Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

“PUASA”

Dosen pengampu : Drs. H. Ali Bowo Tjahjono, M.Pd

Disusun oleh:

1. Afika Meliana (33102100003)


2. Airina Maharyani (33102100007)
3. Ananda Mekar Dwiani Putry (33102100011)
4. Annisa Azkiya Kamiela (33102100015)
5. Luluk Maulin Nisak (33102100049)

PRODI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG

SEMARANG

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat tuhan yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Do’a” secara tepat waktu. Kami juga berterima kasih kepada dosen pengampu Pendidikan
Agama Islam yang telah memberikan tugas ini, serta kepada pihak yang telah berkontribusi baik
dalam penulisan maupun pikiran.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, kami menyadari banyak nya


kesalahan dalam makalah ini, baik dari materi yang kurang mendetail maupun kesalahan dalam
penulisan. Oleh karena itu, kami berharap adanya kritik maupun saran dari pembaca yang
membangun demi membuat makalah ini menjadi lebih baik.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas mata pelajaran
Pendidikan agama islam. Selain itu, besar harapan kami makalah ini dapat bermanfaat baik bagi
pembaca maupun penulis. Akhir kalimat, semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi kita semua bil khusus kepada penyusun sendiri dalam mempelajari mengenai
“Puasa”. Apabila terdapat kebenaran dari makalah ini itu datangnya dari Allah dan apabila
terdapat kesalahan dan kekeliruan, datangnya dari penyusun makalah ini.

Semarang, 27 Mei 2022

(Tim Penyusun)
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Konsepsi puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam pengertian sempit sebagai
suatu prosesi menahan lapar dan haus serta yang membatalkan puasa yang dilakukan pada bulan
ramadhan. Padahal hakekat puasa yang sebenarnya adalah menahan diri untuk melakukan
perbuatan yang dilarang oleh agama.
Selain itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain yang berada
pada kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat digambarkan pada konsepsi
lapar dan haus yang dampaknya akan memberikan kemungkinan adanya tenggang rasa antar
umat manusia.
Pengkajian tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan universal dan meliputi seluruh kehidupan
manusia baik kesehatan, interaksi sosial, keagamaan, ekonomi, budaya dan sebagainya. Begitu
universal dan kompleksnya makna puasa hendaknya menjadi acuan bagi muslim dalam
mengimplementasikannya pada kehidupan sehari-hari. Dengan pengertian lain puasa dapat
dijadikan pedoman hidup.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian puasa?
2. Macam-macam puasa?
3. Bagaimana syarat dan rukun puasa?
4. Bagaimana Puasa Sunat dan hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa?
5. Bagaimana menentukan hilal?
6. Hal yang membatalkan puasa?
7. Bagaimana Hikmah berpuasa? 
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian puasa
2. Mengetahui syarat dan rukun puasa
3. Mengetahui macam-macam puasa
4. Mengetahui waktu yang diharamkan untuk berpuasa
5. Mengetahui hal yang membatalkan puasa
6. Mengetahui hikmah berpuasa
D. Manfaat
1. Memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai pengertian puasa
2. Menambah wawasan pembaca mengenai syarat dan rukun puasa
3. memberikan pengetahuan kepada pembaca mengenai hikmah dari puasa
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa
Sebelum kita mengkaji lebih jauh meteri tentang puasa, terlebih dahulu kita akan
mempelajari pengertian puasa baik itu menurut bahasa arab maupun menurut istilah.
Pengertian puasa (Saum) menurut bahasa Arab artinya menahan dari segala sesuatu seperti
menahan makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Sedangkan puasa menurut istilah ajaran islam yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkannya, lamanya satu hari, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari
dengan niat dan beberapa syrat. Firman Allah SWT:
“Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (QS. Al Baqarah:183).

B. Macam-macam Puasa
1. Puasa wajib
Puasa wajib adalah puasa yang dilakukan untuk memenuhi kewajiban perintah allah
SWT, apabila ditinggalkan mendapat dosa. Adapun macam-macam puasa adalah sebagai
berikut:
a. Puasa di bulan Ramadhan
Puasa ramadhan adalah puasa yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan yang
dilaksanakan selama 29 atau 30 hari. Puasa dimulai pada terbit fajar himgga terbenam
matahari. Puasa ramadhan ini ditetapkan sejak tahun ke-2 H. Puasa ini hukumnya
wajib, yaitu apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan akan
mendapat dosa.Bulan Ramadhan menurut pandangan orang-orang mukmin yang
berfikir adalah merupakan bulan peribadatan yang harus diamalkan dengan ikhlas
kepada Allah SWT. Harus kita sadari bahwa Allah Maha Mengetahui segala gerak-
gerik manusia dan hati mereka .
b. Puasa Nazar (karena berjanji untuk berpuasa)
Puasa nazar adalah orang yang bernazar puasa karena mengiginkan sesuatu, maka
ia wajib puasa setelah yang diinginkannya itu tercapai, dan apabila puasa nazar itu
tidak dilaksanakannya maka ia berdosa dan ia dikenakan denda / kifarat. Misalnya
bernazar untuk lulus keperguruan tinggi, maka ia wajib melaksanakan puasa nazar
tersebut apabila ia berhasil.
c. Puasa Kifarat
Puasa kifarat adalah puasa untuk menembus dosa karena melakukan hubungan
suami isteri (bersetubuh) disiang hari pada bulan Ramadhan, maka denda (kifaratnya)
berpuasa dua bulan berturut-turut. 

2. Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah puasa yang bila dikerjakan mendapat pahala dan apabila
dikerjakan tidak mendapat dosa. Adapun puasa sunnah adalah sebagai berikut:
a. Puasa enam hari pada bulan syawal
Disunnahkan bagi mereka yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan untuk
mengikutinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal. Pelaksanaannya tidak
mesti berurutan, boleh kapan saja selama masih dalam bulan Syawal, karena puasa
enam hari pada bulan Syawal ini sama dengan puasa setahun lamanya. Akan tetapi
diharamkan pada tanggal 1 syawal karena ada chari raya Idul Fitri. Dalam sebuah
hadits dikatakan yang artinya: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa
pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan
Syawal, maka sama dengan telah berpuasa selama satu tahun" (HR. Muslim).
b. Puasa Arafah
Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunnatkan untuk melaksanakan
puasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah atau yang sering disebut dengan puasa
Arafah. Disebut puasa Arafah karena pada hari itu, jemaah haji sedang melakukan
Wukuf di Padang Arafah. Sedangkan untuk yang sedang melakukan ibadah Haji,
sebaiknya tidak berpuasa. Nabi Muhammad SEW bersabda:
Dari Abu Qotadah al-Anshory Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam pernah ditanya mengenai puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab:
"Ia menghapus dosa-dosa tahun lalu dan yang akan datang.: (Riwayat Muslim)
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
melarang untuk berpuasa hari raya arafah di Arafah. (Riwayat Imam Lima selain
Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Hadits munkar
menurut Al-'Uqaily.)
c. Puasa Senin Kamis
Rasulullah saw bersabda yang Artinya dari Aisyah: Nabi Muhammad SAW
memilih waktu puasa hari senin kamis.
d. Puasa pada bulan sya’ban
Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah saw berpuasa pada
bulan Sya'ban hampir semuanya. Beliau tidak berpuasa pada bulan tersebut kecuali
sedikit sekali . Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang artinya:
Siti Aisyah berkata: "Adalah Rasulullah saw seringkali berpuasa, sehingga kami
berkata: "Beliau tidak berbuka". Dan apabila beliau berbuka, kami berkata: "Sehingga
ia tidak berpuasa". Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa satu bulan
penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Dan saya juga tidak pernah melihat beliau
melakukan puasa sebanyak mungkin kecuali pada bulan Sya'ban" (HR. Bukhari dan
Muslim).
e. Puasa As-Syura’
Puasa ini dikerjakan pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram. Hadist
Rasulullah Saw yang berbunyi: "Rasulullah saw bersabda: "Puasa Asyura itu (puasa
tanggal sepuluh Muharram), dihitung oleh Allah dapat menghapus setahun dosa yang
telah lalu" (HR. Muslim). Demikian juga sunnah hukumnya melakukan puasa pada
tanggal sembilan Muharram. Hadist Rasulullah: Ibn Abbas berkata: "Ketika
Rasulullah saw berpuasa pada hari Asyura', dan beliau memerintahkan untuk
berpuasa pada hari tersebut, para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya hari
Asyura itu hari yang dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nashrani". Rasulullah saw
menjawab: "Jika tahun depan, insya Allah saya masih ada umur, kita berpuasa
bersama pada tanggal sembilan Muharramnya". Ibn Abbas berkata: "Belum juga
sampai ke tahun berikutnya, Rasulullah saw keburu meninggal terlebih dahulu" (HR.
Muslim).

