Kelas : IF A4
Dosen Pengampu : Muhammad Nurkhanif, SHI., MSI.
أًنَ ذكنر رهضناى.م. قرأث على هالك عي ًاع عي ابي عور رضي ا عٌِوا عي الٌبي ص:قال.حدثٌا يحيى بي يحيى
) (رّاٍ هسلن.َ التصْهْا حتى ترّا الِالل ّالتفررّا حتى ترٍّ عإى أ وي علي ن عاقدرّا ل:عقال
Artinya: “Yahya bin Yahya bercerita kepada kami. Ia berkata: Aku berkata kepada Malik,
dari Nafi‟, dari Ibnu Umar RA, dari Nabi SAW. Bahwa Beliau SAW menyebutkan
Ramadhan seraya bersabda: “Janganlah kalian berpuasa hingga melihat Hilal, dan
janganlah kalian berhenti puasa hingga melihatnya. Apabila kalian terhalangi (oleh
mendung), maka tetapkanlah (bilangan Sya‟ban) untuknya.” (HR. Muslim).
َ أخبرًا إبراُين بي سعد عي ابي شنِا عني سنعيد بني الوسنيأ عني أبني ُرينرة رضني ا عٌن.حدثٌا يحيى بي يحيى
إذا رأيتوننْا الِننالل عصننْهْا ّاذا رأيتوننٍْ عننفعررّا عننإى ننن علنني ن عصننْهْا ثالثننيي:.م. قننال رسننْل ا ص:قننال
)(رّاٍ هسلن.يْها
Artinya: “Yahya bin Yahya bercerita kepada kami: Ibrahim bin Sa‟d memberi kabar
kepada kami: dari Ibnu Syihab, dari Sa‟id bin Musayyab, dari Abi Hurairah RA, ia
berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila kalian melihat Hilal, maka berpuasalah. Apabila
kalian melihatnya (Hilal) maka berbukalah. Namun apabila kalian terhalangi (oleh
mendung), maka berpuasalah selama 30 hari.” (HR. Muslim).
Rukyah yang dapat dipertangungjawabkan secara hukum dan ilmiah harus memenuhi
syarat sebagai berikut:
a. Ru‘yah dilaksanakan pada saat Matahari terbenam pada malam tanggal 30 atau akhir 29 nya.
b. Ru‘yah dilaksanakan dikeadaan cuaca cerah tanpa penghalang antara perukyah dan hilal.
c. Ru‘yah dilaksanakan dalam keadaan posisi hilal positif terhadap ufuk (di atas ufuk)
d. Ru‘yah dilaksanakan dalam keadaan hilal memungkinkan untuk dirukyah (imkanur rukyah)
e. Hilal yang dilihat harus berada di antara wilayah titik Barat antara 30 derajat ke Selatan dan
30 derajat ke Utara.
Dasar Penetapan Awal Ramadhan dan 1 Syawal
A. Golongan yang menggunakan rukyat berpendapat bahwa awal dan akhir Ramadhan harus
ditetapkan atas dasar hasil rukyat bil fi’li (melihat hilal dengan mata kepala), sementara
golongan yang menggunakan hisab berpendapat bahwa hisablah yang harus digunakan
dalam menetapkan awal dan akhir ramadhan (Rukyah bil aqli atau bil ‘ilmi).
B. Dengan tampaknya bulan di malam tiga puluh Sya‘ban. Hal ini memungkinkan apabila
cuaca terang dan tidak terdapat mendung yang menghalangi penglihatan. Jika bulan dapat
terlihat maka kita wajib berpuasa esok harinya. Jika bulan tidak terlihat ketika cuaca yang
terang maka kita tidak boleh berpuasa esok harinya, dan bulan tersebut diistikmalkan.
Namun jika bulan tidak terlihat karena udara mendung maka kita harus memulai puasa
esok harinya.
C. Para ulama berbeda pendapat dalam mengartikan ―maka kadarkanlah untuknya‖.
Menurut pendapat ahli bahasa, maknanya: maka takdirkanlah dia. Jumhur ulama dari
golongan Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi‘iyah berpendapat bahwa maknanya
sempurnakanlah 30 hari. Jumhur ulama mamaknakan maka kadarkanlah untuknya
dengan sempurnakanlah, mengingat bahwa hadits harus ditafsirkan dengan hadits.
Ungkapan ―maka kadarkanlah untuknya‖ ditafsirkan oleh perkataan ―maka
sempurnakanlah 30 hari.
Pandangan Saya
Dari hadits diatas dapat kita pahami bahwa Rasulallah dan para sahabat tidak
mempergunakan hisab sebagai dasar untuk memulai dan mengakhiri puasa, karena pada waktu
itu ilmu hisab belum berkembang, orang-orang Arab masih dalam keadaan buta huruf, sehingga
cara yang paling mudah dilakukan waktu itu gengan melihat bulan. Namun saat ini ilmu
pengetahuan dan teknologi telah berkembang dan maju, untuk mengetahui waktu-waktu dan
fenomena luar angkasa baik yang telah terjadi maupun yang akan terjadi dapat diperkirakan
secara tepat dan mudah sehingga Rukyah bil aqli pun menurut saya bisa dipakai.
Itsbat Rukyah artinya menetapkan bahwa bulan sabit sudah kelihatan. dalam hal ini kita
bisa memadukan antara rukyah bil fi‘li dan rukyah bil aqli dimana hasil dari rukyah bil aqli tetap
kita pakai dalam observasi dengan catatan sebagai pendukung rukyah sehingga tetap rukyahlah
penentu awal bulan (Rukyah adalah proses tabayyun terhadap hasil hisab). kita buktinan secara
observasi dilapangan.
Tapi, Menurut saya pun tidak semua hasil hisab yang apabila bertolak belakang dengan
hasil rukyah maka kita selalu istikmalkan. Seperti misalkan apabila hasil hisab pada tanggal 29
itu menunjukan ketinggian hilal 7-10 derajat tetapi ketika rukyah tidak terlihat dengan alasan
mendung, maka saya lebih cenderung untuk tidak istikmal dan mengambil atau menggunakan
hasil hisab walaupun secara rukyah tidak terlihat hilal. Karena secara hasil hisab, hilal
positif akan terlihat karena irtifa hilal sangat tinggi sehingga kurang tepat ketika kasus seperti
itu tetap keukeuh atau bersikukuh dengan rukyah dan istikmal. kasus seperti ini juga bisa
dikatakan Gumma bil Fi’li yaitu mendung sesuai dengan keadaan alam tapi secara ilmiah positif
terlihat.
Arti mendung disini juga bisa kita artikan dengan gumma bil ‘aqli atau bil ‘ilmi atau
mendung secara keilmuan. disini apabila secara hisab hilal tidak mungkin terlihat karena
dibawah ufuk tapi ada laporan keberhasilan melihat hilal, maka hasil rukyah tertolak karena tidak
sesuai dan bertentangan dengan keilmuan. ini yang sekarang dipakai oleh NU meskipun
madzhab Rukyah oriented, tapi ketika bertentangan dengan ilmiah maka rukayhna bisa ditolak.
3. Apabila Hilal dinyatakan tidak terlihat secara hisab, apakah hasrus
tetap rukyah?
Menurut saya Observasi atau rukyah itu dilaksanakan sebagai tabayyun atau verifikatif
terhadap hasil hisab. Karena hasial hisab sendiri bersifat Hipotesis Verivikatif, jadiperlu adanya
observasi dilapangan. jadi tidak mengapa apabila bulan dinyatakan negatif, tapi kita tetap
rukyah. Selain itu, pengamatan akhir bulan biasanya dilaksanakan pada tanggal 29 setiap bulan,
tapi tidak mengapa apabila tanggal 30 dan tanggal 1 nya tetap melakukan rukyah karenapada
waktu itu bulan masi termasuk kategori new moon meskipun tetap apabila pada saat ru‘yah
tanggal 29 hilal tidak terlihat maka bulan tersebut diistikmalkan menjadi 30 hari sehingga awal
bulan baru jatuh keesokan harinya atau lusa. Seperti sabda Nabi Muhammad SAW
َ عَإِىْ ُ َّن َعلَ ْي ُ ْن عَفَتِو ْْا ثَالَثِيْي, صُوْ ُموْ ا لِر ُْؤيَتِ ِه َوأَ ْف ِطرُوْ ا لِر ُْؤيَتِ ِه: َح َّدثُوْ نِي أَ َّن َرسُوْ َل هللا قَا َل.
Sesungguhnya mereka menyampaikan kepada saya bahwa Rasulullah Shallallahu „alaihi
wa Sallam bersabda : “Berpuasalah kamu karena melihat hilal (bulan) dan berbukalah
kamu karena melihat hilal. Jika terhalang (oleh mendung) maka genapkanlah
(istikmal) 30 hari.” (HR Bukhari Muslim).
صوموا لرؤيته وأﻔﻁروا لرؤيته فإى م عليﮑم فف ولّا عﺩة شعباى ﺜالﺜيى
Artinya: “Berpuasalah kalian karena melihat (ru‟yah) hilal, dan berbukalah karena
melihat hilal. Maka jika ia tertutup awan bagimu, maka sempurnkanlah bilangan
Sya’ban tiga puluh.” (HR.Bukhori dan Muslim)
Dalil diatas menerangkan bahwa awal bulan ditentukan dengan jalan rukyatul hilal pada
tanggan 29 bulan hijriyah tanpa menyinggung apakah hilal akan terlihat atau tidak. didalil itu
hanya dijelaskan apabila tidak dapat melihat hilal maka bilangan bulan digenapkan 30 hari. jadi
menurut saya proses observasi atau rukyah masi tetapi bisa atau boleh dilaksanakan meski
tangggal 29 itu minim ketinggiannya. Perlu kita ketahui juga mendung atau Gumma disini bisa
gumma bil ilmi atau gumma bil aini/fili bahkan bisa dua-dua nya sekaligus. dan dalam hal ini
hilal dinyatakan gumma bil ilmi atau secara hisab dinyatakan minim dan mustahil terlihat. Selain
itu, bulan termasuk benda langit yang terus menerus bergerak berputar pada garis edarnya.
Selain itu, masih banyak hal lain yg sebenarnya penting, bermanfaat dan hanya bisa
didapatkan, dikaji, dipelajari dg pelaksanaan rukyah meski tinggi hilal negatif atau sama sekali
tdk dpt dilihat. sebagaimana yg telah dicontohkan oleh para ahli falak sejak zaman dahulu meski
alat observasi beliau2 belum secanggih saat ini.
a. verifikasi posisi Matahari
Banyak sekali metode hisab awal bulan qamariyah yg ditawarkan. beberapa mahasiswa
mungkin sudah mencoba bermacam-macam metode tersebut. ya, hanya sekedar mencoba,
mencicipi metode hisab yg ada yg masing-masing hasilnya berbeda. Tidak pernah sampai
berusaha memverifikasi hasil hisab mereka dg observasi. Data yg bisa diverifikasi pertama
adalah. posisi Matahari sebelum ghurub sehingga dari data2 pengamatan itulah kita bisa
mengecek sejauh mana akurasi sistem hisab yg kita gunakan
b. verifikasi jam Ghurub Matahari
Memverifikasi jam ghurub Matahari sangatlah penting. karena perhitungan posisi hilal
dilakukan dg acuan jam ghurub Matahari. jika jam ghurub meleset, maka sudah pasti posisi hilal
jg meleset. walaupun memang biasanya hilal dpt diamati tdk tepat saat ghurub. verifikasi jam
ghurub Matahari ini dilakukan dg pembidikan Matahari terus-menerus sebelum ghurub (lakukan
dulu verifikasi 1 di atas) saat Matahari benar-benar mulai terbenam/saat piringan atasnya masuk
ke ufuk, catat jamnya dan posisi Mataharinya.
c. Pemantapan pengoperasian teleskop
Dalam pelaksanaan rukyah, khususnya yg dilakukan mahasswa, sering sekali yg
mengoperasikan teleskop hanya orang itu-itu saja. sedangkan yg lain jarang atau tidak pernah
sama sekali. Moment rukyah sbg momen pmbelajaran pengoperasian teleskop dg berbagai
macam mount utk rukyah yg real bagi semua mahasswa, bukan sekedar simulasi belaka.
d. verifikasi posisi hilal
Jika secara hisab, tinggi hilal negatif maka perukyah juga tetap harus melakukan
verifikasi terkait apakah hilal benar-benar tdk teramatikarena hisab itubersifat Hipotesis
Verifikatif.