Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

METODE HISAB DALAM PENENTUAN AWAL BULAN


QOMARIYAH MAHAMMADIYAH

DISUSUN OLEN KELOMPOK 12 :

MUH FACHMY PASULOI. B

NUR WAHID HASYIM

LA ODE SULAIMAN

1
ABSTRAK
Metode Hisab merupakan metode perhitungan astronomi atau falak untuk menentukan datangnya hilal,
pergantian bulan baru terjadi jika ketinggian hilal di atas nol derajat. Metode Hisab dapat digunakan
untuk menentukan awal bulan Qomariyah, yaitu sistem perhitungan kalender berdasarkan peredaran
bulan mengelilingi bumi. Penentuan awal bulan Qomariyah sering terjadi perbedaan sehingga
membuat masyarakat bingung, perbedaan ini terjadi karena adanya dua metode penentuan awal bulan
Qomariyah yakni hisab dan rukyah. Dan seiring perkembangan teknologi dua metode tersebut terbagi
lagi menjadi beberapa metode seperti imkanu al-rukyah yang merupakan bagian dari metode hisab.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab dari pertanyaan-pertanyan yang menjadi rumusan
masalah: Pertama, "Bagaimana Proses Penentuan Awal Bulan Qomariyah Menurut Muhammadiyah
Dan Nahdlatul Ulama Dengan Menggunakan Metode Hisab?. Kedua, Bagaimana Perbandingan
Penentuan Awal Bulan Qomariyah Menurut Muhammadiyah Dan Nahdlatul Ulama Dengan
Menggunakan Metode Hisab?. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif, data yang dikumpulkan
bersumber dari data kepustakaan dan lapangan dengan cara wawancara dan dokumentasi kemudian
dianalisis dengan metode deskriptif analisis.
Adapun hasil dari penelitian ini: Dalam menentukan awal bulan Qomariyah, organisasi Islam
seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama menggunakan metode hisab. Namun terdapat beberapa
perbedaan mendasar metode hisab yang digunakan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.
Dapat diketahui, bahwa Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan Qomariyah menggunakan
hisab haqiqi wujud al-hilal, yaitu apabila pada akhir bulan Qomariyah matahari terbenam terlebih
dahulu daripada bulan, maka ditetapkanlah sebagai bulan baru. Kemudian jika terdapat rukyah
sedangkan hisab haqiqi, hilal tidak mungkin untuk di rukyah, maka rukyah tidak dapat diterima.
Sedangkan Nahdlatul Ulama menggunakan sistem hisab taqribi atau imkanu al-rukyah, pelaksanaan
rukyah merupakan hasil dari hisab. Namun disisi lain Nahdlatul Ulama menggunakan metode hisab
hanya sebagai pendukung untuk keberhasilan rukyah. Penetapan ini diambil berdasarkan alasan-alasan
syar'i yang dipandang kuat.

Kata Kunci: Awal Bulan Qomariyah, Metode Hisab

2
ABSTRACT
The method of hisab was a method of astronomical or falak reckoning for hilal arrival, the change of
the new moon in case of hilal altitude above zero degrees. The method of hisab can be used to determine
the start of the Qomariyah, a calendar system based on lunar circulation around the earth. The first pick
of the Qomariyah month often makes the difference, leading to the confusion of the two Qomariyah
moon-forming methods of hisab and rukyah. And as technology developed these two methods were
subdivided into several methods like imkanu al-rukyah which was part of the hisab method.
The studi aims to answer the questions that formulation of the problem: First, "How did the
process of early forming the Qomariyah according to Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama by using
the method of hisab? Second, How is the comparison of the first month of Qomariyah according to
Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama by the method of hisab? The study uses qualitative research, the
data gathered comes from literature and field data through interviews and documentation and is then
analyzed using descriptive analysis methods.
The results of this Study: In determining the beginning of the Qomariyah month, islamic
organizations such as Muhammadiyah and nahdlatul Ulama use the method of hisab. But there were
some fundamental differences of hisab methods used between Muhammadiyah and Nahdlatul Ulama. It
may be known, that muhammadiyah in determining the beginning of the Qomariyah month used a hisab
haqiqi form of al-hilal, which is if at the end of the Qomariyah moon the sunset first than the moon, it is
defined as a new moon. Then if there are rukyah and haqiqi hisab, hilal is impossible to rukyah, then
rukyah is unacceptable. Whereas Nahdlatul Ulama use a system of hisab taqribi or imkanu al-rukyah,
rukyah implementation is the result of hisab. But in other cases Nahdlatul Ulama clerics use the hisab
method only as a support for rukyah's success. This stipulation is taken on grounds of shar 'i reasons
that are looked upon as solid.

Keywords: Beginning Of The Qomariyah Month, The Method Of Hisab

3
PENDAHULUAN

Perkembangan hisab dan rukyah awal bulan Qomariyah tidak terlepas dari catatan tentang
sejarah para ahli falak yang telah menemukan rumus-rumus mengenai hisab dan rukyah awal
bulan Qomariyah. Dari hasil perhitungan penentuan awal bulan Qomariyah yaitu
menggunakan sistem perhitungan klasik yang menggunakan tabel logaritma sampai kepada
sistem perhitungan kontemporer yang telah menggunakan data astronomis yang lebih akurat
dan bisa dipertanggung jawabkan keakurasiannya.1

Hisab dan rukyah adalah dua hal yang berhubungan penting untuk menentukan awal
bulan Qomariyah. Hisab memberikan hasil perhitungan tentang awal bulan Qomariyah,
sedangkan rukyah memberikan praktik pengamatan dengan berbagai alat falak pada hari
terakhir 29 bulan Qomariyah saat matahari terbenam untuk memastikan penampakan hilal
(bulan sabit setelah terjadi ijtima') sudah kelihatan atau tidak.2

Dalam perbedaan tentang cara diskusi yang membahas tentang hisab rukyah, bahkan
sering terlontar pertanyaan-pertanyaan yang menimbulkan perselisihan di kalangan
masyarakat Indonesia. Terdapat 3 metode atau cara untuk melakukan penentuan awal bulan
Qomariyah yang sering digunakan di wilayah Indonesia. Pertama, Rukyat Al-hilal adalah
pengamatan dengan mata kepala terhadap penampakan bulan sabit sesaat setelah matahari
terbenam dihari sudah terjadinya ijtima’ (konjungsi) yang digunakan oleh salah satu
organisasi kemasyarakat Islam di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama. Kedua, Hisab adalah
perhitungan gerakan-gerakan benda langit untuk mengetahui keadaan pada suatu saat yang
diinginkan dipelopori oleh organisasi kemasyarakatan Islam yaitu Muhammadiyah, dan
ketiga yaitu Imkanu al-rukyah adalah kriteria penentuan awal bulan yang ditetapkan
berdasarkan Musyawarah Menteri- mentri Agama Brunei Darusalam, Indonesia, Malaysia,
dan Singapura (MABIMS) yang digunakan oleh pemerintah.3

Nahdlatul Ulama sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang berhaluan


Ahlussunah Waljama’ah berketetapan mencontoh Rasulullah dan para sahabatnya dan

4
mengikuti ijtihad para ulama yang empat madzhab (Hanafi, Maliki, Syaf'i dan Hambali)
dalam penentuan awal bulan Qomariyah wajib menggunakan Rukyatul al-hilal Bilfi’li
(melihat hilal secara langsung) atau Istikmal (menyempurnakan bulan Sya'ban 30 hari).4

Muhammadiyah menetapkan Hisab Wujudu Al-hilal sebagai pegangan menetapkan


awal bulan Qomariyah. Kendatipun demikian, Muhammadiyah menyatakan (Apabila ahli
hisab menetapkan bahwa (tanggal) bulan belum tampak, padahal kenyataan ada orang yang
melihat pada malam itu juga), Majelis Tarjih Muhammadiyah menyatakan bahwa rukyahlah
yang muktabar.5

Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudu al-hilal untuk menentukan


awal bulan Qomariyah. Sebab, Muhammadiyah meyakini, demikian isyarat dari al-Qurán dan
al-Hadist. Banyak ayat al-Qur'an yang menyuruh malam, pergantian bulan dan matahari,
sebagai tanda-tanda orang yang berfikir dan matahari.

Dalam hasil melalui keputusan Muktamar NU XXVII di Situbondo (1984), Munas


Alim Ulama di Cilacap (1987), Seminar Lajnah Falakiyah NU di Pelabuhan Ratu Sukabumi
(1992), Seminar Penyerasian Metode Hisab dan Rukyah di Jakarta (1993), dan Rapat Pleno VI
PBNU di Jakarta (1993), yang akhirnya tertuang dalam Keputusan PBNU No.
311/A.II.04.d/1994 tertanggal 1 Sya'ban 1414 H/13 Januari 1994 M, dan Muktamar NU XXX
di Lirboyo Kediri (1999), Nahdlatul ulama berpedoman bahwa untuk penentuan awal bulan
Qomariyah dengan menggunakan metode rukyah al-hilal, sedangkan hisab hanyalah sebagai
pendamping rukyah al-hilal .6

Pentingnya penentuan posisi matahari ini karena umat Islam dalam pelaksanaan ibadah
sholatnya menggunakan posisi matahari sebagai patokannya. Sedangkan penentuan posisi
bulan digunakan untuk mengetahui wujud al-hilal sebagai tanda masuknya periode bulan
baru dalam kalender Hijriyah. Hal ini juga penting untuk menetukan awal bulan Ramadhan
saat orang mulai berpuasa, awal bulan Syawal saat orang mengakhiri puasa dan merayakan
Idul Fitri, serta awal Dzulhijjah saat orang akan wukuf haji di Arafah pada tanggal 9
Dzulhijjjah dan Idul Adha pada tanggal 10 Dzulhijjah.

5
KAJIAN PUSTAKA

Hasil penelitian Penulis sejauh ini, terdapat beberapa penelitian yang membahas tentang
penentuan awal bulan Qomariyah, diantaranya sebagai berikut:

1. Skripsi Abd. Rahman, yang berjudul “Analisis Metode Awal Bulan Kamariyah
Dalam Kitab Tarwih Karya K.H. Kholiqul Fadhil", yang membahas tentang metode
penentuan awal bulan Qomariyah dalam Kitab Tarwih karya K.H. Kholiqul Fadhil di
Dusun Prompong Desa Kecer Kecamatan Dasuk Kabupaten Sumenep Madura Jawa
Timur yakni : Metode yang dipakai dalam penentuan awal bulan Qomariyah dalam
Kitab Tarwih caranya cepat dan sederhana, dalam perhitungannya menggunakan
hitungan pembagian, perkalian, tambahan dan pengurangan. Perhitungan awal bulan
Qomariyah pada kitab Tarwih menggunakan hisab tarikh arabi, hal tersebut terlihat
dari penggunaan tabel yang sama dengan kitab induk dari Kitab Tarikh Arabi.8

