PUASA RAMADHAN
(Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih)
semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua
dalam memenuhi tugas dari mata kuliah FIQIH, semoga segala yang tertuang
dalam Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca
dalam rangka membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus
dengan tujuan untuk memberi wawasan dan pengetahuan kepada pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
E. Hikmah Puasa.................................................................... 6
A. Kesimpulan ................................................................................. 8
BAB I
PENDAHULUAN
ii
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mengetahui dasar pensyari’atan dan tata cara puasa
2. Dasar Persyariatannya Puasa Ramadhan
3. Bagaimana menentukan istbat hilal
C. TUJUAN PENULISAN
Agar pembaca dapat mengetahui tentang penjelasan tentang puasa
Ramadhan,persyariatannya,tata caranya, maupun hikmah dalam
berpuasa.dan dapat menambah ilmu pengetahuan kita semua.
iii
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI PUASA
Menurut bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut
syara’ (ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang
membatalkanya dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah
SWT semata-mata dan disertai niat dan syarat “tertentu”.
Puasa adalah ibadah pokok yang di tetapkan sebagain salah satu rukun Islam atau
rukun Islam yang ketiga. Puasa dalam bahasa arab secara arti kata bermakna
menahan dan diam dalam segala bentuknya, termasuk menahan atau diam dari
berbicara.
Dan secara terminology (Istilah) para ulama mengartikan puasa adalah menahan
diri dari segala makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar
sampai terbenam matahari dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Kaum
Muslimin diwajibkan puasa Ramadan yang lamanya sebulan yang dilaksanakan
setiap harinya dari terbit fajar pagi hingga terbenam matahari. Orang yang diam
dapat dikatakan berpuasa, sebab ia menahan diri dari berbicara sebagaimana
firman Allah SWT:
iv
B. DASAR PENSYARI’ATAN PUASA RAMADHAN
Puasa adalah ibadah yang bukan hanya diperintahkan Allah SWT kepada umat
Nabi Muhammad saja, namun juga kepada umat-umat sebelum beliau. Legalitas
syara’ puasa Ramadhan berdasarkan Alqur’an, sunnah, dan ijma’.
Dalil dari Alqur’an adalah firman Allah SWT berikut ini:
َب َعلَى الَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون
َ ِصيَا ُم َك َما ُكت
ِّ ب َعلَ ْي ُك ُم ال ْ ُيَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن
َ ِوا ُكت
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah : 183)
Berdasarkan berbagai pengertian diatas dapat dikatakan bahwa puasa pada
dasarnya mengandung pengertian menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan
yang dilarang oleh syariat agama. Dasar hukum Puasa tersebut dinyatakan
berdasarkan sabda Nabi yang dinyatakan dalam hadist bahwa Islam di bangun
atas lima tiang (Rukun Islam).
هzzلى هللا عليzzول هللا صzمعت رسzz س: عن أبي عبد الرحمن عبد هللا بن عمر بن الخطاب رضي هللا عنهما قال
اءzالة وإيتzام الصz وإق، ول هللاzداً رسzzس ؛ شهادة أن ال إله إال هللا وأن محم
ٍ بني اإلسالم على خم: وسلم يقول
روه البخا ري و مسلم. وصوم رمضان، وحج البيت، الزكاة
Artinya: “Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu
'anhuma berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda: "Islam didirikan diatas
lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara
benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan
ramadhan". (HR Bukhari Muslim)[3]
Hadits diatas menunjukkan wajibnya puasa Ramadhan secara jelas dan tegas,
tidak ada keraguan dan kekaburan maknanya. Imam An-Nawawi Menerangkan
makna hadits ini seraya berkata ”Barang siapa yang telah melaksanakan lima
rukun islam ini, berarti islamnya telah sempurna.”
C. TATA CARA PUASA RAMADHAN
v
dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti
teleskop
Cara Pelaksanaannya :
Niat - Setiap melakukan tindakan apapun diawali dengan niat. Agar puasa kita
dapat diterima ALLAH SWT.
Melaksanakan makan sahur – Dari hadist HR. Bukhari Muslim dan Ana bin Malik
R.A yang mengatakan bahwa: “Telah bersabda Rasulullah SAW,’Sahurlah kalian,
maka sesungguhnya dalam sahur itu ada berkahnya”. Karena banyak manfaat dari
sahur, selain menolak pengaruh buruk terhadap timbulnya rasa lapar, dengan
sahur maka kondisi fisik kita juga lebih terjaga.
Mengetahui Imsak – Dengan mengetahui imsak, maka segera mungkin kita untuk
menghentikan kegiatan shaur kita. Namun jika seseorang yang sedang sahur
mendengar azan subuh, maka ia tetap dibolehkan untuk meneruskan sahurnya.
Dengan catatan bahwa orang tersebut tidak sengaja menunggu atau mengetahui
bahwa azan subuh segera akan tiba.
Mempercepat berbuka jika sudah waktunya – Dari hadist Abu Hurairah r.a.
berkata telah bersabda Rasulullah SAW: “Telah berfirman Allah Yang
Mahamulia dan Maha Agung:”Hamba-hamba Ku yang lebih aku cintai ialah
mereka yang paling segera berbukanya”(HR Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Memperbanyak membaca Al-Qur’an, sedekah dan membayar zakat fitrah.[4][2]
Sunat Berpuasa
Bersahur walaupun sedikit makanan atau minuman
Melambatkan bersahur
Meninggalkan perkataan atau perbuatan keji
Segera berbuka setelah masuknya waktu berbuka
Mendahulukan berbuka daripada sembahyang Maghrib
Berbuka dengan buah tamar, jika tidak ada dengan air
Membaca doa berbuka puasa
Perkara Makruh Ketika Berpuasa
Selalu berkumur-kumur
Merasa makanan dengan lidah
vi
Berbekam kecuali perlu
Mengulum sesuatu
viii
pikiran kita untuk makan banyak dan bermacam-macam sebetulnya hanya hawa
nafsu saja.
Melatih Untuk Bersyukur – Dengan memakan hanya ada saat berbuka, kita
menjadi lebih mensykuri nikmat yang kita miliki saat tidak berpuasa. Sehingga
kita dapat menjadi pribadi yang lebih mensyukuri nikmat Allah SWT.
D. ISBAT HILAL(Penetapan)
Isbat (Penetapan) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, isbat
berarti penyungguhan, penetapan, penentuan. Makna lainnya menurut
Bahasa Arab (al-Isbat) atau bahasa Belanda (beschiking), yaitu produk
Pengadilan Agama dalam arti bukan peradilan yang sesungguhnya, yang
diistilahkan jurisdiction voluntaria. Permohonan dimaknai sebagai bukan
peradilan sesungguhnya karena hanya terdapat pemohon, yang memohon
untuk ditetapkan tentang suatu hal, sedangkan ia tidak perkara dengan
lawan.
Pada dasarnya, perkara tersebut tidak dapat diterima oleh proses
pengadilan, kecuali apabila ada kepentingan undang-undang yang
mengendaki demikian. Keputusan pengadilan atas perkara permohonan
(volunter), misalnya penetapan dalam perkara dispensasi nikah, izin nikah,
wali adhal, poligami, perwalian, isbat nikah, dan sebagainya.20 Bentuk
dan
isi penetapan, yaitu sebagai berikut:
1) Identitas para pihak pada permohonan dan penetapan hanya
memuat
identitas pemohon. Walaupun telah dimuat identitas termohon,
tetapi termohon bukanlah pihak.
2) Tidak ditemui kata-kata “berlawanan dengan”, seperti pada
putusan.
ix
3) Tidak ditemui kata-kata “tentang duduk perkaranya”, seperti pada
putusan, melainkan langsung diuraikan apa permohonan pemohon.
4) Amar penetapan bersifat declaratoire atau constitutoire.
5) Kalau pada putusan didahului kata “memutuskan”, pada penetapan
dengan kata “menetapkan”.
6) Biaya perkara selalu dipikul oleh pemohon.
7) Pada penetapan tidak terdapat reconventie atau interventie atau
vrijwaring.
Jika melihat kepada sisi kemurniannya penetepan dapat dibagi
menjadi dua macam, yakni :
1) Penetapan dalam bentuk murni voluntaria bahwa penetapan
merupakan hasil dari perkara permohonan (voluntair) yang sifatnya
tidak ada perlawanan dari pihak.
2) Penetapan bukan dalam bentuk voluntaria. Di lingkungan
peradilan agama ada beberapa jenis perkara di bidang perkawinan
yang produk pengadilan agamanya berupa penetapan, tetapi bukan
merupakan voluntaria murni. Meskipun dalam produk penetapan
tersebut ada pihak pemohon dan termohon, para pihak tersebut
harus dianggap sebagai penggugat dan tergugat sehingga
penetapan ini harus diangap sebagai putusan. Contohnya adalah
penetapan ikrar talak. Kekuatan Hukum Penetapan hanya memilik
kekuatan hukum sepihak, dan pihak lainnya tidak dapat dipaksakan
untuk mengikuti kebenaran hal-hal yang dideklarasikan dalam
putusan volunter, karena itu pula maka putusan volunter tidak
mempunyai kekuatan hukum sebagai pembuktian.
E. MACAM-MACAM PUASA SUNNAH
Beberapa puasa sunnah yang dianjurkan untuk dilaksanakan bagi
seorang muslim, yaitu :
a. Puasa 6 hari dalam bulan syawal
x
b. Puasa ‘Arafah yaitu puasa pada tanggal 9/12 Dzulhijjah, kecuali
orang yang sedang ibadah haji
Abu Qatadah meriwayatkan, Rasulullah bersabda, “ Puasa pada
hari Arafah dapat menghapus dosa-dosa selama 2 tahun yang
akan datang. Dan puasa Asyura dapat menghapus dosa-dosa
setahun yang telah berlalu”. (HR. Al Jama’ah selain Bukhari dan
Tirmidzi)
c. Puasa ‘Asyura dan Tasu’a yaitu puasa pada tanggal 10 dan 9
Muharram
d. Puasa Sya’ban yaitu berpuasa pada bulan Sya’ban
Rasulullah SAW banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Aisyah
meriwayatkan, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa
sebulan penuh selain dibulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah
melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Sya’ban”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
e. Puasa pada hari Senin dan Kamis
Abu Hurairah meriwayatkan, Nabi Muhammad SAW sering
berpuasa pada hari Senin dan Kamis, Ketika ditanya mengenai hal
itu beliau menjawab, “Amalan (anak Adam) diserahkan kepada
Allah setiap hari Senin dan Kamis, Dia pun mengampuni setiap
orang yang berserah diri dan beriman kecuali mereka yang
berbuat dosa secara terang-terangan”. (HR. Ahmad dengan sanad
yang Shahih)
f. Puasa pada setiap pertengahan bulan Qomariyah yaitu tanggal
13,14, dan 15
g. Puasa daud yaitu berpuasa sehari tidak dan tidak berpuasa sehari
Abdullah bin Umar meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda,
“Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasanya Nabi
Dawud. Dan shalat (sunnah) yang paling disukai oleh Allah
xi
adalah shalat (sunnahnya) Nabi Dawud ia tidur di setengah
malam (pertama), shalat di sepertiga malam,dan tidur (lagi) di
seperenam malamnya. Ia puasa sehari dan tidak puasa sehari”.
(HR. Ahmad dan Ibnu Majjah)
F. PERSOALAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PUASA
1. Qadla’
2. Kafarat
Kafarat adalah hukuman agama yang telah ditentukan Allah SWT dan
diberikan kepada orang-orang yang telah melakukan beberapa jenis
perbuatan dosa. Dan pada pembahasan ini, bagi siapa saja yang melakukan
persetubuhan di bulan Ramadhan dalam kondisi berpuasa, maka wajib
baginya melakukan qadla’ dan kafarat yaitu, memerdekakan budak,
apabila tidak sanggup maka hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut,
kalau tidak mampu maka memeberi makan enam puluh orang fakir miskin
setiap orang seberat 1 mud.
3.Fidyah
Yaitu memberi makan fakir miskin sebagai pengganti satu hari puasa
wajib di bulan Ramadhan yang ditinggalkan.
1. Orang Sakit
Bagi orang tua yang sudah tidak kuat melakukan puasa maka boleh tidak
berpuasa ramadhan, tetapi harus mengganti setiap sehari puasa dengan
memberi makanan pokok 1 mud kepada fakir miskin. Begitu juga pada
kasus orang yang meninggal dunia dan masih memilki tanggungan puasa
xiii
G. HIKMAH PUASA
1. Dapat menjaga kesehatan
2. Melatih kesabaran dan menahan jiwa
3. Didikan perasaan belas kasihan terhadap fakir – miskin
4. Menciptakan umat menjadi disiplin, persatuan dan kesatuan terjaga
5. Mendidik kepercayaan (melaksanakan perintahNya dan menjauhi
LarangannNya)
6. Tanda terima kasih kepada Allah karena semua ibadah mengandung arti
terima kasih kepada Allah atas nikmat pemberianNya yang tidak terbatas
banyaknya, dan tidak ternilai harganya.1
7. Meningkatkan iman dan taqwa
Melatih kedisiplinan dan ketelaturan dalam hidup
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
xv
Di dalam Ibadah Puasa terutama bulan Ramadhan banyak sekali manfaat
manfaat dana amalan – amalan yang dapat kita kerjakan agar Puasa kita lebih
bermanfaat dan mendapat Ridha-Nya.
Dengan Ibadah Puasa juga dapat mencegah kita berbuat yang melanggar
apa yang telah dilarang oleh Allah SWT, dan juga kita dapat lebih mendekatkan
diri kita kepada Allah SWT.
A. Saran
Manusia adalah tempatnya salah dengan Puasa ini mudah mudahan kita
selaku manusia dapat mengurangi perilaku yang salah tersebut dan menjadi
manusia yang dimuliakan di sisi Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
xvi
Munir,Misbakhul, S.Ag, Dkk.2014. Minhaju Ath-Thullab Fi Al Ibadah.Salatiga:
Man Salatiga
xvii