A. PENDAHULUAN Hisab berasal dari bahasa Arab "hasaba" artinya menghitung, mengira dan membilang. Jadi hisab adalah kiraan, hitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam al-Quran diantaranya mengandung makna perhitungan perbuatan manusia. Dalam disiplin ilmu falak (astronomi), kata hisab mengandung arti sebagai ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda langit yang dimaksud di sini adalah lebih khusus kepada posisi matahari dan bulan dilihat dari pengamat di bumi. Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan syariah khususnya masalah ibadah misalnya; shalat fardu menggunakan posisi matahari sebagai acuan waktunya, penentuan arah kiblat dengan menghitung posisi bayangan matahari, penentuan awal bulan hijriyah dengan melihat posisi bulan dan mengetahui kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi matahari dan bulan. Ilmu Falak yang mempelajari kaidah- kaidah Imu Syariah tersebut dinamakan Falak Syar'i (Ilmu Falak + Ilmu Syariah = Falak Syar'i). Di Indonesia nama yang populer adalah Falak saja 1 . Dalam diskursus mengenai Kalender Hijriyah konsep hisab mengarah kepada metodologi untuk mengetahui hilal. Dalam pengertian ini hisab memiliki dua aliran yaitu hisab urfi dan hisab hakiki. Hisab urfi adalah sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional 2 . Perlu diketahui bahwa hisab urfi tidak hanya dipakai di Indonesia saja. Sedangkan hisab hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi
1 Mutoha Arkanuddin, Hisab Awal Bulan Komariyah, dalam Software Aplikasi Falak (SAF). Beliau adalah Anggota Lajnah Falakiyah PWNU Propinsi DIY, Anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Propinsi DIY, Koordinator Rukyat Hilal Indonesia (RHI) 2 Susiknan Azhari, I lmu Falak, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyyah, 2007), hal. 102. 2
yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah konstan dan juga tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan. 3
B. PEMBAHASAN 1. Macam-macam Hisab Terdapat banyak metode hisab (sistem hisab) untuk menentukan posisi bulan, matahari dan benda langit lain dalam ilmu Falak. Sistem hisab ini dibedakan berdasarkan metode yang digunakan berkaitan dengan tingkat ketelitian atau hasil perhitungan yang dihasilkan. a) Hisab Istilahi Pada sistem hisab ini perhitungan bulan komariyah ditentukan berdasarkan umur rata-rata bulan sehingga dalam setahun komariyah umur dibuat bervariasi 29 dan 30 hari. Bulan bernomor ganjil yaitu mulai Muharram berjumlah 30 hari dan bulan bernomor genap yaitu mulai Shafar berumur 29 hari. b) Hisab Taqribi ( taqrobu = pendekatan, aproksimasi ) Adalah sistem hisab yang sudah menggunakan kaidah-kaidah astronomis dan matematik namun masih menggunakan rumus-rumus sederhana sehingga hasilnya kurang teliti. Sistem hisab ini merupakan warisan para ilmuwan falak Islam masa lalu dan hingga sekarang masih menjadi acuan hisab di banyak pesantren di Indonesia. hasil hisab taqribi akan sangat mudah dikenali saat penentuan ijtimak dan tinggi hilal menjelang 1 Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah yaitu terlihatnya selisih yang cukup besar terhadap hitungan astronomis modern. Beberapa kitab falak yang berkembang di Indonesia yang masuk dalam kategori Hisab Taqribi misalnya; Sullam al Nayyirain, Ittifaq Dzatil Bainy, Fat al Rauf al Manan, Al Qawaid al Falakiyah dsb. c) Hisab Haqiqi ( haqiqah = realitas atau yang sebenarnya )
3 Susiknan Azhari, I lmu Falak, hal. 105.
3
Menggunakan kaidah-kaidah astronomis dan matematik menggunakan rumus-rumus terbaru dilengkapi dengan data-data astronomis terbaru sehingga memiliki tingkat ketelitian yang tinggi. Sedikit kelemahan dari sistem hisab ini adalah penggunaan kalkulator yang mengakibatkan hasil hisab kurang sempurna atau teliti karena banyak bilangan yang terpotong akibat digit kalkulator yang terbatas. Beberapa sistem hisab haqiqi yang berkembang di Indonesia diantaranya: Hisab Hakiki, Tadzkirah al Ikhwan, Badi'ah al Mitsal dan Menara Kudus, Al Manahij al Hamidiyah, Al Khushah al Wafiyah, dsb. d) Hisab Haqiqi Tahqiqi ( tahqiq = pasti ) Sebenarnya merupakan pengembangan dari sistem hisab haqiqi yang diklaim oleh penyusunnya memiliki tingkat akurasi yang sangat- sangat tinggi sehingga mencapai derajat "pasti". Klaim seperti ini sebenarnya tidak berdasar karena tingkat "pasti" itu tentunya harus bisa dibuktikan secara ilmiah menggunakan kaidah-kaidah ilmiah juga. Namun sejauh mana hasil hisab tersebut telah dapat dibuktikan secara ilmiah sehingga mendapat julukan "pasti" ini yang menjadi pertanyaan. Sedangkan perhitungan astronomis modern saja hingga kini masih menggunakan angka ralat (delta T) dalam setiap rumusnya. Namun demikian hal ini merupakan kemajuan bagi perkembangan sistem hisab di Indonesia. Sebab sistem hisab ini ternyata sudah melakukan perhitungan menggunakan komputer serta beberapa diantaranya sudah dibuat dalam bentuk software/program komputer yang siap pakai. e) Hisab Kontemporer / Modern Sistem hisab ini yang menggunakan alat bantu komputer yang canggih menggunakan rumus-rumus yang dikenal dengan istilah algoritma. Beberapa diantaranya terkenal karena memiliki tingkat ketelitian yang tinggi sehingga dikelompokkan dalam High Accuracy Algorithm diantara : Jean Meeus, VSOP87, ELP2000 Chapront- Touse, dsb. dengan tingkat ketelitian yang tinggi dan sangat akurat 4
seperti Jean Meeus, New Comb, EW Brown, Almanac Nautica, Astronomical Almanac, Mawaqit, Ascript, Astro Info, Starrynight dan banyak software-software falak yang lain. Para pakar falak dan astronomi selalu berusaha menyempurnakan rumus-rumus untuk menghitung posisi benda-benda langit hingga pada tingkat ketelitian yang 'pasti /qat'i ''. Hal ini tentunya hanya bisa dibuktikan dan diuji saat terjadinya peristiwa-peristiwa astronomis seperti terbit matahari, terbenam matahari, terbit bulan, terbenam bulan, gerhana matahari, gerhana bulan, kenampakan planet dan komet, posisi bintang dan peristiwa astronomis yang lain. f) Hisab Urfi (`urf = kebiasaan atau tradisi) Adalah hisab yang melandasi perhitungannya dengan kaidah- kaidah sederhana 4 . Menurut Muh Wardan hisab urfi ialah hitungan rata-rata yang berlaku di dalam pembikinan almanak biasa 5 . Ada 3 (tiga) macam hisab urfi menurut beliau, haitu : Hisab Masehi (Romawi) Hisab Hidjrah (Arab) Hisab Djawa (Djawa Islam) 2. Sejarah Hisab urfi Sebelum membahas metode hisab Aboge terlebih dahulu perlu diketahui sejarah hisab urfi. Sistem hisab urfi ini dimulai sejak ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab ra. pada tahun 17 H. sebagai acuan untuk menyusun kalender Islam abadi. Pendapat lain menyebutkan bahwa sistem kalender ini dimulai pada tahun16 H atau 18 H. Akan tetapi yang lebih masyhur tahun 17 H 6 . Perhitungannya dilandaskan kepada kaidah-kaidah yang bersifat tradisional yaitu dibuatnya anggaran-anggaran dalam menentukan
perhitungan masuknya awal bulan itu dengan anggaran yang didasarkan kepada peredaran bulan. Anggaran yang dipedomani pada prinsipnya sebagai berikut : a) Ditetapkannya awal pertama tahun hijriah, baik tanggal, bulan dan tahunnya dan persesuainnya dengan tanggal masehi, dalam hal ini ditentukan bahwa tanggal 1 Muharram 1 H, bertetapan dengan hari Kamis tanggal 15 Juli 62 M. atau hari Jumat tanggal 16 Juli 622 M. b) Ditetapkan pula bahwa satu tahun itu umurnya 354 11/30 hari sehingga dengan demikian dalam 30 tahun atau satu daur terdapat 11 tahun panjang dan 19 tahun pendek. c) Tahun panjang terletak pada deretan tahun ke- 2,5,7,10,1,16,18,21,24,26, dan 29, sedangkan deretan yang lain sebagai tahun pendek. d) Tahun panjang ditetapkan 355 hari sedang tahun pendek ditetapkan 354 hari. e) Bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari sedangkan bulan-bulan genap umurnya 29 hari dengan keterangan untuk tahun panjang bulan ke-12 (dzulhijjah) ditetapkan 30 hari 7 . 3. Metodologi Hisab Aboge/Hisab Ala Djawa Islam. Aboge berasal dari singkatan Alip Rabo Wage, dalam penentuan kalender Jawa Islam penentuan hari Riyaya (Idul Fitri) didasarkan atas patokan bahwa setiap tahun Alip hari raya akan jatuh pada hari Rebo pasaran wage 8 . Seperti halnya kata Asopon yang berasal dari singkatan Alip Seloso Pon 9
Menurut A. Izzuddin, aboge yaitu cara penentuan awal Ramadhan, syawwal, dan dzulhijjah dengan bersandarkan pada perhitungan tahun Jawa lama (huruf aboge) dan rukyah al-hilal (observasi dengan mata
7 Badan Hisab & Rukyat Departemen Agama, Almamanak Hisab Rukyat, (ttp.: Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981), hal. 37. 8 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, hal. 5. 9 Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, hal. 26. 6
telanjang saat tenggelamnya matahari) 10 . Dalam pemikiran aboge ada beberapa prinsip utama, yakni : a) Prinsip penentuan tanggal selain berdasarkan kalender Hindu-Muslim- Jawa, adalah dina niku tukule enjing lan ditanggal ndalu (hari itu lahirnya pagi dan diberi tanggal malam harinya). b) Jumlah hari dari bulan puasa menurut cara perhitungan aboge selalu genap 30 hari, tidak pernah 29 hari seperti pada cara perhitungan hari falak versi pemerintah. c) Dalam penentuan awal bulan puasa dan awal bulan Syawal digunakan istilah pletek yang berarti terbukti atau semua masyarakat telah melihat bulan dengan mata telanjang. 11
Metode hisab Aboge ini disusun oleh Sultan Agung pada tahun 1633 M atau 1043 H. Dasarnya ialah periode rerata bulan mengelilingi bumi dalam daur 8 tahunan (windu). Dalam daur 8 tahun tersebut ditetapkan 3 tahun kabisat (355 hari, untuk tahun-tahun ke: 2, 4, dan 7) dan 5 tahun basithah (354 hari, untuk tahun-tahun ke: 1, 3, 5, 6, dan 8). Jumlah bulan dalam satu tahun ialah 12 bulan, dengan umur 30 hari untuk bulan-bulan ganjil dan 29 hari untuk bulan-bulan genap, kecuali dalam tahun kabisat umur bulan ke-12 ditetapkan 30 hari. Nama-nama ke 12 bulan tersebut berturut-turut ialah Suro, Sapar, Mulud, Bakdomulud, Jumadilawal, Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkaidah, Besar. Adapun dalam daur 8 tahunan tersebut tahun-tahun ditandai berturut-turut dengan nama Alip, Ehe, Jimawal, Ze, Dal, Be, Wawu, Jimakir. Untuk tahun 1747- 1866, tgl 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Rebo Wage (Aboge). Untuk tahun 1867-1986, tgl 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari. Selasa Pon (Asopon). Untuk tahun 1987-2107, tgl. 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Senin Pahing (Aninhing). Asal mula perhitungan ini didasarkan pada sistem kalender Jawa- Hindu, yang terkenal dengan tahun SAKA yang sistem perhitungannya
didasarkan pada peredaran matahari. Menurut penelitian tanggal 1 kasa tahun pertama Saka bertepatan hari Sabtu 14 maret 78 M, yaitu bertepatan dengan 1 tahun setelah dinobatkannnya Prabu Syaliwahono (Aji Soko). Kemudian pada tahun 1633 M bertepatan dengan tahun 1043 H. atau tahun 1555 Saka, oleh Sri Sultan Muhammad yang terkenal dengan Sultan Agung Anyokrokusuma yang bertahta di Mataram diadakan perubahan. Perubahan itu menyangkut sistemnya tidak lagi didasarkan pada peredaran matahari melainkan didasarkan pada peredaran bulan disenyawakan dengan sistem perhitungan tahun hijrah, sehingga nama-nama bulan ditetapkan dengan urut-urutan sebagai berikut : Suro, Sapar, Mulud, Bakdo Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkongidah, Besar. Sedang tahunnya masih tetap melanjutkan tarekh Jawa, yaitu tahun 1555 Soko. Di samping itu terdapat juga sistem perhitungan berbeda, satu tahun umurnya ditetapkan 354 3/8 hari. Dalam perhitungan ini pecahan itu tidaklah merupakan kesulitan yaitu diatasi dengan jalan tiap-tiap 8 tahun terdapat 3 tahun panjang, sehingga selama 8 tahun umurnya = 354 x 8 + 3 2835 hari, tahun-tahun panjang itu diletakkan pada tahun 2,5, dan 8. Satu daur yang lamanya 8 tahun itu disebut Windu, tahun panjang disebut wuntu umurnya 355 hari, tahun pendek disebut wastu umurnya 354 hari 12 . Urut-urutan tahun dalam satu windu itu diberi lambang dengan huruf arab abjadiyah, berturut-turut sebagai berikut : ALIP ) (, EHE ) ( , JIMAWAL ) ( , ZE ) ( DAL ) ( , BE ) (, WAWU ) ( , dan JIMAKIR ) (. Akibat dari ketentuan satu windu yang panjangnya 8 tahun itu =2835 hari, maka dalam 30 tahun akan menjadi 10.631 lebih hari. Hitungan adalah hitungan dari jumlah satu tahun yang ditetapkan 354 3/8 hari. Dengan demikian sistem perhitungan ini lebih panjang dari sistem tahun hijriyah sebanyak hari. Maka selama 120 tahun sistem baru akan
12 Badan Hisab, hal. 44.
8
mengalami pengunduran waktu selama satu hari dibandingkan dengan sistem perhitungan tahun hijrah. Oleh sebab itulah ditetapkan pemotongan hari pada tiap-tiap 120 tahun yaitu dengan menghitung bulan besar yang semestinya berumur 30 hari dihitung 29 hari. Pemotongan ini diharapkan agar sistem perhitungan itu sesuai dengan system peredaran bulan. Dari sini terdapat catatan- catatan sebagai berikut : a) Suro Alip tahun 1555 soko menjelang tahun 627 jatuh pada hari Jumat Legi b) Mulai permulaan tahun 1627 sampai menjelang tahun 1747 satu suro alip jatuh pada hari Kamis Kliwon (Amiswon) c) Mulai permulaan tahun 1747 sampai menjelang tahun 1867 satu suro alip jatuh pada hari Rabo Wage(Aboge) d) Mulai permulaan tahun 1867 sampai menjelang tahun 1987 satu suro alip jatuh pada hari Seloso Pon (Asopon).
C. TINJAUAN FIQH Dari beberapa hadits Nabi SAW yang biasa dijadikan sebagai dasar hisab secara umum, hanya hadis riwayat dari an-Nasi yang dapat dijadikan patokan hisab Aboge dari segi syariah. Karena seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa hisab Aboge tersebut berdasarkan urfi/adat kebiasaan masyarakat Jawa Islam, hadis tersebut adalah berikut : : ) (... Artinya : Dari Ab-Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: Bulan itu ada yang 29 hari dan ada yang tiga puluh hari. ( HR an-Nsai dari Ab-Hurairah ). Hadits ini menegaskan bahwa bulan itu terkadang berumur 29 hari dan terkadang berumur 30 hari. Pernyataan bulan terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari ini dalam hisab urfi diartikan bahwa bulan itu berusia 29 atau 30 hari 9
secara berselang-seling. Untuk menentukan bulan mana berusia 29 hari dan bulan mana berusia 30 hari dalam perselingan itu, maka harus diperhatikan bulan Ramadan yang bernomor urut ganjil (bulan 9). Bulan ini harus mendapat perhatian sungguh-sungguh karena ia adalah bulan pelaksanaan ibadah puasa satu bulan Hijriah penuh. Bulan ini harus ditetapkan berusia 30 hari, karena kalau ditetapkan berusia 29 hari ada kemungkinan puasanya kurang bilamana Bulan di langit ternyata berusia 30 hari. Ini akan berakibat pelaksanaan puasa pada suatu Ramadan kurang dari semestinya. Oleh karena itu, demi berhati-hati, bulan Ramadan yang merupakan bulan ganjil ditetapkan 30 hari. Bertitik tolak dari bulan Ramadan yang usianya ditetapkan 30 hari itu, maka ditentukan usia bulan-bulan lainnya secara berselang-seling, sehingga secara keseluruhan ditemukan bahwa bulan bernomor urut ganjil berusia 30 hari dan bulan bernomor urut genap berumur 29 hari 13 . Dasar hisabnya adalah perhitungan rata-rata hari dalam satu bulan dan rata-rata hari dalam satu tahun. Rata-rata hari dalam satu bulan menurut hisab urfi diambil dari rata-rata hari yang diperlukan Bulan di langit untuk mengelilingi bumi, yaitu 29,5 hari 44 menit dan ini dalam hisab urfi dijadikan umur dasar bulan. Perlu diketahui bahwa perjalanan sinodis Bulan di langit mengelilingi bumi sesungguhnya secara rata-rata adalah 29, 5 hari 44 menit 2,8 detik (29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. (Angka 2,8 detik sisanya diabaikan karena sangat kecil sehingga tidak berarti). Dengan demikian rata- rata hari dalam satu tahun adalah 354 hari 528 menit, yang merupakan hasil dari 29,5 hari x 12 ditambah dengan 44 menit x 12 dengan hasil 354 hari ditambah 528 menit (354 hari 528 menit). Berhubung jumlah hari yang menjadi usia bulan itu harus berupa bilangan utuh (bukan pecahan seperti 29,5 hari misalnya), maka caranya bilangan pecahan 29,5 itu dikalikan 2 sehingga menjadi 59 hari. Ini adalah usia dua bulan. Lalu yang 30 hari diberikan kepada bulan ganjil dan yang 29 hari diberikan kepada bulan genap.
13 Syamsul Anwar, Hari Raya & Problematika Hisab-Rukyat, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2008), hal. 89. 10
Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa rata-rata usia bulan 29,5 hari itu, untuk bulan ganjil dijadikan 30 hari dengan mengambil setengah hari dari rata-rata usia bulan. Dengan demikian usia bulan genap dijadikan 29 dengan mengurangi setengah hari dari usia rata-rata bulan. Jadi jumlah hari dalam satu tahun hijriah seluruhnya adalah 6 bulan ganjil x 30 hari ditambah 6 bulan genap x 29 hari sama dengan 354 hari. Inilah jumlah hari dalam satu tahun hijriah menurut hisab urfi. Namun perlu dicatat jumlah 354 hari ini adalah usia tahun pendek (basitat). Adapun sisa 44 menit setiap bulan menjadi 528 menit selama satu tahun. Dalam tempo 3 tahun jumlah ini menjadi satu hari lebih 144 menit (528 x 3 = 1584 menit. Satu hari = 1440 menit). Dalam tempo tiga puluh tahun jumlah ini menjadi 15.840 menit (30 x 528 = 15.840), atau genap 11 hari (15840 : 1440 = 11 hari). Jadi sisa 11 hari ini harus didistribusikan ke dalam tahun-tahun selama periode 30 tahun, masing-masing tahun ditambahkan satu hari. Bulan yang mendapat tambahan 1 hari dalam suatu tahun itu adalah bulan penutup tahun, yaitu Zulhijah, sehingga pada tahun yang mendapat tambahan satu hari usia Zulhijah menjadi 30 hari. Akibatnya tahun-tahun yang mendapatkan tambahan satu hari ini memiliki usia 355 hari dan disebut tahun kabisat. Tahun-tahun yang mendapatkan tambahan 1 hari dalam periode 30 tahun sehingga menjadi tahun kabisat adalah tahun-tahun yang angkanya merupakan kelipatan 30 ditambah 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan 29. Misalnya kelipatan 30 atau daur yang pertama dari tahun hijriah adalah tahun 30 H (zaman Khalifah Usmn Ibn Affn). Maka tahun kabisatnya adalah tahun 32, 35, 37, 40, 43, 46, 48, 51, 54, 56, dan 59. Sekarang kita telah melewati kelipatan 30 (daur) yang ke-47. Kelipatan 30 (daur) yang ke-47 itu adalah tahun 1410 H. Maka tahun kabisatnya adalah 1412, 1415, 1417, 1420, 1423, 1426, 1428, 1431, 1434, 1436, dan 1439. Kelipatan 30 yang ke-50 dari tahun Hijriah adalah tahun 1500 H yang akan datang. Maka tahun kabisatnya adalah tahun 1502, 1505, 1507, 1510, 1513, 1516, 1518, 1521, 1524, 1526, dan 1529, begitulah seterusnya. 11
Uraian di atas memperlihatkan bahwa dalam periode 30 tahun terdapat 11 tahun kabisat, dan dengan demikian tahun basitatnya adalah 19 tahun. Jumlah hari dalam satu kelipatan 30 tahun adalah 10631 hari yang merupakan hasil penjumlahan 19 tahun basitat x 354 hari ditambah 11 tahun kabisat x 355 hari sama dengan 6726 hari + 3905 hari = 10631 hari. Ringkasnya, menurut hisab urfi: 1. Jumlah hari dalam satu tahun untuk tahun basitat adalah 354 hari, dan tahun basitat itu ada 19 tahun selama satu periode 30 tahun. 2. Jumlah hari dalam satu tahun untuk tahun kabisat adalah 355 hari, dan tahun kabisat itu ada 11 tahun dalam satu periode 30 tahun. 3. Jumlah seluruh hari dalam satu periode 30 tahun adalah 10631 hari. 4. Tahun kabisat adalah tahun-tahun kelipatan 30 ditambah 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan 29 (namun ada banyak variasi jadwal tahun kabisat). 5. Umur bulan dalam 1 tahun menurut hisab urfi berselang-seling antara 30 dan 29 hari. 6. Bulan-bulan yang bernomor urut ganjil dipatok usianya 30 hari. 7. Bulan-bulan bernomor urut genap dipatok usianya 29 hari, kecuali bulan Zulhijah, pada setiap tahun kabisat diberi tambahan umur satu hari sehingga menjadi 30 hari.
D. Temuan Tentang Faham Aboge.
Wonosobo - Tak banyak yang tahu mulai kapan ajaran Islam Kejawen Aboge (Alif Rebo Wage) mulai menyebar di sejumlah wilayah di Wonosobo. Bahkan para penganut Aboge sendiri tidak mengetahui secara persis mulai kapan nenek moyang mereka menganut ajaran yang konon disebarkan oleh para Walisanga, terutama Sunan Kalijaga. Yang mereka tahu, ada beberapa ajaran mereka yang berbeda dengan umat Islam kebanyakan, terutama masalah pelaksanaan Idul Fitri. "Saya tidak tahu secara persis kapan ajaran Aboge ini ada. Yang jelas 12
saya diamanati oleh para leluhur untuk menjadi tetua ajaran Aboge di wilayah ini. Saya mewarisi ajaran ini dari para kakek dan leluhur," kata Sarno Kusnandar, ketua ajaran Aboge di dusun Binangnun Kecamatan Mojotengah kepada Wawasan. Para penganut Aboge pada umumnya hanya mengetahui ajaran tersebut secara turun temurun dengan beberapa referensi kitab (buku) kuno. Di antaranya adalah kitab Sabdo Guru, Wirid Hidayat Jati dan sejumlah kitab tua yang diyakini karangan Ronggowarsito. Sebagian besar kitab itu berisi ajaran tentang hakekat hidup, tata karma dalam hidup bermasyarakat, dan ajaran/tata cara menyembah Tuhan. "Saya masih menyimpan kitab-kitab tua itu yang saya warisi dari para leluhur. Untuk mempelajari satu kitab saja membutuhkan waktu bertahun- tahun. Kalau orang awan mungkin agak kesulitan. Isinya lebih banyak tentang japa mantar dan cara mencari jatining urip. Tidak ada yang mengajarkan tentang ilmu kesaktian, kalaupun ada yang ilmu pengasihan (agar dicintai orang)," jelasnya. Ajaran tersebut, lanjutnya, ditranformasikan kepada pemeluknya secara tradisional. Seperti melalui pendidikan keluarga dan pertemuan para penganut Aboge. Tidak ada sekolah khusus bagi para pemeluk Aboge, selayaknya ormas/ajaran Islam lainnya yang mebuka madrasah atau sekolah. Penganut Aboge mulai terkikis Seiring perkembangan zaman, ajaran Aboge mengalami tantangan yang cukup berat. Walaupun penganut Anoge pada umumnya di daerah tepencil di lereng Guung Sindoro, namun derasnya arus informasi dan tekhnologi mulai merubah sstem budaya mereka. Kaum muda mulai banyak yang mencari kerja di kota dan membawa budaya baru. Kini sebagian pemuda juga tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang ajaran Aboge. Lunturnya pemahaman itu mebuat para sesepuh prihatin dan terus melaukan berbagai upaya. Di natranya adalah menggelar pertemuan ritin pemeluk Aboge se- Wonosobo setiap malam Jumat Pon. 13
Yang unik dari ajaran Aboge adalah sistem penanggalan yang berbeda sehingga pelaksanaan hari Raya kaum Aboge selalu selang satu hari setelah umat Islam lainnya. Penanggalan berdasarkan hitungan tahun saka. Ada delapan macam tahun yang terus bergantian.Yakni tahun Alif, tahun Ehe, Jimadil Awal, Je, Jedal, Be Misnis, Wawu, dan Jimadil Akhir. 14
E. PENUTUP Dari penjelasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam kalender Jawa dikenal tahun wastu yang artinya pendek dan tahun wuntu (panjang), dalam tahun pendek umur bulan besar 29 hari, dalam tahun panjang umur bulan besar 30 hari. 2. Dalam satu windu 8 (delapan) tahun ada 3 tahun panjang dan 5 tahun pendek. 3. Kalender Jawa disebut kalender kurup (berasal dari kata arab : huruf, karena nama-nama tahun berawalan huruf arab, yaitu : Alip, Ehe, Jimawal, Ze, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. 4. Daftar ringkas hisab urfi Islam Djawa dalam satu daur (satu windu) dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
14 Koran Sore Wawasan, Penganut Aboge Mulai Terkikis, dalam internet websitehttp://www.wawasandigital.com/index.php diakses tanggal 23 Januari 2010. 14
DAFTAR PUSTAKA
Mutoha MMC, Software Aplikasi Falak (SAF), Anggota Lajnah Falakiyah PWNU Propinsi DIY, Anggota Badan Hisab Rukyat (BHR) Propinsi DIY, Koordinator Rukyat Hilal Indonesia (RHI).