2. Skripsi Moh. Adib MS, yang berjudul "Metode Penentuan Awal Bulan Qomariyah
Syeikh Muhammad Faqih Bin Abdul Jabbar Al-Maskumambangi", yang
membahas tentang metode hisab yang terdapat pada Kitab al-Mandzumah ad-
Daliyah fi Awail al-Asyhur al-Qomariyah karya Syeikh Muhammad Faqih bin
Abdul Jabbar al-Maskumambangi yaitu: Metode hisab yang digunakan oleh
Syeikh Muhammad Faqih bin Abdul Jabbar al-Maskuambangi dalam Kitab al-
mandzumah ad-daliyah fi awail al-asyhur al-Qomariyah termasuk metode hisab ‘urfi
yang perhitungannya bisa dilakukan dengan cara yang cepat dan sederhana.
Perhitungan yang pertama adalah dengan membagi tahun yang dicari dengan
bilangan 30 apabila sisa dari pembagian tersebut adalah salah satu angka : 2, 5, 7, 10,
13, 15, 18, 21, 24, 26, atau 29 maka tahun yang dicari adalah tahun kabisat, apabila
sisa hasil pembagiannya bukan angka-angka di atas maka tahun yang dicari adalah
tahun basithah. Perhitungan yang kedua dengan cara tahun yang

6
dicari dikurangi 1 kemudian dibagi 30, hasil pembagiannya dikali 5, dari sisa
pembagian dicari jumlah tahun tahun kabisat dan basitah, yang kabisat dikali 5 dan
yang basitah dikali 4, hasilnya dijumlahkan dengan hasil pembagian yang dikali 5,
hasilnya ditambah 5 dan dibagi 7, sisanya adalah hari jatuhnya awal bulan
Qomariyah.9

3. Skripsi Husni Seban, yang berjudul “Penetapan Awal Bulan Qomariyah Perspektif
Masyarakat Desa Wakal", yang membahas tentang dasar pijakan tokoh-tokoh adat
masyarakat Desa Wakal dalam menetapkan awal bulan Qomariyah berdasarkan pada
hisab yang disandarkan pada surat Yunus ayat 5. Mereka berpendapat bahwa ayat
tersebut mengandung perintah untuk menetapkan awal bulan Qomariyah atau waktu
dengan menggunakan hisab semata. Dan hisab yang diyakini sebagai interpretasi
surat Yunus ayat 5 adalah Hisab Wakal. Almanak hisab Wakal bersumber dari
almanak hisab Jawa pertama yang dibuat oleh Sultan Agung Abdurahman Sayidin
Panotogomo Molana Matarami dan telah dimodifikasi. Penggunaan almanak tersebut
sudah tidak sesuai dengan jaman sekarang karena almanak hisab Jawa harus
mengalami kurup yaitu maju satu hari setiap 120 tahun dari pertama kali dibuat.10

Skripsi Fadhliyatun Mahmudah AS, yang berjudul "Peranan Hisab Urfi Dan Hisab
Hakiki Dalam Penentuan Awal Bulan Qomariyah (Kaitannya dengan pelaksanaan
ibadah umat Islam)", yang membahas tentang penentuan awal bulan Qomariyah,
metode Hisab Urfi tidak dapat digunakan untuk bulan Qomariyah yang berkaitan
dengan pelaksanaan ibadah umat Islam karena penentuannya tersebut hanya
berdasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi secara rata-rata, dan jumlah hari
tiap bulannya bersifat tetap yakni untuk bulan yang bernomor urut ganjil berusia 30
hari sedangkan untuk bulan yang bernomor urut genap berusia 29 hari. sedangkan
Hisab Hakiki dapat digunakan untuk menentukan awal bulan Qomariyah yang
berkaitan dengan pelaksanaan ibadah umat Islam karena didasarkan pada perjalanan
bulan yang sebenarnya.

7
METODOLOGI PENULISAN

1. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian Kualitatif dengan


menggunakan metode deskriptif.

2. Jenis data yang digunakan adalah menggunakan penelitian kepustakaan ( library


research) dengan menggunakan berbagai literatur yang ada di perpustakaan yang relevan
dengan masalah yang diteliti. Penelitian ini juga menggunakan penelitian lapangan
(field research), yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari
lokasi atau lapangan.

3. Dalam penyusunan skripsi ini menggunakan sumber data primer, yaitu data yang
diperoleh langsung dari sumber pertama. Data diperoleh dengan cara melakukan studi
kepustakaan (libray research) yakni melakukan serangkaian studi kepustakaan yakni
melakukan serangkaian kegiatan membaca, mengutip, mencatat, menelaah buku-
buku, skripsi atau jurnal. Dan melakukan studi lapangan yaitu wawancara terstruktur
dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Penelitian ini
juga menggunakan data sekunder, yaitu sumber data-data pendukung lainnya yang
masih relevan dengan penelitian ini.

4. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam skripsi ini adalah dengan cara
wawancara dengan beberapa tokoh ahli Falak dan dokumentasi.

5. Teknik analisis data menggunakan: pertama, reduksi data, yaitu proses pemilihan,
pengabstraksian, pentransformasian data dari lapangan, merangkum, memilih hal-hal
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting. Kedua, penyajian data, yaitu tahap
menguraikan data dengan teks yang bersifat naratif. Ketiga, verifikasi yaitu langkah
terakhir yakni mengambil kesimpulan dari data- data yang sudah diperoleh.

8
HASIL DAN PEMBAHASAN

Penentuan Awal Bulan Qomariyah Menurut Muhammadiyah Dengan


Menggunakan Metode Hisab

Dalam menentukan awal bulan Qomariyah Muhammadiyah berpegang pada hisab


haqiqi wujud al-hilal, yaitu bila pada akhir bulan Qomariyah matahari terbenam lebih dahulu
daripada bulan, meskipun hanya selisih beberapa menit, maka ditetapkanlah malamnya
sebagai bulan baru. Kemudian bila terdapat rukyah sedangkan hisab haqiqi, hilal tidak
mungkin untuk dirukyah, maka rukyah tidak dapat diterima.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Prof. Dr. Ahmad Dahlan, M.Ag
yang mengemukakan bahwa:

“Metode yang digunakan oleh kalangan Muhammadiyah untuk menentukan awal


bulan Qomariyah yaitu metode hisab. Bahwasanya untuk menentukan bilangan tahun, awal
bulan, hari dan sebagainya menurut firman Allah menggunakan hisab. Dan menggunakan
hisab adalah Haq, sedangkan untuk menentukan 1 Syawal / 1 Ramadhan ditentukan oleh
Nabi sampai akhir hayatnya yaitu beliau dengan menggunakan rukyah. Muhammadiyah
menetapkan ajaran Islam itu ada yang berlaku universal, lokal dan temporal. Dengan begitu
rukyah itu ajaran lokal bukan universal, tidak berlaku sepanjang zaman, walaupun nabi
melaksanakannya sampai akhir hayat beliau.”12

Di kalangan Muhammadiyah memang masih ada yang berpaham bahwa


Muhammadiyah tetap mempergunakan rukyah, namun dengan pesatnya perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, saat ini kalangan Muhammadiyah hanya menggunakan hisab.
Meskipun demikian, bukan berarti Muhammadiyah meniadakan rukyah, karena rukyah
mempunyai banyak kesulitan dan kelemahan dibandingkan dengan hisab. Maka
Muhammadiyah memilih yang mudah dan akurat sesuai dengan metode ilmiah yang
mutakhir.

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Prof. Dr. Ahmad Dahlan, M.Ag
yang mengemukakan bahwa:

“Pada awalnya memang betul Muhammadiyah menggunakan rukyah namun sekarang


hanya menggunakan hisab”.13

9
Istilah hisab yang dikaitkan dengan sistem penentuan awal bulan Qomariyah berarti
suatu sistem penentuan awal bulan Qomariyah yang didasarkan pada perhitungan benda-
benda langit, matahari, dan bulan. Dengan kata lain, hisab adalah perhitungan awal bulan
Qomariyah yang berdasarkan pada perjalanan (peredaran) bulan mengelilingi bumi. Dengan
metode hisab, kita dapat memperkirakan dan menetapkan awal bulan jauh-jauh sebelumnya,
sebab tidak bergantung pada terlihatnya hilal pada saat matahari terbenam menjelang masuk
tanggal satu bulan Qomariyah.

Berkaitan dengan hal ini tentunya sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Prof.
Dr. Ahmad Dahlan, M.Ag yang mengemukakan bahwa:

“Fungsi dari metode hisab yang digunakan untuk menentukan awal bulan
Qomariyah yaitu untuk menentukan perubahan waktu, hari yang satu ke hari yang lain.
Dalam konteks ubudiyah, untuk menentukan 1 Ramdhan yaitu menggunakan hisab yang
digunakan karena hal itu sebagaimana firman Allah Swt. Disisi lain, bagi kalangan
Muhammadiyah terhadap kebijakan pemerintah mengenai penyeragaman 1 Ramadhan dan
idul Fitri itu tidak mungkin untuk diseragamkan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama dalam penentuan 1 Ramadhan dan Idul Fitri. Jika masalah seperti ini ada muatan-
muatan ta'aqquli yang tidak mungkin untuk diseragamkan, tidak bermasalah jika tidak
sama. Jika ibadah mahdhah itu dapat diseragamkan, negara Indonesia saja tidak sama
dengan negara lain contohnya Amerika. Jadi tidak perlu kacau dengan paham yang sangat
dangkal. Dan jika harus diseragamkan itu hanya perasaan bukan ketentuan fikih”.14

Jika dibandingkan proses metode hisab untuk menentukan awal bulan Qomariyah yang
digunakan oleh Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama sebetulnya tidak ada perbandingan,
hanya saja sedikit berbeda dalam proses penentuan awal bulan Qomariyah hal ini sesuai dengan
hasil wawancara dengan Bapak Prof. Dr. Ahmad Dahlan, M.Ag yang mengemukakan bahwa:

“Sebetulnya sama, tidak ada perbandingan hanya saja Nahdlatul Ulama dalam
menentukan awal bulan Qomariyah menggunakan rukyah untuk memperkuat metode hisab
yang digunakannya. Jika dikatakan perbedaan metode hisab wujudul hilal yang digunakan
oleh Muhammadiyah dengan hisab rukyah yang dijakadikan sandaran Nadhlatul Ulama yaitu
jika Nahdlatul Ulama sebagaimana yang ditetapkan oleh pemerintah 3 derajat
sedangkan yang digunakan oleh Muahmmadiyah 2 derajat, yang terpenting sudah masuk
tidak perlu masuk melebihi sekian dari ufuk”.

10
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat diketahui bahwa penentuan awal bulan
Qomariyah yang digunakan Muhammadiyah adalah hisab wujudul al-hilal atau hisab Milad
al-Hilal. Hisab wujudul al-hilal yang dimaksud sebagaimana dikemukakan Muhammad
Wardan (mantan Pemimpin Pusat Muhammadiyah):

“Bahwa wujud al-hilal adalah matahari terbenam lebih dahulu dari pada
terbenamnya bulan (hilal) walaupun hanya satu menit atau kurang. Di mana dalam
menentukan tanggal 1 bulan baru berdasarkan hisab dengan tiada batasan tertentu,
pokoknya asal hilal sudah wujud, maka menurut kalangan ahli hisab sudah berdasarkan
hisab wujud al-hilal, dan dapat ditentukan hari esoknya adalah awal bulan Qamariah”.

Menurut Oman Fathurahman sebagaimana yang di kutip oleh Ahmad Izzuddin, dengan
sistem hisab wujud al-hilal, maka ada istilah garis batas wujud al-hilal. Yakni tempat-tempat
yang mengalami terbenam matahari dan bulan pada saat yang bersamaan. jika tempat-tempat
itu dihubungkan maka terbentuklah sebuah garis. Garis inilah yang kemudian disebut garis
batas wujud al-hilal.

Wilayah yang berada di sebelah barat garis batas wujud al-hilal terbenamnya matahari
lebih dulu dari pada terbenamnya bulan oleh karenanya pada saat terbenam matahari, bulan
berada di atas ufuk. Bulan sudah wujud dan sejak saat matahari terbenam tersebut bulan baru
sudah mulai masuk. Sebaliknya wilayah yang berada di sebelah timur garis batas wujud al-
hilal terbenamnya bulan lebih dahulu daripada terbenamnya matahari, oleh karenanya pada
saat matahari terbenam, bulan berada di bawah ufuk, dengan kata lain bulan belum wujud dan
saat matahari terbenam keesokan harinya bulan baru belum masuk melainkan masih termasuk
akhir dari bulan yang sedang berlangsung.16

Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan Qomariyah, khususnya awal bulan


Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah didasarkan pada Himpunan Putusan Tarjih (HPT)
disebutkan:“as-saumu wa alfithru bi ar-ru’yah wa la mani’a bi al-hisab” (berpuasa dan Idul
Fitri itu dengan ru’yah dan tidak berhalangan dengan hisab), secara implisit

11
Muhammadiyah mengakui hisab dan rukyah. Pada awalnya Muhammadiyah menggunakan
ru’yah bil fi’li dalam penentual awal bulan Qomariyah. Muhammadiyah juga memakai
rukyah jika antara hasil rukyah berbeda dengan hasil hisab.

Hal ini dapat dilihat pada Himpunan Putusan Majelis Tarjih yang berbunyi:

“apabila ahli hisab menetapkan bahwa bulan belum tampak (tanggal) atau sudah
wujud tetapi tidak kelihatan, padahal kenyataannya ada orang yang melihat pada malam itu,
manakah yang mu’tabar. Majelis Tarjih memutuskan bahwa rukyahlah yang mu’tabar”.

Sumber perbedaan itu berasal dari perbedaan dalam cara menentukan penetapan dalam
melihat hilal lewat rukyah. Rukyah itu apakah harus dengan cara rukyat bil ‘aini (rukyah
dengan mata kepala secara langsung) atau rukyah bil ‘ilmi (dengan hitungan hisab). Disinilah
letak perbedaan yang terus berkelanjutan itu, bagi mereka yang mendasarkan diri pada
hitungan-hitungan hisab, maka rukyat dirasa kurang diperlukan.17

Penentuan Awal Bulan Qomariyah Menurut Nahdlatul Ulama Dengan


Menggunakan Metode Hisab

Nahdlatul Ulama dalam menentukan awal bulan Qomariyah, didasarkan pada sistem
rukyah sedangkan hisab sebagai pendukung. Pelaksanaan rukyah merupakan hasil hisab dan
yang menjadi masalah apabila secara hitungan tidak bisa dirukyah, tetapi ada yang bisa dilihat.
Sebelum melakukan rukyah itu dilakukan hisab terlebih dahulu. Hitungan itu hanya untuk
perkiraan ke arah mana dan jam berapa kita melihat. Hisab itu sebagai alat atau perantara
untuk membuktikan kebenarannya. Sebenarnya hisab dan rukyah itu tidak terjadi masalah.
Keduanya bisa dipadukan dan saling melengkapi. Hisab sendiri merupakan hasil rukyah yang
sudah ribuan tahun dan sudah ada perbaikan. Orang yang melakukan hisab juga tidak lepas
dari rukyah.

12
Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Aby Bakar Shebly, S. Si. yang
mengemukakan bahwa:

“Metode yang digunakan oleh Nahdlatul Ulama dalam menentukan awal bulan
Qomariyah yaitu menggunakan metode rukyah dan diperkuat dengan metode hisab.
Bahwasanya Nadhlatul Ulama dalam menentukan awal bulan Qomariyah berdasarkan
hadits nabi. Menurut kalangan Nahdlatul Ulama, rukyah itu melihat dengan mata bukan
melihat dengan perkiraan. Jika secara metode ilmiah sesuatu yang dibuktikan di
lapangan dinamakan metode ilmiah sekali. Jika yang perhitungan saja, justru ilmu itu
tidak dapat berkembang. Perkembangan ada karena adanya pengamatan yang dilakukan,
ilmu Falak termasuk ilmu astronomi yang berdasarkan ilmu pengamatan, jadi jika tidak
diamati tidak mengetahui ada perubahan atau tidak”.18

Dengan metode hisab, kita dapat memperkirakan dan menetapkan awal bulan jauh-
jauh sebelumnya, sebab tidak bergantung pada terlihatnya hilal pada saat matahari terbenam
menjelang masuk tanggal satu bulan Qomariyah.

Berkaitan dengan hal ini tentunya sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Aby
Bakar Shebly, S. Si. yang mengemukakan bahwa:

“Fungsi dari metode hisab yaitu Sangat penting sekali, karena kalender yang pertama
berlaku adalah kalender Masehi, jika kalender Hijriyah jarang orang memasangkan. Jadi
kita tidak mengetahui perputaran bulannya sampai mana, dengan perhitungan tersebut kita
mengetahui perputarannya sudah hampir mendekati. Jika digambarkan ada periode sinodis
dan periode sideris, kita belum mengetahui posisinya dimana. Dengan adanya hisab kita
mengetahui bahwa putarannya sudah 29 hari, maka dibutuhkan adanya hisab dari data-data
yang ada. Biasanya yang terbaru dalam Emphemeris salah satunya ada Almanak Nautika
dari angkatan laut, karena angkatan laut datanya selalu update. Jadi posisi ilmu hisab itu
sangat penting, jika rukyah itu hanya sebagai pembuktiannya”.19

Berkaitan dengan hal ini tentunya sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Aby
Bakar Shebly, S. Si. yang mengemukakan bahwa:

“Terdapat perbedaan metode hisab yang digunakan Nahdlatul Ulama dan


Muhammadiyah untuk menentukan awal bulan Qomariyah diantaranya: Pertama, jika

13
Nahdlatul Ulama melihat itu harus menggunakan mata, sedangkan menurut Muhammadiyah
menghitung saja sudah termasuk melihat. Landasan perbedaannya yaitu pertama, meyakini
melihatnya langsung. Kedua, meyakini melihatnya cukup dengan perhitungan saja”.

Disisi lain, bagi kalangan Nahdlatul Ulama terhadap kebijakan pemerintah mengenai
penyeragaman 1 Ramadhan dan Idul Fitri Sebetulnya penyeragaman itu disambut baik oleh
kalangan Nahdlatul Ulama. Namun penyeragaman itu bukan berarti menghilangkan syarat-
syarat itu. Dan selama ini jika sidang isbat saling mengutarakan pendapat, jika dijadikan titik
temu bisa. Nahdlatul Ulama tidak akan mengeluarkan pengumuman apapun kepada
masyarakat namun Nahdlatul Ulama hanya memberikan kesimpulan/ringkasan saja, masalah
perhitungannya itu diserahkan kepada pemerintah.20

Berkaitan dengan hal ini tentunya sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak Aby
Bakar Shebly, S. Si. yang mengemukakan bahwa:

“Jika teknik hisab sebenarnya sama saja. Seperti teknik emphemeris yang sangat
modern, ada yang menggunakan almanak Nautika dan banyak metode lainnya, Emphemeris
digunakan Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah juga menggunakannya. Nahdlatul Ulama
biasanya banyak menggunakan sullamun nayyiirain, namun di kalangan Nahdlatul Ulama,
Sullamun Nayyirain hanya dijadikan rujukan bukan menjadi landasan keputusan. Karena
di Nahdlatul Ulama ada hisab tahqiqi yang lebih rinci dan hisab taqribi yang menggunakan
pendekatan global (pembulatannya terlalu besar / belum rinci)”.

Hisab hanya sebagai alat atau perantara untuk membuktikan kebenarannya.


Sebenarnya hisab dan rukyah itu tidak terjadi masalah. Keduanya bisa dipadukan dan saling
melengkapi. Hisab sendiri merupakan hasil rukyah yang sudah ribuan tahun dan sudah ada
perbaikan, orang yang melakukan hisab juga tidak lepas dari rukyah.21

Mengenai hal tersebut, bahwa sebenarnya terdapat perbedaan metode hisab wujudul
hilal yang digunakan Muhammadiyah dengan hisab rukyah yang dijadikan sandaran
Nadhlatul Ulama. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Bapak Aby Bakar Shebly, S. Si.
yang mengemukakan bahwa:

14
"Perbedaannya dari definisi hilalnya, karena kalangan Nahdlatul Ulama
mengatakan hilal itu adalah bulan sabit pertama yang terlihat setelah ijtimak. Jika
Muhammadiyah wujudul hilal itu sudah wujudnya ketika matahari terbenam masih diatas
ufuk, namun menurut Muhammadiyah menggunakan kategori piringan atas. Jadi misalnya
ketika ijtimak begitu matahari terbenam sudah sebagian bulan yang masuk masih wujud
karena bulannya ada, piringan atasnya masih diatas ufuk. Namun di kalangan Nahdlatul
Ulama melihatnya adalah piringan bawahnya, bulan sabit muncul karena dari piringan
bawah, rekor di dunia pengamatan hilal itu sekitar diatas 3 derajat".22

Perbandingan Penentuan Awal Bulan Qomariyah Menurut Muhammadiyah Dan


Nahdlatul Ulama Dengan Menggunakan Metode Hisab.

Tabel perbandingan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam menentukan awal


bulan Qomariyah berdasarkan konsep pengaplikasian.

No Muhammadiyah Nahdlatul Ulama

1 Posisi Hilal
Muhammadiyah mendasarkan pada Nahdlatul Ulama mendasarkan posisi
posisi hilal yang sudah wujud atau hilal pada imkanu al-ru'yah
wujud al-hilal sehingga bagaimanapun (kemungkinan hilal daripada dirukyah)
posisi hilal setelah terbenamnya sehingga meskipun hilal sudah tidak
matahari tidak dipersoalkan, yang wujud tetapi kemungkinan hilal untuk
terpenting hilal sudah wujud diatas dapat dirukyah tidak dimungkinkan dan
ufuk saat terbenamnya matahari. dibuktikan setelah dilakukan rukyah
ternyata hilal tidak dapat dilihat, maka
awal bulan Qomariyah tidak dapat
ditetapkan berdasarkan wujud al-
Hilal tersebut.

15
2 Sistem Hisab
Muhmamdiyah mendasarkan sistem Nahdlatul Ulama mendasarkan sistem
hisab (perhitungan) nya pada sistem hisabnya menggunakan sistem hisab
hisab tahqiqi dan sistem hisab taqribi dengan berpedoman Kitab
kontemporer yang berpedoman pada buku Sullamun Nayyirain, Kitab al-Ra'uf al-
Muhammad Wardan Diponingrat, New Manan dan hisab haqiqi bi al- tahqiqi
Comb dan sistem emphemeris hisab yaitu Kitab Khulasah al- Wafiyyah.
dan rukyah Departemen
Agama RI.

3 Penampakan Hilal
Muhammadiyah menetapkan, apabila Nahdlatul Ulama menetapkan, apabila
hilal tidak berhasil dirukyah, maka hilal tidak berhasil di rukyah, maka
kembali kepada hisab tanpa harus istikmalkan bulan yang sedang
menyempurnakan (mengistikmalkan) berjalan, sehingga lusanya
bilangan bulan yang sedang berjalan, ditetapkan sebagai bulan baru.
sehingga keesokan harinya
ditetapkan sebagai awal bulan
Qomariyah.

4 Penetapan Awal Dan Akhir Ramadhan

Muhammadiyah memandang bahwa Nahdlatul Ulama memandang bahwa


hasil hisab dapat dijadikan sebagai hasil rukyah merupakan salah satu
penentu dalam menentukan awal dan penentu yang dapat dipergunakan
akhir bulan Ramadhan, sementara untuk menetapkan awal dan akhir
rukyah hanya sebagai pembuktian Ramadhan, yang apabila menurut
terhadap hasil perhitungan yang telah perhitungan hisab, hilal mungkin dapat
dilakukan, sehingga penentuan awal di rukyah (imkanu al-rukyah),
dan akhir Ramadhan dapat diumumkan kemudian ada laporan melihat hilal
terlebih dahulu tanpa harus menunggu selanjutnya di istibatkan
hasil rukyah. pemerintah, barulah diumumkan.

5 Dalil Yang Digunakan


Muhammadiyah menggunakan dalil Nahdlatul Ulama menggunakan dalil
atau dasar hukum hadits yang atau atas dasar hukum hadits yang
diantaranya diriwayatkan oleh Imam

16
diataranya diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Kemudian
Bukhari dan Imam Muslim. menggunakan pendapat ulama
madzhab dan pendapat ulama
lainnya.
6 Sistem Yang Digunakan
Muhammadiyah, dahulu menggunakan Nahdlatul Ulama lebih menekankan
sistem rukyah namun saat ini hanya kepada sistem rukyah, sedangkan hisab
menggunakan sistem hisab. hanya berperan sebagai pembantu untuk
keberhasilan rukyah di lapangan.

Tabel perbandingan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama dalam menentukan awal


bulan Qomariyah berdasarkan teknis perhitungan

No Muhammadiyah Nahdlatul Ulama


1 Ijtima'
Akhirbulan Sya'ban 1442 H Akhir bulan Sya'ban 1442 H
2 Waktu Ijtima'
Senin, 12 April 2021 (Pukul Senin pon, 12 April 2021 Pukul 09:34
9:33:59,42 WIB WIB
3 Terbenam Matahari (Maghrib)
17:54:22,73 WIB 17:46 WIB
4 Umur Bulan Saat Maghrib
8 jam 20 menit 23,31 detik 08 jam 12 menit
5 Tinggi Hilal Mar'i
3°33'43,98" 03° 11' 15"
6 Lama Hilal diatas ufuk
14 menit 14,93 detik 16 menit 22 detik
7 Elongasi (Matahari-Bulan)
4°48'16,88" 05° 10' 05"
8 Azimuth Matahari
278° 47' 14,49" 278° 48' 10"

17
9 Azimuth Bulan
277°26'32,42" 277° 27' 08"
10 Kesimpulan
1 Ramadhan 1442 H jatuh pada hari 1 Ramadhan 1442 H jatuh pada hari
Selasa, 13 April 2021 M. Selasa Wage, 13 April 2021 M.

Catatan : Penentuan tanggal 1


Ramdhan 1442 H menunggu hasil
Rukyatul hilal dan sidang isbat
Pemerintah RI.

18
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dijelaskan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut:

1. Penentuan Awal Bulan Qomariyah Dengan Metode Hisab Menurut


Muhammadiyah Dan Nahdlatul Ulama

a. Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan Qomariyah khususnya awal


bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah berpegang pada hisab haqiqi wujud al-
hilal, apabila pada akhir bulan Qomariyah matahari terbenam lebih dahulu
daripada bulan, maka ditetapkanlah malamnya sebagai bulan baru. Kemudian
bila terdapat rukyah sedangkan hisab haqiqi, hilal tidak mungkin untuk di
rukyah, maka rukyah tidak dapat diterima. Dapat dikatakan, bahwa secara
implisit Muhammadiyah mengakui hisab dan rukyah. Hal tersebut berdasarkan
pada Himpunan Putusan Tarjih (HPT) disebutkan:“As-saumu wa alfithru bi ar-
ru’yah wa la mani’a bi al-hisab” (berpuasa dan Idul Fitri itu dengan rukyah dan
tidak berhalangan dengan hisab)".

Nahdlatul Ulama dalam menentukan awal bulan Qomariyah, khususnya awal


bulan Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah didasarkan pada sistem rukyah
sedangkan hisab sebagai pendukung. Sistem hisab yang digunakannya yaitu
sistem hisab taqribi, penetapan ini diambil berdasarkan alasan-alasan syar’i
yang dipandang kuat untuk dijadikan pedoman peribadatan yang dapat
dipertanggung jawabkan. Pelaksanaan rukyah itu sendiri merupakan hasil hisab
dan yang menjadi masalah apabila secara hitungan tidak bisa dirukyah, tetapi
ada yang bisa dilihat.

2. Dalam menentukan awal bulan Qomariyah menggunakan metode hisab, terdapat


beberapa perbandingan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama diantaranya
yaitu: berdasarkan posisi hilal, dapat diketahui bahwa Muhammadiyah
mendasarkannya pada wujudul hilal sedangkan Nahdlatul Ulama mendasarkannya
pada imkanu al-rukyah. Kemudian, penggunaan sistem hisab yang berbeda, jika
Muhammadiyah menggunakan sistem hisab tahqiqi dan sistem hisab kontemporer,
sedangkan Nahdlatul Ulama menggunakan sistem hisab taqribi. Tidak hanya itu,
kriteria penampakan hilal nya pun berbeda, Muhammadiyah berpendapat bahwa
apabila hilal tidak berhasil di rukyah, maka kembali kepada hisab tanpa harus
menyempurnakan bilangan bulan baru, sehingga keesokan harinya ditetapkan
sebagai awal bulan Qomariyah.

19
SARAN

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saya sampaikan saran-saran sebagai berikut:


1. Peneliti menyarankan kepada tokoh, alim ulama dan cendekiawan, khususnya yang
menguasai ilmu Falak agar dapat memberikan bimbingan kepada mahasiswa dan
masyarakat pada umumnya mengenai perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam
lingkungan falakiyah serta cara-cara menyikapinya.

2. Peneliti menyarankan kepada Pengurus Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah dan yang


lainya agar dapat memberikan pemahaman kepada anggotanya untuk saling toleransi
dalam menggunakan ijtihad. Sehingga antar Ormas Islam selalu rukun dan damai
dalam menjalankan ibadah.

3. Peneliti menyarankan kepada pemerintah sudah seharusnya memiliki tanggung jawab


terhadap permasalahan hisab rukyah ini melalui kerja sama dengan para
ulama dan pakar falak dalam upaya penentuan awal bulan Qomariyah agar tidak
terjadi perselihan di tengah masyarakat menyangkut persoalan penentuan awal bulan
Qomariyah terutama terhadap penentuaan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Dalam hal ini, pemerintah perlu untuk terus berupaya mencari titik temu antara
berbagai perbedaan penetapan awal bulan Qomariyah yang berkembang saat ini.

4. Peneliti menyarankan kepada Masyarakat hendaknya tidak menjadikan perbedaan


dalam penetapan awal bulan Qomariyah sebagai isu yang dapat memperpecah dan
menimbulkan permusuhan antara umat Islam, namun masyarakat harus selalu
mengembangkan sikap toleran terhadap perbedaan yang terjadi.

5. Peneliti menyarankan kepada peneliti lainnya agar dapat melaksanakan penelitian


yang lebih komprehensif mengenai masalah-masalah falakiyah.
ulama dan pakar falak dalam upaya penentuan awal bulan Qomariyah agar tidak
terjadi perselihan di tengah masyarakat menyangkut persoalan penentuan awal bulan
Qomariyah terutama terhadap penentuaan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Dalam hal ini, pemerintah perlu untuk terus berupaya mencari titik temu antara
berbagai perbedaan penetapan awal bulan Qomariyah yang berkembang saat ini.

6. Peneliti menyarankan kepada Masyarakat hendaknya tidak menjadikan perbedaan


dalam penetapan awal bulan Qomariyah sebagai isu yang dapat memperpecah dan
menimbulkan permusuhan antara umat Islam, namun masyarakat harus selalu
mengembangkan sikap toleran terhadap perbedaan yang terjadi.

7. Peneliti menyarankan kepada peneliti lainnya agar dapat melaksanakan penelitian


yang lebih komprehensif mengenai masalah-masalah falakiyah.

20
ulama dan pakar falak dalam upaya penentuan awal bulan Qomariyah agar tidak
terjadi perselihan di tengah masyarakat menyangkut persoalan penentuan awal bulan
Qomariyah terutama terhadap penentuaan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
Dalam hal ini, pemerintah perlu untuk terus berupaya mencari titik temu antara
berbagai perbedaan penetapan awal bulan Qomariyah yang berkembang saat ini.

8. Peneliti menyarankan kepada Masyarakat hendaknya tidak menjadikan perbedaan


dalam penetapan awal bulan Qomariyah sebagai isu yang dapat memperpecah dan
menimbulkan permusuhan antara umat Islam, namun masyarakat harus selalu
mengembangkan sikap toleran terhadap perbedaan yang terjadi.

9. Peneliti menyarankan kepada peneliti lainnya agar dapat melaksanakan penelitian


yang lebih komprehensif mengenai masalah-masalah falakiyah.

21
DAFTAR PUSTAKA

Afrinaldi. "Penentuan Awal Bulan Qomariyah Perspektif Nadhlatul Ulama Dan


Muhammadiyah Kota Metro." Skripsi, Fakultas Syariah Sekolah Tinggi Agama Islam
Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro, 2012.

AS, Fadliyatun Mahmudah. "Peranan Hisab Urfi Dan Hisab Hakiki Dalam Penentuan
Awal Bulan Qomariyah (Kaitaannya dengan pelaksanaan ibadah umat
Islam)."Skripsi, Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Alaudin Makassar, 2012.

Badan Hisab dan Rukyat Departemen Agama. Almanak Hisab Rukyat. Jakarta: Proyek
Pembinaan Badan Agama Islam, 1981.

Dahlan, Ahmad. "Wawancara Resmi", 28 November 2022. 14.00 WIB.

Departemen Agama R.I. Al-qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama R.I, 2009.

Fatimah, Anis. "Pandangan Muhammadiyah Dan NU Terhadap Kebijakan Pemerintah Orde


Baru Mengenai Penyeragaman Hari Raya Idul Fitri." Skripsi, Fakultas Adab Dan
Bahasa Institut Agama Islam Negeri Surakarta, 2020.

Izzuddin, Ahmad. Fiqh Hisab Rukyah Menyatukan NU dan Muhammadiyah dalam


Penentuan Awal Ramadhan, Idul Fitri Dan Idul Adha. Jakarta: Erlangga, 2007.

Latipah. "Studi Analisis Metode Penentuan Awal Bulan Kamariah Syekh Muhammad
Salman Jalil Arsyadi Al-Banjari Dalam Kita Mukhtasar 'ilmi al-miqat." Skripsi,
Fakultas Syariah Dan Hukum IAIN Walisongo, 2011.

Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Pedoman Hisab Muhammadiyah.
Yogyakarta: Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 2009.

MS, Moh. Adib. "Metode Penentuan Awal Bulan Qomariyah Syeikh Muhammad Faqih Bin
Abdul Jabbar Al-Maskumambangi." Skripsi, Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015.

Rahman, Abd. “Analisis Metode Awal Bulan Kamariyah Dalam Kitab Tarwih Karya K.H.
Kholiqul Fadhil." Skripsi, Fakultas Syariah Dan Hukum Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel, 2019.

22
23

Anda mungkin juga menyukai