Anda di halaman 1dari 27

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 2
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ............................................................................. 3
D. Manfaat Penulisan ........................................................................... 3
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Referensi Ahli Mengenai Sejarah Masuknya Islam di Indonesia ... 4
B. Referensi Ahli Mengenai Beberapa Teori Kedatangan Islam di
Indonesia ......................................................................................... 6
C. Referensi Ahli Mengenai Cara-cara Masuknya Islam di Indonesia 9
D. Referensi Ahli Mengenai Faktor Pendukung Islam Cepat
Berkembang di Indonesia ................................................................ 12
BAB III : PEMBAHASAN
A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia ............................................ 14
B. Beberapa Teori Kedatangan Islam di Indonesia ............................. 14
C. Cara-cara Masuknya Islam di Indonesia ......................................... 15
D. Faktor Pendukung Islam Cepat Berkembang di Indonesia ............. 15
E. Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia ............................................ 16
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 25
B. Saran Tindak Lanjut ........................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 27

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal
sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak
awal masehi terdapat rute-rute pelayaran dan perdagangan antara
kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
Wilayah barat nusantara dan sekitar selat malaka sejak masa kuno
merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil
bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang dan menjadi daerah
lintasan penting antara Cina dan India.
Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku
dipasarkan di Jawad an Sumatra antara abad ke-1 dan abad ke-7 masehi
sering disinggahi pedagang asing seperti Aceh, Barus, Palembang di
Sumatra serta Sunda Kelapa, Gresik di Pulau Jawa.
Bersamaan dengan hal itu, datang pula para pedagang yang berasal
dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang
dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam.
Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia bersamaan dengan
kehadiran para pedagang Arab tersebut meskipun belum tersebar secara
luas ke seluruh wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, kami tertarik untuk menguak sejarah masuknya
Islam di Indonesia, lengkap dengan bukti-bukti serta kerajaan Islam yang
ada di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam tulisan ini, antara lain:
1. Bagaimana sejarah masuknya Islam di Indonesia?.
2. Bagaimana cara penyebaran Islam di Indonesia?.
3. Teori apa saja yang mendukung Islam telah berada di Indonesia?.

2
4. Kerajaan Islam apa saja yang telah ada di Indonesia?.

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, antara lain:
1. Untuk Memenuhi tugas mata kuliah Studi Islam Indonesia.
2. Untuk menguak sejarah masuknya Islam di Indonesia.
3. Untuk mengetahui cara apa saja yang digunakan orang terdahulu untuk
menyebarkan agama Islam.
4. Untuk mengetahui dan menjelaskan teori-teori yang mendukung Islam
telah berada di Indonesia sejak dahulu.
5. Untuk mengetahui kerajaan-kerajaan Islam yang berada di Indonesia.

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini, antara lain:
1. Pembaca dapat mengetahui sejarah masuknya Islam di Indonesia.
2. Dapat mengetahui cara penyebaran agama Islam di Indonesia.
3. Dapat mengetahui teori-teori yang mendukung Islam telah berada di
Indonesia.
4. Serta dapat mengetahui kerajaan-kerajaan Islam yang ada di Indonesia.

3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Referensi Ahli Mengenai Sejarah Masuknya Islam di Indonesia


Hingga saat ini, sulit untuk memastikan bagaimana sesungguhnya
proses kedatangan Islam ke Indonesia. Meskipun demikian, berdasarkan
sumber-sumber sejarah yang ditemukan, kita dapat melacak proses
kedatangan Islam di Indonesia.
Masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia
memunculkan banyak pendapat yang berbeda-beda bahkan bertentangan.
Pertentangan pendapat tersebut sangat terlihat ketika para ahli berbicara
tentang kapan sebenarnya agama Islam masuk ke Indonesia. Begitu pula
mengenai saluran-saluran komunikasi yang digunakan sehingga
memungkinkan agama ini diterima secara luas oleh penduduk Nusantara.
Wismulyani (2008) menyebutkan bahwasannya jauh sebelum Nabi
Muhammad saw menerima wahyu telah terjadi kontak antara para
pedagang Cina, Nusantara, dan Arab. Berikut ini pendapat beberapa ahli
mengenai hubungan Indonesia dengan pedagang-pedagang Cina dan Arab
pra-Islam
1. Pendapat Peter Bellwood
Peter Bellwood merupakan seorang ahli arkeologi dari Australia
National University. Bellwood menemukan bukti bahwa sebelum abad
V Masehi, yang berarti Nabi Muhammad saw belum lahir, beberapa
jalur perdagangan utama telah berkembang menghubungkan
kepulauan Nusantara dengan Cina. Temuan beberapa tembikar Cina
serta benda-benda perunggu dari zaman Dinasti Han dan zama-zaman
sesudahnya di selatan Sumatra dan di Jawa Timur membuktikan hal
ini.
Dalam catatan kakinya Bellwood menulis, “Museum Nasional di
Jakarta memiliki beberapa bejana keramik dari beberapa situs di
Sumatra Utara. Selain itu, banyak barang perunggu Cina yang yang

