Anda di halaman 1dari 12

Bab 4

HISAB DAN RUKYAH

Oleh :
FATKUL HUDA
A. PENENTUAN AWAL BULAN QAMARIYAH
Ilmu falak atau astronomi merupakan sains yang dikembangkan oleh umat islam, dan mengalami
perkembangan selaras dengan perkembangan sains.
Ada 4 (empat) hal ibadah yang terkait langsung dengan ilmu falak :
1. Menentukan awal bulan Qamariyah
2. Menentukan jadwal shaolat
3. Menentukan bayangan kearah kiblat
4. Menentukan kapan dan diamna terjadi gerhana.
Penanggalan islam Hijriyah didasarkan atas peredaran bulan mengelilingi bumi (revolusi bulan
terhadap bumi), sedangkan penanggalan Masehi didasarkan peredaran bumi mengelilingi matahai
(revolusi bumi terhadap matahari).
Awal bulan Qamariyah diawali dengan munculnya hilal, yaitu bulan sabit yang kali pertama terlihat.
Namun dalam perkembanganya, penentuan awal Ramadhan dan hari raya tidak lagi dikatakan
mudah. Sulit dilakukan karena menyangkut faktor non-eksakta, yaitu menyangkut masalah syar’I
atau fikih. Umat islam khususnya di Indonesia, seringkali mengalami peristiwa yang menbingungkan
saat terjadi penentusn hari pertama sebuah bulan karena adanya perbedaan. Perbedaan ini terjadi
manakala terkait dengan prosesi sebuah ibadah.

Tiga peristiwa yang sering terjadi dimasyarakat kita adalah :


1. Pada saat menentukan akhir bulan Sya’ban karena pada tanggal 1 Ramadhan, dimana umat
Islam harus mulai menjalankan ibadah wajib puasa
2. Pada saat menentukan akhir bulan Ramadhan, karena terkait erat dengan hari pertama bulan
Syawal. Saat prosesi ibadah Idul Fitri di Laksanakan.
3. Pada saat menentukan awal bulan Dzulhijjah, karena terkait dengan ibadah Idul Adha
Penentuan bulan Qamariyah terdapat perbedaan di antara ulama, ada yang menyatakan harus
berdasarkan hasil rukyatul hilal dan ada yang menggunakan metodhe hisab.
Madzhab hisab dan madhzab rukyat secara umum adalah bagian tak terpisahkan dari astronomi
modern.
1. Madhzab hisab : dalam menentukan awal bulan qamariyah cukup dengan cara menghitung
matematis dengan menggunakan metode perhitungan falak, tidak melihat hilal.
2. Madhzab rukyat : untuk menentukan awal bulan qamariyah masih diharuskan dibuktikan
dengan melihat hilal,hisab,dan ilmu astronomi sebagai pendukung.
Perbandingan hisab dan rukyat sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad saw sampai sekarang.
B. DASAR PENETAPAN AWAL-AKHIR RAMADHAN, IDUL FITRI, DAN IDUL ADHA

