Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENDIDIKAN ANAK DALAM SUDUT PANDANG GENDER

DISUSUN OLEH:

MUTIARA AURELIA TARIGAN

NIP:211424009

UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA

JURUSAN ANAK USIA DINI

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada tuhan yang maha esa, yang telah memberikan

penulis kesempatan dan kesehatan sehingga makalah ini dapat selesai

dengan baik.

Makalah ini berjudul pendidikan anak dalam sudut pandang gender,

adalah salah satu syarat dalam mengikuti mata kuliah ilmu pendidikan anak.

Kedepannya apabila terdapat kesalahan dan kesamaan penulisan dalam

makalah ini mohon kritik dan saran yang membangun bagi para pembaca

yang budiman.

Penulis

Mutiara Aurelia Tarigan

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................ii

BAB I PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ANAK...............................................................1

B. PENGERTIAN PENDIDIKAN ANAK......................................3

C. PENGERTIAN GENDER...........................................................5

D. PENDIDIKAN ANAK DALAM SUDUT PANDANG

GENDER.....................................................................................7

BAB II PENUTUP

A. KESIMPULAN...........................................................................12

B. SARAN.......................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................13

ii
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengertian Anak
Anak merupakan aset utama dalam menyiapkan generasi penerus
bangsa. Tumbuh kembang anak sejak dini merupakan tanggung jawab
keluarga itu sendiri, masyarakat dan negara. Namun dalam proses tumbuh
kembang anak banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor baik biologis,
psikis, sosial, ekonomi, yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak
yang semestinya diterima.1
Merujuk dari Kamus Umum bahasa Indonesia mengenai pengertian
anak secara etimologis diartikan dengan manusia yang masih kecil ataupun
manusia yang belum dewasa.2 Menurut The Minimum Age Convention
Nomor 138 tahun 1997, pengertian anak adalah seseorang yang berusia 15
tahun ke bawah. Sebaliknya dalam Convention The Right Of the Child
tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres
Nomor 39 tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia
18 tahun ke bawah.3
Anak memiliki kondisi emosional yang belum stabil dan memiliki
mental yang masih dalam tahap pencarian jati diri, sehingga anak harus
mendapatkan pengawasan dan bimbingan dalam setiap periode
pertumbuhannya sehingga anak tersebut dapat memiliki mental dan perilaku
yang baik, namun jika anak dalam proses tumbuh - kembangnya tidak
dalam bimbingan dan pengawasan maka anak akan mudah terpengaruh
dengan berbagai macam perilaku-perilaku negatif seperti anak tersebut
menjadi nakal, malas, senang berkelahi, mabuk, dan berbagai kenakalan
lainnya yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.4
1
Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
2
http://googleweblight.com/i?u=http://kbbi.c o.id/arti-kata/anak&hl=id-ID Diakses
pada Hari Jum’at tanggal 23 Maret 2018 pukul 20:10 WIB
3
Kurnia Tri Latifa dan Dhita Novika, Jurnal Tentang Perlindungan Hukum
Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan Berdasarkan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014,
https://jom.untidar.ac.id/index.php/lontarmerah/article/view/240/100
4
Paulus Maruli Tamba, Realisasi Pemenuhan Hak Anak Yang Diatur Dalam
Konstitusi Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam Proses Pemidanaan,

1
Kemudian Menurut Lesmana (2012), secara umum dikatakan anak
adalah seorang yang dilahirkan dari perkawinan antara seorang perempuan
dengan seorang lakilaki meskipun tidak melakukan pernikahan tetap
dikatakan anak. Menurut Kosnan (2005), anak yaitu manusia muda dalam
umur, muda dalam jiwa dan perjalanan hidupnya karena mudah terpengaruh
dengan keadaan sekitarnya. Sugiri dalam Gultom (2010), menyatakan
bahwa selama di tubuhnya masih berjalan proses pertumbuhan dan
perkembangan, anak masih dikatakan sebagai anak dan baru menjadi
dewasa ketika proses pertumbuhan dan perkembangan itu selesai jadi batas
umur anak-anak adalah sama dengan permulaan menjadi dewasa yaitu 18
tahun untuk wanita dan 21 tahun untuk lakilaki.
Hanafai mengatakan bahwa pengertian anak dalam berbagai disiplin
ilmu berbeda-beda dan penulis hanya memaparkan pengertian anak dari segi
hukum islam maupun hukum positif. Hukum Islam telah menetapkan bahwa
yang dimaksud dengan anak adalah seorang manusia yang telah mencapai
umur tujuh tahun dan belum balligh, sedang menurut kesepakatan para
ulama, manusia dianggap balligh apabila mereka telah mencapai usia 15
tahun.5
Jadi dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan anak adalah manusia yang masih kecil ataupun manusia yang belum
dewasa anak juga merupaka seseorang yang lahir dari hubungan pria dan
wanita. Sedangkan yang diartikan dengan anak-anak atau juvenale, adalah
seseorang yang masih dbawah usia tertentu dan belum dewasa serta belum
kawin. Pengertian dimaksud merupakan pengertian yang sering kali di
jadikan pedoman dalam mengkaji berbagai persoalan tentang anak.

B. Pengertian Pendidikan Anak


Pengertian pendidikan adalah suatu bimbingan atau peran secara sadar
oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Anak usia dini adalah
https://e-journal.uajy.ac.id/10659/1/JurnalHK11025.pdf
5
A.hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, Pt Rineka Cipta, Jakarta, 1994. hlm 369.

2
kelompok manusia yang berusia 0-6 tahun. (Marimba: Pendidikan Anak
Usia Dini (TT): 19) Pengertian pendidikan anak usia dini sebagaimana yang
termaktub dalam Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14
menyatakan bahwa: Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Batasan lain
mengenai usia dini pada anak berdasarkan psikologi perkembangan yaitu
antara usia 0 – 8 tahun.
Pendidikan adalah suatu hal yang harus kita pahami yang didalamnya
ada suatu proses belajar mengajar yang dimana ada seorang guru dan
beberapa murid. Guru disini yang dalam forum ini adalah yang bertugas
untuk memberi pemahaman pada anak didik yang diajarnya dan murid ini
adalah orang yang tugasnya mendengarkan penjelasan dari seorang guru.
Yang dimana jika murid itu tidak paham sepenuhnya tentang pengajaran
yang guru sampaikan di sekolah mak maka guru tersebut gagal dalam
memberi pembelajaran pada anak didiknya (murid). Murid pun seharusnya
begitu harus menyimak pembelajaran yang diberikan oleh gurunya. 6
Perlu diketahui bahwasanya ada beberapa pemikiran yang dikemukakan
oleh para peneliti pendidikan yang diantaranya yaitu, Aristoteles
menyatakan bahwa Education is a function of the state, and is conducted,
primarily at least, for the ends of the state, Yang memiliki makna
bahwasanya salah satu fungsi dari adanya negara adalah pendidikan dan
pastinyan juga yang akan dilakukan, dan yang paling utama bagi suatu
tujuan untuk negara itu sendiri. Menurut socrates : Pendidikan mempunyai
makna suatu aplikasi atau sarana yang dimanfaatkan untuk menemukan
faktanya. Dialektikalah yang dijadikan metode pengaplikasian tersebut. Ada
makna lain dari pendidikan yaitu sikap dan tata perilaku yang harus di ubah
6
Adzroil Ula Al Etivali dan Alaika M. Bagus Kurnia PS, Junal Pendidikan Anak
Usia Dini, Jurnal: Penelitian Medan Agama Vol. 10, No. 2, 2019.
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/medag/article/view/6414/pdf