4
beberapa diantaranya mungkin bertarikh akhir masa Dinasti Zhou
(sebelum 221 SM), berada dalam koleksi pribadi di London. Benda-
benda ini dilaporkan berasal dari kuburan di Lumajang, Jawa Timur,
yang sudah sering dijarah…” sebelum tahun 221 SM, para pedagang
pribumi diketahui telah melakukan hubungan dagang dengan para
pedagang dari Cina.
2. Pendapat G.R. Tibbets
G.R. Tibbets merupakan seorang sejarawan yang tekun meniliti
hubungan perniagaan yang terjadi pada zaman pra-Islam. Tibbets
menemukan bukti-bukti adanya kontak dagang antara negeri Arab
dengan Nusantara pada saat itu. “Keadaan ini terjadi karena kepulauan
Nusantara telah menjadi tempat persinggahan kapal-kapal pedagang
Arab yang berlayar ke negeri Cina sejak abad V masehi,” Tulis
Tibbets. Jadi peta perdagangan selatan pada saat itu adalah Arab-
Nusantara-Cina.
3. Berita Cina dan Pendapat HAMKA
Sebuah dokumen kuno asal Cina menyebutkan bahwa sekitar tahun
625 M, yaitu 15 tahun setelah Rasulullah saw. Menerima wahyu
pertama, di pesisir pantai Sumatra sudah ditemukan sebuah
perkampungan Arab yang masih berada dalam kekuasaan wilayah
kerajaan Sriwijaya. Di perkampungan-perkampungan ini, orang-orang
Arab bermukim dan telah melakukan asimilasi dengan penduduk
pribumi dengan jalan menikahi perempuan-perempuan local secara
damai.
Temuan itu diperkuat oleh Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim
Amrullah (HAMKA) yang menyebutkan bahwa seorang pencatat
sejarah Cina yang mengembara pada tahun 674 M telah menemukan
satu kelompok bangsa Arab yang membuat kampung dan berdiam di
pesisir barat Sumatra. Ini sebabnya, HAMKA menulis bahwa
penemuan tersebut telah mengubah pandangan orang tentang
masuknya agama Islam di Indonesia. HAMKA juga menambahkan

5
bahwa temuan ini telah diyakini kebenarannya oleh para pencatat
sejarah dunia Islam di Princetown University di Amerika.
Dalam kitab sejarah Cina yang berjudul Chiu T’hang Shu,
disebutkan bahwa tahun 651 M/ 31 H, Cina pernah mendapat
kunjungan diplomatic dari orang-orang Ta Shih (sebutan untuk orang
Arab). Empat tahung kemudian, dinasti yang sama juga kedatangan
duta dari Arab.
Biasanya, para pengembara Arab tidak hanya berlayar sampai di
Cina saja, tetapi terus menjelajah sampai di Timur, termasuk
Indonesia. Jauh sebelum penjajah Eropa mempunyai kemampuan
mengarungi dunia, pelayar-pelayar dari Arab telah terlebih dahulu
mampu melayari rute dengan intensitas yang cukup padat. Hal ini bisa
dilacak dari catatan para peziarah Buddha Cina yang kerap kali
menampung kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak abad
VII untuk pergi ke India. Bahkan, pada era yang lebih belakangan,
pengembara Arab yang masyhur, Ibnu Bathutah mencatat
perjalanannya ke beberapa wilayah Nusantara. Namun sayangnya,
tidak dijelaskan daerah mana saja yang pernah ia kunjungi.

B. Referensi Ahli Mengenai Beberapa Teori Kedatangan Islam di


Indonesia
Masuk dan berkembang pesatnya agama Islam di Indonesia
memunculkan pendapat yang berbeda-beda bahkan saling bertentangan,
khususnya tentang dari mana agama Islam datang dan siapa yang
membawanya masuk. Begitu pula mengenai saluran-saluran komunikasi
yang digunakan sehingga memungkinkan agama Islam diterima secara
luas oleh masyarakat Indonesia dalam waktu yang relatif singkat.
Mengenai masalah tersebut, Sudirman, A (2014) menyebutkan
bahwa setidaknya terdapat empat teori yang memiliki pendapat yang
berbeda mengenai dari mana Islam masuk ke Indonesia. Keempat teori
tersebut adalah:

6
1. Teori Mekah
Menurut HAMKA (1958) saat berorasi pada Dies natalis PTIN di
Yogyakarta berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung
dari Mekah atau Arab sekitar abad ke- 7M / 1H. Adapun
argumentasinya adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab.
Menurut HAMKA, motivasi awal kedatangan orang Arab tidak
dilandasi oleh nilai-nilai ekonomi melainkan murni motivasi spirit
penyebaran agama Islam. Dalam pandangannya, jalur perdagangan
antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh
masehi.
Teori HAMKA ini sejalan dengan teorinya A. H. Johns yang
berpendapat bahwa para musafir Arablah (para sufi) yang mula-mula
menyebarkan agama Islam di Nusantara. Adapun pendapat para
orientalis Barat tentang Islam disebarkan oleh orang-orang Gujarat
untuk mengaburkan dan merenggangkan hubungan rohani Arab-
Melayu tentang penyebaran sumber ajaran Islam.
Senada dengan pernyataan tersebut, Wismulyani (2008)
menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dari Mekah
atau Madinah pada awal abad VII atau pada awal tahun hijriyyah,
bahkan ketika Nabi saw masih hidup dan dilanjutkan pada masa
Khulafaur Rasyidin memerintah.
Sejarawan Islam bernama Ahmad Mansyur Suryanegara
mengemukakan bahwa ketika Nabi Muhammad saw masih hidup
sebenarnya telah terjalin hubungan perdagangan antara pedagang dari
Arab dan pedagang dari Indonesia.
2. Teori Gujarat
Pencetus teori ini adalah J. Pijnapel yang diikuti Snouck Hurgronje
dan dikembangkan J. P Moqueta. Pijnapel berpendapat bahwa
meskipun orang-orang Arab yang bermadzhab Syafi’i telah bermukim
di Gujarat (India Barat) dan Malabar, namun yang menyebarkan Islam

