Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah Golden Age dikenal sebagai masa dimana kehidupan
manusia bermula. Pada masa golden age beragamkejadian dalam
hidup manusia akan menjadi pedoman pijakan pokok sebagai
perkembangan manusia pada tahap masa berikutnya, seperti masa
remaja dan dewasa. Beragamnya proses perkembangan anak pada
tahap ini membutuhkan stimulus yang tidak sedikit,sehingga
perkembangan nantinya mampu meraih titik optimal.
Pada masa Golden Age ini dikenal sebagai periode
keemasan untuk seorang anak dalam rentang usia 0-6 tahun. Dimana
sekitar 80 persen otak anak berkembang dengan pesat. Salah satu
faktor pendukung kesuksesan untuk membentuk anak yang memiliki
kualitas dengan memanfaatkan peluang periode keemasan dalam
masa tumbuh kembang anak atau yang dalam bahasan periodesasi
pertumbuhan dan perkembangan pada seorang anak. Dari beberapa
kajian diketemukan bahwasannya Golden Age di dalamnya memiliki
masa konsepsi, masa ini dimulai sejak manusia dalam bentuk janin
dalam rahim seorang ibu sampai beberapa tahun awal kelahirannya
yang dikenal sebagai masa usia dini.
Keberhasilan atau kegagalan orang tua dalam
meengembangkan kepandaian emosional, intelektual, serta spiritual
seorang anak berada pada tingkat kecakapan dan kepekaan orang tua
dalam menggunakan kesempatan pada periode keemasan ini.
Keterlibatan orang tua terhadap fase pengasuhan terhadap
perkembangan dan pertumbuhan anak pada periode golden age
menjadi penentu bagi keunggulan anak suatu hari nanti.
Pola pengasuhan yang dapat dilakukan diantaranya
perawatan badannya dan juga pada pendidikannya, suplai nutrisi
makanan yang bergizi untuk perkembangan kepandaian intelektual
selain itu pemberian nutrisi non materi juga diperlukan agar dapat
mengembangkan kepandaian emosi serta spiritual dengan
keberanjutan dan konsistensi pola pengasuhan, pendidikan serta
implementasi sikap disiplin sehari-hari serta sosialisasi berkaitan
dengan ajaran agama, norma serta adat istiadat pada periode golden
age tersebut.
Pakar psikolog anak Desni Yuniarni, mengatakan di era ini
berita seperti apapun baik itu positif maupun negatif akan dicerna
langsung oleh anak. Infromasi yang beragam ini nantinya menjadi
dasar pembetukan kepribadian, karakter dan kemampuan kognitif
1
anak. Penelitian seorang pakar perkembangan dan perilaku anak
Berry Brazelton yang berasal dari Amerika Serikat, memberitahukan
bahwasannya tahun pertama merupakan periode krusial kehidupan
anak. Pada periode ini menjadi penentuan apakah saat beranjak
dewasa ia bisa meladeni tantangan, mempunyai semangat belajar
tinggi, dan sukses dalam pekerjaan. Perlu digaris bawahi, kesuksesan
karir seseorang tidak selalu hanya ditentukan oleh nilai rapor sekolah
saja. Akan tetapi, kemampuan soft skill juga menjadi faktor penentu.
Kemampuan soft skill meliputi kemampuan berinteraksi, kerjasama,
penyelesaian masalah, bertoleransi dan juga sejenisnya1.
Potensi yang anak miliki harus dioptimalkan pada masa ini,
upaya yang dapat dilakukan agar potensi anak optimal salah satunya
melalui lembaga-lembaga pendidikan seperti di lembaga PAUD
(Pendidikan Anak Usia Dini). Pada lembaga PAUD ini
pembelajarannya menggunakan pendekatan tematik dengan
memperhatikan aspek-aspek kesederhanaan, kedekatan, keceriaan,
kemenarikan dan pendukung yang lain. Sedangkan tema yang
digunakan pada lembaga PAUD dimulai dari diri sendiri, kemudian
lingkungan anak yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah serta
masyarakat.
Berdasarkan Undang-Undang Tahun 2003 Nomor 20
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 28 Ayat 1 “Pendidikan
Anak Usia Dini diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai
dengan enam tahun dan bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti
pendidikan dasar”2. Pendidikan anak pada masa golden age terdiri
dari tiga jalur, diantaranya jalur formal, informal dan nonformal.
Biasanya anak berumur 3-6 tahun termasuk dalam jalur formal yang
memperoleh pendampingan dari pendidik yang terdapat pada suatu
lembaga seperti Taman Kanak-Kanak (TK), Raudhatul Athfal (RA)
dan lain-lain yang sederajat.
Dalam upaya pencapaian pendidikan nasional setiap anak
didik diharapkan memiliki keinginan belajar dan pola fikir yang
sesuai, karena keberhasilan dalam sebuah pendidikan tidak hanya
berada pada suatu lembaga saja melainkan perhatian orang tua
diperlukan oleh anak didik maupun karakteristik yang dipunya oleh

1
Adis Anggiany,”PAUD Untuk Semua Memaksimmalkan Golden Age
Anak Anak”,(Kompas.com)25Juli 2020, ", https: //edukasi. kompas.com/read/
2015/09/01/13424401/PAUD.untuk.Semua.Memaksimalkan.Golden.Age.Anak-
Anak.Indonesia?page=all
2
Depdikbud, “Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia NomoR 137 Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak
Usia Dini” (Jakarta, 2015), p. Pasal 24 Ayat 1.
2
anak yang bersangkutan akan mampu mencapai sebuah prestasi yang
membanggakan.
Tugas utama seorang pendidik yang profesional adalah
memahami bagaimana anak didiknya pada waktu pembelajaran serta
pengorganisasian proses pembelajarannya untuk memperluas
kemampuan sekaligus membangun karakter bagi peserta didik. Agar
bisa memahami pembelajaran pada peserta didik, tenaga pendidik
harus mampu memahami dasar pedoman dan konsep dasar belajar.
Dengan menguasai semua itu seorang pendidik diharapkan dapat
mengimplementasikannya dalam kegiatan belajar, sebab fungsi
pokok pembelajaran adalah mengakomodasi pertumbuhan dan
perkembangan belajar dalam diri peserta didik3.
Pendidikan bagi anak dimulai dari rumah, lalu di lembaga
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) maupun Taman Kanak-Kanak
(TK) begitu juga lingkungan disekitarnya. Saat berada di jenjang
taman kanak-kanak metode pembelajarannya tidak bisa dilakukan
dengan otoriter. Metode pembelajaran yang bisa di implementasikan
pada anak-anak usia dini banyak macamnya, satu diantaranya
dengan metode belajar dan bermain. Belajar sekaligus bermain bisa
membuat anak-anak senang dan terhibur. Bermain merupakan
kegiatan yang membutuhkan keseriusan tapi juga menggermbirakan,
hal tesrebut yang membuat anak merasa nyaman dan bisa ekspresif.
Sabil Risaldy mengutip pernyataan Conny R Semiawan,
yang menurutnya bermain merupakan kegiatan yang dilakukan dan
ditentukan sendiri oleh anak, sebab bagi mereka itu bukanlah sebuah
hadiah atau pujian melainkan merupakan aktvitas yang sangat
menyenangkan. Aktivitas bermain juga dapat meningkatkan aspek
perkembangan pada anak, selain itu dengan bebas anak bisa
mengeksplorasi hal-hal baru dan juga supaya dapat menguatkan hal-
hal yang telah dimengerti sebelumnya. Dengan bermain semua
potensi yang dimiliki anak-anak dapat dikembangkan secara
optimal, baik itu potensi fisik ataupun potensi mental intelektual
serta spiritual. Maka dari itu, bermain dapat menjembatani
perkembangan seluruh aspek pada anak usia dini4.
Baumrind dalam Jamiatul menuturkan bahwasannya dalam
pengasuhan anak terdapat beberapa model pola pengasuhan yang
dapat orang tua terapkan meliputi pola demokrasi, pola otoriter serta

3
Udin S,Winata Putra dkk,” Teori belajar dan pembelajaran”, (Jakarta,
Universtas Terbuka, 2011), 1.1
4
Risaldy,Sabil, “Manajemen Pengelolaan Sekolah Usia Dini”,(Jakarta:
Luxima,2014.), 29
3
pola permisif. Pengasuhan model otoriter diterapkan oleh orangtua
dalam membangaun, mengontrol dan menilai perilaku anak baik itu
ucapan ataupun perkataan. Keinginan orang tua merupakan aturan
yang mutlak harus dijalankan oleh si anak. Tidak jarang orang tua
yang memberikan hukuman terhadap anaknya apabila tidak patuh
dan mengikuti apa yang dikehendaki orangtuanya.”
Pengasuhan model demokratis diterapkan oleh orangtua
yang lebih mengutamakan keharmonisan dalam mengasuh anak,
sebagai contoh orangtua lebih mengapresiasi dan memberi reward
atas kemampuan yang dimiliki anaknya, anak mendapatkan
kepercayaan dan kesempatan dalam mengereksplorasi. Pengasuhan
yang terakhir yakni pengasuhan model permisif, orang tua mengasuh
anak dengan menyerahkan kebebasan yang cukup luas bagi anak
seperti halnya orang dewasa. Kebebasan dan kelonggaran yang
diberikan kepada anak membuatnya dapat melakukan segala
keinginannya tanpa adanya kontrol yang kuat dari orangtua terhadap
anaknya.5
Kita sebagai orang tua memiliki tanggung jawab besar serta
kewajiban untuk menetapkan barometer pendidikan terhadap anak,
tentang bagimanakah kita mengarahkan kepada mereka dalam
kebaikan dan juga kita arahkan kepada mereka tentang bagaimana
tujuan-tujuan hidup yang sebenarnya. Dalam mendidik seorang anak
hendaklah kita singkirkan barometer yang berdasar emosi, kita juga
harus memperhatikan tentang perubahan zaman dan tempat serta
perubahan keadaan. Sebagai orang tua kita juga harus mengoreksi
pendidikan anak-anak kita, membenarkan langkah, lalu kembali
kepada metode yang otentik dan model yang benar, yaitu model
pendidikan anak yang bersumber pada Alqur‟an dan hadits.
‫قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم‬:‫عن ابن عمر رضي اهلل عنو قال‬
‫وىو‬،‫فاالمريالّذي على النّاس راع‬،‫فمسئول عن رعيّتو‬،‫ كلكم راع‬:
‫املرأة‬
ْ ‫و‬،‫وىو مسئول عْنهم‬،‫الرجل راع على اىل بيتو‬ ّ ‫و‬،‫مسئول عنهم‬
‫والْ ْعبد راع على‬،‫مسئولة عْنهم‬
ْ ‫وىي‬،‫راعيّة على ْبيت ْبعلها وولده‬
5
Ahmad Sanusi dkk,” Studi Kasus Lingkungan Keluarga Di Desa
Pejanggik : Pola Pembiasaan Pemecahan Masalah Bagi Anak Usia Dini” Jurnal
Golden Age, Universitas Hamzanwadi Vol. 04 No. 1( Juni 2020) : 204,
di akses pada 29 Juli 2020,
http://e-journal.hamzanwadi.ac.id/index.php/jga/article/view/2245
4
‫عن‬
ْ ‫مس ْئول‬
ْ ‫وكلّكم‬،‫أالفكلّكم راع‬،‫مسئول عْنو‬
ْ ‫وىو‬،‫مال سيّده‬
6
‫رعيّتو‬
Artinya: “Dari Umar ra., Rsulullah Saw telah bersabda: “ setiap
kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung
jawaban tentang hal yang engkau pimpin. Seorang
penguasa adalah pemimpin atas manusia dan ia akan
ditanya tentang mereka. Seorang suami adalah pemimpin
bagi keluarganya dan ia akan ditanyai tentang mereka.
