Anda di halaman 1dari 16

REHABILITASI SOSIAL ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM

MELALUI INTERVENSI PEKERJA SOSIAL

NAMA : NANDO CAISAR UTAMA, S.SOS

NPM :D2A022007

TUGAS MATA KULIAH : METODE PEKERJAAN SOSIAL

DOSEN PENGAJAR : Dr. SUPARMAN, M.S.i

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BENGKULU

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan kesehatan,
rahmat dan hidayah-NYA serta kesempatan sehinga kami dapat menyelesaikan Tugas Ujian
Akhir Semester dan salam tidak lupa penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membimbing umatnya dari kegelapan menuju alam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Dalam penyusunan laporan ini, penulis tidak lepas dari dorongan dan bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih pada semua pihak yang telah membantu penulisan laporan ini
Dan penulis menyadari bahwa perencanaan, pengumpulan dan penulisan laporan ini
masih juah dari kesempurnaan. Penulis juga berharap semoga laporan ini dapat diterima dan
tereaslisasi untuk LPKS ABH “ANAK BANGSA”.

Curup, 14 Januari 2023

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak alasan mengapa anak melakukan konflik dengan hukum. kebanyakan
kasus anak yang terlibat dengan kasus tindak pidana disebabkan karena terlibat
dengan permasalahan yang sepele. Mereka melakukan hal itu hanya untuk tetap hidup
tanpa melihat apa resikonya. karena seorang anak belum dapat membuat keputusan
yang benar. Anak-anak yang berkonflik dengan hukum dan yang dicabut kebebasan
sipilnya ini, memiliki hak untuk diperlakukan dengan cara-cara yang sesuai untuk
meningkatkan martabat dan harga dirinya, yang dapat memperkuat penghargaan anak
pada hak-hak asasi manusia dan kebebasan dasar orang lain sesuai dengan usianya.
Akhir-akhir ini perkembangan permasalahan anak di Indonesia semakin
kompleks Berdasarkan data yang diperoleh dari Ditjen Lembaga Pemasyarakatan
Departemen Hukum Dan HAM, populasi bekas narapidana dan bekas anak Negara
sampai tahun 2003 tercatat sebanyak 115 307 orang Sementara tahun 2017 total anak
yang tersandung hukum sebanyak 4081 dan diperkirakan dari tahun ke tahun
jumlahnya semakin meningkat Jika permasalahan ini tidak segera ditangan,
dikhawatirkan akan menimbulkan masalah yang lebih kompleks.
Banyak anak-anak yang bersentuhan dengan hukum bahkan banyak pula yang
sudah bermasalah dengan hukum Posisi anak yang cacat hukum seringkali
dimanfaatkan oleh orang dewasa untuk melakukan tindak kriminal Pengalaman
menunjukkan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum atau melakukan tindak
pidana sesungguhnya karena keadaan atau kondisi obyektif yang melingkupi diri anak
itu sendiri dan lingkungannya. seperti faktor kemiskinan menempati urutan tertinggi
yaitu 29, 35% disusul oleh faktor lingkungan yaitu sebanyak 18 07%, salah didik
sebesar 11, 3", keluarga tidak harmonis sebesar 8,9% dan minimnya pendidikan
agama hanya 7,28% (Pendataan Depsos, 2003) Menurut Rusmana (2008) Perlakuan
salah orang tua berujung pada anak yang berkonflik dengan hukum.
Setelah anak berkonflik dengan hukum sudah tentu akan berhadapan dengan
lembaga peradilan dan pemasyarakatan Perlakuan salah pun terjadi di lembaga ini,
seperti yang dilaporkan dalam restorasi (2007 : 3) sekitar 4000 hingga 5000 anak
berada di lembaga pemasyarakatan, rehabilitasi dan penjara, 84% anak-anak yang
dihukum ini ditahan bersama penjahat dewasa Sianturi (2006 : 36) mencatat hasil
monitoring Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) pada tahun 2003 - 2005 pada
anak yang sedang menunggu vonis dan sudah mendapat vonis, menyatakan terdapat
105 anak yang berkonflik dengan hukum, 58% tidak didampingi pengacara dan 5%
tidak diperoleh informasi yang pasti.
Mengingat posisi anak adalah masih labil, terlebih lagi anak yang berkonflik
dengan hukum maka anak tersebut perlu adanya pendampingan dari orang yang lebih
dewasa secara profesional Dalam tulisan ini akan mengemukakan peranan pekerja
sosial dalam pendampingan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, karena
Pendamping menurut pasal 1 ayat 12 UU Perlindungan Anak adalah pekerja sosial
yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya.
B. TUJUAN
Tujuan dari program Penanganan Anak Bermasalah dengan Hukum (ABH)
adalah :
1. untuk mensinergikan program kesejahteraan sosial bagi anak yang berhadapan
dengan hukum dengan mengoptimalkan SDM yang berada dalam lembaga atau
yayasan sebagai petugas/pendamping untuk anak yang lebih profesional.
2. untuk mensinergikan dengan program pemerintah dalam memperlakukan anak
tanpa diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup,
kelangsungan hidup dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.
3. untuk pendampingan dan pembinaan Anak yang berhadapan dengan hukum
sebagai pelaku sehingga kebutuhan hak anak terpenuhi di satu sisi anak harus
belajar bertanggungjawab untuk pendampingan dan penyembuhan trauma healing
pada anak ABH sebagai korban.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Permasalahan
Pergaulan sehari-hari dalam satu sel yang sama dengan tahananinara pidana
dewasa (yang umumnya melakukan tindak kriminal kelas atas seperti pembunuhan,
penjualan obat-obatan terlarang, perkosaan dan lain-lain) secara psikologis dapat
mengubah kepribadian dan pola pikir anak. Misalnya, anak-anak yang masuk penjara
karena mencuri ayam, setelah bergaul selama berbulan-bulan dengan teman satu
selnya dalam penjara yang terlibat kasus pengedaran obat-obatan terlarang, bukan
tidak mungkin bila pada akhirnya anak ini pun menjadi pengedar narkoba saat keluar
dari penjara Interaksi yang intens dengan narapidana dewasa inilah anak-anak
memperoleh pelajaran informal untuk melakukan tindak kejahatan lainnya. Sehingga
pada akhirnya anak ini bisa menjadi penjahat yang lebih mahir daripada sebelumnya
Setelah anak keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, anak diasingkan oleh
lingkungan sosial, lingkungan bermain dan lingkungan keluarganya. Kondisi tersebut
dapat menyebabkan anak merasa sangat terasing dan terbuang dari lingkungan
sosialnya Kondisi demikian merupakan hal sulit bagi anak yang berkonflik dengan
hukum dan lebih sulit lagi ketika anak harus menghadapi situasi baru yang lebih
menyeramkan dan menakutkan tanpa ada perlindungan atas ketenangan batinnya. Ia
harus berada didalam kamar yang dibatasi oleh tembok-tembok tertutup rapat dan
diberi pintu jeruji besi (berbeda dengan kamar aslinya dirumah yang mudah
berhubungan dengan anggota keluarga lainnya secara bebas) Kondisi yang demikian
adalah kondisi yang jauh dari terpenuhinya hak-hak yang dimiliki oleh seorang anak
(KHA).
Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan
komprehensif, negara, pemerintah dan masyarakat berkewajiban memberikan
perlindungan kepada anak berdasarkan azas Non diskriminasi, Kepentingan yang
terbaik bagi anak, Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, serta
penghargaan terhadap pendapat anak.
B. Definisi Konsep
1. Anak Berkonflik Dengan Hukum
Anak adalah manusia yang belum matang, seperti yang didefinisikan
dalam hukum internasional bahwa mereka adalah anak yang berusia dibawah
18 tahun Masa kanak-kanak adalah suatu tahapan dalam siklus kehidupan
anak sebelum mereka mendapat peran dan bertanggung jawab penuh sebagai
orang dewasa Masa anak masih memerlukan perhatian dan perlindungan
khusus, seiring dengan persiapan menuju pada kehidupan mereka menjadi
orang dewasa. Meskipun demikian, setiap kebudayaan memiliki batasan yang
berbeda untuk berbage tahapan dalam masa kanak-kanak, dan harapan tentang
apa yang dapat dilakukan anak pada masing-masing tahapan.
Anak bukanlah obyek naman subyek dari hak-hak asasi manusia
sebagaimana dijelaskan dalam seluruh dokumen Hak Asasi Manusia
Perserikatan Bangsa-Bangsa Seorang anak memiliki kebutuhan atas kesehatan,
pendidikan dan bermain Mereka juga pengguna dari pelayanan seperti
perumahan air dan sanitasi Oleh karena itu penelitian seluruh kehidupan anak
dan bukan hanya berkonsentrasi pada satu aspek saja.
Indonesia telah meratifikasi KHA (Convention Right Children) Ini
berarti bahwa bekerja dengan anak mencakup mereka yang berusia antara 0-18
tahun Hak-hak yang tertuang dalam CRC juga berarti bahwa seluruh
keputusan yang diambil oleh orang dewasa atas nama anak-anak harus
diperhitungkan bagi kepentingan terbaik anak, dengan memperumbangkan
pendapat-pendapat mereka secara berkelanjutan karena mereka memiliki
kemampuan untuk mengembangkan kemampuan dan mengekspresikan dirinya
sendiri Penelitian ini harus memperhitungkan pendapat anak, dengan
menggunakan metode yang membantu mereka untuk mengekspresikan
gagasan-gagasan sehingga mereka tidak dirugikan.
Anak sebagai manusia yang masih kecil, yang tumbuh dan berkembang.
baik fisik mental maupun intelektualnya. Pada masa perkembangan tersebut
setiap anak sedang berusaha mengenal dan mempelajari nilai-nilai yang
berlaku di masyarakat serta berusaha meyakini sebagai bagian dari dirinya
Sebagian kecil anak tak dapat memahami secara utuh aturan hidup di dalam
masyarakat baik disebabkan oleh kurangnya perhatian orang tua, kurang kasih
sayang, kurang kehangatan jiwa, adanya kekerasan di dalam keluarga dan
masyarakat yang membawa dampak pada terbentuknya sikap dan perilaku
menyimpang anak dit masyarakat Sebagian perilaku menyimpang anak-anak
tersebut akan bersentuhan dengan ketentuan hukum Anak-anak inilah yang
disebut anak yang berkonflik dengan hukum.
Sedangkan definisi anak dan pelanggaran hukum menurut Peraturan
Minimum Standar Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Administrasi
Peradilan Bagi Remaja (Beijing Rules), dalam peraturan 2.2 adalah Pertama,
Seorang anak adalah seorang anak atau orang muda yang menurut sistem
hukum masing-masing dapat diperlakukan atas suatu pelanggaran hukum
dengan cara yang berbeda dari perlakuan terhadap orang dewasa Kedua, suatu
pelanggaran hukum adalah perilaku apapun (tindakan atau kelalaian yang
dapat dihukum oleh hukum menurut sistem-sitem hukum masing-masing
Kenga, seorang pelanggar hukum berusia remaja adalah seorang anak atau
orang muda yang diduga telah melakukan atau yang telah ditemukan telah
melakukan suatu pelanggaran hukum Pasal 1 butir 2 UU No 3 tahun 1997,
menyebutkan anak-anak nakal adalah 1 Anak yang melakukan tindak pidana
atau. 2) Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak,
baik menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan
hukum lain Di Indonesia, batas umur anak yang dapat diajukan ke sidang anak
antara umur 3-18 tahun Tetapi bagi anak yang melakukan tindak pidana pada
usia 8-12 tahun tidak dapat dikenakan pidana Dengan demikian batas usia
untuk anak yang melakukan tindak pidana dan dipertanggungjawabkan dalam
hukum pidana dan dijatuh pidana adalah usia 12-18 tahun.
Anak yang belum mencapai umur 8 tahun dan telah melakukan tindak
pidana dan menurut pasal 1 UU pengadilan anak No 3 tahun 1997, maka anak
tersebut dapat dilakukan pemeriksaan oleh penyidik Apabila hasil dari
pemeriksaan tersebut, anak masih dapat dibina maka diserahkan pada orang
tua, wali atau orang tua asuh Akan tetapi kalau tidak dapat dibina oleh mereka,
maka langkah selanjutnya adalah merujuk anak tersebut kepada Departemen
Sosial setelah mendengar pertimbangan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Penanganan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum adalah
merupakan tanggung jawab dan kewajiban bersama antara masyarakat dan
pemerintah, seperti yang dijelaskan dalam pasal 64 UU Perlindungan Anak No
23 tahun 2002, yaitu 1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan
dengan hukum, meliputi anak berkonflik dan anak korban tindak pidana
adalah merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat,
1) Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum
dilaksanakan melalur, perlakuan atas anak secara manusiawi sesuat dengan
martabat dan hak-hak anak, penyediaan petugas pendamping khusus anak
sejak dini, penyediaan sarana dan prasarana khusus. penjatuhan sanksi yang
tepat untuk kepentingan terbaik anak, pemantauan dan pencatatan secara
continue terhadap perkembangan anak, pemberian jaminan untuk berhubungan
dengan orang tua atau keliarga, perlindungan dari pemberitaan oleh media dan
menghindar dari labelisasi 3) perlindungan khusus bagi anak yang menjadi
korban tindak pidana dilaksanakan melalui, upaya rehabilitasi baik dalam
lembaga maupun diluar lembaga, upaya perlindungan dari pemberitaan
identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi, pemberian
jaminan keselamatan bagi sanksi korban ahli baik fisik mental maupun sosial,
pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai
perkembangan perkara
2. Pendampingan
Sebutan pendamping dalam sistem hukum Indonesia dikenal sejak
diundangkan-nya undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (UUPA) Pendamping menurut pasal 1 ayat 12 UU Perlindungan Anak
adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam
bidangnya, UU Perlindungan anak tidak menjelaskan secara khusus peran dan
seorang pendamping dalam menangani korban.
Istilah pendamping dapat kita temukan juga dalam pasal 17 UU PKDRT
disebutkan bahwa "Relawan Pendamping adalah orang yang mempunyai
keahlian melakukan konseling, terapi dan advokasi guna penguatan dan
pemulihan din korban kekerasan Dalam undang-undang tersebut pada pasal 23
menyebutkar peran pendamping adalah sebagai berikut.
(a) Menginformasikan kepada korban akan haknya untuk mendapatkan
seorang atau beberapa orang pendamping
(b) Mendamping Koitan di ingkat penyidikan, penuntututan atau tingkat
pemeriksaan pengadilan dengan membimbing korban untuk secara
obyektif dan lengkap memaparkan kekerasan dalam rumah tangga
yang dialaminya Mendengarkan secara empati segala penunturutan
korban sehingga korban merasa aman didampingi oleh pendamping.
(c) mendengarkan secara empatisegala penuntutan korban sehingga
korban merasa aman didampingi oleh pendamping.
(d) Memberikan dengan aktif penguatan secara psikologis dan fisik
kepada korban Rumah Damping
3. Rumah Damping
Dalam pengertian Rumah Singgah atau Damping secara terminologi
rumah bearti bangunan untuk tempat tinggal Sedangkan singgah adalah
mempir atau berhenti sebentar disuatu tempat ketika dalam perjalanan. Dari
pengertian tersebut bisa diartikan sebagai bangunan atau tempat tempat tinggal
yang ditempati dalam waktu yang tidak lama atau ada batas waktu tertentu.
Rumah damping sendiri dibentuk sebagai wahana yang dipersiapkan
sebagai perantara antara ABH dan orang-orang atau pihak yang akan
membantu mereka menyelesaikan konflik yang sedang diahadapi Selain itu
rumah damping juga akan menjadi suatu selter yang berfungsi sebagai tempat
tinggal, pusat kegiatan dan informasi serta pembentukan karakter pribadi
manusia agar lebih baik lagi dari sebelumnya Rumah damping adalah tahap
awal bagi ABH untuk memperoleh palayanan atau kehidupan selanjutnya
setelah mereka selesai menjalani rawatan. Sehingga rumah damping bisa
menjadi tempat yang aman, nyaman dan menarik bagi ABH sehingga mereka
akan betah dan berubah menjadi lebih baik.
4. Pekerja Sosial
Karakteristik profesionalisme pekerja sosial adalah penekanannya pada
tiga dimensi yaitu kerangka pengetahuan, nilai dan keterampilan, yang dalam
pendidikannya, harus dikembangakan ketiga-tiganya secara seimbang dang
simultan Profesi lain, pada umumnya hanya menekankan pada dua aspeknya
saja yaitu pengetahuan dan keterampilan praktek Pekerja Sosial sejak semula
mempunyai komitmen tinggi terhadap penanaman nilai dalam proses
pendidikannya, serta merumuskan dirinya sebagai bukan profesi atau disiplin
yang bebas nilai, tetapi berkiprah dalam suatu posisi nilai yang jelas dan
eksplisit, seperti martabat manusia, keadilan social, keberpihakan kepada
mereka yang tidak beruntung.
Pekerja Sosial menamakan dirinya "normative discipline" Pekerja Sosial
lebih dari sekedar aktifitas teknis Pekerja Sosial berada diluar lingkungan yang
semakin dikuasai oleh birokrasi dan manager, di mana akuntabilitas terhadap
manager lebih ditenkankan dari pada akuntabilitas terhadap public atau
konsumen. Lingkungan praktek Pekerja Sosial tidak memungkinkan bagi
diskresi, prakarsa, kreatifitas serta menemukan alternative sesuai dengan
komitmennya terhadap nilai.
Penekanan pada pengetahuan, maka pemahaman sama pentingnya dengan
kompetensi. pekerja sosial memandang dirinya sebagai pemikiran dan pekerja,
serta sebagai orang yang harus membuat pertimbangan berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman sebelum bertindak.
