Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SISTEM PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA

Dosen pengampu :
Siti Nur Hanifah, S.Tr.Keb., M.KM.

Disusun oleh :
kelompok 2 semester 4C
1. Mahrus Ali Mukhtar (2276610067)
2. Neira Farinca Aprillita (2276610073)
3. Nur Hafalah (2276610075)
4. Robiah Al-Adawiyah (2276610081)
5. Siti Rohiliyah (2276610089)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BHAKTI

AL-QODIRI - JEMBER

2024/2025
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
berkah, rahmat, karunia dan ridhonya, makalah ini disusun sebagai salah satu bentuk
pertanggung jawaban atas tugas yang diberikan oleh dosen Keperawatan Anak l, Siti
Nur Hanifah, S.Tr.Keb., M.KM.

Kami dari kelompok 2 semester 4 kelas C mengharapkan agar makalah ini


dapat memenuhi fungsinya sebagai hasil tugas mata kuliah Keperawatan Anak l.
Kami menyadari pula bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat kontruktif dari Ibu dosen dan para pembaca sangat
diharapkan, guna perbaikan dan penyempurnaan tugas makalah ini. Kami tak lupa
menyampaikan permohonan maaf jika dalam penulisan makalah ini terdapat
kekeliruan dan kekurangan. Demikian dan terima kasih.

Jember, 04 April 2024

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
.........................................................................................................................................
i

DAFTAR ISI
.........................................................................................................................................
ii

BAB I PENDAHULUAN
.........................................................................................................................................
1

1.1 Latar Belakang


.........................................................................................................................................
1

1.2 Rumusan Masalah


.........................................................................................................................................
1

1.3 Tujuan
.........................................................................................................................................
2

BAB II PEMBAHASAN
.........................................................................................................................................
3

2.1 Perlindungan Anak


.........................................................................................................................................
3

2.2 Pengertian Dari Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia


.........................................................................................................................................
5

2.3 Kedudukan Anak Di Indonesia


.........................................................................................................................................
7
2.4 Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat Sebagai Pendekatan Berbasis Sistem
.........................................................................................................................................
8

2.5 Sistem Pemberian Pelayanan Kesejahteraan Perlindungan Anak di Indonesia


.........................................................................................................................................
9

2.6 Standar Pelayanan Lembaga Pengasuhan Anak


.........................................................................................................................................
11

BAB III PENUTUP


13

3.1 Kesimpulan
.........................................................................................................................................
13

3.2 Saran
.........................................................................................................................................
13

DAFTAR PUSTAKA
.........................................................................................................................................
14

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Indonesia salah satu masalah besar yang marak diperbincangkan adalah
tindak kriminal terhadap anak. Mulai dari kekerasan, pembunuhan, penganiayaan dan
bentuk tindakan kriminal lainnya yang berpengaruh negatif bagi kejiwaan anak.
Seharusnya seorang anak diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih
sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu. Hal ini terjadi karena Banyak orangtua
menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar. Mereka beranggapan
kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak.

Dalam menyiapkan generasi penerus bangsa anak merupakan aset utama.


Tumbuh kembang anak sejak dini adalah tanggung jawab keluarga, masyarakat dan
negara. Namun dalam proses tumbuh kembang anak banyak dipengaruhi oleh
berbagai factor baik biologis, psikis, sosial, ekonomi maupun kultural yang
menyebabkan tidak terpenuhinya hak– hak anak.

Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi anak telah disahkan Undang-


Undang(UU) Perlindungan Anak yaitu UU No. 23 Tahun 2002 yang bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak–hak anak agar anak dapat hidup, tumbuh berkembang
dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta
mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas berakhlak mulia dan sejahtera.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Perlindungan Anak ?


2. Apa pengertian dari Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia ?
3. Apa Kedudukan Anak Di Indonesia ?
4. Apa saja Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat Sebagai Pendekatan Berbasis
Sistem ?

1
5. Apa saja Sistem Pemberian Pelayanan Kesejahteraan Perlindungan Anak di
Indonesia?
6. Apa Standar Lembaga Pelayanan Pengasuhan Anak ?
1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Perlindungan Anak.


2. Untuk mengetahui pengertian dari Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia.
3. Untuk mengetahui kedudukan Anak Di Indonesia.
4. Untuk mengetahui Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat Sebagai Pendekatan
Berbasis Sistem
5. Untuk mengetahui Sistem Pemberian Pelayanan Kesejahteraan Perlindungan Anak
di Indonesia.
6. Untuk mengetahui Standar Lembaga Pelayanan Pengasuhan Anak.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Perlindungan Anak

Di Indonesia, Perlindungan Anak diatur dalam Undang Undang Nomor


23Tahun 2002 yaitu segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-
haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi.

Pasal 13 (1) Undang– undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
disebutkan setiap anak selama dalam pengasuhan orangtua, wali atau pihak lain yang
bertanggung jawab atas pengasuhan.

Selanjutnya dalam Pasal 11 UU No. 23 tahun 2002 disebutkan pula bahwa


setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan
anak sebaya, bermain, berekreasi sesuai dengan minat, bakat dan tingkat
kecerdasannya demi pengembangan diri. Anak adalah pemimpin masa depan
siapapun yang berbicara tentang masa yang akan datang, harus berbicara tentang
anak-anak.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,Keppres


Nomor 87 Tahun 2002 tentang rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi
Seksual Komersial Anak, Keppres Nomor 88 tahun 2002 tentang rencana aksi
nasional penghapusan perdagangan perempuan dan anak, danUndang-Undang Nomor
21 tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang.

Sedangkan Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada


anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak darikelompok
minoritas dan terisolasi, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza),anak korban penculikan,
penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang
menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.

a. Asas dan Tujuan Perlindungan Anak

Penyelenggaraan perlindungan anak berazaskan Pancasila dan berlandaskan


Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945serta prinsip-prinsip
dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi: non diskriminasi ; kepentingan yang terbaik
bagi anak; hak untuk hidup, kelangsungan hidup,dan perkembangan; dan
penghargaan terhadap pendapat anak. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Sejalan dengan tujuan tersebut, maka
hakekat perlindungan anak Indonesia adalah perlindungan keberlanjutan, karena
merekalah yang akan mengambil alih peran dan perjuangan mewujudkan cita-cita dan
tujuan bangsa Indonesia. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orangtua
berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.

b. Penelantaran Dan Penyalahgunaan Anak

Penelantaran anak dapat didefinisikan sebagai kelalaian dalam pengasuhanoleh


orang yang bertanggung jawab (misalnya, orangtua atau pengasuh lainnya),yang
mengakibatkan kerugians ignifikan atau risiko bahaya yang signifikan terhadap anak
dan remaja (Dubowitz, 2000). Penelantaran lebih lanjut dapat didefinisikan sebagai
kegagalan untuk memenuhi kebutuhan dasar anak-anak dalam perawatan fisik,
pengawasan, dan perlindungan, pemeliharaan, pendidikan, dan kesehatan.

Kekerasan fisik dapat di definisikan sebagai suatu tindakan yang ditimbulkan


oleh orang yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak atau remaja itu, yang
mengakibatkan cedera fisik yang signifikan atau risiko cedera tersebut (Dubowitz,
2000). Contoh tindakan yang ditimbulkan termasuk meninju, memukul, menendang,
menggigit, mengguncangkan, melempar,menusuk, mencekik, membakar, atau
memukul dengan tangan, tongkat, tali, atau benda lain (Goldman Salus, 2003).

Pelecehan seksual dapat didefinisikan sebagai tindakan seksual tanpa


kesepakatan, motivasi perilaku seksual yang melibatkan anak dan remaja, atau
eksploitasi seksual terhadap anak (Berliner, 2000) oleh orang yang bertanggung
jawab atas pengasuhan anak.

Pelecehan seksual anak termasuk perilaku yang lebih luas, seperti oral, anal penetrasi
penis, atau alat kelamin, digital anal atau genital atau penetrasi lain, kontak kelamin
dengan non intrusi, cumbuan payudara anak atau pantat, penampilan senonoh,
supervisi yang tidak memadai atau tidak dari kegiatan sukarela seksual anak, dan
penggunaan anak atau remaja dalam prostitusi, pornografi, kejahatan internet, atau
kegiatan seksual eksploitatif lainnya (Goldman & Salus, 2003).

Penganiayaan psikologis dapat didefinisikan sebagai pola berulang dari perilaku


atau kejadian ekstrim oleh orang yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak yang
menyampaikan kepada anak bahwa ia tidak berharga,cacat, tidak dicintai, tidak
diinginkan, terancam, atau hanya bernilai jika menemukan orang lain yang
membutuhkan, oleh orang yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak
(Masyarakat profesional Amerika tentang Penyalahgunaan Anak, 1995).
Penganiayaan psikologis meliputi baik tindakan pelecehan terhadap anak atau remaja
dan kelalaian dalam pengasuhan. Bentuk penganiayaan psikologis termasuk
penolakan secara angkuh (misalnya, perilaku bermusuhan menolak dan
merendahkan); teror (misalnya, ancaman untuk menyakiti anak atau seseorang yang
penting untuk anak), mengeksploitasi atau merusak (misalnya, mendorong anak atau
remaja untuk berpartisipasi dalam merusak diri sendiri atau perilaku kriminal);
menyangkal respon emosional (misalnya, mengabaikan atau gagal untuk
mengekspresikan kasih sayang), dan mengisolasi (misalnya, membatasi anak
mendapatkan pengalaman sesuai dengan tahapan perkembangan) (Brassard & Hart,
2000).

2.2 Pengertian Dari Sistem Perlindungan Anak Di Indonesia

Indonesia menghadapi masalah serius terkait dengan hak dan kesejahteraan


anak-anak. Hampir setengah dari anak-anak Indonesia berusia antara 13 dan 18 tahun
putus sekolah; hampir tiga juta anak terlibat dalam perburuhan anak berpotensi
berbahaya, dan sekitar 2,5 juta anak Indonesia menjadi korban kekerasan setiap
tahun. Lebih dari 80%anak-anak sedang menjalani proses peradilan berakhir di
belakang bar dan jumlah yang lebih besar adalah tanpa bantuan hukum. Statistik ini
menggaris bawahi kebutuhan untuk mengintensifkan dan memperkuat upaya saat ini
untuk meningkatkan perlindungan anak di Indonesia. 2008 review dari Pemerintah
Program Negara Indonesia dan UNICEF Kerjasama menyoroti hubungan antara
kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan anak dan pengembangan ekonomi
nasional yang adil dan berkelanjutan.

Negara Indonesia, saat ini sedang mengembangkan kesejahteraan anak dan


keluarga yang fokus pada sistem untuk pencegahan dan merespon semua bentuk–
bentuk kekerasan pada anak. Hal ini merupakan refleski pada pendekatan baru pada
upaya perlindungan anak secara internasional. Kendati negara Indonesia telah
mengembangkan sebuah kerangka kerja progresif untuk hak-hak anak, hanya saja
dalam pelaksanaannya kurang mampu berkembang untuk perlindungan anak. Disisi
lain, belum ada mandat secara jelas bagi sebuah lembaga untuk mengelola pelayanan
pencegahan dan merespon masalah-masalah anak terkait dengan kewenangan dan
akuntabilitas untuk melindungi secara legal dan efektif.

Pendekatan dalam penyediaan layanan perlindungan anak berbasis sistem


mulai dikembangkan berbeda dengan pendekatan tradisional yang dijalankan saat ini.
Dimana, dalam pendekatan tradisional dilakukan berdasarkan respon yang berbasis
kesejahteraan, lebih dipimpin oleh NGOs, berorientasi pada kedaruratan, berbasis
pada issu (seperti perdagangan anak; peradilan anak), bekerja berdasarkan jaringan
dan bukan sistem; dan hanya terfokus pada kelompok anak yang termarjinalkan dan
rentan, serta layanan perlindungan anak lebih mengedepankan pada respon atau
gejala saja.

Upaya untuk mengadopsi pendekatan "membangun sistem" ini merupakan


upaya untuk mengkerangkakan kembali sebuah pendekatan pada anak yang
membutuhkan atau beresiko, memikirkan kembali bagaimana membangun strategi
untuk perlindungan anak. mendifinisikan apa itu persekutuan/kemitraan, bagaimana
peran, tanggung jawab, serta memprogramkan kembali intervensi dari masing masing
stakeholder diperlindungan anak.

Orangtua, keluarga dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan


memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh
hukum. Demikian pula dalam rangka penyelenggaraaan perlindungan anak, negara
dan pemerintah juga bertanggung jawab untuk menyediakan fasilitas dan aksesibilitas
bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara
optimal. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak
dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 tahun.

Komponen yang saling terkait antara lain adalah kerangka hukum dan
kebijakan yang kuat untuk PA, tersedianya anggaran yang memadai, koordinasi multi
sektoral, sistem layanan pencegahan yang ramah anak dan responsif, tenaga kerja PA
yang profesional, pengawasan dan regulasi, serta data dan informasi yang kuat
tentang isu isu PA. Dalam sistem perlindungan anak meliputi:

6
a. Pencegahan terhadap kekerasan, penelantaran, perlakukan salah dan eksploitasi
yang direspon secara efektif ketika hal tersebut muncul serta menyediakan. layanan
yang dibutuhkan, rehabilitasi dan kompensasi terhadap para korban

b. Memperoleh pengetahuan tentang akar penyebab kegagalan pada perlindungan


anak dan sejauh mana mengetahui tentang kekerasan, penelantaran, eksploitasi dan
perlakukan salah terhadap anak disemua kondisi.

c. Mengembangkan kebijakan dan regulasi, yang mempengaruhi untuk tindakan.


pencegahan dan penanganan, dan bagiamana memastikan perkembangannya.

d. Mendorong partisipasi anak baik laki dan perempuan, orang tua, wali dan
masyarakat, international dan nasional NGO serta masyarakat sipil. Indonesia
merupakan salah satu negara yang mencantumkan anak dalam konstitusinya. Hal ini
merupakan tongak sejarah perjuangan untuk memajukan penyelenggaraan
perlindungan anak.

2.3 Kedudukan Anak Di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Anak mengatakan


bahwa, anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam/sebagai akibat perkawinan
yang sah. Masuk kepada substansi tentang nilai anak, ada beberapa substansi
mengenai nilai anak di Indonesia, antara lain:

a. Nilai anak dalam hubungannya dengan kebudayaan;

Sangat menentukan dan terkait dengan apakah anak itu semata-mata sebagai
pewaris. penerus nama keluarga, tenaga kerja murah, membantu ekonomi keluarga,
jaminan di hari tua, atau dikehendaki untuk dikasihi orang tuanya sehingga dapat
berkembang menjadi pribadi yang mandiri.

b. Arti atau nilai anak bagi orang tua;

Menurut majalah dharma Wanita 1993 No. 92 halaman 65 menyebutkan


bahwa anak adalah rahmat Allah, amanah Allah, barang gadaian, penguji iman, media
beramal, bekal di akhirat, unsur kebahagiaan, tempat bergantung di hari tua,
penyambung cita- cita, makhluk yang harus dididik.

7
c. Arti lain tentang anak:

Nilai jenis kelamin, bahwa anak itu terdiri dari dua jenis kelamin, yaitu laki-
laki dan perempuan dimana anak laki-laki cenderung mempunyai nilai yang lebih
menguntungkan daripada anak perempuan.

d. Anak mempunyai nilai positif dan negatif

Suatu contoh nilai positif anak: melanjutkan garis keturunan, pengikat suami
istri. membina kebahagiaan. Suatu contoh nilai negatif anak: kenakalan anak, biaya
menyekolahkan anak dan lain sebagainya.

Kedudukan Anak Menurut KUH Per data :

a. Pengertian Anak sah adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah

b. Ketentuan Pasal 250 KUH Perdata Tiap-tiap anak yang dilahirkan atau
ditumbuhkan sepanjang perkawinan yang sah memperoleh suami ibu dari anak
tersebut sebagai anaknya

c. Ada kemungkinan anak tersebut bukan dibenihkan oleh suami ibu dari anak
tersebut.

d. Dengan demikian suami ibu tersebut dapat menyangkal keabsahan status anak

2.4 Perlindungan Anak Berbasis Masyarakat Sebagai Pendekatan Berbasis


Sistem

Pada pendekatan berbasis sistem lebih mengedepankan porsi terbesar pada


layanan primer (kampanye kesadaran, pendidikan, media, dll). Dimana, hal ini lebih
banyak dilakukan diranah masyarakat hingga menyentuh wilayah keluarga dan anak
secara langsung. Anak dan keluargalah menjadi sasaran utama dalam layanan
berbasis sistem ini.

Dalam menyediakan layanan primer. KPAD/KPAD sudah memposisikan diri


sebagai institusi yang dekat dengan masyarakat khususnya di Desa/Kelurahan,
KPAD/KPAK merupakan inisiatif masyarakat sebagai ujung tombak untuk
melakukan upaya upaya pencegahan dengan membangun kesadaran masyarakat
dengan tujuan terjadinya perubahan sikap dan perilaku tentang dampak yang tidak
diinginkan dari kekerasan terhadap anak.

8
Selain itu, KPAD juga mengupayakan adanya kebijakan dan kertersediaan
anggaran di tingkat desa, membangun peran serta aktif dari anak, masyarakat dan
pemerintah secara bersama sama, serta membangun sistem rujukan ke tingkat
kecamatan dan kabupaten.

KPAD/KPAK pun bekerja pada layanan sekunder, seperti melakukan


mediasi dan konsultasi bagi masalah masalah anak yang terjadi dlingkungan mereka
tinggal. Kepercayaan penuh masyarakat kepada KPAD, membuat KPAD harus
bertindak demi kepentingan terbaik anak. Membangun jejaring untuk proses
penanganan anak lebih lanjut kesistem rujukan baik di Tk Kecamatan kabupaten.
Sebagian KPAD/KPAK yang terbentuk saat ini sudah menjadi bagian dalam struktur
layanan perlindungan anak di Kecamatan/Kabupaten, yang merupakan satu kesatuan
yang tidak terpisahkan dalam layanan perlindungan anak dari Desa/Kelurahan
Kecamatan dan Kabupaten. Menilik peran dan fungsi KPAD dengan lebih
mengedepankan pada pencegahan, sangatlah. bersinergi pada pendekatan
perlindungan anak masa kini dan merupakan bentuk nyata dari sebuah pendekatan
yang berbasis sistem yang langsung menyentuh ranah anak dan keluarga.

2.5 Sistem Pemberian Pelayanan Kesejahteraan Perlindungan Anak di


Indonesia

Kesejahteraan dan perlindungan anak di Indonesia telah diatur oleh berbagai


kebijakan dan program, antara lain mulai dari Undang Undang Dasar 1945, dimana
anak terlantar dan fakir miskin dipelihara oleh Negara. Undang Undang Republik
Indonesia Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak telah mengatur tentang
hak anak yaitu anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan
berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun dalam asuhan khusus
untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, dan tanggung jawab orangtua yaitu
bahwa orangtua bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak.

Pada tahun 1990 Indonesia telah meratifikasi Konvensi Hak Anak (KΚΗΛ)
melalui Keppres 36/1990 pada tanggal 25 Agustus 1990 dimana substansi inti dari
KHA adalah adanya hak asasi yang dimiliki anak dan ada tanggung jawab Negara-
Pemerintah-Masyarakat-dan Orangtua untuk kepentingan terbaik bagi anak agar
meningkatnya efektivitas penyelenggaraan perlindungan anak secara optimal.

9
Kemudian KHA dikuatkan dengan terbitnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002
Tentang Perlindungan Anak yang mengatur tentang Hak dan Kewajiban Anak, serta
kewajiban dan tanggug jawab negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang
tua.

Di samping itu juga diatur tentang kuasa asuh, perwalian, pengasuhan dan
pengangkatan anak, serta penyelenggaraan perlindungan. Permasalahan anak telah
direspon oleh berbagai Kementerian Lembaga terkait, antara lain Kementerian Sosial,
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kesehatan, Pendidikan. Agama,
Dalam Negeri. Tenaga Kerja. Hukum dan HAM, Kepolisian. Pengadilan Negeri,
Lembaga donor dan lembaga kesejahteraan social di tingkat nasional maupun
wilayah. Di lingkup Kementerian Sosial (selanjutnya disebut Kemensos) untuk
mempercepat penanganan masalah sosial anak, pada tahun 2009 Direktorat
Kesejahteraan Sosial Anak mulai mengembangkan Program Kesejahteraan Sosial
Anak (PKSA) melalui kegiatan uji coba penanganan anak jalanan di lima wilayah
yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta, Lampung, Sulawesi Selatan, dan Yogyakarta.

PKSA dikuatkan lagi dengan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 Tentang
Program Pembangunan yang Berkeadilan, yang menetapkan PKSA sebagai program
prioritas nasional yang meliputi PKSA Balita, PKSA Terlantar, PKS-Anak Jalanan,
PKS-Anak yang Berhadapan dengan Hukum. PKS-Anak Dengan Kecacatan, dan
PKS-Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus.

Sebagai tindak lanjut dari Instruksi Presiden, telah ditetapkan Keputusan


Menteri Sosial RI Nomor 15A/HUK/2010 Tentang Panduan Umum Program
Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA), dan untuk operasionalisasi PKSA telah
diterbitkan Pedoman Operasional Program Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA)
melalui Keputusan Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Nomor: 29/RS-KSA/2011
Tentang Pedoman Operasional PKSA. Mulai tahun 2010, layanan PKSA telah
diperluas jangkauan target sasaran maupun wilayahnya.

PKSA dikembangkan dengan perspektif jangka panjang sekaligus untuk


menegaskan komitmen Kementerian Sosial untuk merespon tantangan dan upaya
mewujudkan kesejahteraan sosial anak yang berbasis hak. Perwujudan dari
kesungguhan Kementerian Sosial mendorong perubahan paradigma dalam
pengasuhan, peningkatan kesadaran masyarakat, penguatan tanggung jawab orangtua/
keluarga, dan perlindungan anak yang bertumpu pada keluarga dan masyarakat, serta
mekanisme pemenuhan kebutuhan dasar anak yang dapat merespon keberagaman
kebutuhan melalui tabungan.

10
PKSA merupakan respon sistemik dalam perlindungan anak, termasuk
memberikan penekanan pada upaya pencegahan melalui lima komponen program
yaitu: 1) pemenuhan kebutuhan dasar, 2) aksesibilitas terhadap pelayanan sosial
dasar. 3) pengembangan potensi dan kreativitas anak, 4) penguatan tanggung jawab
orangtua, dan 5) penguatan lembaga kesejahteraan sosial anak. Secara konseptual
PKSA lebih komprehensif dan berkelanjutan dibandingkan program pelayanan sosial
anak pada tahun-tahun sebelumnya karena sudah berdasarkan pendekatan kepada
anak, orangtua atau keluarga (family base care), dan kepada masyarakat yaitu
lembaga kesejahteraan sosial yang khusus menangani anak (LKSA).

Sebelumnya, pengasuhan anak dan masalah-masalah perlindungan anak


hanya difokuskan pada anak. Keluarga dan masyarakat belum banyak disentuh.
Misalnya penanganan anak terlantar, anak jalanan, anak berhadapan dengan hukum
lebih banyak diserahkan ke lembaga atau panti sosial dimana di dalam
penanganannya orangtua atau keluarga pengganti kurang dilibatkan. Anak lebih
banyak dicabut dari lingkungan keluarga. Isu ini dipertegas dengan banyaknya jumlah
panti asuhan.

2.6 Standar Pelayanan Lembaga Pengasuhan Anak

a. Layanan Perlindungan Anak (Child Protective Services/CPS)

Program layanan perlindungan anak (CPS) merupakan program inti di


semua lembaga kesejahteraan anak yang mengupayakan keselamatan anak
bekerjasama dengan lembaga masyarakat. Lebih luas, CPS mengacu pada perangkat
hukum yang sangat khusus, mekanisme pendanaan, respon lembaga bersama
pemerintah untuk melaporkan penyalahgunaan dan penelantaran anak (Waldfogel,
1999). Dasar program CPS berasal dari hukum yang dibentuk di setiap negara yang
mendefinisikan kekerasan dan penelantaran anak serta menentukan bagaimana
lembaga CPS harus menanggapi laporan penganiayaan anak. Pekerja sosial di
lembaga-lembaga CPS memiliki tanggung jawab untuk mengatasi efek dari
penganiayaan, menerapkan respon layanan yang akan menjaga anak-anak dan remaja
aman dari penyalahgunaan dan penelantaran, serta bekerjasama dengan keluarga
untuk mencegah kemungkinan terjadinya penganiayaan di masa yang akan datang
(Depanfilis & Salus 2003, Departemen Kesehatan dan Layanan Manusia US, 1988).

11
Dalam mendukung kesejahteraan anak dan remaja para penulis (Altman;
Cohen, Hornsby, and Priester, Kemp, Allen- Eckard, Ackroyd, Becker, and Burke;
and Chahine and Higgins) dalam tulisannya Systemic Issues in Child Welfare, fokus
pada beberapa faktor kunci dalam bekerja dengan keluarga yaitu melibatkan anak dan
remaja, keluarga dan masyarakat dalam proses asesmen melalui konfrensi tim.
Filosofi layanan perlindungan anak menurut De Panfilis dan Salus 2003, Lembaga
Layanan Perlindungan Anak bekerja berdasarkan keyakinan filosofis bahwa setiap
anak memiliki hak untuk pengasuhan dan pengawasan yang memadai dan bebas dari
penyalahgunaan, penelantaran, dan. eksploitasi. Hukum melindungi anak-anak dan
remaja, menganggap bahwa itu adalah tanggung jawab orangtua untuk
memperhatikan kebutuhan fisik. mental, emosional, dan kesehatan anak-anak mereka
terpenuhi secara memadai.

Asumsi lainnya adalah bahwa Layanan Perlindungan Anak harus campur


tangan ketika orangtua meminta bantuan atau gagal, atau lalai dalam memenuhi
kebutuhan dasar anak-anak mereka dan menjaga mereka agar aman dari
penyalahgunaan atau penelantaran, seperti yang didefinisikan oleh undang- undang
negara sipil (Gerald P. Mallon and Peg Mc Cartt Hess, 2005),

12
ВАВ Іll

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia menghadapi masalah serius terkait dengan hak dan kesejahteraan


anak- anak. Hampir setengah dari anak-anak Indonesia berusia antara 13 dan 18 tahun
putus sekolah; hampir tiga juta anak terlibat dalam perburuhan anak berpotensi
berbahaya, dan sekitar 2,5 juta anak Indonesia menjadi korban kekerasan setiap
tahun. Lebih dari 80% anak-anak sedang menjalani proses peradilan berakhir di
belakang bar dan jumlah yang lebih besar adalah tanpa bantuan hukum. Statistik ini
menggaris bawahi kebutuhan untuk mengintensifkan dan memperkuat upaya saat ini
untuk meningkatkan perlindungan anak di Indonesia. 2008 review dari Pemerintah
Program Negara Indonesia dan UNICEF Kerjasama menyoroti hubungan antara
kebutuhan untuk meningkatkan perlindungan anak dan pengembangan ekonomi
nasional yang adil dan berkelanjutan.

3.2 Saran

Setelah menulis makalah ini, penulis menyarankan agar sistem perlindungan


anak di Indonesia harus ditingkatkan lagi, mengingat banyaknya resiko yang akan
terjadi pada anak-anak di Indonesia karena kesalahan penggunaan Sistem
perlindungan anak di Indonesia ini.

13
DAFTAR PUSTAKA

Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Manusia.

Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Undang Undang RI Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Konvensi Mengenai Hak-

UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2 UUD 1945 Pasal 27 Ayat 2.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional RI bekerjasama dengan Pusat Kajian


Perlindungan. Anak Universitas Indonesia dan Bank Dunia. (2011).
Membangun Sistem Perlindungan Anak di Indonesia. Sebuah Kajian
Pelaksanaan PKSA Kementerian Sosial RI dan Kontribusinya terhadap Sistem
Perlindungan Anak.

Hikmat, Hari. (2006). Pedoman Analisis Kebijakan Kesejahteraan Sosiol, Pada Tgl
05 Maret 2008 Disampaikan dalam Kegiatan Finalisasi Pedoman Analsis
Kebijakan Kesejahteraan Sosial. Departemen Sosial RI.

Kementerian Sosial RI, Badan Pusat Statistik. (2012). Profil PMKS, Penyandang
Masalah Kesejahteraan Sosial, INDONESIA 2011. Pusat Data dan Informasi
Kementerian Sosial RI.

14

Anda mungkin juga menyukai