Seeorang istri adalah pemimpin bagi rumah dan anak
suaminya, dan ia akan ditanyai tentang mereka. Seorang
budak adalah pemimpin bagi harta tuannya dan ia akan
ditanya tentangnya. Ingatlah, setiap kalian adalah
pemimpin dan akan ditanya tentang hal yang ia pimpin.”
(HR.Mutafaq „alaihi, lihat sohih jami‟shaghir no.4569)7.
Dari hadits tersebut, bisa diambil pembelajaran
bahwasannya pendidikan adalah bentuk sebuah tanggung jawab
maka dari itu semua itu dapat kita jadikan renungan bagi para orang
tua. Suami merupakan imam sekaligus pemimpin rumah tangga yang
nantinya akan dipertanggung jawabkan mengenai apa yang
dipimpin. Begitupun istri, dia adalah pimpinan bagi rumah dan anak
suaminya yang nantinya juga dimintai pertanggung jawaban atas
mereka.
Definisi bimbingan menurut A.J. Jones, adalah sebuah
pertolongan yang dipersembahkan oleh seseorang terhadap orang lain
terkait dengan memutuskan sebuah pilihan, juga kesesuaian serta
menyelesaikan suatu konflik. Sedangkan makna bimbingan menurut
L.D. Crow dan A. Crow ialah suatu pertolongan yang bisa
disampaikan oleh individu baik itu pria atau wanita yang terdidik dan
terlatih kepada individu lain yang belum matang usianya untuk
menjalani kehidupan, mengembangkan pengetahuan, pengambilan
keputusan dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri8.
6
Hadis, Bukhori, (Beirut: Dar as-Sa‟bu, t.t), 139.
7
Yahya Bin Sa‟id,”Wahai Ayah Dan Ibu Didiklah Anakmu”,
(Jogjakarta:Menara Kudus Jogja,2003),18
8
Qomaruddin,” Pentingnya Pendampingan orang tua terhadap
Pendidikan anak”,At tahdzib Jurnal Studi Islam dan muamalah,vol 4 no 1 (2016) :
1-2
Di akses 26 juli 2020
http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/tahdzib/article/view/2211/239
5
5
Berkaca dari dua pendapat yang telah dijabarkan, maka
penulis bisa menyimpulkan bahwasannya bimbingan merupakan
sebuah pendampingan belajar yang bertujuan untuk memberikan
bantuan belajar dari seseorang kepada orang lain untuk pencapaian
prestasi ataupun untuk menyelesaikan suatu masalah dalam
mengambil keputusan untuk mengurangi suatu beban.
Memupuk sikap tanggung jawab kepada anak merupakan
suatu proses pendewasaan. Pembentukan rasa tanggung jawab
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah, semua itu pasti memiliki titik
awal mulanya. Tidak terdapat ketentuan usia bagi orang tua atau
pendidik untuk mulai membiasakan pada seorang anak memupuk
sikap tanggung jawab. Namun pada dasarnya, rasa tanggung jawab
oleh orang tua bisa ditumbuhkan terhadap anak sedini mungkin.
Artinya sejak anak mulai bisa berinteraksi bersama orang tuanya,
memperoleh stimulus ataupun dengan mendengar orang tua serta
dapat memberikan respon dirinya terhadap orang tuanya.
Seorang anak akan memahami arti sebuah pertanggung
jawaban lewat interaksi kesehariannya dengan orang tua,
pendidik/guru, begitupun dengan teman-teman sebayanya. Apabila
seorang anak melakukan kesalahan maka sebagai pendidik baik dari
orang tua atau seorang guru hendaklah memberitahukan kepada anak
tersebut mengenai kesalahannya itu, kemudian orang tua ataupun
guru memberikan solusi terkait hal yang akan mereka diambil untuk
menyelesaikaan konflik tersebut. Sehingga anak bisa terlatih dengan
sendirinya untuk bisa bertanggung jawab dan akan tumbuh dewasa
dengan pribadi yang bertanggung jawab atas dirinya.
Hal tersebut selaras dengan yang dikemukakan oleh Adi wiyoto
dalam Astuti bahwasannya dalam pembelajaran dibutuhkan
tanggung jawab yang cukup besar. Tanggung jawab tersebut itu
dimaksudkanperubahan dapat terjadi secara siknifikan terhadap
perilaku belajar siswa dalam mendapatkanoutpu belajar secara
optimal.9

9
A‟an Aisyah Dkk,” Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Melalui
Layanan Penguasaan Konten”, Indonesian Journal Of Guidance And Counselling:
Theory An Aplication Vol 3 No 3 (2014): 45,
Di Akses 29 Juli 2020, http://Journal.Unnes.Ac.Id/Sju/Index.Php/Jbk
6
Rasa tanggung jawab yang dimiliki anak usia dini tergolong
pada lingkup aspek perkembangan sosial emosional yaitu
perkembangan yang di peroleh dari kecerdasan bertindak yang
selaras seperti kebanyakan orang disekitarnya. Definisi
perkembangan sosial menurut Hurlock merupakan fase belajar
penyesuaian diri terhadap norma-norma atau adat kebiasaan
masyarakat, team work, saling memiliki rasa kebersamaan dan
merasa bersatu bersama orang disekitar. Rasa tanggung jawab wajib
untuk diajarkan dan ditanamkan sejak usia dini dengan catatan
tanggung jawab itu boleh di luar batas kemampuan si anak. Bentuk
rasa tanggung jawab bisa diterapkan dalam keseharian seperti
melindungi barang yang dia punya, mengembalikan barang ke
asalnya, menhormati waktu, dan mengerjakan tugas yang sudah
diberikan oleh pendidik serta menyelsaikannya tepat waktu.
Ada beberapa prinsip yang perlu dipertimbangkan untuk
menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap seorang anak antara
lain: memberi teladan, dimulai dari suatu hal yang sederhana serta
penuh kesabaran10.
Berpijak dari uraian yang dipaparkan, penulis merasa perlu
untuk mengkaji secara mendalam tentang Peran Pendampingan
Orang Tua dalam Masa Belajar di Rumah untuk Menumbuhkan
Rasa Tanggung Jawab Anak Usia Golden Age dalam Belajar dan
Bermain di Taman Kanak-Kanak Himpunan Wanita Karya (HWK)
Jurang Gebog Kudus.
B. .Fokus Penelitian
Merujuk pada penjelasan latar belakang masalah dan
identifikasi masalah, fokus penelitian perlu dibatasi hanya
permasalahan pada peran pendampingan orang tua dalam masa
belajaar di rumah untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab anak
usia golden age dalam belajar dan bermain di desa Jurang kecamatan
Gebog kabupaten Kudus.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan data empiris dan pemikiran di latar belakang
masalah di atas, maka penulis menfokuskan:
1. Bagaimana peran pendampingan orang tua dalam masa
belajar di rumah untuk menumbuhkan rasa tanggumg jawab
pada anak usia Golden Age dalam belajar dan bermain?

10
Marselius sampe tondok,”Menumbuhkan rasa tanggung jawab pada
anak”, Harian suara post, 9 Juni 2013,:1 – 2,
Di akses 29 Juli 2020, http://repository.ubaya.ac.id/3480/.
7
2. Bagaimana dampak pendampingan orang tua dalam masa
belajar anak di rumah untuk menumbuhkan rasa tanggumg
jawab anak usia Golden Age dalam belajar dan bermain?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan fokus penelitian di atas,
maka penelitian mempunyai tujuan:
1. Untuk mengetahui peran pendampingan orang tua dalam masa
belajar di rumah untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab
anak usia golden age dalam belajar dan bermain di TK HWK
(Himpunan Wanita Karya) desa Jurang kecamatan Gebog
kabupaten Kudus.
2. Untuk mengetahui dampak pendampingan orang tua dalam
masa belajar di rumah untuk menumbuhkan rasa tanggung anak
usia golden age dalam belajar dan bermain pada TK HWK
(Himpunan Wanita Karya) Jurang Gebog Kudus.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis Secara teoritis hasil penelitian diharapkan
dapat bermanfaat yaitu:
a. Sebagai referensi pada penelitian-penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan peningkatan tanggung jawab
anak usia dini.
b. Memberikan sumbangan ilmiah dalam ilmu pendidikan
anak usia dini.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi orang tua dan guru: Dapat menambah pengetahuan,
menambah keterampilan bagi orang tua dan guru sebagai
pendidik bagi anak-anak usia golden age dalam
mendampinginya untuk untuk menumbuhkan rasa
tanggung jawab anak dalam belajar dan bermain.
b. Bagi lembaga: Penelitian ini dapat memberikan
kontribusi sebagai faktor pendukung dalam mencapai
tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, memberikan
sumbangan variasi pembelajaran dalam peningkatan
profesionalisme guru, dan meningkatkan kualitas proses
pembelajaran di sekolah.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi penulis yang


lainnya yang ingin mengkaji lebih mendalam dengan topik dan
fokus serta setting yang lain untuk memperoleh perbandingan
sehingga memperkaya temuan penelitian ini.
8
F. Sistematika Penulisan
Penulisan proposal skripsi penelitian kualitatif ini
berpedoman pada sistematika atau proposal skripsi yang berlaku dan
lazim digunakan di IAIN KUDUS. Jenis penelitian kualitatif bersifat
fleksibel. Alternatif sistematika proposal skripsi dengan pendekatan
kualitatif adalah sebagai berikut:
Diawali dengan halaman yang memuat tentang halaman
judul, kemudian laporan pengesahan majelis penguji ujian
munaqosah kemudian disertakan surat pernyataan keaslian sekripsi,
untuk selanjutnya yaitu abstrak yang ditulis secara ringkas dan jelas,
namun tetap memuat keseluruhan dari topik yang ditulis oleh
penulis. Kemudian disertakan juga motto dari penulis, kemudian
pada halaman selanjutnya yaitu lembar pengesahan. Kemudian kata
pengantar dari penulis, lembar selanjutnya daftar isi, untuk lembar
selanjutnya disertakan daftar singkatan jika ada. Lembar selanjutnya
daftar tabel jika ada, untuk lembar terahir dibagian awal yaitu daftar
gambar/grafik jika penulis mengadakannya.
Pada bagian utama sistematika penulisan pada skripsi
mencakup latar belakang masalah kemudian fokus penelitian, pada
lembar selanjutnya berisi tentang perumusan masalah kemudian
dilanjutkan dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian kemudian
sistematika pada penulisan sekripsi.
Pada lembar selanjutnya Bab II yaitu kajian pustaka. Dalam
hal ini urutan penulisannya berisi kajian teori yang berkaitan dengan
judul sekripsi kemudian menyertakan penelitian terdahulu yang
hampir sama dengan judul sekripsi penulis, kerangka pemikiran dan
dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian.
Pada lembar Bab III yaitu metode penelitian, yang berisi
tentang pendekatan dan jenis skripsi, setting penelitian, subyek
penelitian, sumber-sumber data, teknik pengumpulan data, pengujian
keabsahan data, teknis analisis data.
Bab IV yaitu hasil penelitian dan pembahasan, urutan
penulisannya dimulai dari gambar obyek penelitian, deskripsi data
penelitian dan analisis data penelitian.
Untuk bab V yaitu penutup yang berisi tentang simpulan
dari penulisan sekripsi, saran-saran dari penulis, kemudian bagian
akhir yaitu daftar pustaka dan lampiran-lampiran kemudian terahir
transkrip wawancara.

Anda mungkin juga menyukai