Situasi ini bertentangan dengan lingkungan praktek dimana manager
menentukan tujuan, sasaran dan arahan untuk mencapainya, dan
menyingkirkan pertimbangan diskresioner dari Pekerja Sosial. Pekerja Sosial
melakukan praktek dalam lingkungan pengaturan, panduan praktek serta
arahan adinistratif Menghubungkan dan memperkuat pengetahuan nilai dan
keterampilan menimbulkan permasalahan tersendiri bagi Pekerja Sosial dalam
lingkungan politik, birokrasi dan managerial dimana Pekerja Sosial perlu
menyesuaikan diri.
Dalam bekerja dengan anak khususnya anak yang berkonflik dengan
hukum, seorang Pekerja Sosial harus melakukan tindakan-tindakan yang
profesional dalam arti harus sesuai dengan ketiga dimensi diatas. Pengetahuan
dalam arti seorang pekerja sosial harus mempunyai latar belakang pendidikan
pekerjaan sosial Nilai dalam arti praktek pekerjaan sosial harus dilandasi
dengan nulai-nilai yang tertentu yaitu kode etik praktek pekerjaan sosial
Keterampilan seorang pekerja sosial banyak dipengaruhi oleh semakin
banyaknya praktek yang di Jakukan (jam terbang)
C. Kompetensi Pekerja Sosial Sebagai Pendamping
Permasalahan anak yang berkonflik dengan hukum diatas membutuhkan
peranan pekerja sosial dalam mendampingi mereka Pekerja sosial sebagai seorang
pendamping harus menempatkan dirinya sebagai sahabat anak dan menempatkan
anak sebagai manusia yang pantas untuk dihormati serta memiliki hak-hak, bukan
hanya perlindungan hukum tetapi juga perlindungan sosial Untuk memenuhi
perlindungan tersebut Pekerja Sosial melalui kerjasama dengan pengacara
menuntut aparat penegak hukum untuk menghindarkan penyiksaan terhadap anak
Pekerja Sosial harus memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak
untuk mengemukakan pendapatnya dan mengekspresikan dirinya secara bebas
(pasal 12, 13 KHA) Mendengarkan pendapat anak tentang mengapa ia melakukan
perbuatan yang dianggap melanggar hukum Pekerja Sosial harus menciptakan
suasana diskusi yang tidak menjadikan anak semakin terpojok, tetapi sebaiknya
menciptakan suasana diskusi yang mana anak merasa, bahwa dirinya siap
membuka lembaran baru dalam kehidupannya dimasa mendatang.
Tidak jarang terjadi kekerasan seksual terhadap anak di penjara. Sodomi
adalah kejadian kekerasan seksual yang tidak mustahil terjadi baik didalam tahanan
polisi maupun di penjara Hal itu menunjukan bahwa situasi kehidupan anak
didalaru penjara ataupun tahanan jauh lebih buruk dibandingkan dengan situasi
sosia sebelumnya. Dengan demikian memperkuat anggapan bahwa, kehidupan dala
tahanan dan penjara tidak menjamin anak menjadi lebih baik Fakta lain dala
hubungan sosial dalam tahanan dan penjara adalah pemerasan antar tahanan an
pemerasan yang dilakukan oleh APH terhadap tahanan anak Sebagai contoh, dapat
dikemukakan berdasarkan fakta bahwa keluarga atau pekerja soal yang
mengunjungi anak di dalam tahanan atau penjara menyebabkan anak merasa tidak
tentram dan tidak tenang jiwanya, merasa takut jika setelah kamjungan itu anak
tidak memilik uang untuk setoran kepada RT SEL atau korves.
Situasi itu mempersulit anak yang ditahan dan dipenjara dan pekerja sosial
yang melakukan pendampingan tersebut. Pada satu sisi anak membutuhkan sahabat
yang dapat mengerti dan memahami situasi yang sedang dihadapinya, anak
membutuhkan kawan atau pihak lain atau orang dewasa yang dapat mengurangi
beban batinnya.
1. Kualitas Seorang Pendamping
Pekerja sosial sebagai seorang pendamping anak yang berkonflik dengan
hukum harus memiliki kualitas pribadi, baik yang bersumber dari kompetensi
profesionalnya maupun yang sec fundamental melekat pada kualitas
kepribadiannya Kualitas pribadi tersebut diperoleh disamping melalui proses
pelatihan, terlebih utama diperoleh dari pengalaman praktek dengan anak
Kesadaran untuk membangun dan meningkatkan kualitas kesadaran untuk
membangun dan meningkatkan kualitas pribadi pendamping secara terus menerus
dikembangkan oleh pendamping itu sendiri dalam rangka tanggung jawab
profesionalnya. Beberapa ciri kualitas pendamping masyarakat antara lain:
(a) Kematangan Pribadi
Pada dasarnya individu mengalami perkembangan dan pertumbuhan