7
ke bagian timur termasuk Indonesia adalah pedagang-pedagang
muslim Gujarat pada abad ke-7 H/ 13 M.
Snouck Hurgronje menilai bahwa para pedagang Gujaratlah yang
terlebih dahulu menjalin hubungan perdagangan dengan orang-orang
di Indonesia, baru datanglah orang-orang Arab yang bergelar Sayyid,
Syarif untuk menyebarkan Islam di Indonesia.
Pendapat Moqueta (1912), menguatkan teori Gujarat, dimana Islam
datang dari Gujarat berdasarkan temuan batu nisan Sultan Malik as-
Shaleh pada 831 H/ 1297 M di Pasai dekat Aceh dan batu nisan
Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun 1419 M di Gresik
sama-sama memiliki kemiripan dengan batu nisan yang dipakai orang-
orang Kambay Gujarat, disamping itu juga sama-sama bermadzhab
Syafi’i.
Sucipto Wiryosuparto menguatkan teori ini dengan menyebutkan
bahwa proses islamisasi mengikuti jalur perdagangan rempah-rempah
yang berpusat di India.
Sementara itu, Wismulyani (2008) menyebutkan bahwa dalam
perkembangannya, teori Gujarat banyak dibantah para ahli karena
Gujarat dan bandar-bandar lain di India hanyalah tempat persinggahan,
sebelum para pedagang Arab tersebut melanjutkan perjalanan ke Asia
Tenggara atau Asia Timur.
3. Teori Persia (Iran)
Teori ini digagas oleh Hoesein Djajadiningrat seorang sejarawan
dari Banten. Housein berpendapat bahwa ada kesamaan budaya dan
tradisi yang berkembang antara masyarakat Persia dan Indonesia
dalam hal memperingati 10 Muharram (Assyura) seperti tradisi Tabut
di Pariaman, Sumatera Barat. Kesamaan paham ajaran Syaikh Siti
Jenar dengan ajaran sufi Al-Hallaj dari Persia serta kesamaan madzhab
Syafi’i yang dipergunakan menguatkan teori ini bahwa Islam
disebarkan oleh orang-orang Persia (Iran) pada abad XIII.

8
Lebih lanjut Oemar Amin Hoesin dalam buku “Jejak Islam di
Nusantara” mengemukakan bukti-bukti masuknya Islam ke Indonesia
berasal dari Persia, sebagai berikut:
a. Di Persia terdapat suku Leran. Kemungkinan berasal dari Jawa.
Hal ini didukung dengan adanya Kampung Leran yang letaknya
di Gresik, Jawa Timur.
b. Terdapat suku Jawi di Persia. Suku ini mengajarkan huruf Arab di
Jawa, yang kemudian dikenal dengan istilah Arab Pegon.
4. Teori Cina (Tiongkok)
Sumanto al-Qurtuby menyatakan bahwa menurut kronik, Dinasti
Tang (618-960 M) di daerah Kanton, Zhang-Zhao, Quanzhou dan
pesisir Cina bagian Selatan telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.
Sedangkan hubungan perdagangan para perantau Cina dengan orang-
orang di Indonesia khususnya Jawa sudah terbangun jauh sebelum
Islam dikenal di Indonesia.
Teori Cina ini diperkuat lagi oleh argumentasi yang didasarkan
oleh sumber lokal (babad dan hikayat) bahwa Raja Islam pertama di
Jawa yang bernama Raden Fatah (Pangeran Jin-bun) adalah keturunan
Cina hasil perkawinanan Raja Majapahit Prabu Brawijaya V dengan
Putri Campa (Cina Selatan/Vietnam). Teori ini dikuatkan lagi
banyaknya arsitektur Tiongkok yang menghiasi masjid-masjid kuno
yang didirikan di wilayah pemukiman Cina di Jawa.

C. Referensi Ahli Mengenai Cara-cara Masuknya Islam di Indonesia


Islam masuk di Indonesia dibawa oleh pedagang asing yang
singgah di Indonesia sehingga bisa disimpulkan masuknya islam di
Indonesia dilakukan dengan cara damai atau tanpa ada penumpahan darah.
Menurut Uka Tjandrasasmita bahwa masuknya Islam di Indonesia
dilakukan enam saluran yaitu:

9
1. Saluran Perdagangan
Masuknya pedagang-pedagang asing di kepulauan Indonesia
seperti Arab, Cina, Persia, dan India merupakan awal mula masuknya
islam di Indonesia yaitu bermula dari bermukimnya para pedagang
asing di pesisir Jawa yang penduduknya masih kafir. Hingga akhirnya
mereka mampu mendirikan masjid-masjid dan pemukiman-
pemukiman muslim.
2. Saluran Perkawinan
Dilihat dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status
sosial lebih baik daripada pribumi Indonesia sendiri, sehingga tidak
sedikit penduduk pribumi yang tertarik dengan para pedagang muslim
tersebut khususnya putri-putri raja dan bangsawan. Proses islamisasi
ini dilakukan sebelum adanya pernikahan yang kemudian dilanjutkan
dengan proses pernikahan sampai pada akhirnya mereka mempunyai
keturunan dan mampu membuat daerah-daerah atau bahkan kerajaan-
kerajaan islam.
Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi antara
saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan adipati,
karena bangsawan, raja, dan adipati dapat mempercepat proses
masuknya islam di Indonesia.
Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan Ampel
dengan Nyai Manila. Sunan Gunung Jati dengan Putri Kaunganten.
Brawijaya dengan Putri Campa yang menurunkan Raden Fatah (raja
pertama Demak).
3. Saluran Tasawuf
Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi
yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia. Mereka mempunyai kemampuan dan kekuatan-
kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga yang mengawini
putri-putri bangsawan setempat dengan ilmu tasawufnya mereka
mengajarkan islam kepada pribumi yang mempunyai persamaan