3. Puasa Makruh
a. Berpuasa pada hari jum’at
Berpuasa hanya pada hari Jum'at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya,
kecuali apabila ia berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu jatuh
pas hari Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan Dzuhijjah itu,
jatuhnya pada hari Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini, puasa boleh dilakukan,
karena bukan dengan sengaja hanya berpuasa pada hari Jum'at. Dalil larangan hanya
berpuasa pada hari Jum'at saja adalah: Artinya: Rasulullah saw bersabda: "Seseorang
tidak boleh berpuasa hanya pada hari Jum'at, kecuali ia berpuasa sebelum atau
sesudahnya" (HR. Bukhari Muslim).  
b. Puasa setahun penuh (puasa dahr)
Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang tersebut
kuat untuk melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti itu. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: Artinya: Umar bertanya: "Ya
Rasulallah, bagaimana dengan orang yang berpuasa satu tahun penuh?" Rasulullah
saw menjawab: "Ia dipandang tidak berpuasa juga tidak berbuka" (HR. Muslim).
c. Puasa Wishal
Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga tidak ada bukanya,
misalnya ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari tiga malam. Puasa ini
diperbolehkan untuk Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa melakukannya, namun
dimakruhkan untuk ummatnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut:Artinya: Rasulullah
saw bersabda: "Janganlah kalian berpuasa wishal" beliau mengucapkannya sebanyak
tiga kali. Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, anda sendiri melakukan puasa
wishal?" Rasulullah saw bersabda kembali: "Kalian tidak seperti saya. Kalau saya
tidur, Allah memberi saya makan dan minum. Oleh karena itu, perbanyaklah dan
giatlah bekerja sekemampuan kalian" (HR. Bukhari Muslim).

4. Puasa Haram
Maksudnya ialah seluruh umat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika
kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka
sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah
mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah :
a. Puasa pada tanggal 1 syawal dan 10 Dzulhijjah
"Rasulullah saw melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan Idul
Adha" (HR.Bukhari Muslim).
b. Puasa Hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah
Para ulama juga telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan
13 Dzulhijjah) diharamkan. Hanya saja, bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah
haji dan tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk membayar dam),
diperbolehkan untuk berpuasa pada ketiga hari tasyrik tersebut. Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam hadits berikut ini: Artinya: Siti Aisyah dan Ibn Umar berkata:
"Tidak diperbolehkan berpuasa pada hari-hari Tasyrik, kecuali bagi yang tidak
mendapatkan hadyu (hewan sembelihan)" (HR. Bukhari).
c. Puasa pada hari yang diragukan (hari syak/hari ragu)
Apabila seseorang melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari
dengan maksud untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada hari itu, maka puasa
demikian disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama sepakat bahwa hukumnya
haram. Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw:Artinya: Rasulullah saw
bersabda: "Seseorang tidak boleh mendahului Ramadhan dengan jalan berpuasa satu
atau dua hari kecuali bagi seseorang yang sudah biasa berpuasa, maka ia boleh
berpuasa pada hari terebut" (HR. Bukhari Muslim).