3
oleh suau orang dan suatu kelompok unttuk dijadikan sikap membesaran
atau mematangkan diri menjadi pribadi yang lebih bertanggung jawab
dengan cara terus mengadakan pembelajaran dan penataran, perkembangan,
dan suatu perbuatan yang mendidik. Maka dari itu kita semua wajib
memiliki pendidikan terutama warga Indonesia yang dikenal dengan ke
Ramahannya, Ramah disini adalah contoh dari pendidikan juga yakni
pendidikan karakter. Dan wajib adanya komunikasi antara guru dan murid
agar tidak terjadi discomunication.
Pendidikan adalah suatu pembelajaran yang biasanya diajarkan oleh
seorang perantara kepada orang yang membutuhkan ilmu, seorang perantara
tersebut bisajuga diartikan seorang guru, bisa juga secara otodidak.
Banyakcara untuk menyampaikan pendidikan (pembelajaran) kepada anak.
Sebagai guru harus pandai menyampaikan pembelajaran kepada anak
asuhnya, terlebih kepada anak usia dini, dibutuhkan ketelatenan dan
kesabaran untuk mengajar anakusia dini karena mereka masih butuh banyak
bimbingan dan perhatian. Jika kita tidak bisa menghadapinya dengan sabar
maka kita sendiri yang akan terkena akibatnya.
Pendidikan anak adalah suatu upaya pembelajaran yang biasanya
dilakukan dan dituju pada anak-anak, misalnya anak usia dini. Pendidikan
anak usia dini adalah pendidikan yang ditujukan untuk anak usia 3 sampai 6
tahun, akan tetai undang-undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 28
menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum
jenjang pendidikan dasar. Lalu, pendidikan perlu diajarkan sejak anak sejak
lahir sampai berusia 6 tahun. Sementara undang-undang nomor 23 tahun
2002 tentang perlindungan anak dalam pasal 4 menyatakan bahwa setiap
anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara
wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan deskriminasi.7

C. Pengertian Gender
7
Ulfiani Rahman, Karakterisik Perkembaangan Anak Usia Dini, vol. 12, No. 1
(Juni: 2009)

4
Kata “Gender” berasal dari bahasa inggris, gender yang berarti “jenis
kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, jender diartikan sebagai
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai
dan tingkah laku.1 Didalam Webster’s Studies Encylopedia dijelaskan
bahwajender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat
perbedaan (distinction) dalam hal peran, prilaku, mentalitas dan karakterstik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat.8
Dalam memahami konsep gender, Mansour Fakih membedakannya
antara gender dan seks (jenis kelamin). Pengertian seks lebih condong pada
pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia berdasarkan ciri
biologis yang melekat, tidak berubah dan tidak dapat dipertukarkan. Dalam
hal ini sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau 'kodrat'. Sedangkan
konsep gender adalah sifat yang melekat pada laki-laki atau perempuan
yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural dan dapat dipertukarkan.
Sehingga semua hal yang dapat dipertukarkan antara sifat laki-laki dan
perempuan, yang bisa berubah dari waktu ke waktu, dari tempat ke tempat
lainnya, maupun berbeda dari suatu kelas ke kelas yang lain, itulah yang
disebut dengan gender. Jadi gender diartikan sebagai jenis kelamin sosial,
sedangkan sex adalah jenis kelamin biologis. Maksudnya adalah dalam
gender ada perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan sebagai hasil konstruksi sosial.9
Gender adalah perbedaan yang tampak pada laki-laki dan perempuan
apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender merupakan suatu istilah
yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara laki-laki dan
perempuan secara sosial. Gender adalah kelompok atribut dan perilaku
secara kultural yang ada pada laki-laki dan perempuan.10

8
Nassaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender, ( Jakarta: Dian Rakyat, 2010),
hlm 29
9
Iswah Adriana, Kurikulum Berbasis Gender, Tadrîs. Volume 4. Nomor 1. 2009
hlm 138
Dwi Narwoko dan Bagong Yuryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan,
10

(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004) hlm. 334

5
Sejalan dengan itu, Gender merupakan konsep hubungan sosial yang
membedakan (memilahkan atau memisahkan) fungsi dan peran antara
perempuan dan lak-laki. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan
perempuan itu tidak ditentukan karena keduanya terdapat perbedaan
biologis atau kodrat, melainkan dibedakan menurut kedudukan, fungsi dan
peranan masing-masing dalam berbagai kehidupan dan pembangunan.
Menurut Eniwati gender adalah konsep yang digunakan untuk
mengidentifikasikan perbedaan laki-laki dan perempuan yang dilihat dari
sisi Sosial budaya. Gender dalam arti ini mengidentifikasi laki-laki dan
perempuan dari sudut non biologis.11
Dalam memahami pengertian gender, kita harus membedakan kata
gender dengan jenis kelamin (sex). Pengertian seks (jenis kelamin)
merupakan pembagian 2 jenis kelamin manusia yang dibedakan berdasarkan
biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Menurut Manssour
Fakih, manusia berjenis kelamin laki-laki adalah manusia yang memiliki
sifat seperti, manusia yang memiliki penis, memiliki jakala (kalamenjing)
dan memproduksi sperma. Kaum perempuan memiliki alat reproduksi
seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi sel telur,
memiliki alat vagina dan mempunyai alat menyusui artinya alat-alat tersebut
sepanjang kehidupan manusia akan terus melekat pada manusia berjenis
kelamin baik laki-laki maupun pada jenis kelamin perempuan, alat-alat ini
tidak dapat diubah dan dipertukarkan karena ini merupakan ketentuan
biologi yang merupakan ketentuan Tuhan atau kodrat. Berkenaan dengan
pemaknaan gender, Ann Oakley sebagaimana dikutip oleh Ahmad Baidowi,
mendefinisikan gender dengan perbedaan perilaku antara laki-laki dan
perempuan yang dikonstruk secara sosial, diciptakan oleh laki-laki dan
perempuan sendiri. Karenanya gender merupakan persoalan budaya. Gender
bukan merupakan perbedaan biologis. Perbedaan biologis adalah perbedaan
jenis kelamin yang bermuara dari kodrat Tuhan.12

11
Eniwati Khaidir, Pendidikan Islam Dan Peningkatan Sumber Daya Perempuan,
(Pekanbaru:LPPM UIN Suska Riau, 2014) hlm 16

6
Dari berbagai pendapat di atas peneliti menyimpuilkan bahwa istilah
gender merujuk pada nilai-nilai sosial yang berlaku di masyarakat
berdasarkan jenis kelamin. Nilai-nilai tersebut dapat berubah sesuai dengan
perkembangan zaman dan dapat dipertukarkan. Itu terjadi karena gender
tidak melekat pada jenis kelamin tetapi pada pelabelan masyarakat.

D. Pendidikan Anak Dalam Sudut Pandang Gender


Dalam wacana feminisme, kesetaraan (equality) merupakan kajian yang
sangat prinsip. Mengapa ketidakadilan dan berbagai persoalan perempuan
muncul di permukaan? Penyebabnya adalah ketidaksetaraan perempuan dan
laki-laki. Sementara ketidakadilan itu bukan hanya milik kelompok, tetapi
berakibat pula bagi generasi selanjutnya. Pendidikan merupakan kunci
terwujudnya keadilan gender dalam masyarakat, karena pendidikan
merupakan alat untuk mentransfer norma-norma masyarakat, pengetahuan
dan kemampuan mereka. Dengan kata lain lembaga pendidikan merupakan
sarana formal untuk sosialisasi sekaligus transfer nilai-nilai dan norma-
norma yang berlaku dalam masyarakat, termasuk nilai dan norma gender.
Untuk itu sejak awal perlu diupayakan terwujudnya keadilan gender dalam
lembaga pendidikan. Di bidang pendidikan, kaum perempuan masih
tertinggal dibandingkan laki-laki. Kondisi ini antara lain disebabkan adanya
pandangan dalam masyarakat yang mengutamakan dan mendahulukan laki-
laki untuk mendapatkan pendidikan daripada perempuan. Orang tua anak-
anak perempuan usia sekolah dari keluarga miskin, menganggap anak-anak
perempuan mereka tidak usah melanjutkan sekolah, lebih baik langsung
dinikahkan atau didorong untuk bekerja di sektor publik sebagai PRT
(pembantu rumah tangga) atau buruh informal. Kondisi demikian yang
menjadikan anak-anak perempuan usia sekolah dari keluarga miskin
menjadi kelompok sosial yang dilanggar hak sosial-ekonomi-budayanya.

12
Achmad Saeful, Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan, Tarbawi Vol 1,
Februari 2019
file:///C:/Users/User/Downloads/88-Article%20Text-109-1-10-20190813.pdf

7
Mereka tidak bisa mendapatkan hak memperoleh (menikmati) pendidikan
yang berkualitas dan berbiaya murah.13
Berbicara mengenai dengan gender dan pendidikan atau pendidikan
dalam pandangan gender, di Indonesia sendiri Kebijakan nasional
menyangkut pendidikan dapat ditelusuri dari UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa kesempatan
pendidikan pada setiap satuan pendidikan tidak membedakan jenis kelamin,
agama, suku, ras, kedudukan sosial, dan tingkat kemampuan ekonomi, dan
tetap mengindahkan kekhususan satuan pendidikan yang bersangkutan
(pasal 7). Selanjutnya, GBHN 1999 menggariskan dua hal pokok berkaitan
dengan kebijakan pendidikan. Pertama, mengupayakan perluasan dan
pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan pada setiap jenjang
pendidikan; dan kedua, melakukan pembaharuan sistem pendidikan,
termasuk pembaharuan kurikulum berupa diversifikasi kurikulum untuk
melayani keragaman peserta didik. Meskipun kebijakan nasional di bidang
pendidikan seperti dipaparkan di atas sudah cukup memadai untuk dijadikan
acuan pembangunan pendidikan yang berwawasan jender, namun dalam
realitasnya masih saja terjadi ketimpangan gender.
Dari realitas di atas, dunia pendidikan di negeri ini telah
mendiskriminasi hak-hak anak perempuan. Untuk itulah saat ini perlu bagi
kalangan penggiat pendidikan alternatif untuk mengembangkan program
pendidikan berbasis kesetaraan gender, yakni: Pertama, perlu dirumuskan
reorientasi kurikulum pendidikan sekolah alternatif yang sensitif gender,
sehingga ada penghormatan terhadap hak hak anakanak perempuan. Kedua,
perlu kalangan penggiat pendidikan alternatif untuk mendesak adanya
plafon subsidi anggaran pendidikan yang khusus untuk anak-anak usia
sekolah dari komunitas perempuan (keluarga miskin), sehingga mereka bisa
melanjutkan studi setidaknya sampai lulus jenjang sekolah menengah atas.
Ketiga, perlu diimplementasikan program visonaristik yakni perwujudan
13
Iswah Adriana, Jurnal dengan judul Kurikulum Berbasis Gender (Membangun
Pendidikan yang Berkesetaraan), Volume 4, Nomor 1, Tahun 2009
https://core.ac.uk/download/pdf/229880799.pdf

8
kesetaraan hak pendidikan bagi anak perempuan dalam berbagai jenjang dan
jenis pendidikan, kesetaraan dalam mengaktualisasikan diri dalam
proses/kegiatan belajar mengajar. Keempat, kesetaraan dalam
mengaktualisasikan diri dalam proses dan kegiatan belajar-mengajar.
Dalam melaksanakan pendidikan berperspektif gender pada anak
diperlukan perencanaan sebagai langkah awal untuk memberikan arah yang
tepat dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Komponen-komponen dalam
rencana pembelajaran yang meliputi tujuan yang ingin dicapai, konsep
yang ingin dibangun, metode, sarana, dan rencana waktu pelaksanaan
merupakan acuan bagi pendidikdalam menjalankan kegiatan pembelajaran
yang sistematis.14
Perkembangan anak dalam pendidikan anak usia dini memiliki lima
fungsi dasar, salah satunya adalah pembentukan dan pembiasaan
perilaku yang diharapkan agar tujuan dalam pembentukan perilaku yang
diharapkan ini dapat tercapai. Upaya yang penting dilakukan adalah
membangun pondasi yang kuat bagi perkembangan pola pribadi dan
perilaku anak selanjutnya. Pem-bentukan perilaku pada masa usia dini
terutama dilakukan melalui pembiasaan dan interaksi langsung daripada
melalui cera-mah atau penyampaian informasi tentang standar-standar
perilaku yang diharapkan. Penjelasan sederhana tentang nilai kesetara-an
dan keadilan memang perlu dilakukan, tetapi yang lebih penting lagi
adalah contoh perwujudan dari nilai-nilai kesetaraan dan keadilan yang
langsung ditujukan kepada anak melalui interaksi langsung. Cara demi-kian
akan lebih memungkinkan anak untuk membentuk perilaku yang
diharapkan secara lebih kokoh dan menginternalisasi nilai-nilai yang
mendasari perilaku tersebut
secara lebih terintegrasi.
Menurut Nugroho (2008, p.60) ke-setaraan gender berarti adanya
kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh
14
Roziqoh dan Suparno, Jurnal Pendidikan Berperspektif Gender Pada Anak Usia
Dini, Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat, Volume 1, Nomor 1, Maret 2014
https://journal.uny.ac.id/index.php/jppm/article/view/2359/1958

