Anda di halaman 1dari 11

HUKUM HISAB DAN RUKYAT DALAM PENENTUAN KALENDER HIJRIYAH

DAKAM PERSPEKTF PERBANDINGAN MADZHAB


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu
Mata Kuliah Hukum Perbandingan Madzhab
Dosen Pengampu: Dr. H. Edy Setyawan, Lc., MA

Disusun Oleh (HKI D/ Semester 6):


Nunuy Maulanisa (2008201121)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SYEKH NURJATI CIREBON
2023
HISAB DAN RUKYAT DALAM PENENTUAN KALENDER HIJRIYAH DALAM
PERSPEKTIF PERBANDINGAN MADZHAB
Nunuy Maulanisa
Jurusan Hukum Keluarga Islam
Fakultas Syariah
Institut Agama Islam Negeri Syekh Nurjati Cirebon
Email : nunuymaula@gmail.com
Abstrak
Makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang perbedaan para ulama dalam menentukan
kalender hijriyyah. Dengan menggunakan metode deskriptif dengan menerapkan pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitian library research (penelitian kepustakaan), makalah ini
menyimpulkan pertama, pendapat mengenai tata cara penentuan kalender hijriyyah berbeda-
beda tergantung dengan bagaimana ulama itu memberikan penafsiran dari dalil-dalil yang
berhubungan dengan rukyat dan hisab. Namun dapat dipastikan dari keempat ulama tersebut
semuanya menggunakan metode rukyatul hilal dan hisab. Kedua, dalil yang digunakan
dalam penetapan rukyatul hilal dan hisab adalah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori.
Hadits ini menjadi sandaran sekaligus yang menjadi patokan perbedaan pendapat. Ketiga,
dari adanya perbedaan tersebut dapat menjadikan kita sebagai seorang yang mampu
menerima perbedaan satu sama lain selagi masih di jalan yang benar yang diridhoi oleh
Allah SWT.

Kata Kunci: Rukyatul Hilal dan Hisab, Pendapat Ulama, Empat Madzab.

Latar Belakang
Kalender hijriyyah termasuk Lunar Calendar yang artinya penetapannya berdasarkan
perhitungan bulan yang ditandai dengan munculnya bulan sabit pertama (hilal) ketika mata
hari tenggelam sebagai tanda awal bulan.1 Kalender hijriyyah juga biasa disebut dengan
kalender komariyah. Yang dalam bahasa arab komariyyah berarti bulan. Dalam penetapannya
umat Islam biasanya memakai metode hisab dan rukyat. Dari kedua metode tersebut tidak
jarang selalu menimbulkan perbedaan dalam hasil penetapannya.
Perbedaan tersebut dilatarbelakangi dengan berbedanya faham dalam menafsirkan
dalil-dalil terkait penetapan kalender hijriyyah tersebut. Hal itu menimbulkan perbedaan yang

1
Arino Bemi Sado, “Solusi Penyatuan Madzhab Hisab Dan Madzhab Rukyat Dalam Penentuan Awal
Bulan Kamariah”, Dakwah Inside, Vol. 18, No. 1 (Juni 2020): 79.
di Indonesia sendiri sering terjadi terutama pada hari-hari besaar Islam. Seperti 1 Ramadhan,
1 Syawal, dan 10 Dzulhijjah. Perbedaan tersebut berakibat pada kurang kompaknya umat
Islam dalam beribadah.
Dari permasalah perbedaan dalam hasil penetapan kalender hijriyyah tersebut penulis
dapat mengambil beberapa pokok masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu,
pertama,bagaimana ragam pendapat ulama mengenai penentuan kalender hijriyah dengan
isab dan rukyat? Kedua,apa saja dalil yang menguatkan pendapat-pendapat tersebut? Ketiga
hikmah dibalik perbedaan hasil dari penentuan kalender hijriyyah tersebut?

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini ialah menggunakan
metode deskriptif dengan menerapkan pendekatan kualitatif. Sedangkan jenis penelitian yang
digunakan adalah library research (penelitian kepustakaan) yang merupakan penelitian yang
dilakukan dengan menggunakan literature baik berupa buku, jurnal, dan makalah.
Library research akan digunakan sebagai langkah peneliti dalam menetapkan topik
penelitian, melakukan kajian terhadap teori yang berkaitan dengan topik yang diteliti dengan
cara mengumpulkan bahan yang akan diteliti dan dianalisis lebih lanjut sehingga diperoleh
hasil penelitian.

Konsep Dasar
1. Pengertian Hisab
Hisab berasal dari bahasa arab yang artinya perhitungan.2 Dalam Kamus,
Mu‟jam Al-Washit berasal dari kata hisab yang artinya menghitung potensi atau
kemampuan.3 Pada awalnya hisab hanya digunakan pada proses penentuan awal bulan
komariyah. Namun seiring berkembangnya zaman ilmu hisab juga berkembang
kearah yang lebih baik lagi. Sehingga ilmu hisab ini bisa digunakan untuk
menentukan arah kiblat, waktu sholat, waktu gerhana matahari dan kebutuhan ibadah
lainnya. Ilmu hisab ini sering disebut juga ilmu falak. Ilmu falak menurut istilah ialah
ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit pada orbitnya
masing-masing untuk diketahui posisi suatu benda langit terhadap benda langit
lainnya agar diketahui pengaruhnya terhadap perubahan waktu di muka bumi. Ilmu

