PEMBAHASAN
A. Perlindungan Hukum Hak Asasi Anak Sebagai Tenaga Kerja Sektor Pertanian
1. Perlindungan Hukum Hak Asasi Anak
Anak sebagai sebuah pribadi yang sangat unik dan memiliki ciri yang khas.
Perkembangan anak dengan kemampuan dirinya melakukan sesuatu sangatlah
dipengaruhi oleh lingkungan dalam membentuk perilaku anak. Sehingga peran dari
orang tua, guru serta orang dewasa lainnya sangat dibutuhkan dalam membentuk
perilaku anak demi masa depan anak.
Salah satu bentuk perlindungan anak adalah dengan terwujudnya kepastian hukum
bagi anak. Perlindungan adalah pemberian jaminan atas keamanan, ketentraman,
kesejahteraan, dan kedamaian di masa sekarang, nanti dan akan datang, hakikat
perlindungan hukum terhadap anak bukan saja terletak pada instrumen hukumnya,
namun perangkat-perangkat lainnya seperti masyarakat, lingkungan, budaya dan
jaminan masa depan yang cerah.
Perlindungan hak asasi anak adalah meletakkan hak anak ke dalam status sosial
anak dalam kehidupan masyarakat,1 sebagai bentuk perlindungan terhadap
kepentingan kepentingan anak yang mengalami masalah sosial. Selama ini anak
hanya dipaksa menuruti kehendak orang tua tanpa diperhatikan kehendak anak. Oleh
karna itu perlindungan mutlak diperlukan. Proses perlindungan anak tersebut sebagai
proses edukasi terhadap ketidakpahaman dan kemampuan anak dalam melakukan
suatu tugas tugas sosial kemasyarakatan. Perlindungan hak asasi anak dapat diberikan
dengan cara sistematis, melalui serangkaian program, stimulasi, latihan, pendidikan,
bimbingan keagamaan, permainan dan dapat juga diberikan melalui bantuan hukum
yang dinamakan advokasi dan hukum perlindungan anak. Orang tua juga mempunyai
peranan yang sangat penting dalam tumbuh kembang anak, mereka juga harus
mendapatkan pendidikan dan pelatihan bagaimana mendidik anak yang baik dan
menghargai hak hak anak.
Hakikat perlindungan anak sendiri dapat dibedakan menjadi dua bagian menurut
penulis, yang dimana kedua bagian tersebut merupakan unsur inti dalam perlindungan
anak. Adapun kedua bagian yang Penulis maksud adalah:
Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta pemerintahnya,
maka koordinasi kerja sama perlindungan anak perlu diadakan dalam rangka mencegah
ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan. Adapun dasar dari
pelaksanaan perlindungan anak adalah:
1. Dasar Filosofis, Pancasila dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga,
bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa, serta dasar filosofis pelaksanaan
perlindungan anak;
2. Dasar Etis, pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang
berkaitan, untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan,
kekuasaan, dan kekuatan dalam pelaksanaan perlindungan anak;
3. Dasar Yuridis, pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada Undang-undang
Dasar 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku.
Penerapan dasar yuridis ini harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu
menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang
berkaitan.
2
Media Advokasi & Penegakan Hak-Hak Anak, Tahun 1998, h.3
Perlindungan anak pada dasarnya dapat dilakukan secara langsung maupun
secara tidak langsung, yang dimaksud secara langsung ialah kegiatannya langsung
ditujukan kepada anak yang menjadi sasaran penanganan langsung.
Kegiatan seperti ini dapat berupa antara lain dengan cara melindungi anak dari
berbagai ancaman dari luar dan dalam dirinya, mendidik, membina, mendampingi
anak dengan berbagai cara, mencegah anak kelaparan dan mengusahakan
kesehatannya dengan berbagai cara, menyediakan sarana pengembangan diri, dan
sebagainya. Perlindungan anak secara tidak langsung yaitu kegiatan tidak langsung
ditujukan kepada anak, tetapi orang lain yang melakukan atau terlibat dalam usaha
perlindungan anak. Usaha perlindungan demikian misalnya dilakukan oleh orang tua
atau yang terlibat dalam usaha-usaha perlindungan anak terhadap berbagai ancaman
dari luar ataupun dari dalam diri anak, mereka yang bertugas mengasuh, membina,
mendampingi anak dengan berbagai cara, mereka yang terlibat mencegah anak
kelaparan, mengusahakan kesehatan, dan sebagainya dengan berbagai cara, mereka
yang menyediakan sarana mengembangkan diri anak dan sebagainya.
Perlindungan anak diusahakan oleh setiap orang baik orang tua, keluarga,
masyarakat, pemerintah maupun negara. Pasal 20 Undang-undang Nomor 35 Tahun
2014 menentukan:
"Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat, Keluarga, dan Orang
Tua atau Wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
Perlindungan Anak."
“Negara menjamin hak setiap anak atas keberlangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”
Keberadaan pekerja anak ini dilematis, satu sisi anak-anak bekerja untuk
memberikan konstribusi pendapatan keluarga, namun mereka rentan dengan
eksploitasi dan perlakuari salah. Pada kenyataannya, sulit untuk memisahkan antara
partisipasi anak, pembelajaran dengan eksploitasi anak. (Irwanto, dkk., 1995:3) Pen
didikan yang rendah dan kepribadian yang belum matang akan membuat mereka tidak
memiliki posisi tawar yang tinggi dalam dunia kerja atau lingkungan sosial.
Pengaturan mengenai perlindungan bagi anak terutama bagi pekerja anak usia
16 dan 17 tahun merupakan kepentingan yang terbaik bagi anak karena banyak pada
usia tersebut anak yang bekerja dengan waktu bekerja yang disamakan dengan orang
dewasa namun mengenai upah lebih rendah dari yang seharusnya diterima maka dari
sini terjadi eksploitasi terhadap pekerja anak secara khusus pekerja anak dengan usia
16 dan 17 tahun tersebut, karena setiap anak memiliki hak untuk hidup, kelangsungan
hidup, dan perkembangan. Sanksi pidana bagi pelanggaran hak pekerja anak adalah
sebagai berikut:
1. Perlindungan Konstitusi
Kajian tentang hukum konstitusi semakin hari dianggap semakin penting bagi
kebanyakan negara di dunia, khususnya oleh negara-negara yang memiliki sistem
negara demokrasi konstitusional. Hal tersebut menjadi relevan mengingat konstitusi
adalah hukum tertinggi di dalam suatu negara. Oleh karena konstitusi merupakan
landasan fundamental terhadap segala bentuk hukum atau peraturan perundang-
undangan, maka sebagai prinsip yang berlaku secara universal, segala produk hukum
dan peraturan perundang-undangan tersebut tidak boleh bertentangan dengan
konstitusi.
Konstitusi kini juga dipahami bukan lagi sekedar suatu dokumen mati, tetapi
lebih dari itu, konstitusi telah menjelma dan berfungsi sebagai prinsip- prinsip dasar
dalam penyelenggaraan suatu negara yang harus selalu hidup mengikuti
perkembangan zamannya (the living constitution). Dilihat dari sudut kedudukannya,
konstitusi adalah kesepakatan umum (general consensus) atau persetujuan bersama
(common agreement) dari seluruh rakyat mengenai hal-hal dasar yang terkait dengan
prinsip dasar kehidupan dan penyelenggaraan Negara serta struktur organisasi suatu
negara.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945, Indonesia adalah Negara
yang menganut prinsip demokrasi (democracy) dan nomokrasi (nomocracy).
Keduanya disejajarkan secara seimbang untuk menutupi kelemahannya masing-
masing. Lebih spesifik lagi, Indonesia juga tengah menganut sistem demokrasi
konstitusional (constitutional democracy), di mana proses dan pelaksaaan prinsip-
prinsip demokrasi harus tunduk pada ketentuan norma yang dicantumkan dalam UUD
1945.
Walaupun tidak ada syarat mutlak bahwa sebuah konstitusi negara haruslah
menggunakan sistem demokrasi, akan tetapi menurut teori demokratik, antara
konstitusionalisme dan demokrasi sangatlah berkesesuaian. Sebab, adanya
kewenangan yang limitatif dari cabang-cabang kekuasaan negara akan memberikan
tempat penting terhadap tumbuhnya interaksi sosial dan pengambilan keputusan bagi
individu dan kelompok secara bebas. Oleh karenanya, sistem konstitusi yang
demikian akan sangat memberikan ruang luas bagi anak untuuk mendapatkan hak
haknya.
Setelah hampir lima belas tahun pasca perubahan terakhir UUD 1945 pada
tahun 1990, banyak pihak yang mulai menaruh perhatian atas kajian konstitusi yang
bersentuhan dengan permasalahan pekerja anak. Ketentuan hasil perubahan telah
membawa makna penting bagi tersedianya jaminan konstitusi terhadap hak hak
pekerja anak di Indonesia. Pasal 68 sampai dengan Pasal 75 Undang Undang No.13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan merupakan ketentuan kunci tentang diaturnya
norma mengenai pekerja anak di dalam Konstitusi Indonesia.
Dari penjelasan di atas, maka tampak jelas bahwa terdapat pertalian antara
norma “hak anak” dan “pekerja anak”. Segala strategi dan kebijakan yang berkaitan
dengan pekerja anak memerlukan tafsir konstitusi secara khusus ketika aktor-aktor
negara ingin melaksanakan aktivitas perekonomian. Hal tersebut harus dipahami
semata-mata untuk mencegah terjadinya dampak negatif yang lebih besar terhadap
kesehatan dan tumbuh kembang anak.
2. Konvensi ILO
Dua Konvensi ILO mengenai pekerja anak adalah Konvensi No.138 tentang
Usia Minimum dan Konvensi No. 182 tentang Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk
untuk Anak. Konvensi-konvensi ini merupakan Konvensi yang “mendasar”. Artinya,
berdasarkan Deklarasi ILO tentang Prinsip-Prinsip dan Hak-Hak Mendasar di Tempat
Kerja , seluruh Negara anggota ILO mempunyai kewajiban untuk menghormati,
mendorong dan mewujudkan penghapusan pekerja anak, meskipun mereka belum
meratifikasi Konvensi tersebut.
Konvensi ILO No. 182 merupakan Konvensi ILO pertama yang mencapai
ratifikasi universal. Konvensi ini juga merupakan Konvensi yang paling cepat
diratifikasi dalam sejarah ILO, dengan mayoritas ratifikasi terjadi dalam 3 tahun
pertama setelah diadopsi pada tahun 1999. Konvensi ILO No. 138 juga telah
diratifikasi secara luas oleh negara-negara anggota ILO.
Mayoritas negara kini telah mengadopsi undang-undang yang melarang atau
menerapkan pembatasan ketat terhadap pekerjaan dan pekerjaan bagi anak-anak, yang
sebagian besar dilakukan setelah ratifikasi Konvensi pekerja anak. Terlepas dari
upaya-upaya ini, pekerja anak masih terus terjadi dalam skala besar, terkadang dalam
kondisi yang memprihatinkan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini
karena pekerja anak merupakan permasalahan yang sangat kompleks. Ia tidak bisa
dihilangkan hanya dengan goresan pena.
Meskipun demikian, dasar dari tindakan yang tegas dan terpadu ini haruslah
berupa peraturan perundang-undangan yang menetapkan penghapusan total pekerja
anak sebagai tujuan akhir kebijakan, dan menerapkan langkah-langkah untuk
mencapai tujuan tersebut, dan yang secara eksplisit mengidentifikasi dan melarang
bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak. dihilangkan sebagai prioritas.
3. Undang Undang No.35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
Undang-Undang tentang perlindungan anak ini di tetapkan pada tahun 2002,
empat belas tahun setelah Indonesia menyatakan meratifikasi konvensi hak anak.
Lamanya rentang waktu ini terlihat kurang seriusnya pemerintah untuk benar-benar
melakukan perlindungan terhadap hak-hak anak. Pasal 3 menyebutkan bahwa
Perlindungan anak bertujuan anak untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak anak
agar dapat hidup tumbuh berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat
martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,
demi terwujudnya anak Indonesia yang berkulitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.
Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan
komprehensif, undang-undang perlindungan anak ini meletakkan kewajiban
memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas yaitu :
1. Asas dan prinsip Non diskriminasi;
Artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam Konvensi Hak
Anakharus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip
ini ada dalam pasal 2 ayat (1) :" Negara negara pihak menghormati dan
menjamin hak-hak yang ditetapkan dalam konvensi ini bagi setiap anak yang
berada di wilayah hukum mereka tanpa diskriminasi dalam bentuk apapun,
tanpa memandang ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan
politik, atau pandangan-pandangan lain, asal-usul kebangsaan, etnik atau
sosial, status kepemilikan, cacat atau tidak, kelahiran atau status lainnya baik
dari anak itu sendiri atau dari orang tua wali yang sah." Ayat (2)" Negara
negara pihak akan mengambil semua langkah yang perlu untuk menjamin agar
anak dilindungi dari semua langkah yang perlu untuk menjamin agar anak
dilindungi dari semua diskriminasi atau hukuman yang didasarkan pada status,
kegiatan, pendapat yang dikemukakan atau keyakinan dari orang tua anak,
walinya yang sah atau keluarganya."
2. Asas dan prinsip Kepentingan yang terbaik bagi anak (Best Interst Of The
Child);
Prinsip ini tercantum dalam pasal 3 ayat (1) berbunyi "dalam semua
tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan lembaga-lembaga
kesejahteraan sosial pemerintah maupun swasta, lembaga, peradilan, lembaga
pemerintah atau badan legislative, maka kepentingan yang terbaik bagi anak
harus menjadi pertimbangan utama." Prinsip ini mengingatkan kepada semua
penyelenggaraan perlindungan anak bahwa pertimbangan-pertimbangan dalam
pengambilan keputusan apalagi berpusat kepada kepentingan orang dewasa.
Apa yang menurut orang dewasa baik, belum tentu baik pula menurut ukuran
kepentingan anak. Boleh jadi maksud dan tujuan orang dewasa memberikan
bantuan dan menolong, akan tetapi yang sesungguhnya terjadi adalah
penghancuran masa depan si anak.
3. Asas dan prinsip Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan (The Right To Life,Survival, And Develpment);
Prinsip ini tercantum dalam pasal 6 KHA ayat (1), berbunyi "negara-
negara pihak mengakui bahwa setiap anak memiliki hak yang melekat atas
kehidupan" Ayat (2): "Negara-negara pihak akan menjamin sampai batas
maksimal kelangsungan hidup dan perkembangan anak ." Pesan dari prinsip
ini sangat jelas bahwa Negara harus memastikan setiap anak akan terjamin
kelangsungan hidupnya karena hak hidup adalah sesuatu yang melekat dalam
dirinya, bukan pemberian dari negara atau orang peroangan. Untuk menjamin
hak hidup tersebut berarti negara harus menyediakan lingkungan yang
kondusif, sarana, dan prasarana hidup yang memadai, serta akses setiap anak
untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan dasar.
4. Asas dan pinsip Penghargaan terhadap pendapat anak (Respect For The
Views Of The Child);
Prinsp ini ada dalam pasal 12 ayat (1) KHA, Berbunyi : "Negara -negara
pihak akan menjamin anak-anak yang mempunyai pandangan sendiri memperoleh
hak menyatakan pandangan-pandangan secara bebas dalam semua hal yang
mempengaruhi anak, dan pndangan tersebut akan dihargai sesuai dengan tingkat
usia dan kematangan." Prinsip ini menegaskan bahwa anak memiliki otonomi
kepribadian. Oleh karena itu, dia tidak biasa hanya dipandang dalam posisi yang
lemah, menerima, dan pasif tetapi sesungguhnya dia pribadi otonom yang
memiliki pengalaman, keinginan, imajinasi, obsesi, dan aspirasi yang belum tentu
sama dengan orang dewasa.
BAB V
PENUTUP
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jo Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak belum mencerminkan memberikan perlindungan hak pekerja anak
dikarenakan belum mengatur ketentuan-ketentuan terkait pekerja anak. Pemerintah
Indonesia perlu segera merevisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
Perlindungan Anak yang mengatur ketentuan-ketentuan pekerja anak seperti
memberikan definisi pekerja anak, menentukan umur minimum atau umur-umur
minimum untuk ijin bekerja, menetapkan peraturan- peraturan yang tepat mengenai
jam-jam kerja bagi pekerja anak dan syarat-syarat bekerja bagi pekerja anak,
menentukan jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan bagi pekerja anak dan jenis-
jenis pekerjaan yang diperbolehkan bagi pekerja anak.
Tidak ada aturan yang mengatur secara rinci terkait umur pekerja anak rentang 16-17
Tahun