10
dengan alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama hindu,
sehingga agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Diantara
ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung
persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra islam itu adalah Hamzah
Fansuri di Aceh, Syekh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa.
Ajaran mistik seperti ini masih berkembang di Indonesia di abad ke-19
M bahkan di abad ke-20 M ini.
4. Saluran Pondok Pesantren
Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik pesantren
maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-kiai
dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama, guru
agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari
pesantren, mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian
mereka berdakwah ke tempat tertentu mengajarkan islam. Misalnya,
pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta
Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pesantren Giri ini banyak
yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama islam.
5. Saluran Kesenian
Saluran islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah
pertunjukan wayang. Dikatakan, sunan kalijaga adalah tokoh yang
paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta
upah pertunjukkan, tetapi ia meminta para penonton untuk
mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita
wayang masih dipetik dari cerita mahabarata dan Ramayana, tetapi di
dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan islam.
Kesenian-kesenian lain juga dijadikan alat islamisasi, seperti sastra
(hikayat, babad, dan sebagainya), seni bangunan dan seni ukir.
6. Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk islam
setelah rajanya memeluk islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja
sangat membantu tersebarnya islam di daerah ini. Disamping itu, baik

11
di Sumatera dan Jawa maupun Indonesia bagian timur, demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-
kerajaan non-islam. Kemenangan kerajaan islam secara politis banyak
menarik penduduk kerajaan bukan islam itu masuk islam.

Sementara itu, Wismulyani (2008) mengemukakan bahwasanya


secara garis besar, penyebaran Islam ke Indonesia melalui lima cara, yaitu:
1) melalui kegiatan perdagangan. 2) melalui perkawinan. 3) melalui cara
politis. 4) melalui media pendidikan. Dan 5) melalui media kesenian.

D. Referensi Ahli Mengenai Faktor Pendukung Islam Cepat


Berkembang di Indonesia
Ada beberapa hal yang menyebabkan agama Islam terus
berkembang pesat di Indonesia diantaranya sebagai berikut:
1. Islam diajarkan dengan cara damai, sederhana, mudah dimengerti dan
simpatik membuat penduduk setempat tertarik untuk mempelajari dan
memeluk agama islam.
2. Adanya perkawinan antara pedagang Arab, Persia dan Gujarat dengan
penduduk Indonesia dan petinggi karajaan membuat semakin akrab
dan memudahkan dakwah islam di tengah keluarga dan masyarakat.
3. Gigih dan ikhlasnya para pendakwah/mubaligh dalam menyebarkan
agama islam serta mengajar di Pondok Pesantren.
4. Adanya muatan campuran kebudayaan setempat dengan nilai Islam
seperti Wayang kulit, seni bangunan Menara yang menyerupai Candi,
Seni Suara/lagu sehingga membuat ajaran Islam semakin disukai dan
mudah masuk di hati masyarakat setempat saat itu.
5. Syarat masuk Islam yang mudah yaitu hanya dengan mengucapkan
Syahadatain, tidak mengenal kasta, upacara keagamaan yang cukup
sederhana dan tidak memerlukan banyak biaya ditambah semakin
menyurutnya pamor kerajaan Sriwijaya (Budha) dan Kerajaan
Majapahit (Hindu) membuat Islam semakin tersebar luas di tengah
masyarakat.
12
Penyebaran Islam dengan cara damai, simpatik dan adaptif dengan
budaya lokal telah membuat Islam semakin berkembang luas dan pada
akhirnya memberi warna pengaruh terhadap kebudayaan lokal diberbagai
bidang kehidupan.

13
BAB III
PEMBAHASAN

A. Sejarah Masuknya Islam di Indonesia


Dari berbagai pendapat mengenai tahun masuknya Islam di
Indonesia, agaknya abad yang paling diterima oleh berbagai sumber,
khususnya dari sumber-sumber Islam, adalah pada abad ke-13. Meskipun
kemungkinan sebelumnya pedagang-pedagang Arab sudah lama masuk ke
Indonesia, namun tampaknya perkembangan islamisasi yang nyata di
Indonesia terjadi sejak abad ke-13. Pernyataan yang mengukuhkan
masuknya Islam di Indonesia abad ke-13, yaitu: “pada abad ke-13, suatu
agama lain mulai memasuki Indonesia melalui jalur perdagangan. Enam
ratus tahun sebelumnya, Islam telah merebut Arabia, Mesir, dan Persia.
Pedagang-pedagang di wilayah itu memeluk agama yang baru itu dan
membawanya ke pelabuhan-pelabuhan di India Barat, khususnya Cambay,
di Gujarat. Islam mulai tersebar di sana sejak abad ke-9, dan berkuasa pada
abad ke-13. Dari Gujarat, saudagar-saudagar yang beragama Islam mulai
menyebarkan agama itu di Indonesia pula. Penyiaran Islam di Indonesia
mulai di kota-kota pelabuhan dan mengikuti jalur-jalur perdagangan.
Pedagang-pedagang Islam yang menetap di salah satu tempat, akan kawin
dengan putri-putri bangsawan setempat. Dengan demikian, agama Islam
tersebar secara damai, melalui hubungan perdagangan dan kekeluargaan.
Tetapi raja-raja yang sudah masuk Islam sering juga menyebarkan agama
mereka yang baru sekaligus memperluas wilayah pengaruh mereka dengan
menyerang tetangganya yang kafir.

B. Teori Masuknya Islam di Indonesia


Dari beragam teori yang telah disebutkan di depan, para ahli
menafsirkan nahwa agama dan kebudayaan Islam diperkirakan masuk ke
Indonesia sekitar abad VII Masehi, yaitu pada masa kekuasaan kerajaan
Sriwijaya. Berdasarkan bukti-bukti yang ada, para ahli selanjutnya

14
membuat kesimpulan bahwa agama Islam telah masuk ke Indonesia pada
abad VII Masehi dibawa oleh para pedagang Arab, Persia, dan India seta
berkembang secara nyata sekitar abad XIII Masehi.

