Secara etomologis, kata hisab dari bahasa Arab al-hasb berarti al-
adad wa al-ihsha‟, bilangan atau hitungan 1, atau berarti al-katsir (banyak) dan
al-kafa (cukup) seperti dalam al-Qur‟an terdapat ungkapan „atha`an hisaban
yang berarti „atha`an katsiran kafiyan (pemberian yang banyak yang
mencukupi) 2. Adapun secara terminologi, istilah hisab (arithmatic), yaitu suatu
ilmu pengetahuan yang membahas tentang seluk beluk perhitungan 3. Ilmu
Hisab (ilmu falak), yaitu suatu ilmu yang memperlajari benda-benda langit,
matahari, bulan, bintang-bintang dan planet-planetnya. 4
Sedangkan istilah rukyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata al-
ra‟aa yang berarti melihat dengan mata 5, maksudnya adalah melihat dengan
mata bugil (langsung). Sedangkan kata al-hilal berarti bulan tsabit, yaitu
tanggal 2-3 malam dari awal bulan atau 7-2 malam dari akhir bulan. 6
Sedangkan Ibn Mandzur (w. 711 H.) menjelaskan bahwa yang disebut hilal
adalah malam tanggal 1, 2 dan 3 pada awal bulan qamariyah. Dengan demikian
yang dimaksud dengan rukyat al-hilal adalah melihat bulan tanggal 1, 2, dan 3
pada awal bulan qamariyah. 7
Ru‟yah al-hilal dikenal sebagai sistem penentuan awal bulan
Qamariyah terutama bulan Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, sejak masa
Rasulullah saw. Demikian juga untuk keperluan waktu-waktu ibadah ditentukan
secara sederhana, yaitu dengan pengamatan hilal atau matahari secara
langsung tanpa menggunakan alat (rukyat bi al-fi‟li).
Istilah bulan dalam bahasa Arab identik dengan kata asy-syahr atau
asy-syuhrah berarti kemasyhuran dan kesombongan, seperti dalam ungkapan
hadits “Barangsiapa memakai pakaian dengan kesombongan (syuhrah) maka
Allah akan memberi pakaian kehinaan” Sementara itu al-syahr juga berarti al-
qamar itu sendiri yang dalam bahasa Inggris disebut lunar, yaitu benda langit
menjadi satelit bumi. Al-syahr disebut al-qamar karena sifat nampaknya yang
jelas (li-syuhuuratih wa dzuhuurih). Menurut Ibn Sayid, al-syahr (bulan) adalah
satuan waktu tertentu yang sudah terkenal dari beberapa hari, yang
dipopulerkan dengan bulan (al-qamar) karena qamar itu sebagai tanda memulai
1
Ahmad Warson Munawir,. Al Munawir Kamus Arab-Indonesia, Surabaya: Pustaka
Progressif. 1984, hlm. 282
2
Loc cit Ibn Mandzur, Juz I, tt : 310-211
3
Loc. Cit Ichtiyanto, hlm. 14
4
Hafidz Dasuki, Ensiklopedi Islam, Juz I, Jakarta : Ichtiar Van Haeve, 1994, hlm. 330
5
Muhammad bin Abi Bakar bin Abdillah. tt. Mukhtar al-Shihah, Juz I, Mesir : al-
Amiriyah. tt, hlm. 97
6
Loc cit Munawwir, 1984, hlm. 1616.
7
Loc. Cit Mandzur, Juz XI, tt,hlm. 703.
dan mengakhiri bulan 8.
Sebagaimana diketahui bahwa perjalanan waktu-waktu di bumi ini
ditandai dengan peredaran benda-benda langit, terutama matahari dan bulan.
Hal ini secara teologis telah dinyatakan oleh Allah swt dalam al-Qur‟an :
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan ditetapkannya
manazilah-manazilah tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesanNya)
kepada orang-orang yang mengetahui” (QS. Yunus (10) : 5).
8
Loc. Cit Ibnu Mandur, Juz VI, tt , hlm. 431.
9
Farid Ruswanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat: Telaah Syari‟ah, Sains dan
Teknologi. Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hlm. 25.
10
Yusuf Qordawi, Fiqh Puasa, Terj. Ma'ruf Abdul Jalil dkk, 2001. Solo : Era
Intermedia, 2001, hlm. 40
76
tersebut. Oleh karena itu sistem penentuan awal bulan Qamariyah menjadi
sangat bervariasi, sebagaimana bagan berikut :
Sistem ini adalah usaha melihat hilal dengan mata biasa dan dilakukan
secara langsung atau dengan menggunakan alat yang dilakukan setiap akhir
bulan atau tanggal 29 di ufuq barat saat matahari terbenam. Jika hilal berhasil
dilihat, sejak malam itu dihitung tanggal satu bulan baru, tetapi jika tidak
berhasil di ru'yat maka malam dan esok harinya masih bulan yang sedang
berjalan, sehingga umur bulan disempurnakan (istikmal) 30 hari. 11
Ru'yat bil Fi‟li ini adalah sistem penentuan awal bulan yang dilakukan
pada jaman Nabi Saw dan para Sahabat bahkan sampai sekarang masih
banyak digunakan oleh umat Islam. Terutama dalam menentukan awal bulan
Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Sistem ru'yat ini hanya bisa dilakukan untuk
kepentingan pelaksanaan ibadah dan tidak bisa diaplikasikan untuk
penyusunan kalender, sebab penyusunan kalender harus diperhitungkan jauh
sebelumnya dan tidak tergantung ada hasil ru'yat.
2. Sistem Hisab
Sistem hisab awal bulan Qomariyah dapat diklasifikasikan pada dua
jenis, yaitu :
a. Hisab Urfi
Hisab urfi adalah sistem perhitungan penanggalan yang didasarkan pada
peredaran rata-rata bulan mengelilingi Bumi dan ditetapkan secara
konvensional, jumlah harinya pada tiap-tiap bulan tetap dan beraturan. Satu
Tahun Hijriyah ditetapkan 12 bulan, setiap bulan ganjil berumur 30 hari dan
bulan genap berumur 29 hari, kecuali Dzulhijjah pada tahun Kabisat berumur 30
11
Loc. Cit. Ichtiyanto, 1981, hlm. 37.
77
hari. Tahun Kabisat terjadi 11 kali selama 30 tahun. Para ulama di kalangan
umat Islam sepakat bahwa hisab urfi ini tidak dapat dipergunakan dalam
menentukan awal bulan Qomariyah untuk pelaksanaan ibadah kecuali untuk
pembuatan kalender. 12
Sistem hisab urfi ini secara mudah dapat digunakan untuk
menyusun kalender jauh ke depan tanpa mencari posisi hilal yang sebenarnya
dan hasilnya tidak jauh berbeda dengan sistem hisab haqiqi dengan selisih 1
hari dan kadang sama. Sistem ini penting diketahui sebagai taksiran-taksiran
untuk menghitung dan mementukan awal bulan yang sebenarnya (haqiqi),
tanpa melakukan hisab urfi terlebih dahulu maka ahli hisab akan kesulitan. 13
b. Hisab Haqiqi
12
Ibid, hlm. 7
13
M. Wardan, 1957. Hisab Urfi dan Hakiki, Yogjakarta: Siaran, 1957, hlm. 7
14
M. Taufiq, 1997. "Mengkaji Ulang Metode Ilmu Falak Sullam al-Nayyiraini", Makalah
disampaikan pada pertemuan tokoh Agama Islam / Orientasi Peningkatan Pelaksanaan
Kegiatan Ilmu Falak, PTA Jawa Timur, Hotel Utami, Surabaya, 10 Agustus 1997, hlm. 10.
78
gerakan bulan dan data matahari secara teliti dan tidak kurang dari tiga tahap
koreksi. Hisab ini tidak dapat dilakukan secara manual tetapi membutuhkan
alat-alat bantu hitung seperti kalkulator, komputer, atau daftar logaritma.
Sistem hisab ini menentukan ketinggian hilal dengan memperhatikan
posisi lintang dan bujur, deklinasi bulan dan sudut waktu bulan dengan
koreksi-koreksi terhadap pengaruh refraksi, paralaks dan Dip (kerendahan
ufuq) dan semi diameter bulan. Oleh karena itu hisab ini dapat memberikan
informasi tentang terbenam matahari setelah terjadinya ijtima‟, ketinggian hilal,
azimut matahari dan bulan untuk tempat observasi, serta dapat membantu
pelaksanaan ru'yat al-hilal. Adapun yang dapat dikelompokkan dalam sistem
hisab ini ialah al-Khulashoh al-Wafiyah dan hisab Haqiqi Nur Anwar.
15
Sa‟aduddin Djambek. Hisab Awal Bulan. Jakarta: Tinta Mas, 1976, hlm. 24.
16
Abdurrahim, "Efektifitas Pelaksanaan Rukyat Dengan Hisab Kontemporer".
Makalah disampaikan pada pertemuan para tokoh/ pemuka agama Islam dalam rangka
peningkatan pelaksanaan hisab rukyat, PTA Jawa Timur, Surabaya : 11 Sept. 2000, hlm. 11-12
.
79
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa awal bulan qamariyah pada
dasarnya dapat dilakukan dengan dua metode yang lazim digunakan yaitu
hisab dan rukyat. Kedua metode tersebut mempunyai dasar hukum masing-
masing yang terdapat dalam al-Qur‟an dan al-Hadits dan pendapat ulama.
Pertama, Allah swt menyatakan bahwa hilal sebagai penentu waktu
dan saat pelaksanaan ibadah haji :
َ َ ُك ْى فَأ َ ْك ًِهُٕا ِع َّذةَ َش ْعبْٛ َ َعهَِّٙ َخِ ِّ فَإ ِ ٌْ ُغبَٚخِ ِّ َٔأَ ْف ِطشُٔا نِش ُْؤٚصُٕ ُيٕا نِش ُْؤ
َ ِاٌ ثَ ََلث
ٍٛ
)٘(سٔاِ انبخاس
80
“Berpuasalah kamu sekalian karena melihat hilal, dan berbukalah kamu sekalian
karena melihat hilal. Bila hilal tertutup awan maka sempurnakanlah bulan Sya‟ban tiga
puluh hari” (HR. Imam Bukhari)
َُّ ُك ْى فَا ْق ُذسُٔا نْٛ َخُ ًُُِٕ فَأ َ ْف ِطشُٔا فَإِ ٌْ ُغ َّى َعهْٚ َخُ ًُُِٕ فَصُٕ ُيٕا َٔإِ َرا َسأْٚ َإِ َرا َسأ
“Apabila kamu melihat hilal berpuasalah dan apabila kamu melihatnya berbukalah lalu
jika hilal terhalang oleh mendukung, maka perkirakanlah. (Muttafaq Alaih)
17
Al Nawawi, tt. al-Majmu‟ Syarh al-Muhadzdzab, Madinah : Al-Maktabah al-
Salafiyah, Juz VI : 270.
18
Ibn Qudama, Al-Mughniy,Juz III, tt, hlm. 7
81
Menurut sebagian ulama‟, sistem hisab berdasarkan pada hadits
shahih yang diriwayatkan oleh Iman Bukhari dan Imam Muslim tersebut di atas,
juga sesuai dengan isyarat Q.S. Yunus : 5 tersebut di atas. Bahkan Imam
Taqiyyuddin as-Subki (w. 756) -- oleh Yusuf al-Qardlawi dinyatakan sebagai
ulama‟ Syafi‟iyah yang telah mencapai derajat mujtahid -- menuturkan :
“apabila hisab menafikan kemungkinan rukyat denganm mata, maka wajib bagi
hakim menolak kesaksian orang yang mengaku menyaksikan,” ia lalu
berargumentasi “karena hisab bersifat eksak sedangkan penyaksian dan berita
bersifat dugaan. Dugaan tidak dapat membentur yang eksak, apalagi
mengalahkannya.” 19
D. Metode Ephemeris
19
Loc. Cit Yusuf Qardlawi, 2001, hlm. 49
20
Departemen Agama RI, Epemeris Hisab Rukyat 2004, Jakarta : Direktorat
Pembinaan Badan Peradilan Agama.
82
selalu mendekati nol. Sedangkan nilai maksimum lintang astronomi bulan
adalah 5 8‟. Lintang astronomi positif (+) berarti matahari/bulan berada di
utara, nilai negatif berarti berada disebelah selatan. Jika saat ijtima‟ nilai
lintang astronomis bulan sama / hampir sama persis dengan nilai lintang
astronomis matahari, maka akan terjadi gerhana matahari. Data ini
diperlukan antara lain ijtima dan gerhana.
3) Apparent Right Ascention atau Asensio Rekta Matahari / bulan atau
panjatan tegak atau As Shu‟udul Mustaqim atau mathali‟ul Baladiyah, yaitu
jarak antara suatu benda langit dari titik Aries, diukur sepanjang lingkaran
equator (da‟iratul muaddalin nahar). Data ini diperlukan antara lain dalam
perhitungan ijtima‟, ketinggian hilal dan gerhana.
4) Apparent Declination atau deklinasi matahari/bulan (mailus Syam /
Qamar) adalah jarak antara matahari / bulan dari equator diukur sepanjang
lingkaran deklinasi, yaitu lingkaran besar yang mengelilingi bola langit dan
melalui titik kutub langit (KU-KS). Nilai deklinasi positif berarti matahari /
bulan di utara garis Equator, sebaliknya nilai negatif berarti matahari/bulan
berada di selatan garis Equator. Data ini diperlukan untuk penentuan waktu
shalat, bayang-bayang kiblat, ketinggian hilal, ijtima, gerhana.
5) Semi diameter atau jari-jari matahari/bulan (Nisfu Quthr), yaitu jarak
antara titik pusat matahari/bulan dengan piringan luarnya. Nilai semi
diameter bulan rata-rata 15‟ sebab piringan bulatan bulan penuh adalah
sekitar 30‟ (0,5 derajat). Data ini diperlukan untuk perhitungan ketinggian
piringan atas (upper limb) hilal, menghitung secara tepat saat matahari atau
bulan terbenam atau terbit.
b. Data Matahari :
1) True Geocentric (jarak geocentric), yaitu jarak antara bumi dan matahari,
Nilai pada data ini merupakan jarak rata-rata bumi dan matahari, sekitar
150 juta km. Karena bumi mengelilingi matahari dalam bentuk ellips, maka
jarak bumi-matahari tidak selalu sama. Jarak terdekat (perigee/hadlidl)
sedangkan jarak terjauh disebut (apogee/al-Auj). Data ini untuk menghitung
gerhana.
2) True Obliquity atau kemiringan ekliptika (mail kully hakiki), yaitu besarnya
sudut kemiringan antara equator (mu‟addalun nahar ) dan ekliptika (da‟iratul
buruj). Data ini untuk menghitung ijtima‟ dan gerhana.
3) Equation of time (perata waktu), yaitu selisih antara waktu kulminasi
matahari hakiki dengan waktu kulminasi matahari rata-rata. Bumi berputar
pada sumbunya rata-rata 24 jam sekali putaran, tetapi ternyata kecepatan
perputaran ini tidak selalu sama, sehingga saat kulminasinyapun selalu
berubah-ubah. Perubahan-perubahan ini disebut perata waktu (ta‟dil al-
waqt). Data ini diperlukan dalam menghisab waktu shalat.
c. Data Bulan.
1) Parallax (ikhtilaful manzhar), yaitu sudut antara garis yang ditarik dari titik
pusat bulan ke titik pusat bumi dengan garis dari titik pusat bulan ke mata
pengamat, atau paralax adalah sudut yang memisahkan titik pusat bumi
dengan mata pengamat. Sedangkan Horizontal parallax (Hp) adalah
83
Parallax dari bulan yang sedang berada persis di garis ufuq. Semakin
mendekati titik zenith nilai parallax suatu benda semakin kecil, dan pada
posisi zenith nilainya nol, pada posisi ufuq nilainya paling besar. Di samping
itu nilai parallax tergantung pula pada jarak benda langit dengan mata
pengamat (bumi).Data Hp ini diperlukan mengkoreksi perhitungan tinggi
hilal, dari tinggi hakiki menjadi tinggi mar‟i (visible altitude).
2) Angle bright limb atau sudut kemiringan hilal yaitu sudut kemiringan sinar
hilal yang tampak, akibat kemiringan terhadap matahari. Sudut waktu ini
diukur dari garis yang menghubungkan titik pusat hilal dengan titik zenith
(sumtul-ra‟s) ke garis yang dihubungkan titik pusat hilal dengan titik pusat
matahari dengan arah yang sesuai dengan perputaran jarum jam.
3) Fraction Illumination yaitu besarnya piringan hilal yang menerima sinar
matahari dan menghadap ke bumi. Pada bulan purnama (al-Badr), nilai
Fraction Illumnya adalah satu. Apabila bumi, bulan dan matahari berada
pada satu garis lurus, maka akan terjadi Gerhana Matahari Total, nilainya
nol. Setelah bulan purnama nilai Fraction Illumnya mengecil sampai yang
paling kecil dan bulan mati (muhaq), yaitu saat terjadi ijtima‟ akhir bulan.
84
Provinsi Timut-Timur, seluruh Provinsi Sulawesi. dan WIT adalah seluruh
Provinsi Maluku, seluruh Provinsi Papua.
Untuk mencari data matahari / bulan bagi wilayah Indonesia,
waktu-waktu daerah di Indonesia, terlebih dahulu harus diubah menjadi
GMT. Waktu standar 105o (WIB), 120o (WITA) dan 135o (WIT).
Contoh :
Mencari deklinasi matahari dan bulan pada jam 18.00 WIB tanggal 11
Oktober 2007 M.
Langkah 1 : Merubah WIB menjadi GMT, dengan rumus :
GMT = WIB - 7 jam, maka :
GMT = 18.00 - 7 jam = 11.00.
Jadi jam 18.00 WIB = jam 11.00 GMT.
3. Penyisipan / Interpolasi
Data Matahari dan Bulan dalam Almanak ini disajikan pada setiap
jam, untuk memperoleh data pecahan jam, diperlukan langkah-langkah
penyisipan/ interpolasi. Dengan rumus :
Interpolasi : A - ( A - B ) x C / I
Contoh :
Mencari Asensio Rekta Matahari jam 17.26 WIB tanggal 11 Oktober 2007
Langkah 1 : Merubah WIB menjadi GMT, yakni :
GMT = WIB - 7 jam, maka :
GMT = 17.26 WIB - 7 jam = 10.26 GMT.
Jadi jam 17.26 WIB = 10.26 GMT.
Interpolasi : A - ( A - B ) x C / I
196 o 19’ 42" – (196 o 19’ 42" - 196 o 22’ 00") x 0 o 26 ' : 1
= 196 o 19’ 49.8"
Contoh :
Mencari Deklinasi Bulan pada jam 17.26 WIB tanggal 11 Oktober 2007
85
Mencari Deklinasi Bulan pada jam 10:26 GMT berikut :
Interpolasi : A - ( A - B ) x C / I
Catatan :
1. Perhitungan bisa dibulatkan sampai satuan detik.
2. Hati-hati dengan tanda (+) atau (–) pada setiap perubahan data.
86
Jumlah = 2006 tahun + 09 bulan + 11 hari
Dibaca = tanggal 11 Oktober 2007
732962 : 7 = 104708 sisa 6 hari = Kamis
732962 : 5 = 146592 sisa 2 hari = Legi
Ijtima‟ awal bulan Syawal 1428 H. terjadi pada hari : Kamis Legi,
tanggal 11 Oktober 2007 M.
Keterangan :
FIB = Fraction Illuimination Bulan
ELM = Ecliptic Longitude Matahari
ALB = Apparent Longitude Bulan
a) FIB terkecil yaitu 0,00087 yang terjadi pada jam 4 GMT tgl 11
Oktober 2007
b) ELM pada jam 4 GMT adalah 197 27‟ 56”
ALB pada jam 4 GMT adalah 196 59‟ 27”
c) SM = ELM jam 5 GMT = 197 30‟ 24”
jam 4 GMT = 197 27‟ 56”
Sabak Matahari (SM) = 0 02‟ 28”
SB = ALB jam 5 GMT = 197 29‟ 16”
jam 4 GMT = 196 59‟ 27”
Sabak Bulan (SB) = 0 29‟ 49”
d) Jam 4 + 197 27‟ 56” - 196 59‟ 27” + 7 Jam (WIB)
0 29‟ 49” - 0 02‟ 28”
= 12 j 2 m 29.18 d WIB
Operasional kalkulator tipe casio fx 4500 (dan sejenisnya), tekan secara
berurutan :
87
Jadi : Ijtima al-hilal awal bulan Syawal 1428 H. terjadi jam 12 : 2 : 29.18
WIB, tanggal 11 Oktober 2007.
3. Mencari Posisi dan Situasi Hilal Awal Bulan Syawal 1428 H.,
dengan langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Menetapkan markas hisab dan rukyat, serta data astronominya.
(2) Mencari sudut waktu Matahari saat matahari terbenam.
(3) Mencari Saat Matahari Terbenam.
(4) Mencari sudut waktu Bulan, saat Matahari terbenam.
(5) Mencari ketinggian Hilal Mar‟i saat Matahari terbenam.
(6) Mencari Mukuts Hilal.
(7) Mencari Besarnya Nurul Hilal
(8) Mencari Azimut Matahari dan Bulan.
(9) Mencari Letak dan Keadaan Hilal.
Proses Perhitungan
(1) Menetapkan markas hisab / rukyat, serta data astronominya.
Markas hisab ditetapkan berdasarkan pilihan tempat yang akan
digunakan untuk melaksanakan rukyatul hilal. Misalnya memilih
lokasi rukyat Tanjung Kodok, Lamongan, dengan data :
Lintang tempat ( = phi ) = - 6o 51‟ 50.22” (LS)
Bujur tempat ( = lamda ) = 112o 21‟ 27.8” (BT)
Tinggi tempat ( h ) = 10 meter di atas air laut.
(2) Menetapkan sudut Matahari, saat Matahari terbenam,
tanggal 11 Oktober 2007, dengan cara :
a) Mencari data matahari saat terbenam, yaitu sekitar jam 18.00 WIB
atau 11.00 GMT , yakni data yang dibutuhkan :
Deklinasi (d‟) matahari jam 11.00 GMT = - 6 o 57‟ 57”
Equation of time (e) matahari = 0 j 13 m 10 d
D‟ (Dip) = 1.76 10 / 60 = 0 5‟ 33.94”
Refraksi (ref) untuk 0 = 0 34‟ 30”
Semi diameter ( s.d ) = 0 16‟ 1,17”
b) Mencari tinggi matahari saat terbenam (h) dengan rumus :
88
h = Tinggi Matahari saat terbenam
T / 15 + 12 - e + KWD
89
b) Mencari Asensio Rekta Bulan (AR), dengan interpolasi data :
197o 04‟ 34”- (197o 04‟ 34” - 197o 31‟ 50”) x 0 o 24 : 34.09 / 1
= 197o 15’ 43.8”
c) Mencari Sudut Waktu Bulan ( t) saat Matahari terbenam.
T = Ar - Ar + t
h = 0o 28’ 37.32”
h = 0o 28’ 37.32”
90
h‟ = h- Parallax + s.d. + Ref + Dip
1) Azimut Matahari
Data Matahari : p = - 6o 51‟ 50.22”
d = - 6 o 57‟ 57”
t = 91o 47‟ 29.11”
91
Atau dengan kalkulator tipe casio fx 3600, tekan secara berurutan :
2) Azimut Bulan
Data Bulan : p = - 6o 51‟ 50.22”
d = - 11o 10‟ 44.43”
t = 90o 52‟ 23.81”
Kalkulator tipe casio fx 4500, tekan secara berurutan:
A = - 7 o 7 ‟ 50.54”
A = - 11 o 12‟ 9.4”
Selisih = 4 o 4‟ 18.86”
Letak dan posisi hilal berada di belahan bumi selatan dan di atas
matahari sedikit di sebelah selatan matahari sejauh 4 o 4’ 18.86”
dengan keadaan miring ke selatan.
92
10. K e s i m p u l a n :
j. Letak dan posisi Hilal berada di Selatan titik barat dan 4 o 4‟ 18.86”
di sebelah Selatan Matahari dengan keadaan miring ke Selatan.
93