Makalah
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqih
Dosen pengampu:
Dr. Hariman Surya Siregar, M.Ag.
Hamdan Hambali, M.Ag.
Disusun oleh:
Kelompok 10
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai puasa
dan permasalahannya ini.
Makalah ini disusun dalam rangka pemenuhan salah satu tugas terstruktur pada mata
kuliah Ilmu Fiqih Program Studi Pendidikan Matematika UIN Sunan Gunung Djati Bandung
TA 2019/2020.
Makalah ini sudah selesai kami susun dengan semaksimal mungkin dengan bantuan
dari berbagai referensi buku sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sehingga saya dapat melakukan perbaikan makalah ini menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir kata kami meminta semoga makalah kalender pendidikan, program tahunan dan
program semester ini dapat memberi manfaat ataupun inspirasi pada pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
A. LATAR BELAKANG....................................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................................................1
C. TUJUAN.........................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................2
A. PENGERTIAN................................................................................................................2
B. MACAM-MACAM PUASA..........................................................................................3
1. Puasa Wajib.................................................................................................................3
2. Puasa Sunah.................................................................................................................4
3. Puasa Makruh..............................................................................................................5
C. PERMASALAHAN PADA PUASA..............................................................................6
1. Syarat wajib puasa.......................................................................................................6
2. Syarat sah puasa..........................................................................................................7
3. Fardu (rukun) puasa.....................................................................................................7
4. Sunnah puasa...............................................................................................................7
5. Yang membatalkan puasa............................................................................................7
6. Orang-orang yang diperbolehkan berbuka (tidak puasa)............................................8
7. Waktu yang diharamkan puasa....................................................................................9
D. HIKMAH BERPUASA................................................................................................10
BAB IIIPENUTUPAN.............................................................................................................14
A. KESIMPULAN.............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Selain itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain
yang berada pada kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat
digambarkan pada konsepsi lapar dan haus yang dampaknya akan memberikan
kemungkinan adanya tenggang rasa antar umat manusia.
Pengkajian tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan meliputi seluruh
kehidupan manusia baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan, ekonomi, budaya dan
sebagainya. Begitu universal dan kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi acuan
bagi muslim dalam mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan
pengertian lain puasa dapat dijadikan pedoman hidup.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Sebelum kita mengkaji lebih jauh materi tentang puasa, terlebih dahulu kita akan
mempelajari pengertian puasa itu baik itu menurut bahasa maupun menurut istilah.
Dijelaskan dalam Fiqih Al Manhaji yang disusun oleh Dr Musthofa Al Bugho dan
ulama lainnya berdasarkan mazhab Imam Syafi’i, puasa dalam bahasa Arab disebut ash
Shiyam ( )الصيامyang secara bahasa berarti al imsaaku anisy syai’i ( )اإلمساك عن الشيئyakni
menahan dari sesuatu baik perkataan ataupun makanan. Adapun puasa yang dimaksud
dalam terminologi syariat adalah menahan diri dari segala hal yang membatalkan puasa
mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari disertai dengan niat.
Dalam Al-Jami’ Fiqih An Nisa yang disusun oleh Syaikh Kamil Muhammad
Uwaidah, disebutkan menurut bahasa puasa berarti menahan. Sedangkan menurut syariat,
puasa berarti menahan diri secara khusus dalam waktu tertentu serta dengan syarat-syarat
tertentu pula.
Dapat disimpulkan bahwa puasa atau shaum artinya adalah menahan diri dari segala
sesuatu baik makan, minum atau sesuatu yang membatalkannya, dimulai dari terbit fajar
hingga terbenamnya matahari, diawali niat dan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Seperti yang dijelaskan dalam ayat berikut:
…. ض ِمنَ ۡٱل َخ ۡي ِط ٱأۡل َ ۡس َو ِد ِمنَ ۡٱلفَ ۡج ۖ ِر
ُ َٱش َربُو ْا َحت َّٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ۡٱل َخ ۡيطُ ٱأۡل َ ۡبي
ۡ … َو ُكلُو ْا َو
“ … dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar” (Q.S. Al-Baqarah (2): 187)
Ibadah puasa juga merupakan sesuatu yang diwajibkan bagi orang-orang yang
beriman, tidak lain agar membuat takwa pada diri mereka (orang-orang yang beriman)
selalu meningkat. Hal ini seperti yang tercantum dalam ayat berikut ini:
ِّ يَٰٓأَيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمنُو ْا ُكتِ َب َعلَ ۡي ُك ُم ٱل
١٨٣ َصيَا ُم َك َما ُكتِ َب َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ۡبلِ ُكمۡ لَ َعلَّ ُكمۡ تَتَّقُون
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum agar kamu senantiasa bertakwa” (QS. al-Baqarah
(2): 183)
B. MACAM-MACAM PUASA
1. Puasa Wajib
a. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan ini dilaksanakan satu tahun sekali tepatnya pada bulan
Ramadhan. Puasa inilah yang merupakan cerminan dari rukun Islam yang
keempat. Perintah untuk menjalankan Puasa Ramadhan ini dimulai pada tahun
kedua hijriah, setelah Nabi Muhammad berangkat hijrah ke Madinah.
Hukum dari menjalankan puasa Ramadhan ini adalah fardhu ‘ain. Artinya
setiap orang punya kewajiban dalam mengerjakannya, dan tidak boleh seorang
pun meninggalkannya tanpa ada halangan yang dibenarkan oleh aturan tertentu
(syariat). Ketika seseorang sedang berhalangan untuk mengerjakannya, maka
sudah wajib untuk menggantinya di lain hari.
b. Puasa Qadha
Puasa Qadha adalah puasa yang dilakukan seseorang untuk mengganti puasa
wajib yang telah ditinggalkan karena suatu halangan atau udzur dan telah
terlewati waktunya.
Batas dari meng-qadha puasa wajib ini adalah sampai datangnya bulan puasa
tahun berikutnya. Adapun jika tidak dilakukannya maka, ia wajib untuk meng-
qadha dan membayar fidyah.
c. Puasa Nazar
Puasa Nazar adalah puasa yang dikerjakan karena adanya suatu janji atau
nazar yang pernah diucapkan sebelumnya.
Penting untuk kita ketahui bersama, bahwa nazar atau janji yang kita ucapkan
juga harus berupa amal baik, bukan amal buruk. Puasa nazar ini dihukumi wajib
sebagaimana yang diterangkan dalam ayat berikut ini
ٗ يُوفُونَ بِٱلنَّ ۡذ ِر َويَخَافُونَ يَ ۡو ٗما َكانَ َشرُّ ۥهُ ُم ۡست َِط
٧ يرا
“Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di
mana-mana” (QS. al-Insaan (76): 7)
d. Puasa Kifarat
Puasa kafarat masuk dalam puasa yang wajib dikerjakan, dikarenakan
seseorang telah melanggar suatu larangan yang telah ditetapkan dalam suatu
ibadah tertentu. Puasa kafarat ini sebagai wujud denda atas pelanggaran yang telah
dilakukan oleh seseorang tersebut.
Adapun yang menyebabkan seseorang untuk mengerjakan puasa kafarat
adalah sebagai berikut:
1) Berkumpul dengan istri (jima’) di siang hari pada bulan Ramadhan.
2) Melanggar aturan-aturan ihram yang telah ditetapkan.
3) Membunuh secara tidak sengaja.
4) Melakukan zihar kepada istrinya.
5) Tidak mampu memenuhi nazar (melanggar sumpahnya sendiri).
6) Mengerjakan haji dan umrah dengan cara tamatuk (haji yang dilakukan setelah
umrah) dan qiran (haji dan umrah dilakukan secara bersamaan).
2. Puasa Sunah
a. Puasa Syawal
Puasa Syawal ini berjumlah enam hari. Adapun untuk pelaksanaannya adalah
dimulai dari tanggal 2 Syawal (setelah Hari Raya Idul Fitri) sampai pada akhir
bulan Syawal. Puasa Syawal ini boleh dikerjakan secara terus-menerus berurutan
atau boleh juga dengan berselang-seling, satu hari puasa satu hari tidak.
Hadits yang mendukung untuk mengerjakan puasa Syawal ini diantaranya
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Ayyub Al-Anshari bahwasanya
Rasulullah saw. bersabda:
ِ َكانَ َك.ًّا ِم ْن َشوَّالuv ثُ َّم أَ ْتبَ َعهُ ِسًت. َضان
صيَ ِام ال َّد ْه ِر َ َم ْن
َ صا َم َر َم
b. Puasa Arafah
Puasa Arafah ini dilakukan tepatnya pada tanggal 9 Dzulhijjah, satu hari
sebelum Hari Raya Idul Adha. Dimana pada waktu itu umat Islam yang sedang
menjalankan ibadah haji sedang melaksanakan ibadah wukuf yang bertempat di
padang Arafah.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abi Qatadah ra., bahwa ada
sahabat nabi saw. yang bertanya tentang beberapa puasa yang dikerjakan oleh
baginda Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah saw. menjawab pertanyaan
tersebut dengan bersabda:
…ُ َوال َّسنَةَ الَّتِي بَ ْع َده،ُ أَحْ تَ ِسبُ َعلَى هللاِ أَ ْن يُ َكفِّ َر ال َّسنَةَ الَّتِي قَ ْبلَه،َصيَا ُم يَوْ ِم ع ََرفَة
ِ ، ..
“… Puasa pada hari Arofah, aku berharap kepada Allah agar mengampuni dosa-
dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang…. ” (HR. Muslim)
3. Puasa Makruh
a. Berpuasa pada hari jum’at
Berpuasa hanya pada hari Jum'at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya,
kecuali apabila ia berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu
jatuh pas hari Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan
Dzuhijjah itu, jatuhnya pada hari Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini,
puasa boleh dilakukan, karena bukan dengan sengaja hanya berpuasa pada hari
Jum'at.
Dalil larangan hanya berpuasa pada hari Jum'at saja yang Artinya:
Rasulullah saw bersabda: "Seseorang tidak boleh berpuasa hanya pada hari Jum'at,
kecuali ia berpuasa sebelum atau sesudahnya" (HR. Bukhari Muslim).
b. Puasa setahun penuh (puasa dahr)
Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang
tersebut kuat untuk melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti
itu. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang Artinya:
Umar bertanya: "Ya Rasulullah, bagaimana dengan orang yang berpuasa satu
tahun penuh?" Rasulullah saw menjawab: "Ia dipandang tidak berpuasa juga tidak
berbuka" (HR. Muslim).
c. Puasa Wishal
Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga tidak ada bukanya,
misalnya ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari tiga malam. Puasa ini
diperbolehkan untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa melakukannya,
namun dimakruhkan untuk ummatnya.
Hal ini berdasarkan hadits berikut yang Artinya: Rasulullah saw bersabda:
"Janganlah kalian berpuasa wishal" beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali.
Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, anda sendiri melakukan puasa wishal?"
Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalian tidak seperti saya. Kalau saya tidur,
Allah memberi saya makan dan minum. Oleh karena itu, perbanyaklah dan giatlah
bekerja sekemampuan kalian" (HR. Bukhari Muslim).
b. Balig (umur 15 tahun ke atas) atau ada tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib
puasa.
c. Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tau atau sakit, maka
tidak wajib berpuasa. Firman Allah Swt. :
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat mengerjakannya jika mereka tidak
berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): member makan seorang miskin,” (Al-
Baqarah: 184)
“Barang siapa sakit atau sedang dalam perjalanan (lalu ia berbuka. Maka
(wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-
hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu,”(Al-Baqarah: 185)
c. Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis melahirkan).
d. Orang yang haid ataupun nifas itu tidak sah berpuasa , tetapi keduanya wajib
mengqada (membayar) puasa yang tertinggalitu secukupnya.
e. Dalam waktu yang diperbolekan puasa padanya. Dilarang berpuasa pada dua hari
raya dan hari Tasyriq (tanggal 11-12-13 bulan haji).
b. Menahan diri dari yang segala yang membatalkan sejak terbit fajar sampai
terbenam matahari.
4. Sunnah puasa
a. Menyegerakan berbuka apabila telah nyata dan yakin bahwa matahari sudah
terbenam.
D. HIKMAH BERPUASA
Berpuasa, merupakan bentuk ibadah seorang hamba pada Allah swt. Serta
sebenarnya Ibadah merupakan kewajiban kita sebagai manusia dan seorang hamba
Allah swt. Dengan menjalankan puasa, maka kita sudah menjalankan kewajiban untuk
bekal kelak di akhirat.
Dan keseimbangan hidup kita yaitu kebutuhan dunia serta akhirat, dengan kata
lain dengan berpuasa maka kita sudah menjalankan kebutuhan akhirat serta sejenak
meninggalkan kebutuhan dunia. Karena kebutuhan dunia bila diikuti akan tak ada
ujungnya atau mungkin dengan kata lain kepuasan dari diri manusia tak ada ujungnya.
Tetapi yang perlu diingat kepentingan dunia serta akhirat harus seimbang, sehingga
hikmat puasa dapat dirasakan secara utuh.
PENUTUPAN
A. KESIMPULAN
Puasa atau shaum artinya adalah menahan diri dari segala sesuatu baik makan, minum
atau sesuatu yang membatalkannya, dimulai dari terbit fajar hingga terbenamnya
matahari, diawali niat dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Seperti yang dijelaskan
dalam ayat berikut:
…. ض ِمنَ ۡٱل َخ ۡي ِط ٱأۡل َ ۡس َو ِد ِمنَ ۡٱلفَ ۡج ۖ ِر
ُ َٱش َربُو ْا َحت َّٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ۡٱل َخ ۡيطُ ٱأۡل َ ۡبي
ۡ … َو ُكلُو ْا َو
“ … dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar” (Q.S. Al-Baqarah (2): 187)
Puasa dibagi menjadi puasa wajib, puasa sunnah, dan puasa makruh. Puasa wajib
yaitu : puasa ramadhan, puasa qadha, puasa nazar, dan puasa kifarat. Lalu pada puasa
sunnah yaitu : puasa syawal, puasa arafah, puasa senin-kamis, dan puasa tasu'a dan
'asyura. Serta pada puasa makruh yaitu : bepuasa pada hari jum'at, puasa setahun penuh,
dan puasa wishal.
Permasalahan pada puasa dapat dibagi menjadi syarat wajib puasa, syarat saha puasa,
fardu(rukun) puasa, sunnah puasa, yang membatalkan puasa, orang-orang yang
diperbolehkan berbuka puasa, dan waktu yang diharamkan puasa.
Orang yang berpuasa insyaallah akan mendapatkan banyak hikmah dari berpuasa
seperti melatih diri menjadu pribadi yang lebih tabah serta sabar, tercapainya derajat
ketakwaan seseorang, melatih seseorang menjadi lebih disiplin, melatih seseorang
menjadi lebih bersyukur, menjadikan seseorang lebih peduli, mempererat silaturahmi,
semua hal yang dilakukan merupakan ibadah, membiasakan diri untuk berhati-hati dalam
berbuat, melatih diri untuk hidup sederhana, menunjukkan keseimbangan dalam hidup,
setiap ibadah menpunyai tujuan, menjadikan pribadi yang yang lebih baik, dan hikmah
lainnya seperti berpuasa bagi kesehatan
DAFTAR PUSTAKA
Seruni. (n.d.). 13 hikmah puasa yang perlu kamu tahu. Retrieved 05 17, 2020, from
seruni.id: https://seruni.id/hikmah-puasa/
Tirto. (2020, 04 26). hal-halyang membatalkan puasa ramadhan dan dalilnya. Retrieved
05 17, 2020, from tirto.id: https://tirto.id/hal-hal-yang-membatalkan-puasa-ramadhan-
dan-dalilnya-e57W