NU sebagai sebuah Jam’iyah Diniyah Islamiyah, berkewajiban menjaga kemurnian


ajaran islam yang diyakininya. Termasuk didalamnya adalah penentuan awal bulan
Qamariyah khususnya yang ada hubunganya dengan ibadah, yaitu bulan Ramadhan,
syawal, dan Dzulhijjah. Penentuanya harus didasarkan pada penglihatan bulan
secara liatik ( rukyah al hilal bi al-I’ly). Sedangkan perhitungan astronomi (hisab) di
pakai untuk membantu prosesi rukyat.
Jumhurul madzahib ( mayoritas Imam madhzab selain madhzab syafiiyah)
berpendapat bahwa pemerintah sebagai ulil amri diperbolehakan menjadikan
rukyah al hilal sebagai dasar penetapan awal bulan Qamriyah, khususnya Ramadhan,
Syawal, dan Dzulhijjah, seperti yang terjadi di Indonesia saat ini.
Dasar hukumnya dalam : QS. Al-Baqarah (2):185, QS. Al-Baqarah (2):189,
HR. Mutafaq’Alaih, dalam kitab Fathul Qadir Fiqh madhzab Hanafi jilid 4
halaman 291, dalam kitab Furu’ Malik Ibnu Muflih fiqh madhzab Hambali juz
4 hal.426, dalam kitab Mawahib Jalil Fi syarah mukhtashar syaikh Kholil juz
6 halaman 396, dalam kitab Bughyatul mustarsyidin, dan kitab al-’Llm al-
Mansyur I Isbat al-syuhur.
C. HISAB DAN RUKYAT
1. Hisab
Hisab secara etimologi bermakna menghitung (‘adda),
kalkulasi (ahsa), dan mengukur (qaddara). Adalah
mengitung pergerakan posisi hilal diakhir bulan-bulan
Qamariyah untuk menentukan awal-awal bulan, khususnya
bulan Ramadhan, Syawal,dan Dzulhijjah dengan
menggunakan alat-alat hitung.
Menurut NU, penggunaan hisab hanya sebagai alat bnatu
bagi Rukyat. Tujuanya supaya Rukyat yang dilakukan lebih
berkualitas. Ilmu hisab dapat digunakan untuk
kesempurnaan, memahami, menghayati, dan
mengamalkan nash tentang rukyatul hilal.
2. Rukyat
Rukyat secara etimologis berarti “melihat” yaitu bermakna melihat
dengan mata (bi al ain), ada pula yang memaknai melihat dengan ilmu
(bi al-’ilm). Artinya melihat dengan mata kepala. Secara umum
rukyatdapat dikatakan sebagai pengamatan terhadap hilal. Sesuai
Sunah Nabi rukyat dilakukan dengan mata telanjang.
Rukyat dikalangan NU yakni melihat Hilal secara langsung (tanpa alat
bantu optic) diakhir bulan Sya’ban atau akhir bulan Ramadhan untuk
menentukan tanggal 1 Ramadhan atau tanggal 1 Syawal.
Metode rukyat dilakukan setiap tanggal 29 bulan hijriyah yang sedang
berjalan, mendasarkan masuknya tgl 1 bulan berikutnya pada
penampakan bulan sabit (hilal) yang terlihat setelah konjugasi terjadi.
Dalam penerapan rukyat, terdapat keragaman di kalangan fuqaha’ dalam hal
beberapa jumlah minimal orang yg melihat hilal tersebut :
a. Hanafiyah : menetapkan jika dalam keadaan cerah dengan rukyat kolektif
(ru’yah al-jama’ah) dan tidak mengambil kesaksian orang perorang menurut
pendapat yang rajih. Namun apabiila hilal dalam keadaan tidak
memungkinkan untuk dilihat, cukup kesaksian satu orang dengan syarat
beragama islam, adil, berakal, dan dewasa.
b. Syaf’iyah dan Hanabilah : menetapkan minimal dengan kesaksian satu orang,
baik cuaca cerah maupun tidak cerah. Dengan catatan perukyat beragama
islam, dewasa, beakal,merdeka, laki-laki, dan adil. Selanjutnya kesaksian
tersebut harus dipersaksikan didepan Qadi atau Pemerintah.
c. Malikiyah : menetapkan dengan tiga kriteria, yaitu rukyat kolektif, rukyat satu
orang yang adil, dan rukyat dua orang yang adil.
Rukyat atau pengamatan Hilal akan menambah kekuatan iman. Rukyat mempunyai
nilai ibadah. Rukyat adalah ilmiah,pengamatan/penelitian benda-benda langit
inilah yang melahirkan ilmu hisab, tanpa rukyat tidak akan ada ilmu hisab.
D. PENETAPAN AWAL RAMADHAN, SYAWAL, DAN DZULHIJJAH
MENURUT NU
Dalam menentukan awal bulan Qamariyah yang ada hubunganya dg ibadah, NU
berpegang pada beberapa al-Hadis yang berhubungan dengan rukyat dan
berpegang pada pendapat para ulama Imam Madhzab, mereka menyebutkan
bahwa awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah ditetapkan pada Rukyat al hilal
dan dengan isti’mal. Sikap NU tentang system penentuan awal bulan Qamariyah,
khususnya awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah diambil dalam keputusan
muktamar NU XXVII di Situbondo (1984), Munas Alim Ulama di Cilacap (1987),
seminar Lajmah Falakiyah NU dipelabuhan Ratu Sukabumi (1992), seminar
Penyerasian metode Hisab dan Rukyat di Jakarta (1993), dan Rapat pleno VIPBNU
diJakarta (1993), yang akhirnya tertuang dalam keputusan PBNU No.
311/A.11.04.d/1994 tertanggal 1 Sya’ban 1414 H/ 13 Januari 1994 M, dan
Muktamar NU XXX diLirboyo Kediri (1999). Keputusan PBNU tersebut telah
dibukukan dengan judul “ Pedoman Rukyat dan Hisab NU”.
Berikut kutiban pasal 1 tentang pedoman penyelenggaraan Rukyah bi al-fi’li :
1. Bahwa penetapan awal Ramadhan, awal Syawal, dan awal Dzulhijjah wajib
didasarkan atas rukyah al hilal bi al-fi’li atau istikmal. Sedangkan kedudukan
hisab hanyalah sbg pembantu dalam melakukan rukyat.
2. Bahwa penetapan awal Ramadhan, awal Syawal, dan awal Dzulhijjah yang
berlaku umum bagi segenap lapisan kaum muslimin di Indonesia dilakukan oleh
Pemerintah (itsbatul hakim).
3. Hasil rukyat atau isti’mal maka hasil rukyat yang telah dilakukan dikalangan NU
supaya sesegera mungkin dilakukan kepada pemerintah c/q kementrian agama RI
untuk di Itsbat.
4. Apabila pemerintah menolak untuk melakukan itsbat atau istikmal, maka hasil
rukyat dikalangan NU menjadi wewenang pengurus Besar NU.
5. Dalam penyebaran informasi hasil rukyat ke daerah-daerah, Pengurus Besar NU
ditempuh dengan cara-cara bijaksana, santun, dan simpatik.
6. Rukyat dg menggunakan alat (nazdarah) diperbolehkan baik dalam keadaan
cuaca cerah maupun ghayum.
Sebagai konsekuensi dari prinsip ta,abbudiy, NU tetap menyelenggarakan rukyah
al-hilal bi-al fi’li di Lapangan. Rukyat yang diterima sebagai dasar adalah hasil
rukyat di Indonesia (bukan rakyat global) dengan wawasan satu wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Rukyat yang dikehendaki oleh NU adalah rukyat yg berkualitas yang didasarkan
atas beberapa alasan :
1. Pemahaman terhadap al-hadis yg diriwayatkan oleh Ahmad danAbu Daud
dari salah seorang sahabat yg didalamnya terdapat ungkapan “demi Allah
sesungguhnya hilal telah tampak”
2. Dari dalam hadis itu mengisyaratkan bahwa rukyah itu benar-benar terjadi
dan meyakinkan.
3. Untuk mendukung proses pelaksanaan rukyat, maka NU memilih metode tg
tingkat akuransinya tinggi agar memperoleh hasil yg berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai