Anda di halaman 1dari 19

Puasa dan Permasalahannya

Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih
Dosen pengampu:
Dr. Hariman Surya Siregar, M.Ag.
Hamdan Hambali, M.Ag.

Disusun oleh:

Kelompok 10

Fuji Nur’Oktapiana (1182050037)

Hilma Masani (1182050045)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA/IV/B

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai puasa
dan permasalahannya ini.

Makalah ini disusun dalam rangka pemenuhan salah satu tugas terstruktur pada mata
kuliah Ilmu Fiqih Program Studi Pendidikan Matematika UIN Sunan Gunung Djati Bandung
TA 2019/2020.

Makalah ini sudah selesai kami susun dengan semaksimal mungkin dengan bantuan
dari berbagai referensi buku sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sehingga saya dapat melakukan perbaikan makalah ini menjadi makalah yang baik dan benar.

Akhir kata kami meminta semoga makalah kalender pendidikan, program tahunan dan
program semester ini dapat memberi manfaat ataupun inspirasi pada pembaca.

Bandung, Mei 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG....................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................1
C. TUJUAN.........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
A. PENGERTIAN................................................................................................................2
B. MACAM-MACAM PUASA..........................................................................................3
1. Puasa Wajib.................................................................................................................3
2. Puasa Sunah.................................................................................................................4
3. Puasa Makruh..............................................................................................................5
C. PERMASALAHAN PADA PUASA..............................................................................6
1. Syarat wajib puasa.......................................................................................................6
2. Syarat sah puasa..........................................................................................................7
3. Fardu (rukun) puasa.....................................................................................................7
4. Sunnah puasa...............................................................................................................7
5. Yang membatalkan puasa............................................................................................7
6. Orang-orang yang diperbolehkan berbuka (tidak puasa)............................................8
7. Waktu yang diharamkan puasa....................................................................................9
D. HIKMAH BERPUASA................................................................................................10
BAB IIIPENUTUPAN.............................................................................................................14
A. KESIMPULAN.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Konsepsi puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam pengertian


sempit sebagai suatu prosesi menahan lapar dan haus serta yang membatalkan puasa yang
dilakukan pada bulan ramadhan. Padahal hakekat puasa yang sebenarnya adalah menahan
diri untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.

Selain itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain
yang berada pada kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat
digambarkan pada konsepsi lapar dan haus yang dampaknya akan memberikan
kemungkinan adanya tenggang rasa antar umat manusia.

Pengkajian tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan meliputi seluruh
kehidupan manusia baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan, ekonomi, budaya dan
sebagainya. Begitu universal dan kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi acuan
bagi muslim dalam mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan
pengertian lain puasa dapat dijadikan pedoman hidup.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan puasa?


2. Apa saja macam-macam puasa?
3. Apa saja permasalahan yang ada pada puasa?
4. Bagaimana hikmah orang-orang yang berpuasa?

C. TUJUAN

1. Menjelaskan pengertian dari puasa.


2. Menjelaskan maca-macam puasa.
3. Menjelaskan permasalahan yang ada pada puasa.
4. Menjelaskan hikmah bagi orang-orang yang berpuasa.

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN

Sebelum kita mengkaji lebih jauh materi tentang puasa, terlebih dahulu kita akan
mempelajari pengertian puasa itu baik itu menurut bahasa maupun menurut istilah.

Dijelaskan dalam Fiqih Al Manhaji yang disusun oleh Dr Musthofa Al Bugho dan
ulama lainnya berdasarkan mazhab Imam Syafi’i, puasa dalam bahasa Arab disebut ash
Shiyam (‫ )الصيام‬yang secara bahasa berarti al imsaaku anisy syai’i (‫ )اإلمساك عن الشيئ‬yakni
menahan dari sesuatu baik perkataan ataupun makanan. Adapun puasa yang dimaksud
dalam terminologi syariat adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa
mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari disertai dengan niat.

Dalam Al-Jami’ Fiqih An Nisa yang disusun oleh Syaikh Kamil Muhammad
Uwaidah, disebutkan menurut bahasa puasa berarti menahan. Sedangkan menurut syariat,
puasa berarti menahan diri secara khusus dalam waktu tertentu serta dengan syarat-syarat
tertentu pula.

Dapat disimpulkan bahwa puasa atau shaum artinya adalah menahan diri dari segala
sesuatu baik makan, minum atau sesuatu yang membatalkannya, dimulai dari terbit fajar
hingga terbenamnya matahari, diawali niat dan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut:
…. ‫ض ِمنَ ۡٱل َخ ۡي ِط ٱأۡل َ ۡس َو ِد ِمنَ ۡٱلفَ ۡج ۖ ِر‬
ُ َ‫ٱش َربُو ْا َحت َّٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ۡٱل َخ ۡيطُ ٱأۡل َ ۡبي‬
ۡ ‫… َو ُكلُو ْا َو‬
“ … dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar” (Q.S. Al-Baqarah (2): 187)

Ibadah puasa juga merupakan sesuatu yang diwajibkan bagi orang-orang yang
beriman, tidak lain agar membuat takwa pada diri mereka (orang-orang yang beriman)
selalu meningkat. Hal ini seperti yang tercantum dalam ayat berikut ini:
ِّ ‫يَٰٓأَيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ُكتِ َب َعلَ ۡي ُك ُم ٱل‬
١٨٣ َ‫صيَا ُم َك َما ُكتِ َب َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ۡبلِ ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ تَتَّقُون‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum agar kamu senantiasa bertakwa” (QS. al-Baqarah
(2): 183)

B. MACAM-MACAM PUASA

1. Puasa Wajib
a. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan ini dilaksanakan satu tahun sekali tepatnya pada bulan
Ramadhan. Puasa inilah yang merupakan cerminan dari rukun Islam yang
keempat. Perintah untuk menjalankan Puasa Ramadhan ini dimulai pada tahun
kedua hijriah, setelah Nabi Muhammad berangkat hijrah ke Madinah.
Hukum dari menjalankan puasa Ramadhan ini adalah fardhu ‘ain. Artinya
setiap orang punya kewajiban dalam mengerjakannya, dan tidak boleh seorang
pun meninggalkannya tanpa ada halangan yang dibenarkan oleh aturan tertentu
(syariat). Ketika seseorang sedang berhalangan untuk mengerjakannya, maka
sudah wajib untuk menggantinya di lain hari.

b. Puasa Qadha
Puasa Qadha adalah puasa yang dilakukan seseorang untuk mengganti puasa
wajib yang telah ditinggalkan karena suatu halangan atau udzur dan telah
terlewati waktunya.
Batas dari meng-qadha puasa wajib ini adalah sampai datangnya bulan puasa
tahun berikutnya. Adapun jika tidak dilakukannya maka, ia wajib untuk meng-
qadha  dan membayar fidyah.

c. Puasa Nazar
Puasa Nazar adalah puasa yang dikerjakan karena adanya suatu janji atau
nazar yang pernah diucapkan sebelumnya.
Penting untuk kita ketahui bersama, bahwa nazar atau janji yang kita ucapkan
juga harus berupa amal baik, bukan amal buruk. Puasa nazar ini dihukumi wajib
sebagaimana yang diterangkan dalam ayat berikut ini
ٗ ‫يُوفُونَ بِٱلنَّ ۡذ ِر َويَخَافُونَ يَ ۡو ٗما َكانَ َشرُّ ۥهُ ُم ۡست َِط‬
٧ ‫يرا‬
“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di
mana-mana” (QS. al-Insaan (76): 7)

d. Puasa Kifarat
Puasa kafarat masuk dalam puasa yang wajib dikerjakan, dikarenakan
seseorang telah melanggar suatu larangan yang telah ditetapkan dalam suatu
ibadah tertentu. Puasa kafarat ini sebagai wujud denda atas pelanggaran yang telah
dilakukan oleh seseorang tersebut.
Adapun yang menyebabkan seseorang untuk mengerjakan puasa kafarat
adalah sebagai berikut:
1) Berkumpul dengan istri (jima’) di siang hari pada bulan Ramadhan.
2) Melanggar aturan-aturan ihram yang telah ditetapkan.
3) Membunuh secara tidak sengaja.
4) Melakukan zihar kepada istrinya.
5) Tidak mampu memenuhi nazar (melanggar sumpahnya sendiri).
6) Mengerjakan haji dan umrah dengan cara tamatuk (haji yang dilakukan setelah
umrah) dan qiran (haji dan umrah dilakukan secara bersamaan).

