Anda di halaman 1dari 6

TUGAS INDIVIDU

RANGKUMAN UU PERLINDUNGAN ANAK


Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Anak
Dosen Pengampu Ns.Erni Suprapti,M.Kep

Disusun Oleh :
Lukita Ayu Fitriani
20101440120056
2B

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


STIKES KESDAM IV/DIPONEGORO SEMARANG
2022
RANGKUMAN UU PERLINDUNGAN ANAK
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014
menegaskan bahwa pertanggungjawaban orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan
negara merupakan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi
terlindunginya hak-hak anak. Rangkaian kegiatan tersebut harus berkelanjutan dan terarah
guna menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak, baik fisik, mental, spiritual, maupun
sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak yang
diharapkan nantinya sebagai penerus bangsa. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas:
1. Asas Nondiskriminasi
Asas nondiskriminasi adalah asas yang tidak membedakan, membatasi, atau
mengucilkan anak, baik secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan
agama, suku, ras, status sosial, status ekonomi, budaya, ataupun jenis kelamin
yang dapat memengaruhi pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak.
2. Asas Kepentingan yang Terbaik bagi Anak
Asas demi kepentingan terbaik anak adalah asas yang menekankan bahwa
dalam semua tindakan yang berkaitan dengan anak yang dilakukan oleh
pemerintah, masyarakat, ataupun badan legislatif dan yudikatif, kepentingan
yang terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama.
3. Asas Hak untu Hidup, Kelangsungan Hidup, dan Perkembangan
Asas yang mendasarkan pada hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan
perkembangan adalah asas yang menekankan bahwa setiap anak mempunyai
hak untuk hidup dengan aman, tenteram, damai, bahagia, sejahtera lahir dan
batin, serta berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan
berkembang secara layak, dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak
bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral, dan sosial anak yang harus
dipenuhi oleh pihak-pihak yang disebutkan oleh UUPA memiliki kewajiban
dan tanggung jawab untuk itu, yaitu orang tua, masyarakat, dan pemerintah.
4. Asas Penghargaan terhadap Pandangan/Pendapat Anak
Asas penghargaan terhadap pandangan/pendapat anak adalah asas yang
memberikan hak kepada anak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal
yang memengaruhi anak, meliputi:
 Hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas
pendapatnya
 Hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta untuk
mengeskpresikan;
 Hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk bergabung; dan
Instrumen Hukum Perlindungan Anak 26 Hukum Perlidungan Anak Di
Indonesia
 Hak untuk memperoleh informasi yang layak dan terlindung dari
informasi yang tidak sehat.
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

Menurut Pasal 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 bahwa:


"Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera."
Pasal 4
Pada prinsipnya setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan
berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 5
Hak atas suatu nama sebagai identitas dan status kewarganegaraan
Pasal 6
dan hak untuk beribadah, berpikir, dan berekspresi
Pasal 8
Di bidang kesehatan, anak-anak mendapatkan hak pelayanan kesehatan dan jaminan sosial
Pasal 9 ayat (1) dan (2)
Kemudian, di bidang pendidikan, anak-anak mempunyai hak memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka mengembangkan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai
dengan minat dan bakatnya, termasuk anak cacat dan anak dengan keunggulan.
Pasal 10
Anak juga memiliki hak untuk menyatakan dan didengar pendapatnya, serta menerima,
mencari, dan memberikan informasi demi pengembangan diri sesuai nilai-nilai kesusilaan
dan kepatutan.
Pasal 11
Selain itu, anak juga mempunyai hak untuk istirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul,
bermain, dan berekreasi

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 menambahkan satu ayat dalam Pasal 9


tentang hak anak untuk mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan
seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta
didik, dan/atau pihak lain.
Pasal 13
Setiap anak selama pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain mana pun yang
bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan
diskriminasi, eksploitasi (ekonomi dan seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.
Melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 terdapat penambahan pasal
Pasal 14 ayat (1) dan (2)
yang mengatur bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri,
kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu
adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir.
Selanjutnya, diatur bahwa apabila terjadi pemisahan atau perceraian orang tua, anak tetap
berhak untuk bertemu langsung dan berhubungan pribadi secara tetap dengan kedua orang
tuanya, dan berhak atas pemenuhan hak-hak lainnya.
Pasal 15
Anak juga berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan kegiatan
politik, sengketa bersenjata, kerusuhan sosial, serta peristiwa yang mengandung unsur
kekerasan dan perang

Selanjutnya, peran masyarakat dan unsur masyarakat dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 dijelaskan menjadi lebih terperinci yang meliputi organisasi kemasyarakatan,
akademisi, dan pemerhati anak. Keluarga dan orang tua (Pasal 26) juga memiliki kewajiban
dan tanggung jawab dalam memberikan perlindungan terhadap anak, termasuk mencegah
terjadinya perkawinan pada usia anak. Persoalan tentang identitas anak dan pengangkatan
anak juga mengalami penambahan di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 melalui
Pasal 27, 28, 33, 38, dan 39—41.
Di antara Pasal 76 dan Paal 77 dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 telah
disisipkan 10 Pasal (Pasal 76A-76J) yang berisi larangan tentang memperlakukan anak secara
diskriminatif; menempatkan atau membiarkan anak did alam situasi kekerasan; perlakuan
salah dan penelantaran; eksploitasi; melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian
kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan
cabul; menempatkan,membiarkan,melakukan,menyuruh, melakukan, atau turut serta dalam
perdagangan anak; dilarang menghalang halangi anak untuk menikmati budayanya sendiri’
dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer; dilarang melakukan
eksploitasi secara ekonomi dan/atau terhadap anak; dilaranng dengan sengaja melibatkan
anak dalam penyalahgunaan serta produksi dan distribusi narkotika dan/atau psikotropika.
Pelanggaran atas larangan dalam pasal-pasal tersebut di atas akan dikenai sanksi. Apabila
melakukan diskriminasi (Pasal 76A), akan dikenai hukuman penjara paling lama 5 tahun
dan/atau denda 100 juta rupiah (Pasal 77).
Dengan persetujuan :
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN ANAK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan :


1. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas)
tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
2. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.
3. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami
istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam
garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
4. Orang tua adalah ayah dan/atau ibu kandung, atau ayah dan/atau ibu tiri, atau ayah
dan/atau ibu angkat.
5. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh
sebagai orang tua terhadap anak.
6. Anak terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik,
mental, spiritual, maupun sosial.
7. Anak yang menyandang cacat adalah anak yang mengalami hambatan fisik dan/atau
mental sehingga mengganggupertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
8. Anak yang memiliki keunggulan adalah anak yang mempunyai kecerdasan luar biasa, atau
memiliki potensi dan/atau bakat istimewa.
9. Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang
tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan
membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan
putusan atau penetapan pengadilan.
10. Anak asuh adalah anak yang diasuh oleh seseorang atau lembaga, untuk diberikan
bimbingan, pemeliharaan, perawatan, pendidikan, dan kesehatan, karena orang tuanya atau
salah satu orang tuanya tidak mampu menjamin tumbuh kembang anak secara wajar.
11. Kuasa asuh adalah kekuasaan orang tua untuk mengasuh, mendidik, memelihara,
membina, melindungi, dan menumbuhkembangkan anak sesuai dengan agama yang
dianutnya dan kemampuan, bakat, serta minatnya.
12. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan
dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.
13. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan organisasi sosial dan/atau
organisasi kemasyarakatan.
14. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam
bidangnya.
15. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi
darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak
yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan
baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah
dan penelantaran.

DAFTAR PUSTAKA

Saraswati, R. (2015). Hukum perlindungan anak di Indonesia (No. 2). PT. Citra Aditya Bakti.
https://jdihn.go.id/files/4/2002uu023

Anda mungkin juga menyukai