Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KELOMPOK HUKUM PIDANA ANAK

“ ANAK BERKONFLIK DENGAN HUKUM “

OLEH :
1. Muhammad Andy (20.10.0001)
2. M. Fadhil Hidayat (20.10.0002)
3. M. Johan Saputra (20.10.0003)

Dosen Pengampu :
Austin Al Hariz S.H., M.H

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS IBA PALEMBANG
2023
Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, berkat segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami ucapkan terima
kasih terhadap bantuan teman-teman sekelompok yang telah berkontribusi dengan
membeikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan

dan pengalaman bagi pembaca.bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah

ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai

penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini

karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami untuk kami sangat

mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan

makalah ini.

Palembang, Mei 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I ...................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................................. 3

BAB II ..................................................................................................................... 4

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 4

2.1 Mengapa Anak Bisa Berkonflik Dengan Hukum .................................... 4

2.2 Dasar Hukum dalam Penyelesaian Anak Berkonflik Dengan Hukum ..... 5

BAB III ................................................................................................................. 11

PENUTUP ............................................................................................................. 11

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 12

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Anak adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kelangsungan hidup manusia
dan keberlangsungan hidup Bangsa dan Negara. Dalam Konstitusi Negara
Indonesia Anak memiliki peran strategis yang secara tegas dinyatakan dalam Pasal
28B Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia bahwa Negara menjamin
Hak setiap Anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta
pelindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Oleh karena itu kepentingan terbaik
bagi anak harus dimaknai sebagai kepentingan yang terbaik bagi kelangsungan
hidup manusia.

Prinsip pelindungan Anak Berhadapan dengan Hukum harus sesuai dengan


Konvensi Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) sebagaimana
telah diratifikasi oleh Pemerintah R.I. dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun
1990 yang dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak Berhadapan
dengan Hukum, agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang serta
memberikan kesempatan kepada Anak Berhadapan dengan Hukum melalui
pembinaan agar diperoleh jati dirinya menjadi manusia yang mandiri, bertanggung
jawab dan berguna bagi dirinya sendiri, orang tua, keluarga, masyarakat, Bangsa
dan Negara. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem
Peradilan Anak dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
memberikan hak terhadap Anak Berhadapan dengan Hukum yaitu:

a) perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan


sesuaidengan umurnya;
b) pemisahan dari orang dewasa;
c) pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif;
d) pemberlakuan kegiatan rekreasional;
pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang
kejam, tidak manusiawi serta merendahkan martabat dan derajatnya;
e) penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup;

1
f) penghindaran dari penangkapan, penahanan atau penjara, kecuali sebagai
upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat;
g) pemberian keadilan di muka pengadilan Anak yang objektif, tidak
memihak, dan dalam sidang yang tertutup untuk umum;
h) penghindaran dari publikasi atas identitasnya;
i) pemberian pendampingan Orang Tua/Wali dan orang yang dipercaya oleh
Anak;
j) pemberian advokasi sosial;
k) pemberian kehidupan pribadi;
l) pemberian aksesibilitas, terutama bagi Anak Penyandang Disabilitas;
m) pemberian pendidikan;
n) pemberian pelayanan kesehatan; dan
o) pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Hak-hak Anak Berhadapan dengan Hukum tersebut harus dipenuhi dan menjadi
tanggung jawab Pemerintah untuk melaksanakannya.

Selain itu Sistem Peradilan Pidana Anak tidak hanya dimaknai hanya sekedar
penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum semata di tingkat penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, sampai pembinaan dalam lembaga dan
pemulangannya di masyarakat, namun juga harus dimaknai akar permasalahannya,
mengapa Anak melakukan tindak pidana dan upaya pencegahannya. karena
sekarang ini sebagai dampak negatif pembangunan yang cepat diantaranya arus
globalisasi dibidang informasi dan komunikasi, kemajuan pengetahuan dan
teknologi, perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua yang kurang kasih
sayang, bimbingan, menyebabkan anak menjadi berhadapan dengan hukum.

Dengan pembahasan latar belakang diatas, kelompok kami mengambil judul


makalah ini yang berjudul “ Anak Berkonflik Dengan Hukum”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat beberapa permasalahan yang disini
kami buat dalam bentuk pertanyaan, diantaranya:

1. Apakah penyebab anak bisa berkonflik dengan hukum?


2. Dasar hukum apa yang mengatur tentang anak berkonflik dengan hukum?

2
1.3 Tujuan dan Manfaat
Dengan dibuatnya makalah ini, maka tujuan dalam pembuatan makalah ini
untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab anak bias disebut anak berkonflik
dengan hukum dan apa dasar hukum yang mengaturnya.

3
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Mengapa Anak Bisa Berkonflik Dengan Hukum
Sehubungan dengan latar belakang di atas membuat kasih sayang dan perhatian
terhadap anak menjadi terabaikan. Kehidupan dan perkembangan anak menjadi
kurang terkontrol yang berakibat timbulnya kenakalan anak. Istilah kenakalan anak
yang berasal dari istilah asing juvenile deliquency. Juvenile deliquency artinya
kenakalan anak yang wujud nyatanya adalah suatu tindakan atau perbuatan
pelanggaran norma hukum maupun norma sosial yang dilakukan oleh anak-anak
muda.

Perbuatan yang negatif bersifat penyimpangan sosial didukung oleh


meningkatnya pertumbuhan teknologi dan ilmu pengetahuan lain yang sangat
mempengaruhi pembentukan pertumbuhan jiwa anak-anak ditambah lagi apabila
kurangnya perhatian orang tua karena sibuk, maka mengakibatkan lepas kontrol
terhadap aktifitas anak-anak sehingga melakukan segala perbuatan yang ingin
dilakukannya adalah bebas bisa jadi lepas kendali. Keadaan ini dapat
mempengaruhi karakter anak untuk berbuat atau melakukan seperti apa yang
mereka lihat atau tonton sehingga tidak menutup kemungkinan anak melakukan
seperti adegan film-film kekerasan, porno, bahkan narkoba. Disamping terdapat
pula anak yang karena satu dan lain hal tidak mempunyai kesempatan memperoleh
perhatian, baik secara fisik, mental maupun sosial, kondisi dari keadaan yang
kurang menguntungkan bagi anak tersebut, maka baik sengaja maupun tidak
disengaja sering juga anak melakukan tindakan atau berperilaku yang dapat
merugikan dirinya atau masyarakat.

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan


oleh anak disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain dampak negatif dari
perkembangan pembangunan yang tidak merata, sehingga menimbulkan
kesenjangan sosial, arus globalisasi dibidang komunikasi dan informasi, kurang
memahami ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup
sebagian orang tua sehingga membawa pengaruh yang mendasar dalam kehidupan

4
masyarakat yang akan berpengaruh terhadap perilaku anak, serta faktor pengaruh
lingkungan yang kurang sehat dan berpotensi merugikan perkembangan
pertumbuhan pribadi anak. Adanya keadaan tersebut di atas, dapat mempengaruhi
anak untuk berbuat hal seperti apa yang mereka lihat sehingga tidak menutup
kemungkinan anak akan terseret dan atau berhadapan dengan hukum. Banyaknya
faktor penyebab anak melakukan tindakan penyimpangan sosial karena mulai dari
faktor lingkungan keluarga, faktor teknologi informasi, serta faktor pergaulan yang
mempengaruhi anak melakukan tindakan ikut-ikutan seperti apa yang temannya
lakukan.

2.2 Dasar Hukum dalam Penyelesaian Anak Berkonflik Dengan Hukum


Hukum Pidana

Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak


mendefinisikan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah
berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak
pidana. Pasal 45 & 46 tentang Straaf Sort (jenis pidana), yaitu:

1. Dikembalikan ke orang-tua/walinya
2. Diserahkan pada pemerintah,
3. Dijatuhi pidana
Pasal 46, jika diserahkan pada Pemerintah, maka:

1. Dimasukan dalam pendidikan negara;


2. Diserahkan pada perorangan/tertentu;
3. Diserahkan pada badan hukum.
Pasal 47 tentang Straaf Maat (lamanya pidana), yaitu
1. maksimum Pidana pokok kurang 1/3;
2. jika melakukan perbuatan yang diancam Pidana mati/ seumur hidup maka
dapat dijatuhi pidana penjara maksimal 15 tahun.
3. Pidana tambahah pada pasal 10 butir 1 dan 3 tidak dapat diterapkan.
Dalam menuntut orang yang belum cukup umur (minderjarig) karena
melakukan perbuatan sebelum umur 16 (enam belas) tahunjika perbuatan
merupakan kejahatan atau salah satu pelanggaran tersebut pasal 489, 490, 492, 496,
497, 503, 505, 514, 517-519, 526, 532, 536 dan 540 serta belum lewat 2 (dua) tahun

5
sejak dinyatakan salah karena melakukan kejahatan atau salah satu pelanggaran
tersebut diatas, dan putusannya menjadi tetap; atau menjatuhkan pidana.

Hukum pidana anak


Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak mengatur secara tegas mengenai
Keadilan Restoratif dan Diversi yang dimaksudkan untuk menghindari dan
menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga menghindari stigmatisasi terhadap
anak yang berhadapan dengan hukum dan diharapkan anak dapat kembali ke dalam
lingkungan sosial secara wajar serta merupakan bentuk perlindungan hukum.

Undang-Undang No 23 Tahun 2002 pada pasal 16, 17, dan 18 menegaskan bahwa;

Pasal 16

1) Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan,


penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi.

2) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

3) Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan


apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai
upaya terakhir.

peran BAPAS yang mendampingi anak dalam proses penyidikan dan yang akan
meneliti terhadap anak untuk diberikan keringan hukuman bila memang anak baru
melakukan tindakan nya yang akan dilampirkan hasil penelitiannya dalam Berita
Acara Perkara (BAP) sebagai bahan pertimbangan hakim untuk meringankan
hukum bagi anak.

Pasal 17

1) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk :

a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari


orang dewasa;

b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap
tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

6
c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif
dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

2) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang
berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

Pasal 18

Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan
bantuan hukum dan bantuan lainnya.

Undang-Undang Perlindungan Anak dapat menjadi solusi bagi anak yang


berkonflik dengan hukum, pelaku tindak pidana tersebut masih dikategorikan
sebagai anak karena Undang-Undang Perlindungan Anak menjadikan usia sebagai
batasan pengertian anak. Perlindungan hukum terhadap anak yang dibatasi
berdasarkan umur, merupakan suatu hak agar menerima proses penegakan hukum
berdasarkan usianya. Perlindungan hukum bagi anak yang berkonflik dengan
hukum, dapat diberikan perlakuan khusus pada hukum acara, ancaman pidananya
yang berbeda dengan orang dewasa, pemenuhan hak anak serta mengutamakan
keadilan restoratif.

Dalam proses persidangan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain
meninggal dunia yang dilakukan oleh anak harus sesuai dengan Undang-Undang
No.3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak, Kesesuaian itu terdiri:
1. Adanya laporan dari masyarakat Laporan pembimbing kemasyarakatan, laporan
ini berguna untuk memberikan gambaran keadaan diri, keadaan keluarga dan
keadaan lingkungan sosial terdakwa. Apakah perilaku terdakwa yang menyimpang
dipengaruhi oleh ketiga hal tersebut.

Laporan pembimbing kemasyarakatan juga menjadi pertimbangan hakim dalam


membuat putusan. Pasal 59 ayat (2) Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak memberikan ketentuan bahwa hakim wajib memberikan
pertimbangan laporan pembimbing kemasyarakatan sehingga konsekuensi yang
timbul jika laporan itu tidak dipertimbangkan adalah putusan batal demi hukum.
2. Terdakwa didampingi oleh penasehat hukum Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang

7
Nomor 3 Tahun 1997 tentang pengadilan anak menyebutkan bahwa setiap anak
nakal berhak mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum. Anak memiliki
keterbatasan pengetahuan khususnya Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015 14
mengenai hukum sehingga keberadaan penasehat hukum sangat penting agar segala
proses yang dijalani dalam penyelesaian kasusnya tidak melanggar hak-hak anak
tersebut. Terdakwa yang masih awam terhadap proses hukum yang sedang
dijalaninya didampingi oleh penasehat hukummemungkinkan terjadinya
pelanggaran terhadap hak-haknya tanpa disadari oleh anak tersebut. Misalnya
hakim saat memeriksa terdakwa mengenakan toga yang seharusnya tidak boleh
karena akan menciptakan suasana menyeramkan bagi anak.Pelanggaran ini tidak
disadari oleh terdakwa karena ketidaktahuannya tentang pengadilan anak.
3. Tidak diperiksa oleh hakim majelis. Pengadilan anak, hakim yang memeriksa
adalah hakim tunggal kecuali dalam hal tertentu dan dipandang perlu dapat
memakai hakim majelis (Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 3
Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak). Dalam penjelasan Undang-undang tersebut
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “hal tertentu” adalah apabila ancaman
pidana atas perbuatan yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5(lima)
tahun dan sulit pembuktiannya. Diperiksa oleh hakim tunggal itu sudah sesuai
dengan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Pengadilan Anak.

4. Hakim tidak memakai toga saat sidang anak berlangsung Pasal 6 Undang-undang
no 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak berbunyi “Hakim, Penuntut Umum,
Penyidik dan Penasehat Hukum, serta petugas lainnya dalam sidang anak tidak
memakai toga atau pakaian dinas”. Ketentuan pasal ini dimaksudkan untuk
menciptakan suasana kekeluargaan pada sidang anak.

Pasal 76C UU Perlindungan Anak:

"Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh


melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak".

Pasal 80 UU Perlindungan Anak:

8
(1) Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

(2) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) luka berat, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3) Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Bunyi Pasal 355 KUHP:

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu,


dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu menyebabkan kematian orangnya, si tersalah dihukum


penjara selama-lamanya lima belas tahun.

Bunyi Pasal 56 KUHP:

Dipidana sebagai pembantu kejahatan:

(1) Mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan;

(2) Mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan

Pasal 354 Ayat (1) KUHP:

Barangsiapa dengan sengaja melukai berat orang lain, dihukum karena menganiaya
berat, dengan hukuman penjara selama-lamanya delapan tahun.

Pasal 353 Ayat (2) KUHP:

Jika perbuatan itu menjadikan luka berat, si tersalah dihukum penjara selama-
lamanya tujuh tahun.

9
Dalam artian pengenaan pasal-pasal tersebut sama dengan orang dewasa,
perbedaannya Anak yang berkonflik dengan hukum dijatuhi hukuman 1/3 nya lama
penjatuhan hukuman atau sanksi pidana bagi orang dewasa.

10
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas kita bisa tahu bahwa penyimpangan tingkah laku atau
perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang tidak
merata, sehingga menimbulkan kesenjangan sosial, arus globalisasi dibidang
komunikasi dan informasi, kurang memahami ilmu pengetahuan dan teknologi
serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua sehingga membawa
pengaruh yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang akan berpengaruh
terhadap perilaku anak, serta faktor pengaruh lingkungan yang kurang sehat dan
berpotensi merugikan perkembangan pertumbuhan pribadi anak. Adanya keadaan
tersebut di atas, dapat mempengaruhi anak untuk berbuat hal seperti apa yang
mereka lihat sehingga tidak menutup kemungkinan anak akan terseret dan atau
berhadapan dengan hukum. Banyaknya faktor penyebab anak melakukan tindakan
penyimpangan sosial karena mulai dari faktor lingkungan keluarga, faktor
teknologi informasi, serta faktor pergaulan yang mempengaruhi anak melakukan
tindakan ikut-ikutan seperti apa yang temannya lakukan.

Dan dasar hukumnya sudah banyak yang mengatur tentang anak berkonflik
dengan hukum mulai dari hukum pidana, sistem peradilan pidana anak,
perlindungan anak.

11
DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak, 2020,


Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak: Laporan Tahun 2020.

Kajian Putusan Nomor 50/Pid.B/2009/PN.Btg, 2013, PENERAPAN SANKSI


PIDANABAGI PELAKU TINDAK PIDANA ANAK.

Azwad Rachmat Hambali, 2018, Penerapan Diversi Terhadap Anak Yang


Berhadapan Dengan Hukum Dalam Sistem Peradilan Pidana, Sulawesi
Selatan: Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia.

Setya Wahyudi. Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan


Pidana Anak di Indonesia. Genta Publishing : Yogyakarta; 2011

12

Anda mungkin juga menyukai