C. Cara-cara Masuknya Islam di Indonesia


Islam adalah agama yang cinta damai. Oleh karena itu,
penyebarannya pun dengan cara damai dan menghindari jalan kekerasan.
Dengan demikian, pandangan bahwa Islam disebarkan melalui pedang dan
perang adalah tidak benar adanya.
Secara garis besar, berdasarkan pemaparan di depan, Islam masuk
di Indonesia melalui berbagai macam cara, diantaranya:
1. Melalui kegiatan perdagangan,
2. Melalui jalur perkawinan,
3. Melalui cara politis,
4. Melalui media pendidikan, dan
5. Melalui media kesenian.

D. Faktor Pendukung Islam Cepat Berkembang di Indonesia


Daya tarik Islam yang menyebabkan penduduk Nusantara
memeluk agama Islam antara lain kehidupan para pemeluk agama Islam
periode awal terdiri atas para pedagang yang kaya, makmur, dan terpelajar.
Dengan memeluk agama Islam, penduduk pribumi berpeluang
meningkatkan taraf hidup dan status social mereka. Misalnya, dapat
berpartisipasi dalam kegiatan perdagangan, serta dapat memasukkan anak-
anak mereka ke lembaga pendidikan yang didirikan bagi komunitas
muslim. Melalui cara tersebut, penduduk pribumi merasa menjadi bagian
dari masyarakat muslim dan naik derajatnya.
Setelah agama Islam berkembang pesat di Indonesia, segera agama
Islam memperlihatkan watak dan wajah kebudayaannya yang berbeda dari
agama sebelumnya, yaitu Hindu dan Buddha. Perbedaan yang mencolok
antara lain:

15
1. Dalam Islam hanya ada teks suci tunggal yang utuh sehingga tidak
membingungkan penganutnya yang pemahaman agamanya masih
awam.
2. Ajaran ketuhanan dan sistem peribadatan Islam lebih sederhana dan
jelas, serta mudah dipahami. Serta
3. Islam tidak mengenal adanya sistem kasta. Tidak adanya kasta
mendorong penduduk kepulauan Nusantara cepat tertarik pada agama
Islam.

E. Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia


Penyebaran agama dan kebudayaan Islam di Indonesia
memunculkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam. Berikut ini uraian tentang
perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia:
1. Kerajaan Samudera Pasai
Menurut para sarjana barat seperti Snouck Hurgroje, J.P. Moquette,
dan J.L. Moens, Samudera Pasai berdiri pada pertengahan abad ke-13.
Pendirinya adalah Nazimudin al Kamil dari Mesir. Penguasa pertama
kerajaan ini adalah Marah Silu dengan gelar Sultan Malik as Saleh.
a) Aspek Politik
Pada masa Sultan Malik al Saleh, Kerajaan Samudera Pasai
sudah memiliki struktur pemerintahan dan angkatan perang laut
yang rapi. Kerajaan mengalami kemakmuran, terutama setelah
rajanya meninggal pada tahun 1297 dan digantikan oleh Malik al
Zahir (1297-1302). Ia sering mendapat sebutan Sultan Muhammad.
Pada masa pemerintahannya, tidak banyak yang dilakukan.
Kemudian tahta digantikan oleh Ahmad yang bergelar Al Malik az
Zahir II. Pada masanya, Samudera Pasai dikunjungi oleh Ibnu
Batutah, seorang utusan dari Delhi yang sedang mengadakan
perjalanan ke Cina dan singgah di sana. Menurut Ibnu Batuta,
Samudera Pasai memiliki armada dagang yang sangat kuat.
Baginda raja yang bermadzab Syafi’i sangat kuat imannya

16
sehingga berusaha menjadikan Samudera Pasai sebagai pusat
agama Islam yang bermadzab Syafi’i.
b) Aspek Ekonomi dan Sosial
Samudera Pasai memanfaatkan Selat Malaka yang
menghubungkan Samudera Pasai juga menyiapkan bandar-bandar
dagang yang digunakan untuk menambah perbekalan untuk
berlayar selanjutnya, mengurus masalah perkapalan,
mengumpulkan barang dagangan yang akan dikirim ke luar negeri,
dan menyimpan barang dagangan sebelum diantar ke beberapa
daerah di Indonesia.
Pada abad ke-14, Samudera Pasai menjadi pusat studi Islam
dan tempat berkumpulnya ulama. Penduduk yang beragama Islam
juga berperan aktif menyebarkan agama Islam. Selain para ulama
dan pedagang Samudera Pasai. Di daerah pedalaman,
masyarakatnya masih mempertahankan kepercayaan lama.
Meskipun demikian, masyarakat penganut Islam bersikap toleransi.
2. Kerajaan Aceh
Dengan jatuhnya kerajaan Malaka ke tangan Portugis, maka pusat
perdagangan bergeser ke Bandar Aceh. Aceh pada awalnya termasuk
dalam wilayah kekuasaan Pedir, tetapi akhirnya dapat melepaskan diri.
Aceh berdiri sebagai kerajaan pada abad ke-16 yang berpusat di Kota
Raja (Banda Aceh). Raja pertama Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali
Mughayat Syah.
a) Aspek Politik
Sebagai bandar perdagangan baru yang ramai dikunjungi
pedagang asing, kedudukan Aceh sering mendapat ancaman dari
Portugis, bahkan oleh Belanda. Dalam hal ini, Aceh menjalin kerja
sama dengan Demak. Aceh pernah berusaha mengusir Portugis
dari Malaka dengan bantuan kerajaan Demak, namun usahanya
belum berhasil. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda,
Aceh mencapai masa kejayaan. Perdagangan di Aceh maju pesat