2. Puasa Sunah
a. Puasa Syawal
Puasa Syawal ini berjumlah enam hari. Adapun untuk pelaksanaannya adalah
dimulai dari tanggal 2 Syawal (setelah Hari Raya Idul Fitri) sampai pada akhir
bulan Syawal. Puasa Syawal ini boleh dikerjakan secara terus-menerus berurutan
atau boleh juga dengan berselang-seling, satu hari puasa satu hari tidak.
Hadits yang mendukung untuk mengerjakan puasa Syawal ini diantaranya
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub Al-Anshari bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda:
ِ ‫ َكانَ َك‬.‫ًّا ِم ْن َشوَّال‬uv‫ ثُ َّم أَ ْتبَ َعهُ ِسًت‬. َ‫ضان‬
‫صيَ ِام ال َّد ْه ِر‬ َ ‫َم ْن‬
َ ‫صا َم َر َم‬

“Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian melanjutkan dengan berpuasa enam


hari pada bulan Syawal, maka seperti ia berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim)

b. Puasa Arafah
Puasa Arafah ini dilakukan tepatnya pada tanggal 9 Dzulhijjah, satu hari
sebelum Hari Raya Idul Adha. Dimana pada waktu itu umat Islam yang sedang
menjalankan ibadah haji sedang melaksanakan ibadah wukuf yang bertempat di
padang Arafah.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah ra., bahwa ada
sahabat nabi saw. yang bertanya tentang beberapa puasa yang dikerjakan oleh
baginda Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. menjawab pertanyaan
tersebut dengan bersabda:

…ُ‫ َوال َّسنَةَ الَّتِي بَ ْع َده‬،ُ‫ أَحْ تَ ِسبُ َعلَى هللاِ أَ ْن يُ َكفِّ َر ال َّسنَةَ الَّتِي قَ ْبلَه‬،َ‫صيَا ُم يَوْ ِم ع ََرفَة‬
ِ ، ..

“… Puasa pada hari Arofah, aku berharap kepada Allah agar mengampuni dosa-
dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang…. ” (HR. Muslim)

c. Puasa Senin Kamis


Puasa ini disebut dengan puasa Senin Kamis karena pada hari itulah puasa ini
dikerjakan. Mengenai dalil ataupun perintah tentang puasa Senin Kamis ini,
terdapat dalam hadits-hadits Rasulullah saw. sebagai berikut ini:

ِ ‫ن َو ْال َخ ِم‬uِ ‫صوْ َم ااِل ْثنَ ْي‬


‫يس‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم يَت ََحرَّى‬ ْ َ‫ع َْن عَائِ َشةَ قَال‬
َ ‫ َكانَ النَّبِ ُّي‬: ‫ت‬
Dari ‘Aisyah ra. beliau berkata: “Rasulullah saw. adalah sering berpuasa pada
hari Senin dan Kamis. (HR. Tirmidzi)

َ َ‫صوْ ِم ااِل ْثنَ ْي ِن فَق‬


‫ال فِي ِه‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ُسئِ َل ع َْن‬ َ ‫ أَ َّن َرس‬: ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫ي َر‬
ِّ ‫ار‬
ِ ‫ص‬ َ ‫ع َْن أَبِي قَتَا َدةَ اأْل َ ْن‬
َّ َ‫ت َوفِي ِه أُ ْن ِز َل َعل‬
‫ي‬ ُ ‫ُولِ ْد‬
Dari Abu Qatadah Al-Anshari ra., bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya
mengenai puasa pada hari Senin, maka beliau pun menjawab: “Di hari itulah saya
dilahirkan, dan pada hari itu pula, wahyu diturunkan atasku.” (HR. Muslim)

d. Puasa Tasu’a dan ‘Asyura


Puasa ‘Asyura ini dikerjakan pada tanggal 10 Muharram. Puasa ini juga
merupakan puasa sunnah yang mempunyai keutamaan tersendiri. Dalam sebuah
hadits yang diriwayatkan dari Abu Qatadah, bahwasanya Nabi saw. bersabda:

ُ‫ أَحْ تَ ِسبُ َعلَى هللاِ أَ ْن يُ َكفِّ َر ال َّسنَةَ الَّتِي قَ ْبلَه‬،‫ورا َء‬


َ ‫صيَا ُم يَوْ ِم عَا ُش‬
ِ ‫َو‬
“Puasa pada hari ‘Asyuro’, aku berharap kepada Allah agar mengampuni
dosa-dosa setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
Dalam hadits yang lainnya dapat kita jumpai keterangan yang menjelaskan
bahwa puasa pada bulan Muharram ini tidak hanya pada tanggal 10 saja tetapi
juga pada tanggal sembilan juga atau disebut juga dengan Puasa Tasu’a. Hal ini
berdasarkan pada sabda nabi saw. yang berbunyi:

ِ ‫ْت إِلَى قَابِ ٍل ألَصُوْ َم َّن الت‬


‫َاس َع‬ ُ ‫لَئِ ْن بَقِي‬
“Sungguh jika aku masih hidup sampai tahun depan aku akan berpuasa pada hari
yang kesembilan.” (HR. Muslim)

3. Puasa Makruh
a. Berpuasa pada hari jum’at
Berpuasa hanya pada hari Jum'at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya,
kecuali apabila ia berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu
jatuh pas hari Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan
Dzuhijjah itu, jatuhnya pada hari Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini,
puasa boleh dilakukan, karena bukan dengan sengaja hanya berpuasa pada hari
Jum'at.

Dalil larangan hanya berpuasa pada hari Jum'at saja yang Artinya:
Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh berpuasa hanya pada hari Jum'at,
kecuali ia berpuasa sebelum atau sesudahnya" (HR. Bukhari Muslim).
b. Puasa setahun penuh (puasa dahr)
Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang
tersebut kuat untuk melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti
itu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang Artinya:

Umar bertanya: "Ya Rasulullah, bagaimana dengan orang yang berpuasa satu
tahun penuh?" Rasulullah saw menjawab: "Ia dipandang tidak berpuasa juga tidak
berbuka" (HR. Muslim).

c. Puasa Wishal
Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga tidak ada bukanya,
misalnya ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari tiga malam. Puasa ini
diperbolehkan untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa melakukannya,
namun dimakruhkan untuk ummatnya.

Hal ini berdasarkan hadits berikut yang Artinya: Rasulullah saw bersabda:
"Janganlah kalian berpuasa wishal" beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali.
Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, anda sendiri melakukan puasa wishal?"
Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalian tidak seperti saya. Kalau saya tidur,
Allah memberi saya makan dan minum. Oleh karena itu, perbanyaklah dan giatlah
bekerja sekemampuan kalian" (HR. Bukhari Muslim).

C. PERMASALAHAN PADA PUASA

1. Syarat wajib puasa

a. Berakal. Orang yang gila tidak diwajibkan berpuasa

b. Balig (umur 15 tahun ke atas) atau ada tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib
puasa.

c. Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tau atau sakit, maka
tidak wajib berpuasa. Firman Allah Swt. :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat mengerjakannya jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): member makan seorang miskin,” (Al-
Baqarah: 184)

“Barang siapa sakit atau sedang dalam perjalanan (lalu ia berbuka. Maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-
hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu,”(Al-Baqarah: 185)

2. Syarat sah puasa

a. Islam. Orang yang bukan Islan tidak sah berpuasa.

b. Mumayiz (dapat membedakan yang baik dngan yang tidak baik).

c. Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan).

d. Orang yang haid ataupun nifas itu tidak sah berpuasa , tetapi keduanya wajib
mengqada (membayar) puasa yang tertinggalitu secukupnya.

e. Dalam waktu yang diperbolekan puasa padanya. Dilarang berpuasa pada dua hari
raya dan hari Tasyriq (tanggal 11-12-13 bulan haji).

3. Fardu (rukun) puasa

a. Niat pada malamnya, setiap malam selama bulan Ramadhan.


Yang dimaksud dengan malam puasa adalah malam yang sebelumnya. Kecuali
puasa sunat, boleh berniat pada siang hari, asal sebelum zawal (matahari condong
ke barat).

b. Menahan diri dari yang segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai
terbenam matahari.

4. Sunnah puasa

a. Menyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah
terbenam.

b. Berbuka dengan kurma, sesuatu yang manis,atau dengan air.

c. Berdoa sewaktu berbuka puasa.


d. Makan sahur Sesudah tengah malam, sdengan maksud supaya menambah
kekuatan ketika berpuasa.

e. Mengakhirkan makan sahur sampai kira-kira 15 menit sebelum fajar.

f. Memberi makanan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa.

g. Hendaklah memperbanyak sedekah selama dalam bulan puasa.

h. Memperbanyak membaca Al-Quran dan mempelajarinya karena mengikuti


perbuata Rasulullah Saw.

5. Yang membatalkan puasa


a. Makan dan minum dengan sengaja. Makan dan minum sudah pasti membatalkan
puasa, terkecuali tidak sengaja atau karena faktor lupa
b. Berhubungan suami istri (jima’) pada waktu puasa : uami-istri yang melakukan
hubungan seksual dengan sengaja di antara waktu fajar terbit hingga matahari
terbenam, berarti puasanya batal. Suami-istri yang demikian, wajib mengganti
puasa yang gugur itu di luar bulan Ramadan. Selain itu, mereka mesti membayar
kafarat salah satu dari tiga pilihan, yaitu memerdekakan seorang budak, atau jika
tidak mampu mesti berpuasa 2 bulan berturut-turut, atau jika tidk mampu,
memberi makan 60 orang miskin.
c. Muntah yang disengaja atau dibuat-buat : Seseorang yang sengaja muntah, atau
memasukkan benda ke dalam mulut hingga muntah, batal puasanya. Sebaliknya,
jika muntah itu tidak disengaja, atau terjadi karena sakit, puasa tidak batal.
Diriwayatkan, Nabi Muhammad bersabda, "Ssiapa yang tidak sengaja muntah,
maka ia tidak diwajibkan untuk mengganti puasanya, dan siapa yang sengaja
muntah maka ia wajib mengganti puasanya”. (H.R al-Tirmidzi 653 dan Ibn Majah
1666).
d. Hilang akal (gila, ayan, atau sakit jiwa) : Apabila seseorang mendadak gila ketika
sedang mengerjakan ibadah puasa, maka puasanya batal. Puasa diwajibkan untuk
umat Islam yang baligh (dewasa), berakal sehat, dan tidak terkena halangan.
e. Keluarnya darah haid atau nifas (bagi wanita) : Keluarnya air mani yang terjadi
karena sentuhan kulit meski tanpa hubungan seksual, membatalkan puasa.
Keluarnya mani ini baik dalam konteks masturbasi (onani) maupun sentuhan
dengan pasangan. Namun, jika mani keluar karena mimpi basah, hal ini
dikategorikan tidak sengaja, sehingga puasa tidak batal.
f. Keluar mani dengan disengaja : Keluarnya air mani yang terjadi karena sentuhan
kulit meski tanpa hubungan seksual, membatalkan puasa. Keluarnya mani ini baik
dalam konteks masturbasi (onani) maupun sentuhan dengan pasangan. Namun,
jika mani keluar karena mimpi basah, hal ini dikategorikan tidak sengaja,
sehingga puasa tidak batal.
g. Murtad (keluar dari agama Islam) : Jika seseorang keluar dari Islam, maka dengan
sendirinya puasa orang tersebut batal. Yang termasuk dalam kategori murtad
adalah mengingkari keesaan Allah atau mengingkari hukum syariat.

6. Orang-orang yang diperbolehkan berbuka (tidak puasa)


a. Orang yang sedang sakit. Artinya jika orang tersebut berpuasa, maka akan
mempunyai dampak buruk bagi sakitnya. Orang yang sedang sakit ini wajib
mengganti puasanya ketika sakitnya sudah sembuh.
b. Musafir, orang yang sedang dalam kondisi bepergian jauh dengan tujuan yang
baik. Orang ini wajib mengganti puasanya di hari lain
c. Wanita yang sedang hamil atau menyusui. Hukum bagi wanita yang sedang hamil
ini sama seperti hukumnya dengan orang yang sakit. Maksudnya wajib mengganti
puasanya pada hari yang lain. Tetapi ada juga ulama yang berpendapat bahwa
wanita yang dalam seperti ini hukumnya adalah membayar fidyah.
d. Orang yang umurnya sudah mencapai usia lanjut atau orang sakitnya yang
berkepanjangan. Orang yang seperti ini tidak diwajibkan mengganti puasanya
dengan puasa pada hari yang lain. Melainkan orang tersebut wajib untuk
membayar fidyah. Yaitu memberikan makanan kepada fakir miskin berupa 3/4
beras atau berupa makanan pokok beserta lauk pauknya yang bisa membuat orang
tersebut kenyang.

7. Waktu yang diharamkan puasa


a. Puasa pada tanggal satu bulan Syawal (Hari Raya Idul Fitri)
Artinya: "Rasulullah SAW melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan
Idul Adha" (HR. Bukhari Muslim). Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata:
Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin
Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah
saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1
Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah
hajimu .(Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
b. Puasa pada tanggal 10 Dzulhijjah ( Hari Raya Idul Adha)
Artinya: "Rasulullah SAW melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan
Idul Adha" (HR. Bukhari Muslim). Dari Abu Ubaid hamba ibnu Azhar berkata:
Saya menyaksikan hari raya (yakni mengikuti shalat Ied) bersama Umar bin
Khattab r.a, lalu beliau berkata:”Ini adalah dua hari yang dilarang oleh Rasulullah
saw. Untuk mengerjakan puasa, yaitu hari kamu semua berbuka dari puasamu (1
Syawwal) dan hari yang lain yang kamu semua makan pada hari itu, yaitu ibadah
hajimu .(Shahih Bukhari, jilid III, No.1901)
c. Puasa pada Hari Tasyrik (yaitu puasa pada tanggal 11,12, dan 13 bulan
Dzulhijjah)
Para ulama juga telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan
13 Dzulhijjah) diharamkan. Hanya saja, bagi orang yang sedang melaksanakan
ibadah haji dan tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk membayar
dam), diperbolehkan untuk berpuasa pada ketiga hari tasyrik tersebut. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang artinya:
Siti Aisyah dan Ibn Umar berkata: "Tidak diperbolehkan berpuasa pada hari-hari
Tasyrik, kecuali bagi yang tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan)" (HR.
Bukhari).
d. Puasa pada hari yang diragukan (hari syak/hari ragu).
Apabila seseorang melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari
dengan maksud untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada hari itu, maka puasa
demikian disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama sepakat bahwa
hukumnya haram. Hal ini sebagaimana
disabdakan oleh Rasulullah saw:
Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh mendahului Ramadhan
dengan jalan berpuasa satu atau dua hari kecuali bagi seseorang yang sudah biasa
berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari terebut" (HR. Bukhari Muslim).

D. HIKMAH BERPUASA

1. Melatih diri menjadi pribadi yang lebih tabah serta sabar


Kita menjalankan puasa bukan hanya menahan lapar serta haus. Akan tetapi
dengan kita melakukan puasa maka kita dapat dilatih untuk terbiasa bisa menahan
amarah, dan tak berburuk sangka pada orang lain. Serta kita akan terbiasa untuk
bersabar menghadapi suatu hal, tak mudah untuk terpancing oleh omongan –
omongan orang lain mengenai diri kita. Jadi, dengan demikian kita bisa jadi pribadi
yang sabar serta tabah tidak hanya saat puasa saja, tetapi setiap saat.

2. Tercapainya derajat ketakwaan seseorang


Dengan menjalankan ibadah puasa, maka seseorang telah menjalankan kebaikan
kebaikan seperti yang Allah perintahkan serta menjauhi semua larangan Allah.
Karena itulah, maka dengan menjalankan ibadah puasa seseorang dapat jadi pribadi
yang lebih bertaqwa lagi pada Allah. Kita sebagai orang muslim yang menjalankan
ibadah puasa juga akan merasa selalu di pantau oleh Allah, semangat untuk
melakukan hal – hal yang diperintahkan oleh Allah dan lebih mendekatkan diri pada
Allah. Oleh karena itu, hikmah puasa yaitu menjadikan seseorang bertaqwa pada
Allah.

3. Melatih seseorang menjadi lebih disiplin


Seseorang yang menjalankan puasa, hidupnya akan lebih teratur. Sebagai contoh
kita yang tidak terbiasa bangun pagi, dengan menjalankan puasa maka kita semakin
lebih teratur bangun pagi untuk menjalankan makan sahur. Serta untuk yang
makannya tidak teratur, dengan puasa makannya dapat teratur yakni saat sahur serta
berbuka puasa. Dengan terbiasanya bangun pagi, maka di saat-saat setelah itu
hidupnya akan teratur serta yang pasti tak malas untuk bangun pagi.

4. Melatih seseorang menjadi lebih bersyukur


Sewaktu kita menjalankan ibadah puasa, kita hanya makan dua kali di waktu
berbuka puasa serta saat sahur. Dengan demikian, maka kita semakin lebih merasa
bersyukur dengan apa yang kita makan selama ini saat kita tak berpuasa. Dengan
demikian rasa syukur itu dapat muncul pada diri seseorang itu, dan hikmat puasa bisa
didapatkan.

5. Menjadikan seseorang lebih peduli


Sesama muslim merupakan saudara. Serta ikatan itu saat puasa begitu terjalin
dengan erat. Hal semacam ini bisa kita lihat dari beberapa contoh, diantaranya yaitu
memberikan makan tajil untuk berbuka, dengan cara cuma – cuma (berbuka puasa
gratis), Shalat berjama’ah, saling berbagi pengetahuan agama, dan rutinitas ini akan
terjalin serta terbiasa di saat tidak berpuasa.
6. Mempererat silaturahmi
Dengan kita menjalankan ibadah puasa, serta kita setiap malam menjalankan
shalat tarawih secara berjama’ah dan mengaji di masjid. Maka dengan adanya
aktivitas seperti itu setiap hari menjadikan setiap hari bertemu, jadi yang awalnya tak
pernah bertemu jadi bertemu, yang umumnya tak akrab jadi akrab. Serta rutinitas ini
akan berlanjut di bulan – bulan di luar bulan puasa.

7. Semua hal yang dilakuakn merupakan ibadah


Semua hal atau perbuatan baik bernilai ibadah. Terlebih di bulan ramadhan, bulan
dimana pahala kita dilipat gandakan. Dengan membiasakan diri di bulan ramadhan
untuk berbuat baik, maka kita akan punya kebiasaan di hari – hari di luar bulan
ramadhan.

8. Membiasakan diri untuk berhati-hati dalam berbuat


Dengan menjalankan ibadah puasa, maka kita akan menghindari hal – hal yang
bisa mengurangi pahala puasa kita yakni dengan menjaga lisan, perbuatan serta hati.
Dengan demikian sesudah kita membiasakan diri berbuat baik di saat puasa, kita akan
terbiasa dan akan berhati – hati dalam melakukan tindakan. Karena ingat kalau Allah
swt tahu segalanya yang kita lakukan.

9. Melatih diri untuk hidup sederhana


Ketika kita makan di saat berbuka, tentu kita akan merasakan begitu enaknya
berbuka puasa itu meskipun berbuka hanya dengan air putih serta sesuap nasi. Dengan
merasakan hal semacam itu, tentu kita akan sadar serta kita semakin lebih menghargai
makanan dan akan melatih diri kita untuk lebih sederhana dalam hidup. Karena
sebenarnya Allah swt tak menyukai hal yang terlalu berlebih. Serta lebih menyukai
hal yang sederhana, jadi sebaiknya jangan berbuka puasa dengan makan berlebihan.

10. Menunjukan keseimbanagn dalam hidup

Berpuasa, merupakan bentuk ibadah seorang hamba pada Allah swt. Serta
sebenarnya Ibadah merupakan kewajiban kita sebagai manusia dan seorang hamba
Allah swt. Dengan menjalankan puasa, maka kita sudah menjalankan kewajiban untuk
bekal kelak di akhirat.

Dan keseimbangan hidup kita yaitu kebutuhan dunia serta akhirat, dengan kata
lain dengan berpuasa maka kita sudah menjalankan kebutuhan akhirat serta sejenak
meninggalkan kebutuhan dunia. Karena kebutuhan dunia bila diikuti akan tak ada
ujungnya atau mungkin dengan kata lain kepuasan dari diri manusia tak ada ujungnya.
Tetapi yang perlu diingat kepentingan dunia serta akhirat harus seimbang, sehingga
hikmat puasa dapat dirasakan secara utuh.

11. Setiap ibadah menpunyai tujuan


Segalanya yang kita lakukan, tentu mempunyai tujuan serta maksud. Begitu juga
dengan ibadah puasa, kita menjalankan ibadah puasa dengan tujuan untuk melatih diri
agar tak melakukan perbuatan – perbuatan yang dilarang oleh Allah swt. Dan melatih
diri untuk lebih bertaqwa pada Allah swt.

12. Menjadikan pribadi yang lebih baik


Saat menjalankan ibadah puasa, kita harus menghindari perbuatan – perbuatan
yang bisa mengurangi pahala puasa. Siapa sih yang menginginkan pahala puasa kita
berkurang serta hanya memperoleh rasa lapar serta haus. Pasti tidak bukan? Jadi kita
harus bisa mengontrol emosi, dan perbuatan – perbutan yang buruk.

Serta mestinya, walaupun kita sudah tidak berpuasa, sebaiknya kebaikan –


kebaikan yang ditunaikan di saat puasa tetaplah berlanjut. Dan kita bisa berubah
menjadi pribadi yang lebih baik.

13. Hikmah berpuasa bagi kesehatan


Tidak cuman secara syar’i, puasa juga mempunyai hikmah di bidang kesehatan.
Hikmah atau manfaat yang bisa di dapat di bidang kesehatan diantaranya yaitu dapat
mengurangi tekanan darah, mengurangi kadar diabetes, mengurangi berat badan,
mengurangi resiko struk, dan juga menjadi obat maag.
BAB III

PENUTUPAN

A. KESIMPULAN

Puasa atau shaum artinya adalah menahan diri dari segala sesuatu baik makan, minum
atau sesuatu yang membatalkannya, dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya
matahari, diawali niat dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Seperti yang dijelaskan
dalam ayat berikut:
…. ‫ض ِمنَ ۡٱل َخ ۡي ِط ٱأۡل َ ۡس َو ِد ِمنَ ۡٱلفَ ۡج ۖ ِر‬
ُ َ‫ٱش َربُو ْا َحت َّٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ۡٱل َخ ۡيطُ ٱأۡل َ ۡبي‬
ۡ ‫… َو ُكلُو ْا َو‬

“ … dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar” (Q.S. Al-Baqarah (2): 187)

Puasa dibagi menjadi puasa wajib, puasa sunnah, dan puasa makruh. Puasa wajib
yaitu : puasa ramadhan, puasa qadha, puasa nazar, dan puasa kifarat. Lalu pada puasa
sunnah yaitu : puasa syawal, puasa arafah, puasa senin-kamis, dan puasa tasu'a dan
'asyura. Serta pada puasa makruh yaitu : bepuasa pada hari jum'at, puasa setahun penuh,
dan puasa wishal.

Permasalahan pada puasa dapat dibagi menjadi syarat wajib puasa, syarat saha puasa,
fardu(rukun) puasa, sunnah puasa, yang membatalkan puasa, orang-orang yang
diperbolehkan berbuka puasa, dan waktu yang diharamkan puasa.

Orang yang berpuasa insyaallah akan mendapatkan banyak hikmah dari berpuasa
seperti melatih diri menjadu pribadi yang lebih tabah serta sabar, tercapainya derajat
ketakwaan seseorang, melatih seseorang menjadi lebih disiplin, melatih seseorang
menjadi lebih bersyukur, menjadikan seseorang lebih peduli, mempererat silaturahmi,
semua hal yang dilakukan merupakan ibadah, membiasakan diri untuk berhati-hati dalam
berbuat, melatih diri untuk hidup sederhana, menunjukkan keseimbangan dalam hidup,
setiap ibadah menpunyai tujuan, menjadikan pribadi yang yang lebih baik, dan hikmah
lainnya seperti berpuasa bagi kesehatan

DAFTAR PUSTAKA

 Dakwah, bersama. 2019. Pengertian Puasa Menurut Lima kitab Fiqih.


https://bersamadakwah.net/pengertian-puasa/, diakses pada 16 Mei 2020.
 Wahid, Abdul. 2019. Membentuk Pribadi yang Bertakwa Melalui Ibadah Puasa
(Pengertian Puasa Serta Ketentuannya). https://portal-ilmu.com/pengertian-puasa/,
diakses pada 16 Mei 2020.
 Wahid, Abdul. 2019. Mengenal Puasa-Puasa Sunnah beserta Sunnah-Sunnah Puasa.
https://portal-ilmu.com/macam-macam-puasa-sunnah/, diakses pada 16 Mei 2020.
 Jamik, Sholikhin. 2018. Inilah 10 Permasalahan Seputar Puasa (Bagian Pertama).
https://beritabojonegoro.com/read/14738-inilah-10-permasalahan-seputar-puasa-bagian-
pertama.html, diakses pada 16 Mei 2020.
 Jamik, Sholikhin. 2018. Inilah 10 Permasalahan Seputar Puasa (Bagian Kedua).
https://beritabojonegoro.com/read/14742-inilah-10-permasalahan-seputar-puasa-bagian-
kedua-habis.html, diakses pada 16 Mei 2020.
 Makalah Puasa dan Permasalahannya. (2013, 05 09). Retrieved 05 17, 2020, from
Gudang Makalah Kuliah: http://gudangmakalahkuliah.blogspot.com/2013/05/makalah-
agama-2-fiqih-puasa-dan.html?m=1

 Seruni. (n.d.). 13 hikmah puasa yang perlu kamu tahu. Retrieved 05 17, 2020, from
seruni.id: https://seruni.id/hikmah-puasa/

 Tirto. (2020, 04 26). hal-halyang membatalkan puasa ramadhan dan dalilnya. Retrieved
05 17, 2020, from tirto.id: https://tirto.id/hal-hal-yang-membatalkan-puasa-ramadhan-
dan-dalilnya-e57W

Anda mungkin juga menyukai