilan akibat diskriminasi gender, seperti peminggiran atau
kemiskinan (marjinalisasi), sub ordinasi, pelabelan (stereotype), kekerasan dan
beban kerja. Saat ini jumlah perempuan hampir setengah dari jumlah penduduk
Indonesia (49,75 persen). Data Komnas Perempuan, kasus kekerasan pada
perempuan di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 293.220 kasus. Selain
perempuan, anak yang jumlahnya sepertiga ( 32,9 persen ) dari penduduk
Indonesia juga masih mengalami kekerasan dan diskriminasi. Padahal, Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal (2)
menyatakan bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Undang-Undang tersebut telah mengalami perubahan di beberapa pasalnya
sehingga menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 16
Perlakuan diskriminasi terhadapa perempuan meliputi, ketidakadilan
gender, stereotype, kekerasan, beban ganda, dan marjinalisasi. Hal itu dijelaskan
sebagai berikut:

15
Layyin Mahfiana, PEREMPUAN DAN DISKRIMINASI (Studi Kebijakan Pemerintah Daerah
dalam Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan).hl. 112.
16
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/30/939/press-release-perempuan-dan-anak-
indonesia-masih-mengalami-diskriminasi (diakses pada tanggal 21 Oktober 2022).

17
1. Ketidakadilan gender, Perbedaan peran dan fungsi antara laki-laki
dan perempuan atau yang lebih tinggi dikenal dengan perbedaan
gender yang terjadi di masyarakat tidak menjadi suatu
permasalahan sepanjang perbedaan tersebut tidakmengakibatkan
diskriminasi atau ketidak adilan. Patokan atau ukuran sederhana
yang dapat digunakan untukmengukur apakah perbedaan gender
itu menimbulkan ketidakadilan atau tidak.
2. Stereotype, Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya
berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu
stereotype gender laki-laki dan perempuan. Stereotype itu sendiri
berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau
kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau
sesat. Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau
lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk
membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok
lainnya. Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan
yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk
menaklukkan atau menguasai pihak lain. Pelabelan negative juga
dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali
pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan. Contoh : 1.
Perempuan dianggap cengeng, suka digoda. 2. Perempuan tidak
rasional, emosional. 3. Perempuan tidak bisa mengambil
keputusan penting. 4. Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan
pencari nafkah tambahan. 5. Laki-laki sebagai pencari nafkah
utama.
3. Kekerasan, Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik
fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis
kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara
terhadap jenis kelamin lainnya. Peran gender telah membedakan
karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism
dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam
ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani
dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah,
penurut dan sebagainya. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan
pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut
melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa
perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk
diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan. Contoh :

18
1. Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami
terhadap isterinya di dalam rumah tangga. 2. Pemukulan,
penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa
dan tertekan. 3. Pelecehan seksual. 4. Eksploitasi seks terhadap
perempuan dan pornografi.
4. Beban ganda, Beban ganda (double burden) artinya beban
pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak
dibandingkan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan
seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun
sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah
public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka
di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka
adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan
lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga
perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih
tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami
beban yang berlipat ganda.
5. Marjinalisasi, Marjinalisasi artinya : suatu proses peminggiran
akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan
seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan
menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa
perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka
ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali
dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka
sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan
gender. Contoh : 1. Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh
pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja rendah,
sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima. 2.
Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan
terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari
perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti
sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan juga
alasan factor reproduksinya, seperti menstruasi, hamil,
melahirkan dan menyusui. 3. Perubahan dari sistem pertanian
tradisional kepada sistem pertanian modern dengan menggunakan
mesin-mesin traktor telah memarjinalkan pekerja perempuan.17
17
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/view/23 (diakses pada tanggal 21 Oktober
2022)

19
Perlakuan diskriminasi terhadap anak diantaranya mempekerjakan anak-
anak dibawah umur seperti anak jalanan yang biasa kita lihat di traffic light
anak-anak dibawah umur menjadi pengamen, penjual tisu, penjual makanan, dan
yang lebih parah menjadi pengemis. Selain itu anak-anak juga diperjual belikan
dan prostitusi anak.

F. Studi Kasus Diskriminasi terhadap Anak Perempuan


Perempuan masih menghadapi diskriminasi gender di masyarakat seperti
perjodohan dibawah umur yang dimana anak perempuan dipaksa menikah oleh
orang tuanya dengan laki-laki yang umurnya telah dewasa. Anak perempuan
tersebut telah kehilangan haknya, hak kebebasan menentukan pilihan, hak
tumbuh kembang, dan yang utama hak untuk mendapatkan pendidikan.
Berdasarkan pemaparan diatas hal tersebut masih terjadi dari jaman dahulu
hingga sekarang Di Desa Jantur Kecamatan Muara Muntai Kabupaten Kutai
Kartanegara Provinsi Kalimantan Timur, kebanyakan anak perempuan disana
mengalami perlakuan diskriminasi, anak-anak dibawah umur dipekerjakan
dengan upah yang sedikit bekerja dari pagi hingga senja, rata-rata anak
perempuan disana dijadikan sebagai pekerja membuat ikan asin dengan upah
perkilonya lima ratus rupiah. Dan juga anak perempuan disana rata-rata putus
sekolah karena perjodohan, yang dimana anak seusia mereka seharusnya
mengenyam pendidikan dengan nyaman, malah bekerja dan mengurus rumah
tangga.

20
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada diri
manusia yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,
hukum, pemerintah dan setiap warga negara. Namun realita kehidupan di
tengah-tengah masyarakat tidak dapat dipungkiri bahwa terjadinya diskriminasi,
penyiksaan, pengabaian atas hak-hak masyarakat, perdagangan anak dan
perempuan, kekerasan terhadap anak perempuan dan berbagai jenis pelanggaran
HAM lainnya merupakan kejadian yang semakin marak terjadi. Berbagai
perlakuan diskriminatif, tidak senonoh, bahkan berbagai bentuk kejahatan
terhadap kaum perempuan, merupakan fenomena sosial yang kerap terjadi dan
dialami oleh kaum perempuan dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam kehidupan sehari-hari, perempuan masih mengalami
ketidakadilan akibat diskriminasi gender, seperti peminggiran atau kemiskinan
(marjinalisasi), sub ordinasi, pelabelan (stereotype), kekerasan dan beban kerja.
Saat ini jumlah perempuan hampir setengah dari jumlah penduduk Indonesia
(49,75 persen). Data Komnas Perempuan, kasus kekerasan pada perempuan di
Indonesia pada tahun 2014 mencapai 293.220 kasus. Selain perempuan, anak
yang jumlahnya sepertiga ( 32,9 persen ) dari penduduk Indonesia juga masih
mengalami kekerasan dan diskriminasi. Padahal, Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal (2) menyatakan bahwa
Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak
dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Undang-Undang tersebut telah
mengalami perubahan di beberapa pasalnya sehingga menjadi Undang-Undang

21
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

22
DAFTAR PUSTAKA

Layyin Mahfiana, PEREMPUAN DAN DISKRIMINASI (Studi Kebijakan


Pemerintah Daerah dalam Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan).hl. 112.
https://baperlitbang.kendalkab.go.id/konvensi-hak-hak-anak-kha/ (diakses pada
tanggal 21 Oktober 2022).
https://kids.grid.id/read/473321501/apa-saja-contoh-hak-anak-dalam-
lingkungan-masyarakat-kelas-6-sd? (diakses pada tanggal 21 Oktober 2022.
https://id.wikipedia.org/wiki/
Konvensi_mengenai_Penghapusan_Segala_Bentuk_Diskriminasi_terhadap_Wanita#:~:t
ext=Konvensi%20mengenai%20Penghapusan%20Segala%20Bentuk%20Diskriminasi
%20terhadap%20Wanita%20(bahasa%20Inggris,Majelis%20Umum%20Perserikatan
%20Bangsa%2DBangsa.(diakses pada tanggal 21 Oktober 2022).
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/view/23 (diakses pada tanggal 21
Oktober 2022)
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/30/939/press-release-
perempuan-dan-anak-indonesia-masih-mengalami-diskriminasi (diakses pada tanggal
21 Oktober 2022).

23

Anda mungkin juga menyukai