Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PUASA

Mata Kuliah fiqih ibadah

Dosen pengampu : Beni firdaus

Kelompok 11

Wiwin utami 1421038

Bintang putra awarman 1421061

HUKUM PIDANA ISLAM


FAKULTAS SYARIA’H
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI
(IAIN BUKITTINGGI)
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat dan hidayat nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul puasa.

Adapun tujuan dari penulisan maklah ini adalah untuk memenuhi tugas dari ibu pada
mata kuliah fiqih ibadah yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.

Penulis juga mengucap terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.Penulis menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,kritik dan saran yang membangun dari
pembaca akan penulis nantikan demi kesempurnaan maklah ini.

Bukittinggi,17 Mei 2020

Kelompok 11

2
DAFTAR ISI

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar belakang

Puasa merupakan ibadah yang telah lama berkembang dan dilaksanakan oleh manusia
sebelum Islam. 1 Islam mengajarkan antara lain agar manusia beriman kepada Allah SWT,
kepada malaikat-malaikatNya, kepada kitab-kitabNya, kepada rosul-rosulNya, kepada hari
akhirat dan kepada qodo qodarNya. Islam juga mengajarkan lima kewajiban pokok, yaitu
mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai pernyataan kesediaan hati menerima Islam sebagai
agama, mendirikan sholat, membayar zakat, mengerjakan puasa dan menunaikan ibadah haji.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian puasa
2. Macam-macam puasa

3. Hisab dan rukyat dalam penetapan awal ramadhan

C. Tujuan masalah
1. Agar dapat memahami tentang puasa
2. Agar mengetahui macam-macam puasa
3. Untuk memahami cara menentukan awal ramadhan

4
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian puasa
Puasa menurut bahasa Arab adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti menahan
makan, minum, nafsu, menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya.
Sedangkan menurut istilah, puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya,
satu hari lamanya, mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan
beberapa syarat.
Menurut Muhammad Asad, puasa adalah the obstinence of speech memaksa diri untuk
tidak bercakap-cakap dengan perkataan yang negatif, contohnya seperti memfitnah,
berbohong, mencaci maki, berkata-kata porno, mengadu domba dan sebagainya.
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, puasa bisa menjadikan orang mampu membiasakan diri
untuk dapat bersifat dengan salah satu dari sifat Allah swt, sifat tidak makan minum
meskipun untuk sementara waktu, sekaligus dapat menyerupakan diri dengan orang-orang
yang muroqobah. Menurut Yusuf Al Qardawi, puasa sebagai sarana pensucian jiwa dan raga
dari segala hal yang memberatkan dalam kehidupan dunia sekaligus bentuk manifestasi rasa
ketaatan seseorang dalam melaksanakan perintah Allah swt, dalam hal meninggalkan segala
larangan untuk melatih jiwa dalam rangka menyempurnakan ibadah kepadaNya

B. Macam-macam Puasa
Dalam agama islam, ibadah puasa dibagi menjadi dua hukum, yaitu jenis puasa
dengan hukum wajib dan yang kedua adalah jenis puasa dengan hukum Sunnah.
1. Puasa dengan Hukum Wajib
Puasa wajib atau shaum wajib merupakan jenis puasa yang harus dilaksanakan
oleh umat muslim. Apabila seorang umat muslim berhasil melaksanakan puasa jenis
ini maka ia akan mendapatkan pahala. Sebaliknya apabila seorang umat muslim tidak
melaksanakan puasa jenis ini maka ia akan mendapatkan dosa atau ganjaran. Berikut
ini daftar puasa yang termasuk dalam puasa wajib.
a. Puasa wajib Ramadhan
b. Puasa yang disebabkan karena bernazar
c.  Puasa denda atau kafarat
d. Puasa ganti atau qadha

2. Puasa dengan Hukum Sunnah


Puasa Sunnah atau shaum Sunnah merupakan jenis puasa yang apabila
dikerjakan maka akan mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak
mendapat dosa dan pahala. Berikut ini daftar puasa yang termasuk dalam puasa
Sunnah.

5
a. Puasa senin kamis tiap minggu
b. Puasa Sunnah enam hari yang dilaksanakan pada bulan Syawal, kecuali saat
hari raya Idul Fitri.
c. Puasa sunah arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah untuk umat muslim yang
tidak melaksanakan ibadah haji.
d. Puasa Tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah untuk umat muslim yang tidak
melaksanakan ibadah haji.
e. Puasa Daud atau sehari puasa besoknya tidak, puasa ini dilaksanakan untuk
meneladani puasa miliki Nabi Daud.
f. Puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram.
g. Puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram.
h. Puasa Yaumul Bidh, sekitar tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan.
i. Puasa Nisfu Sya’ban dilaksanakan pada pertengahan bulan Sya’ban.
j. Puasa Asyhurul Hurum yang dilakukan pada bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah,
Muharram, dan bulan Rajab.

C. Hisab dan rukyat dalam penetapan awal ramadhan


Hisab adalah perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan
posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.
Rukyat adalah aktivitas mengamati visibilitas hilal, penampakan bulan sabit yang
tampak pertama kali setelah terjadinya ijtimak (konjungsi). Rukyat dapat dilakukan
dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat dilakukan
setelah Matahari terbenam. Hilal hanya tampak setelah Matahari terbenam (maghrib),
karena intensitas cahaya hilal sangat redup dibanding dengan cahaya Matahari, serta
ukurannya sangat tipis. Apabila hilal terlihat, maka pada petang (maghrib) waktu
setempat telah memasuki bulan (kalender) baru Hijriyah. Apabila hilal tidak terlihat maka
awal bulan ditetapkan mulai maghrib hari berikutnya.
Perlu diketahui bahwa dalam kalender Hijriyah, sebuah hari diawali sejak
terbenamnya matahari waktu setempat, bukan saat tengah malam. Sementara penentuan
awal bulan (kalender) tergantung pada penampakan (visibilitas) bulan. Karena itu, satu
bulan kalender Hijriyah dapat berumur 29 atau 30 har

Penentuan awal bulan menjadi sangat signifikan untuk bulan-bulan yang berkaitan
dengan ibadah dalam agama Islam, seperti bulan Ramadhan (yakni umat Islam
menjalankan puasa ramadan sebulan penuh), Syawal (yakni umat Islam merayakan Hari
Raya Idul Fitri), serta Dzulhijjah (dimana terdapat tanggal yang berkaitan dengan
ibadah Haji dan Hari Raya Idul Adha).
Sebagian umat Islam berpendapat bahwa untuk menentukan awal bulan, adalah
harus dengan benar-benar melakukan pengamatan hilal secara langsung. Sebagian yang
lain berpendapat bahwa penentuan awal bulan cukup dengan melakukan hisab (perhitungan
matematis/astronomis), tanpa harus benar-benar mengamati hilal. Keduanya mengklaim
memiliki dasar yang kuat.
Berikut adalah beberapa kriteria yang digunakan sebagai penentuan awal bulan pada Kalender
Hijriyah, khususnya di Indonesi

1. Rukyatul Hilal

6
Rukyatul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan merukyat
(mengamati) hilal secara langsung. Apabila hilal (bulan sabit) tidak terlihat (atau gagal terlihat),
maka bulan (kalender) berjalan digenapkan (istikmal) menjadi 30 hari.
Kriteria ini berpegangan pada Hadits Nabi Muhammad:
Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbukalah kamu karena melihat hilal. Jika
terhalang maka genapkanlah (istikmal) menjadi 30 hari".
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU), dengan dalih mencontoh sunnah
Rasulullah dan para sahabatnya dan mengikut ijtihad para ulama empat mazhab.
Bagaimanapun, hisab tetap digunakan, meskipun hanya sebagai alat bantu dan bukan sebagai
penentu masuknya awal bulan Hijriyah.

2. Wujudul Hilal
Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah dengan menggunakan
dua prinsip: Ijtimak (konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam (ijtima' qablal ghurub),
dan Bulan terbenam setelah Matahari terbenam (moonset after sunset); maka pada petang hari
tersebut dinyatakan sebagai awal bulan (kalender) Hijriyah, tanpa melihat berapapun sudut
ketinggian (altitude) Bulan saat Matahari terbenam.
Kriteria ini di Indonesia digunakan oleh Muhammadiyah dan Persis dalam penentuan awal
Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha untuk tahun-tahun yang akan datang. Akan tetapi mulai
tahun 2000 PERSIS sudah tidak menggunakan kriteria wujudul-hilal lagi, tetapi menggunakan
metode Imkanur-rukyat. Hisab Wujudul Hilal bukan untuk menentukan atau memperkirakan hilal
mungkin dilihat atau tidak. Tetapi Hisab Wujudul Hilal dapat dijadikan dasar penetapan awal
bulan Hijriyah sekaligus bulan (kalender) baru sudah masuk atau belum, dasar yang digunakan
adalah perintah Al-Qur'an pada QS. Yunus: 5, QS. Al Isra': 12, QS. Al An-am: 96, dan QS. Ar
Rahman: 5, serta penafsiran astronomis atas QS. Yasin: 36-40.

3. Imkanur Rukyat MABIMS


Imkanur Rukyat adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang ditetapkan
berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei
Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS), dan dipakai secara resmi
untuk penentuan awal bulan Hijriyah pada Kalender Resmi Pemerintah, dengan prinsip:
Awal bulan (kalender) Hijriyah terjadi jika:

 Pada saat Matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 2°, dan
sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minimum 3°, atau
 Pada saat bulan terbenam, usia Bulan minimum 8 jam, dihitung sejak ijtimak.
Secara bahasa, Imkanur Rukyat adalah mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal.
Secara praktis, Imkanur Rukyat dimaksudkan untuk menjembatani metode rukyat dan metode
hisab.Terdapat 3 kemungkinan kondisi.

 Ketinggian hilal kurang dari 0 derajat. Dipastikan hilal tidak dapat dilihat sehingga malam itu
belum masuk bulan baru. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
 Ketinggian hilal lebih dari 2 derajat. Kemungkinan besar hilal dapat dilihat pada ketinggian
ini. Pelaksanaan rukyat kemungkinan besar akan mengkonfirmasi terlihatnya hilal. Sehingga
awal bulan baru telah masuk malam itu. Metode rukyat dan hisab sepakat dalam kondisi ini.
 Ketinggian hilal antara 0 sampai 2 derajat. Kemungkinan besar hilal tidak dapat dilihat
secara rukyat. Tetapi secara metode hisab hilal sudah di atas cakrawala. Jika ternyata hilal
berhasil dilihat ketika rukyat maka awal bulan telah masuk malam itu. Metode rukyat dan

7
hisab sepakat dalam kondisi ini. Tetapi jika rukyat tidak berhasil melihat hilal maka metode
rukyat menggenapkan bulan menjadi 30 hari sehingga malam itu belum masuk awal bulan
baru. Dalam kondisi ini rukyat dan hisab mengambil kesimpulan yang berbeda.
Meski demikian ada juga yang berpikir bahwa pada ketinggian kurang dari 2 derajat hilal tidak
mungkin dapat dilihat. Sehingga dipastikan ada perbedaan penetapan awal bulan pada kondisi
ini.Hal ini terjadi pada penetapan 1 Syawal 1432 H / 2011 M.
Di Indonesia, secara tradisi pada petang hari pertama sejak terjadinya ijtimak (yakni setiap
tanggal 29 pada bulan berjalan), Pemerintah Republik Indonesia melalui Badan Hisab Rukyat
(BHR) melakukan kegiatan rukyat (pengamatan visibilitas hilal), dan dilanjutkan dengan Sidang
Itsbat, yang memutuskan apakah pada malam tersebut telah memasuki bulan (kalender) baru,
atau menggenapkan bulan berjalan menjadi 30 hari. Prinsip Imkanur-Rukyat digunakan antara
lain oleh Persis
Di samping metode Imkanur Rukyat di atas, juga terdapat kriteria lainnya yang serupa, dengan
besaran sudut/angka minimum yang berbeda.

4. Rukyat Global
Rukyat Global adalah kriteria penentuan awal bulan (kalender) Hijriyah yang menganut
prinsip bahwa: jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri
berpuasa (dalam arti luas telah memasuki bulan Hijriyah yang baru) meski yang lain
mungkin belum melihatnya. Prinsip ini antara lain dipakai oleh Hizbut Tahrir Indonesia.[2]

Metode penentuan kriteria penentuan awal Bulan Kalender Hijriyah yang berbeda sering
kali menyebabkan perbedaan penentuan awal bulan, yang berakibat adanya perbedaan hari
melaksanakan ibadah seperti puasa Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri.
Di Indonesia, perbedaan tersebut pernah terjadi beberapa kali. Pada tahun 1992 (1412
H), ada yang berhari raya Jumat (3 April) mengikuti Arab Saudi, yang Sabtu (4 April) sesuai
hasil rukyat NU, dan ada pula yang Minggu (5 April) mendasarkan pada Imkanur Rukyat.
Penetapan awal Syawal juga pernah mengalami perbedaan pendapat pada
tahun 1993 dan 1994.Pada tahun 2011 juga terjadi perbedaan yang menarik. Dalam kalender
resmi Indonesia sudah tercetak bahwa awal Syawal adalah 30 Agustus 2011. Tetapi sidang
isbat memutuskan awal Syawal berubah menjadi 31 Agustus 2011. Sementara itu,
Muhammadiyah tetap pada pendirian semula awal Syawal jatuh pada 30 Agustus 2011. Hal
yang sama terjadi pada tahun 2012, dimana awal bulan Ramadhan ditetapkan Muhammadiyah
tanggal 20 Juli 2012, sedangkan sidang isbat menentukan awal bulan Ramadhan jatuh pada
tanggal 21 Juli 2012. Namun, Pemerintah Indonesia mengkampanyekan bahwa perbedaan
tersebut hendaknya tidak dijadikan persoalan, tergantung pada keyakinan dan kemantapan
masing-masing, serta mengedepankan toleransi terhadap suatu perbedaan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Sulaiman rasjid,fiqh islam,Bandung,2014 hal.220


Zakiyah daradjat,ilmu fiqih jilid II,yogyakarta,1995 hal.61
Wikipedia,hisab dan rukyat

Anda mungkin juga menyukai