Anda di halaman 1dari 15

[Type here]

MAKALAH
IBADAH PUASA
Dosen pengampu : IDHAR, M.Pd.I.

Disusun Oleh :
1. SURYATI
2.

Program Study : PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI


Semester : SATU
Mata Kuliah : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM 1

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN


STKIP YAPIS DOMPU
TAHUN AKADEMIK
2022/2023

[Type here]
[Type here]

KATA PENGANTAR

Sholawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW
dan para sahabatnya, yang telah memberikan tauladan baik sehingga akal dan fikiran penyusun
mampu menyelesaikan Laporan Agama ini, semoga kita termasuk umatnya yang kelak
mendapatkan syafa’at dalam menuntut ilmu.

Dalam penyusunan laporan ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi
susunan serta cara penulisan laporan ini, karenanya saran dan kritik yang sifatnya membangun
demi kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan.

Semoga laporan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan juga bermanfaat
bagi penulis khususnya.

[Type here]
[Type here]

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Konsepsi puasa dalam pemaknaan istilah seringkali dimaknai dalam pengertian sempit
sebagai suatu prosesi menahan lapar dan haus serta yang membatalkan puasa yang
dilakukan pada bulan ramadhan. Padahal hakekat puasa yang sebenarnya adalah menahan
diri untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama.
Selain itu, puasa juga memberikan ilustrasi solidaritas muslim terhadap umat lain yang
berada pada kondisi hidup miskin. Dalam konteks ini, interaksi sosial dapat digambarkan
pada konsepsi lapar dan haus yang dampaknya akan memberikan kemungkinan adanya
tenggang rasa antar umat manusia. Pengkajian tentang hakekat puasa ini dapat dikatakan
universal dan meliputi seluruh kehidupan manusia baik kesehatan, interaksi sosial,
keagamaan, ekonomi, budaya dan sebagainya. Begitu universal dan kompleksnya makna
puasa hendaknya menjadi acuan bagi muslim dalam mengimplementasikannya pada
kehidupan sehari-hari. Dengan pengertian lain puasa dapat dijadikan pedoman hidup.

B. Rumusan Masalah
A. Bagaimana Pengertian puasa ?
B. Bagaimana syarat dan rukun puasa ?
C. Bagaimana Puasa Sunat dan hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa?
D. Bagaimana menentukan hilal ?
E. Bagaimana Hikmah berpuasa?

[Type here]
[Type here]

Cara penempatan waktu :


Cara mengetahui puasa ini ada 2 macam yaitu: hisab dan rukyat. Kemajuan
teknologi beakangan ini dirasakan semakin mudahkan proses hisab dan rukiyah
tersebut. Disiplin ilmu astronomi dan kelengkapan teknologi semacam planetrium
atau teleskop atau secara khusus ilmu falaq yang berkembang di dunia Islam,
semuanya mendukung vadilitas penetapan waktu puasa.
Rukyat : adalah suatu cara untuk menetapkan awal awal bulan Ramadhan
dengan cara melihat dengan panca indera mata timbulnya / munculnya bulan sabit
dan bila uadara mendung atau cuaca buruk. Sehingga bulan tidak bisa dilihat maka
hendaknya menggunakan istikmal yaitu menyempurnakan bulan sya’ban menjadi
30 hari. Di Indonesia pelaksanaan rukyat untuk penetapan puasa Ramadhan telah
dikoordinasi oleh Departemen Agama (DEPAG) RI.
Hisab : adalah suatu cara untuk menetapkan awal bulan Ramadhan dengan cara
menggunakan perhitungan secara atsronomi, sehingga dapat ditentukan secara
eksak letak bulan. Seperti cara rukyat yang telah dikoordinasikan oleh pemerintah,
maka cara hisab pun sama. Di Indonesia penetapan awal dan akhir bulan Ramadhan
ini dengan cara yang manapun memang telah diambil kewenangan koordinatifnya
oleh pemerintah.
Firman Allah SWT surat Yunus ayat 5:
Artinya:“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak
menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-
tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang Mengetahui”.(QS. Yunus :5)

b. Puasa Nazar (karena berjanji untuk berpuasa)


Puasa nazar adalah orang yang bernazar puasa karena mengiginkan sesuatu, maka ia
wajib puasa setelah yang diinginkannya itu tercapai, dan apabila puasa nazar itu tidak
dilaksanakannya maka ia berdosa dan ia dikenakan denda / kifarat. Misalnya bernazar
untuk lulus keperguruan tinggi, maka ia wajib melaksanakan puasa nazar tersebut

[Type here]
[Type here]

apabila ia berhasil.Ibnu Majjah meriwayatkan, bahwa seorang wanita bertanya kepada


Nabi Muhammad SAW. Artinya:“Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia. Ia
mempunyai nazar berpuasa sebelum dapat memenuhinya. Rasulullah SAW menjawab:
“Walinya berpuasa untuk mewakilkannya”.

c. Puasa Kifarat
Puasa kifarat adalah puasa untuk menembus dosa karena melakukan hubungan suami
isteri (bersetubuh) disiang hari pada bulan Ramadhan, maka denda (kifaratnya)
berpuasa dua bulan berturut-turut.

2. Puasa Sunnah
Puasa sunnah adalah puasa yang bila dikerjakan mendapat pahala dan apabila dikerjakan
tidak mendapat dosa. Adapun puasa sunnah adalah sebagai berikut:
a. Puasa enam hari pada bulan syawal
Disunnahkan bagi mereka yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan untuk
mengikutinya dengan puasa enam hari pada bulan Syawal. Pelaksanaannya tidak mesti
berurutan, boleh kapan saja selama masih dalam bulan Syawal, karena puasa enam hari
pada bulan Syawal ini sama dengan puasa setahun lamanya. Akan tetapi diharamkan
pada tanggal 1 syawal karena ada chari raya Idul Fitri. Dalam sebuah hadits dikatakan
yang artinya: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan
Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka
sama dengan telah berpuasa selama satu tahun" (HR. Muslim).
b. Puasa Arafah
Orang yang tidak melaksanakan ibadah haji, disunnatkan untuk melaksanakan puasa
pada tanggal sembilan Dzulhijjah atau yang sering disebut dengan puasa Arafah.
Disebut puasa Arafah karena pada hari itu, jemaah haji sedang melakukan Wukuf di
Padang Arafah. Sedangkan untuk yang sedang melakukan ibadah Haji, sebaiknya tidak
berpuasa. Nabi Muhammad SEW bersabda: Dari Abu Qotadah al-Anshory
Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah ditanya
mengenai puasa hari Arafah, lalu beliau menjawab: "Ia menghapus dosa-dosa tahun
lalu dan yang akan datang.: (Riwayat Muslim)

[Type here]
[Type here]

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
melarang untuk berpuasa hari raya arafah di Arafah. (Riwayat Imam Lima selain
Tirmidzi. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah dan Hakim. Hadits munkar menurut
Al-'Uqaily.)
c. Puasa Senin Kamis
Rasulullah saw bersabda yang Artinya dari Aisyah : Nabi Muhammad SAW memilih
waktu puasa hari senin kamis.
d. Puasa pada bulan sya’ban
Dalam berbagai keterangan disebutkan bahwa Rasulullah saw berpuasa pada bulan
Sya'ban hampir semuanya. Beliau tidak berpuasa pada bulan tersebut kecuali sedikit
sekali . Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini yang artinya: Siti
Aisyah berkata: "Adalah Rasulullah saw seringkali berpuasa, sehingga kami berkata:
"Beliau tidak berbuka". Dan apabila beliau berbuka, kami berkata: "Sehingga ia tidak
berpuasa". Saya tidak pernah melihat Rasulullah saw berpuasa satu bulan penuh kecuali
pada bulan Ramadhan. Dan saya juga tidak pernah melihat beliau melakukan puasa
sebanyak mungkin kecuali pada bulan Sya'ban" (HR. Bukhari dan Muslim).
e. Puasa As-Syura’
Puasa ini dikerjakan pada tanggal sembilan dan sepuluh Muharram. Hadist Rasulullah
Saw yang berbunyi: "Rasulullah saw bersabda: "Puasa Asyura itu (puasa tanggal
sepuluh Muharram), dihitung oleh Allah dapat menghapus setahun dosa yang telah
lalu" (HR. Muslim). Demikian juga sunnah hukumnya melakukan puasa pada tanggal
sembilan Muharram. Hadist Rasulullah: Ibn Abbas berkata: "Ketika Rasulullah saw
berpuasa pada hari Asyura', dan beliau memerintahkan untuk berpuasa pada hari
tersebut, para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, sesungguhnya hari Asyura itu hari yang
dimuliakan oleh orang Yahudi dan Nashrani". Rasulullah saw menjawab: "Jika tahun
depan, insya Allah saya masih ada umur, kita berpuasa bersama pada tanggal sembilan
Muharramnya". Ibn Abbas berkata: "Belum juga sampai ke tahun berikutnya,
Rasulullah saw keburu meninggal terlebih dahulu" (HR. Muslim).

[Type here]
[Type here]

3. Puasa Makruh
a. Berpuasa pada hari jum’at
Berpuasa hanya pada hari Jum'at saja termasuk puasa yang makruh hukumnya, kecuali
apabila ia berpuasa sebelum atau setelahnya, atau ia berpuasa Daud lalu jatuh pas hari
Jumat, atau juga pas puasa Sunnat seperti tanggal sembilan Dzuhijjah itu, jatuhnya pada
hari Jum'at. Untuk yang disebutkan di akhir ini, puasa boleh dilakukan, karena bukan
dengan sengaja hanya berpuasa pada hari Jum'at.
Dalil larangan hanya berpuasa pada hari Jum'at saja adalah: Artinya: Rasulullah saw
bersabda: "Seseorang tidak boleh berpuasa hanya pada hari Jum'at, kecuali ia berpuasa
sebelum atau sesudahnya" (HR. Bukhari Muslim).
b. Puasa setahun penuh (puasa dahr)
Puasa dahr adalah puasa yang dilakukan setahun penuh. Meskipun orang tersebut kuat
untuk melakukannya, namun para ulama memakruhkan puasa seperti itu. Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut ini: Artinya: Umar bertanya: "Ya
Rasulallah, bagaimana dengan orang yang berpuasa satu tahun penuh?" Rasulullah saw
menjawab: "Ia dipandang tidak berpuasa juga tidak berbuka" (HR. Muslim).
c. Puasa Wishal
Puasa wishal adalah puasa yang tidak memakai sahur juga tidak ada bukanya, misalnya
ia puasa satu hari satu malam, atau tiga hari tiga malam. Puasa ini diperbolehkan untuk
Rasulullah saw dan Rasulullah saw biasa melakukannya, namun dimakruhkan untuk
ummatnya. Hal ini berdasarkan hadits berikut:Artinya: Rasulullah saw bersabda:
"Janganlah kalian berpuasa wishal" beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Para
sahabat bertanya: "Ya Rasulullah, anda sendiri melakukan puasa wishal?" Rasulullah
saw bersabda kembali: "Kalian tidak seperti saya. Kalau saya tidur, Allah memberi saya
makan dan minum. Oleh karena itu, perbanyaklah dan giatlah bekerja sekemampuan
kalian" (HR. Bukhari Muslim).

[Type here]
[Type here]

4. Puasa Haram
Maksudnya ialah seluruh umat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita
berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya
yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan
puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah :
a. Puasa pada tanggal 1 syawal dan 10 Dzulhijjah
Artinya: "Rasulullah saw melarang puasa pada dua hari: Hari Raya Idul Fitri dan Idul
Adha" (HR.Bukhari Muslim).
b. Puasa Hari Tasyrik tanggal 11, 12, 13 bulan Dzulhijjah
Para ulama juga telah sepakat bahwa puasa pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13
Dzulhijjah) diharamkan. Hanya saja, bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji
dan tidak mendapatkan hadyu (hewan sembelihan untuk membayar dam),
diperbolehkan untuk berpuasa pada ketiga hari tasyrik tersebut. Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam hadits berikut ini: Artinya: Siti Aisyah dan Ibn Umar berkata: "Tidak
diperbolehkan berpuasa pada hari-hari Tasyrik, kecuali bagi yang tidak mendapatkan
hadyu (hewan sembelihan)" (HR. Bukhari).
c. Puasa pada hari yang diragukan (hari syak/hari ragu)
Apabila seseorang melakukan puasa sebelum bulan Ramadhan satu atau dua hari
dengan maksud untuk hati-hati takut Ramadhan terjadi pada hari itu, maka puasa
demikian disebut dengan puasa ragu-ragu dan para ulama sepakat bahwa hukumnya
haram.

Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah saw:Artinya: Rasulullah saw bersabda:
"Seseorang tidak boleh mendahului Ramadhan dengan jalan berpuasa satu atau dua hari kecuali
bagi seseorang yang sudah biasa berpuasa, maka ia boleh berpuasa pada hari terebut" (HR.
Bukhari Muslim).

[Type here]
[Type here]

B. Syarat-syarat dan Rukun Puasa


 Syarat-Syarat puasa
1. Beragama islam
2. Baligh dan berakal
3. Suci dari haidh dan nifas (ini tertentu bagi wanita)
4. Kuasa (ada kekuatan). Kuasa disini artinya tidak sakit dan bukan yang sudah tua

 Rukun Puasa
Rukun puasa ada tiga, dua diantaranya telah disepakati, yaitu waktu dan menahan diri
(imsak) dari perkara yang membatalkan, sedangkan rukun satu lainnya masih
diperselisihkan yaitu niat.
5. Waktu
Waktu dibagi menjadi dua, yaitu waktu wajibnya puasa yakni bulan Ramadhan, dan
Waktu menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa yaitu waktu-waktu
siang hari bulan ramadhan. Bukan waktu-waktu malamnya.
6. Menahan diri dari perkara yang membatalkan
Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar shidiq hingga
terbenam matahari.
 Hal-Hal yang membatalkan puasa
a. Memasukkan sesuatu kedalam lubang rongga badan dengan sengaja.
b. Muntah dengan sengaja.
c. Haid dan Nifas.
d. Jima’ pada siang hari dengan sengaja.
e. Gila walau sebentar.
f. Mabuk atau pinsan sepanjang hari.
g. Murtad.

[Type here]
[Type here]

B. Syarat-syarat dan Rukun Puasa


 Syarat-Syarat puasa
1. Beragama islam
2. Baligh dan berakal
3. Suci dari haidh dan nifas (ini tertentu bagi wanita)
4. Kuasa (ada kekuatan). Kuasa disini artinya tidak sakit dan bukan yang sudah tua

 Rukun Puasa
Rukun puasa ada tiga, dua diantaranya telah disepakati, yaitu waktu dan menahan diri
(imsak) dari perkara yang membatalkan, sedangkan rukun satu lainnya masih
diperselisihkan yaitu niat.
5. Waktu
Waktu dibagi menjadi dua, yaitu waktu wajibnya puasa yakni bulan Ramadhan, dan
Waktu menahan diri dari perkara-perkara yang membatalkan puasa yaitu waktu-waktu
siang hari bulan ramadhan. Bukan waktu-waktu malamnya.
6. Menahan diri dari perkara yang membatalkan
Meninggalkan segala yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar shidiq hingga
terbenam matahari.
 Hal-Hal yang membatalkan puasa
a. Memasukkan sesuatu kedalam lubang rongga badan dengan sengaja.
b. Muntah dengan sengaja.
c. Haid dan Nifas.
d. Jima’ pada siang hari dengan sengaja.
e. Gila walau sebentar.
f. Mabuk atau pinsan sepanjang hari.
g. Murtad.

[Type here]
[Type here]

Disamping itu, ada keringanan yang diberikan oleh islam kepada umat muslim untuk tidak
berpuasa, yakni mencakup dua golongan :
 Beleh meninggalkan puasa tetapi wajib mengqadha
Yang termasuk dalam golongan ini yaitu :
a. Orang yang sedang sakit dan sakitnya akan memberikan mudharat baginya apabila
mengerjakan puasa.
b. Orang yang berpergian jauh atau musafir sediktnya sejauh 81 KM.
c. Orang yang hamil dan di khawatirkan akan mudharat baginya dan kandungannya.
d. Orang yang sedang menyusui anak yang dapat mengkhawatirkan/memudharatkan
baginya dan anaknya.
e. Orang yang sedang haid, melahirkan atau nifas.
f. Orang-orang yang tidak wajib qadha namun wajib membayar fidyah
g. Orang yang sakit dan tidak ada harapan untuk sembuh.
h. Orang yang lemah karna sudah tua.
Yaitu memberi makanan kepada fakir miskin sebanyak hari yang telah di tinggalkan
puasanya, satu hari satu mud (576 Gram) berupa makanan pokok.

7. Niat
Niat, yaitu menyengaja puasa ramadhan setelah terbenam matahari hingga sebelum fajar
shadiq. Artinya pada malam harinya dalam hati telah tergetar (berniat) bahwa besok
harinya akan mengerjakan puasa ramadhan.

C. Sunat puasa dan puasa sunat


Sunat puasa :
1. Makan sahur meski sedikit.
2. Mengakhirkan makan sahur.
3. Menyegerakan berbuka.
4. Membaca doa ketika berbuka puasa.
5. Menjauhi dari ucapan yang tidak senonoh.
6. Memperbanyak amal kebajikan.

[Type here]
[Type here]

7. Memperbanyak I’tikaf di masjid.


Puasa Sunat :
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala
dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1. Puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah/ selain mereka yang berhaji)
2. Puasa 6 hari dalam bulan syawal
3. Puasa tanggal 13,14, dan 15 pada tiap-tiap bulan Qamariah
4. Puasa hari senin dan kamis
5. Puasa pada bulan Dzulhijjah, Dzulqaidah, Rajab, Sya’ban dan 10 Muharram
6. puasa nabi Daud As.

Hari-hari yang di haramkan berpuasa


7. Hari raya Idul Fitri yaitu satu syawal dan Hari Raya Idul Adha yaitu 10 dzulhijjah.
Dari Abu Said Al-Khudry bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melarang
shaum pada dua hari, yakni hari raya Fithri dan hari raya Kurban. Muttafaq Alaihi
8. Berpuasa pada hari-hari tasyriq yaitu 11, 12, dan 13 Dzulhijjah.
Dari Nubaitsah al-Hudzaliy Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam bersabda: "Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum serta
berdzikir kepada Allah 'Azza wa Jalla." Riwayat Muslim.

Hari-hari yang di makruhkan berpuasa


1. Hari jum’at, kecuali telah berpuasa sejak hari sebelumnya.
Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam bersabda: "Janganlah sekali-kali seseorang di antara kamu shaum pada hari
Jum'at, kecuali ia shaum sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." Muttafaq Alaihi.

[Type here]
[Type here]

D. Ketetapan Hilal
Hilal ramadhan ditetapkan dengan cara–cara sebagai berikut:
a. Penglihatan Mata (Rukyah)
Yaitu cara menetapkan awal bulan qomariah dengan jalan melihat atau menyaksikan
dengan mata lahir munculnya bulan sabit (hilal) beberapa derajat di ufuk barat.
Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) shaumlah,
dan apabila engkau sekalian melihatnya (bulan) berbukalah, dan jika awan menutupi
kalian maka perkirakanlah." Muttafaq Alaihi. Menurut riwayat Muslim: "Jika awan
menutupi kalian maka perkirakanlah tiga puluh hari." Menurut riwayat Bukhari:
"Maka sempurnakanlah hitungannya menjadi tigapuluh hari.
b. Syiya’ (Ketenaran)
Yang dimaksud dengan syiya adalah hilal dapat ditetapkan dengannya , bukanlah
berpuasanya sekelompok orang atau penduduk suatu tempat berdasarkan pada
keputusan seseorang yang baik bahwa besok masih ramadhan, atau tidak berpuasanya
mereka itu berdasarkan ketentuan itu bahwa besok sudah syawal. Tetapi syiya adalah
hendaknya hilal dilihat oleh umum, bukan satu orang saja.
c. Menyempurnakan Bilangan
Diantara cara menetapkan hilal, ialah menyempurnakan bilangan. Bulan Qamariyah
manapun, apabila awal harinya telah diketahui maka dia akan habis dengan berlalunya
30 hari. Hari berikutnya berarti sudah masuk bulan berikutnya, sebab jumlah hari bulan
Qamariyah tidak akan lebih dari 30 dan tidak kurang dari 29 hari. Jika awal Syaban
telah diketahui maka hari ke-31 nya pasti sudah masuk satu ramadhan . Demikian pula
jika telah kita ketahui awal ramadhan maka hari ke-31 nya bisa kita pastikan sebagai
tanggal 1 syawal.
d. Bayyinah Syar’iyyah(Bukti Syar’i)
Hilal bisa juga dipastikan dengan kesaksian dua orang lelaki yang adil (inilah yang
disebut bayyinah syar’iyyah), dan juga kesaksian para perempuan yang terpisah dengan
lelaki ataupun bergabung dengan mereka. Siapa saja yang yakin akan keadilan dua
orang saksi tersebut maka ia harus mengamalkannya.

[Type here]
[Type here]

E. Hikmah Puasa
Adapun hikmah dari berpuasa yaitu :
1. Bertakwa dan menghambakan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, takwa adalah
meninggalkan keharaman, istilah itu secara mutlak mengandung makna mengerjakan
perintah, meninggalkan larangan , Firman Allah SWT: Artinya: “Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa”(QS. Al-Baqarah: 183).
2. Puasa adalah serupa dengan revolusi jiwa untuk merombak cara dan kebiasaan yang
diinginkan oleh manusia itu, sehingga mereka berbakti pada keinginannya dan nafasnya
itu berkuasa padanya.
3. Puasa menunjukkan pentingnya seseorang merasakan pedihnya laparmaupun tidak
dibolehkan mengerjakan sesuatu. Sehingga tertimpa pada dirinya dengan suatu
kemiskinan atau hajatnya tidak terlaksana. Dengan sendirinya lalu bisa merasakan
keadaan orang lain, bahkan berusaha untuk membantu mereka yang berkepentingan
dalam hidup ini.
4. Puasa dapat menyehatkan tubuh kita, manfaat puasa bagi kesehatan adalah sebagai
berikut:
a. Puasa membersihkan tubuh dari sisa metabolisme. Saat berpuasa tubuh akan
menggunakan zat-zat makanan yang tersimpan. Bagian pertama tubuh yang
mengalami perbaikan adalah jaringan yang sedang lemah atau sakit.
b. Melindungi tubuh dari penyakit gula. Kadar gula darah cenderung turun saat
seseorang berpuasa. Hal ini memberi kesempatan pada kelenjar pankreas untuk
istirahat. SepertiAnda ketahui, fungsi kelenjar ini adalah menghasilkan hormon
insulin.
c. Menyehatkan sistem pencernaan. Di waktu puasa, lambung dan sistem pencernaan
akan istirahat selama lebih kurang 12 sampai 14 jam, selama lebih kurang satu
bulan. Jangka waktu ini cukup mengurangi beban kerja lambung untuk memroses
makanan yang bertumpuk dan berlebihan.Puasa mengurangi berat badan berlebih.
Puasa dapat menghilangkan lemak dan kegemukan, secara ilmiah diketahui bahwa
lapar tidak disebabkan oleh kekosongan perut. Tetapi juga disebabkan oleh
penurunan kadar gula dalam darah

[Type here]
[Type here]

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut bahasa (etimologis) Shyam atau puasa berarti menahan diri dan menurut syara’
(ajaran agama), puasa adalah menahan diri dari segala yang membatalkanya dari mulai
terbit fajar hingga terbenam matahari karena Allah SWT semata-mata dan disertai niat
dan syarat tertentu “.
Adapun hikmah dari berpuasa yaitu :
a. Menumbuhkan nilai-nilai persamaan selaku hamba Allah, karena sama-sama
memberikan rasa lapar dan haus serta ketentuan-ketentuan lainnya.
b. Menumbuhkan rasa perikemanusian dan suka member, serta peduli terhadap orang-
orang yang tak mampu.
c. Memperkokoh sikap tabah dalam menghadapi cobaan dan godaan, karna dalam
berpuasa harus meninggalkan godaan yang dapat membatalkan puasa.
d. Menumbuhkan sikap amanah (dapat dipercaya), karna dapat mengetahui apakah
seseorang melakukan puasa atau tidak hanyalah dirinya sendiri.
e. Menumbuhkan sikap bersahabat dan menghindari pertengkaran selama berpuasa
seseorang tidak diperbolehkan saling bertengkar.
f. Menanamkam sikap jujur dan disiplin
g. Mendidik jiwa agar dapat menguasai diri dari hawa nafsu, sehingga mudah
menjalankan kebaikan dan meninggalkan keburukan.
h. Meningkatkan rasa syukur atas nikmat dan karunia Allah.
i. Menjaga kesehatan jasmani.

B. Saran
Penulis memohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan makalah ini dan senantiasa
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini lebih bermanfaat dan
lebih baik kualitasnya dimasa mendatang. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi
kita semua.

[Type here]

Anda mungkin juga menyukai