Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

PERBEDAAN PENDAPAT TENTANG PENENTUAN AWAL PUASA

DAN WAKTU NIAT PUASA

Di Susun Oleh :

Amalia Lestari

Muh Rijal

Agus Nurdianto

Dosen Pengampuh :

H. Muhammad Iqbal Lc, Mhi

PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI
2022-2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulilahirobbil'alamin, pujisyukur atas kehadirat allah subhanahu


wata'ala. Karena atas rahmat dan nikmatan dan ilmu serta hidayahnyalah
sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada nabi muhammad


shalallahu' alaihiwaasallam, dimana rasulullah telah memperjuangkan risalah-
risalah islam dan muda-mudahan kita termasuk orang-orang yang mendapatkan
syafaat di akhirat kelak amin.

Saya sebagai penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, meskipun telah diupayakan semaksimal mungkin untuk
menyempurnakan kualitasisi yang dituangkan dalam makalah, namun masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saya senantiasa memohon
petunjuk dari allah subhanahu wata'ala serta mengharapkan bimbingan dari
berbagai pihak yang berupa kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan penyusunan selanjutnya.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penetapan awal Ramadan, Syawal dan Zulhijah mendapat


perhatian khusus dari masyarakat Islam, sejak masa Rasulullah SAW
hingga kini, karena keterkaitannya dengan ibadah puasa, sosial dan
politik. Bahkan ia dapat mempengaruhi stabilitas, ketentraman dan
keamanan masyarakat. Oleh karena itu para ahli hukum Islam
menentukan lembaga-lembaga mana yang berwenang melakukannya,
prosedur dan mekanismenya.1 Hampir setiap tahun di Indonesia terjadi
perbedaan dalam penetapan awal Ramadan atau Syawal. Perbedaan Idul
Fitri misalnya, terjadi pada masa orde baru pasca hadirnya Badan Hisab
Rukyat milik pemerintah RI, yaitu pada tahun 1985, 1992, 1993, 1994
dan 1998 M. Dan perbedaan ini kembali terulang pada tahun 2002, 2006,
2007, 2011 dan 2012 M. Padahal keberadaan Badan Hisab Rukyat
bertujuan untuk mengusahakan bersatunya umat Islam dalam menentukan
awal Ramadan, Syawal dan Zulhijah. Tak jarang perbedaan ini membuat
masyarakat bingung dalam menentukan pilihan.
Niat puasa Ramadhan perlu dilakukan bagi umat muslim yang
hendak menjalankan puasa di bulan ramadhan. Ibadah puasa dimulai
sebelum terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Atau yang biasa
disebut sebagai waktu berbuka puasa. Perintah menjalankan puasa
Ramadhan mendapat kekhususan karena datang langsung dari Allah
SWT. Sebagaimana dinyatakan dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat
183. Niat puasa ramadhan menjadi salah satu syarat sah sebelum
menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Jika tidak mengucapkan niat puasa
Ramadhan, maka nilai ibadahnya tidak bisa dihitung. Dasar niat puasa
ramadhan adalah hadis Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan
Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasai, Ibnu Majah, dan Ahmad berikut ini."
Barang siapa yang tidak berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya
fajar, maka tidak ada puasa baginya."
B. Rumusan Masalah

1. Perbedaan Pendapat tentang Penentuan Awal Bulan Puasa


2. Perbedaan Pendapat tentang Waktu Niat Puasa

BAB II
PEMBAHASAN

1. Pendapat tentang penentuan awal bulan puasa

Perbedaan awal bulan kamariah terjadi karena perbedaan akan


penafsiran dari penggalan hadis Nabi Muhammad SAW terkait hisab
rukyat, umat Islam mengalami perbedaan dalam memahami dan
mengaplikasikan pesan hadis Rasulullah SAW yang berbunyi:

(‫صو موا لرؤ يته وأفطروا لرؤيته فان غبّي عليكم فأكملوا عّدة شعبان ثال ثيه (رواه البخاري‬

Secara garis besar perbedaan itu muncul dari pemahaman lafaz li


ru’yatihi yang artinya “karena melihat bulan”, apakah melihat di sini
secara langsung dengan mata telanjang ataukah “bi al-nadzhar” (melihat
dengan penalaran melalui hisab). Tak hanya perbedaan pada penafsiran
pada hadis di atas. Banyaknya metode penentuan awal bulan kamariah
pun disinyalir menjadi penyebab utama perbedaan penentuan awal bulan
kamariah.

Penentuan Awal Puasa Ramadhan dapat dilihat dari beberapa


metode, yaitu:

a) Metode Rukyat

Metode rukyat sudah digunakan sejak zaman


Rasulullah Saw. dan para sahabat untuk menentukan
waktu-waktu ibadah seperti waktu shalat, puasa, dan
ibadah haji (Sabda, 2019). Rukyatul hilal pada masa
Rasulullah dan beberapa geneasi setelahnya dilakukan
dengan melihat bulan sabit tanpa alat bantu apapun,
yakni dengan mata telanjang.Secara bahasa rukyat
artinya melihat. Sedangkan secara istilah rukyat adalah
kegiatan melihat kemunculan hilal (bulan sabit yang
pertama kali tampak) yang dilakukan saat menjelang
terbenamnya matahari atau waktu magrib. Kegiatan
tersebut dilakukan pada tanggal 29 bulan yang sedang
berlangsung menggunakan mata telanjang ataupun alat
bantu seperti teleskop (Rezi, 2016). Apabila hilal terlihat,
maka malam itu ditetapkan sebagai tanggal 1 bulan baru.
Namun, apabila hilal belum terlihat maka bulan
berlangsung digenapkan menjadi 30 hari, kemudian
magrib di hari berikutnya ditetapkan sebagai tanggal 1
bulan baru (Sabda, 2019).Pengertian rukyat bisa
diketahui menggunakan dua teori. Pertama, al ibratu bi
umumi al-lafzhi la bi hususi as-sababi yaitu rukyat tidak
hanya diartikan sebagai melihat dengan mata telanjang.
Sehingga dalam konteks ini tidak hanya melibatkan
masyarakat Madinah tetapi masyarakat Mekah pun
termasuk di dalamnya. Kedua, al-ibratu bi hususi as-
sababi la bi umumi al-lafzhiyaitu rukyat diartikan sebagai
melihat dengan mata telanjang (Seff, 2007).Setiap negara
Islam memiliki kriteria Imkan ar-ru’yah yang
berbedabeda. Di Indonesia, kriteria yang digunakan
adalah sebagaimana yang telah disepakati oleh MABIMS
(Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia,
Malaysia, dan Singapura). Adapun kriteria tersebut yaitu:

1. Tinggi bulan minimum dua derajat;

2. Jarak bulan-matahari minimum tiga derajat; dan

3. Umur bulan saat maghrib minimum delapan jam.

b) Metode Hisab

Secara bahasa, hisab berasal dari kata ‫ حسب‬- ‫ب‬FF‫ابا – يحس‬FF‫ حس‬yang
artinya perhitungan. Istilah hisab biasa digunakan dalam ilmu falaq
(astronomi) untuk mengetahui posisi matahari dan bulan terhadap
matahari (Supriatna, 2007). Secara istilah, hisab berarti penentuan
awal bulan Qamariyah berdasarkan peredaran bulan mengelilingi
bumi. Melalui metode hisab, penentuan awal bulan dapat diketahui
jauh sebelumnya dan tidak tergantung pada terlihatnya hilal pada saat
terbenamnya matahari menjelang tanggal satu bulan baru (Muslifah,
2020). Allah berfirman dalam QS. Yunus: 5:“Dia-lah yang
menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-
Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu,
supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu).”

2. Pendapat tentang penentuan waktu niat puasa

Terkait niat puasa, ada dua permasalahan yang sering


diperbincangkan oleh para ulama, yaitu waktu pelaksanaan niat dan
hukum memperbaharui niat. Berkenaan dengan waktu pelaksanaan niat,
imam madzhab empat sepakat bahwa puasa yang menjadi tanggungan
seseorang, seperti puasa nazar, puasa qadha’, dan puasa kafarah, niatnya
harus dilaksanakan pada malam hari sebelum fajar. Kemudian imam
madzhab – selain Malik – juga sepakat bahwa niat puasa sunnah tidak
harus dilaksanakan pada malam hari. Adapun puasa Ramadhan, para
ulama berbeda pendapat tentang waktu niatnya. Pertama, Imam Syafi’i,
Malik, Ahmad bin Hambal dan para pengikutnya menyatakan bahwa niat
puasa harus dilakukan di malam hari, yaitu antara terbenamnya matahari
sampai terbitnya fajar. Jika niat dilaksanakan di luar waktu tersebut, maka
hukumnya tidak sah. Akibatnya, puasa pun juga tidak sah. Mereka
berpegangan pada haditsriwayat Hafshah, bahwa Nabi shallallahu ala’ihi
wasallam bersabda:

ِ ‫ِّت الصِّ يَا َم قَ ْب َل ْالفَجْ ِر فَاَل‬


ُ‫صيَا َم لَه‬ ْ ‫َم ْن لَ ْم يُبَي‬

“Barangsiapa yang tidak berniat di malam hari sebelum fajar, maka


tidak ada puasa baginya” (HR. Baihaqi dan Daruquthni). Hadits di atas
secara jelas menegaskan ketidakabsahan puasa bagi orang yang tidak
berniat di malam hari. Di samping hadits, mereka juga berpedoman pada
qiyas (analogi). Mereka mengqiyaskan puasa Ramadhan dengan puasa
nazar, kafarah, dan qadha’, di mana keduanya sama-sama wajib. Jika niat
puasa nazar, kafarah, dan qadha’ harus dilakukan di malam hari, begitu
juga niat puasa Ramadhan. Kedua, Abu Hanifah dan para pengikutnya
mengatakan bahwa niat puasa dapat dilakukan mulai terbenamnya
matahari sampai pertengahan siang. Artinya, tidak wajib melakukan niat
di malam hari. Mereka berpedoman pada firman Allah subhanahu wa
ta’ala surat al-Baqarah ayat 187:

‫ث ِإلَى نِ َساِئ ُك ْم هُ َّن لِبَاسٌ لَ ُك ْم َوَأ ْنتُ ْم لِبَاسٌ لَه َُّن َعلِ َم هَّللا ُ َأنَّ ُك ْم ُك ْنتُ ْم‬ ِّ ‫ُأ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَةَ ال‬
ُ َ‫صيَ ِام ال َّرف‬
‫َب هَّللا ُ لَ ُك ْم َو ُكلُوا‬ َ ‫اشرُوهُ َّن َوا ْبتَ ُغوا َما َكت‬ َ ‫ت َْختَانُونَ َأ ْنفُ َس ُك ْم فَت‬
ِ َ‫َاب َعلَ ْي ُك ْم َو َعفَا َع ْن ُك ْم فَاآْل نَ ب‬
ِّ ‫َوا ْش َربُوا َحتَّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْالخَ ْيطُ اَأْل ْبيَضُ ِمنَ ْالخَ ْي ِط اَأْل ْس َو ِد ِمنَ ْالفَجْ ِر ثُ َّم َأتِ ُّموا ال‬
‫صيَا َم‬
‫ِإلَى اللَّي ِْل‬

Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur


dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun
adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak
dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan
memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan
ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah
hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, Yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam. (Al-
Baqarah: 187). Pada ayat tersebut, Allah memperbolehkan kaum
Mukminin untuk makan, minum, dan bersenggama pada malam bulan
Ramadhan sampai terbit fajar. Lalu setelah terbit fajar, Allah
memerintahkannya berpuasa, dimulai dengan niat terlebih dahulu.
Dengan demikian, niat puasa tersebut terjadi setelah terbit fajar. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa niat puasa boleh dilakukan setelah terbit fajar,
tidak harus di malam hari.

Lantas kapan waktu yang tepat membaca niat puasa Ramadan?


Dalam madzhab Imam Syafi'i, niat puasa wajib harus dilakukan pada
malam hari, yakni waktu setelah terbenamnya matahari (maghrib) sampai
dengan sebelum terbitnya fajar shadiq (belum masuk waktu shalat subuh).
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Niat puasa Ramadhan perlu dilakukan bagi umat muslim yang


hendak menjalankan puasa di bulan ramadhan
2. Dasar niat puasa ramadhan adalah hadis Rasulullah Muhammad
SAW yang diriwayatkan Abu Dawud, Tirmidzi, An Nasai, Ibnu
Majah, dan Ahmad berikut ini." Barang siapa yang tidak
berniat puasa di malam hari sebelum terbitnya fajar, maka tidak
ada puasa baginya."
3. Penentuan Awal Puasa Ramadhan dapat dilihat dari beberapa
metode, yaitu:
a. Metode Rukyat

b. Metode Hisab

4. Dalam madzhab Imam Syafi'i, niat puasa wajib harus dilakukan


pada malam hari, yakni waktu setelah terbenamnya matahari
(maghrib) sampai dengan sebelum terbitnya fajar shadiq (belum
masuk waktu shalat subuh).

Anda mungkin juga menyukai