17
dan armada lautnya kuat. Kekuasaan Aceh meliputi lebih dari
separuh wilayah Sumatera, yaitu terbentang sampai daerah
Bengkulu di pantai barat dan daerah Kampar di pantai timur,
bahkan pengaruhnya sampai ke Johor dan Malaka.
Pengganti Sultan Iskandar Muda setelah beliau wafat, yaitu
putranya yang bernama Sultan Iskandar Tani. Pada masa
pemerintahannya, pemerintahan tidak berjalan dengan baik
sehingga banyak vasal yang mulai kurang loyal terhadap Kerajaan
Aceh. Sepeninggal Sultan Iskandar Tani, Aceh mengalami
kemunduran.
b) Aspek ekonomi
Sumber pemasukkan utama Kerajaan Aceh adalah lada dan
emas ynag dihasilakn oleh daerah taklukannya seperti Pedir. Mata
pencaharian utama penduduknya adalah berdagang. Selain
berdagang, rakyat Aceh juga menggantungkan diri pada sektor
kelautan dan pertanian.
c) Aspek Sosial dan Budaya
Untuk megatur sistem kenegaraan Kerajaan Aceh, pada
masa Sultan Iskandar Muda disusun Hukum Adat Makuta Alam.
Sultan Iskandar Muda menanamkan jiwa keagamaan pada
masyarakat Aceh yang mengandung jiwa merdeka, persatuan dan
kesatuan, serta semangat berjuang anti penjajahan. Jadi tidak heran
jika bangsa-bangsa Barat sulit menembus pertahanan Aceh.
Dalam bidang kesusastraaan, pada masa Sultan Iskandar
Tani muncul beberapa sastrawan seperti Nuruddin ar Raniri dan
Hamzah Fansuri. Salah satu karya Hamzah Fansuri yang terkenal
adalah syair burung pingai.
3. Kerajaan Demak
Berdirinya Kerajaan Demak tidak terlepas dari melemahnya
pemerintahan Kerajaan Mahapahit atas daerah-daerah pesisir utara

18
Jawa. Demak kemudian melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Para Wali Sanga menobatkan Raden Patah sebagai raja di Demak.
Setelah Raden Patah wafat, putranya yang bernama Pati Unus
menggantikan tahta. Pati Unus dijuluki Pangeran Sabrang Lor karena
pernah memimpin penyerangan terhadap Portugis di Malaka (daerah
utara). Namun sayangnya penyerangan tersebut belum berhasil. Pati
Unus memerintah tidak lama, beliau wafat sehingga digantikan
adiknya bernama Raden Trenggono.
Pada masa pemerintahan Sultan Trenggono, Demak mencapai
puncak kejayaan. Demak memperluas kekuasaannya ke timur sampai
Singasari dan Pasuruan serta ke barat sampai Sunda Kelapa. Dalam
usaha menaklukan Pasuruan tahun 1546, Sultan Trenggono wafat.
Akibatnya terjadi perebutan kekuasaan antara Pangeran Sekar (adik
Sultan Trenggono) dan Pangeran Prawoto (anak Sultan Trenggono).
Kedua-duanya merasa berhak atas tahta Demak sehingga perselisihan
terjadi berlarut-larut. Pangeran Sekar terbunuh oleh Pangeran Prawoto,
sedangkan Pangeran Prawoto sendiri akhirnya juga terbunuh oleh Arya
Penangsang putra Pangeran Sekar. Kekacauan yang terjadi di Demak
akhirnya berakhir dengan tampilnya Jaka Tingkir, menantu Sultan
Trenggono. Jaka Tingkir berhasil membunuh Arya Penangsang dan
memindahkan pusat kekuasaan ke Pajang. Jaka Tingkir menjadi Sultan
Pajang dengan gelar Sultan Hadi Wijaya. Kerajaan tidak berumur
panjang karena putra Sultan Hadi Wijaya, yaitu Pangeran Benawa
tidak sanggup menggantikan tahta. Pada tahun 1586 kekuasaan
kerajaan diserahkannya kepada Sutawijaya, pusat kekuasaan
dipindahkan ke Mataram sehingga berdirilah kerajaan Mataram Islam.
a) Aspek Politik
Salah satu kebijakan politik Kerajaan Demak adalah
membendung kekuasaan Portugis di Jawa. Dengan jatuhnya
Malaka ke tangan Portugis tahun 1511, Portugis menjadi ancaman
bagi kekuasaan Demak di Jawa. Oleh karena itu, pada tahun 1513

19
Demak mengirimkan armadanya untuk menyerang Portugis di
Malaka dipimpin oleh Pati Unus.
b) Aspek Ekonomi
Kegiatan perekonomian yang utama dari Demak adalah
pertanian dengan menghasilkan bahan makanan berupa beras.
Sektor perdagangan dan kelautan semakin berkembang setelah
Demak berhasil menguasai beberapa pelabuhan penting.
c) Aspek Sosial dan Budaya
Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak
berdasarkan pada agama dan budaya Islam. Demak merupakan
pusat penyebaran Islam dan menjadi tempat berkumpulnya para
wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sultan Kudus, dan
Sultan Bonang. Di Masjid Demak, para wali, menyelenggarakan
musyawarah tentang keagamaan dan kemasyarakatan. Hal ini
menunjukkan bahwa musyawarah merupakan budaya bangsa
Indonesia sejak dahulu. Para wali juga menjadi penasihat bagi Raja
Demak. Hasil kebudayaan dari Kerajaan Demak yang terkenal dan
masih berdiri hingga sekarang adalah Masjid Agung Demak.
4. Kerajaan Mataram Islam
Kerajaan Mataram Islam merupakan kelanjutan dari Kerajaan
Demak dan Pajang. Kerajaan Mataram Islam didirikan oleh Sutawijaya
yang kemudian bergelar Panembahan Senopati.
a) Aspek Politik
Raja-raja yang memerintahkan Kerajaan Mataram setelah
Panembahan Senopati antara lain Mas Jolang (1601-1613) dan
Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645). Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, kerajaan Mataram Islam mencapai
kejayaan. Kemajuan Mataram tercapai dalam berbagai bidang dan
kekuasaannya telah meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa
Barat. Setelah Sultan Agung wafat, kedudukan digantikan oleh
Sunan Amangkurat I. Pada masa pemerintahannya, Mataram

20
menjalin hubungan erat dengan Belanda. Kesempatan ini
digunakan sebaik-baiknya oleh Belanda untuk mengekang
kekuasaan Mataram.
Setelah Amangkurat I meninggal, penggantinya adalah
Amangkurat II. Setelah Amangkurat II berkuasa, Mataram berada
di bawah kekuasaan Belanda sebagi imbalan untuk membantu
Amangkurat II berkuasa. Belanda juga berhasil memecah belah
Kerajaan Mataram menjadi kerajaan kecil. Dalam perjanjian
Giyanti tahun 1755, wilayah Mataram dibagi menjadi Kasultanan
Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Dengan campur tangan
Belanda, Kerajaan Mataram terpecah lagi menjadi empat pada
tahun 1757, yaitu Kasultanan Yogyakarta, Kasunanan Surakarta,
Pakualaman Yogyakarta, dan Mangkunegaran Surakarta.
b) Aspek Ekonomi
Mataram adalah kerajaan bercorak agraris. Hasil pertanian
yang utama adalah besar. Dalam perdagangan, raja memonopoli
perdagangan beras. Ciri kehidupan Kerjaan Mataram adalah sistem
feodal yang didasarkan atas sistem agraris. Para penjabat dan
bangsawan keraton diberi imbalan berupa tanah lungguh.
c) Aspek Budaya
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, terjadi perubahan
perhitungan tahun Hindu Jawa (Saka) menjadi tahun Islam
(Hijriah) sejak tahun 1633. Sultan Agung juga menyusun karya
sastra berjudul Sastra Gending dan menyusun kitab undang-undang
baru yang merupakan perpaduan dari hukum Islam dengan hukum
adat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.
5. Kerajaan Banten
Kerajaan Banten didirikan oleh seorang panglima Demak yang
bernama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Selain
menguasai Banten, Syarif Hidayatullah berhasil menguasai Sunda
Kelapa dan Cirebon. Syarif Hidayatullah kemudian memilih

21
memerintahkan di Cirebon, dan wilayah Banten diserahkan kepada
putranya yang bernama Hasanuddin. Sultan Hasanuddin
memerintahkan Banten dan berusaha melepaskan diri dari Demak
sehingga berkuasa dan berdaulat penuh. Sultan Hasanuddin dianggap
sebagai peletak dasar kekuasaan Banten.
a) Aspek Politik
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570),
Banten berkembang dan wilayah kekuasaannya meliputi Lampung,
Bengkulu, dan Palembang. Setelah Sultan Hasanuddin meninggal,
penggantinya adalah Maulana Yusuf. Pada masa pemerintahannya,
Banten berhasil menguasai Pajajaran. Pada tahun 1580, Maulana
Yusuf wafat dan yang menggantikan kedudukan putranya bernama
Maulana Muhammad. Pada waktu mengadakan serangan ke
Palembang, Maulana Muhammad. Pada waktu mengadakan
serangan ke Palembang, Maulana Muhammad wafat.
Pada tahun 1651, kerajaan Banten mencapai puncak
kejayaan di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa yang
bijaksana. Pada masa ini, Belanda tiba di Banten dengan tujuan
berdagang. Karena sikap Belanda yang kurang baik, Sultan Ageng
Tirtayasa bersikap keras terhadap Belanda. Menanggapi sikap
Sultan Ageng Tirtayasa, Belanda mendekati putra sultan yang
bernama Sultan Haji. Hasutan dan tipu muslihat Belanda akhirnya
membuat Sultan Haji bersikap memusuhi ayahandanya. Sultan Haji
bersekutu dengan VOC memusuhi ayahandanya dan merebut
kekuasaan, tapi akhirnya Banten justru menjadi boneka Belanda.
b) Aspek Ekonomi dan Sosial
Perekonomian Kerajaan Banten berkembang pesat
didukung oleh hasil buminya berupa lada dan pala. Banyak
pedagang asing dan Nusantara yang berdagang di Banten.
Dalam kehidupan sosial, masyarakat Banten dipegaruhi
oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut, tidak

22
terbatas dilingkungan ibu kota kerajaan, tetapi hingga ke
pedalaman.
6. Kerajaan Ternate
Kerajaan Ternate berdiri pada abad ke-13 di Maluku. Ibu kota
Kerjaan Ternate terletak di Sampalu, Pulau Ternate. Selain Kerajaan
Ternate, di Maluku juga telah berdiri Kerajaan Jaelolo, Tidore, Bacan,
dan Obi.
a) Aspek Politik
Berdasarkan sumber sejarah Portugis, Raja Maluku yang
mula-mula memeluk Islam adalah Raja Ternate bernama Sultan
Marhum. Sultan Marhum memerintahkan Ternate tahun 1465-
1485. Setelah meninggal, ia digantikan oleh putranya, Zainal
Abidin. Setelah itu, raja yang memerintah Ternate secara berturut-
turut adalah Sultan Sirullah, Sultan Hairun, dan Sultan Baabullah.
Pada masa Sultan Hairun, bangsa Barat mulai berdatangan
seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda. Namun, Portugis memaksa
monopoli perdagangan yang ditentang Ternate dan menyebabkan
terjadinya perang. Pada tahun 1575, Sultan Baabullah berhasil
mengusir Portugis dari Ternate.
b) Aspek Ekonomi dan Sosial
Kegiatan perdagangan dan pelatyaran berkembang pesat di
Ternate sehingga pada abad ke-15, Ternate menjadi kerajaan
penting di Maluku. Ramainya perdangangan memberikan
keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga
dapat membangun armada laut yang kuat.
c) Aspek Budaya
Hasil kebudayaan yang menonjol dari Kerjaan Ternate
adalah keahlian membuat kapal. Hal ini dapat dibuktikan pada saat
Raja Ternate ke-12 bernama Malomatinya (1350-1357) yang telah
bersahabat dengan orang Arab memberikan petunjuk tentang cara
membuat kapal. Selain itu, ketika terjadi perang antara Sultan