C. Syarat-syarat dan Rukun Puasa


1. Syarat wajib puasa
a. Beragama Islam
Jumhur ulama sepakat bahwa syarat wajib berpuasa yang pertama kali
adalah bahwa orang yang diwajibkan untuk berpuasa itu hanya orang yang
memeluk agama Islam saja. Sedangkan mereka yang tidak beragama Islam, tidak
diwajibkan untuk berpuasa. Hal itu karena khitab perintah puasa itu didahului
dengan sebutan : wahai orang-orang yang beriman. Artinya, yang tidak beriman
tidak diajak dalam pembicaraan itu, sehingga mereka memang tidak wajib puasa.
b. Baligh
Syarat wajib puasa kedua yang menjadikan seseorang wajib untuk
mengerjakan ibadah puasa wajib adalah masalah usia baligh. Mereka yang belum
sampai usia baligh seperti anak kecil, tidak ada kewajiban untuk berpuasa
Ramadhan. Madzhab Asy-Syafi’iyah dan Al-Hanabilah membolehkan bila anak
sudah berusia 10 tahun dan masih saja tidak mau berpuasa Ramadhan, untuk
dikenakan hukuman dengan pukulan. “Ada tiga kelompok yang dibebaskan dari
hukum, yaitu: (1) Orang yang tidur sehingga ia bangun. (2) Anak-anak sampai ia
baligh. (3) Orang gila sampai ia sembuh”. (Hadis Shahih, riwayat Abu Dawud:
3822, al-Tirmidzi: 1343, al-Nasa’i: 3378, Ibn Majah: 2031, dan Ahmad: 910. teks
hadis riwayat al-Nasa’i).
c. Berakal
Syarat ketiga dari syarat wajib puasa adalah berakal. Sudah menjadi ijma’
ulama bahwa orang gila adalah orang yang tidak berakal, sehingga orang gila
tidak diwajibkan untuk mengerjakan puasa. Seorang yang dalam keadaan gila bila
tidak puasa maka tidak ada tuntutan untuk mengganti puasa yang ditinggalkannya
ketika dia telah sembuh selama masih hidup di dunia. Di akhirat kelak, tidak ada
dosa yang harus ditanggungnya karena meninggalkan kewajiban berpuasa.
d. Sehat
Orang yang sedang sakit tidak wajib melaksanakan puasa Ramadhan.
Namun dia wajib menggantinya di hari lain ketika nanti kesehatannya telah pulih.
Allah SWT berfirman:“Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib
menggantinya) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.”
(QS. Al-Baqarah :185).
e. Mampu
Allah hanya mewajibkan puasa Ramadhan kepada orang yang memang
masih mampu untuk melakukannya. Sedangkan orang yang sangat lemah atau
sudah jompo dimana secara fisik memang tidak mungkin lagi melakukan puasa,
maka mereka tidak diwajibkan puasa. Allah SWT berfirman :“Dan wajib bagi
orang-orang yang berat menjalankannya membayar fidyah, yaitu memberi makan
seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan,
maka itu lebih baik baginya,...” (QS. Al-Baqarah: 184)
f. Tidak Dalam Perjalanan
Orang yang dalam perjalanan tidak wajib puasa. Tapi wajib atasnya
mengqadha‘ puasanya di hari lain. Allah SWT berfirman :“…Dan barangsiapa
sakit atau dalam perjalanan, maka (wajib menggantinya) sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain….” (QS. Al-Baqarah : 185).
g. Suci dari Haidh dan Nifas
Para ulama telah berijma’ bahwa para wanita yang sedang mendapat darah
haidh dan nifas tidak diwajibkan untuk berpuasa. Bahkan bila tetap dikerjakan
juga dengan niat berpuasa, hukumnya malah menjadi haram. Dasar ketentuannya
adalah hadits Aisyah radhiyallahuanha berikut ini : “Kami (wanita yang haidh
atau nifas) diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintah untuk
mengqadha; shalat.” (HR. Muslim).

2. Syarat sah puasa


Yang dimaksud dengan syarat sah adalah semua hal yang membuat ibadah puasa
menjadi sah hukumnya. Bila salah satu syarat ini tidak ada, maka ibadah itu tidak sah
hukumnya. Sedangkan syarat wajib adalah hal-hal yang bila terpenuhi pada diri
seseorang, puasa menjadi wajib atas dirinya. Sedangkan syarat sah adalah syarat yang
harus dipenuhi agar puasa yang dilakukan oleh seseorang itu menjadi sah hukumnya
di hadapan Allah SWT. Berikut 4 syarat sah puasa Ramadhan:
a. Beragama Islam,
b. Mumayyiz
Yaitu seorang anak baik laki-laki ataupun perempuan yang telah memiliki
kemampuan membedakan kebaikan dan keburukan.
c. Suci dari haid dan nifas
Bagi perempuan yang sedang haid atau nifas (keluar darah sehabis
melahirkan) tidak boleh berpuasa. Namun mereka wajib mengqadha (mengganti)
puasa yang ditinggalkannya pada hari lain setelah mereka suci dari haid dan
nifasnya. Keterangan dari hadis riwayat Aisyah r.a:

‫صاَل ِة‬ َ َ‫ضا ِء الصَّوْ ِم َواَل نُْؤ َم ُر بِق‬


َّ ‫ضا ِء ال‬ َ َ‫فَنُْؤ َم ُر بِق‬

“…Kami diperintahkan Rasulullah s.a.w. mengqadha puasa dan tidak disuruhnya


untuk mengqadha shalat”. (Hadis Shahih, riwayat Muslim: 508).
d. Dikerjakan pada waktunya
Jika melaksanakan puasa pada waktu yang tidak diperbolehkan puasa
padanya, maka puasanya tidak sah, bahkan tidak boleh dilaku¬kan. Dilarang
berpuasa pada (1) Hari raya ‘Idul Fitri. (2) Hari raya ‘Idul Adha. (3) Hari Tasyriq,
yaitu tanggal 11, 12 dan 13 bulan Dzulhijjah. Dijelaskan dalam hadis Nabi s.a.w.:

ْ ِ‫صوْ ِم يَوْ ِم ْالف‬


‫ط ِر َوالنَّحْ ِر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن‬
َ ‫نَهَى النَّبِ ُّي‬

“Nabi s.a.w. melarang puasa pada hari Idul Fitri, dan Idul Adha”. (Hadis Shahih,
riwayat al-Bukhari: 1855 dan Muslim: 1921).

ْ ِ‫صوْ ِم يَوْ ِم ْالف‬


‫ط ِر‬ َ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ع َْن‬
َ ِ ‫نَهَى َرسُو ُل هَّللا‬
ِ ‫َويَوْ ِم اَأْلضْ َحى َوَأي َِّام التَّ ْش ِر‬
‫يق‬
“Nabi SAW melarang puasa pada hari Idul Fitri, Idul Adha, dan hari-hari
Tasyriq”. (Hadis Hasan, riwayat al-Tirmidzi: 772).

3. Rukun Puasa
a. Niat untuk Berpuasa
Niat puasa diartikan sebagai sebuah penegasan untuk menjalankan ibadah
puasa Ramadan. Niat puasa ini hendaknya dibaca setiap malam di bulan
Ramadan, atau sebelum waktu fajar. Adapun berikut bacaan niat puasa:
"Nawaitu shauma ghadin ‘an adai fardhi syahri romadhana hadzihissaanati lillahi
ta’ala".
Artinya: Aku niat puasa berpuasa besok hari untuk menunaikan kewajiban di
bulan Ramadan tahun ini karena Allah Ta'ala.
b. Menahan Diri dari Tindakan yang Membatalkan Puasa
Saat berpuasa hendaklah kita menahan diri dari hal-hal yang membatalkan
puasa dimulai sejak waktu fajar hingga terbenamnya matahari. Adapun hal-hal
yang membatalkan puasa adalah makan, minum, keluar air mani yang disengaja,
muntah yang disengaja, nifas, menstruasi, dan keluar dari Islam (murtad).

D. Waktu yang diharamkan untuk Berpuasa


Waktu haram puasa adalah waktu di mana umat Islam dilarang berpuasa.
Kebijaksanaannya adalah ketika semua orang bahagia, seseorang perlu bergabung dalam
perayaan seperti Puasa Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal), Puasa Idul Adha (10 Zulhijjah) dan
Puasa pada hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah). Selain hari-hari ini, juga benar ketika
umat Islam dianjurkan untuk tidak berpuasa, yaitu ketika benar kerabat atau teman yang
mengadakan pesta syukuran atau pernikahan. Hukum puasa hari ini tidak haram, tapi
makruh, karena Allah tidak suka ketika seseorang hanya memikirkan akhirat sementara
kehidupan sosialnya (menjaga hubungan dengan kerabat atau masyarakat) dilepaskan.
1. Hari Raya Idul Fitri
Tanggal 1 Syawwal telah ditetapkan sebagai hari raya suci bagi umat Islam. Hari
itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan suka cita. Oleh karena itu,
syariat telah mengatur bahwa pada hari itu seseorang tidak diperbolehkan berpuasa
sampai pada tingkatan yang haram. Meskipun tidak benar bisa dimakan, tidak wajib
membatalkan puasa atau tidak berniat puasa.

2. Idul Adha
Hal yang sama juga terjadi pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Idul Fitri kedua bagi
umat Islam. Hari itu dilarang berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih
hewan Qurban dan membagikannya kepada orang miskin dan kerabat dan keluarga.
Sehingga semua bisa merasakan keceriaan dengan memakan hewan kurban dan
merayakan hari besar tersebut.

3. Hari Tasyrik
Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari tersebut
umat Islam berada dalam suasana kemeriahan Idul Adha hingga dilarang berpuasa.
Namun beberapa argumentasi mengatakan bahwa hukum itu makruh, bukan haram.
Apalagi mengingat kemungkinan orang tidak mampu membayar cek haji untuk puasa
selama 3 hari selama haji adalah benar.

4. Puasa satu hari saja di hari Jumat


Puasa ini haram jika tidak didahului sehari sebelum atau sesudahnya. Kecuali jika
benar-benar berkaitan dengan puasa sunnah lainnya seperti puasa sunnah Nabi Daud
yaitu puasa satu hari dan tidak puasa satu hari. Oleh karena itu, ketika tiba giliran puasa
pada hari Jumat, seseorang dapat berpuasa. Sebagian ulama tidak membolehkan secara
mutlak dilarang, melainkan hanya sebatas makruh.

5. Puasa di Hari Dugaan


Hari Syah adalah tanggal 30 Sya'ban ketika orang meragukan awal Ramadhan
karena hilal (bulan) tidak terlihat. Saat itu, belum jelas apakah bulan Ramadhan sudah
masuk atau belum. Ambiguitas ini disebut kecurigaan. Dan menurut syar'i, umat Islam
dilarang berpuasa pada hari itu. Tetapi benar juga bahwa mereka yang berpikir bahwa itu
tidak dilarang tetapi hanya membuatnya menjijikkan.

6. Puasa Selamanya
Diharamkan bagi seseorang untuk berpuasa terus menerus setiap hari. Meskipun
ia mampu melakukannya karena tubuhnya yang kuat. Tapi syar'i, puasa seperti itu
dilarang oleh Islam. Bagi yang menginginkan banyak puasa, Nabi SAW menganjurkan
untuk berpuasa seperti puasa Nabi Daud sebagai hari puasa dan hari berbuka puasa.

7. Wanita yang sedang menstruasi atau pasca melahirkan


Wanita yang sedang mengalami haid atau melahirkan dilarang berpuasa. Karena
kondisi tubuhnya dalam najis hadits-hadits agung. Jika terus berpuasa, maka hukumnya
berdosa. Tidaklah bermanfaat bagi mereka untuk makan dan minum sebanyak yang
mereka mau. Namun harus menjaga kehormatan bulan Ramadhan dan kewajiban
menggantinya di hari lain.

8. Puasa sunnah bagi wanita tanpa izin suaminya


Ketika seorang istri akan melakukan puasa sunnah, dia harus meminta izin
terlebih dahulu kepada suaminya. Jika dia mendapat izin, maka dia bisa berpuasa.
Sedangkan jika tidak diperbolehkan tetapi tetap berpuasa, maka puasanya haram menurut
syar'i.

E. Hal yang Membatalkan Puasa


F. Hikmah berpuasa
1. Bertakwa dan menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, takwa adalah
meninggalkan keharaman, istilah itu secara mutlak mengandung makna mengerjakan
perintah, meninggalkan larangan , Firman Allah SWT: Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS. Al-Baqarah: 183).
2. Puasa adalah serupa dengan revolusi jiwa untuk merombak cara dan kebiasaan yang
diinginkan oleh manusia itu, sehingga mereka berbakti pada keinginannya dan nafasnya
itu berkuasa padanya.
3. Puasa menunjukkan pentingnya seseorang merasakan pedihnya laparmaupun tidak
dibolehkan mengerjakan sesuatu. Sehingga tertimpa pada dirinya dengan suatu
kemiskinan atau hajatnya tidak terlaksana. Dengan sendirinya lalu bisa merasakan
keadaan orang lain, bahkan berusaha untuk membantu mereka yang berkepentingan
dalam hidup ini.
4. Puasa dapat menyehatkan tubuh kita, manfaat puasa bagi kesehatan adalah sebagai
berikut:
a. Puasa membersihkan tubuh dari sisa metabolisme. Saat berpuasa tubuh akan
menggunakan zat-zat makanan yang tersimpan. Bagian pertama tubuh yang
mengalami perbaikan adalah jaringan yang sedang lemah atau sakit.
b. Melindungi tubuh dari penyakit gula. Kadar gula darah cenderung turun saat
seseorang berpuasa. Hal ini memberi kesempatan pada kelenjar pankreas untuk
istirahat. SepertiAnda ketahui, fungsi kelenjar ini adalah menghasilkan hormon
insulin.
c. Menyehatkan sistem pencernaan. Di waktu puasa, lambung dan sistem pencernaan
akan istirahat selama lebih kurang 12 sampai 14 jam, selama lebih kurang satu bulan.
Jangka waktu ini cukup mengurangi beban kerja lambung untuk memroses makanan
yang bertumpuk dan berlebihan.Puasa mengurangi berat badan berlebih. Puasa dapat
menghilangkan lemak dan kegemukan, secara ilmiah diketahui bahwa lapar tidak
disebabkan oleh kekosongan perut. Tetapi juga disebabkan oleh penurunan kadar gula
dalam darah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut
syara’ (ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkanya dari
mulai terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah SWT semata-mata dan disertai
niat dan syarat tertentu “.
Adapun hikmah dari berpuasa yaitu :
a. Menumbuhkan nilai-nilai persamaan selaku hamba Allah, karena sama-
samamemberikan rasa lapar dan haus serta ketentuan-ketentuan lainnya.
b. Menumbuhkan rasa perikemanusian dan suka member, serta peduli terhadap orang-
orang yang tak mampu.
c. Memperkokoh sikap tabah dalam menghadapi cobaan dan godaan, karna dalam
berpuasa harus meninggalkan godaan yang dapat membatalkan puasa.
d. Menumbuhkan sikap amanah (dapat dipercaya), karna dapat mengetahui apakah
seseorang melakukan puasa atau tidak hanyalah dirinya sendiri.
e. Menumbuhkan sikap bersahabat dan menghindari pertengkaran selama berpuasa
seseorang tidak diperbolehkan saling bertengkar.
f. Menanamkam sikap jujur dan disiplin.
g. Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri dari hawa nafsu, sehingga mudah
menjalankan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
h. Meningkatkan rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah.
i. Menjaga kesehatan jasmani.

B. Saran
Penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan
senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih
bermanfaat dan lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai