Anda di halaman 1dari 14

1

HISAB ABOGE DALAM PERSPEKTIF FIQH


Oleh : Akhmad Muhaini


A. PENDAHULUAN
Hisab berasal dari bahasa Arab "hasaba" artinya menghitung, mengira
dan membilang. Jadi hisab adalah kiraan, hitungan dan bilangan. Kata ini
banyak disebut dalam al-Quran diantaranya mengandung makna perhitungan
perbuatan manusia. Dalam disiplin ilmu falak (astronomi), kata hisab
mengandung arti sebagai ilmu hitung posisi benda-benda langit. Posisi benda
langit yang dimaksud di sini adalah lebih khusus kepada posisi matahari dan
bulan dilihat dari pengamat di bumi. Hitungan posisi ini penting dalam
kaitannya dengan syariah khususnya masalah ibadah misalnya; shalat fardu
menggunakan posisi matahari sebagai acuan waktunya, penentuan arah kiblat
dengan menghitung posisi bayangan matahari, penentuan awal bulan hijriyah
dengan melihat posisi bulan dan mengetahui kapan terjadi gerhana dengan
menghitung posisi matahari dan bulan. Ilmu Falak yang mempelajari kaidah-
kaidah Imu Syariah tersebut dinamakan Falak Syar'i (Ilmu Falak + Ilmu
Syariah = Falak Syar'i). Di Indonesia nama yang populer adalah Falak saja
1
.
Dalam diskursus mengenai Kalender Hijriyah konsep hisab mengarah
kepada metodologi untuk mengetahui hilal. Dalam pengertian ini hisab
memiliki dua aliran yaitu hisab urfi dan hisab hakiki. Hisab urfi adalah
sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada peredaran rata-rata bulan
mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional
2
. Perlu diketahui
bahwa hisab urfi tidak hanya dipakai di Indonesia saja. Sedangkan hisab
hakiki adalah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan bumi

1
Mutoha Arkanuddin, Hisab Awal Bulan Komariyah, dalam Software Aplikasi Falak
(SAF). Beliau adalah Anggota Lajnah Falakiyah PWNU Propinsi DIY, Anggota Badan Hisab
Rukyat (BHR) Propinsi DIY, Koordinator Rukyat Hilal Indonesia (RHI)
2
Susiknan Azhari, I lmu Falak, (Yogyakarta: Suara Muhammadiyyah, 2007), hal. 102.
2

yang sebenarnya. Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah konstan dan
juga tidak beraturan, melainkan tergantung posisi hilal setiap awal bulan.
3

B. PEMBAHASAN
1. Macam-macam Hisab
Terdapat banyak metode hisab (sistem hisab) untuk menentukan
posisi bulan, matahari dan benda langit lain dalam ilmu Falak. Sistem
hisab ini dibedakan berdasarkan metode yang digunakan berkaitan dengan
tingkat ketelitian atau hasil perhitungan yang dihasilkan.
a) Hisab Istilahi
Pada sistem hisab ini perhitungan bulan komariyah ditentukan
berdasarkan umur rata-rata bulan sehingga dalam setahun komariyah
umur dibuat bervariasi 29 dan 30 hari. Bulan bernomor ganjil yaitu
mulai Muharram berjumlah 30 hari dan bulan bernomor genap yaitu
mulai Shafar berumur 29 hari.
b) Hisab Taqribi ( taqrobu = pendekatan, aproksimasi )
Adalah sistem hisab yang sudah menggunakan kaidah-kaidah
astronomis dan matematik namun masih menggunakan rumus-rumus
sederhana sehingga hasilnya kurang teliti. Sistem hisab ini merupakan
warisan para ilmuwan falak Islam masa lalu dan hingga sekarang masih
menjadi acuan hisab di banyak pesantren di Indonesia. hasil hisab
taqribi akan sangat mudah dikenali saat penentuan ijtimak dan tinggi
hilal menjelang 1 Ramadhan, Syawwal dan Zulhijjah yaitu terlihatnya
selisih yang cukup besar terhadap hitungan astronomis modern.
Beberapa kitab falak yang berkembang di Indonesia yang masuk dalam
kategori Hisab Taqribi misalnya; Sullam al Nayyirain, Ittifaq Dzatil
Bainy, Fat al Rauf al Manan, Al Qawaid al Falakiyah dsb.
c) Hisab Haqiqi ( haqiqah = realitas atau yang sebenarnya )

3
Susiknan Azhari, I lmu Falak, hal. 105.

3

Menggunakan kaidah-kaidah astronomis dan matematik
menggunakan rumus-rumus terbaru dilengkapi dengan data-data
astronomis terbaru sehingga memiliki tingkat ketelitian yang tinggi.
Sedikit kelemahan dari sistem hisab ini adalah penggunaan kalkulator
yang mengakibatkan hasil hisab kurang sempurna atau teliti karena
banyak bilangan yang terpotong akibat digit kalkulator yang terbatas.
Beberapa sistem hisab haqiqi yang berkembang di Indonesia
diantaranya: Hisab Hakiki, Tadzkirah al Ikhwan, Badi'ah al Mitsal dan
Menara Kudus, Al Manahij al Hamidiyah, Al Khushah al Wafiyah,
dsb.
d) Hisab Haqiqi Tahqiqi ( tahqiq = pasti )
Sebenarnya merupakan pengembangan dari sistem hisab haqiqi
yang diklaim oleh penyusunnya memiliki tingkat akurasi yang sangat-
sangat tinggi sehingga mencapai derajat "pasti". Klaim seperti ini
sebenarnya tidak berdasar karena tingkat "pasti" itu tentunya harus bisa
dibuktikan secara ilmiah menggunakan kaidah-kaidah ilmiah juga.
Namun sejauh mana hasil hisab tersebut telah dapat dibuktikan secara
ilmiah sehingga mendapat julukan "pasti" ini yang menjadi pertanyaan.
Sedangkan perhitungan astronomis modern saja hingga kini masih
menggunakan angka ralat (delta T) dalam setiap rumusnya. Namun
demikian hal ini merupakan kemajuan bagi perkembangan sistem hisab
di Indonesia. Sebab sistem hisab ini ternyata sudah melakukan
perhitungan menggunakan komputer serta beberapa diantaranya sudah
dibuat dalam bentuk software/program komputer yang siap pakai.
e) Hisab Kontemporer / Modern
Sistem hisab ini yang menggunakan alat bantu komputer yang
canggih menggunakan rumus-rumus yang dikenal dengan istilah
algoritma. Beberapa diantaranya terkenal karena memiliki tingkat
ketelitian yang tinggi sehingga dikelompokkan dalam High Accuracy
Algorithm diantara : Jean Meeus, VSOP87, ELP2000 Chapront-
Touse, dsb. dengan tingkat ketelitian yang tinggi dan sangat akurat
4

seperti Jean Meeus, New Comb, EW Brown, Almanac Nautica,
Astronomical Almanac, Mawaqit, Ascript, Astro Info, Starrynight dan
banyak software-software falak yang lain.
Para pakar falak dan astronomi selalu berusaha menyempurnakan
rumus-rumus untuk menghitung posisi benda-benda langit hingga pada
tingkat ketelitian yang 'pasti /qat'i ''. Hal ini tentunya hanya bisa
dibuktikan dan diuji saat terjadinya peristiwa-peristiwa astronomis
seperti terbit matahari, terbenam matahari, terbit bulan, terbenam bulan,
gerhana matahari, gerhana bulan, kenampakan planet dan komet, posisi
bintang dan peristiwa astronomis yang lain.
f) Hisab Urfi (`urf = kebiasaan atau tradisi)
Adalah hisab yang melandasi perhitungannya dengan kaidah-
kaidah sederhana
4
. Menurut Muh Wardan hisab urfi ialah hitungan
rata-rata yang berlaku di dalam pembikinan almanak biasa
5
. Ada 3
(tiga) macam hisab urfi menurut beliau, haitu :
Hisab Masehi (Romawi)
Hisab Hidjrah (Arab)
Hisab Djawa (Djawa Islam)
2. Sejarah Hisab urfi
Sebelum membahas metode hisab Aboge terlebih dahulu perlu
diketahui sejarah hisab urfi. Sistem hisab urfi ini dimulai sejak
ditetapkan oleh khalifah Umar bin Khattab ra. pada tahun 17 H. sebagai
acuan untuk menyusun kalender Islam abadi. Pendapat lain menyebutkan
bahwa sistem kalender ini dimulai pada tahun16 H atau 18 H. Akan tetapi
yang lebih masyhur tahun 17 H
6
.
Perhitungannya dilandaskan kepada kaidah-kaidah yang bersifat
tradisional yaitu dibuatnya anggaran-anggaran dalam menentukan