23
Baabullah dengan Portugis, Ternate mengirim lima buah kapal
kora-kora untuk menghancurkan armada Portugis.
7. Kerajaan Tidore
Kerajaan Tidore berdiri pada sekitar abad ke-13. Kerajaan Tidore
terletak di sebelah selatan Ternate.
a) Aspek Politik
Kerajaan Ternate membentuk persekutuan dengan sebutan
Uli Lima yang terdiri dari Ambon, Bacan, Obi, dan Seram.
Kerajaan Tidore juga membentuk persekutuan dengan sebutan Uli
Siwa. Pada awalnya Kerajaan Ternate dan Tidore hidup
berdampingan dengan baik. Namun, dengan kedatangan bangsa
Eropa di Maluku mulai terjadi pertentangan di antara mereka.
Portugis yang datang ke Maluku bersahabat dengan Ternate,
sedangkan Spanyol bersahabat dengan Tidore. Pada tahun 1529,
Portugis dibantu oleh Ternate dan Bacan menyerang Tidore dan
Spanyol. Dalam peperangan tersebut Portugis memperoleh
kemenangan. Maluku berhasil dikuasai oleh Portugis. Portugis
kemudian bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat Maluku.
Ternate dan Tidore akhirnya sadar bahwa mereka harus bersatu
mengusir Portugis. Akhirnya Portugis dapat dikalahkan pada tahun
1574 dan menyingkirkan ke Ambon.
b) Aspek Ekonomi dan Sosial
Puncak kejayaan Kerajaan Tidore terjadi pada masa
pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805). Sultan Nuku dapat
menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan
Belanda yang dibantu Inggris. Sultan Nuku adalah seorang yang
cerdik dam pemberani sehingga wilayahnya tidak diganggu oleh
Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris. Rakyat hidup dengan
makmur. Wilayah kekuasaannya meliputi Pulau Seram, Pulau
Halmahera, Kepulauan Kai, dan Papua.

24
BAB IV

KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat kami Tarik kesimpulan bahwa
Islam masuk di Indonesia pada abad XIII Masehi melalui jalur
perdagangan. Pedagang dari wilayah Arab membawa agama Islam ke
pelabuhan di India Barat, khususnya Cambay, di Gujarat. Islam mulai
tersebar di sana pada abad IX dan berkuasa pada abad XIII. Dari Gujarat,
saudagar-saudagar yang beragama Islam mulai menyebarkan agama Islam
di Indonesia.
Islam masuk ke Indonesia melalui berbagai macam cara,
diantaranya, melalui jalur perdagangan, melalui jalur perkawinan, melalui
cara politis, melalui media pendidikan, dan melalui media kesenian.
Beberapa faktor yang menyebabkan Islam mudah diterima di
Indonesia diantaranya, syarat masuk Islam cukup mudah, yaitu dengan
mengucapkan kalimat syahadat. Islam juga mampu berbaur dengan tradisi
local sehingga tidak ada benturan dengan masyarakat. Selain itu, Islam
tidak mengenal adanya sistem kasta. Hal ini menjadi faktor yang vital
dalam membedakan agama Islam dengan agama sebelumnya, yaitu Hindu
dan Buddha.
Setelah Islam berkembang pesat di Indonesia, kerajaan-kerajaan
bercorak Islam di Indonesia mulai bermunculan. Kerajaan tersebut antara
lain: Kerajaan Samudra Pasai. Kerajaan Aceh, Kerajaan Demak, Kerajaan
Mataram Islam, Kerajaan Banten, Kerajaan Ternate, dan Kerajaan Tidore.

B. Saran Tindak Lanjut


Demikian makalah ini kami susun, semoga bisa bermanfaat bagi
penyusun khususnya dan bagi para pembaca yang budiman pada
umumnya. Kami menyadari bahwa makalah kami jauh dari kata sempurna,

25
untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran guna memperbaiki
penyusunan makalah selanjutnya.
Sebagai tindak lanjut dari penulisan makalah ini, maka kami
berharap agar senantiasa mempelajari sejarah, terutama sejarah masuknya
Islam di Indonesia, mengapa Islam mudah diterima di Indonesia dan
Kerajaan Islam yang ada di Indonesia, sehingga generasi yang akan datang
mampu menghayati dan mengamalkan agama Islam dengan baik di
lingkungannya masing-masing dalam kehidupan sehari-hari.

26
DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, A. (2016). Pengantar Studi Islam Indonesia. Kudus: Yayasan Hj.


Kartini.
Sudirman, A. (2014). Sejarah Lengkap Indonesia. Yogyakarta: DIVA Press.
Suparmin, dkk. (2014). Sejarah SMA Edisi VI Kelas XI. Surakarta: Mediatama.
Wismulyani, E. (2008). Jejak Islam di Nusantara. Klaten: Cempaka Putih.

27

Anda mungkin juga menyukai