Anda di halaman 1dari 5

09/11/23 19.

31 Beda Pendapat Ulama soal Penetapan Awal Ramadhan | NU Online

RAMADHAN
Beda Pendapat Ulama soal Penetapan Awal Ramadhan
Kamis, 10 Mei 2018 | 21:00 WIB
ADVERTISEMENT

Iklan oleh
Kirim masukan Mengapa iklan ini?

https://islam.nu.or.id/ramadhan/beda-pendapat-ulama-soal-penetapan-awal-ramadhan-3zglA 1/5
09/11/23 19.31 Beda Pendapat Ulama soal Penetapan Awal Ramadhan | NU Online

Setiap menjelang bulan Ramadhan, kita senantiasa disuguhi fenomena perbedaan pendapat
terkait penetapan awal puasa. Ironisnya, perbedaan ini tidak jarang menimbulkan konflik di
tengah-tengah masyarakat berupa saling ejek dan saling klaim bahwa kelompoknya benar,
sedangkan kelompok lain salah. Bulan yang seharusnya dijadikan sebagai momen peningkata
ibadah dan amal saleh justu dinodai oleh saling cemooh antarkelompok masyarakat.
Kementerian Agama sebagai lembaga yang punya otoritas dalam penetapan awal puasa, tela
berusaha menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut dengan menggelar sidang itsbat yang
dihadiri oleh para ulama, ilmuwan, pakar hisab-rukyat, dan perwakilan dari berbagai organisa
massa yang ada di Indonesia. Hanya saja, terkadang ada kelompok yang tidak mengikuti has
sidang itsbat dimaksud dengan alasan mereka telah memiliki metode penetapan sendiri.
Karenanya menjadi sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui metode-metode yang
digunakan oleh para ulama dalam menetapkan awal bulan Ramadhan.
Dalam menetapkan awal bulan Ramadhan, ulama berbeda pendapat. Pertama, mayoritas ula
dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali menyatakan bahwa awal bulan Ramadhan
hanya bisa ditetapkan dengan menggunakan metode rukyat (observasi/mengamati hilal) ata
istikmal, yaitu menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi 30 hari. Mereka berpegangan pada
firman Allah subhanahu wa ta’ala dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah berfirman
dalam surat Al-Baqarah ayat 185:
‫َم ْن َش ِهَد ِم ْنُك ُم الَّش ْهَر َفْلَيُص ْم ُه‬

“Maka barangsiapa di antara kalian menyaksikan bulan maka hendaklah ia berpuasa (pada)
nya.”
Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‫ُموا ِلُر ْؤ َيِتِه َو َأْفِط ُروا ِلُر ْؤ َيِتِه َفِإْن ُغ ِّبَي َع َلْيُك ْم َفَأْك ِم ُلوا ِع َّدَة َشْع َباَن َثاَل ِثيَن‬

“Berpuasalah kalian karena melihat hilal dan berbukalah kalian karena melihatnya. Jika kalian
terhalang (dari melihatnya) maka sempurnakanlah bilangan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.”
(HR. Bukhari, hadits no. 1776).
Pada ayat dan hadits di atas, Allah dan Rasul-Nya mengkaitkan kewajiban berpuasa dengan
melihat hilal. Artinya, kewajiban berpuasa hanya bisa ditetapkan dengan melihat hilal atau
menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari. (Lihat: Muhammad Ali al-Shabuni,
Rawa’i al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur’an, Damaskus: Maktabah al-Ghazali, Juz 198
hal. 210).
https://islam.nu.or.id/ramadhan/beda-pendapat-ulama-soal-penetapan-awal-ramadhan-3zglA 2/5
09/11/23 19.31 Beda Pendapat Ulama soal Penetapan Awal Ramadhan | NU Online

Kedua, sebagian ulama, meliputi Ibnu Suraij, Taqiyyuddin al-Subki, Mutharrif bin Abdullah da
Muhammad bin Muqatil, menyatakan bahwa awal puasa dapat ditetapkan dengan metode hi
(perhitungan untuk menentukan posisi hilal). Mereka berpedoman pada firman Allah subhana
wa ta’ala dan Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah berfirman dalam surat Yunus ayat
‫ِذ ي َجَعَل الَّش ْمَس ِض َياًء َو اْلَقَم َر ُنوًرا َو َقَّد َرُه َم َناِزَل ِلَتْع َلُم وا َعَدَد الِّس ِنيَن َو اْلِح َس اَب‬

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapka
tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu).”
Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
‫َأْيُتُم وُه َفُصوُم وا َو ِإَذ ا َر َأْيُتُم وُه َفَأْفِط ُروا َفِإْن ُغ َّم َع َلْيُك ْم َفاْقُد ُروا َلُه‬

“Jika kalian melihat hilal (hilal Ramadhan) maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal
Syawwal) maka berbukalah. Jika kalian terhalang (dari melihatnya) maka perkirakanlah ia.”
Ayat di atas menerangkan bahwa tujuan penciptaan sinar matahari dan cahaya bulan serta
penetapan tempat orbit keduanya adalah agar manusia mengetahui bilangan tahun dan
perhitungan waktu. Artinya, Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan kepada manusia agar
menggunakan hisab dalam menentukan awal dan akhir bulan Hijriyah. Sedangkan poin utama
dari hadits di atas adalah kata “Faqdurû lah”. Menurut mereka, arti kata tersebut adalah
perkirakanlah dengan menggunakan hitungan (hisab).
Dari kedua pendapat di atas, tampaknya pendapat kelompok pertama yang menyatakan bah
awal Ramadhan hanya bisa ditetapkan dengan rukyat dan istikmal merupakan pendapat yang
sangat kuat, karena dalil-dalil yang mereka kemukakan sangat jelas dan tegas menyatakan h
tersebut. (Lihat: Mahmud Ahmad Abu Samrah dkk., Al-Ahillah Baina al-Falaq wa al-Fiqh, Jurn
al-Jami’ah al-Islamiyyah, Volume 12, Nomor 2, Halaman 241).
Akan tetapi, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama dalam bidan
ilmu astronomi, peran hisab sangatlah urgen dalam mendukung hasil rukyat. Apalagi, hisab y
didukung dengan alat modern memiliki akurasi yang sangat tinggi.
Dalam konteks negara Indonesia, terdapat beberapa kriteria penetapan awal Ramadhan, di
antaranya: Pertama, imkanur rukyat (visibilitas hilal). Imkanur Rukyat adalah
mempertimbangkan kemungkinan terlihatnya hilal. Kriteria ini mengharuskan hilal berada
minimal 2 derajat di atas ufuk, sehingga memungkinkan untuk dilihat. Akan tetapi, adanya hil
https://islam.nu.or.id/ramadhan/beda-pendapat-ulama-soal-penetapan-awal-ramadhan-3zglA 3/5
09/11/23 19.31 Beda Pendapat Ulama soal Penetapan Awal Ramadhan | NU Online

belum teranggap sampai hilal tersebut dapat dilihat dengan mata. Kriteria ini digunakan oleh
NU sebagai pendukung proses pelaksanaan rukyat yang berkualitas.
Kedua, wujudul hilal. Wujudul Hilal adalah kriteria penentuan awal bulan Ramadhan dengan
menggunakan dua prinsip: Ijtimak (Konjungsi) telah terjadi sebelum Matahari terbenam, dan
bulan terbenam setelah matahari terbenam. Jika kedua kriteria tersebut terpenuhi maka pada
petang hari tersebut dapat dinyatakan sebagai awal bulan. Kriteria ini digunakan oleh
Muhammadiyah.
Ketiga, imkanur rukyat MABIMS. Yaitu penentuan awal bulan Ramadhan yang ditetapkan
berdasarkan musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia da
Singapura (MABIMS). Menurut kriteria ini, awal bulan Hijriyah terjadi jika saat matahari
terbenam, ketinggian Bulan di atas horison tidak kurang dari 2 derajat dan jarak lengkung
Bulan-Matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari 3 derajat, dan ketika terbenam, usia bulan
tidak kurang dari 8 jam setelah ijtimak/konjungsi.
Keempat, rukyat global. Yaitu Kriteria penentuan awal bulan Ramadhan yang menganut prins
bahwa jika satu penduduk negeri melihat hilal, maka penduduk seluruh negeri berpuasa. Krite
ini digunakan sebagian muslim Indonesia dengan merujuk langsung pada Negara Arab Saudi
atau menggunakan hasil terlihatnya hilal dari Negara lain.
Dengan adanya metode dan kriteria penetapan awal Ramadhan yang sangat variatif, tidak
mengherankan jika terjadi perbedaan dalam memulai puasa Ramadhan. Hanya saja, penting
kiranya untuk berusaha menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut, mengingat bahwa amal
di bulan Ramadhan dan lebaran di bulan Syawal merupakan syi’ar Islam dan momen
kebahagiaan yang layaknya dilaksanakan dan dinikmati bersama-sama.
Pemerintah melalui Kementerian Agama memiliki peran sentral dalam menyatukan perbedaan
dimaksud, yaitu dengan menyelenggarakan sidang Itsbat awal Ramadhan yang didasarkan p
rukyat, dan hisab sebagai pendukung. Keputusan Itsbat bersifat mengikat dan berlaku bagi
umat Islam secara nasional, sebagaimana kaidah fiqih:
‫الَح اِكِم َيْر َفُع الِخ اَل َف‬

“Keputusan Hakim (Pemerintah) dapat menghilangkan perselisihan.”


Hanya saja, jika perbedaan penetapan awal Ramadhan masih saja terjadi maka prinsip tolera
sepatutnya tetap dikedepankan. Sebab, menjaga persatuan dan kerukunan umat merupakan
perintah Allah yang wajib dilaksanakan. Wallahu A’lam.
https://islam.nu.or.id/ramadhan/beda-pendapat-ulama-soal-penetapan-awal-ramadhan-3zglA 4/5
09/11/23 19.31 Beda Pendapat Ulama soal Penetapan Awal Ramadhan | NU Online

Husnul Haq, Dosen IAIN Tulungagung dan Pengurus LDNU Jombang.

Tags

https://islam.nu.or.id/ramadhan/beda-pendapat-ulama-soal-penetapan-awal-ramadhan-3zglA 5/5

Anda mungkin juga menyukai