4
Mutoha MMC, Software Aplikasi Falak (SAF).
5
Muh. Wardan, Hisab Urfi & Hakiki, (Jogjakarta: Siaran, 1957), hal. 7.
6
Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
hal. 66.
5

perhitungan masuknya awal bulan itu dengan anggaran yang didasarkan
kepada peredaran bulan.
Anggaran yang dipedomani pada prinsipnya sebagai berikut :
a) Ditetapkannya awal pertama tahun hijriah, baik tanggal, bulan dan
tahunnya dan persesuainnya dengan tanggal masehi, dalam hal ini
ditentukan bahwa tanggal 1 Muharram 1 H, bertetapan dengan hari
Kamis tanggal 15 Juli 62 M. atau hari Jumat tanggal 16 Juli 622 M.
b) Ditetapkan pula bahwa satu tahun itu umurnya 354 11/30 hari sehingga
dengan demikian dalam 30 tahun atau satu daur terdapat 11 tahun
panjang dan 19 tahun pendek.
c) Tahun panjang terletak pada deretan tahun ke-
2,5,7,10,1,16,18,21,24,26, dan 29, sedangkan deretan yang lain sebagai
tahun pendek.
d) Tahun panjang ditetapkan 355 hari sedang tahun pendek ditetapkan 354
hari.
e) Bulan-bulan gasal umurnya ditetapkan 30 hari sedangkan bulan-bulan
genap umurnya 29 hari dengan keterangan untuk tahun panjang bulan
ke-12 (dzulhijjah) ditetapkan 30 hari
7
.
3. Metodologi Hisab Aboge/Hisab Ala Djawa Islam.
Aboge berasal dari singkatan Alip Rabo Wage, dalam penentuan
kalender Jawa Islam penentuan hari Riyaya (Idul Fitri) didasarkan atas
patokan bahwa setiap tahun Alip hari raya akan jatuh pada hari Rebo
pasaran wage
8
. Seperti halnya kata Asopon yang berasal dari singkatan
Alip Seloso Pon
9

Menurut A. Izzuddin, aboge yaitu cara penentuan awal Ramadhan,
syawwal, dan dzulhijjah dengan bersandarkan pada perhitungan tahun
Jawa lama (huruf aboge) dan rukyah al-hilal (observasi dengan mata

7
Badan Hisab & Rukyat Departemen Agama, Almamanak Hisab Rukyat, (ttp.: Proyek
Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981), hal. 37.
8
Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, hal. 5.
9
Susiknan Azhari, Ensiklopedi Hisab Rukyat, hal. 26.
6

telanjang saat tenggelamnya matahari)
10
. Dalam pemikiran aboge ada
beberapa prinsip utama, yakni :
a) Prinsip penentuan tanggal selain berdasarkan kalender Hindu-Muslim-
Jawa, adalah dina niku tukule enjing lan ditanggal ndalu (hari itu
lahirnya pagi dan diberi tanggal malam harinya).
b) Jumlah hari dari bulan puasa menurut cara perhitungan aboge selalu
genap 30 hari, tidak pernah 29 hari seperti pada cara perhitungan hari
falak versi pemerintah.
c) Dalam penentuan awal bulan puasa dan awal bulan Syawal digunakan
istilah pletek yang berarti terbukti atau semua masyarakat telah melihat
bulan dengan mata telanjang.
11

Metode hisab Aboge ini disusun oleh Sultan Agung pada tahun 1633
M atau 1043 H. Dasarnya ialah periode rerata bulan mengelilingi bumi
dalam daur 8 tahunan (windu). Dalam daur 8 tahun tersebut ditetapkan 3
tahun kabisat (355 hari, untuk tahun-tahun ke: 2, 4, dan 7) dan 5 tahun
basithah (354 hari, untuk tahun-tahun ke: 1, 3, 5, 6, dan 8). Jumlah bulan
dalam satu tahun ialah 12 bulan, dengan umur 30 hari untuk bulan-bulan
ganjil dan 29 hari untuk bulan-bulan genap, kecuali dalam tahun kabisat
umur bulan ke-12 ditetapkan 30 hari. Nama-nama ke 12 bulan tersebut
berturut-turut ialah Suro, Sapar, Mulud, Bakdomulud, Jumadilawal,
Jumadilakhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Dulkaidah, Besar. Adapun
dalam daur 8 tahunan tersebut tahun-tahun ditandai berturut-turut dengan
nama Alip, Ehe, Jimawal, Ze, Dal, Be, Wawu, Jimakir. Untuk tahun 1747-
1866, tgl 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari Rebo Wage (Aboge). Untuk
tahun 1867-1986, tgl 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari. Selasa Pon
(Asopon). Untuk tahun 1987-2107, tgl. 1 Suro tahun Alip jatuh pada hari
Senin Pahing (Aninhing).
Asal mula perhitungan ini didasarkan pada sistem kalender Jawa-
Hindu, yang terkenal dengan tahun SAKA yang sistem perhitungannya

10
Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, (Jakarta: Erlangga, 2002), hal. 82.
11
Ibid hal. 84.
7

didasarkan pada peredaran matahari. Menurut penelitian tanggal 1 kasa
tahun pertama Saka bertepatan hari Sabtu 14 maret 78 M, yaitu bertepatan
dengan 1 tahun setelah dinobatkannnya Prabu Syaliwahono (Aji Soko).
Kemudian pada tahun 1633 M bertepatan dengan tahun 1043 H. atau
tahun 1555 Saka, oleh Sri Sultan Muhammad yang terkenal dengan Sultan
Agung Anyokrokusuma yang bertahta di Mataram diadakan perubahan.
Perubahan itu menyangkut sistemnya tidak lagi didasarkan pada peredaran
matahari melainkan didasarkan pada peredaran bulan disenyawakan
dengan sistem perhitungan tahun hijrah, sehingga nama-nama bulan
ditetapkan dengan urut-urutan sebagai berikut : Suro, Sapar, Mulud, Bakdo
Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal,
Dulkongidah, Besar.
Sedang tahunnya masih tetap melanjutkan tarekh Jawa, yaitu tahun
1555 Soko. Di samping itu terdapat juga sistem perhitungan berbeda, satu
tahun umurnya ditetapkan 354 3/8 hari. Dalam perhitungan ini pecahan itu
tidaklah merupakan kesulitan yaitu diatasi dengan jalan tiap-tiap 8 tahun
terdapat 3 tahun panjang, sehingga selama 8 tahun umurnya = 354 x 8 + 3
2835 hari, tahun-tahun panjang itu diletakkan pada tahun 2,5, dan 8.
Satu daur yang lamanya 8 tahun itu disebut Windu, tahun panjang
disebut wuntu umurnya 355 hari, tahun pendek disebut wastu
umurnya 354 hari
12
. Urut-urutan tahun dalam satu windu itu diberi
lambang dengan huruf arab abjadiyah, berturut-turut sebagai berikut :
ALIP ) (, EHE ) ( , JIMAWAL ) ( , ZE ) ( DAL ) ( , BE ) (,
WAWU ) ( , dan JIMAKIR ) (.
Akibat dari ketentuan satu windu yang panjangnya 8 tahun itu =2835
hari, maka dalam 30 tahun akan menjadi 10.631 lebih hari. Hitungan
adalah hitungan dari jumlah satu tahun yang ditetapkan 354 3/8 hari.
Dengan demikian sistem perhitungan ini lebih panjang dari sistem tahun
hijriyah sebanyak hari. Maka selama 120 tahun sistem baru akan

12
Badan Hisab, hal. 44.

8

mengalami pengunduran waktu selama satu hari dibandingkan dengan
sistem perhitungan tahun hijrah.
Oleh sebab itulah ditetapkan pemotongan hari pada tiap-tiap 120
tahun yaitu dengan menghitung bulan besar yang semestinya berumur 30
hari dihitung 29 hari. Pemotongan ini diharapkan agar sistem perhitungan
itu sesuai dengan system peredaran bulan. Dari sini terdapat catatan-
catatan sebagai berikut :
a) Suro Alip tahun 1555 soko menjelang tahun 627 jatuh pada hari Jumat
Legi
b) Mulai permulaan tahun 1627 sampai menjelang tahun 1747 satu suro
alip jatuh pada hari Kamis Kliwon (Amiswon)
c) Mulai permulaan tahun 1747 sampai menjelang tahun 1867 satu suro
alip jatuh pada hari Rabo Wage(Aboge)
d) Mulai permulaan tahun 1867 sampai menjelang tahun 1987 satu suro
alip jatuh pada hari Seloso Pon (Asopon).

C. TINJAUAN FIQH
Dari beberapa hadits Nabi SAW yang biasa dijadikan sebagai dasar
hisab secara umum, hanya hadis riwayat dari an-Nasi yang dapat dijadikan
patokan hisab Aboge dari segi syariah. Karena seperti sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa hisab Aboge tersebut berdasarkan urfi/adat kebiasaan
masyarakat Jawa Islam, hadis tersebut adalah berikut :
:
) (...
Artinya : Dari Ab-Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata:
Telah bersabda Rasulullah saw: Bulan itu ada yang 29 hari dan ada yang
tiga puluh hari. ( HR an-Nsai dari Ab-Hurairah ).
Hadits ini menegaskan bahwa bulan itu terkadang berumur 29 hari dan
terkadang berumur 30 hari. Pernyataan bulan terkadang 29 hari dan terkadang
30 hari ini dalam hisab urfi diartikan bahwa bulan itu berusia 29 atau 30 hari
9

secara berselang-seling. Untuk menentukan bulan mana berusia 29 hari dan
bulan mana berusia 30 hari dalam perselingan itu, maka harus diperhatikan
bulan Ramadan yang bernomor urut ganjil (bulan 9). Bulan ini harus
mendapat perhatian sungguh-sungguh karena ia adalah bulan pelaksanaan
ibadah puasa satu bulan Hijriah penuh. Bulan ini harus ditetapkan berusia 30
hari, karena kalau ditetapkan berusia 29 hari ada kemungkinan puasanya
kurang bilamana Bulan di langit ternyata berusia 30 hari. Ini akan berakibat
pelaksanaan puasa pada suatu Ramadan kurang dari semestinya. Oleh karena
itu, demi berhati-hati, bulan Ramadan yang merupakan bulan ganjil
ditetapkan 30 hari. Bertitik tolak dari bulan Ramadan yang usianya ditetapkan
30 hari itu, maka ditentukan usia bulan-bulan lainnya secara berselang-seling,
sehingga secara keseluruhan ditemukan bahwa bulan bernomor urut ganjil
berusia 30 hari dan bulan bernomor urut genap berumur 29 hari
13
.
Dasar hisabnya adalah perhitungan rata-rata hari dalam satu bulan dan
rata-rata hari dalam satu tahun. Rata-rata hari dalam satu bulan menurut hisab
urfi diambil dari rata-rata hari yang diperlukan Bulan di langit untuk
mengelilingi bumi, yaitu 29,5 hari 44 menit dan ini dalam hisab urfi dijadikan
umur dasar bulan. Perlu diketahui bahwa perjalanan sinodis Bulan di langit
mengelilingi bumi sesungguhnya secara rata-rata adalah 29, 5 hari 44 menit
2,8 detik (29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik. (Angka 2,8 detik sisanya
diabaikan karena sangat kecil sehingga tidak berarti). Dengan demikian rata-
rata hari dalam satu tahun adalah 354 hari 528 menit, yang merupakan hasil
dari 29,5 hari x 12 ditambah dengan 44 menit x 12 dengan hasil 354 hari
ditambah 528 menit (354 hari 528 menit). Berhubung jumlah hari yang
menjadi usia bulan itu harus berupa bilangan utuh (bukan pecahan seperti
29,5 hari misalnya), maka caranya bilangan pecahan 29,5 itu dikalikan 2
sehingga menjadi 59 hari. Ini adalah usia dua bulan. Lalu yang 30 hari
diberikan kepada bulan ganjil dan yang 29 hari diberikan kepada bulan genap.

13
Syamsul Anwar, Hari Raya & Problematika Hisab-Rukyat, (Yogyakarta: Suara
Muhammadiyah, 2008), hal. 89.
10

Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa rata-rata usia bulan 29,5 hari
itu, untuk bulan ganjil dijadikan 30 hari dengan mengambil setengah hari dari
rata-rata usia bulan. Dengan demikian usia bulan genap dijadikan 29 dengan
mengurangi setengah hari dari usia rata-rata bulan. Jadi jumlah hari dalam
satu tahun hijriah seluruhnya adalah 6 bulan ganjil x 30 hari ditambah 6 bulan
genap x 29 hari sama dengan 354 hari. Inilah jumlah hari dalam satu tahun
hijriah menurut hisab urfi. Namun perlu dicatat jumlah 354 hari ini adalah
usia tahun pendek (basitat).
Adapun sisa 44 menit setiap bulan menjadi 528 menit selama satu
tahun. Dalam tempo 3 tahun jumlah ini menjadi satu hari lebih 144 menit
(528 x 3 = 1584 menit. Satu hari = 1440 menit). Dalam tempo tiga puluh
tahun jumlah ini menjadi 15.840 menit (30 x 528 = 15.840), atau genap 11
hari (15840 : 1440 = 11 hari). Jadi sisa 11 hari ini harus didistribusikan ke
dalam tahun-tahun selama periode 30 tahun, masing-masing tahun
ditambahkan satu hari. Bulan yang mendapat tambahan 1 hari dalam suatu
tahun itu adalah bulan penutup tahun, yaitu Zulhijah, sehingga pada tahun
yang mendapat tambahan satu hari usia Zulhijah menjadi 30 hari. Akibatnya
tahun-tahun yang mendapatkan tambahan satu hari ini memiliki usia 355 hari
dan disebut tahun kabisat.
Tahun-tahun yang mendapatkan tambahan 1 hari dalam periode 30
tahun sehingga menjadi tahun kabisat adalah tahun-tahun yang angkanya
merupakan kelipatan 30 ditambah 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan 29.
Misalnya kelipatan 30 atau daur yang pertama dari tahun hijriah adalah tahun
30 H (zaman Khalifah Usmn Ibn Affn). Maka tahun kabisatnya adalah
tahun 32, 35, 37, 40, 43, 46, 48, 51, 54, 56, dan 59. Sekarang kita telah
melewati kelipatan 30 (daur) yang ke-47. Kelipatan 30 (daur) yang ke-47 itu
adalah tahun 1410 H. Maka tahun kabisatnya adalah 1412, 1415, 1417, 1420,
1423, 1426, 1428, 1431, 1434, 1436, dan 1439. Kelipatan 30 yang ke-50 dari
tahun Hijriah adalah tahun 1500 H yang akan datang. Maka tahun kabisatnya
adalah tahun 1502, 1505, 1507, 1510, 1513, 1516, 1518, 1521, 1524, 1526,
dan 1529, begitulah seterusnya.
11

Uraian di atas memperlihatkan bahwa dalam periode 30 tahun terdapat
11 tahun kabisat, dan dengan demikian tahun basitatnya adalah 19 tahun.
Jumlah hari dalam satu kelipatan 30 tahun adalah 10631 hari yang merupakan
hasil penjumlahan 19 tahun basitat x 354 hari ditambah 11 tahun kabisat x
355 hari sama dengan 6726 hari + 3905 hari = 10631 hari. Ringkasnya,
menurut hisab urfi:
1. Jumlah hari dalam satu tahun untuk tahun basitat adalah 354 hari, dan
tahun basitat itu ada 19 tahun selama satu periode 30 tahun.
2. Jumlah hari dalam satu tahun untuk tahun kabisat adalah 355 hari, dan
tahun kabisat itu ada 11 tahun dalam satu periode 30 tahun.
3. Jumlah seluruh hari dalam satu periode 30 tahun adalah 10631 hari.
4. Tahun kabisat adalah tahun-tahun kelipatan 30 ditambah 2, 5, 7, 10, 13,
16, 18, 21, 24, 26, dan 29 (namun ada banyak variasi jadwal tahun
kabisat).
5. Umur bulan dalam 1 tahun menurut hisab urfi berselang-seling antara 30
dan 29 hari.
6. Bulan-bulan yang bernomor urut ganjil dipatok usianya 30 hari.
7. Bulan-bulan bernomor urut genap dipatok usianya 29 hari, kecuali bulan
Zulhijah, pada setiap tahun kabisat diberi tambahan umur satu hari
sehingga menjadi 30 hari.

D. Temuan Tentang Faham Aboge.

Wonosobo - Tak banyak yang tahu mulai kapan ajaran Islam Kejawen
Aboge (Alif Rebo Wage) mulai menyebar di sejumlah wilayah di Wonosobo.
Bahkan para penganut Aboge sendiri tidak mengetahui secara persis mulai
kapan nenek moyang mereka menganut ajaran yang konon disebarkan oleh
para Walisanga, terutama Sunan Kalijaga. Yang mereka tahu, ada beberapa
ajaran mereka yang berbeda dengan umat Islam kebanyakan, terutama
masalah pelaksanaan Idul Fitri.
"Saya tidak tahu secara persis kapan ajaran Aboge ini ada. Yang jelas
12

saya diamanati oleh para leluhur untuk menjadi tetua ajaran Aboge di wilayah
ini. Saya mewarisi ajaran ini dari para kakek dan leluhur," kata Sarno
Kusnandar, ketua ajaran Aboge di dusun Binangnun Kecamatan Mojotengah
kepada Wawasan.
Para penganut Aboge pada umumnya hanya mengetahui ajaran tersebut
secara turun temurun dengan beberapa referensi kitab (buku) kuno. Di
antaranya adalah kitab Sabdo Guru, Wirid Hidayat Jati dan sejumlah kitab tua
yang diyakini karangan Ronggowarsito. Sebagian besar kitab itu berisi ajaran
tentang hakekat hidup, tata karma dalam hidup bermasyarakat, dan ajaran/tata
cara menyembah Tuhan.
"Saya masih menyimpan kitab-kitab tua itu yang saya warisi dari para
leluhur. Untuk mempelajari satu kitab saja membutuhkan waktu bertahun-
tahun. Kalau orang awan mungkin agak kesulitan. Isinya lebih banyak
tentang japa mantar dan cara mencari jatining urip. Tidak ada yang
mengajarkan tentang ilmu kesaktian, kalaupun ada yang ilmu pengasihan
(agar dicintai orang)," jelasnya.
Ajaran tersebut, lanjutnya, ditranformasikan kepada pemeluknya secara
tradisional. Seperti melalui pendidikan keluarga dan pertemuan para penganut
Aboge. Tidak ada sekolah khusus bagi para pemeluk Aboge, selayaknya
ormas/ajaran Islam lainnya yang mebuka madrasah atau sekolah.
Penganut Aboge mulai terkikis
Seiring perkembangan zaman, ajaran Aboge mengalami tantangan yang
cukup berat. Walaupun penganut Anoge pada umumnya di daerah tepencil di
lereng Guung Sindoro, namun derasnya arus informasi dan tekhnologi mulai
merubah sstem budaya mereka. Kaum muda mulai banyak yang mencari
kerja di kota dan membawa budaya baru.
Kini sebagian pemuda juga tidak memiliki pengetahuan yang cukup
tentang ajaran Aboge. Lunturnya pemahaman itu mebuat para sesepuh
prihatin dan terus melaukan berbagai upaya. Di natranya adalah menggelar
pertemuan ritin pemeluk Aboge se- Wonosobo setiap malam Jumat Pon.
13

Yang unik dari ajaran Aboge adalah sistem penanggalan yang berbeda
sehingga pelaksanaan hari Raya kaum Aboge selalu selang satu hari setelah
umat Islam lainnya. Penanggalan berdasarkan hitungan tahun saka. Ada
delapan macam tahun yang terus bergantian.Yakni tahun Alif, tahun Ehe,
Jimadil Awal, Je, Jedal, Be Misnis, Wawu, dan Jimadil Akhir.
14


E. PENUTUP
Dari penjelasan di atas dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Dalam kalender Jawa dikenal tahun wastu yang artinya pendek dan tahun
wuntu (panjang), dalam tahun pendek umur bulan besar 29 hari, dalam
tahun panjang umur bulan besar 30 hari.
2. Dalam satu windu 8 (delapan) tahun ada 3 tahun panjang dan 5 tahun
pendek.
3. Kalender Jawa disebut kalender kurup (berasal dari kata arab : huruf,
karena nama-nama tahun berawalan huruf arab, yaitu : Alip, Ehe, Jimawal,
Ze, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir.
4. Daftar ringkas hisab urfi Islam Djawa dalam satu daur (satu windu) dapat
dilihat dalam tabel berikut ini :

14
Koran Sore Wawasan, Penganut Aboge Mulai Terkikis, dalam internet
websitehttp://www.wawasandigital.com/index.php diakses tanggal 23 Januari 2010.
14

DAFTAR PUSTAKA


Mutoha MMC, Software Aplikasi Falak (SAF), Anggota Lajnah Falakiyah
PWNU Propinsi DIY, Anggota Badan Hisab Rukyat (BHR)
Propinsi DIY, Koordinator Rukyat Hilal Indonesia (RHI).

Wardan, Muhamad, 1957, Hisab Urfi & Hakiki, Jogjakarta: Siaran.

Badan Hisab & Rukyat Departemen Agama, 1981, Almamanak Hisab Rukyat,
ttp.: Proyek pembinaan Badan Peradilan Agama Islam.

Azhari, Susiknan, 2005, Ensiklopedi Hisab Rukyat, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Azhari, Susiknan, 2007, Ilmu Falak, Yogyakarta: Suara Muhammadiyyah.

Izzuddin, Ahmad, 2002, Fiqh Hisab Rukyah, Jakarta: Erlangga.

Anwar, Syamsul, 2008, Hari Raya & Problematika Hisab-Rukyat, Yogyakarta:
Suara Muhammadiyah.


WEBSITE

Koran Sore Wawasan, Penganut Aboge Mulai Terkikis, website
http://www.wawasandigital.com/index.php diakses tanggal 23
Januari 2010.

Anda mungkin juga menyukai