Anda di halaman 1dari 3

MATERI 1

BESEMAH DALAM LINTASAN SEJARAH BUDAYA

Besemah adalah salah satu bentuk sebutan dari sebuah nama budaya masa lampau, besemah
bukan nama dari sebuah suku kelompok komunitas manusia. Sebutan Besemah dipopulerkan
oleh Empu Hiyang Atung Bungsu, dari bukti-bukti prasasti sejarah dan budaya terbukti Besemah
terdiri dari beberapa suku besar dan Sumbai-Sumbai, prasasti sejarah dan budaya di zaman
LAMPIK EMPAT MERDIKE DUE yang terdiri dari suku penjalang san Semidang. Empat
sumbai yang berasal dari keturunan Empu Hiyang Atung Bungsu adalah :
- Sumbai Tanjung Ghaye
- Sumbai Besak
- Sumbai Ulu Rurah
- Sumbai Mangku Anom

Dari bukti-bukti tersebut nama Besemah bukanlah nama dari sebuah suku, adapun bukti lain
ada pada pangkal guritan sejarah Besemah adalah Jagat. Disebut Jagat diartikan sebagai alam
semesta raya, jadi Besemah adalah wilayah pemukiman luas yang tidak dapat diukur oleh batas-
batas wilayah yang dihuni oelh kelompok masyarakat yang mempunyai peradaban budaya yang
sama (tidak mempunyai batas-batas wilayah tertentu).

Besemah dalam sejarah Nasional dikukuhkan dalam Monumen Nasional yang berbentuk
relief yang berbunyi “manusia yang mengenal peradaban dizaman prasejarah : Besemah, Besuki,
Belige”.

Jika ditelaah dari tulisan diatas Besemah adalah bentuk dari peradaban budaya. Besemah
mencerminkan landasan pokok demokrasi yang paling mendasar dengan pedoman pokok tatanan
kehidupan masyarakat yang diatur dalam adat istiadat pemerintahan tradisional yang disebut
Lampik Empat Merdike Due yang memformasikan tatanan pemerintahan eksekutif dan legislatif.
Dilihat dari temuan tersebut Besemah merupakan peradaban budaya yang sangat menjunjung
tinggi asas musyawarah dan mufakat yang sangat demokratis.

Masyarakat Besemah sudah lebih dahulu memahami dan menjiwai demokrasi pada ratusan
tahun silam yang dipelopori oleh Empu Hiyang Atung Bungsu (lazimnya disebut puyang).
Puyang atau orang yang sangat dituakan oleh masyarakat Besemah ialah orang yang diangkat
oleh Jurai Tue. Puyang yang dimaksud oleh masyarakat Besemah setidak-tidaknya diangkat oleh
40 oarng Jurai Tue itu sendiri yang dianggap cakap dan mampu untuk memimpin Jurai Tue
tersebut, kelompo-kelompok dari Jurai Tue inilah yang disebut kedatuan.

Adapun struktur pemerintahan tradisional di setiap kedatuan tersebut terdiri dari Jurai Tue
selaku pemimpin kelompok kedatuan masyarakat Besemah yang membawahi 4 sunggut jurai
dibantu oleh apit jurai. Orang yang termasuk dalam struktur inilah yang mengatur dan
mengawasi hukum-hukum adat istiadat dan segala bentuk kebutuhan hidup dan kehidupan sosial
masyarakat Besemah yang tertuang dalam undang-undang Simbur Caye.

Jurai Tue adalah pemimpin kelompok kecil masyarakt Besemah yang disebut kedatuan.
Kedatuan-kedatuan inilah yang memilih pimpinan yang lebih tinggi yang lazim disebut puyang.
Puyang berasal dari bahasa Empu dan Hiyang, Empu beratri orang uang sangat mumpuni dalam
kehidupan bermasyarakat dan Hiyang artinya orang yang paling dituakan sesuai dengan
kemampuanya.

Fungsi dan kerja puyang adalah yang dituturkan dalam pangkal guritan sejarah Besemah
antara lain Puyang Ngawak Raje Nyawe nginaukah jagat besemah, kalau dianalisa dari gelar
yang disandangnya mempunyai kemampuan spiritual yang sangat tinggi untuk melakukan
pengawasan secara spiritual terhadap kedatuan-kedatuan yang ada dijagat besemah, secara
batiniah dan lahiriah orang yang mempunyai kemampuan spiritual yang sangat tinggilah yang
bisa mendapatkan gelar Ngawak Raje Nyawe.

Gelar (julukan) yang diberikan pada orang-orang tertentu sesuai dengan kapasitas dan
integritas serta kemampuan orang itu sendiri, kalau dilihat dan dianalisa gelar raje nyawe maka
perdaban budaya besemah dipimpin oleh orang-orang suci lahir dan batin yang sangat religius.

Berdasarkan penelusuran terdapat benang merah kesejarahan besemah sebelum zaman


Lampik Empat Merdike Due tentang pengangkatan puyang tige serangkai oleh Puyang Ngawak
Raje Nyawe pada zaman Diwe-diwe. Diwe-diwe yang dimaksud adalah tokoh masyarakat
sekaligus pemimpin yang mana Jagat Besemah pada waktu itu masih mempunyai nama Ghimbe
Legun Dalam.

Pengangkatan Puyang yang pertama ialah Suke Milong yang memiliki simbol-simbol filosofi
yang menyatakan dirinya dari Mendale Bulan dan Suke Milong yang diberi gelar dan jabatan
oleh Ngawak Raje Nyawe sebagai Diwe Gumai yang mengatur kehidupan sosial masyarakat
Gumai pada waktu itu. Pengangkatan kedua Puyang Serunting Sakti yang menyatakan dirinya
berasal dari berumbung matahari dan diberi jabatan tugas serta gelar sebagai Diwe Semidang.
Sedangkan pengangkatan ketiga Puyang Atung Bungsu yang brasal dari Tanjung Melake Atung
Bungsu diberi glar dan jabatan yang lebih luas dan lebih tinggi yang memegang Diwe Diwe
sebelumnya yaitu Diwe Gumai dan Diwe Semidang atau disebut Diwe Tige. Diwe Tige yang
dimaksud ialah membawahi Diwe Gumai, Diwe Semidang dan Diwe Besemah itu sendiri.

Atung Bungsu menurut Bahasa Besemah yaitu Atung yaitu sebutan dari anak laki-laki yang
sangat disyang oleh orang tuanya dan Bungsu ialah anak yang terakhir. Jadi Atung Bungsu
adalah sebutan untuk putra mahkota atau Pangeran Mude. Sedangkan menurut penuturan Puyang
Atung Bungsu yang berasal dari Tanjung Melake dapat disimpulkan bahwa masyarakat Besemah
berasal dari Etnis Melayu (Melayu Tua). Peradaban budaya Besemah tersebar sampai ujung
Sumatera bagian selatan dan Sumatera bagian tengah hal ini dibuktikan dengan adanya kesamaan
perilaku dan budaya diantaranya budaya aksara huruf ulu/ huruf melayu kuno. Perilaku inilah
yang menunjukkan penyebaran masyarakat dibumi nusantara raya yang disebut Besemah Sekali
Nuduh.

Besemah Sekali Nuduh ialah wilayah kekuasaan yang ditimbulkan oleh peradaban budaya
yang sama antara lain budaya bahasa yang sama, sejarah yang sama dan aksara yang sama.
Menurut pangkal guritan sejarah Besemah yang menuturkan Palembang masih pancur bawang
Besemah lak ngantam lah. Palembang pada masa itu masih sebuah sungai didalam hutan
belantara yang belum berpenghuni. Bukti-bukti ini bisa diperkuat setelah kita mempelajari situasi
dan kondisi pada zaman lampau serta geografis alam yang mana pada waktu itu arus transportasi
masih didominasi oleh angkutan air sedangkan pemukiman Besemah semuanya ada di Hulu
Sungai Batanghari sampai sekarang. Palembang dapat diartikan Palembangan ialah Belimbang
atau tempat orang lalau lalang untuk mengadakan pertemuan orang banyak yang berasal dari
semua arah atau tempat yaitu dari tempat pertemuan anak sungai dari Batang Hari Sembilan.
Setelah pinggiran Sungai Musi menjadi tempat pertemuan orang-orang dari hulu sungai
pinggiran sungai musi menjadi pusat perdagangan dan menjadi bandar besar dan pertemuan
orang pada waktu itu yang dipimpin oleh sesepuh sriwijaya yang disebut Dampu Tahyang dan
berkembang menjadi kerajaan dan dikenal Kerajaan Sriwijaya.

Sebutan Kerajaan Sriwijaya terpengaruh oleh Hindu di tanah jawa yang dibawa oleh
Syailendra yang mempersunting Rakai Pikatan adik dari Mahesa Bala Putra Dewa anak dari
Samara Tungga pada abad ke-6 generasi penerus dari Dampu Tahyang. Seblum Sriwijaya
berkembang menjadi sebuah kerajaan peradaban budaya Besemah telah menjadi pedoman pokok
yang menjadi prinsip kehidupan sosial masyarakat pada zaman Sake yang dikenal dengan Sake
Lime. Sake Lime diartikan sebagai kayu penopang sebuah bangunan atau 5 orang pemimpin
yang disebut Puyang. Sake tersebuat ialah gelar pada orang-orang tertentu yang mempunyai
hubungan tentang kepemimpinan peradaban budaya pada waktu sebelum Sriwijaya antara lain :

- Sake sepadi
- Sake semanung
- Sake seketi
- Sake seratud putus
- Sake seribu

Menurut penuturan pangkal guritan sejarah besemah dari awal penuturan menyebutkan
Senambun Tue (Semambute) yang ditulis di Buluh Seghuas yang bertuliskan aksara melayu,
tulisanya menyebutkan bahwa senambun tue berasal dari negeri atas angin (Pirsia). Senambun
Tue inilah yang dimaksud oleh Dampu Tahyang yang penyebar peradaban budaya besemah yang
pertama dan diteruskan penyebarannya pada zaman sake lime.

Anda mungkin juga menyukai