Anda di halaman 1dari 16

METODE PENENTUAN

AWAL PUASA
DAN KETENTUAN NIAT
PUASA

AGIL PANGESTU
(2230203074)
ASSALAMU’ALAIKUM WR.WB
Pembahasan :
01. 02.
Cara Penentuan Awal Pendapat Ulama
dan Niat Puasa Tentang Awal Puasa

03.
Pendapat Ulama
Tentang Awal dan Niat
Puasa
Cara Penentuan Awal Puasa dan Niat Puasa

a) Menetapkan awal Ramadhan dengan melihat bulan (Ru’yatul Hilal)


Sebagaimana firman Allah azza wa jalla (Q.S. al-Baqarah : 185)

َ ‫ص ْمهُ ۗ َو َم ْن َك‬
‫ان‬ ُ َ‫ت ِّم َن ْاله ُٰدى َو ْالفُرْ قَا ۚ ِن فَ َم ْن َش ِه َد ِم ْن ُك ُم ال َّشه َْر فَ ْلي‬ ٍ ‫اس َوبَي ِّٰن‬ِ َّ‫ان ال َّ ِذيْٓ اُ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُرْ ٰا ُن هُدًى لِّلن‬ َ ‫ض‬ َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
‫َم ِر ْيضًا اَ ْو َع ٰلى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِّم ْن اَي ٍَّام اُخَ َر ۗ ي ُِر ْي ُد هّٰللا ُ ِب ُك ُم ْاليُ ْس َر َواَل ي ُِر ْي ُد ِب ُك ُم ْال ُعس َْر ۖ َولِتُ ْك ِملُوا ْال ِع َّدةَ َولِتُ َكبِّرُوا هّٰللا َ َع ٰلى َما‬
َ‫ه َٰدى ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬
Artinya : “ Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara
kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib
menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-
Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”
Ayat di atas menerangkan kepada kita bahwa, bagi manusia itu ada waktuwaktu yang menjadi batasan-batasan dalam segala
urusan mereka, baik yang bersifat ibadah, maupun yang bersifat muamalah, seperti ibadah haji, puasa, idul fitri, idul adha dan
ibadah-ibadah lainnya adapun batasan-batasan waktu dalam muamalah seperti utang, gadai, akad dalam jual beli dan lain-lain.

Semua hal tersebut diatur waktu-waktunya dalam Islam yang mana bagi setiap orang harus tunduk terhadap waktu-waktu yang
telah ditentukan karena apabila dia melanggarnya maka berarti dia telah menyelisihi Syari’at Allah azza wajalla yang telah
menetapkan ibadah di atas ketetapannya atau menyelisihi kesepakatan yang mereka sepakati dalam hal urusan muamalah
mereka.

Adapun dalil-dalil dari Nabi salallahu alaihi wasallam yang menjelaskan tentang Syri’at puasa dengan melihat Hilal sangat
banyak jumlah diantaranya: Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam bersabda:

‫علي ّسلن ي ْقل اذا رأت ٍو فصْ هْا ّاذا رأتوْ فصْ هْا فأفطرّا فأى‬
َ ‫عي اتي عور رضي هلال ِعوا قال سوعت رسْل هلال صلي هلال‬
‫غن عليكن فأكواْل العدج ثالثيي‬
Artinya : “ Dari Ibnu Umar Radhiyallahu Anhuma berkata saya mendengar Rasulullah Salallahu Alaihi Wasallam berkata jika
kalian melihatnya (bulan sabit) maka berpuasalah dan jika kalian melihatnya maka berbukalah (berhari raya) jika kalian
terhalang untukmelihatnya maka sempurnakanlah bilangan (30 hari).
b) Ikmal.
Apabila pada sore hari tanggal 29 tidak terlihat hilal, maka ada dua kemungkinan pertama: Apabila langit di ufuk barat cerah
tanpa awan atau penghalal hilal lainnya. Dalam kondisi ini tidak ada khilaf di kalangan para ulama bahwa besoknya adalah
penyempurna bulan tersebut. Artinya, besoknya adalah tanggal 30 dari bulan tersebut.

Apabila sore hari tanggal 29 Sya’ban saat matahari tenggelam hilal tidak kelihatan karena tertutup mendung, maka kaum
muslimin berselisih menjadi tiga penapat:

1. Dilarang berpuasa pada keesokan harinya.


2. Wajib berpuasa pada keesokan harinya.
3. Pada hari itu boleh berpuasa dan boleh berbuka.

Pada hadis tersebut menjelaskan, tentang awal dimulainya puasa dan akhir puasa serta kapan dilaksanakannya hari raya. Paling
tidak ada dua metode cara.Penentuan awal ramadhan dan awal Berhari Raya yaitu:

a) Dengan melihat hilal


b) Dengan menggenapkan bulan Sya’ban (Istikmal Syahru)
Maksud dari istikmal as-syahru adalah apabila bulan tidak terlihat atau terhalangi maka bulan sya‟ban digenapkan menjadi 30
hari.
Perbedaan Pendapat Ulama tentang Penentuan
Awal Puasa
1. Mazhab Hanafi
Dalam mazhab Hanafi, penerimaan persaksian rukyat sangat
tergantung pada kondisi langit. Dalam hal ini ada dua kemungkinan
dalam penentuan hilal awal Ramadan dan Syawal, yaitu:2

a. Jika langit itu cerah, maka harus dilakukan rukyat secara kolektif.
b. Jika langit dalam keadaan mendung atau berawan, maka imam bisa menerima persaksian tunggal dari
seorang muslim yang adil baik itu laki-laki maupun perempuan, merdeka atau budak.

Mazhab Hanafi tidak mengakomodir penggunaan hisab dalam


penentuan awal bulan Hijriyah karena menurutnya cara ini menyalahi
ketentuan Rasulullah SAW.Orang yang mampu mengetahui masuknya
bulan baru melalui hisab juga tidak boleh memulai bulan meskipun
untuk dirinya sendiri.
2. Mazhab Maliki
Menurut mazhab Maliki, penentuan awal bulan ditentukan melalui
rukyat dengan tiga bentuk berikut:

a.Hilal dirukyat secara kolektif oleh banyak orang meskipun bukan oleh orang yang adil.
b.Hilal dirukyat oleh dua orang adil atau lebih. Dalam hal ini, ulama mazhab Maliki tidak
membedakan keadaan langit baik itu langit cerah maupun langit mendung juga tidak membedakan
antara keberhasilan rukyat di kota kecil maupun di kota besar.
c.Hilal yang hanya dirukyat oleh satu orang saja.Hakim tidak boleh menetapkan hilal berdasarkan
kesaksian seorang saja, meskipun ia adalah orang yang adil.

Adapun batas keberlakuan rukyat (matlak) dalam mazhab ini adalah sama dengan mazhab Hanafi yang
menggunakan ittifaq al-matali’, artinya jika hilal terlihat di suatu negeri, maka berlaku bagi semua
penjuru bumi baik itu dekat maupun jauh. Dalam hal ini, mazhab Maliki tidak memedulikan jarak-
jarak qasr (masafat al-qasr), atau kesamaan matlak.
3. Mazhab Shafi’i
Awal bulan ditetapkan melalui salah satu dari dua cara berikut, yaitu dengan menyempurnakan bilangan
bulan sebelumnya menjadi tiga puluh hari atau dengan rukyat al-hila pada malam ketiga puluh.Kesaksian
rukyat diterima jika dilaporkan dari orang yang adil baik pada waktu itu langit sedang cerah maupun sedang
mendung. Hanya saja dalam mazhab Shafi’i terdapat beberapa perbedaan terkait jumlah saksi yang bisa
diterima.
Imam Shafi’i sendiri menyatakan bahwa hilal Ramadan baru bisa diterima jika dilaporkan dari dua orang saksi
yang adil atau lebih.Pendapat ini juga dipegang oleh al-Bulqini. Namun menurut al-Zarkashi, cukup dengan
kesaksian satu orang saja. Ia berpegang pada hadith yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW menerima
persaksian seorang badui (A’rabi) atau persaksian Ibn Umar. Menurut al-Sharbini kedua pendapat itu sama
benarnya, baik yang mensyaratkan seorang saksi maupun dua orang saksi.

Dalam hal keberlakuan rukyat, mazhab Shafi’i memiliki pendapat yang berlainan dengan mazhab Hanafi dan
Maliki. Mazhab Shafi’imenganut ikhtilaf al-matali’. Jika hilal terlihat di suatu negara atau tempat tetapi tidak
terlihat di negara atau tempat lain, maka perlu dilihat dulu jarak antara kedua negara atau tempat tersebut.
4. Mazhab Hanbali
Penentuan awal bulan dalam mazhab Hanbali ditentukan melalui ru’yat al-hilal atau dengan menyempurnakan
bilangan bulan menjadi tiga puluh hari. Hal ini didasarkan pada hadith perintah puasa yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah.Dalam hal berpuasa, menurut salah satu riwayat dalam mazhab Hanbali, bila pada malam ketiga
puluh langit tertutup mendung, maka keesokan harinya wajib berpuasa. Namun apabila pada hari tersebut langit
cerah namun hilal tak terlihat, maka bulan digenapkan menjadi tiga puluh hari.

Namun demikian ada juga ulama dari mazhab Hanbali yang membedakan keterlihatan hilal sebelum dan
sesudah zawa sebagaimana pendapat Abu Yusuf. Sedangkan untuk keberlakuan rukyat, mazhab Hanbali
menetapkan jika hilal dapat dirukyat di suatu tempat baik itu dekat maupun jauh, maka semua orang wajib
mengikuti rukyat tersebut. Jadi hukum orang yang tidak berhasil merukyat, mengikuti orang yang berhasil
merukyat.
Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Penentuan
Awal Puasa dan Niat Puasa
 Penentuan Awal Puasa

1. Mazhab Hanafi

Dalam mazhab Hanafi, penerimaan persaksian rukyat sangat tergantung pada kondisi langit. Dalam hal ini
ada dua kemungkinan dalam penentuan hilal awal Ramadan dan Syawal, yaitu:2

a. Jika langit itu cerah, maka harus dilakukan rukyat secara kolektif.

b. Jika langit dalam keadaan mendung atau berawan, maka imam bisa menerima persaksian tunggal dari
seorang muslim yang adil baik itu laki-laki maupun perempuan, merdeka atau budak.
2. Mazhab Maliki
Menurut mazhab Maliki, penentuan awal bulan ditentukan melalui
rukyat dengan tiga bentuk berikut:

a.Hilal dirukyat secara kolektif oleh banyak orang meskipun bukan oleh orang yang adil.
b.Hilal dirukyat oleh dua orang adil atau lebih. Dalam hal ini, ulama mazhab Maliki tidak membedakan
keadaan langit baik itu langit cerah maupun langit mendung juga tidak membedakan antara keberhasilan rukyat
di kota kecil maupun di kota besar.
c.Hilal yang hanya dirukyat oleh satu orang saja.Hakim tidak boleh menetapkan hilal berdasarkan kesaksian
seorang saja, meskipun ia adalah orang yang adil.

Adapun batas keberlakuan rukyat (matlak) dalam mazhab ini adalah sama dengan mazhab Hanafi yang
menggunakan ittifaq al-matali’, artinya jika hilal terlihat di suatu negeri, maka berlaku bagi semua penjuru
bumi baik itu dekat maupun jauh. Dalam hal ini, mazhab Maliki tidak memedulikan jarak-jarak qasr (masafat
al-qasr), atau kesamaan matlak.
3. Mazhab Shafi’i
Awal bulan ditetapkan melalui salah satu dari dua cara berikut, yaitu dengan menyempurnakan bilangan
bulan sebelumnya menjadi tiga puluh hari atau dengan rukyat al-hila pada malam ketiga puluh.Kesaksian
rukyat diterima jika dilaporkan dari orang yang adil baik pada waktu itu langit sedang cerah maupun sedang
mendung. Hanya saja dalam mazhab Shafi’i terdapat beberapa perbedaan terkait jumlah saksi yang bisa
diterima.
Imam Shafi’i sendiri menyatakan bahwa hilal Ramadan baru bisa diterima jika dilaporkan dari dua orang saksi
yang adil atau lebih.Pendapat ini juga dipegang oleh al-Bulqini. Namun menurut al-Zarkashi, cukup dengan
kesaksian satu orang saja. Ia berpegang pada hadith yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW menerima
persaksian seorang badui (A’rabi) atau persaksian Ibn Umar. Menurut al-Sharbini kedua pendapat itu sama
benarnya, baik yang mensyaratkan seorang saksi maupun dua orang saksi.

Dalam hal keberlakuan rukyat, mazhab Shafi’i memiliki pendapat yang berlainan dengan mazhab Hanafi dan
Maliki. Mazhab Shafi’imenganut ikhtilaf al-matali’. Jika hilal terlihat di suatu negara atau tempat tetapi tidak
terlihat di negara atau tempat lain, maka perlu dilihat dulu jarak antara kedua negara atau tempat tersebut.
4. Mazhab Hanbali
Penentuan awal bulan dalam mazhab Hanbali ditentukan melalui ru’yat al-hilal atau dengan
menyempurnakan bilangan bulan menjadi tiga puluh hari. Hal ini didasarkan pada hadith perintah
puasa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.Dalam hal berpuasa, menurut salah satu riwayat dalam
mazhab Hanbali, bila pada malam ketiga puluh langit tertutup mendung, maka keesokan harinya wajib
berpuasa. Namun apabila pada hari tersebut langit cerah namun hilal tak terlihat, maka bulan
digenapkan menjadi tiga puluh hari.

Namun demikian ada juga ulama dari mazhab Hanbali yang membedakan keterlihatan hilal sebelum
dan sesudah zawa sebagaimana pendapat Abu Yusuf. Sedangkan untuk keberlakuan rukyat, mazhab
Hanbali menetapkan jika hilal dapat dirukyat di suatu tempat baik itu dekat maupun jauh, maka semua
orang wajib mengikuti rukyat tersebut. Jadi hukum orang yang tidak berhasil merukyat, mengikuti
orang yang berhasil merukyat.
 Waktu Niat Puasa

a. Imam Malik dan al-Laits bin Sa'ad berpendapat waktu berniat pada malam hari sebelum terbit fajar, baik
puasafardhu tnaupun sunnah.

b. Imanr Syati'i dan Ahrnad bin Harrrbali mengatakau waktu niat puasa fardhu malam hari sebelum faj ar, sedangkan
puasa sunah boleh pada malam l.rari atau pagi hari dengan syarat belum makan sesuatu apapun dari terbit fajar.

c. Imam Hanafi waktu niat pada malam hari sampai tengah hari sebelum zawal, sama halnya dengan niat puasa
sunah. Niat sepefli ini berlaku untuk puasa Ramadhan dau puasa nazar. Sebaiknya pada awal Ranadhan niat
berpuasa sebulan penuh disamping setiap malam berniat, demikian pendapat sebagian ulama, hal ini menunjukkan
bahwa niat itu memang amat penting.Barang siapa yang lupa berniat pada malam harinya, tapi bukan sengaja
meninggalkan itu, maka hendaklah ia berniat ketika ingat, walaupun telah siang.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai