Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa depan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas kehidupan anak saat

ini. Suatu bangsa akan menjadi bangsa yang besar jika mereka dapat memberikan

perlindungan yang layak pada anak baik kesejahteraan lahir batin, maupun sosial.

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1

butir 1 "Anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun

termasuk anak yang masih dalam kandungan. Hal ini anak masih ada dalam taraf-taraf

perkembangan untuk menuju pada tingkat kedewasaan baik fisik maupun intelektual.

Anak memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, sehingga

memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan

perkembangan fisik, mental,dan social secara seimbang. Pasal 9 ayat (1) telah

menegaskan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam

rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan

bakatnya. Hak atas pendidikan diperoleh seluruh anak dan harus diusahakan oleh

negara dengan memberikan kesempatan seluas luasnya.

Anak sebagai generasi muda merupakan potensi dan penerus cita-cita

perjuangan bangsa. Oleh karena itu seorang anak memerlukan perlindungan dalam

rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental, dan sosial secara

utuh,serasi dan sehimbang. Sedangkan pemerintah dalam usahanya memberikan

perlindungan Hak bagi anak telah memberlakukan undang- undang Nomor 35 tahun

2014 tentang perlindungan anak. Di dalam dijelaskan bahwa negara dan pemerintah

1
berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap

orang tanpa membedakan suku, ras, Bahasa, kondisi fisik maupun mental.

Dalam kehidupan masyarakat anak memiliki peran dan posisi sosial tersendiri

karena mereka juga bagian dari anggota masyarakat. Anak bukanlah individu yang

tidak berdaya, lemah dan polos sehingga mereka selalu di perlakukan dengan

semenah-mena dan ditempatkan pihak yang merugikan, sebaliknya anak berhak untuk

berkarya menyatakan pendapat, menerima, mencari, dan memberikan informasi

sesuai dengan kemampuan intelektualnya atas dasar pilihan anak tersebut, jadi mereka

juga berhak menyatakan pandangan – pandangan mereka dalam semua hal.

Melihat keberadaan anak sangat penting dalam kehidupan masyarakat maka

pemerintah menetapkan hak-hak anak yang diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014,

pasal 21 ayat (2) berbunyi: “untuk menjamin pemenuhan hak anak sebagaimana yang

di maksud pada ayat(1) pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam

merumuskan dan melaksanakan kebijakan di bidang penyelengaraan perlindungan

anak”. Perlindungan terhadap anak pada suatu bangsa, merupakan tolak ukur

peradaban bangsa tersebut,karenanya wajib diusahakan sesuai dengan kemampuan

pemerintah.

Upaya – upaya perlindungan anak dimulai sedini mungkin, agar kelak berpartisipasi

secara optimal bagi pembagunan bangsa dan negara. Anak berhak atas perlindungan –

perlindungan lingkungan hidup yang dapat membahayakan dan menghabat

pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar.

Pasal 20 UU No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak adalah Negara,

pemerintah,pemerintah daerah,masyarakat,keluarga,dan orang tua atau wali

berkewajiban dan bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

Tujuan dari perlindungan hak anak bertitik tolak dari tanggungjawab semua pihak

2
baik orang tua, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Namun yang menjadi tugas

pertama dalam perlindungan anak adalah: orang tua dan keluarga. Dikatakan

demikian karena secara prinsipil, orang tua dan keluarga adalah: lembaga pertama

melakukan pembinaan terhadap anak, karena orang tua dan keluarga yang meletakan

fondasi pertama bagi masa depan anak-anaknya, selain itu juga keluarga merupakan

linkungan utama bagi generasi muda.

Masalah perlindungan anak mempunyai kaitan erat dengan tugas dan tanggung

jawab semua pihak, yang paling Nampak diantara berbagai pihak yang berkaitan

dengan perlindungan anak adalah orang tua. Sementara dari pihak anak sebagai

individu yang masih dibimbing dan memiliki ketergantungan yang sangat tinggi

terhadap orangtua, anak dipandang sebagai individu yang lemah, dengan kondisi ini

anak menjadi sasaran empuk bagi pelampiasan orangtua dan orang dewasa lainnya.

Disini lain dengan keberadaan anak tersebut, seringkali orangtua dan orang dewasa

lainnya membenarkan tindakan kekerasan yang di lakukan mereka sebagai bentuk

penerapan disiplin pada anak. Hal ini menunjukan bentuk penyalagunaan kekuasaan

orangtua atau orang dewasa mereka mengontrol menekan anak dengan cara yang

melaumpaui batas, serta mempunyai cara-cara yang berbeda dalam mendidik,

mengasuh, dan membesarkan anak-anak mereka.

Dalam hal ini ada beberapa kasus kekerasaan yang di temui dalam lingkungan tempat

sekitar. kekerasaannya dapat melibatkan kekerasan fisik yang bisa merubah mental

anak menjadi lebih kurang baik

Kekerasan fisik adalah bentuk penganiayaan secara fisik dan ancaman untuk

menguasaiorang lain atau tindakan yang menyebabkanrasa sakit yang dilakukan oleh

dapat terjadisekali atau berungkali, tindakan ini termasuk dipukul, ditampar, di

lempar denga benda keras,dan kekerasan fisik lainnya. Fakta-fakta sosial menunjukan

3
bahwa ampir sebagian kasus kekerasan fisikterhadap anak dilakukan oleh orangtua

yaitu ayah, ibu, dan orang dewasa laiannya atauwali anak tersebut.

Perlakuan orang tua dalam mendidik anak itu bukan tindakan kekerasan,

apabila dalam mendidik anak orangtua tidak mengunakan kekuasaan, karena

melakukan hal-hal yang berlawanan dengan apa yang diharapkan rangtua sebaliknya

orangtua lebih beribawa atas anak-anak apabila cara pendekatan dalam mendidik anak

adalah tampa pemukulan yang berlabihan. Ganjaran atau hukuman yang diberikan

orang tua kepada anak yang melakukan kesalahan itu tidak memberatkan dan tidak

menyebabkan anak menderita sakit berlebihan cedera atau luka. Dan jika orangua

melakukan ganjaran tersebut maka mereka telah mengabaikan kewajiban dalam

memelihara dan mendidik anak. Dengan begitu dapat dikategorikan sebagai tindakan

kekerasan fisik terhadap anak. Sikap orangtua dalam melindungi anak, terutama

tindakan / perbuatan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak, apalagi seorang

anak sedang membangun dirinya sebagai manusia seutunya, bukan saja dalam hal

rohani atau mental dan jasmani, fisik, tetapi keseimbangan keselarasan, keseimbangan

antara keduanya.

Perlindungan merupakan salah satu kebutuhan dasar disamping kebutuhan makanan,

pakaian dan lain-lain. Jadi perlindungan akan berjalan baik, bila keadaan sikap dan

tindakan orangtuanya baik. Keadaan anak yang semakin membaik ditandai dengan

kemampuan orangtua untuk membina, mendidik serta mengendalikan anaknya dengan

cara-ara yang tidak menimbulkan kekerasan.

Undang-Undang No.35 tahun 2014 tentang perlindungan anak menyatakan

bahwa peranan orangtua dalam melindungi anak dengan cara mendidik dan membina

anak menjadi baik,taat patuh kepada orangtua. Tetapi dalam pembinaan anak

seringkali

4
melaggar perintah orangtua, sehingga anak tersebut mendapat sangsi atau hukuman

yang diberikan oleh orangtua itu berlebian secara fisik sehingga menjurus

kepada tidak kekerasan dan hal ini suda bertentangan dengan / melanggar UU No 35

tahun 2014. Ayah dan ibu dalam penerapan mendidik anak – anak, sam-sama

mempunyai tanggung jawab yang besar maka dari itu sebagai orangtua memounyai

fungsi yang sangat penting dalam mendidik anak-anaknya yang harus ditanamkan

sedini munngkin. Orang tua sebagai pemimpin dlam rumah tangga memberikan

kebijaksanaan dancontoh teladan yang selalu diterapkan oleh orangtua, yang nantinya

akan sangat mempengaruh dalam perkembangan serta tingkah laku anak, di sekolah

maupun masyarakat. Lingkungan rumah atau keluarga merupakan linkungan pertama

dan utama dalam menentukan perkembangan sikap seseorang dan tentu saja

merupakan factor pertama pula dalam menentukan keberhasilan

Dalam perkembangan anak, harus diberi perhatian, kasih sayang, serta dibekali

dengan ilmu pendidkan sehingga betul-betul menggerahkan energi mereka pada

pengusaan pengetahuan dan ketrampilan inelektual yang baik. Pasal 1 butir 2 UU

Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa “Perlindungan

anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya

agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi.” demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berahlak mulia,

dan sejahtera.

Dalam kehidupan bermasyarakat anak memiliki peran dan posisi social tersendiri

karena mereka juga bagian dari anggota masyarakat. Anak bukanlah individu yang

tidak berdaya, lemah dan polos sehingga mereka selalu diperlakukan dengan semena-

mena dan ditempatkan pihak yang merugikan, sebaliknya anak dapat berkarya

5
menyatakan pendapatnya,menerima,mencari, dan memberikan informasi sesuai

dengan kemampuan intelektualnya atas dasar pilihan anak tersebu, jadi mereka juga

berhak menyatakan pandangan-pandangan mereka dalam semua hal.

Melihat keberadaan anak sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dalam UU No

35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak bahwa agar setiap anak mampu memikul

tanggung jawab tersebut, maka ia perlu memikul tanggung jawab seluas-luasnya

untuk tumbuh dan berkembang secara optimal,baik secara fisik, mental maupun social

dan berakhalk mulia, perlu dilakukan upaya serta untuk mewujutkan kesejahteraan

anak dengan memberikan jaminan terhadap penemuan hak-haknya.

Pengamatan penulis di Negri Soya Rt 002 / Rw 006 bahwa orangtua dalam

mendidik dan membina anak mereka supaya menjadi baik, tetapi anak seringkali

melanggar apa yang diperintakan oleh orangtua mereka, sehingga anak tersebut

mendapat sangsi / hukuman secara fisik seperti dicubit, ditampar, bahkan ditendang.

Hal ini membuktikan bahwa orangtua selalu memberikan sangsi / hukuman kepada

anak secara berlebihan sebagai bentuk penerapan disiplin sehingga menjurus pada

tindakan kekerasan, karena anak tidak dengar- dengaran kepda orangtua dan anak

bergaul dengan orang dewasa yang beda usia sekitar 4-5 tahun dan anak suka

merokok, meminun minuman keras seperti alcohol dan berdampak pada pendidikan

anak . Tindakan kekerasaan yang di berikan orang tua dapat mengakibatkan sesuatu

yang fatal sehingga mental anak menjadi lebih buruk lagi,di mulai dari hal yang

paling terkecil sampai kepad hal yang besar.

Bertolak dari latar belakang masalah diatas, maka penulis ingin mengangkat

permasalahan yang ada untuk dikaji dalam penulisan ini yang berjudul

“ Peran Oramg Tua Pembinaan Dan Perlindungan Anak Berdasarkan Undang-

undang Nomor 35 Tahun 2014”

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang diangkat dalam penullisan

ini adalah

1. Bagaimana peran orang tua dalam pembinaan pada anak ?

2. Bagaimana proses penyelesaian masalah pada upaya pembinaan dan

perlindungan anak berdasarkan undang-undang No. 35 tahun 2014 ?

C. Tujuan Yang Akan Dicapai

Adapun tujuan akan dicapai dalam penulisan ini adalah

1. Untuk mengetahui peran orang tua dalam pembinaan pada anak

2. Untuk mengetahui proses penyelesaian masalah pada upaya pembinaan dan

perlindungan anak berdasarkan undang-undang RI No 35 tahun 2014

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Secara Teoritis : Penelitian ini di harapkan dapat menjadi referensi dan

pengembangan ilmu pengetahuan tentang perlindungan dan pembinaan anak

sesuai dengan undang-undang No 35 tahun 2014

2. Secara Praktis : Penelitian ini juga untuk mengetahui bagaiamana peran

orang tua dalam membina dan mengasuh anak sesuai dengan undang-undang

no 35 tahun 2014

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PERAN ORANG TUA

1) Pengertian orang tua

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa, “ Orang tua adalah

ayah ibu kandung”. A. H. Hasanuddin menyatakan bahwa,“Orang tua adalah ibu

bapak yang dikenal mula pertama oleh putra putrinya”. Dan H.M Arifin juga

mengungkapkan bahwa “Orang tua menjadi kepala keluarga”.

Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka,

karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. Dengan demikian

bentuk pertama dari pendidikan terdapat dalam keluarga. Pada umumnya pendidikan

dalam rumah tangga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang

lahir dari pengetahuan mendidik, melainkan karena secara kodrati suasana dan

strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan. Situasi

pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan pengaruh

mempengaruhi secara timbal balik antara orang tua dan anak.

Orang tua atau ibu dan ayah memegang peranan yang penting dan amat

berpengaruh atas pendidikan anak-anaknya. Pendidikan orang tua terhadap anak-

anaknya adalah pendidikan yang didasarkan pada rasa kasih sayang terhadap anak-

anak, dan yang diterimanya dari kodrat. Orang tua adalah pendidik sejati, pendidik

karena kodratnya. Oleh karena itu, kasih sayang orang tua terhadap anak-anak

hendaklah kasih sayang yang sejati pula

Pada kebanyakan keluarga, ibulah yang memegang peranan yang terpenting

terhadap anak-anaknya. Sejak anak itu dilahirkan, ibulah yang selalu di sampingnya.

8
Ibulah yang memberi makan dan minum, memelihara, dan selalu bercampur gaul

dengan anak-anak. Itulah sebabnya kebanyakan anak lebih cinta kepada ibunya

daripada anggota keluarga lainnya. Pendidikan seorang ibu terhadap anaknya

merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Maka dari itu,

seorang ibu hendaklah seorang yang bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya.

Sebagian orang mengatakan kaum ibu adalah pendidik bangsa. Nyatalah betapa berat

tugas seorang ibu sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga. Baik buruknya

pendidikan ibu terhadap anaknya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan dan

watak anaknya di kemudian hari.

Hakekat seorang anak bahwa dalam pertumbuhan dan perkembangannya, ia

membutuhkan uluran tangan dari kedua orangtuanya. Orang tualah yang paling

bertanggung jawab dalam perkembangan keseluruhan eksistensi anak. Termasuk

disini kebutuah-kebutuhan psikis dan fisik sehingga anak dapat tumbuh dan

berkembang kearah kepribadian yang harmonis dan matang ( Maryam

Rudyanto,1983: 151).

Peran lingkungan, terutama tingkah laku dan peran orangtua, sangat penting

bagi seorang anak, terlebih lagi pada tahun-tahu n pertama dalam kehidupannya lebih

lanjut anak mengidentifikasi dirinya dengan angota keluarga yang disayanginya yang

meniru tingkah lakunya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ternyata tidak

semua orang dalam keluarga mempunyai pengaruh yang sama pada anak. Besar

kecilnya pengaruh tersebut tergantung dari hubungan emosional dari anggota keluarga

tersebut dengan sang anak. Tetapi tidak disangkah lagi, melaluhi keluargalah anak

memperoleh bimbingan,pendidikan dan pengaruh untuk mengembangkan dirinya

sesuai dengan kapasitasnya ( E.J.Anthony, 1970 : 152 ).

9
Pada akhir abad 17 seorang filsuf Inggris bernama Jhon Locke mengemukakan

bahwa pengalaman dan pendidikan merupakan factor yang paling menentukan dalam

perkembangan kepribadian anak ketika dilahirkan

Banyak faktor penyebab terjadinya kenakalan pada remaja yang dapat

menyeret mereka pada dekadensi moral dan pendidikan yang buruk dalam

masyarakat, dan kenyataan kehidupan yang pahit penuh dengan kegilaan, betapa

banyak sumber kejahatan dan kerusakan yang menyeret mereka dari berbagai sudut

dan tempat berpijak. Hal ini bisa terjadi karena adanya faktor-faktor kenakalan remaja

berikut:

 kurangnya kasih sayang orang tua

 kurangnya pengawasan dari orang tua

 pergaulan dengan teman yang tidak sebaya

 peran dari perkembangan iptek yang berdampak negatif

 tidak adanya bimbingan kepribadian dari sekolah

 dasar-dasar agama yang kurang

 tidak adanya media penyalur bakat dan hobinya

 kebasan yang berlebihan

 masalah yang dipendam

Oleh karena itu, jika para pendidik tidak dapat memikul tanggung jawab dan

amanat yang diberikan pada mereka, dan pula tidak mengetahui faktor-faktor yang dapat

menimbulkan kelainan pada remaja serta upaya penanggulangannya maka akan terlihat

suatu generasi yang bergelimang dosa dan penderitaan dalam masyarakat. Para orang tua

hendaknya mengatasi dan mencegah kenakalan remaja dengan cara :

1. Perlunya kasih sayang dan perhatian dari orang tua dalam hal apapun

10
2. Adanya pengawasan dari orang tua yang tidak menekan.

contohnya: kita boleh saja membiarkan anak melakukan apa saja yang masih

sewajarnya, dan apabila menurut pengawasan kita dia telah melewati batas yang

sewajarnya, kita sebagai orangtua perlu memberitahu dia dampak dan akibat yang

harus ditanggungnya bila dia terus melakukan hal yang sudah melewati batas

tersebut

3. Biarkanlah dia bergaul dengan teman yang sebaya, yang hanya beda umur 2 atau 3

tahun baik lebih tua darinya. Karena apabila kita membiarkan dia bergaul dengan

teman main yang sangat tidak sebaya dengannya, yang gaya hidupnya sudah pasti

berbeda, maka dia pun bisa terbawa gaya hidup yang mungkin seharusnya belum

perlu dia jalani

4. Pengawasan yang perlu dan intensif terhadap media komunikasi seperti tv,

internet,radio, handphone

5. Perlunya bimbingan kepribadian di sekolah, karena disanalah tempat anak lebih

banyak menghabiskan waktunya selain di rumah

6. Perlunya pembelanjaran agama yang dilakukan sejak dini, seperti beribadah dan

mengunjungi tempat ibadah sesuai dengan iman kepercayaannya

7. Kita perlu mendukung hobi yang dia inginkan selama itu masih positif untuk dia.

Jangan pernah kita mencegah hobinya maupun kesempatan dia mengembangkan

bakat yang dia sukai selama bersifat Positif. Karena dengan melarangnya dapat

menggangu kepribadian dan kepercayaan dirinya

11
8. Sebagai orang tua harus menjadi tempat curhat yang nyaman untuk anak, sehingga

orang tua dapat membimbing anak ketika anak sedang menghadapi masalah.

Kemampuan belajar yang dimiliki manusia merupakan bekal yang sangat pokok.

2) Tanggung Jawab Orang Tua

Dalam upaya menghassilkan generasi penerus yang tangguh dan berkualitas,

diperlukan adanya usaha yang konsisten dan kontinu dari orang tua di dalam

melaksanakan tugas memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anak mereka baik

lahir maupun batin sampai anak tersebut dewasa dan atau mampu berdiri sendiri,

dimana tugas ini merupakan kewajiban orang tua. Begitu pula halnya terhadap

pasangan suami istri yang berakhir perceraian, ayah dan ibu tetap berkewajiban untuk

memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anaknya.

Peran orang tua dapat dijelaskan sebagai kewajiban orang tua kepada anak.

Diantaranya adalah orang tua wajib memenuhi hak-hak (kebutuan) anaknya, seperti

hak untuk melatih anak menguasai cara-cara mengurus diri, seperti cara makan, buang

air, berbicara, berjalan berdoa, sungguh sungguh membekas dalam diri anak karena

berkaitan erat dengan perkembangan dirinya sebagai pribadi. Sikap orang tua sangat

memengaruhi perkembangan anak. Sikap menerima atau menolak, sikap kasih sayang

atau acuh tak acuh, sikap sabar atau tergesa-gesa, sikap melindungi atau membiarkan

secara langsung memengaruhi reaksi emosional anak

John Locke mengemukakan, posisi pertama didalam mendidik seorang

individu terletak pada keluarga. Melalui konsep tabula rasa John Locke menjelaskan

bahwa individu adalah ibarat sebuat kertas yang bentuk dan coraknya tergantung

kepada orang tua bagaimana mengisi kertas kosong tersebut sejak bayi.

12
Melalui pengasuhan, perawatan dan pengawasan yang terus menerus, diri serta

kepribadian anak dibentuk. Dengan nalurinya, bukan dengan teori, orang tua

mendiidk dan membina keluarga. Tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dalam

hal pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak, ajaran Islam menggariskannya

sebagai berikut:

1. Tanggung jawab pendidikan dan pembinaan akidah

2. Tanggung jawab pendidikan dan pembinaan akhlak

3. Tanggung jawab pemeliharaan kesehatan anak

4. Tanggung jawab pendidikan dan pembinaan intelektual

Sangat wajar dan logis jika tanggung jawab pendidikan terletak di tangan kedua

orang tua dan tidak bisa dipikulkan kepada orang lain karena ia adalah darah

dagingnya kecuali berbagai keterbatasan kedua orang tua ini. Maka sebagian

tanggung jawab pendidikan dapat dilimpahkan kepada orang lain yaitu melalui

sekolah. Tanggung jawab pendidikan yang perlu disadarkan dan dibina oleh kedua

orang tua terhadap anak antara lain:

1. Memelihara dan membesarkannya, tanggung jawab ini merupakan dorongan

alami untuk dilaksanakan karena si anak memerlukan makan, minum dan

perawatan agar ia hidup secara berkelanjutan.

2. Melindungi dan menjamin kesehatannya, baik secara jasmaniah maupun

rohaniah dari berbagai gangguan penyakit atau bahaya lingkungan yang

dapat membahayakan dirinya.

3. Mendidiknya dengan berbagai ilmu pengetahuan dan keterampilan yang

berguna bagi kehidupannya kelak sehingga bila ia telah dewasa mampu

berdiri sendiri dan membantu orang lain.

4. Membahagiaan anak untuk dunia dan akhirat dengan memberinya pendidikan

13
agama sesuai dengan ketentuan Allah SWT

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab

orang tua terhadap anak meliputi berbagai hal diantaranya membentuk pribadi seorang

anak, bukan hanya dalam tataan fisik saja (materi), juga pada mental (rohani), moral,

keberagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Adanya kesadaran akan tanggung jawab

mendidik dan membina anak secara kontinu perlu dikembangkan kepada setiap orang

tua sehingga pendidikan yang dilakukan tidak lagi berdasarkan kebiassaan yang

dilihat dari orang tua, tetapi telah disadari oleh teori-teori pendidikan modern, sesuai

dengan perkembangan zaman yang cenderung selalu berubah.

Tugas utama keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi

pendidikan akhlak dan pandangan hidup keagamaan. Sifat tabiat anak sebagian besar

diambil dari kedua orang tuanya dan dari anggota keluarga yang lain

3) Peran Orang Tua

Istilah peranan yaitu bagian atau tugas yang memegang kekuasaan utama yang harus

dilaksanakan. Peranan memiliki arti sebagai fungsi maupun kedudukan (status).Peranan

dapat dikatakan sebagai perilaku atau lembaga yang mempunyai arti penting sebagai

struktur sosial, yang, dalam hal ini lebih mengacu pada penyesuaian daripada suatu

proses yang terjadi. Peranan dapat diartikan pula sebagai sesuatu yang menjadi bagian

atau yang memegang pimpinan terutama dalam terjadinya sesuatu hal. Ada juga yang

merumuskan lain, bahwa peranan berarti bagian yang dimainkan, tugas kewajiban

pekerjaan. Selanjutnya bahwa peran berarti bagian yang harus dilakukan di dalam suatu

kegiatan.

Berdasarkan pemaparan di atas, yang di maksud dengan peranan oleh penulis adalah

suatu fungsi atau bagian dari tugas utama yang dipegang kekuasaan oleh orang tua untuk

14
dilaksanakan dalam mendidik anaknya. Peranan disini lebih menitikberatkan pada

bimbingan yang membuktikan bahwa keikutsertaan atau terlibatnya orang tua terhadap

anaknya dalam proses belajar sangat membantu dalam meningkatkan konsentrasi anak

tersebut. Usaha orang tua dalam membimbing anak anak menuju pembentukan watak

yang mulia dan terpuji disesuaikan dengan ajaran agama adalah memberikan contoh

teladan yang baik dan benar, karena anak suka atau mempunyai sifat ingin meniru dan

mencoba yang tinggi.

Pada kebanyakan keluarga, ibulah yang memegang peranan yang terpenting

terhadap anak-anaknya. Sejak anak itu dilahirkan, ibulah yang selalu di sampingnya.

Ibulah yang memberi makan dan minum, memelihara, dan selalu bercampur gaul dengan

anak-anak. Itulah sebabnya kebanyakan anak lebih cinta kepada ibunya daripada anggota

keluarga lainnya.

Pendidikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang

tidak dapat diabaikan sama sekali. Maka dari itu, seorang ibu hendaklah seorang yang

bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya. Sebagian orang mengatakan kaum ibu

adalah pendidik bangsa. Nyatalah betapa berat tugas seorang ibu sebagai pendidik dan

pengatur rumah tangga. Baik buruknya pendidikan ibu terhadap anaknya akan

berpengaruh besar terhadap perkembangan dan watak anaknya di kemudian hari.

Sesuai dengan fungsi serta tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, dapat

disimpulkan bahwa peranan ibu dalam pendidikan anak-anaknya adalah sebagai berikut:

a. Sumber dan pemberi rasa kasih sayang

b. Pengasuh dan pemelihara

c. Tempat mencurahkan isi hati

d. Pengatur kehidupan dalam rumah tangga

e. Pembimbing hubungan pribadi

15
f. Pendidik dalam segi-segi emosional

Disamping ibu, seorang ayah pun memegang peranan yang penting pula. Anak

memandang ayahnya sebagai orang yang tertinggi gengsinya. Kegiatan seorang ayah

terhadap pekerjaannya sehari-hari sungguh besar pengaruhnya kepada anak-anaknya,

lebih-lebih anak yang telah agak besar.

Meskipun demikian, di beberapa keluarga masih dapat kita lihat kesalahan-

kesalahan pendidikan yang diakibatkan oleh tindakan seorang ayah. Karena sibuknya

bekerja mencari nafkah, si ayah tidak ada waktu untuk bergaul mendekati anak-anaknya.

Ditinjau dari fungsi dan tugasnya sebagai ayah, dapat dikemukakan di sini bahwa peranan

ayah dalam pendidikan anak-anaknya yang lebih dominan adalah sebagai berikut:

a. Sumber kekuasaan di dalam keluarga

b. Penghubung intern keluarga dengan masyarakat atau dunia luar

c. Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga

d. Pelindung terhadap ancaman dari luar

e. Hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan

f. Pendidik dalam segi rasional

B. UPAYA PEMBINAAN

1). Faktor Internal

Ketika membahas masalah kenakalan atau tindakan kriminal yang dilakukan oleh

anak, hal yang ingin diketahui adalah apa yang melatarbelakangi atau faktor yang

menyebabkan anak melakukan tindakan kriminal. Faktor internal yang mempengaruhi

perilaku kenakalan oleh anak, merupakan aspek kepribadian yang berasal dari dalam

diri anak seperti konsep diri yang rendah (Yulianto, 2009), penyesuaian sosial serta

kemampuan menyelesaikan masalah yang rendah, sikap yang berlebihan serta

16
pengendalian diri yang rendah. Konsep diri adalah bagaimana individu memandang

dirinya sendiri meliputi aspek fisik dan aspek psikologis. Aspek fisik adalah bagaimana

individu memandang kondisi tubuh dan penampilannya sendiri. Sedangkan aspek

psikologi adalah bagaimana individu tersebut memandang kemampuan-kemampuan

dirinya, harga diri serta rasa percaya diri dari individu tersebut.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Kendal ditemukan bahwa yang menjadi

faktor penyebab yang dominan dari siswa-siswa melakukan kenakalan adalah faktor

sifat dari remaja itu sendiri (Fuadah, 2011). Penelitian menunjukkan bahwa siswa-siswa

yang melakukan kenakalan dengan kategori rendah (mencontek), sedang (membolos,

merokok, memiliki gambar atau bacaan yang berkonten porno), hingga kategori tinggi

(seks bebas, minum alcohol, memukul, merusak atau mengambil barang milik orang

lain, berkelahi dan tawuran), karena siswa-siswa itu memiliki sikap berlebihan dan

memiliki pengendalian diri yang rendah.

Faktor internal berupa ketidakmampuan remaja dalam melakukan penyesuaian

sosial atau beradaptasi terhadap nilao dan norma yang ada di dalam masyarakat. Bukti

ketidakmampuan anak/remaja dalam melakukan penyesuaian sosial adalah maraknya

perilaku kriminal oleh remaja yang tergabung dalam geng motor, membolos serta aksi

mereka yang selalu berhubungan dengan tindakan kriminal seperti memalak anak-anak

sekolah lain, memaksa remaja lain untuk ikut bergabung dengan geng mereka serta ada

beberapa anggota yang pernah melakukan tindakan kriminal pencurian motor. Hal

tersebut menunjukkan ketidakmampuan remaja-remaja tersebut dalam berperilaku

adaptif, mereka memiliki kemampuan penyesuaian sosial serta kemampuan

menyelesaikan masalah yang rendah, sikap.

17
Selain hal itu, remaja berada dalam tahapan perkembangan yang merupakan transisi

dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dengan tugas perkembangan untuk

pencarian jati diri, tentang seperti apa dan akan menjadi apa mereka nantinya (Ericson

dalam Sandrock, 2003). Dalam kondisi ini maka anak-anak ini berada dalam tahap

perkembangan identity vs identity confusion menurut klasifikasi Ericson (dalam

Hurlock, 1998). Bila berhasil maka anak akan mencapai tahap perkembangan

dipenuhinya rasa identitas diri yang jelas, dan sebaliknya anak akan mengalami

kebingungan identitas bila gagal dalam melewati tahap perkembangan ini.

Pada masa ini anak-anak dan remaja juga sedang berada dalam

periode strom dan stress, karena pada tahap perkembangan ini mereka bukan lagi

anak-anak yang selalu bergantung pada orang tua dan juga bukan orang dewasa yang

sepenuhnya mandiri dan otonom, anak-anak ini masih tergantung pada orang tua

terutama dalam hal ekonomi di mana semua kebutuhannya masih harus dipenuhi oleh

orang tuanya. Kondisi yang dihadapi oleh anak ini dan juga perkembangan fisik dan

hormonal menyebabkan kelabilan emosi karena anak terdorong untuk mencari jati

dirinya yang secara otonom bersifat unik dan berbeda dari orang lain. Dalam

mengembangkan dirinya, seorang anak membutuhkan model dan perkembangan

untuk masa remaja ini bergeser dari figur otoritas orang deewasa seperti orang tua dan

guru bergeser pada sebayanya. Pergeseran model identifikasi dalam mencari jati

diri ini juga sebagai akibat dari kebutuhan anak untuk otonom dan lepas dari figur

orang tuanya.

Dalam kondisi ini maka kondisi psikologis anak pada saat remaja memiliki

karakteristik yang labil, sulit dikendalikan, melawan dan memberontak, memiliki rasa

ingin tahu yang tinggi, agresif, mudah terangsang serta memiliki loyalitas yang tinggi.

18
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa lingkungan pertama seorang anak adalah

lingkungan keluarga, ketika meginjak masa remaja maka anak mulai mengenali dan

berinteraksi dengan lingkungan selain lingkungan keluarganya. Pada situasi ini, anak

cenderung membandingkan kondisi di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,

lingkungan teman sebayanya atau bahkan lingkungan sosial dimana masing-masing

lingkungan tersebut memiliki kondisi yang berbeda-beda. Perbedaan berbagai kondisi

lingkungan itu, menyebabkan remaja mengalami kebingungan dan mencari tahu serta

berusaha beradaptasi agar diterima oleh masyarakat (Sarwono, 2013). Pada saat

mengalami kondisi berganda itu, kondisi psikologis remaja yang masih labil, sehingga

dapat menimbulkan perilaku kenakalan dan tindak kriminal yang dilakukan oleh

remaja.

Ketika anak dalam masa transisi butuh banyak dukungan dan dorongan dari

orang tua untuk membimbing anak menjadi lebih baik lagi mulai dari hal kecil yang

terjadi bagaimana orang tua menyikapinya dengan lemah lembut, tanpa adanya

kekerasaan. jika dalam sebuah pengajara orang tua kepada anak dengan kekerasaan

maka mental seorang anak dapat berubah kapan saja dan dimana saja sesuai dengan

kejadian yang di alami oleh anak tersebut.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang besar pengaruhnya terhadap anak dengan kriminalitas

adalah keluarga dalam hal ini kondisi lingkungan keluarga. Kondisi lingkungan

keluarga pada masa perkembangan anak dan remaja telah lama dianggap memiliki

hubungan dengan munculnya perilaku antisosial dan kejahatan yang dilakukan oleh

remaja. Beberapa penelitian mengenai perkembangan kenakalan dan kriminalitas pada

remaja, ditemukan bahwa tindak kriminal disebabkan adanya pengalaman pada

19
pengasuhan yang buruk. Ketiga pola asuh orang tua terhadap anak yaitu pola asuh

autoritarian, permissive dan univolved ini menyebabkan seorang anak berperilaku anti

sosial.

Pada pola asuh otoritarian, orang tua menerapkan disiplin yang sangat kaku dan

terkadang penuh dengan kekerasan, tidak jarang anak mengalami pengasuhan yang

buruk, kasar, menyia-nyiakan dan ada kekerasan di dalam keluarga saat anak dalam

masa perkembangan awal anak-anak, maka anak akan memiliki harga diri yang rendah.

Tidak hanya itu, anak juga akan mengembangkan perilaku kekerasan tersebut pada

saudaranya dan juga mengembangkan perilaku antisosial. A Budi (2009) menemukan

bahwa pola asuh authoritarian orangtua mempunyai hubungan positif yang sangat

signifikan dengan agresivitas pada anak binaan lembaga pemasyarakatan anak Kutoarja

Jawa Tengah. Pola asuh otoriter yang diberikan oleh orang tua atau sikap negatif yang

ditunjukkan oleh orang tua berupa kedisiplinan yang keras, kemarahan dan kekerasan

yang ditunjukkan orang tua dalam pengasuhan dengan perilaku antisosial remaja.

Pola asuh yang dikategorikan sebagai pola asuh permisif indulgen, atau pola

asuh neglected parenting atau ada juga yang menerapkan pola asuh otoritarian itu tidak

ada pengembangan internalisasi nilai-nilai moral sebagai dasar terbentuknya

pertimbangan moral dan hati nurani. Sehingga menurut Evans, Nelson, Porter dan

Nelson (2012), dapat mempengaruhi munculnya perilaku antisosial pada anak.

Penelitian Torrente dan Vazsonyi (2008) juga menunjukkan bahwa pengasuhan yang

diberikan oleh ibu memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap munculnya perilaku

kenakalan dan tindak kriminal yang dilakukan oleh anak. Ketika ibu tidak memberikan

pengasuhan yang tepat, tidak memberikan perhatian yang cukup pada anak tentang

20
kegiatan di sekolah atau kegiatan dengan temannya dapat memicu terbentuknya

perilaku kenakalan dan tindak kriminal pada anak.

Ketika anak mengalami pengasuhan yang buruk, kasar, disia-siakan dan ada

kekerasan di dalam keluarga saat anak dalam masa perkembangan awal anak-anak,

maka anak akan memiliki harga diri yang rendah, juga akan mengembangkan perilaku

kekerasan tersebut pada saudaranya dan juga mengembangkan perilaku antisosial.

Kemudian pada saat anak-anak mulai masuk di lingkungan sekolah, anak dengan harga

diri yang rendah akan mendapatkan isolasi dari kelompok sebayanya dan mengalami

kesulitan dalam sekolah, membolos, serta mengalami kegagalan dalam kegiatan

akademik di sekolah. Anak-anak tersebut kemudian berkembang menjadi remaja yang

memiliki kecenderungan untuk berasosiasi dalam geng, dan kelompok sebaya yang

menyimpang, serta pengarahan diri dalam kekerasan, karena menganggap teman sebaya

seperti itulah yang dapat menerima kondisi mereka.

Saat mereka beranjak dewasa, mereka akan meneruskan perilaku kekerasan,

penerimaan dan kekerasan dalam hubungan pribadi, dan berkelanjutan dalam siklus

kekerasan ketika mereka menikah dan menerapkan pola asuh yang mengandung unsur

kekerasan pada anak-anaknya. Sehingga anak-anaknya akan berkembang menjadi

individu yang melakukan kenakalan dan tindakan kriminal. Hal tersebut serupa dengan

penelitian yang menunjukkan bahwa perilaku agresi atau kekerasan memiliki kontribusi

secara genetik atau diturunkan oleh orangtua pada anaknya terutama dalam perilaku

antisosial. Pola hubungan di dalam keluarga antara orangtua dan anak yang buruk juga

bersifat genetik atau diturunkan. Mekanisme perkembangan perilaku antisosial di atas

berbentuk siklus, sehingga tindakan kekerasan atau pengasuhan yang tidak tepat oleh

21
orang tua akan membentuk rantai siklus perkembangan yang menyebabkan anak

melakukan perilaku kekerasan atau bahkan tindakan kriminal.

Tekanan yang ada dalam kelompok sosial memiliki pengaruh yang sangat besar.

Dan berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa anak-anak terjerat kasus hukum

baik kasus asusila, narkoba, pembunuhan maupun perampokan dan pencurian

dikarenakan pengaruh dari teman-temannya. Kelompok sosial dan teman sebaya

memberikan tekanan yang sangat kuat untuk melakukan konformitas terhadap norma

sosial kelompok, sehingga usaha untuk menghindari situasi yang menekan dapat

menenggelamkan nilai–nilai personalnya (Baron, Branscombe, dan Byrne, 2011).

Konformitas terhadap kelompok, dengan mengikuti perilaku kelompok bertujuan agar

anak diterima oleh teman-teman dan kelompok sosialnya (Baron & Byrne, 2005), selain

itu perilaku melanggar hukum anak juga dilakukan karena adanya solidaritas sosial

yang sangat kuat untuk melindungi dan membela teman kelompoknya. Menurut

Hunter, Viselberg dan Berenson (dalam Mazur, 1994), kelompok sosial menjadi

kekuatan sosial yang dapat mempengaruhi kebiasaan merokok dan juga narkoba dan

tindak kriminalitas lainnya.

Banyak faktor yang dapat menyebabkan tindakan kriminal ataupun kejahatan,

namun perlu disadari, faktor kemiskinanlah yang menjadi modal awal terjadinya

tuntutan kebutuhan hidup. Pasalnya dengan hidup dalam keterbatasaan maupun

kekurangan akan mempersulit seseorang memenuhi kebutuhan hidupnya. Baik dari segi

kebutuhan sandang (pakaian), pangan (makanan), papan (tempat tinggal), juga

pendidikan dan kesehatan. Selain tidak mampu mencapai kesejahteranan, orang yang

dalam kondisi miskin sulit mendapat akses pendidikan. Padahal pendidikan adalah

salah satu modal sosial seseorang dalam pencapaian kesejahteraan, dengan pendidikan

22
syarat pekerjaan dapat terpenuhi. Dengan demikian seseorang yang mempunyai

penghasilan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari segi ekonomis. Rendahnya

tingkat pendidikan menyebabkan sesorang sulit mendapatkan pekerjaan formal, atau

mendapat pekerjaan formal/informal dengan pendapatan yang sangat sedikit/kecil,

sehingga kebutuhan dasarnya tidak dapat dipenuhi. Keadaan ini, seringgali menjadi

pendorong keterlibatan Anak dalam tindak kriminalitas.

Dalam belajar sosial (Bandura dalam Sandrock, 2003), fungsi role model sangat

penting. Namun pada saat role model yang tampil di media-media elektronik maupun

sosial mempertontonkan perilaku negatif yang bertentangan dengan nilai dan norma

masyarakat, misalnya klip musik, iklan, film atau sinetron menampilkan adegan seks

bebas, perselingkuhan, kekerasan, transgender, pembunuhan dan kriminalitas. Hal itu

dapat menjadi faktor pendorong Anak/Remaja untuk mencoba-coba atau menirunya.

Selain itu, perilaku negative yang terus menerus ditampilkan di media massa, juga

dapat dianggap sebagai perilaku yang benar secara sosial dan dan menjadi model peran

yang ditiru oleh Anak/Remaja.

C. Peran Pemerintah

Pemerintah wajib melindungi dan menjamin kebebasan anak untuk tetap bertahan

hidup dan berkembang berdasarkan usianya. Dalam hal ini, upaya negara dalam

melindungi hak dan kewajiban anak dapat dilihat melalui Pasal 20 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan,

“Negara,pemerintah,pemrintah daerah,masyarakat,keluarga dan orang tua atau wali

berkewajiban atau bertanggung jawab terhadap penyelengaraan anak” dalam UU tersebut

sangatlah jelas bahwa anak berhak untuk hidup yang layak, bertumbuh dengan gizi yang

baik, berkembang dengan potensi yang ada dan berpartisipasi dalam rangka memajukan

23
bangsa Indonesia. Pasal 22 Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab

memberikan dukungan sarana dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak.

bukan hanya orang tua,keluarga masyarakat,adapula pemerintah yang bertanggung

jawab memberikan perlindungan kepada anak sesuai dengan undang-undang yang

berlaku. kewajiban pemerintah sangat besar bagi anak di mulai dai untuk hidup

memenuhi kebutuhan serta sarana prasana pendidikan yang diberikan pemerintah bagi

anak-anak.

24
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tipe penelitian

Penelitian ini dapat dikelompokan kedalam tipe penelitian deskriptif kualitatif

yakni penelitian yang diarahkan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki

dengan cara memberikan gambaran atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan

sesuatu yang tampak atau sebagaimana adanya.

B. Lokasi penelitian

Yang mejadi lokasi penelitian ini adalah RT 002/ RW 006 Negeri Soya,Kecamatan

Sirimau,Kota Ambon.

C. Subjek Penelitian

yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah anak yang menjadi korban

tindakan kekerasaan dari orang tua. Teknik dalam penelitian ini ada snowball sampling

Non diskriminatif Eksponensial : dalam jenis ini,subjek pertama direkrut dan kemudian

dia memberikan banyak referensi. setiap rujukan baru kemudian memberikan lebih banyak

data untuk rujukan dan seterusnya,sampai ada banyak subjek untuk sampel.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data atau informasi yang diperlukan dalam penulisan ini

maka yang digunakan beberapa teknik yaitu :

1. Observasi

Teknik ini digunakan dimana penulis memperoleh data dengan mengadakan

pengamatan dilokasi penelitian.

2. Wawancara

25
DAFTAR PUSTAKA

Abdulsalam, Hukum Perlindungan Anak, PTIK, Jakarta, 2016

Arif Gosita, 1989, Permasalahan Perlindungan Anak, Akademi Presindo Jakarta

Didik dan Elisatris, 2007 dan Wagiati Soetodjo, 2006, Defenisi Kekerasan Terhadap Anak

http://www.lingreen.web.id/2010/05/08/defenisi-kekerasan-terhadap-anak. Diakses tanggal

17 Maret 2012. Pukul 19:05 WIB

https://lp2m.uma.ac.id/2022/01/10/snowball-sampling-pengertian-metode-keuntungan-dan-

kekurangan/#:~:text=Snowball

Gosita Arif. 1985. Masalah Perlindungan Anak. Akademika Pressindo, Jakarta.

Henry Could dan Jhon Townsend. Boundaries whit Kids. Ahli Bahasa ilmiah: Efie Shofia

Sompie : 2004

Huraerah, Abu, 2006, Kekerasan Terhadap Anak, Cetakan 1, Nuansa.

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2738/angka-kekerasan-terhadap-anak-

tinggi-di-masa-pandemi-kemen-pppa-sosialisasikan-protokol-perlindungan-anak. Diakses

pada 24 Februari 2021

https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2975/libatkan-generasi-milenial-

cegah-kdrt-sejak-dini. Diakses pada 24 Februari 2021

https://nasional,kompas,com/read/2010/12/21/11575989/kekerasan-pada-anak Diakses Pada

24 Februari 2021

http://Rusmilawati.wordpress.com/2010/01/25/perlindungan-anak-berdasarkan-undang-

undang-di-Indonesia-dan-beijing-rules-oleh-Rusmilawati-Windarish-mh/. Diakses tanggal 13

26
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-

undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

juni 2012. Pukul 19.20 WIBKartini Kartono. 1992. Peranan keluarga Memandu Anak.

Rajawali, Jakarta.

https://qmc.binus.ac.id/2014/10/28/in-depth-interview-wawancara-mendalam

Keputusan Presiden Nomor 32 tahun 1990 Tentang Hak-hak Anak

Komisi Perlndungan anak, 2011, mengugat peran Negara, Pemerintah, Masyarakat dan

orangtua dalam menjaga dan melindungi anak,

http://komnaspa.wordpess.com/2011/12/21/catatan-akhir-tahun-2011-komisi-nasional-

perlindungan-anak. Diakses tanggal 31 Maret 2012.pukul 18.35

Nashriana, 2011, Perlindungan Hukum Pidana bagi Anak di Indonesia, Jakarta: Rajawali

Pers

Poerwadarminta, W.J.S,1991, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Bandung: Citra Adiya

Bhakti.

Pinanditha, Vidya. 2020 “2020 Kekerasan Pada Anak tak

Menurun” https://lokadata.id/artikel/2020-kekerasan-pada-anak-tak-menurun. Diakses pada

24 Februari 2021

Singgih D. Gunarsa. 2000. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Gunung Mulia,

Jakarta.

Soemitro, Irma Setyowati, 1990, Aspek Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, Bumi Aksara

Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 Tentang Kesejahteraan.

27
Undang –Undang No. 23 tahun 2002. Perlidungan Anak. Citra Umbara, Bandung.

Undang – Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Rusmilawati, 2010, perlindungan anak berdasarkan Undang-undang di Indonesia dan

beinjing,

Serafina Shinta Dewi,2011,Perlindungan Hak- Hak Anak Pelaku Kejahatan Dalam Proses

Perdilan Pidana, http://www.kumham-jogja.info/karya-ilmiah/37-karya-ilmiah-lainnya//2057-

perlindungan-hak-hak-anak-pelaku-kejahatan-dalam-proses-peradilan-pidana.Diakses tanggal

15 Maret 2012. Pukul 11.05WIB.

www.kumham-jogja.info/karya-ilmiah/37-karya-ilmiah-lainnya/801-perlindungan-atas-hak-

anak-dalam-undang-uandang-nomor-23-tahun2002 Diakses pada Tanggal 14 Maret 2016

Pinanditha, Vidya. 2020 “2020 Kekerasan Pada Anak tak

Menurun” https://lokadata.id/artikel/2020-kekerasan-pada-anak-tak-menurun. Diakses pada

24 Februari 2021

28

Anda mungkin juga menyukai