Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“perlindungan hak anak atas lingkungan sosial dan dampak


buruk teknologi bagi masa depan”

Dosen Pengampuh :

Disusun Oleh :

RATNA MARISA

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM (YPI)


INSTITUT AGAMA ISLAM
NUSANTARA BATANG HARI
2022
KATA PENGANTAR

‫الرحِيم‬
َّ ‫ِالر ْح َم ِن‬
َّ ‫ــــــــــــــــم اﷲ‬
ِ ‫ِب ْس‬

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan


semesta alam yang senantiasa memberikan kemudahan kelancaran
beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya yang tiada terhingga.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW
yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.

Alhamdulillah berkat Rahmat dan ridha-Nya penulis dapat


menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul “perlindungan hak
anak atas lingkungan sosial dan dampak buruk teknologi bagi masa
depa”. makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok
tahun akademik 2022

Dalam penyusunan makalah ini Penulis mendapatkan bantuan


serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis ucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua terutama bagi penulis. Begitu pula makalah ini tidak luput dari
kekurangan dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan
sarannya yang bersifat membangun.

Muara Bulian, 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah........................................................................1


B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan dan penulis................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN

A. Perlindungan hak anak..................................................................3


B. Lingkungan sosial ...............................................................................6
C. Dampak Buruk Teknologi bagi masa depan..................................8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................11
B. Saran...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia mempunyai kemampuan-kemampuan yang dapat dan
perlu dikembangkan melalui pengalaman yang terbentuk dalam
berinteraksi antar individu dengan lingkungan tempat tinggalnya yang
dapat mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan, perkembangan, serta
proses dalam menjalani kehidupannya memalui lingkungan fisik dan
lingkungan sosialnya.
Pendidikan merupakan usaha manusia untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun
rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan
kebudayaan. Maka dari itu, pendidikan perlu ditunjang dengan
lingkungan pendidikan yang baik. Karena lingkungan pendidikan
merupakan segala sesuatu yang ada di sekitar manusia dalam
berinteraksi baik berupa benda mati, makhluk hidup, maupun hal-hal
yang terjadi dan sebagai tempat dalam  menyalurkan kemampuan-
kemampuan untuk membentuk perkembangan setiap individu yang
mempunyai pengaruh kuat kepada individu.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Perlindungan hak anak
2. Lingkungan sosial
3. Dampak Buruk Teknologi bagi masa depan
BAB I
PEMBAHASAN

A. PERLINDUNGAN HAK ANAK ATAS LINGKUNGAN SOSIAL DAN


DAMPAK BURUK TEKNOLOGI BAGI MASA DEPAN
4. Perlindungan hak anak
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa
perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan
sejahtera.
Hak anak dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia
diatur dalam ketentuan Pasal 52 sampai dengan Pasal 66. Undang-
Undang tentang Hak Asasi Manusia tidak mencantumkan ketentuan
mengenai kewajiban anak secara terperinci. Ketentuan mengenai
kewajiban yang terdapat dalam Undang-undang tersebut adalah
kewajiban dasar manusia secara menyeluruh.
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mengatur mengenai
hak dan kewajiban anak. Hak anak diatur dalam ketentuan Pasal 4
sampai dengan Pasal 18. Hak anak yang tercantum dalam Undang-
Undang tentang Perlindungan Anak tersebut antara lain meliputi hak :
a) untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi;
b) atas suatu nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan
c) untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berkreasi sesuai
dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang tua
d) untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan dan diasuh oleh orang
tuanya sendiri

1
e) memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan
kebutuhan fisik, mental, spiritual dan social
f) memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya
g) memperoleh pendidikan luar biasa, rehabilitasi, bantuan sosial dan
pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial bagi anak yang
menyandang cacat
h) memperoleh pendidikan khusus bagi anak yang memiliki keunggulan
i) menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan
memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan
usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai
kesusilaan dan kepatutan
j) untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan berkreasi sesuai dengan
minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri
k) mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi (baik
ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan serta perlakuan salah lainnya
l) untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri kecuali jika ada alasan
dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan
pertimbangan terakhir
m)memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan
atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi
n) memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum
o) mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatan yang
dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau
bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum
yang berlaku, serta membela diri dan memperoleh keadilan di depan
Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang

2
tertutup untuk umum, bagi setiap anak yang dirampas kebebasannya
p) untuk dirahasiakan, bagi setiap anak yang menjadi korban atau
pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum;
dan
q) mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya, bagi setiap anak
yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana.
r) Pasal-pasal yang memuat ketentuan mengenai hak anak dalam
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak mempunyai banyak
kesamaan dengan ketentuan hak anak dalam Undang-Undang
tentang Hak Asasi Manusia
s) Undang-Undang tentang Perlindungan Anak juga mengatur
mengenai kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap anak.
Pengaturan tentang hak-hak ada ada dalam beberapa perundang-
undangan Negara Republik Indonesia, Negara menjamin dan harus
memenuhi hak-hak dasar anak yang meliputi:1

1) Hak hidup, Ini berlaku sejak anak itu masih dalam kandungan,
seperti memberikan gisi dan rangsangan-rangsangan ketika anak
masih balam kandungan, dengan periksa kandungan, dan lain- lain.
Pelanggaranya seperti aborsi, atau melakukan hal-hal yang
membahayakan terhadap janin dalam kandungan.
2) Hak tumbuh kembang, anak harus diberikan kesempatan sebaik-
baiknya untuk tumbuh dan berkembang, seperti dipelihara dengan
baik, ji ka sakit diobati atau dibawa kedokter, diberi ASI,di imunissasi.
Di bawa ke Posyandu.selain itu secara Psikis juga diperhatikan,
seperti memberikan rasa aman dan rasa nyaman, membuat
lingkungan kondusif, menjauhkan anak dari hal-hal yang berbahaya,
tidak memberikan makanan yang berbahaya bagi perkembanganya,
dipaudkan, diajari bahasa, dan pola asuh yang memanusiakan anak.

1
Sadjiman, Djunaedi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah :Tanpa Nama
Penerbit.hal. 43

3
3) Hak perlindungan, Anak ini harus dilindungi dari situasi-situasi
darurat, menerapkan tentang perlindungan hukum, dan dari apapun
yang berkaitan dengan masa depan si anak.
4) Hak Partisipasi, anak dalam keluarga harus dibiasakan diajak bicara
apalagi yang terkait dengan kebutuhan-kebutuhannyaatau hal-hal
yang diinginkan. Contoh ingin sekolah dimana dan jika orgtua
menginginkan yang lain maka dicarikan titik temu. Seperti beli baju
warna apa, diajak bicara. Apa yang dipilihkan orang dewasa itu
belum tentu terbaik bagi si anak, sehingga anak juga diperlakukan
sebagai insan yang dimanusiakan
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan
hidup manusia dan keberlangsungan sebuah bangsa dan negara. Agar
kelak mampu bertanggung jawab dalam keberlangsungan bangsa dan
negara, setiap anak perlu mendapat perlindungan dan kesempatan
yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal
baik fisik, mental, maupun sosial. Untuk itu, perlu dilakukan upaya
perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan
memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya tanpa adanya
perlakuan diskriminatif. Dalam hal menjamin seorang anak agar
kehidupannya bisa berjalan dengan normal, maka negara telah
memberikan payung hukum yakni Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak. Namun seiring berjalannya waktu,
pada kenyataannya undang-undang tersebut dirasa belum dapat
berjalan secara efektif karena masih adanya tumpang tindih antar
peraturan perundang-undangan sektoral terkait dengan definisi anak, di
sisi lain maraknya kejahatan terhadap anak di tengah-tengah
masyarakat, salah satunya adalah kejahatan seksual yang saat ini
banyak dilakukan oleh orang-orang dekat sang anak, serta belum
terakomodirnya perlindungan hukum terhadap anak penyandang
disabilitas. Sehingga, berdasarkan paradigma tersebut maka Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang saat