yang terus menerus kearah kematangan pribadinya Pengalaman baru sebagai
hakekat perubahan pribadi secara akumulasi akan membentuk kematangan
pribadi Secara ant pendamping yang matang akan meusikapi situasi sebagai
fenomena dari suatu proses perubahan yang tidak pernah berhenti berproses.
(b) Kreatifitas
Praktek pertolongan yang efektif biasanya mencakup pencarian
alternatif-alternatif baru sebagai pemecahan masalah Kreatifitas pendamping
sangat diperlukan menghadapi keterbatasan dalam menemukan dan
merumuskan pilihan alternatif pemecahan masalah Kreatifitas pendamping
anak yang berkonflik dengan hukum dimungkinkan tumbuh dari
kebutuhannya terhadap pengalaman pengalamannya baru dan rasa keingin
tahuan yang tiada entinya Cara cara yang sudah ada memberikan peluang
munculnya kesempatan pengembangan cara-cara baru Pendamping yang
kreatif akan selalu menjaga keterbukaannya, memelihara keberbedaan dan
memiliki toleransi yang tinggi terhadap konflik.
(c) Pengamatan Diri
Pengamatan diri diartikan sebagai kemampuan pendamping peka
terhadap kondisi-kondisi internal di dalam dirinya kesadaran untuk
melepaskan dirinya sendiri Kemampuan pengamatan diri ini mencakup
mencintai diri sendiri sekaligus mencintai orang lain, menghormati diri
sendiri sekaligus mencintai orang Jaim Demikian pula dengan kepercayaan,
penerimaan dan keyakinan Pengamatan diri sendin secara utub mengungkap
kelemahan/keterbatasan kemampuan/kelebihan yang dimiliki diri disamping.
(d) Keinginan Untuk Menolong
Seorang pendamping anak yang berkonflik dengan hukum mutlak
harus memiliki keinginan yang kuat untuk menolong orang lain. Pada
dasarnya keinginan tersebut merupakan komitmen diri ketimbang dorongan
dari orang lain. Keinginan tersebut sepenuhnya muncul dari diri kita sebagai
perwujudan komitmen diri Komitmen menolong orang lain ini memerlukan
keberanian untuk mengambil resiko terhadap diri sendiri sebagai akibat
pertolongan.
(e) Keberanian
Seorang pendamping anak yang berkonflik dengan hukum harus
memiliki keberanian yang disadari sepenuhnya untuk melakukan hal-hal
yang dianggap perlu sekaligus kesiapan menanggung segala resiko yang
muncul akibat keputusannya. Keberanian ini termasuk kesiapan menerima
kegagalan yang terjadi dan proses pelayanan, terlibat kesulitan-kesulitan dan
kekecewaan yang menyertai kegagalan tersebut, situasi dipersalahkan. berada
dalam kondisi ketidak pastian dan terancam secara fisik Keberanian
pendamping termasuk menghadapkan anak yang berkonflik dengan hukum
dengan realitas masalah yang dihadapinya yang terasa mengancam dan
menyakitkan
(f) Kepekaan
Kesulitan utama pendampingan anak yang berkonflik dengan hukum
adalah mengenali dan mengemukakan permasalahan, yang utamanya
bersumber pada keterlibatan perasaan, kompleksitas masalah dan adaptasi
terhadap masalah Kemampuan empati pendamping akan membantu dalam
menemukan, mengenali dan mengemukakan masalah yang sedang dialami
anak Seorang pendamping perlu mengenali perubahan-perubahan kecil
apapun yang ada di masyarakat dan segera mengambil kesimpulan dan
makna dari perubahan-perubahan tersebut. Pendamping harus menjauhkan
diri dari sikap generalisasi (stereo type).
2. Fungsi Dan Peranan Pendamping
Tingkat dan bentuk intervensi Pendamping berhubungan dengan kapasitas
organisasional dari kelompok anak yang dikembangkan Peranan pendamping
dalam mengembangkan program penanganan anak yang berkonflik dengan
hukum dapat dilihat dari berbagai segi Kunci untuk mencapai efektifitas terletak
pada kemampuan pendamping masyarakat untuk menganalisis dan menetapkan
prioritas kebutuhan serta mencapai beberapa keseimbangan dalam melakukan
tugas secara simultan.
Fungsi utama yang mencerminkan kegiatan pokok dalam rangka
mencapai tujuan pendampingan masyarakat adalah Plan du mengupayakan
diperolehnya landasan kenyataan (fakta) yang memadah untuk perencanaan dan
kegiatan yang baik.
a. Enabler
Sebagai enabler seorang pekerja sosial membantu masyarakat
agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasi
masalah mereka dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat
menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif.
b. Broker
Peranan sebagai broker yaitu berperan dalam menghubungkan
individu ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan
bantuan ataupun layanan masyarakat (community services) tetapi
tidak tahu dimana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut.
Broker dapat juga dikatakan menjalankan peran sebagai mediator
yang menghubungkan pihak yang satu dengan pemilik
sumrberdaya.
c. Expert
Sebagai expert (tenaga ahli), ia lebih banyak memberikan saran
dan dukungan informasi dalam berbagai area. Misalnya saja,
seorang tenaga ahli dapat memberikan usulan mengenai
bagaimana struktur organisasi yang bisa dikembangkan dalam
masyarakat tersebut dan kelompok-kelompok mana saja yang
harus terwakili. Seseorang expert harus sadar bahwa usulan dan
saran yang dia berikan bukanlah mutlak harus dijalankan
masyarakat, tetapi usulan dan saran tersebut lebih merupakan
masukan gagasan untuk bahan pertimbangan masyarakat ataupun
organisasi dalam masyarakat tesebut.
d. Sosial Planner
Seorang sosial planner mengumpulkan data mengenai masalah
sosial yang terdapat dalam masyarakat tersebut, menganalisanya
dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional untuk menangani
masalah tersebut. Setelah itu perencana sosial mengembangkan
programnnya, mencoba mencari alternatif sumber pendanaan dan
mengembangkan konsensus dalam kelompok yang mempunyai
berbagai minat ataupun kepentingan. Peran expert dan sosial
planner saling tumpang tindih. Seorang expert lebih memfokuskan
pada pemberian usulan dan saran, sedangkan sosial planner lebih
memfokuskan tugas-tugas yang terkait dengan pengembangan dan
pengimplementasian peranan.
e. Advocate
Peran sebagai advocate dalam pengorganisasian masyarakat
dicangkok dari profesi hukum. Peran ini merupakan peran yang
aktif dan terarah, dimana community worker menjalankan fungsi
sebagai advocate yang mewakili kelompok masyarakat yang
membutuhkan suatu bantuan ataupun layanan, tetapi institusi yang
seharusnya memberikan bantuan ataupun layanan tidak
memperdulikan.
f. Activist
Sebagai activist, seorang community worker melakukan
perubahan institusional yang lebih mendasar dan seringkali
tujuannya adalah pengalihan sumberdaya ataupun kekuasaan pada
kelompok yang kurang mendapatkan keuntungan. Seorang activist
biasanya memperhatikan isu-isu tertentu, seperti ketidaksesuaian
dengan hukum yang berlaku, ketidakadilan dan perampasan hak.
Seorang activist biasanya mencoba menstimulasikan kelompok-
kelompok yang kurang diuntungkan tersebut untuk mengorganisir
diri dan melakukan tindakan melawan struktur kekuasaan yang
ada.
g. Edukator
Dalam menjalankan peran sebagai edukator (pendidik), pekerja
sosial diaharapkan mempunyai keterampilan sebagai pembicara
dan pendidik. Pekerja sosial harus mampu berbicara di depan
publik untuk menyampaikan informasi mengenai beberapa hal
tertentu, sesuai dengan bidang yang ditanganinya.
Tugas seorang pekerja sosial pada seting pelayanan sosial bagi
lansia tidak semudah yang dibayangkan. Oleh karena itu tidak
semua orang bisa melakukannya. Pekerja sosial yang diharapkan
adalah seorang pekerja sosial yang profesional, yakni pekerja
sosial yang menguasai kerangka pengetahuan (body knowledge)
baik dalam bidang pekerjaan sosial secara umum maupun
pengetahuan tentang lanjut usia secara khusus.
D. Rancangan Kegiatan
Program Rawat Inap (minimal 6 bulan) klien yang menjalani program rawat
jalan merupakan klien yang mempunyai kebutuhan khusus yang disesuaikan
dengan manajemen kasus dan assesment yang dilakukan oleh pihak Yayasan
Berkah Mandiri. Dalam menjalani Therapy klien lebih diutamakan untuk dapat
mengembangkan pola pikir dan kemampuan yang klien miliki melalui konseling
baik dengan tenaga konselor dan tenaga ahli sesuai kebutuhan klien yang menjalani
program rawat inap memiliki skedul pertemuan yang ditentukan sesuai kebutuhan
klien Dengan jadwal yang bergantian tidak monoton Setiap pertemuan rutin yang
dilakukan diharapkan akan menimbulkan interaksi positif yang mampu
mengarahkan dan membimbing permasalahan klien dengan baik Sehingga tujuan
dari program mampu tercapai.

