Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FIQIH

PUASA RAMADHAN
(Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih)

Dosen Pengampu: Asep Ubaidillah. M.Sy


Disusun Oleh

Yovanka Igusti Zahrie Danielson


Lukmanul Hakim
Muhammad rizky aditya

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS


TARBIYAH
INSTITUT PERGURUAN TINGGI ILMU AL QUR’AN JAKARTA
TAHUN AJARAN 2022/ 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena


atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan
Makalah dengan judul: “PUASA RAMADHAN”. Salawat dan salam semoga
tetap tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, dan
sahabat-sahabat nya, dengan harapan semoga kita mendapat syafaat kelak di hari
kiamat.

semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua
dalam memenuhi tugas dari mata kuliah FIQIH, semoga segala yang tertuang
dalam Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca
dalam rangka membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus
dengan tujuan untuk memberi wawasan dan pengetahuan kepada pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat


banyak kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu kami berharap akan kritik dan
saran yang bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-
langkah selanjutnya.

Jakarta, 20 Oktober 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................

KATA PENGANTAR ............................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Latar Belakang Makalah ............................................................ 1

B. Rumusan Masalah ...................................................................... 2

C. Tujuan masalah .......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................... 3

A. Dasar Pensyari’atan dan Tata Caranya.............................. 3

B. Istbat Hilal ........................................................................ 3

C. Macam Puasa sunnah........................................................ 4

D. Persoalan yang Berhubungan dengan Puasa..................... 5

E. Hikmah Puasa.................................................................... 6

F. Qadha Puasa untuk orang yang sudah wafat..................... 6

BAB III .. PENUTUP ............................................................................. 8

A. Kesimpulan ................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 9

BAB I

PENDAHULUAN

ii
A. LATAR BELAKANG

konsepsi puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam


pengertian sempit sebagai suatu prosesi menahan lapar dan haus serta yang
membatalkan puasa yang dilakukan pada bulan ramadhan adahal hakekat
puasa yang sebenarnya adalah menahan diri untuk melakukan perbuatan
yang dilarang oleh agama

Selain itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap


umat lain yang berada pada kondisi hidup miskin Dalam konteks ini,
interaksi sosial dapat digambarkan pada konsepsi lapar dan haus yang
dampaknya akan memberikan kemungkinan adanya tenggang rasa antar
umat manusia

Pengkajian tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan


meliputi seluruh kehidupan manusia baik kesehatan, interaksi sosial,
keagamaan, ekonomi, budaya dan sebagainya Begitu universal dan
kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi acuan bagi muslim dalam
mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari Denganpengertian
lain puasa dapat dijadikan pedoman hidup

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana mengetahui dasar pensyari’atan dan tata cara puasa
2. Dasar Persyariatannya Puasa Ramadhan
3. Bagaimana menentukan istbat hilal
C. TUJUAN PENULISAN
Agar pembaca dapat mengetahui tentang penjelasan tentang puasa
Ramadhan,persyariatannya,tata caranya, maupun hikmah dalam
berpuasa.dan dapat menambah ilmu pengetahuan kita semua.

iii
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI PUASA

Menurut bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut
syara’ (ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang
membatalkanya dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah
SWT semata-mata dan disertai niat dan syarat “tertentu”.
Puasa adalah ibadah pokok yang di tetapkan sebagain salah satu rukun Islam atau
rukun Islam yang ketiga. Puasa dalam bahasa arab secara arti kata bermakna
menahan dan diam dalam segala bentuknya, termasuk menahan atau diam dari
berbicara.
Dan secara terminology (Istilah) para ulama mengartikan puasa adalah menahan
diri dari segala makan, minum dan berhubungan seksual mulai dari terbit fajar
sampai terbenam matahari dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Kaum
Muslimin diwajibkan puasa Ramadan yang lamanya sebulan yang dilaksanakan
setiap harinya dari terbit fajar pagi hingga terbenam matahari. Orang yang diam
dapat dikatakan berpuasa, sebab ia menahan diri dari berbicara sebagaimana
firman Allah SWT:

ِ ‫صوْ ًما فَلَ ْن ُأ َكلِّ َم ْاليَوْ َم ِإ‬


‫نسيًّا‬ ُ ْ‫ِإنِّي نَ َذر‬
َ ‫ت لِلرَّحْ َم ِن‬
Artinya; “Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha
Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari
ini”.(QS. Maryam : 26)
Kata yang kedua adalah Ramadhan. Kata ini berasal dari kata ar-Ramadh yaitu
batu yang panas karena panas teriknya matahari.[1] Ibnu Manzhur mengatakan:
“Ramadhan adalah salah satu nama bulan yang telah dikenal.” Al-Fairuz Abadi
menambahkan bahwa bulan Ramadhan dinamakan demikian karena ia membakar
dosa-dosa.[2] Demikian pengertian puasa Ramadhan (shaum Ramadhan) secara
bahasa.

iv
B. DASAR PENSYARI’ATAN PUASA RAMADHAN

Puasa adalah ibadah yang bukan hanya diperintahkan Allah SWT kepada umat
Nabi Muhammad saja, namun juga kepada umat-umat sebelum beliau. Legalitas
syara’ puasa Ramadhan berdasarkan Alqur’an, sunnah, dan ijma’.
Dalil dari Alqur’an adalah firman Allah SWT berikut ini:
َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِمن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬
َ ِ‫صيَا ُم َك َما ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم ال‬ ْ ُ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمن‬
َ ِ‫وا ُكت‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah : 183)
Berdasarkan berbagai pengertian diatas dapat dikatakan bahwa puasa pada
dasarnya mengandung pengertian menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan
yang dilarang oleh syariat agama. Dasar hukum Puasa tersebut dinyatakan
berdasarkan sabda Nabi yang dinyatakan dalam hadist bahwa Islam di bangun
atas lima tiang (Rukun Islam).
‫ه‬zz‫لى هللا علي‬zz‫ول هللا ص‬z‫معت رس‬zz‫ س‬: ‫عن أبي عبد الرحمن عبد هللا بن عمر بن الخطاب رضي هللا عنهما قال‬
‫اء‬z‫الة وإيت‬z‫ام الص‬z‫ وإق‬، ‫ول هللا‬z‫داً رس‬zz‫س ؛ شهادة أن ال إله إال هللا وأن محم‬
ٍ ‫ بني اإلسالم على خم‬: ‫وسلم يقول‬
‫ روه البخا ري و مسلم‬.‫ وصوم رمضان‬، ‫ وحج البيت‬، ‫الزكاة‬
Artinya: “Dari Abu Abdirrahman, Abdullah bin Umar bin Al-Khathab radhiallahu
'anhuma berkata: Saya mendengar Rasulullah bersabda: "Islam didirikan diatas
lima perkara yaitu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah secara
benar kecuali Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke baitullah dan berpuasa pada bulan
ramadhan". (HR Bukhari Muslim)[3]
Hadits diatas menunjukkan wajibnya puasa Ramadhan secara jelas dan tegas,
tidak ada keraguan dan kekaburan maknanya. Imam An-Nawawi Menerangkan
makna hadits ini seraya berkata ”Barang siapa yang telah melaksanakan lima
rukun islam ini, berarti islamnya telah sempurna.”
C. TATA CARA PUASA RAMADHAN

Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan


posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.
 Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, yakni penampakan bulan
sabit yang nampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat

v
dapat dilakukan dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti
teleskop
Cara Pelaksanaannya :
Niat - Setiap melakukan tindakan apapun diawali dengan niat. Agar puasa kita
dapat diterima ALLAH SWT.
Melaksanakan makan sahur – Dari hadist HR. Bukhari Muslim dan Ana bin Malik
R.A yang mengatakan bahwa: “Telah bersabda Rasulullah SAW,’Sahurlah kalian,
maka sesungguhnya dalam sahur itu ada berkahnya”. Karena banyak manfaat dari
sahur, selain menolak pengaruh buruk terhadap timbulnya rasa lapar, dengan
sahur maka kondisi fisik kita juga lebih terjaga.
Mengetahui Imsak – Dengan mengetahui imsak, maka segera mungkin kita untuk
menghentikan kegiatan shaur kita. Namun jika seseorang yang sedang sahur
mendengar azan subuh, maka ia tetap dibolehkan untuk meneruskan sahurnya.
Dengan catatan bahwa orang tersebut tidak sengaja menunggu atau mengetahui
bahwa azan subuh segera akan tiba.
Mempercepat berbuka jika sudah waktunya – Dari hadist Abu Hurairah r.a.
berkata telah bersabda Rasulullah SAW: “Telah berfirman Allah Yang
Mahamulia dan Maha Agung:”Hamba-hamba Ku yang lebih aku cintai ialah
mereka yang paling segera berbukanya”(HR Tirmidzi dari Abu Hurairah).
Memperbanyak membaca Al-Qur’an, sedekah dan membayar zakat fitrah.[4][2]
Sunat Berpuasa
Bersahur walaupun sedikit makanan atau minuman
Melambatkan bersahur
Meninggalkan perkataan atau perbuatan keji
Segera berbuka setelah masuknya waktu berbuka
Mendahulukan berbuka daripada sembahyang Maghrib
Berbuka dengan buah tamar, jika tidak ada dengan air
Membaca doa berbuka puasa
Perkara Makruh Ketika Berpuasa
Selalu berkumur-kumur
Merasa makanan dengan lidah
vi
Berbekam kecuali perlu
Mengulum sesuatu

Hal yang membatalkan Puasa


Memasukkan sesuatu ke dalam rongga badan
Muntah dengan sengaja
Bersetubuh atau mengeluarkan mani dengan sengaja
kedatangan haid atau nifas
Melahirkan anak atau keguguran
Gila walaupun sekejap
Mabuk ataupun pengsan sepanjang hari
Murtad atau keluar daripada agama Islam
Rukun Puasa Ramadhan
Rukun puasa ada tiga yang menjadi komponen pembentuk hakikatnya yaitu:
a) Pertama, mencegah diri dari segala yang membatalkan mulai dari terbit fajar
hingga terbenam matahari
b) Kedua,Niat yaitu tekad bulat hati untuk berpuasa sebagai aktualisasi
pelaksanaan perintah Allah SWT dan pendekatan diri kepada-Nya.
c) Ketiga,pelaku puasa ( ash-shaim ) yaitu orang yang sah berpuasa dalam
artian telah memenuhi syarat-syarat wajib puasa antara lain islam,akil
baligh,mampu berpuasa,dan bebas dari halangan syara’ seperti haid dan nifas bagi
kaum perempuan.

Syarat Wajib Puasa


Keempat imam mazhab sepakat bahwa puasa ramadhan hukumnya wajib atas
setiap orang islam dengan syarat ketentuan sebagai berikut:
Ø yang sudah baligh,berakal,suci dari haid dan nifas,puasa hukumnya haram,dan
jika tetap berpuasa maka puasanya tidak sah dan ia wajib mengqadhanya.Jadi,jika
vii
tidak ada dalam diri setiap muslim yang sudah akil baligh suatu sifat yang
menghalangi puasa,antara lain haid dan nifas,maka ia wajib berpuasa ramadhan
dengan kewajiban yang bersifat determinative tanpa ada unsure kesukarelaan di
dalamnya.
Ø Orang kafir tidak diwajibkan berpuasa, konsekuensinya ketika masuk islam
orang kafir tidak wajib mengqadha puasa yang ditinggalkannya selama ia kafir.
Ø Sedangkan bagi orang yang murtad, (yang kembali masuk Islam) menurut
pendapat yanh sahih ia hanya dikenai kewajiban mengqadha apa yang
ditinggalkannya sebelum ia murtad dan tidak diwajibkan mengqadha apa yang
ditinggslksnnya slama ia murtad.
Ø Puasa tidak wajib atas anak kecil (ash-shabiy) akan tetapi ia perlu dibiasakan
puasa agar terbiasa.
Ø Orang yang tidak mampu berpuasa karena alas an yang tidak bisa diharapkan
hilangnya,misalnya kakek lanjut usia dan penderita penyakit kronis.Mereka boleh
tidak berpuasa dan sebagai gantinya mereka harus memberi makan satu orang
miskin.untuk setiap hari yang ditinggalkannya.Begitu pula ibu hamil dan
menyusui,mereka boleh tidak berpuasa namun dengan konsekuensi harus
mengqadha.
Ø Orang muqim atau bukan musyafir yang sehat ia wajib berpuasa.
Ø Orang musyafir boleh tidak berpuasa dengan konsekuensi harus mengqadha
diluar ramadhan.
Berhati-hati Dalam Berbuat — Puasa Ramadhan akan sempurna dan tidak sia-sia
apabila selain menahan lapar dan haus juga kita menghindari keharaman mata,
telinga, perkataan dan perbuatan. atihan ini menimbulkan kemajuan positif bagi
kita jika diluar bulan Ramadhan kita juga dapat menghindari hal-hal yang dapat
menimbulkan dosa seperti bergunjing, berkata kotor, berbohong, memandang
yang dapat menimbulkan dosa, dan lain sebagainya.
Berlatih Lebih Tabah – Dalam Puasa di bulan Ramadhan kita dibiasakan menahan
yang tidak baik dilakukan. Misalnya marah-marah, berburuk sangka, dan
dianjurkan sifat Sabar atas segala perbuatan orang lain kepada kita. Misalkan ada
orang yang menggunjingkan kita, atau mungkin meruncing pada Fitnah, tetapi
kita tetap Sabar karena kita dalam keadaan Puasa.
Melatih Hidup Sederhana – Ketika waktu berbuka puasa tiba, saat minum dan
makan sedikit saja kita telah merasakan nikmatnya makanan yang sedikit tersebut,

viii
pikiran kita untuk makan banyak dan bermacam-macam sebetulnya hanya hawa
nafsu saja.
Melatih Untuk Bersyukur – Dengan memakan hanya ada saat berbuka, kita
menjadi lebih mensykuri nikmat yang kita miliki saat tidak berpuasa. Sehingga
kita dapat menjadi pribadi yang lebih mensyukuri nikmat Allah SWT.

D. ISBAT HILAL(Penetapan)
Isbat (Penetapan) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, isbat
berarti penyungguhan, penetapan, penentuan. Makna lainnya menurut
Bahasa Arab (al-Isbat) atau bahasa Belanda (beschiking), yaitu produk
Pengadilan Agama dalam arti bukan peradilan yang sesungguhnya, yang
diistilahkan jurisdiction voluntaria. Permohonan dimaknai sebagai bukan
peradilan sesungguhnya karena hanya terdapat pemohon, yang memohon
untuk ditetapkan tentang suatu hal, sedangkan ia tidak perkara dengan
lawan.
Pada dasarnya, perkara tersebut tidak dapat diterima oleh proses
pengadilan, kecuali apabila ada kepentingan undang-undang yang
mengendaki demikian. Keputusan pengadilan atas perkara permohonan
(volunter), misalnya penetapan dalam perkara dispensasi nikah, izin nikah,
wali adhal, poligami, perwalian, isbat nikah, dan sebagainya.20 Bentuk
dan
isi penetapan, yaitu sebagai berikut:
1) Identitas para pihak pada permohonan dan penetapan hanya
memuat
identitas pemohon. Walaupun telah dimuat identitas termohon,
tetapi termohon bukanlah pihak.
2) Tidak ditemui kata-kata “berlawanan dengan”, seperti pada
putusan.
ix
3) Tidak ditemui kata-kata “tentang duduk perkaranya”, seperti pada
putusan, melainkan langsung diuraikan apa permohonan pemohon.
4) Amar penetapan bersifat declaratoire atau constitutoire.
5) Kalau pada putusan didahului kata “memutuskan”, pada penetapan
dengan kata “menetapkan”.
6) Biaya perkara selalu dipikul oleh pemohon.
7) Pada penetapan tidak terdapat reconventie atau interventie atau
vrijwaring.
Jika melihat kepada sisi kemurniannya penetepan dapat dibagi
menjadi dua macam, yakni :
1) Penetapan dalam bentuk murni voluntaria bahwa penetapan
merupakan hasil dari perkara permohonan (voluntair) yang sifatnya
tidak ada perlawanan dari pihak.
2) Penetapan bukan dalam bentuk voluntaria. Di lingkungan
peradilan agama ada beberapa jenis perkara di bidang perkawinan
yang produk pengadilan agamanya berupa penetapan, tetapi bukan
merupakan voluntaria murni. Meskipun dalam produk penetapan
tersebut ada pihak pemohon dan termohon, para pihak tersebut
harus dianggap sebagai penggugat dan tergugat sehingga
penetapan ini harus diangap sebagai putusan. Contohnya adalah
penetapan ikrar talak. Kekuatan Hukum Penetapan hanya memilik
kekuatan hukum sepihak, dan pihak lainnya tidak dapat dipaksakan
untuk mengikuti kebenaran hal-hal yang dideklarasikan dalam
putusan volunter, karena itu pula maka putusan volunter tidak
mempunyai kekuatan hukum sebagai pembuktian.
E. MACAM-MACAM PUASA SUNNAH
Beberapa puasa sunnah yang dianjurkan untuk dilaksanakan bagi
seorang muslim, yaitu :
a. Puasa 6 hari dalam bulan syawal
x
b. Puasa ‘Arafah yaitu puasa pada tanggal 9/12 Dzulhijjah, kecuali
orang yang sedang ibadah haji
Abu Qatadah meriwayatkan, Rasulullah bersabda, “ Puasa pada
hari Arafah dapat menghapus dosa-dosa selama 2 tahun yang
akan datang. Dan puasa Asyura dapat menghapus dosa-dosa
setahun yang telah berlalu”. (HR. Al Jama’ah selain Bukhari dan
Tirmidzi)
c. Puasa ‘Asyura dan Tasu’a yaitu puasa pada tanggal 10 dan 9
Muharram
d. Puasa Sya’ban yaitu berpuasa pada bulan Sya’ban
Rasulullah SAW banyak berpuasa di bulan Sya’ban. Aisyah
meriwayatkan, “Aku tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa
sebulan penuh selain dibulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah
melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Sya’ban”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
e. Puasa pada hari Senin dan Kamis
Abu Hurairah meriwayatkan, Nabi Muhammad SAW sering
berpuasa pada hari Senin dan Kamis, Ketika ditanya mengenai hal
itu beliau menjawab, “Amalan (anak Adam) diserahkan kepada
Allah setiap hari Senin dan Kamis, Dia pun mengampuni setiap
orang yang berserah diri dan beriman kecuali mereka yang
berbuat dosa secara terang-terangan”. (HR. Ahmad dengan sanad
yang Shahih)
f. Puasa pada setiap pertengahan bulan Qomariyah yaitu tanggal
13,14, dan 15
g. Puasa daud yaitu berpuasa sehari tidak dan tidak berpuasa sehari
Abdullah bin Umar meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda,
“Puasa yang paling disukai oleh Allah adalah puasanya Nabi
Dawud. Dan shalat (sunnah) yang paling disukai oleh Allah
xi
adalah shalat (sunnahnya) Nabi Dawud ia tidur di setengah
malam (pertama), shalat di sepertiga malam,dan tidur (lagi) di
seperenam malamnya. Ia puasa sehari dan tidak puasa sehari”.
(HR. Ahmad dan Ibnu Majjah)
F. PERSOALAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PUASA
1. Qadla’

Yang dimaksud qadla’ adalah berpuasa pada hari selain Ramadhan,


yang dilakukan sebagai penggganti puasa yang batal pada bulan
Ramadhan.

2. Kafarat

Kafarat adalah hukuman agama yang telah ditentukan Allah SWT dan
diberikan kepada orang-orang yang telah melakukan beberapa jenis
perbuatan dosa. Dan pada pembahasan ini, bagi siapa saja yang melakukan
persetubuhan di bulan Ramadhan dalam kondisi berpuasa, maka wajib
baginya melakukan qadla’ dan kafarat yaitu, memerdekakan budak,
apabila tidak sanggup maka hendaklah berpuasa dua bulan berturut-turut,
kalau tidak mampu maka memeberi makan enam puluh orang fakir miskin
setiap orang seberat 1 mud.

3.Fidyah

Yaitu memberi makan fakir miskin sebagai pengganti satu hari puasa
wajib di bulan Ramadhan yang ditinggalkan.

a. Puasa orang Sakit, bepergian, Wanita Hamil atau menyusui dan


Orang Tua.

1. Orang Sakit

Orang yang Sedang sakit yang menyebabkan dirinya tidak sanggup


melakukan puasa maka diperbolehkan tidak melakukan puasa, tetapi
xii
wajib mengqadha’ nya di selain bulan Ramadhan.

2. Musafir (orang yang bepergian)

Seorang Musafir juga diperbolehkan tidak puasa pada saat bulan


Ramadhan, dengan ketentuan jarak yang ditempuh adalah lebih dari 81
Km, dan tujuan bepergian tersebut bukanlah untuk sesuatu maksiat. Dan
musafir tersebut wajib meng qadla’ puasa yang dia tinggalkan.

Sebagaiman Firman Allah :

‫ أو على سفر فعدة من أيام أخر‬z‫ومن كان مريضا‬...............

“barangsiapa sakit atau dalam perjalanan maka ia wajib mengganti puasa


yang ia tinggalkan itu pada hari lain……..(QS. Al-Baqarah : 185)”

3. Wanita Hamil Atau Menyusui.

Bagi seorang wanita yang sedang hamil atau menyusui


diperbolehkan untuk tidak melakukan puasa. Adapun dalam jenisnya
dibagi menjadi dua
*Wanita Hamil Atau Menyusui yang takut terhadap kondisi
fisiknnya sendiri maka boleh meninggalkan puasa, dan wajib meng
qadla’ nya di bulan lain.
* Wanita hamil Atau Menyusui yang khawatir akan kondis anaknya,
maka diperbolehkan tidak berpuasa, akan tetapi wajib meng qadla’
puasanya dan wajib membayar kafarat. Setiap satu hari kafaratnya adalah
1 mud makanan pokok diberikan kepada fakir miskin.

4. Orang Tua, dan Orang yang meningggal dunia.

Bagi orang tua yang sudah tidak kuat melakukan puasa maka boleh tidak
berpuasa ramadhan, tetapi harus mengganti setiap sehari puasa dengan
memberi makanan pokok 1 mud kepada fakir miskin. Begitu juga pada
kasus orang yang meninggal dunia dan masih memilki tanggungan puasa
xiii
G. HIKMAH PUASA
1. Dapat menjaga kesehatan
2. Melatih kesabaran dan menahan jiwa
3. Didikan perasaan belas kasihan terhadap fakir – miskin
4. Menciptakan umat menjadi disiplin, persatuan dan kesatuan terjaga
5. Mendidik kepercayaan (melaksanakan perintahNya dan menjauhi
LarangannNya)
6. Tanda terima kasih kepada Allah karena semua ibadah mengandung arti
terima kasih kepada Allah atas nikmat pemberianNya yang tidak terbatas
banyaknya, dan tidak ternilai harganya.1
7. Meningkatkan iman dan taqwa
Melatih kedisiplinan dan ketelaturan dalam hidup

H. QADHA PUASA UNTUK ORANG YANG SUDAH WAFAT


Ulama bersepakat bahwa hutang puasa orang yang telah meninggal
harus diqadha atau dibayar. Tetapi ulama berbeda pendapat perihal tata
cara pembayaran atau qadha hutang puasa orang yang telah meninggal
dunia.
Sebagian ulama mengatakan bahwa hutang puasa orang yang telah
meninggal dunia dapat dibayar dengan fidyah atau sedekah makanan
pokok sebanyak satu mud atau bobot seberat 675 gram/6,75 ons beras.
Adapun ulama lain berpendapat bahwa hutang puasa orang yang
telah meninggal dunia dapat dibayar dengan pelaksanaan puasa oleh wali
atau ahli waris almarhum. Hutang puasa itu dibayar dengan pelaksanaan
puasa oleh keluarganya yang masih hidup.
Mereka berpendapat bahwa hutang puasa seseorang yang telah
meninggal dapat dibayarkan dengan puasa oleh ahli warisnya atau orang
yang dikuasakan oleh ahli warisnya yang masih hidup. Pendapat ini
didasarkan pada hadits riwayat Aisyah RA, bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda, “Siapa saja yang wafat dan ia memiliki hutang puasa, maka
walinya memuasakannya,” (HR Bukhari dan Muslim).
Sebagian ulama yang menyatakan kebolehan penggantian puasa
oleh walinya yang masih hidup menyamakan ibadah puasa Ramadhan dan
1
xiv
ibadah haji. Puasa atau haji adalah ibadah yang wajib dibayarkan kafarah
ketika pelaksanaannya tercederai sehingga boleh diqadhakan sepeninggal
yang bersangkutan wafat.
Imam An-Nawawi mengatakan bahwa pendapat yang dipilih oleh
mazhab Syafi’i adalah pendapat pertama, yaitu pembayaran fidyah
sebanyak satu mud makanan pokok untuk mengatasi hutang puasa orang
yang telah meninggal dunia.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

xv
Di dalam Ibadah Puasa terutama bulan Ramadhan banyak sekali manfaat
manfaat dana amalan – amalan yang dapat kita kerjakan agar Puasa kita lebih
bermanfaat dan mendapat Ridha-Nya.

Dengan Ibadah Puasa juga dapat mencegah kita berbuat yang melanggar
apa yang telah dilarang oleh Allah SWT, dan juga kita dapat lebih mendekatkan
diri kita kepada Allah SWT.

A. Saran

Manusia adalah tempatnya salah dengan Puasa ini mudah mudahan kita
selaku manusia dapat mengurangi perilaku yang salah tersebut dan menjadi
manusia yang dimuliakan di sisi Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin,Aprilil. “Pengertian Dasar Hukum dan Macam Puasa Dalam


Islam”.06September2017. http://aprililmuttaqin.blogspot.co.id

Al - jazairi, Abu Bakar J.2006.Fiqih Ibadah.Surakarta:Media Insani

Tuasikal, Muhammad Abduh, M.Sc., “ Fikih Puasa”. Senin, 9 Oktober 2017


https://muslim.or.id/16739-fikih-puasa-1-syarat-wajib-puasa.html

Fiqih, Tim MGMP. 2012.Fiqih Kelas VIII.Ungaran Timur-Kab.Semarang:KKM2


Tsanawiyah Kab. Semarang

Almanhaj. “Dalil Puasa Ramadhan”.06September2017.


https://almanhaj.or.id/2956-bangunan-islam-syarah-rukun-islam-1.html

xvi
Munir,Misbakhul, S.Ag, Dkk.2014. Minhaju Ath-Thullab Fi Al Ibadah.Salatiga:
Man Salatiga

xvii

Anda mungkin juga menyukai