4
ini sudah berlaku ± (kurang lebih) 12 (dua belas) tahun akhirnya diubah
dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, yang mempertegas tentang perlunya pemberatan sanksi pidana
dan denda bagi pelaku kejahatan terhadap anak terutama kepada
kejahatan seksual yang bertujuan untuk memberikan efek jera, serta
mendorong adanya langkah konkrit untuk memulihkan kembali fisik,
psikis dan sosial anak. Hal tersebut perlu dilakukan untuk
mengantisipasi anak (korban kejahatan) dikemudian hari tidak menjadi
pelaku kejahatan yang sama. Karena berdasarkan fakta yang
terungkap pada saat pelaku kejahatan terhadap anak (terutama pelaku
kejahatan seksual) diperiksa di persidangan, ternyata sang pelaku
dulunya juga pernah mengalami (pelecehan seksual) sewaktu sang
pelaku masih berusia anak, sehingga sang pelaku terobsesi untuk
melakukan hal yang sama sebagaimana yang pernah dialami.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang mulai efektif berlaku


pertanggal 18 Oktober 2014 banyak mengalami perubahan "paradigma
hukum", diantaranya memberikan tanggung jawab dan kewajiban
kepada negara, pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga
dan orang tua atau wali dalam hal penyelenggaran perlindungan anak,
serta dinaikannya ketentuan pidana minimal bagi pelaku kejahatan
seksual terhadap anak, serta diperkenalkannya sistem hukum baru
yakni adanya hak restitusi. Dalam tulisan ini penulis akan membahas
secara singkat beberapa ketentuan dalam undang-undang tersebut
yang dianggap "paradigma baru".

5. Lingkungan sosial
Interaksi antar personal merupakan dasar dari semua
komunikasi dan perkembangan bahasa. Lingkungan yang tidak
mendukung akan menyebabkan gangguan bicara dan bahasa pada
anak, termasuk lingkungan keluarga. Misalnya, gagap dapat

5
disebabkan oleh kekhawatiran dan perhatian orang tua yang
berlebihan pada saat anak mulai belajar bicara, tekanan emosi pada
usia yang sangat muda sekali, dan dapat juga sebagai suatu respon
terhadap konflik dan rasa takut. Lingkungan verbal mempengaruhi
proses belajar bahasa anak. Anak di lingkungan keluarga profesional
akan belajar kata-kata tiga kali lebih banyak dalam seminggu
dibandingkan anak yang dibesarkan dalam keluarga dengan
kemampuan verbal lebih rendah
Studi lain juga melaporkan ibu dengan tingkat pendidikan
rendah merupakan faktor risiko keterlambatan bahasa pada
anaknya. Chouhury dan beberapa peneliti lainnya mengungkapkan
bahwa jumlah anak dalam keluarga mempengaruhi perkembangan
bahasa seorang anak, berhubugan dengan intensitas komunikasi
antara orang tua dan anak. (Adams, C. D., Hillman, N., & Gaydos,
1994)
Menurut Gore Eckenrode, McLoyd, McLoyd Wilson, masalah
kemiskinan dapat menjadi penyebab meningkatnya risiko berbagai
masalah dalam rumah tangga. Kemiskinan secara signifikan
mempertinggi risiko terpaparnya masalah kesehatan seperti asma,
malnutrisi, gangguan kesehatan mental kurang perhatian dan
ketidak-teraturan perawatan dari orang tua, defisit dalam
perkembangan kognisi dan pencapaian keberhasilan. (Duncan, G.,
Klebanov, P., & Brooks-Gunn, J. 1994).
Beberapa penelitian yang dilaporkan Attar Guerra, Brooks-
Gunn, Liaw  Brooks-Gunn dan McLoyd menjelaskan bahwa keluarga
yang bermasalah, terpapar lebih besar faktor-faktor risiko daripada
keluarga yang tidak berada dibawah tingkat kemiskinan, dan
konsekuensi dari faktor-faktor risiko ini dapat lebih berat pada anak
dalam keluarga ini. (Fazio, B. B., Naremore, R. C., & Connell, P. J.
1996)

6
Anak yang terpapar berbagai faktor risiko, memiliki risiko
mengalami gangguan perkembangan yang semakin meningkat.
Salah satu yang termasuk gangguan perkembangan anak tersebut
adalah specific language impairment (SLI). Hal ini telah dilaporkan
oleh Spitz dan Tallal Flax, mereka menjelaskan secara umum
tentang pencapaian yang buruk dalam berbahasa pada anak
meskipun anak tersebut memiliki pendengaran dan intelegensi
nonverbal yang normal. (Halpern, R. 2000).
Beberapa penelitian yang dilakukan Beitchman, Hood Inglis,
Spitz, Tallal Ross, Tomblin telah memperlihatkan bahwa gangguan
bahasa umumnya memiliki kecenderungan dalam suatu keluarga
berkisar antara 40% hingga 70%. Hampir separuh dari keluarga yang
anak-anaknya mengalami gangguan bahasa, minimal satu dari
anggota keluarganya memiliki problem bahasa. Dengan demikian
orang tua yang berpengaruh pada keturunan ini mungkin
bertanggung jawab terhadap faktor-faktor genetik. Mungkin tidak
diketahui berapa banyak transmisi intergenerasi gangguan-
gangguan bahasa tersebut disebabkan oleh kurangnya dukungan
lingkungan terhadap bahasa.
Kondisi lingkungan merupakan hal yang penting menyangkut
hasil perkembangan seorang anak. Beberapa anak yang datang dari
keluarga yang tidak stabil dan kurangnya perhatian, perawatan, dan
kurang memadainya kebutuhan nutrisi dan perawatan kesehatan,
dapat membentuk level stress lingkungan yang merugikan bagi
perkembangan anak termasuk bahasa. Risiko dari problem-problem
bahasa juga dikaitkan dengan faktor sosioekonomi dan rendahnya
status ekonomi.
Burt, Holm, and Dodd juga menemukan hubungan antara
prestasi yang buruk dengan kemampuan bahasa yang rendah
dengan menilai prestasi anak-anak pada beberapa tugas-tugas

7
fonologi. Suatu usaha untuk menjelaskan keterkaitan antara
kelemahan dan kegagalan sekolah.
Hart and Risley mempelajari perbedaan antara kualitas bahasa
ditujukan pada anak-anak dengan latar belakang kemampuan
bahasa yang berbeda pada 21/2 tahun pertama kehidupan mereka.
Mereka melaporkan bahwa anak-anak dari latar belakang
kemampuan bahasa yang rendah berada dalam kelemahan karena
orang tua mereka atau pengasuh sangat jarang mengajak berbicara;
akibatnya mereka miskin perbendaharaan kata dan kemampuan
komunikasi dibanding kelompok dengan kemampuan bahasa yang
lebih tinggi.
6. Dampak Buruk Teknologi bagi masa depan
Masyarakat dan lingkungan sosial tidaklah bisa dipisahkan,
sebagaimana kita ketahui bahwa manusia adalah makhluk sosial
yang saling membutuhkan satu dan yang lainnya. Dalam ilmu
sosiolog dikemukakan bahwa manusia adalah mahluk sosial yang
tidak bisa hidup sendiri, manusia harus saling berkomunikasi dan
berinteraksi langsung antar sesama.
Namun jika kita melihat fakta yang ada, kehidupan sosial
masyarakat saat ini, sepertinya istilah makhluk sosial yang
berunsurkan interaksi dan komunikasi langsung mesti ditelaah dan
dikaji ulang. Zaman dan teknologi telah merubah pola dan sistem
kehidupan sosial masyarakat modern. Teknologi yang mengalami
pertumbuhan yang sangat signifikan secara eksplisit memberi
dampak yang sangat besar terhadap kehidupan sosial manusia
masa kini.2
Munculnya media sosial dan alat-alat komunikasi serba efektif
dan efisien merupakan salah satu faktor yang mengakibatkan
lahirnya manusia-manusia individual dan egois. Orang cenderung
2
Sunarto, agung Hartono; Perkembangan Peserta Didik, PT. Rineka Cipta, Jakarta,
2002. HAL. 65

8
melakukan hal- hal yang lebih fragmatis untuk berinteraksi sosial.
Melakukan kontak sosial secara langsung diasumsikan sebagai
sesuatu yang ribet, tidak memberi keuntungan, membuang waktu
bahkan dikatakan ketinggalan zaman.
Selain karena kemajuan Teknologi yang menyajikan berbagai
wahana untuk mempercepat komunikasi antar individu. Salah satu
faktor yang menyebabkan berkurangnya masyarakat sosial adalah
adanya mosi tidak percaya terhadap lingkungannya sendiri, bahkan
dalam lingkup terdekat seperti keluarga, tetangga dan lingkungan
kerja. Ini dikarenakan banyaknya terjadi tindakan kriminalitas yang
umumnya terjadi justru karena orang-orang disekitar lingkungan
tersebut sehingga orang cenderung memilih untuk melakukan segala
sesuatunya sendiri atau melalui alat komunikasi untuk berinteraksi
tanpa harus bertemu dan bertatap langsung.
Contoh kecil saja bisa kita dapatkan misal di kantor, semuanya
punya kesibukan diluar pekerjaan mereka, yakni sibuk untuk bbm-an
dan facebook-an. Di rumah semuanya sibuk facebook-an dan bbm-
an atau lebih keren twitter-an, di bus orang-orang sibuk, lagi-lagi
bbm-an, facebook-an dan twitter-an. Manusia sekarang cenderung
tidak peka lagi dengan keadaan di sekitarnya.
Komunikasi dan interaksi sosial dalam sebuah keluarga,
lingkungan baik di rumah maupun di kantor terkesan lebih egois dan
individualis. Di rumah si ibu sibuk BBM-an dengan teman-temannya,
si ayah sibuk twitter-an dengan kolega-koleganya, si anak sibuk
Facebook-an dan game onlinenya, sehingga satu sama lain tidak
ada komunikasi yang intens, tidak ada keterbukaan antara isteri dan
suami, ayah/ibu dan anak, di bus tidak ada yang memperhatikan
orang disampingnya, mereka sibuk menekan tombol Blackberry
sambil tertawa lalu membalas pesan dari teman-temannya. Tidak
lagi melihat apakah orang disampingnya cantik, tampan, jelek,

9
teroris, orang sakit parah sekalipun, yang ada hanya mereka dengan
media sosial itu.      
Seperti yang dikemukakan oleh Paus Brenedictus XVI pada
Hari Komunikasi Sedunia yang ke-45, teknologi memungkinkan
untuk saling bertemu di luar batas-batas ruang dan budaya mereka
sendiri, dengan menciptakan sebuah dunia yang sama sekali baru
dari persahabatan-persahabatan pontensial, tapi pentinglah untuk
selalu mengingat kontak virtual tidak dapat dan tidak boleh
mengganti kontak manusiawi langsung dengan orang orang di setiap
tingkat kehidupan kita. Secanggih apa pun teknologi yang bisa
menciptakan komunikasi dan interaksi yang serba praktis, kontak
langsung tetap merupakan fundamental bagi manusia. Interaksi dan
komunikasi secara langsung akan menciptakan ikatan emosional
antar manusia dan jauh lebih berkualitas dibandingkan dengan
komunikasi dan interaksi virtual yang tersaji hampir semua lini
teknologi.
Berkomunikasi dan berinteraksi tanpa saling menatap atau
bertemu memang sangat praktis dan efisien tapi perlu kita sadari
bahwa manusia terlahir sebagai mahluk sosial yang harus
berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang orang disekitarnya
secara langsung untuk menciptakan kehidupan sosial yang sehat
dan seimbang sehingga tidak terjadi suatu kehidupan sosial yang
egois dan individualis.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Undang-Undang tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa
perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan
sejahtera.
Hak anak dalam Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia
diatur dalam ketentuan Pasal 52 sampai dengan Pasal 66. Undang-
Undang tentang Hak Asasi Manusia tidak mencantumkan ketentuan
mengenai kewajiban anak secara terperinci. Ketentuan mengenai
kewajiban yang terdapat dalam Undang-undang tersebut adalah
kewajiban dasar manusia secara menyeluruh.
Namun jika kita melihat fakta yang ada, kehidupan sosial
masyarakat saat ini, sepertinya istilah makhluk sosial yang
berunsurkan interaksi dan komunikasi langsung mesti ditelaah dan
dikaji ulang. Zaman dan teknologi telah merubah pola dan sistem
kehidupan sosial masyarakat modern. Teknologi yang mengalami
pertumbuhan yang sangat signifikan secara eksplisit memberi
dampak yang sangat besar terhadap kehidupan sosial manusia
masa kini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta : Paradigma.


Sadjiman, Djunaedi. 2009. Pendidikan Kewarganegaraan. Daerah :Tanpa
Nama Penerbit.
Sumarsono, dkk. 2006. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Sunarto, agung Hartono; Perkembangan Peserta Didik, PT. Rineka Cipta,
Jakarta, 2002
Panut Panuju, Ida Umami ; Psikologi Remaja, PT. Tiara Wacana Yogya,
Yogyakarta, 1999
Hasbullah ; Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, PT. RajaGravindo Persada,
Jakarta, 2001

12

Anda mungkin juga menyukai