Anda di halaman 1dari 19

BAB VI

HISAB AWAL BULAN QOMARIYAH

A. Pengertian Hisab Rukyat

Secara etomologis, kata hisab dari bahasa Arab al-hasb berarti al-
adad wa al-ihsha‟, bilangan atau hitungan 1, atau berarti al-katsir (banyak) dan
al-kafa (cukup) seperti dalam al-Qur‟an terdapat ungkapan „atha`an hisaban
yang berarti „atha`an katsiran kafiyan (pemberian yang banyak yang
mencukupi) 2. Adapun secara terminologi, istilah hisab (arithmatic), yaitu suatu
ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan 3. Ilmu
Hisab (ilmu falak), yaitu suatu ilmu yang memperlajari benda-benda langit,
matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planetnya. 4
Sedangkan istilah rukyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata al-
ra‟aa yang berarti melihat dengan mata 5, maksudnya adalah melihat dengan
mata bugil (langsung). Sedangkan kata al-hilal berarti bulan tsabit, yaitu
tanggal 2-3 malam dari awal bulan atau 7-2 malam dari akhir bulan. 6
Sedangkan Ibn Mandzur (w. 711 H.) menjelaskan bahwa yang disebut hilal
adalah malam tanggal 1, 2 dan 3 pada awal bulan qamariyah. Dengan demikian
yang dimaksud dengan rukyat al-hilal adalah melihat bulan tanggal 1, 2, dan 3
pada awal bulan qamariyah. 7
Ru‟yah al-hilal dikenal sebagai sistem penentuan awal bulan
Qamariyah terutama bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, sejak masa
Rasulullah saw. Demikian juga untuk keperluan waktu-waktu ibadah ditentukan
secara sederhana, yaitu dengan pengamatan hilal atau matahari secara
langsung tanpa menggunakan alat (rukyat bi al-fi‟li).

3. Pengertian Awal Bulan Qamariyah.

Istilah bulan dalam bahasa Arab identik dengan kata asy-syahr atau
asy-syuhrah berarti kemasyhuran dan kesombongan, seperti dalam ungkapan
hadits “Barangsiapa memakai pakaian dengan kesombongan (syuhrah) maka
Allah akan memberi pakaian kehinaan” Sementara itu al-syahr juga berarti al-
qamar itu sendiri yang dalam bahasa Inggris disebut lunar, yaitu benda langit
menjadi satelit bumi. Al-syahr disebut al-qamar karena sifat nampaknya yang
jelas (li-syuhuuratih wa dzuhuurih). Menurut Ibn Sayid, al-syahr (bulan) adalah
satuan waktu tertentu yang sudah terkenal dari beberapa hari, yang
dipopulerkan dengan bulan (al-qamar) karena qamar itu sebagai tanda memulai

1
Ahmad Warson Munawir,. Al Munawir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progressif. 1984, hlm. 282
2
Loc cit Ibn Mandzur, Juz I, tt : 310-211
3
Loc. Cit Ichtiyanto, hlm. 14
4
Hafidz Dasuki, Ensiklopedi Islam, Juz I, Jakarta : Ichtiar Van Haeve, 1994, hlm. 330
5
Muhammad bin Abi Bakar bin Abdillah. tt. Mukhtar al-Shihah, Juz I, Mesir : al-
Amiriyah. tt, hlm. 97
6
Loc cit Munawwir, 1984, hlm. 1616.
7
Loc. Cit Mandzur, Juz XI, tt,hlm. 703.
dan mengakhiri bulan 8.
Sebagaimana diketahui bahwa perjalanan waktu-waktu di bumi ini
ditandai dengan peredaran benda-benda langit, terutama matahari dan bulan.
Hal ini secara teologis telah dinyatakan oleh Allah swt dalam al-Qur‟an :

ِ َُ‫َا ًء َٔ ْانقَ ًَ َش َُٕسًا َٔقَ َّذ َسُِ َي‬ٛ‫ض‬


َ ُِ‫اص َل نِخَ ْعهَ ًُٕا َع َذ َد ان ِّغ‬
ٍٛ ِ ‫ظ‬ َ ًْ ‫ُْ َٕ انَّ ِز٘ َج َع َم ان َّش‬
َ ًُ َ‫َ ْعه‬ٚ ‫ث نِقَ ْٕ ٍو‬
ٌٕ ِ ‫َا‬ٜٚ‫ص ُم ا‬ ِّ ‫ك إِال بِ ْان َح‬
ِّ َ‫ُف‬ٚ ‫ق‬ َّ ‫ق‬
َ ِ‫َّللاُ َرن‬ َ َ‫اب َيا َخه‬َ ‫َٔ ْان ِح َغ‬

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan ditetapkannya
manazilah-manazilah tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesanNya)
kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus (10) : 5).

Penentuan Awal bulan Qamariyah menurut ahli hisab adalah adanya


hilal di atas ufuq pada saat matahari terbenam. Ahli ru‟yat memberi ketentuan
adanya hilal di atas ufuq pada waktu matahari terbenam dan dapat diru‟yat,
sedangkan pakar astronomi menyatakan bahwa awal bulan terjadi sejak
terjadinya konjungsi (ijtima‟ al-hilal) segaris antara matahari dan bulan. Dengan
demikian awal bulan Qomariyah itu terjadi dengan beberapa indikator yang
meliputi sudah terjadi ijtima‟, hilal berada di atas ufuq saat matahari terbenam
dan hilal tersebut dapat dilihat bagi yang menggunakan sistem rukyat. 9

B. Sistem Penetapan Awal Bulan Qamariyah

Pada dasarnya cara atau sistem penetapan awal bulan Qamariyah


dapat diklasifikasikan pada dua sistem yaitu sistem hisab dan sistem rukyat.
Sistem hisab maupun rukyat mempunyai sasaran yang sama yaitu hilal. Sistem
hisab adalah cara menentukan awal bulan Qamariyah dengan menggunakan
perhitungan atas peredaran benda-benda langit yaitu bumi, bulan dan matahari.
Hasil pengamatan dan perhitungan dalam waktu yang relatif lama, selanjutnya
dibuat tabel-tabel astronomi. Tabel-tabel tersebut dapat dimanfaatkan untuk
menghitung posisi hilal dan pada masa selanjutnya. Juga dapat dipergunakan
untuk memprediksi posisi hilal dan kemungkinan keberhasilan rukyatul hilal.
Sedangkan sistem rukyat (ru‟yah al-hilal), yaitu melihat hilal dengan
mata atau dengan menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir bulan atau
tanggal 29 bulan Qomariyah pada saat matahari tenggelam. Yusuf Qordawi
(2001) menegaskan bahwa sejumlah hadits shahih menetapkan bahwa bulan
Ramadlan dapat ditetapkan masuknya dengan salah satu dari tiga cara, yaitu
ru‟yah hilal, istikmal (menyempurnakan) Sya‟ban 30 hari dan memperkirakan
hilal. 10
Dari dua sistem rukyat dan madzhab hisab ini, lahirlah aliran-aliran
yang mengusung berbagai kreteria yang mendampingi dua sistem (madzhab)

8
Loc. Cit Ibnu Mandur, Juz VI, tt , hlm. 431.
9
Farid Ruswanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat: Telaah Syari‟ah, Sains dan
Teknologi. Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 25.
10
Yusuf Qordawi, Fiqh Puasa, Terj. Ma'ruf Abdul Jalil dkk, 2001. Solo : Era
Intermedia, 2001, hlm. 40

76
tersebut. Oleh karena itu sistem penentuan awal bulan Qamariyah menjadi
sangat bervariasi, sebagaimana bagan berikut :

Sistem dan Aliran Penentuan Awal Bulan Qamariyah

Penentuan Awal Bulan


Qomariyah

Hisab Rukyat Bil Fi’li

Urfi Haqiqi Istikmal

Taqribi Tahqiqi Tadzqiqi

1. Sistem Ru'yat bil Fi’li

Sistem ini adalah usaha melihat hilal dengan mata biasa dan dilakukan
secara langsung atau dengan menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir
bulan atau tanggal 29 di ufuq barat saat matahari terbenam. Jika hilal berhasil
dilihat, sejak malam itu dihitung tanggal satu bulan baru, tetapi jika tidak
berhasil di ru'yat maka malam dan esok harinya masih bulan yang sedang
berjalan, sehingga umur bulan disempurnakan (istikmal) 30 hari. 11
Ru'yat bil Fi‟li ini adalah sistem penentuan awal bulan yang dilakukan
pada jaman Nabi Saw dan para Sahabat bahkan sampai sekarang masih
banyak digunakan oleh umat Islam. Terutama dalam menentukan awal bulan
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Sistem ru'yat ini hanya bisa dilakukan untuk
kepentingan pelaksanaan ibadah dan tidak bisa diaplikasikan untuk
penyusunan kalender, sebab penyusunan kalender harus diperhitungkan jauh
sebelumnya dan tidak tergantung ada hasil ru'yat.
2. Sistem Hisab
Sistem hisab awal bulan Qomariyah dapat diklasifikasikan pada dua
jenis, yaitu :

a. Hisab Urfi
Hisab urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang didasarkan pada
peredaran rata-rata bulan mengelilingi Bumi dan ditetapkan secara
konvensional, jumlah harinya pada tiap-tiap bulan tetap dan beraturan. Satu
Tahun Hijriyah ditetapkan 12 bulan, setiap bulan ganjil berumur 30 hari dan
bulan genap berumur 29 hari, kecuali Dzulhijjah pada tahun Kabisat berumur 30

11
Loc. Cit. Ichtiyanto, 1981, hlm. 37.

77
hari. Tahun Kabisat terjadi 11 kali selama 30 tahun. Para ulama di kalangan
umat Islam sepakat bahwa hisab urfi ini tidak dapat dipergunakan dalam
menentukan awal bulan Qomariyah untuk pelaksanaan ibadah kecuali untuk
pembuatan kalender. 12
Sistem hisab urfi ini secara mudah dapat digunakan untuk
menyusun kalender jauh ke depan tanpa mencari posisi hilal yang sebenarnya
dan hasilnya tidak jauh berbeda dengan sistem hisab haqiqi dengan selisih 1
hari dan kadang sama. Sistem ini penting diketahui sebagai taksiran-taksiran
untuk menghitung dan mementukan awal bulan yang sebenarnya (haqiqi),
tanpa melakukan hisab urfi terlebih dahulu maka ahli hisab akan kesulitan. 13

b. Hisab Haqiqi

Hisab haqiqi adalah perhitungan yang sesungguhnya dan seakurat


mungkin terhadap peredaran Bulan dan Bumi. Dalam perkembangan
selanjutnya sistem hisab haqiqi diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu :

1) Hisab haqiqi taqribi


Sistem hisab ini mempunyai data yang bersumber dari data yang telah
disusun oleh Ulugh Beik al-Samaraqandi (w. 1420 M), data tersebut dikenal
dengan “Zeij Ulugh Beyk”. Pengamatan yang digunakan bersumber dari teori
Ptolomius yaitu dengan teori geosentrisnya yakni Bumi sebagai pusat
peredaran benda-benda langit. Ketinggian hilal dihitung dari titik pusat Bumi,
bukan dari permukaan Bumi dan berpedoman pada gerak rata-rata bulan, yaitu
setiap hari bulan bergerak ke arah Timur rata-rata 12 derajat.
Rumus ketinggian hilal adalah selisih waktu ijtima‟ dengan waktu
terbenam kemudian dibagi dua. Konsekwensinya ialah apabila ijtima‟ terjadi
sebelum matahari terbenam pasti hilal sudah berada di atas ufuq. Hisab ini
belum memberikan informasi tentang azimut bulan maupun matahari dan
diperlukan banyak koreksi untuk menghasilkan perhitungan yang lebih akurat.
Oleh Karena itu tidak dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan ru‟yah
al-hilal. 14 Sistem hisab ini mempunyai kelebihan, yaitu data dan tabel-tabelnya
dapat digunakan terus-menerus, tanpa harus dirubah. Metode hisab yang
termasuk system ini antara lain Sullamun an-Naiyirain, Kitab Tadzkirah al-
Ikhwan, Risalah al-Qamarain, al-Qawaid al-Falakiyah.

2) Hisab Haqiqi Tahqiqi


Hisab ini mendasarkan perhitungan pada data astronomi yang telah
disusun oleh Syaikh Husein Zaid Alauddin Ibnu Syatir, astronom Muslim
bangsa Mesir yang belajar astronomi di Perancis dalam bukunya Al-Mathla‟
Al-Said Fi Hisabah Al-Kawakib Al-Rusdi Al Jadidi. Pengamatannya
berdasarkan pada teori heliocentris Copernicus yaitu matahari sebagai pusat
peredaran benda-benda langit. Hisab ini dilakukan dengan rumus-rumus
spherical trogonometri (teori segitiga bola) dengan koreksi (ta‟dil) data

12
Ibid, hlm. 7
13
M. Wardan, 1957. Hisab Urfi dan Hakiki, Yogjakarta: Siaran, 1957, hlm. 7
14
M. Taufiq, 1997. "Mengkaji Ulang Metode Ilmu Falak Sullam al-Nayyiraini", Makalah
disampaikan pada pertemuan tokoh Agama Islam / Orientasi Peningkatan Pelaksanaan
Kegiatan Ilmu Falak, PTA Jawa Timur, Hotel Utami, Surabaya, 10 Agustus 1997, hlm. 10.

78
gerakan bulan dan data matahari secara teliti dan tidak kurang dari tiga tahap
koreksi. Hisab ini tidak dapat dilakukan secara manual tetapi membutuhkan
alat-alat bantu hitung seperti kalkulator, komputer, atau daftar logaritma.
Sistem hisab ini menentukan ketinggian hilal dengan memperhatikan
posisi lintang dan bujur, deklinasi bulan dan sudut waktu bulan dengan
koreksi-koreksi terhadap pengaruh refraksi, paralaks dan Dip (kerendahan
ufuq) dan semi diameter bulan. Oleh karena itu hisab ini dapat memberikan
informasi tentang terbenam matahari setelah terjadinya ijtima‟, ketinggian hilal,
azimut matahari dan bulan untuk tempat observasi, serta dapat membantu
pelaksanaan ru'yat al-hilal. Adapun yang dapat dikelompokkan dalam sistem
hisab ini ialah al-Khulashoh al-Wafiyah dan hisab Haqiqi Nur Anwar.

3) Hisab Haqiqi Tadqiqi


Sistem hisab ini menggunakan perhitungan yang didasarkan pada data-
data astronomi modern. Sistem hisab ini merupakan pengembangan dari
sistem hisab haqiqi tahqiqi yang disintesakan dengan ilmu astronomi modern.
Hal ini dilakukan dengan memperluas dan menambahkan koreksi-koreksi
gerak bulan dan matahari dengan rumus-rumus spherical trigonometri,
sehingga mendapatkan data dengan sangat teliti dan akurat. 15 Hisab ini dapat
lebih akurat memperhitungkan posisi hilal sehingga pelaksanaan rukyat dapat
dilakukan dengan lebih teliti. Termasuk sistem hisab ini antara lain: Newcomb,
Jean Meuus, Almanac Nautika, The American Ephemiris dan sebagainya. 16
Di samping beberapa aliran tersebut di atas, untuk konteks di
Indonesia juga terdapat aliran yang mendasarkan kapan terjadinya ijtima'.
Aliran tersebut meliputi :
a. Ijtima’ qabl al-ghurub
Aliran ini menetapkan awal bulan berdasarkan ijtima qabl ghurub. Artinya,
jika ijtima terjadi sebelum matahari terbenam, malam harinya sudah
dianggap bulan baru. Jika ijtima‟ terjadi setelah matahari terbenam, malam
itu ditetapkan sebagai tanggal 30 atau sebagai bulan yang sedang berjalan
karena pergantian hari mulai sejak maghrib.
b. Ijtima’ qabla fajr
Aliran ini menetapkan awal bulan berdasarkan ijtima qabl fajr. Artinya,
penentuan awal bulan akan dilakukan dengan standar terjadinya ijtima' dengan
batas waktu fajar, jika ijtima terjadi sebelum fajar, malam itu sudah dianggap
tanggal satu bulan baru. Sistem ini digunakan Saudi Arabia dalam menentukan
„Idul Adhha. Terbitnya fajar dipandang sebagai pergantian hari.
Sedangkan imkan al-ru‟yah adalah batas ambang minimal hilal dapat
dirukyat, kriteria imkan al-rukyat ini berbeda-beda.

C. Dasar Hukum Sistem Hisab Rukyat

15
Sa‟aduddin Djambek. Hisab Awal Bulan. Jakarta: Tinta Mas, 1976, hlm. 24.
16
Abdurrahim, "Efektifitas Pelaksanaan Rukyat Dengan Hisab Kontemporer".
Makalah disampaikan pada pertemuan para tokoh/ pemuka agama Islam dalam rangka
peningkatan pelaksanaan hisab rukyat, PTA Jawa Timur, Surabaya : 11 Sept. 2000, hlm. 11-12
.

79
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa awal bulan qamariyah pada
dasarnya dapat dilakukan dengan dua metode yang lazim digunakan yaitu
hisab dan rukyat. Kedua metode tersebut mempunyai dasar hukum masing-
masing yang terdapat dalam al-Qur‟an dan al-Hadits dan pendapat ulama.
Pertama, Allah swt menyatakan bahwa hilal sebagai penentu waktu
dan saat pelaksanaan ibadah haji :

ِّ‫اط َٔ ْان َحج‬ َ ََُٕ‫َغْأَن‬ٚ


ُ ِ‫ َي َٕاق‬َٙ ِْ ْ‫ك َع ٍِ األ ِْهَّ ِت قُم‬
ِ َُّ‫ج نِه‬ٛ
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit (hilal). Katakanlah “Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji”. (QS. Al-Baqarah (2) :
189)

Petunjuk kedua, Allah swt menegaskan bahwa Allah swt telah


menetapkan manzilah-manzilah bagi peredaran bulan sengan tujuan agar kaum
muslimin dapat mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktunya :

ِ َُ‫َا ًء َٔ ْانقَ ًَ َش َُٕسًا َٔقَ َّذ َسُِ َي‬ٛ‫ض‬


َ ُِ‫اص َل نِخَ ْعهَ ًُٕا َع َذ َد ان ِّغ‬
ٍٛ ِ ‫ظ‬ َ ًْ ‫ُْ َٕ انَّ ِز٘ َج َع َم ان َّش‬
َ ًُ َ‫َ ْعه‬ٚ ‫ث نِقَ ْٕ ٍو‬
ٌٕ ِ ‫َا‬ٜٚ‫ص ُم ا‬ ِّ ‫ك إِال بِ ْان َح‬
ِّ َ‫ُف‬ٚ ‫ق‬ َّ ‫ق‬
َ ِ‫َّللاُ َرن‬ َ َ‫اب َيا َخه‬َ ‫َٔ ْان ِح َغ‬
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan ditetapkannya
manazilah-manazilah tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesanNya)
kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus (10) : 5).

Petunjuk ketiga, Allah swt menyatakan bahwa barangsiapa yang


menyaksikan masuknya bulan Ramadlan wajib berpuasa :

ٌِ ‫ث ِي ٍَ ْانُٓ َذٖ َٔ ْانفُشْ قَا‬


ٍ ‫َُِّا‬َٛ‫اط َٔب‬ ُ ْ‫ ِّ ْانقُش‬ِٛ‫اٌ انَّ ِز٘ أ ُ َْ ِض َل ف‬
ِ َُّ‫آٌ ُْذًٖ نِه‬ َ ‫ض‬ َ ‫َش ْٓ ُش َس َي‬
ُ َٛ‫فَ ًَ ٍْ َش ِٓ َذ ِي ُْ ُك ُى ان َّشٓ َْش فَ ْه‬
ًُّْ ‫ص‬
“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadlan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai pentunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Karena itu, barang siapa di antara kamu menyaksikan (masuknya) bulan (Ramadlan)
maka hendaklah ia berpuasa” (QS. Al-Baqarah (2) : 185)

Sedangkan landasan hukum dari al-Hadits, banyak didapatkan


beberapa penjelasan sebagai berikut; pertama, Rasulullah saw menyatakan
bahwa untuk memulai dan mengakhiri berpuasa hendaklah berdasar ru‟yah al-
hilal atau istikmal. Sahabat Abu Hurairah ra, meriwayatkan Rasulullah saw
bersabda :

َ َ‫ ُك ْى فَأ َ ْك ًِهُٕا ِع َّذةَ َش ْعب‬ْٛ َ‫ َعه‬َِّٙ ‫َخِ ِّ فَإ ِ ٌْ ُغب‬ٚ‫َخِ ِّ َٔأَ ْف ِطشُٔا نِش ُْؤ‬ٚ‫صُٕ ُيٕا نِش ُْؤ‬
َ ِ‫اٌ ثَ ََلث‬
ٍٛ
)٘‫(سٔاِ انبخاس‬

80
“Berpuasalah kamu sekalian karena melihat hilal, dan berbukalah kamu sekalian
karena melihat hilal. Bila hilal tertutup awan maka sempurnakanlah bulan Sya‟ban tiga
puluh hari” (HR. Imam Bukhari)

Penjelasan kedua, Rasulullah saw menyatakan bahwa untuk memulai


berpusa atau mengakhiri hendaklah dengan ru‟yah al-hilal atau men-taqdir-kan,
sebagaimana hadits yang disampaikan oleh sahabat Abdullah Ibn Umar ra,
Rasulullah saw bersabda :

َُّ‫ ُك ْى فَا ْق ُذسُٔا ن‬ْٛ َ‫خُ ًُُِٕ فَأ َ ْف ِطشُٔا فَإِ ٌْ ُغ َّى َعه‬ْٚ َ‫خُ ًُُِٕ فَصُٕ ُيٕا َٔإِ َرا َسأ‬ْٚ َ‫إِ َرا َسأ‬
“Apabila kamu melihat hilal berpuasalah dan apabila kamu melihatnya berbukalah lalu
jika hilal terhalang oleh mendukung, maka perkirakanlah. (Muttafaq Alaih)

Penjelasan ketiga, Rasulullah saw memulai berpuasa dan


memerintahkan umat Islam berpuasa ketika mendapatkan khabar adanya
ru‟yat al-hilal :

ُُّ‫خ‬ْٚ َ‫ َسأ‬ََِّٙ‫ ِّ َٔ َعهَّ َى أ‬ْٛ َ‫َّللاُ َعه‬


َّ َّٗ‫صه‬ َّ ‫ُٕل‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ْ‫حَ َشا َءٖ انَُّاطُ ْان ِٓ ََل َل فَأ َ ْخبَش‬
َ ‫ث َسع‬
)‫ دأد‬ٙ‫َا ِي ِّ (عٍُ أب‬ٛ‫ص‬ ِ ِ‫اط ب‬ َ َُّ‫صا َيُّ َٔأَ َي َش ان‬
َ َ‫ف‬
“Manusia bersama-sama merukyah hilal, kemudian saya memberitahukan kepada
Nabi bahwa saya melihatnya. Lalu Nabi saw siap berpuasa dan menyuruh orang-orang
berpuasa.” (HR. Abu Daud)

Dari petunjuk al-Qur‟an dan Hadits Rasulullah saw tersebut di atas


maka lahirlah sistem penetapan awal bulan qamariyah, yaitu ru‟yat al-hilal,
istikmal dan hisab. Ru‟yah al-hilal dijadikan dasar menentukan awal bulan
Qamariyah, berpuasa atau berhari raya. Apabila pada tanggal 29 bulan
Qamariyah (baca : Sya‟ban) tidak berhasil melihat hilal, maka bulan Sya‟ban
disempurnakan 30 hari, inilah yang disebut cara istikmal. Cara inilah yang
digunakan pada masa Rasulullah saw.
Adapun menentukan awal bulan Qamariyah dengan cara hisab,
apabila cuaca buruk, terhalang mendung atau berawan maka berdasarkan
hadits shahih di atas yaitu “idza ghumma „alaikum faqduru lah” Jika awan
menghalangi kalian, maka “perkirakanlah ia”. Imam Nawawi (631-676 H.) dalam
kitabnya Majmu‟ Syarah al-Muhadzdzab dijelaskan bahwa Imam Abul Abbas
bin Suraij (salah seorang tokoh Syafi‟iyah) menukil pendapat Ibnu Arabi, nahwa
nash hadits “perkirakan ia” ditujukan kepada orang yang Allah swt beri
anugerah secara khusus dengan ilmu ini (ilmu hisab), sedangkan nash hadits
“fakmilu al-„iddah tsalatsin” (sempurnakanlah bilangan 30 hari) ditujukan untuk
kalangan umum. 17 Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-Mughniy menyatakan
bahwa nash hadits “faqduruu lah” (perkirakan ia), mempunyai tiga pengertian
yaitu; (1) fakmiluu (sempurnakan 30 hari), (2) fahsibu (hitunglah) dan (3)
fadlayyiqu (sempitkanlah/ ambilah yang singkat) 18.

17
Al Nawawi, tt. al-Majmu‟ Syarh al-Muhadzdzab, Madinah : Al-Maktabah al-
Salafiyah, Juz VI : 270.
18
Ibn Qudama, Al-Mughniy,Juz III, tt, hlm. 7

81
Menurut sebagian ulama‟, sistem hisab berdasarkan pada hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Iman Bukhari dan Imam Muslim tersebut di atas,
juga sesuai dengan isyarat Q.S. Yunus : 5 tersebut di atas. Bahkan Imam
Taqiyyuddin as-Subki (w. 756) -- oleh Yusuf al-Qardlawi dinyatakan sebagai
ulama‟ Syafi‟iyah yang telah mencapai derajat mujtahid -- menuturkan :
“apabila hisab menafikan kemungkinan rukyat denganm mata, maka wajib bagi
hakim menolak kesaksian orang yang mengaku menyaksikan,” ia lalu
berargumentasi “karena hisab bersifat eksak sedangkan penyaksian dan berita
bersifat dugaan. Dugaan tidak dapat membentur yang eksak, apalagi
mengalahkannya.” 19

D. Metode Ephemeris

Metode Hisab Awal Bulan “Ephemeris Hisab Rukyat” merupakan


metode hisab awal bulan yang dikembangkan Departemen Agama RI saat ini.
Metode ini dimuat dalam buku Ephemeris Hisab dan Rukyat yang diterbitkan
setiap tahun sejak tahun 1993 oleh Direktorat Pembinaan Badan Peradilan
Agama Islam Departemen Agama RI.

1. Isi Kandungan Almanak Ephemeris


Buku Ephemeris Hisab Rukyat yang dikeluarkan Departemen Agama
RI, berisi data sebagai berikut : 20
a. Kalender Masehi
b. Taqwim awal bulan Qamariyah, yang berisi hasil perhitungan ijtima dan
ketinggian hilal pada awal bulan Qamariyah
c. Fase-fase bulan dan saat gerhana bulan dan matahari
d. Ketinggian hilal pada saat matahari terbenam di wilayah dunia.
e. Data posisi bulan dan matahari setiap jam, selama tahun yang
bersangkutan.
Data yang dibutuhkan untuk hisab awal bulan Qamaraiah adalah data
posisi bulan dan matahari setiap jam, selama satu tahun yang bersangkutan.
Data matahari dan bulan tersebut telah disosialisasikan Badan Hisab Rukyat
Departemen Agama RI melalui progran Hisab by Windows atau Winhisab.
Adapun data matahari dan bulan tersebut meliputi sebagai berikut :
a. Data matahari dan bulan terdiri dari :
1) Ecliptic Longitude atau Bujur Astronomis/Taqwim/thuul (Matahari / bulan)
yaitu jarak titik pusat matahari/bulan dari titik Aries (vernal Equinox = Haml),
diukur sepanjang lingkaran ekliptika (dairatul buruj). Jika nilai bujur
Astronomis Matahari sama dengan nilai Bujur Astronomis Bulan maka
terjadi Ijtima‟. Data ini diperlukan antara lain dalam ijtima‟ dan gerhana.
2) Ecliptic Latitude atau lintang Astronomis matahari / bulan atau „ardhusy
syams / qamar yaitu jarak titik pusat matahari/bulan dari lingkaran ekliptika
(da‟iratul buruj). Karena jalannya matahari itu tidak rata, selalu ada
pergeseran ke utara atau ke selatan sedikit dari ekliptka, maka besarannya

19
Loc. Cit Yusuf Qardlawi, 2001, hlm. 49
20
Departemen Agama RI, Epemeris Hisab Rukyat 2004, Jakarta : Direktorat
Pembinaan Badan Peradilan Agama.

82
selalu mendekati nol. Sedangkan nilai maksimum lintang astronomi bulan
adalah 5 8‟. Lintang astronomi positif (+) berarti matahari/bulan berada di
utara, nilai negatif berarti berada disebelah selatan. Jika saat ijtima‟ nilai
lintang astronomis bulan sama / hampir sama persis dengan nilai lintang
astronomis matahari, maka akan terjadi gerhana matahari. Data ini
diperlukan antara lain ijtima dan gerhana.
3) Apparent Right Ascention atau Asensio Rekta Matahari / bulan atau
panjatan tegak atau As Shu‟udul Mustaqim atau mathali‟ul Baladiyah, yaitu
jarak antara suatu benda langit dari titik Aries, diukur sepanjang lingkaran
equator (da‟iratul muaddalin nahar). Data ini diperlukan antara lain dalam
perhitungan ijtima‟, ketinggian hilal dan gerhana.
4) Apparent Declination atau deklinasi matahari/bulan (mailus Syam /
Qamar) adalah jarak antara matahari / bulan dari equator diukur sepanjang
lingkaran deklinasi, yaitu lingkaran besar yang mengelilingi bola langit dan
melalui titik kutub langit (KU-KS). Nilai deklinasi positif berarti matahari /
bulan di utara garis Equator, sebaliknya nilai negatif berarti matahari/bulan
berada di selatan garis Equator. Data ini diperlukan untuk penentuan waktu
shalat, bayang-bayang kiblat, ketinggian hilal, ijtima, gerhana.
5) Semi diameter atau jari-jari matahari/bulan (Nisfu Quthr), yaitu jarak
antara titik pusat matahari/bulan dengan piringan luarnya. Nilai semi
diameter bulan rata-rata 15‟ sebab piringan bulatan bulan penuh adalah
sekitar 30‟ (0,5 derajat). Data ini diperlukan untuk perhitungan ketinggian
piringan atas (upper limb) hilal, menghitung secara tepat saat matahari atau
bulan terbenam atau terbit.

b. Data Matahari :
1) True Geocentric (jarak geocentric), yaitu jarak antara bumi dan matahari,
Nilai pada data ini merupakan jarak rata-rata bumi dan matahari, sekitar
150 juta km. Karena bumi mengelilingi matahari dalam bentuk ellips, maka
jarak bumi-matahari tidak selalu sama. Jarak terdekat (perigee/hadlidl)
sedangkan jarak terjauh disebut (apogee/al-Auj). Data ini untuk menghitung
gerhana.
2) True Obliquity atau kemiringan ekliptika (mail kully hakiki), yaitu besarnya
sudut kemiringan antara equator (mu‟addalun nahar ) dan ekliptika (da‟iratul
buruj). Data ini untuk menghitung ijtima‟ dan gerhana.
3) Equation of time (perata waktu), yaitu selisih antara waktu kulminasi
matahari hakiki dengan waktu kulminasi matahari rata-rata. Bumi berputar
pada sumbunya rata-rata 24 jam sekali putaran, tetapi ternyata kecepatan
perputaran ini tidak selalu sama, sehingga saat kulminasinyapun selalu
berubah-ubah. Perubahan-perubahan ini disebut perata waktu (ta‟dil al-
waqt). Data ini diperlukan dalam menghisab waktu shalat.

c. Data Bulan.

1) Parallax (ikhtilaful manzhar), yaitu sudut antara garis yang ditarik dari titik
pusat bulan ke titik pusat bumi dengan garis dari titik pusat bulan ke mata
pengamat, atau paralax adalah sudut yang memisahkan titik pusat bumi
dengan mata pengamat. Sedangkan Horizontal parallax (Hp) adalah

83
Parallax dari bulan yang sedang berada persis di garis ufuq. Semakin
mendekati titik zenith nilai parallax suatu benda semakin kecil, dan pada
posisi zenith nilainya nol, pada posisi ufuq nilainya paling besar. Di samping
itu nilai parallax tergantung pula pada jarak benda langit dengan mata
pengamat (bumi).Data Hp ini diperlukan mengkoreksi perhitungan tinggi
hilal, dari tinggi hakiki menjadi tinggi mar‟i (visible altitude).
2) Angle bright limb atau sudut kemiringan hilal yaitu sudut kemiringan sinar
hilal yang tampak, akibat kemiringan terhadap matahari. Sudut waktu ini
diukur dari garis yang menghubungkan titik pusat hilal dengan titik zenith
(sumtul-ra‟s) ke garis yang dihubungkan titik pusat hilal dengan titik pusat
matahari dengan arah yang sesuai dengan perputaran jarum jam.
3) Fraction Illumination yaitu besarnya piringan hilal yang menerima sinar
matahari dan menghadap ke bumi. Pada bulan purnama (al-Badr), nilai
Fraction Illumnya adalah satu. Apabila bumi, bulan dan matahari berada
pada satu garis lurus, maka akan terjadi Gerhana Matahari Total, nilainya
nol. Setelah bulan purnama nilai Fraction Illumnya mengecil sampai yang
paling kecil dan bulan mati (muhaq), yaitu saat terjadi ijtima‟ akhir bulan.

Disamping data matahari dan bulan sebagaimana keterangan di atas,


yang juga dibutuhkan untuk menghitung awal bulan adalah data refraksi dan
kerendahan ufuk.
1) Refraksi adalah pembiasan cahaya besarnya penampakan cahaya bulan-
hilal karena melalui atmosfir bumi, sehingga penampakan hilal dari bumi
menjadi bergeser sebesar refraksi tersebut.
2) Harga kerendahan ufuk ini dapat dicari dengan rumus D‟ = 1.76 
ketinggian tempat / 60. Dengan demikian kerendahan ufuk tergantung
pada pengaruh ketinggian tempat observasi.

2. Cara Mengambil Data dari Ephemeris

a. Waktu yang dipergunakan.

Data matahari dan bulan tersebut diatas disajikan berdasarkan waktu


Greenwich atau yang terkenal dengan waktu GMT (Greenwich Mean Time).
Untuk merubah GMT menjadi waktu-waktu daerah di Indonesia:
WIB = GMT + 7 jam atau sebaliknya GMT = WIB - 7 jam
WITA = GMT + 8 jam atau GMT = WITA - 8 jam
WIT = GMT + 9 jam atau GMT = WIT - 9 jam

Berdasarkan KEPRES RI No. 41 / 1987 tentang Pembagian


Wilayah RI menjadi tiga wilayah, yaitu Waktu Indonesia Barat (WIB) dengan
titik pusat meridian (bujur) 105º BT; sedangkan Waktu Indonesia Tengah
(WITA) dengan titik pusat meridian (bujur) 120º BT, dan Waktu Indonesia
Timur (WIT) dengan titik pusat meridian (bujur) 135º BT.
Wilayah WIB meliputi seluruh Provinsi Sumatra, seluruh Provinsi
Jawa dan Madura, seluruh Provinsi Kalimantan Barat, seluruh Provinsi
Kalimantan Tengah. WITA meliputi: seluruh Provinsi Kalimantan Timur,
seluruh Provinsi Kalimantan Selatan, seluruh Provinsi Bali, seluruh Provinsi
Nusatenggara Barat, Seluruh Provinsi Nusatenggara Timur, seluruh

84
Provinsi Timut-Timur, seluruh Provinsi Sulawesi. dan WIT adalah seluruh
Provinsi Maluku, seluruh Provinsi Papua.
Untuk mencari data matahari / bulan bagi wilayah Indonesia,
waktu-waktu daerah di Indonesia, terlebih dahulu harus diubah menjadi
GMT. Waktu standar 105o (WIB), 120o (WITA) dan 135o (WIT).
Contoh :
Mencari deklinasi matahari dan bulan pada jam 18.00 WIB tanggal 11
Oktober 2007 M.
Langkah 1 : Merubah WIB menjadi GMT, dengan rumus :
GMT = WIB - 7 jam, maka :
GMT = 18.00 - 7 jam = 11.00.
Jadi jam 18.00 WIB = jam 11.00 GMT.

Langkah 2 : Mencari data deklinasi matahari dan bulan tanggal 11 Oktober


2007, jam 11.00 GMT.
Hasilnya : Deklinasi matahari = - 6o 57‟ 57”
Deklinasi bulan = - 11o 18‟ 28”

3. Penyisipan / Interpolasi

Data Matahari dan Bulan dalam Almanak ini disajikan pada setiap
jam, untuk memperoleh data pecahan jam, diperlukan langkah-langkah
penyisipan/ interpolasi. Dengan rumus :
Interpolasi : A - ( A - B ) x C / I

Contoh :
Mencari Asensio Rekta Matahari jam 17.26 WIB tanggal 11 Oktober 2007
Langkah 1 : Merubah WIB menjadi GMT, yakni :
GMT = WIB - 7 jam, maka :
GMT = 17.26 WIB - 7 jam = 10.26 GMT.
Jadi jam 17.26 WIB = 10.26 GMT.

Langkah 2 : Mencari Asensio Rekta Matahari jam 10.26 GMT berikut :

Interpolasi : A - ( A - B ) x C / I

A = Data pada jam 10 GMT = 196 o 19‟ 42"


B = Data pada jam 11 GMT = 196 o 22‟ 00"
C = Sisa menit yang belum diperhitungkan = 00:26
I = Interval dari jam 10.00 – 11.00 = 1
Maka hasil interpolasi adalah :

196 o 19’ 42" – (196 o 19’ 42" - 196 o 22’ 00") x 0 o 26 ' : 1
= 196 o 19’ 49.8"

Contoh :
Mencari Deklinasi Bulan pada jam 17.26 WIB tanggal 11 Oktober 2007

85
Mencari Deklinasi Bulan pada jam 10:26 GMT berikut :

Interpolasi : A - ( A - B ) x C / I

A = Data pada jam 10 GMT = - 11 o 05‟ 23”


B = Data pada jam 11 GMT = - 11 o 18‟ 28”
C = Sisa menit yang belum diperhitungkan = 00:26
I = Interval dari jam 10.00 – 11.00 = 1
Maka hasil interpolasi adalah :
- 11 o 05’ 23”– ((- 11 o 05’ 23”) - (- 11 o 18’ 28”)) x 0 o 26’ / 1
= - 11 o 11’ 3.17”

Catatan :
1. Perhitungan bisa dibulatkan sampai satuan detik.
2. Hati-hati dengan tanda (+) atau (–) pada setiap perubahan data.

E. Hisab Awal Bulan dengan Metode Hisab Rukyat Ephemeris

Hisab Awal bulan Qomariah dengan metode Ephemeris, dapat dilakukan


dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Memperkirakan terjadi ijtima' dengan menggunakan perbandingan
tarikh. Perkiraan ijtima‟ ini berguna untuk mendapatkan data matahari
dan bulan yang dibutuhkan.
2. Mencari saat terjadi ijtima' untuk mengetahui pergantian bulan baru.
3. Mencari situasi dan kondisi hilal awal bulan sebagai data rukyatul hilal,
dan untuk menarik kesimpulan tentang akan terjadinya bulan baru.

Contoh Hisab Awal Bulan SYAWAL 1428 H. :

1. Memperkirakan ijtima’ awal bulan Syawal 1428 H,


dengan menggunakan Perbandingan Tarikh. Sebagai berikut :

1428 – 1 = 1427 Tahun


1427 / 30 = 47 siklus + 17 tahun
29 Ramadhan 1427 = 47 siklus + 17 tahun + 8 bulan + 29 hari
47 siklus = 47 x 10631 = 499657 hari
17 tahun = 17 x 354 + 6 (6 tahun kabisat) = 6024 hari
8 bulan = ( 4 x 30 ) + ( 4 x 29 ) = 236 hari
29 hari = 29 hari +
505946 hari
Selisih Hijriyah dan Masehi = 227016 hari +
732962 hari
Anggaran Gregrorius XIII = 13 hari +
732975 hari
732975 / 1461 = 501 daur + 1014 hari
501 daur x 4 = 2004 tahun
1014 hari / 365 = 2 tahun + 284 hari
284 hari = 0 tahun + 09 bulan + 11 hari

86
Jumlah = 2006 tahun + 09 bulan + 11 hari
Dibaca = tanggal 11 Oktober 2007
732962 : 7 = 104708 sisa 6 hari = Kamis
732962 : 5 = 146592 sisa 2 hari = Legi

Ijtima‟ awal bulan Syawal 1428 H. terjadi pada hari : Kamis Legi,
tanggal 11 Oktober 2007 M.

2. Mencari saat ijtima’ dengan data Ephemeris, dengan langkah-


langkah sebagai berikut :

a. Mencari FIB. terkecil pada bulan Oktober 2007


b. Mencari ELM. dan ALB sesuai dengan jam FIB terkecil
c. Mencari Sabak Matahari (SM), dan Sabak Bulan (SB) perjam
d. Mencari Saat Ijtima‟ dengan rumus sebagai berikut :

Jam FIB + ELM – ALB + 7 Jam WIB


SB – SM

Keterangan :
FIB = Fraction Illuimination Bulan
ELM = Ecliptic Longitude Matahari
ALB = Apparent Longitude Bulan

a) FIB terkecil yaitu 0,00087 yang terjadi pada jam 4 GMT tgl 11
Oktober 2007
b) ELM pada jam 4 GMT adalah 197 27‟ 56”
ALB pada jam 4 GMT adalah 196 59‟ 27”
c) SM = ELM jam 5 GMT = 197 30‟ 24”
jam 4 GMT = 197 27‟ 56”
Sabak Matahari (SM) = 0 02‟ 28”
SB = ALB jam 5 GMT = 197 29‟ 16”
jam 4 GMT = 196 59‟ 27”
Sabak Bulan (SB) = 0 29‟ 49”
d) Jam 4 + 197 27‟ 56” - 196 59‟ 27” + 7 Jam (WIB)
0 29‟ 49” - 0 02‟ 28”

= 12 j 2 m 29.18 d WIB
Operasional kalkulator tipe casio fx 4500 (dan sejenisnya), tekan secara
berurutan :

4 + ( ( 197 27‟ 56” - 196 59‟ 27”


) / ( ( 197 29‟ 16” - 196 59‟ 27”
) - ( 197 30‟ 24” - 197 27‟ 56” )
) + 7 Shift ‟” Tampil di layar 12 2' 29.18"

87
Jadi : Ijtima al-hilal awal bulan Syawal 1428 H. terjadi jam 12 : 2 : 29.18
WIB, tanggal 11 Oktober 2007.

3. Mencari Posisi dan Situasi Hilal Awal Bulan Syawal 1428 H.,
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Menetapkan markas hisab dan rukyat, serta data astronominya.
(2) Mencari sudut waktu Matahari saat matahari terbenam.
(3) Mencari Saat Matahari Terbenam.
(4) Mencari sudut waktu Bulan, saat Matahari terbenam.
(5) Mencari ketinggian Hilal Mar‟i saat Matahari terbenam.
(6) Mencari Mukuts Hilal.
(7) Mencari Besarnya Nurul Hilal
(8) Mencari Azimut Matahari dan Bulan.
(9) Mencari Letak dan Keadaan Hilal.
Proses Perhitungan
(1) Menetapkan markas hisab / rukyat, serta data astronominya.
Markas hisab ditetapkan berdasarkan pilihan tempat yang akan
digunakan untuk melaksanakan rukyatul hilal. Misalnya memilih
lokasi rukyat Tanjung Kodok, Lamongan, dengan data :
Lintang tempat (  = phi ) = - 6o 51‟ 50.22” (LS)
Bujur tempat (  = lamda ) = 112o 21‟ 27.8” (BT)
Tinggi tempat ( h ) = 10 meter di atas air laut.
(2) Menetapkan sudut Matahari, saat Matahari terbenam,
tanggal 11 Oktober 2007, dengan cara :

a) Mencari data matahari saat terbenam, yaitu sekitar jam 18.00 WIB
atau 11.00 GMT , yakni data yang dibutuhkan :
Deklinasi (d‟) matahari jam 11.00 GMT = - 6 o 57‟ 57”
Equation of time (e) matahari = 0 j 13 m 10 d
D‟ (Dip) = 1.76  10 / 60 = 0 5‟ 33.94”
Refraksi (ref) untuk 0 = 0 34‟ 30”
Semi diameter ( s.d ) = 0 16‟ 1,17”
b) Mencari tinggi matahari saat terbenam (h) dengan rumus :

h = 0o - S.d - Refr - Dip

h = 0 o - 0 16‟ 1.17” - 0 34‟ 30” - 0 5‟ 33,94”


h = - 0 56’ 5.11”
c) Mencari sudut waktu saat matahari terbenam, dengan rumus :

Cos t = - tan p x tan d + sin h / cos p / cos d

t = sudut waktu matahari


p = Lintang tempat
d = Deklinasi Matahari

88
h = Tinggi Matahari saat terbenam

Data : p = - 6o 51‟ 50.22”


d = - 6 o 57‟ 57”
h = - 0 56‟ 5.11”
Operasional kalkulator tipe casio fx 4500, tekan secara berurutan :

Shift cos ( - tan - 6o 51‟ 50.22” x


o
tan - 6 57‟ 57” + sin - 0 56‟ 5.11”
o
/ cos - 6 51‟ 50.22” / cos -
‟”
o o
6 57‟ 57 ) exe shift 91 47’ 29.11”

t = 91o 47’ 29.11”

Atau dengan kalkulator tipe casio fx 3600, tekan secara berurutan :

6o 51‟50.22” +/- tan


+/- x 6 o 57‟ 57” +/-
o
tan + 0 56‟ 5.11” +/- sin : 6 51‟ 50.22”
o
+/- cos : 6 57‟ 57” +/- cos = inv
o„ o
cos inv ” cos Tampil pada layar 91 47’ 29.11”

t = 91o 47‟ 29.11”

(3) Mencari Saat Matahari Terbenam, dengan Rumus :

T / 15 + 12 - e + KWD

91o 47‟ 29.11” / 15 = 6j 7 m 9.94 d


Kulminasi = 12 00 0.0 +
18 07 9.94
Eq. of time ( e ) = 00 13 10 -
L M T (Local Mean Time) = 17 53 59.94
KWD = (( 105-112 21‟ 27.8” ) / 15 ) =- 0 29 25.85 +
W I B = 17 24 34.09
Koreksi bujur GMT = 7 00 00 -
Jam G M T = 10 24 34.09

Jadi Matahari terbenam tgl 11 Oktober 2007 di Tanjung Kodok pada :


jam 17 : 24 : 34.09 WIB. atau jam 10 : 24 : 34.09 GMT

(4) Menetapkan sudut waktu Bulan, saat Matahari terbenam (yaitu :


jam 10 : 24 : 34.09 GMT), dengan langkah-langkah :

a) Mencari Asensio Rekta Matahari (AR), dengan interpolasi data :


196o 19‟ 42” - (196o 19‟ 42”- 196 o 22‟ 00”) x 0 o 24 : 34.09 ” / 1
= 196 o 20’ 38.5”

89
b) Mencari Asensio Rekta Bulan (AR), dengan interpolasi data :

197o 04‟ 34”- (197o 04‟ 34” - 197o 31‟ 50”) x 0 o 24 : 34.09 / 1
= 197o 15’ 43.8”
c) Mencari Sudut Waktu Bulan ( t) saat Matahari terbenam.

T = Ar - Ar + t

T = 196 o 20’ 38.5”- 197o 15’ 43.8” + 91o 47’ 29.11”


= 91o 16’ 57.81”
(5) Menetapkan Tinggi Hilal Mar’i (h) saat Matahari terbenam (yaitu :
jam 10 : 24 : 34.09 GMT), dengan langkah-langkah :
a) Mencari deklinasi bulan (d), dengan interpolasi data :
- 11 05‟ 23”- ((- 11 05‟ 23”) – (- 11 18‟ 28”)) x 0 o 24 : 34.09 / 1
= - 11o 10’ 44.43”

b) Mencari tinggi hakiki bulan (h). Rumus :

Sin h= Sin p . Sin d + Cos p. Cos d. Cos t

Data : P = - 6o 51‟ 50.22”


d = - 11o 10‟ 44.43”
t  = 90o 52‟ 23.81”
Kalkulator tipe casio fx 4500, tekan secara berurutan :

Shift Sin ( sin - 6o 51‟ 50.22” sin -


o o
11 10‟ 44.43” + cos - 6 51‟ 50.22” x cos
o o
- 11 10‟ 44.43” x cos 90 52‟ 23.81” ) exe
‟”
o
shift Tampil pada layar 0 28’ 37.32”

h = 0o 28’ 37.32”

Kalkulator tipe casio fx 3600, tekan secara berurutan :

6o 51‟ 50.22” +/- sin x 11o 10‟ 44.43” +/- sin


o o
+ 6 51‟ 50.22” +/- cos x 11 10‟44.43” +/-
o
cos x 90 52‟ 23.81” cos = inv sin inv
o'" o
Tampil pada layar 0 28’ 37.32”

h = 0o 28’ 37.32”

c) Mencari tinggi mar‟i ( lihat ) bulan (h‟), dengan rumus :

90
h‟ = h- Parallax + s.d. + Ref + Dip

Parallax = Hp (Horizontal parallax) X Cos h


= 0o 54‟ 08” x Cos 0o 28’ 37.32” = 0o 54‟ 7.89”
h (tinggi hakiki) = 0o 28’ 37.32”
Parallax = 0o 54‟ 7.89” -
- 0 25‟ 30.57”
Sd (semi diameter) = 0 14‟ 45.07” +
- 0 10‟ 45.5”
Refraksi = 0 30‟ 18”
Dip ( kerendahan ufuq ) = 0 5‟ 33,94” +
h’ ( tinggi mar’i ) = 0o 25’ 6.44”

6) Menetapkan Mukuts ( lama hilal di atas ufuq ), dengan rumus :

H‟/ 15 atau h‟ x 4 menit

Mukuts = 0o 25’ 6.44” / 15 = 1 menit 40.43 detik

7) Mencari Besarnya Cahaya, saat Matahari terbenam (yaitu : jam 10 :


24 : 34.09 GMT).

Besarnya cahaya hilal dapat dicari dengan melakukakan interpolasi FIB


(friction illuminision bulan) saat matahari terbenam di kalikan ( x ) 100
% sebagai berikut :

0.00135 - (0.00135 – 0.00154) x 0 o 24‟ 34.09” / 1 = 0.143 %

8) Menetapkan azimut ( Az ) Matahari dan Bulan, dengan rumus :

Cotan A = - Sin p / tan t + Cos p . tan d / Sin t

1) Azimut Matahari
Data Matahari : p = - 6o 51‟ 50.22”
d = - 6 o 57‟ 57”
t = 91o 47‟ 29.11”

Kalkulator tipe casio fx 4500, tekan secara berurutan :

Shift tan ( - sin - 6o 51‟ 50.22” /


o o
tan 91 47‟ 29.11” + cos - 6 51‟ 50.22” x
tan - 6 o 57‟ 57” / sin 91o 47‟ 29.11” )
o„ o
exe shift ” Tampil pada layar - 7 7 ’ 50.54”

A = - 7 o 7 ’ 50.54” (diukur dari titik barat ke titik selatan)

91
Atau dengan kalkulator tipe casio fx 3600, tekan secara berurutan :

6o 51‟ 50.22” +/- sin +/- : 91o 47‟ 29.11” tan


+- 6o 51‟ 50.22” +/- cos x - 6 o 57‟ 57”
+/- tan : 91o 47‟ 29.11” sin = 1/x inv
o„ o
tan inv ” Tampil pada layar - 7 7 ’ 50.54”

A = - 7 o 7 ’ 50.54” (diukur dari titik barat ke titik selatan)

2) Azimut Bulan
Data Bulan : p = - 6o 51‟ 50.22”
d = - 11o 10‟ 44.43”
t  = 90o 52‟ 23.81”
Kalkulator tipe casio fx 4500, tekan secara berurutan:

Shift tan ( - sin - 6o51‟50.22” /


o o
tan 90 52‟23.81” + cos - 6 51‟ 50.22” x
tan - 11o10‟44.43” / sin 90o52‟23.81” )
o„ o
exe shift ” Tampil pada layar - 11 12 ’ 9.4”

A = - 11 o 12 ‟ 9.4” (diukur dari titik barat ke titik selatan)

Atau dengan kalkulator tipe casio fx 3600, tekan secara berurutan :

6o 51‟ 50.22” +/- sin +/- : 90o52‟ 23.81” tan


o o
+- 6 51‟ 50.22” +/- cos x - 11 10‟44.43”
+/- tan : 90o 52‟ 23.81” sin = 1/x inv
o„ o
tan inv ” Tampil pada layar - 11 12 ’ 9.4”

A = - 11 o 12 ‟ 9.4” (diukur dari titik barat ke titik selatan)

9) Letak dan posisi hilal :

A = - 7 o 7 ‟ 50.54”
A = - 11 o 12‟ 9.4”
Selisih = 4 o 4‟ 18.86”

Letak dan posisi hilal berada di belahan bumi selatan dan di atas
matahari sedikit di sebelah selatan matahari sejauh 4 o 4’ 18.86”
dengan keadaan miring ke selatan.

92
10. K e s i m p u l a n :

a. Ijtima al-hilal awal bulan Syawal 1428 H. terjadi:


jam 12. 2. 29.18 WIB, Hari Kamis Legi, 10 Oktober 2007
b. Matahari terbenam = 17 : 24 : 34.09 WIB.
c. Tinggi hilal hakiki = 0o 28‟ 37.32”
d. Tinggi hilal mar‟i = 0o 25‟ 6.44”
e. Lama hilal di atas ufuq = 1 menit 40.43 detik.
f. Deklinasi Matahari = - 6 o 57‟ 57”
g. Deklinasi Bulan = - 11o 10‟ 44.43
h. Azimut matahari = - 7o 7‟ 50.54” ( B - S )
i. Azimut bulan = - 11o 12‟ 9.4” ( B - S )

j. Letak dan posisi Hilal berada di Selatan titik barat dan 4 o 4‟ 18.86”
di sebelah Selatan Matahari dengan keadaan miring ke Selatan.

k. Kesimpulan berdasarkan Hisab, karena ketinggian hilal awal


Syawal 1428 H mencapai 0o 25‟ 6.44” ketinggian tersebut belum /
tidak memenuhi had imkan ar-rukyah konteks Indonesia, maka 1
Syawal 1428 H. menurut Hisab Kontemporer (metode Ephemeris)
jatuh pada hari Sabtu Pon, 13 Oktober 2007 M.

93

Anda mungkin juga menyukai