PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-
hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan hak
asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945, 1 dari sisi
kehidupan berbangsa dan bernegara anak adalah masa depan bangsa dan generasi
penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
telah diletakkan oleh generasi sebelumnya dan agar setiap anak mampu memikul
untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun
sosial.2
diperoleh anak terhadap orang tuanya sejak anak dilahirkan didunia yang
hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and
freedoms of children ) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan
kesejahteraan anak.3
ini tidak akan pernah berhenti karena disamping merupakan masalah universal
Anak sebagai mahkluk Tuhan yang Maha Esa memiliki hak asasi
sebagaimana manusia lainnya, sehingga tidak ada manusia ataupun pihak
lain yang boleh merampas hak tersebut. Dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita
bangsa sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan
berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak
kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.4
terhadap anak, sebagai wujud kepedulian akan generasi bangsa. Anak adalah
karunia Tuhan yang harus dihargai dengan melindungi dan membimbing anak
perhatian terhadap anak seringkali terabaikan oleh orang dewasa, dianggap sepele
atau sebelah mata karena yang dihadapi hanya seorang anak kecil. Padahal
depannya kelak.
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya
manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa di masa
yang akan datang, yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat
3
Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak (Bandung : Mandar Maju,2009), hlm. 1
4
Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin
Anak adalah tunas, potensi dan generasi penerus cita-cita bangsa, memiliki
peran strategis dalam menjamin eksistensi bangsa dan negara dimasa
mendatang. Agar kelak anak mampu memikul tanggung jawab itu, maka
anak perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal, baik fisik, mental, sosial, maupun spiritual.
Anak perlu mendapatkan hak-haknya, perlu dilindungi dan
disejahterakan. Seperti tertulis dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.5
secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
5
Lihat Pasal 4 Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
6
Lihat Pasal 13 ayat (1) Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak
7
Hardius Usman dan Nachorowi Djalal Nachrowi, Pekerja Anak di Indonesia : Kondisi,
Determinan dan Eksploitasi, (Jakarta: Grasindo, 2004), hlm. 1
Setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab, maka ia perlu
optimal, baik fisik, mental maupun social dan berakhlak mulia, perlu dilakukan
tanpa diskriminasi.
dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia, malah seorang anak yang
masih dalam kandungan ibunya dapat dianggap sebagai pembawa hak. 8 Orang
tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara
hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum.
terarah.
baik fisik, mental, spiritual maupun sosial. Tindakan ini dimaksudkan untuk
bangsa yang potensial, tangguh, memiliki nasionalisme yang dijiwai oleh akhlak
8
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1989), hlm. 117
mulia dan nilai Pancasila, serta berkemauan keras menjaga kesatuan dan
tolak ukur peradaban bangsa tersebut, karenanya wajib diusahakan sesuai dengan
tindakan hukum yang berakibat hukum.9 Oleh karena itu, perlu adanya jaminan
hukum bagi kegiatan perlindungan anak. Kepastian hukum perlu diusahakan demi
perlindungan anak.10
tangga, hal ini akibat dari orang tua yang tidak melaksanakan kewajiban dan
tersebut malah membuang anak tersebut ketika si ibu baru saja melahirkan
anaknya. Anak yang tidak memiliki dosa tersebut lahir kedunia ini bukan
9
Bismar Siregar, Abdul Hakim Garuda Nusantara, Suwanti Sisworahardjo, Arif Gosita,
Hukum dan Hak-Hak Anak, (Jakarta: C.V. Rajawali, 1986), hlm. 23.
10
Arief Gosita, Masalah Korban Kejahatan, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1993), hlm.
222.
mendapatkan kasih sayang seperti anak-anak lainnya malahan anak tersebut
mengalami penderitaan dan berjuang hidup tanpa kasih sayang orang tuanya.
Kasus penelantaran anak yang terjadi bukanlah persoalan baru, hanya saja
pemerintah, lembaga hukum, dan pemberitaan media masa. Orang tua tidak sadar
penelantaran adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua terhadap
anak. Anak yang kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya
perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah penyesuaian diri pada
masa yang akan datang. Penelantaran anak tidak hanya merugikan si anak saja,
tetapi orang tua juga harus menanggung resiko atas perbuatannya yaitu hukuman
penelantarana anak yang dilakukan pada hari minggu tanggal 26 Juli 2015 yang
bertempat di kebun milik saksi Nur Indriyati yang beralamat di Kp. Pucabsawit
Rt.04 Rw.01, Kec.Jebres, Kota Surakarta atau setidak-tidaknya pada suatu tempat
tersebut ditemukan orang dan terdakwa ingin melepaskan dirinya dari tanggung
Pidana Terhadap Tindak Pidana Penelantaran Anak Oleh Orang Tua (Studi
B. Perumusan Masalah
beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini. Adapun
penelantaran anak?
141/Pid.Sus/2015/PN.Skt?
C. Tujuan Penulisan
penelantaran anak.
2. Untuk mengetahui pertanggungjawaban hukum pidana terhadap
D. Manfaat Penulisan
anak. Kiranya skripsi ini juga mampu memenuhi hasrat keingintahuan para
luas.
2. Secara parktis, manfaat dari skripsi ini dapat memberikan informasi hukum
orang tua.
E. Keaslian Penulisan
141/Pid.Sus/2015/PN.Skt).”
dalam rangka membuktikan bahwa judul skripsi tersebut belum ada atau belum
Penulis skripsi ini juga menelusuri berbagai judul karya ilmiah melalui
media internet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada
penulis lain yang pernah mengangkat topik dengan perumusan masalah yang sama
dengan penulis. Sekalipun ada, hal itu adalah diluar sepengetahuan dan tentu saja
dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran penulis yang didasarkan
pada pengertian-pengertian, teori-teori, dan aturan hukum yang diperoleh melalui
referensi media cetak maupun media elektronik. Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
F. Tinjauan Kepustakaan
kata strafbar feit), yang juga sering disebut delik (berasal dari kata delict).
pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Jadi, perbuatan (feit)
yang sering juga disebut dengan perbuatan materil (materiil feit), Kedua,
disyaratkan adanya gerakan nyata dari tubuh atau bagain dari tubuh orang,
kaki. Hukum pidana yang mengatur tentang itu disebut dengan tindak pidana
positif atau tindak pidana aktif. Sementara itu, perbuatan pasif sesungguhnya
berarti
11
Adam Chazawi., Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan &
Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 4-5
tidak melakukan perbuatan secara fisik, dimana hal tersebut justru melanggar
304), maka sebenarnya yang demikian itu telah berbuat pasif. Oleh karena itu, dia
dijatuhi pidana.12
Tindak pidana juga disebut dengan strafbar feit. Tentang hukum pidana ini
sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang
mempergunakan istilah peristiwa pidana, atau tindak pidana, atau
perbuatan pidana. Menurut Vos, pengertian dari istilah strafbar feit adalah
suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-
undangan, jadi, suatu kelakuan yang pada umumnya dilarang dengan
ancaman pidana.13
kelompok yakni:14
12
Ibid, hlm. 5
13
Bambang Poemomo., Asas-Asas Hukum Pidana, (Yogyakarta: Ghalia Indonesia, 1982),
hlm. 90.
14
Ibid, hlm. 91
15
Ibid. hlm. 91
1) Defenisi pendek memberikan pengertian “strafbar feit” adalah suatu kejadian
feit” adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubungan dilakukan dengan
bahwa pastilah untuk setiap delik yang dapat dipidana harus berdasarkan undang-
undang yang dibuat oleh pembentuk undang-undang dan pendapat umum tidak
secara tegas di dalam setiap delik, atau unsur-unsur yang tersembunyi secara
membuktikan unsur-unsur delik tersebut akan banyak persoalan, untuk setiap kali
harus dibuktikan yang merupakan beban yang berat bagi penuntut umum.
Elemen yang terdapat di dalam strafbar feit oleh Vos, telah ditunjuk
pendapat dari Simons yang menyatakan, “suatu perbuatan feit adalah perbuatan
yang melawan hukum dengan kesalahan yang dilakukan oleh oarang yang dapat
“schuld” (kesalahan).16
16
Ibid, hlm. 92.
Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum
a. Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau
17
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT. Citra Adya
Bakti, 1997), hlm. 193
18
Ibid., hlm 193-194
19
Ibid., hlm 194
20
Waludi, Hukum Pidana Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2003), hlm.211.
2. Kesalahan
3. Bersifat melawan hukum (dari tindakan)
4. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-
undang/perundang-undangan dan terhadap pelanggarnya diancam
dengan pidana;
5. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya).
2. Pengertian Anak
Secara umum dikatakan bahwa anak adalah seorang yang dilahirkan dari
perkawinan antara seorang perempuan dan sorang laki-laki, terlepas anak itu
hukum meliputi pengertian kedudukan anak dari pandangan sistem hukum, atau
disebut kedudukan dalam arti khusus sebagai subjek hukum. Kedudukan anak
dalam lingkungan hukum adalah sebagai subjek hukum, ditentukan dari bentuk
dan sistem hukum terhadap anak sebagai kelompok masyarakat yang berada di
dalam status hukum dan tergolong tidak mampu atau di bawah umur.
Menurut KUHP penngertian anak tidak ada dijelaskan secara tertulis tapi
pengertian anak ada disebutkan secara tersirat yaitu dalam Pasal 293 ayat (1) ada
disebutkan seseorang yang belum dewasa. Dan menurut R. Soesilo dalam KUHP
21
C.S.T.Kansil. op.cit., hlm. 276.
yaitu dalam pasal 292 KUHP yaitu Dewasa adalah yang telah berumur 21 tahun
atau belum umur 21 tahun, akan tetapi sudah atau sudah pernah kawin.
Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak
sebagai manusia seutuhnya. Anaka adalah tunas, potensi dan generasi muda
penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai cirri
dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi banhsa dan negara pada
masa depan.
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, “Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.
menurut Pasal 1 ayat (26) menyebutkan bahwa Anak adalah setiap orang yang
Anak menurut pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang
belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. Akan
tetapi walaupaun seseorang belum genap berusia 21 tahun, namun apabila dia
sudah pernah kawin maka dia tidak lagi berstatus anak, melainkan orang yang
sudah dewasa.22
22
Abu Huraerah, Kekerasan terhadap Anak, (Bandung; Nuansa,2006), hlm. 14.
pasal 1 bagian 1 menentukan : seorang anak adalah setiap manusia yang berusia
Manusia menurut Pasal 1 ayat (5) bahwa yang dimaksud dengan anak adalah
setiap manusia yang berusia di bawah delapan belas tahun dan belum menikah,
termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi
kepentingannya.
Anak dalam pemaknaan yang umum mendapat perhatian tidak saja dalam
bidang ilmu pengetahuan (the body of knowledge) tetapi dapat ditelaah dari sisi
Anak adalah generasi penerus yang akan datang. Baik buruknya masa
sepan bangsa tergantung pula pada baik buruknya kondisi anak saat ini. Berkaitan
hal tersebut, maka perlakuan terhadap anak dengan cara yang baik adalah
kewajiban kita bersama, agar ia bias tumbuh berkembang dengan baik dan dapat
maka dapat disimpulkan secara umum batas anak-anak adalah seseorang yang
jiwa seseorang tidak hanya ditentukan oleh usia tetapi juga ditentukan oleh
23
Maulana Hassan Wadong, Pengantar Advokasi Dan Hukum Perlindungan Anak,
(Jakarta: Grasindo), hlm. 1
tetapi bertingkahlaku seperti anak-anak. Begitu juga sebaliknuya oleh karena itu
Penelantaran berasal berasal dari kata lantar yang memilki arti tidak
jawab seseorang dalam rumah tangga yang menurut hukum seseorang itu telah
memperoleh makan, tidak mendapatkan tempat tinggal yang layak, dan pakaian
yang layak untuk melindunginya dari berbagai penyakit dan bahaya, maka insiden
24
W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, hlm 564
25
Muchsin, Dalam Varia Peradilan No. 303 edisi Pebruari 2011, (Jakarta: IKAHI,2011),
hlm. 18
26
Bagong Suyanto.Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana,2010), hlm 215
memiliki salah satu orang tua atau kedua orang tuanya. Tetapi, terlantar disini
juga dalam pengertian ketika hak-hak anak untuk tumbuh kembang secara wajar,
untuk memperoleh pendidikan yang layak, dan untuk memperoleh kesahatan yang
4. Pengertian Orangtua
Orang tua adalah ayah dan/atau ibu seorang anak, baik melalui hubungan
biologis maupun sosial. Umumnya, orang tua memiliki peranan yang sangat
penting dalam membesarkan anak, dan panggilan ibu/ayah dapat diberikan untuk
perempuan/pria yang bukan orang tua kandung (biologis) dari seseorang yang
mengisi peranan ini. Contohnya adalah pada orang tua angkat (karena adopsi)
atau ibu tiri (istri ayah biologis anak) dan ayah tiri (suami ibu biologis anak).28
Orang tua angkat adalah pria dan wanita yang menjadi ayah dan ibu
orang tua asuh adalah orang yang membiayai (sekolah dan sebagainya) anak yang
bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam
kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu.Jika menurut Hurlock, orang
tua merupakan orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam
27
Ibid., hlm 213
28
https://id.wikipedia.org/wiki/Orang_tua diakses pada tanggal 6 Maret 2016 pukul 11.22
WIB
29
http://kbbi.web.id/orang diakses pada tanggal 6 Maret 2016 pukul 11.33 WIB
dan pengarahan pada anak akan berbeda pada masing-masing orang tua kerena
setiap keluarga memiliki kondisi-kondisi tertentu yang berbeda corak dan sifatnya
G. Metode Penelitian
yang dipergunakan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, yang akhirnya
bertujuan mencapai keilmiahan dari penulisan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi
1. Jenis Penelitian
Penelitian dapat ditinjau dari berbagai macam sudut, maka hasilnya adalah
30
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 51-52
31
Ibid.
metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bagian pustaka
atau data sekunder. Penelitian hukum normatif disebut juga sebagai penelitian
kepustakaan atau studi dokumen. Penelitian hukum normatif disebut juga sebagai
penelitian hukum doktriner karena penelitian ini dilakukan atau ditujukan hanya
pada peraturan-peraturan yang tertulis atau badan hukum yang lain. Penelitian
hukum ini disebut juga sebagai penelitian kepustakaan atau studi dokumen
disebabkan karena penelitian ini lebih banyak dilakukan terhadap data yang
pustaka. Data yang diperoleh langsung dari masyarakat dinamakan data primer
atau data dasar. Sedangkan data yang diperoleh daru pustaka dinamakan data
sekunder.33
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder. Data
32
Ibid,
33
Ibid.
sterusnya.34
Pengumpulan data dari penulisan skripsi ini dilakukan melalui teknik studi
pustaka (literature research) dan juga melalui bantuan media elektronik, yaitu
34
Ibid, hlm. 52
35
Ibid
biasanya penyajian data dilakukan sekaligus dengan analisanya 36. Metode analisis
permasalahan.
H. Sistematika Penulisan
agar terciptanya karya ilmiah yang baik. Maka dari itu, penulis membagi skripsi
ini dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari
skripsi ini bersifat berkesinambungan antara bab yang satu dengan bab yang
lainnya.
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
36
Ibid, hlm. 69
Sistematika Penulisan.
pengaturan perundang-undangan.
BAB IV : PENUTUP