E. Kegiatan Therapy Dan Pelayananan


Tujuan layanan ini diharapkan dapat memberikan intervensi yang tepat bagi
klien ABH dan juga diharapkan mampu mengimplementasikan program dan
layanan dalam penanganan Program yang diterapkan dalam penanganan penerima
manfaat adalah MI (Motivational Interview) Program itu sendiri mempunyai
kontribusi besar dalam perbaikan prilaku dan juga dapat menciptakan sikap
kebersamaan, tanggung jawab, kepemimpinan serta pribadi dan karakter yang kuat
Adapun layanan yang dilakukan untuk pembinaan dan pemulihan antara lain
sebagai berikut :
1. Pendampingan Assesmen
Konseling Personal Pengetahuan hukum Layanan Kesehatan (Medis)
Vocasional (Keterampilan)
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pekerja sosial dalam melaksanakan praktek pekerjaan sosial wajib memiliki

pengetahuan tentang peran pekerja sosial, keterampilan, teknik-teknik, nilai-niai agar

tercapai tujuan dalam hal pertolongan pertama hingga tahapan intervensi pada

pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial dalam hal ini anak berhadapan hukum. Akan

menperoleh hasil yang kurang maksimal atau dapat malpraktek ketika melakukan

praktek pekerjaan sosial tidak didukung pengetahuan peran,etika serta keterampilan.

Dalam hal pelaksanaan Rehabilitasi adalah metode yang tepat untuk ABH menjadi

aktif, berinteraksi, bimbingan sosial, cek kesehatan guna mengurangi anak melakukan

kesalhannya lagi.

B. SARAN

Adapun sarang yang dapat diberikan pada makalah ini yaitu:

1. Pekerja sosial dalam hal menajalankan praktek pekerjaan sosial dapat

menjalankan peran sebagai mediator terhadap pemangku kebijakan agar

selaras kebutuhan ABH.

2. Dukungan keluarga serta lingkungan sangat memiliki peran penting guna

terjalin pola interaksi wujud penghargaan bagi Anak.


DAFTAR PUSTAKA

Isbandi Rukminto Adi, Kesejahteraan Sosial ( Pekerjaan Sosial, Pembangunan Sosial, dan

Kajian Pembangunan) Suatu Pengantar,Jakarta Rajawali Pers 2013

Sugeng Pujileksosno dan Mira Wuryantri Implementasi Teori, Teknik, Dan Prinsip Pekerjaan

Sosial Malang, Intrans Publising 2019

Sugeng Pujileksono, Dasar-dasar Paktik-praktik Pekerjaan SosialIntern Publising 2018

Soetomo, Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya Pustaka Belajar Yogyakarta, 2010

Anda mungkin juga menyukai