Anda di halaman 1dari 18

TANTANGAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASI

Oleh:
Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A.
(Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah)

=========

=========

Diselenggarakan Oleh:
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 3-5 Muharam 1445 H/21-23 Juli 2023 M
KALENDER HIJRIAH GLOBAL: TANTANGAN DAN STRATEGI
IMPLEMENTASI •

Syamsul Anwar••

A. Pendahuluan
Masalah penyatuan kalender Islam merupakan masalah yang
tampaknya seperti hampir bersifa perenial. Hingga sekarang tidak ada
kalender Islam unifikatif yang dapat menyatukan sistem penanggalan dan
penentuan jatuhnya hari-hari besar Islam, meskipun peradaban Islam
sampai hari ini (Sabtu, 04 Muharam 1445 H) telah berusia 1457 tahun
Hijriah, 3 bulan, 14,5 hari sejak Al-Quran pertama kali diturunkan.1 Dalam
praktik, umat Islam mengggunakan beragam kalender yang satu sama lain
berbeda sistemnya, sehingga menimbulkan perbedaan jatuhnya tanggal
kamariah. Memang ada sistem kalender yang bersifat global, yaitu kalender
urfi (kalender tabular / kalender aritmatik), tetapi kalender ini tidak hakiki
sehingga tidak selalu pas dengan gerak faktual bulan di langit.
Selama dua dasawarsa terakhir kajian tentang bentuk kalender Islam
telah mengalami kemajuan pesat dibandingkan dengan periode
sebelumnya yang belum berhasil menemukan bentuk kalender global,
meskipun sudah banyak gagasan untuk itu. Bentuk konkret pertama
kalender Hijriah global pertama yang relatif akurat adalah hasil rumusan
Jamāluddīn (W. 1443/2021) dalam bukunya at-Taqwīm al-Qamarī al-Islāmī
al-Muwaḥḥad.2 Konsep kalender unifikatif Jamāluddīn ini kemudian
diadopsi oleh ISESCO dalam Temu Pakar II (yang melibatkan 23 orang


Makalah disampaikan pada Seminar Nasional I: Tantangan dan Strategi
Implementasi yang diselenggarakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah pada hari Sabtu, 04 Muharam 1445 H / 22 Juli 2023 M di Kampus
Universitas Muhammadiyah Malang.
••
Guru besar Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga dan Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
1 Al-Quran diturunkan pertama kali, yang menandai mulainya usia peradaban
Islam, menurut hasil penyelidikan riwayat sejarah dan kalkulasi astronomi, adalah pada
hari Senin, 19 Ramadan 14 Sebelum Hijriah, bertepatan dengan 25 Agustus 609 M. Lihat
Anwar, Diskusi dan Korespondensi Kalender Hijriah Global (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2014), h. 105.
2 Abderrazik, at-Taqwīm al-Qamarī al-Islāmī al-Muwaḥḥad (Rabat, Maroko:
Marsam 2024). Tersedia dalam versi Indonesia, Abderrazik, Kalender KamariaH Islam
Unifikatif, alih bahasa Syamsul Anwar (Yogyakarta: Itqan Publushing, 2013).
2

pakar astronomi dan syariah) yang diadakan di Rabat, Maroko, 15-16


Syawal 1429 / 15-16 Oktober 2008. Kalender ini kemudian oleh Tim Isesco
diuji untuk satu abad ke depan. Hasil lengkap keputusan tersebut
diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan dimuat sebagai lampiran
pada buku Hisab Bulan Kamariah.3
Usulan pertama kali untuk membuat kalender Hijriah global
berdasarkan hisab hakiki dikemukakan oleh ahli hadis Mesir Syaikh Aḥmad
Muḥammad Syākir (w. 1377/1958) pada tahun 1939 dalam bukunya Awā’il
asy-Syuhūr al-‘Arabiyyah.4 Dalam perjalanan upaya umat Islam
menyatukan sistem kalendernya, pada tanggal 18-19 Februari 2013 di
Istambul, Turki, diadakan Pertemuan Persiapan untuk Konferensi Rukyat
Hilal (Preparation Meeting for International Crescent Observation
Conference) yang diinisiasi oleh Badan Urusan Agama (Presidency of
Religious Affairs) Republik Turki. Pertemuan Persiapan ini memutuskan
untuk “Membentuk komisi ilmiah syar’i-astronomi yang bertugas melakukan
pengkajian terhadap usulan-usulan kalender hijriah unifikatif dan waktu-
waktu salat termasuk untuk kawasan lintang tinggi dan menyampaikan
hasilnya kepada Konferensi Internasional Rukyat Hilal, kemudian komisi itu
mengundang pada pengkaji ilmu fikih dan astronomi untuk mengajukan
usulan mereka kepada komisi dimaksud.”5 Komisi hasil keputusan
Pertemuan Pesiapan ini, yang di dalamnya termasuk perumus kalender
global Islam pertama, Jamāluddīn) memutuskan dua bentuk kalender
global Islam untuk dibahas dalam dalam Seminar Internasional Penyatuan
Kalender Hijriah (Uluslararasi Hijrî Takvim Birliği Kongresi) yang diadakan
di Istanbul pada hari Sabtu-Senin, 28-30 Mei 2016 M (21-23 Syakban 1437
H). Konferensi ini menghasilkan satu kesepakatan untuk mengadopsi suatu
kalender Hijriah global yang disebut Kalender Hijriah Global Tunggal
(KHGT) atau kadang-kadang disebut Kalender Islam Global Tunggal
(KHGT). Penerimaan kalender Islam global ini dilakukan melalui
pemungutan suatu di mana 80 dari 127 peserta menyatakan menerima

3Riḍā, dkk., Hisab Bulan Kamariah, alih bahasa Syamsul Anwar, edisi ke-3
(Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012), h. 143-153.
4Syākir, Awā’il asy-Syuhūr al-‘Arabiyyah (Kairo: Maktabat Ibn Taimiyyah li Ṭibā‘at
wa Nasr al-Kutub as-Salafiyyah, 1407 H), h. 19 dan 20.
5 Butir 5 dari Keputusan Pertemuan Persiapan untuk Konferensi Internasional
Rukyat Hilal, 18-19 Februari 2013, di Istanbul, Turki.
3

KHGT dan 27 menyatakan menghendaki kaslender bizonal, 14 peserta


abstain, dan enam suara rusak.6
Diterimanya KHGT dalam Konferensi Istanbul 2016 itu dapat
dipandang sebagai pencerminan kehendak kolektif umat terhadap
kehadiran kalender unifikatif. Sekarang tinggal bagaimana umat Islam
berkemauan dan dapat menerapkannya sehingga penyatuan momen-
momen keagamaan Islam dapat terealisir. Bagaimana strategi
implementasi KHGT? Untuk mencermati hal itu tentu harus diidentifikasi
faktor-faktor penghambat baik di masyarakat maupun pada sifat intrinsik
KHGT sendiri di samping melihat kemungkinan peluang. Faktor
penghambat dapat berupa masih minimnya pemahaman tentang apa
KHGT, apa urgensi, manfaat, serta dasar keperluan menerapkannya. Juga
perlu diidentifikasi beberapa aspek pada KHGT yang mungkin menjadi
sumber penolakannya. Untuk itu dalam tulisan ini hal-hal tersebut dijelaskan
secara singkat.
B. Memahami Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT)
1. Pengertian Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT)
Pemberian sifat “Tunggal” pada kalender Hijriah global yang diadopsi
di Istanbul tahun 2016 ini dimaksudkan untuk membedakannya dengan
beberapa bentuk kalender yang oleh perumusnya diklaim sebagai kalender
Hijriah global juga, pada hal tidak unifikatif, melainkan bersifat zonal. KHGT
adalah satu sistem kalender dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh
dunia. Dengan kata lain KHGT memandang seluruh muka bumi sebagai
satu matlak di mana hanya berlaku satu sistem penanggalan.
KHGT dibedakan dengan kalender Islam zonal (meskipun diklaim
juga oleh perunmusnya sebagai kalender Hiujriah global) di mana yang
terakhir ini merupakan pola penanggalan yang membagi kawasan muka
bumi ke dalam zona-zona tanggal yang pada masing-masingnya
diberlakukan penjadwalan tanggal yang mungkin berbeda dengan zona lain
pada bulan tertentu. Kalender zonal masih beragam lagi: ada yang trizonal
dan ada yang bizonal. Kalender trizonal, misalnya, adalah yang dirumuskan
oleh Mohammad Ilyas, astronom Muslim dari Malaysia. Ia membagi dunia
menjadi tiga zona tanggal: zona benua Amerika, zona Timur Tengah,

6 Anwar, “at-Taqwīm al-Islāmī al-Uḥādī fī Ḍau’I ‘Ilm Uṣūl al-Fiqh,” Al-Jami’ah:


Jpurnal of Islamic Studies, Vol. 54, no. 1 (2016), h. 205.
4

Eropah, dan Afrika, dan zona Asia.7 Kalender bizonal membagi kawasan
muka bumi menjadi dua zona, yaitu zona barat (benua Amerika) dan zona
timur (empat benua lainnya) di mana pada masing-masing zona
diberlakukan kalender yang jadwalnya mungkin berbeda dengan zona lain
pada bulan tertentu. Dalam Konferensi Istanbul 2016 yang melahirkan
KHGT diajukan dua konsep kalender, yaitu KHGT dan kalender bizonal
untuk didiskusikan dan dipilih. Setelah melalui diskusi panjang, dari segi
syariah, sosial dan astronomi, akhirnya para peserta memilih KHGT melalui
pemungutan suara dengan suara mayoritas mutlak mendukungnya.
2. Prinsip dan Syarat KHGT
Perumusan suatu kalender Hijriah global tidak sekedar membuat
kriterianya. Kriteria (parameter) itu hanya masalah turunan dari prinsip dan
syarat yang harus dipenuhi oleh kalender Islam global. KHGT didasarkan
kepada beberapa prinsip dan syarat, serta parameter yang diturunkan dari
prinsip dan syarat tersebut. Prinsip-prinsip perumusan KHGT meliputi (1)
penerimaan hisab, (2) transfer imkanu rukyat, (3) kesatuan matlak, (4)
keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia, dan (5) penerimaan Garis
Tanggal Internasional yang berlaku sekarang.8
Perumusan semua kalender, termasuk KHGT, mustahil tanpa
penerimaanan hisab. Bahkan kalender itu sendiri diartikan sebagai sarana
hisab untuk menentukan posisi hari dalam aliran waktu di masa lalu, kini,
dan akan datang. Kalender tidak mungkin dibuat berdasarkan rukyat,
karena kalender memuat jadwal tanggal jauh ke muka, minimal untuk waktu
satu tahun ke depan.
Transfer imkanu rukyat artinya bahwa imkanu rukyat yang terjadi di
suatu kawasan muka bumi diberlakukan ke seluruh bumi, sehingga
kawasan yang belum mengalami imkanu rukyat (kawasan timur bumi) ikut
memasuki bulan baru berdasarkan imkanu rukyat yang terjadi di tempat lain
(di sebelah barat bumi). Ini berarti bahwa seluruh kawasan muka bumi
dipandang sebagai satu matlak (satu zona tanggal). Karena itu KHGT
berbasis kepada kaidah pokok satu hari satu tanggal di seluruh dunia.

7 Ilyas, New Moon’s Visibility and International Islamic Calendar for the Asia-
Pasific Region, 1407H – 1421H (Islamabad-Kuala Lumpur: COMSTECH-OIC, RESEAP &
University of Science Malaysia, 1994), h. 40.
8 Anwar, Studi Hukum Islam Kontemporer Bagian Dua (Yogyakarta: UAD Press,
2020), h. 229.
5

KHGT juga menerima garis batas tanggal internasional yang berlaku


sekarang (International Date Line/IDL). Tidak perlu membuat garis batas
tanggal lain seperti diusulkan oleh Syaraf al-Quḍāh dan Mohammad Ilyas.
Dalam “Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam”
disepakati butir-butir syarat validitas kalender global Islam yang meliputi:
1) Kalender Islam harus merupakan suatu sistem yang dapat menampung
urusan agama dan dunia sekaligus, meskipun harus diakui bahwa fungsi
sivil dan administratif kalender Islam telah diambil alih oleh kalender
Masehi, dan tinggal fungsi relijius.
2) Kalender Islam harus didasarkan kepada bulan kamariah di mana
durasinya tidak lebih dari 30 hari dan tidak kurang dari 29 hari;
3) Kalender Islam harus merupakan kalender unifikatif dengan ketentuan satu
hari satu tanggal di seluruh dunia;
4) Kalender Islam tidak boleh menjadikan sekelompok orang Muslim di suatu
kawasan di muka bumi memasuki bulan baru sebelum terjadinya ijtimak;
5) Kalender Islam tidak boleh menjadikan sekelompok orang Muslim di suatu
kawasan di muka bumi memulai bulan baru sebelum yakin terjadinya
imkanu rukyat hilal di suatu tempat di muka bumi;
6) Kalender Islam tidak boleh menahan sekelompok orang Muslim di suatu
kawasan di muka bumi untuk memasuki bulan baru sementara hilal bulan
tersebut telah terpampang secara jelas di ufuk mereka.9
3. Parameter KHGT
Usaha merumuskan parameter kalender Hijriah global mengalami
perjalanan dan perkembangan yang panjang. Pengagas pertama kalender
global (Syaikh Aḥmad Muḥammad Syākir) membuat rumusan
parameternya moonset after sunset di Mekah pada hari ke-29 bulan
berjalan.10 Pada tahun 1998 parameter ini diadopsi oleh kalender Ummul
Qura.11 Satu tahun kemudian, dalam Konferensi Menteri Luar Negeri

9 “Keputusan dan Rekomendasi “Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan


Kalender Islam” (Ijtimā‘ al-Khubarā’ aṡ-Ṡānī li Dirāsat Waḍ‘ at-Taqwīm al-Islāmī / Second
Experts’ Meeting for the Study of Establishment of the Islamic Calendar) di Rabat, ibukota
Maroko, Rabu dan Kamis tanggal 15-16 Syawal 1429 H (15-16 Oktober 2008 M).
10
Syākir, Awā’il asy-Syuhūr al-‘Arabiyyah, h. 19 dan 28.
Zakī al-Muṣṭafā dan Yāsir Maḥmūd Ḥafiẓ, “Taqwīm Umm al-Qurā at-Taqwīm al-
11

Mu‘tamad fī al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Sa‘ūdiyyah,” <http://www.icoproject.org/pdf/


almostafa_ Hafize_2001.pdf>, akses 20-09-2007.
6

Negara-Negara OKI yang diselenggarakan di Ouagadugu, ibu kota Burkina


Faso (Afrika), pada 28 Juni s/d 01 Juli 1999 kalender ini diadopsi dengan
tambahan parameter “telah terjadi ijtimak sebelum matahari tenggelam di
Mekah atau suatu negeri Islam yang bersekutu dalam sebagian malam
dengannya.”12 Di Arab Saudi pada tahun 2003, karena kasus bulan Rajab
1424 H, diadopsi kalender wujudul hilal seperti dalam putusan Konferensi
Ke-26 Menteri Luar Negeri Negara-Negara Islam dan berlaku hingga
sekarang. Hanya saja titik acu (markaz)-nya adalah Mekah, tepatnya
Kakbah.13 Tetapi kalender Ummul Qura ini belum mampu menyatukan
seluruh dunia di mana dalam beberapa kasus, walaupun tidak banyak
,kalender ini menyebabkan suatu kawasan tertunda masuk bulan baru pada
hal bulan sudah dapat dilihat dikawasan itu. Misalnya bulan Zulhijah 1467
H. Ijtimak terjadi hari Selasa, 10 Oktober 2045 M, pukul 17:36:37 WIB;
10:36:37 GMT; atau 06:36:37 Waktu Cile. Tinggi Geosentrik Titik Pusat
Bulan di Santiago: +06°:50':09". Sementara di Mekah belum terpenuhi
kriteria kalender Ummul Qura, seperti terlihat pada ragaan berikut.

Peta Zulhijah 1467, Selasa, 10 Oktober 2045 M


Ijtimak: Selasa, 10-10-2045 M, pk. 17:36:37 WIB; 10:36:37 GMT; 06:36:37 WC
Tinggi Geosentrik Titik Pusat Bulan di Santiago: +06°:50':09"

Upaya pengkajian terus dilakukan. Dalam “Temu Pakar II untuk

12Keputusan Konferensi Menteri Luar Negeri Negara-negara Islam No. 18/26-C


tentang Kalender Hijriah Pemersatu.
Zakī al-Muṣṭafā dan Yāsir Maḥmūd Ḥafiẓ, “Taqwīm Umm al-Qurā at-Taqwīm
13

al-Mu‘tamad fī al-Mamlakah al-‘Arabiyyah as-Sa‘ūdiyyah,” <http://www.icoproject.org/pdf/


almostafa_ Hafize_2001.pdf>, akses 20-09-2007.
7

Pengkajian Perumusan Kalender Islam” di Maroko tahun 2008 diadopsi


empat kalender global untuk diuji konsistensi dan validitas parameter
masing-masing untuk jangka waktu satu abad ke muka. Untuk itu dibentuk
Tim Kerja yang terdiri dari ahli syariah dan ijtimak terjadi sebelum pukul
12:00 GMT; apabila ijtimak terjadi sesudah pukul 12:00 GMT, bulan baru
dimulai lusa.” Kalender ini diajukan ke ISESCO untuk dijadikan kalender
Islam pemersatu.
Parameter kalender ini memang simpel dan eksak, tetapi masih
mengandung sedikit kelemahan, yaitu saat ijtimak terjadi amat dekat
dengan pukul 12:00 GMT. Dalam kasus seperti ini bilamana ijtimak terjadi
misalnya pukul 12:15 GMT, misalnya, sehingga bulan baru dimulai lusa,
maka ada potensi bahwa sore hari itu hilal dimungkinkan terlihat di kawasan
ujung barat bumi. Hal itu karena bulan telah berjalan sekitar 18 jam dari saat
ijtimak hingga terbenam matahari di kawasan zona ujung barat bumi,
walaupun keterlihatannya mungkin hanya dengan teropong.
Oleh karena itu, dalam perjalanan waktu, terus dilakukan upaya
pencarian rumusan kalender Hijriah pemersatu yang lebih konsisten. Pada
tahun 2013 Badan Urusan Kegamaan Turki menyelenggarakan Pertemuan
Persiapan untuk melakukan kaji ulang kalender Islam dan membentuk Tim
Kerja yang ditugasi mencari rumusan kalender Islam. Hasil kerja Tim
kemudian mengajukan dua konsep kalender, yaitu kalender zonal dan
kalender tunggal untuk dikaji dan dipilih dalam Seminar Internasional
Penyatuan Kalender Hijriah (Uluslararasi Hijrî Takvim Birliği Kongresi /
International Hijri Calendar Unity Congress / Mu’tamar Tauḥīd at-Taqwīm
al-Hijrī ad-Duwalī) yang dilaksanakan pada tanggal 28-30 Mei 2016 di
Istanbul. Peserta kemudian memilih KHGT dengan rumusan parameter
yang lebih complicated sebagai berikut:
1) Seluruh kawasan dunia dipandang sebagai satu kesatuan di mana
bulan baru dimulai pada hari yang sama di seluruh kawasan dunia
tersebut.
2) Bulan baru dimulai apabila di bagian mana pun di muka bumi sebelum
pukul 24:00 tengah malam [pukul 00:00] Waktu Universal (WU) / GMT
telah terpenuhi kriteria berikut: jarak sudut antara matahari dan bulan
(elongasi) pada waktu matahari tenggelam mencapai 8º atau lebih, dan
ketinggian di atas ufuk saat matahari terbenam mencapai 5º atau lebih.
8

3) Koreksi kalender: Apabila kriteria di atas terpenuhi setelah lewat tengah


malam [pukul 00:00] WU/GMT, maka bulan baru tetap dimulai dengan
ketentuan:
a. Apabila imkanu rukyat hilal dengan parameter elongasi dan
ketinggian di atas telah terjadi di suatu tempat mana pun di dunia dan
ijtimak terjadi sebelum waktu fajar di New Zealand.
b. Imkanu rukyat tersebut (sebagaimana pada huruf a) terjadi di daratan
benua Amerika.14

C. Dasar Syar’i Penerapan KHGT


1. Al-Quran
Dalam Al-Quran tidak terdapat nas sarih dan langsung mengenai
KHGT. Tetapi terdapat isyarat yang dapat dijadikan dasar syar’i bagi
penerapan kalender unifikatif. Dalam Q 2: 189, Allah berfirman,
ۡ َّ ُ ََ ۡ ُ َّ َ ۡ َ َ َ َُ َۡ
]189 :‫اس َوٱۡلَ ِج ﵞ [البقرة‬ َ ِ ‫ﵟيسـلونك عن ٱۡلهِل ِةِۖ قل‬
ِ ‫ِه موَٰقِيت ل ِلن‬ ِ
Mereka bertanya kepadamu tentang sabit-sabiut bulan.
Katakanlah: Sabit-sabiut bulan itu adalah petunjuk waktu untuk
manusia dan pelaksanaan ibadah haji [Q 2:189].
Ayat ini mengandung beberapa hal, yaitu (1) bahwa kalender Islam
itu adalah kalender lunar (bulan) dan (2) ada isyarat bahwa kalender Islam
itu bersifat global. Ini dapat difahami dari pernyataan “lin-nās” (bagi
manusia) yang menunjukkan keumuman dan keberlakuan kalender secara
universal bagi seluruh manusia di muka bumi. Artinya Q. 2: 189 ini dapat
ditafsirkan menjadi dasar bagi bentuk kalender Islam global yang harus kita
pilih.
Selain itu ayat di atas mengandung isyarat fungsi relijius kalender
Islam yang diwakili dan dicerminkan oleh kata “al-ḥajj”. Dalam hadis
ditegaskan bahwa puncak ibadah haji itu adalah wukuf di Arafah di satu
nsisi, dasn di sisi lain hari Arafah itu disunatkan untuk dipuasai oleh kaum
Muslimin yang tidak sedang melaksanakan haji. Agar hari Arafah itu dapat

14Panitia Ilmiah (Pengarah) Konferensi, “al-Milaff al-Muḥtawī Ma‘āyīr Masyrū‘ai at-


Taqwīm al-Uḥādī wa aṡ-Ṡunā’ī al-Manwī Taqdīmuhu ilā al-Mu’tamar Ma‘a an-Namāżij at-
Taṭbīqiyyah,” kertas kerja yang disiapkan oleh Panitia Ilmiah (Pengarah) dan
dipresentasikan di Kongres Istanbul 2016, h. 9.
9

jatuh pada hari yang sama di seluruh muka bumi, maka tidak ada lain cara
kecuali menerapkan kalender global tunggal (unifikatif).15
2. Hadis

‫ومو َن‬
ُ ‫ص‬ُ ‫الص ْو ُم َي ْو َم َت‬
َّ ‫ال‬ َّ ‫َع ْن َأبي ُه َرْي َر َة َأ َّن‬
َ ‫النب َّي صلى هللا عليه وسلم َق‬
ِ ِ
َ‫َ ْ ْ ُ َ ْ َ ُ ْ ُ َ َ ْ َ ْ َ َ ْ َ ُ َ ُّ ن‬
.]‫وال ِفطر يوم تف ِطرون واْلضحى يوم تضحو [رواه الترمذي والدارقطني‬
Dari Abū Hurairah [diriwayatkan] bahwa nabi saw bersabda,
“Puasa itu pada hari (semua kamu berpuasa), Idulfitri pada hari semua
kamu beridulfitri, dan Iduladha pada hari semua kamu beriduladha [HR
at-Tirmiżī dan ad-Dāraqunī].16
Dari segi usul fikih, kata “kamu” dalam pernyataan hadis di atas
adalah bentuk jamak dan jamak menunjukkan keumuman, sehingga hadis
ini menyatakan bahwa puasa dilaksanakan pada hari semua kamu umat
Islam melaksanakan puasa. Begitu pula halnya Idulfitri dan Iduladha
dilaksanakan pada hari semua umat Islam melaksanakannya. Artinya
ketiga ibadah itu dilaksanakan oleh kamum Muslimin secara serentak pada
hari yang sama. Syaikh Aḥmad Muḥammad Syākir, ahli hadis pensyarah
Sunan at-Tirmiżī selaku orang pertama yang menggagas KHGT,
menggunakan hadis ini sebagai dasar menyatakan bahwa kalender Islam
itu wajib unifikatif di mana setiap awal bulan dimulai serentak di seluruh
dunia tanpa mempertimbangkan perbedaan matlak.17
D. Urgensi dan Manfaat KHGT
Kehadiran KHGT dipandang sebagai suatu hal yang amat urgen bagi
umat Islam dilihat dari beberapa perspektif sebagai berikut:

1) Sebagai upaya membangun citra kesatuan umat Islam di mata dunia


dan sekaligus sebagai pembaruan institusional Islam itu sendiri. Hal ini
ditegaskan dalam “Deklarasi Dakar”, yang merupakan hasil Konferensi
Puncak negara-negara anggota OKI 13-14 Maret 2008, “Dalam rangka
pembaruan Islam itu sendiri, kami menyampaikan seruan kepada
negara-negara kita dan para pakarnya agar melakukan mobilisasi

15 PP Muhammadiyah, Tafsir At-Tanwir (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,


2022), h. 148.
16 At-Tirmiżī, al-Jāmi‘ al-Kabīr (Sunan at-Tirmiẓī), diedit Basysyār ‘Awwād Ma‘rūf
(Beirut: Dār al-Garb al-Islāmī, 1996), II: 74, hadis nomor 697; dan ad-Dāraquṭnī, Sunan ad-
Dāraquṭnī, diedit oleh Syu‘aib al-Arna’ūṭ dkk. (Beirut: Mu’assasat ar-Risālah aṭ-Ṭibāʻah wa
an-Nasyr wa at-Tauzī‘, 1424/2004), h. III : 114, hadis nomor 2181.
17 17 Syākir, Awā’il asy-Syuhūr al-‘Arabiyyah, h. 19 dan 20.
10

tenaga dalam upaya melakukan penyatuan kalender Islam guna


mendukung penguatan citra Islam di mata dunia.”
2) Umat Islam kontemporer hidup dalam dunia yang mengalami
globalisasi di mana tidak ada lagi batas geografis, kultural, dan spatio-
temporal yang membatasi komunikasi antara satu kawasan dengan
kawasa lain. Oleh karena itu adalah aneh apabila kita masih tetap
berpegang kepada kalender lokal yang tidak menyapa umat dalam satu
sistem kesatuan kalender.
Kehadiran KHGT ini juga tentu membawa manfaat bagi umat
Islam, antara lain:

1) Sebagai pemenuhan maqasid syariah terkait kalender yang


menekankan kesatuan umat seperti ditegaskan dalam, misalnya,
firman Allah, Sesungguhnya ini adalah umatmu yang merupakan umat
yang satu [Q 21: 92 dan 23: 52] dan dalam hadis at-Tirmiżī di atas, yang
salah satu bentuk implementasinya adalah menghadirkan dan
menerapakan KHGT.
2) Sebagai sarana penyatuan hari-hari ibadah Islam, terutama ibadah
yang pelaksanakaan dilakukan di suatu tempat, sementara waktunya
terkait dengan peristiwa di tempat lain, yaitu ibadah sunat puasa Arafah.
E. Hambatan Penerapan KHGT
Sejumlah faktor dapat disebut sebagai penghambat penerimaan dan
penerapan KHGT, baik faktor internal kalender itu sendiri maupun faktor
masyarakat secara umum. Hambatan terkait dengan karakter KHGT sendiri, yaitu:

1. KHGT Berbasis Hisab.


Sesungguhnya semua kalender, termasuk KHGT, berbasis hisab. Tidak
mungkin membuat kalender dengan rukyat. Hal itu karena kalender memuat
jadwal tanggal jauh ke depan, sementara dengan rukyat tanggal baru bisa
diketahui sehari atau dua hari sebelumnya (H-1 atau 2). Tidak diingkari bahwa
masyarakat Muslim secara luas di berbagai belahan dunia masih sangat kental
dengan rukyat untuk penentuan awal bulan-bulan ibadah. Ini akan menjadi salah
satu faktor penghambat penerimaan KHGT. Untuk itu perlu sosialisasi secara luas
keabsahan penggunaan hisab dalam menentukan bulan kamariah, khususnya
bulan-bulab ibadah.
Argumen mengenai keabsahan penggunaan hisab untuk penetapan awal
bulan-bulan ibadah sudah banyak dikemukakan, bahkan oleh ulama-ulama
11

terkemuka. Untuk itu tinggal melakukan sosialisasi pandangan-pandangan


mereka tentang hisab di samping argumen-argumen baru perlu digali.

2. Transfer Imkanu Rukyat dan Kesatuan Matlak


Hal lain yang penting mendapat perhatian untuk diberi penjelasan yang
argumrntatif adalah keabsahan transfer imkanu rukyat ke seluruh muka bumi dan
konsekuensinya memegangi prinsip kesatuan matlak serta meninggalkan faham
perbedaan matlak (ikhtilāf al-maṭāli‘). Sementara itu banyak ulama yang
membatasi transfer imkanu rukyat dengan memegangi prinsip perbedaan matlak,
walaupun tidak merupakan pendapat mayoritas.
Apabila kita menerima konsep imkanu rukyat dan menerima pula ketentuan
hadis Abū Hurairah di atas yang menghendaki penyatuan jatuhnya awal bulan
Hijriah di seluruh dunia pada hari yang sama, maka kita harus menerima transfer
imkanu rukyat ke seluruh dunia dan meniadakan perbedaan matlak. Tanpa
transfer, tidak mungkin menyatukan tanggal di seluruh dunia, karena kaveran
imkanu rukyat itu di muka bumi terbatas dan tidak pernah bisa mengkaver seluruh
muka bumi pada hari yang sama. Oleh karena itu imkanu rukyat yang terjadi di
suatu kawasan diberlakukan kepada kawasan sebelah timur yang tidak
mengalaminya.
Kebanyakan fukaha menerima prinsip ini, sebagaimana tercermin dalam
kutipan-kutipan berikut,

• Imam an-Nawawī (w.676/1277) menegskan,


َْ َ ُ ْ ُّ ُّ ُ َ َ َ ْ َ ُ ْ َ َ َ َ
‫الرؤ َية ِفي َم ْو ِض ٍع َج ِم َيع أ ْه ِل اْل ْرض‬ ‫وقال بعض أصح ِابنا تعم‬
Beberapa ulama kami (ulama Syafiiah) mengatakan, “Rukyat
yang terjadi di suatu tempat berlaku untuk seluruh penduduk bumi.”18
• Ibn Nujam al-Miṣrī (w. 970/1563) menulis,
ُ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َْ َ ْ ََْ ََ
‫ َول ْم َي َر ُه أ ْه ُل َبل َد ٍة أ ْخ َرى‬،‫اخ ِتَل ِف اْلط ِال ِع ف ِإذا َر ُآه أ ْه ُل َبل َد ٍة‬ ‫وَل ِعبرة ِب‬
ْ
‫ َو َيل َز ُم‬،‫وج ٍب‬ ‫م‬
ُ
ُ ‫وموا ب ُر ْؤ َي ِة أ َول ِئ َك َإذا َث َب َت ِع ْن َد ُه ْم ب َطريق‬ ُ ‫ص‬ ُ ‫َو َج َب َع َل ْيه ْم َأ ْن َي‬
ِ ٍ ِ ِ ِ ِ
ْ َ ْ ْ َ َ ‫َ ْ َ ْ َ ْ ق ُ ْؤ‬
.‫أهل اْلش ِر ِ ِبر ي ِة أه ِل اْلغ ِر ِب‬
Dan tidak dipertimbangkan perbedaan matlak. Apabila hilal
terlihat oleh penduduk suatu negeri dan tidak terlihat oleh penduduk
negeri lain wajib atas mereka untuk berpuasa apabila hilal terlihat

18An-Nawawī, Ṣaḥīh Muslim bi Syarḥ an-Nawawī (Kairo: al-Maṭba‘ah al-Miṣriyyah,


1347/1929), h. VII: 197.
12

dengan cara yang mewajibkan. Puasa wajib atas penduduk timur


karena rukyat penduduk barat.19
• Syaikhī Zādah (1078/1667), fakih Hanafi, menegaskan,

‫(وإذا ثبت في موضع لزم جميع الناس) وَل اعتبار باختَلف اْلطالع حتى‬
‫قالوا لو رأى أهل اْلغرب هَلل رمضان يجب برؤيتهم على أهل اْلشرق إذا ثبت‬
.‫عندهم بطريق موجب‬
Apabila hilal terlihat di suatu tempat, wajib berpuasa atas semua
manusia, dan tidak dipertimbangkan perbedaan matlak, sehingga para
ulama mengatakan, “Seandainya penduduk barat melihat hilal
Ramadan, wajib karena rukyat mereka ini berpuasa atas penduduk
timur apabila hilal itu tampak oleh mereka dengan cara yang
mewajibkan berpuasa.”20
• Ibn ‘Āsyūr, fakih Maliki (w. 1393/1973), mengutip pendapat kebanyakan
fukaha mazhab empat,
َ ُ ُ
‫وأقوال اْلذاهب اْلربعة جرت على أن َل عبرة باختَلف‬ ‫«فأدلة السنة‬
‫ هذا هو‬:‫ وقال اْلالكية‬،‫ هذا قو ُل أكثر اْلشايخ‬:‫ قال الحنفية‬... ... ... ‫اْلطالع‬
َ
‫ َل خَلف‬:‫ وقال الحنابلة‬،‫ في اْلسألة قوَلن مصححان‬:‫ وقال الشافعية‬،‫اْلشهور‬
َ َ َ
.‫بلد تلزم بقية البلدان‬
ٍ ‫أهل‬ ِ ‫في أن رؤية‬
Dalil-dalil Sunnah dan pendapat mazhab yang empat selaras
dengan prinsip tidak mempertimbangkan perbedaan matlak … … …
Ulama Hanafiah mengatakan, “Ini adalah pendapat kebanyakan
masyayikh.” Ulama Malikiah menyatakan, “Ini adalah pendapat yang
masyhur.” Ulama Syafiiah menyatakan, “Tentang masalah ini [dalam
mazhab Syafii] ada dua pendapat yang dipandang sah.” Ulama
Hanabilah mengatakan, “Tidak ada perbedaan pendapat bahwa rukyat
penduduk suatu negeri mengikat bagi seluruh negeri lain.”21
Sesungguhnya prinsip transfer rukyat dan kesatuan matlak itu dapat
disandarkan kepada hadis, “Berpuasalah kamu ketika terjadi rukyat dan

19 Ibn Nujaim al-Miṣrī, al-Baḥr ar-Ra’iq fī Syarḥ Kanz ad-Daqā’iq (Beirut: Dār al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 1418/1997), II: 471.
20 Zādah, Majma‘ al-Anhur rfī Syarḥ Multaqā al-Abḥur (Beirut: Dār al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1419/1998), I: 352.
21 Ibn ‘Āsyūr, Jamharat Maqālāt wa Rasā’il asy-Syaikh al-Imām Muḥammad Ibn aṭ-
Ṭāhir Ibn ‘Āsyūr, diedit dan dihimpun oleh Muḥammad aṭ-Ṭāhir al-Mīsāwī (Yordania: Dār
an-Nafā’is li an-Nasyr wa at-Tauzī‘, 1436/2015), II: 826.
13

beridulfitri ketika terjadi rukyat” [HR Muslim].22 Hadis ini secara numum
memerintahkan agar berpuasa dan beridulfitri saat ada yang melihat hilal
seehingga para ulama di atas menyimpulkan bahwa di mana pun hilal
terlihat, maka seluruh kaum Muslimin wajib berpuasa termasuk yang
berada di kawasan yang belum melihat hilal baik karena masih rendah
posisinya maupun karena di bawah ufuk. Syarat KHGT itu adalah telah
terjadi rukyat di suatu tempat di muka bumi, bukan terjadi rukyat di seluruh
muka bumi.23
3. Masuk Bulan Baru Saat Bulan Masih di Bawah Ufuk bagi
Kawasan Tertentu
Dampak dari prinsip kesatuan matlak dan transfer imkanu rukyat
secara global adalah bahwa kawasan timur bumi di mana bulan masih di
bawah ufuk ikut memasuki bulan baru. Kondisi ini menjadi faktor yang
mendorong penolakan terhadap kalender global. Para pendukubng KHGT
harus dapat memberikan alasan syar’i atas keadaan ini. Di atas telah
disinggung bahwa syarat kalender itu adalah imkanu rukyat di suatu tempat
mana pun di muka bumi, maka imkanu rukyat itu berlaku untuk seluruh
kaum Muslimin, karena tidak ada katasan berlaskunya rukyat.
Bahwa ada pendapat dalam fikih yang menyatakan rukyat hanya
berlaku di kawasan tertentu (pendapat yang memegangi prinsip perbedaan
matlak), itu hanyalah sebuah ijtihad bukan ketetapan nas sarih. Karena
hadis Abū Hurairah yang dikutip terdahulu [pada sub C.2.] memerintahkan
penyatuan jatuhnya hari-hari besar Islam di seluruh dunia pada hari yang
sama, maka konsekuensinya imkanu rukyat mau tidak mau diberlakukan ke
seluruh dunia sebagaimana ijtihad kebanyakan ulama seperti dikutip di
atas, dan sesuai dengan kaidah fikih,
َ َّ ْ َ
‫َما َل َي ِت ُّم ال َو ِاج ُب إَل ِب ِه ف ُه َو َو ِاجب‬

22 Muslim, Ṣaḥīḥ Muslim, diedit oleh Muḥammad Fu’ād ‘Abd al-Bāqī (Beirut: Dār
al-Fikr, 1412/1992), I: 482, hadis nomor 17 [1081].
23
Uraian lebih detail tentang masalah transfer imkanu rukyat lihat Anwar, “”al-Jawānib
asy-Syar‘iyah wa al-Fiqhiyyah li Waḍ‘ at-Taqwīm al-Islāmī al-‘Ālamī,” dalam Maṭāli‘ asy-
Syuhūr al-Qamariyyah wa at-Taqwī al-Islāmī, kumpulan kertas kerta Temu Pakar I dan
Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalnder Islam (Rabat: ISESCO, 1431/2010),
h. 367 dst.
14

Sesuatu di mana kewajiban tidak dapat dilaksanakan tanpanya,


maka sesuatu itu wajib.24
Dalam kalender global yang dilarang memasuki bulan baru adalah
saat belum terjadi ijtimak, bukan saat bulan di bawah ufuk. Dalam
parameter KHGT yang dikemukakan di atas, ditegaskan bahwa apabila
imkanu rukyat terjadi sesudah pukul 00:00, maka bulan baru dapat dimulai
hari itu dengan ketentuan telah terjadi ijtimak sebelum fajar di Selandia Baru
dan imkanu rukyat rukyat 5-8 terjadi di daratan benua Amerika.
F. Faktor di Luar Kalender
Faktor di luar KHGT terkait dengan cara umat Islam memahami
agamanya dalam kaitan dengan perubahan konteks. Pemahaman
keagammaan kita dalam banyak hal berorientasi ke masa lalu. Warisan
masa lalu memang sangat penting, namun perlu diingat bahwa tidak semua
problem masa kini dan masa depan tersedia pemecahannya dalam warisan
masa lalu. Dalam sejumlah masalah kita harus berijtihad untuk masa kita
sekarang sebagaimana para fukaha kita telah berijtihad untuk menjawab
tabntangan zakaman mereka.
Demikianlah dalam kaitan dengan kalender Islam, kita harus dapat
melakukan ijtihad baru tanpa terkooptasi oleh pandangan masa lalu yang
dibatasi oleh kondisi dan ruang budaya zaman mereka. Karena itu faham
hisab mestinya kita terima tanpa perlu perdebatkan lagi, karena hisab itu
merupakan kebutuhan kita untuk menyatukan penanggalan Islam yang
tidak mungkjin dilakukan tanpa hisab.
G. Strategi Implementasi
Berangkat dari sejumlah hambatan terkait penerapan KHGT, maka dapat
dirumuskan beberapa strategi untuk mengatasi hal tersebut.

1. Melakukan sosialisasi dan menyebarluaskan informasi tentang apa


KHGT, apa urgensi dan manfaatnya, mengapa harus
menggunakannya, serta apa dasar-dasar syar’i penerapannya? Hal ini
dapat dilakukan dengan memanfaatkan sarana komunikasi modern,
melalui ceramah, diskusi, seminar, dan pengkajian.
2. Mendidik spesialis ahli falak dan syar’iah sebagai pengawal KHGT yang
mampu melakukan pengkajian, penelitian, penyusunan kalender, dan
pengembangan masalah-masalah perkalenderan khususnya dan

24 As-Subkī, al-Asybāh wa an-Naẓā’ir, diedit oleh ‘Ādil Aḥmad ‘Abd al-Maujūd dan
‘Alī Muḥammad ‘Iwaḍ (Beirut: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1411/1991), II: 88.
15

masalah falak secara umum di samping menguasai syariah yang tidak


dapat dilepaskan kaitannya dengan masalah perkalenderan dan falak
secara lebih luas. Alhamdulillah Muhammadiyah telah memiliki
observatorium seperti yang dimiliki UMSU sehingga ini merupakan
modal yang kuat bagi pengembangan dan sosialisasi KHGT.
3. Mengintensifkan publikasi ilmiah tentang masalah-masalah
perkalenderan melalui jurnal-jurnal nasional dan internasional termasuk
jurnal-jurnal PTMA yang jumlahnya banyak dan beberapa merupakan
jurnal internasional.
4. Melatih para mubaligh dan pimpinan Majelis Tarjih dan Tajdid di
berbagai tingkat agar memahami KHGT karena mereka tidak mungkin
mengkomunikasikan KHGT dalam ceramah, pengajian, atau forum apa
pun yang mereka miliki tanpa mereka sendiri memiliki pemahaman
yang memadai tentang itu. Jadi pelatihan mubaligh perlu dalam rangka
sosialisasi.
5. Membangun komunikasi dengan pihak Arab Saudi untuk mendialogkan
perlunya karender Islam global dan menjelaskan kemusykilan-
kemusykilan ketiadaan KHGT. Arab Saudi mempunyai peran sentral
dalam upaya implementasi KHGT karena peristiwa wukuf di Arafah,
yang merupakan salah satu kunci penyatuan kalender, terjadi di Arab
Saudi.

BIBLIOGRAFI
‘Abd ar-Rāziq, Jamāluddīn, (Abderrazik, Jamal Eddine), at-Taqwīm al-
Qamarī al-Islāmī al-Muwaḥḥad, Rabat, Maroko: Marsam, 2004.

Anwar, Syamsul, “al-Jawānib asy-Syar‘iyyah wa al-Fiqhiyyah li at-Taqwīm


al-Islāmī,” dalam Maṭāli‘ asy-Syuhūr al-Qamariyyah wa at-Taqwīm
al-Islāmī, Rabat, Maroko: Islamic Educational, Scientific and Cultural
Organization (ISESCO), 1431/2010, h. 362-378.

Anwar, Syamsul, “at-Taqwīm al-Islāmī al-Uḥādī fī Ḍau’i ‘Ilm Uṣūl al-Fiqh,”


Al-Jamiah: Journal of Islamic Studies, Vol. 54: 1 (2016), h. 463-492.

Anwar, Syamsul, Studi Hukum Islam Kontemporer Bagian Dua


(Yogyakarta: UAD Press, 2020

Anwar, Syamsul, Syamsul, Diskusi dan Korespondensi Kalender Hijriah


Global, Jogjaakarta: Suara Muhammadiyah, 2014.
16

Ibn ‘Āsyūr, Muḥammad aṭ-Ṭāhir, Jamharat Maqālāt wa Rasā’il asy-Syaikh


al-Imām Muḥammad Ibn aṭ-Ṭāhir Ibn ‘Āsyūr, diedit dan dihimpun oleh
Muḥammad aṭ-Ṭāhir al-Mīsāwī, 4 jilid, Yordania: Dār an-Nafā’is li an-
Nasyr wa at-Tauzī‘, 1436/2015.

Ibn Nujaim al-Miṣrī, al-Baḥr ar-Ra’iq fī Syarḥ Kanz ad-Daqā’iq, 9 jilid, Beirut:
Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1418/1997.

Ilyas, Mohammad, New Moon’s Visibility and International Islamic Calendar,


Islamabad: OIC-COMSTECH, dan Kuala Lumpur: RISEAP, 1994.

Keputusan dan Rekomendasi “Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan


Kalender Islam”, Ijtimā‘ al-Khubarā’ aṡ-Ṡānī li Dirāsat Waḍ‘ at-
Taqwīm al-Islāmī / Second Experts’ Meeting for the Study of
Establishment of the Islamic Calendar) di Rabat, ibukota Maroko,
Rabu dan Kamis tanggal 15-16 Syawal 1429 H (15-16 Oktober 2008
M).

Keputusan Pertemuan Persiapan untuk Konferensi Internasional Rukyat


Hilal, 18-19 Februari 2013, di Istanbul, Turki.

Maṭāli‘ asy-Syuhūr al-Qamariyyah wa at-Taqwī al-Islāmī, kumpulan kertas


kerta Temu Pakar I dan Temu Pakar II untuk Pengkajian Perumusan
Kalnder Islam, Rabat: ISESCO, 1431/2010.

Nawawī, Abū Zakariyā Muḥyiddīn Ibn Syaraf an-, Ṣaḥīh Muslim bi Syarḥ an-
Nawawī, 18 jilid, Kairo: al-Maṭba‘ah al-Miṣriyyah, 1347/1929.

Panitia Ilmiah (Pengarah) Konferensi, “al-Milaff al-Muḥtawī Ma‘āyīr


Masyrū‘ai at-Taqwīm al-Uḥādī wa aṡ-Ṡunā’ī al-Manwī Taqdīmuhu ilā
al-Mu’tamar Ma‘a an-Namāżij at-Taṭbīqiyyah,” kertas kerja yang
disiapkan oleh Panitia Ilmiah (Pengarah) dan dipresentasikan di
Kongres Istanbul 2016.

PP Muhammadiyah, Tafsir At-Tanwir (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah,


2022.

Riḍā, Muḥammad Rasyīd, dkk., Hisab Bulan Kamariah, alih bahasa


Syamsul Anwar, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2012.
17

Subkī, Tājuddīn Ibn as-, al-Asybāh wa an-Naẓā’ir, diedit oleh ‘Ādil Aḥmad
‘Abd al-Maujūd dan ‘Alī Muḥammad Mu‘áwwaḍ, 2 jilid, Beirut: Dār al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 1411/1991.

Syākir, Aḥmad Muḥammad, Awā’il asy-Syuhūr al-‘Arabiyyah, cet. ke-2,


Kairo: Maktabah Ibn Taimiyyah li Ṭibā‘at wa Nasyr al-Kutub as-
Salafiyyah, 1407 H.

Tirmiżī, Abū ‘Īsā Muḥammad Ibn Īsā at-, al-Jāmi‘ al-Kabīr (Sunan at-Tirmiẓī),
diedit Basysyār ‘Awwād Ma‘rūf, 6 jilid, Beirut: Dār al-Garb al-Islāmī,
1996.

Zādah, Syaikhī, Majma‘ al-Anhur rfī Syarḥ Multaqā al-Abḥur, 4 jilid, Beirut:
Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1419/1998.

Anda mungkin juga menyukai