9
kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan
dan berpartispasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial
budaya, pendidikan, dan pertahanan & keamanan nasioanl serta
kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Sedangkan keadilan
gender (gender equity) adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap
perempuan.
Menurut Mulia (2006, p.54) dalam konteks hubungan laki-laki dan
perempuan, keadil-an meniscayakan tidak adanya diskriminasi, tidak
adanya kecondongan kearah jenis kelamin tertentu dan pengabaian jenis
kelamin yang lain tapi justru memberikan bobot yang yang sepadan
antara hak dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Menurut Astutiningsih
(2005, p.52) upaya untuk meningkatkan kesetaraan dan keadilan gender
dalam bidang pendidikan,bisa dilakukan dengan: (1)Menetapkan sistem
pendidikan yang sensitif gender untuk menjamin persamaan kesempatan
pendidik-an dan pelatihan; (2)Menghapus disparitas gender dalam
memperoleh kesempatan pendidikan; (3)Memperbaiki mutu pendi-dikan
dan meningkatkan kesempatan bagi perempuan untuk menjamin bahwa
perem-puan memperoleh pengetahuan, ketrampil-an kapasitas, sehingga
diharapkan dapat terwujudkesetaraan dan keadilan gender. Upaya untuk
meningkatkan keseta-raan dan keadilan gender dalam bidang pendidikan
dapat dikembangkan sejak usia dini baik melalui pendidikan formal di
seko-lah maupun nonformal di rumah dengan menciptakan kondisi
belajar yang meng-hargai kesetaraan gender serta mengkritisi bentuk
permainan dan media ajar yang ma-sih bias gender, agar nilai-nilai
kesetaraan dan keadilan gender terinternalisasi sampai ahir hayat.
Menurut Sujiono (2009, p.6) bahwa anak usia dini adalah sosok
individu yang sedang menjalani proses perkembang-an dengan pesat dan
fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini memiliki
rentang usia yang sangat berharga dibandingkan usia-usia selanjutnya
karena perkembangan kecerdasannya sangat luar biasa.

10
Dalam pendidikan anak berdasarkan sudut pandang gender seharusnya
Lembaga yang memiliki visi inklusivitas, yaitu visi yang menghargai
keberagaman, menghargaihak-hak anak, sensitif gender, ramah lingkungan,
dan kearifan lokal, memiliki kurikulum yang dikembangkan sendiri dari
kurikulum yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Seperti
kurikulum yang mencakup pada empat 4 aspek perkembangan anak, yaitu
kognitif, fisik, bahasa, dan sosial emosional. Kurikulum yang
dikembangkan juga mengintegrasikan nilai-nilai seperti nilai adil gender,
nilai ramah lingkungan dan nilai keberagaman yang disesuaikan dengan visi
misi dari sekolah atau lembaga pendidikan yang ada.

Tujuan pendidikan adil gender adalah: (a)Anak memahami identitas


gendernya; (b)Anak mengembangkansikap dan perilaku adil gender;
(c)Untuk anak usia dini, fokus pendidikan adil gender adalah pada identitas
gender. Identitas gender ini meliputi: (a)Identitas sexual personal
(biologis); (b) Identitas peran personal (budaya/normal).

11
BAB II
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Anak merupakan aset utama dalam menyiapkan generasi penerus
bangsa. Tumbuh kembang anak sejak dini merupakan tanggung jawab
keluarga itu sendiri, masyarakat dan negara. pendidikan adalah suatu
bimbingan atau peran secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang
utama. Dalam melaksanakan pendidikan berperspektif gender pada anak
diperlukan perencanaan sebagai langkah awal untuk memberikan arah yang
tepat dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Komponen-komponen dalam
rencana pembelajaran yang meliputi tujuan yang ingin dicapai, konsep
yang ingin dibangun, metode, sarana, dan rencana waktu pelaksanaan
merupakan acuan bagi pendidikdalam menjalankan kegiatan pembelajaran
yang sistematis. Dalam pendidikan anak berdasarkan sudut pandang gender
seharusnya Lembaga yang memiliki visi inklusivitas, yaitu visi yang
menghargai keberagaman, menghargaihak-hak anak, sensitif gender, ramah
lingkungan, dan kearifan lokal, memiliki kurikulum yang dikembangkan
sendiri dari kurikulum yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan
Nasional. Seperti kurikulum yang mencakup pada empat 4 aspek
perkembangan anak, yaitu kognitif, fisik, bahasa, dan sosial emosional.
Kurikulum yang dikembangkan juga mengintegrasikan nilai-nilai seperti
nilai adil gender, nilai ramah lingkungan dan nilai keberagaman yang
disesuaikan dengan visi misi dari sekolah atau lembaga pendidikan yang
ada.
B. SARAN
Apabila ada kesalahan dan kesamaan dalam penulisan maka penulis
mengharapkan perbaikan dan saran yang membangun. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya khususnya bagi penulis
sendiri.

12
DAFTAR PUSTAKA

A.hanafi, Asas-asas Hukum Pidana, Pt Rineka Cipta, Jakarta, 1994. hlm


369.

Achmad Saeful, Kesetaraan Gender dalam Dunia Pendidikan, Tarbawi Vol


1, Februari 2019

file:///C:/Users/User/Downloads/88-Article%20Text-109-1-10-20190813.pdf

Adzroil Ula Al Etivali dan Alaika M. Bagus Kurnia PS, Junal Pendidikan
Anak Usia Dini, Jurnal: Penelitian Medan Agama Vol. 10, No. 2,
2019.
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/medag/article/view/6414/pdf

Dwi Narwoko dan Bagong Yuryanto, Sosiologi Teks Pengantar dan


Terapan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2004) hlm. 334

Eniwati Khaidir, Pendidikan Islam Dan Peningkatan Sumber Daya


Perempuan, (Pekanbaru:LPPM UIN Suska Riau, 2014) hlm 16

http://googleweblight.com/i?u=http://kbbi.c o.id/arti-kata/anak&hl=id-ID
Diakses pada Hari Jum’at tanggal 23 Maret 2018 pukul 20:10 WIB

Kurnia Tri Latifa dan Dhita Novika, Jurnal Tentang Perlindungan Hukum
Terhadap Anak Sebagai Korban Tindak Pidana Kekerasan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014,

https://jom.untidar.ac.id/index.php/lontarmerah/article/view/240/100

Nassaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender, ( Jakarta: Dian Rakyat,


2010), hlm 29

Undang-Undang nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

13
Ulfiani Rahman, Karakterisik Perkembaangan Anak Usia Dini, vol. 12, No.
1 (Juni: 2009)

Iswah Adriana, Jurnal dengan judul Kurikulum Berbasis Gender


(Membangun Pendidikan yang Berkesetaraan), Volume 4, Nomor 1,
Tahun 2009 https://core.ac.uk/download/pdf/229880799.pdf

Roziqoh dan Suparno, Jurnal Pendidikan Berperspektif Gender Pada Anak


Usia Dini, Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat,
Volume 1, Nomor 1, Maret 2014
https://journal.uny.ac.id/index.php/jppm/article/view/2359/1958

Paulus Maruli Tamba, Realisasi Pemenuhan Hak Anak Yang Diatur Dalam
Konstitusi Terhadap Anak Yang Berkonflik Dengan Hukum Dalam
Proses Pemidanaan,
https://e-journal.uajy.ac.id/10659/1/JurnalHK11025.pdf

14

Anda mungkin juga menyukai