2
Misbah Khusurur, “Perpaduan Hisab dan Rukyat sebagai Metode Penentuan Awal Bulan Hijriyah”,
Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam, vol. 5, No. 2 (2020): 153.
3
Riza Afrian Mustaqim, Hisab dan Rukyat, Cet. 1, (Aceh: Syiah Kuala University Press, 2022), 3.
falak ini dikenal dengan ilmu hisab karena ilmu falak menggunakan perhitungan.4
Hisab dalam penentuan kalender hijriyyah merupakan proses perhitungan posisi dan
kedudukan hilal pada saat matahari terbenam.
2. Pengertian Ruyat
Ruyat berasal dari bahasa arab yang artinya melihat pengamatan hilal
ramadhan di awal bulan ramadhan. Sedangkan menurut etimologi ruyat artinya
“melihat”. Melihat dengan mata (bil „ain). Adapaun yang dimaksud ruyat disini
adalah mengamati atau mendeteksi munculnya hilal sebagai awal bulan pada kalender
hijriyyah.5 Dalam istlah ilmu falak, rukyatul hilal adalah usaha untuk melihat atau
mengamati hilal di tempat terbuka dengan mata telanjang atau peralatan pada sesaat
matahari terbenam menjelang bulan baru hijriyyah.6 Dalam hadits dari Mutaffaq
Alaih, dari Nabi SAW bersabda “Berpuasalah karena melihat hilal dan berbukalah
Karena melihat hilal. Jika hilal tertutup awan maka sempurnakanlah bilangan
Sya‟ban menjadi 30 hari.” (HR. Bukhari dan Muslim).
3. Penentuan Awal Bulan Hijriyyah dengan Ruyat
Penentuan awal bulan hijriyyah khususnya pada bulan yang berkaitan
dengan ibadah seperti Ramadhan, Syawal dan Dzulhijah. Rukyatul hilal dilakukan
pada saat matahari terbenam tanggal 29 Sya‟ban untuk menentukan 1 Ramadhan,
tanggal 29 Ramadhan untuk menentukan 1 Syawwal, dan tanggal 29 Dzulqa‟idah
untuk menentukan 1 Dzulhijjah. Bila pada malam tanggal 29 pada bulan-bulan
tersebut rukyat berhasil, atau hilal dapat dilihat maka malam itu dan keesokan harinya
ditetapkan sebagai tanggal baru bulan berikutnya.7 Dibawah ini hadits tentang
perintah rukyatul hilal dalam penetapan bulan komariyah.
َ ‫ ُخ ِتا أَْ ََش ْت ُخ أ َ ْت َٕٓٔی‬ْٛ َ ‫غخِ ٘ خ بُّ أَذ‬
‫پٕ َس ْت ُخ ع ع ق ِتآ ِِ ػ تا دَ َح ط ٘ ٌ ِيال نال ذثغ أ يٍ ذثغ نألب انز٘ ضش‬ َ ْ‫دَأَد‬
َ ‫ط ُأ ِط‬
‫ا‬َٚ ‫ط‬ َ ‫ط‬ َ ‫ ًُ َخ رِئٕ انًُقؤ َ ْس‬ِْٛ ‫ف‬
َ ًُ َُْ ‫ف‬ َ ‫طٕل رِ٘ عُكَ أ َ ْس‬
َ ٙ‫ـ فَهذَٖ نَ َغ ِف‬
َ َ‫ ن‬ٙ‫ط ُش ِنال ِت‬
َ ‫طَُا رَ ِػى‬
َ ،‫يغ ق انًُٓغ‬
ُ َِ‫ف َو فَا أ َ ْٔ َسد‬ َ ‫ع نَ َغ‬
َ ‫ط‬ ُ
“Telah menceritakan pada saya Harmalah ibnu Yahya, telah memberikabar kepada
kami Ibnu Wahbi, telah memberi kabar kepada sayaYunus dari Ibnu Syihab berkata :

4
Misbah Khusurur, “Perpaduan Hisab dan Rukyat sebagai Metode Penentuan Awal Bulan Hijriyah”,
153.
5
Riza Afrian Mustaqim, Hisab dan Rukyat, 5.
6
Misbah Khusurur, “Perpaduan Hisab dan Rukyat sebagai Metode Penentuan Awal Bulan Hijriyah”,
153.
7
Misbah Khusurur, “Perpaduan Hisab dan Rukyat sebagai Metode Penentuan Awal Bulan Hijriyah”,
154.
telah menceritakan kepada sayaSalim Ibnu Abdillah bahwa Abdullah Ibnu Umar r.a
berkata : saya mendengar Rasullullah saw bersabda: apabila melihat hilal berpuasalah,
dan apabila kamu melihatnya maka berbukalah (beridulfitrilah) jika hilal terhalang
oleh awan terhadapmu, maka kadarkanlah.” HR. Muslim ( Muslim, 1992: 760/2).8

Pembahasan dan Diskusi


A. Ragam Pendapat Ulama Mengenai Penentuan Kalender Hijriyyah
Seperti yang dijelaskan diatas, penafsiran yang berbeda mengenai suatu dalil
tentang hisab dan rukyat menyebabkan ada perbedaan antar pendapat ulama mengenai
penetapan tanggal hijriyyah. Maka dari saya akan membahas pendapat empat ulama
madzhab mengenai hisab dan rukyat yaitu sebagai berikut.
1. Imam Hanafi
Imam Hanafi ber-istimbat memahami hadist-hadist penetapan awal bulan
hijriyah merujuk kepada perbuatan Nabi SAW.9 Hal itu tentunya berdampak
pada literatur-literatur pendapat Imam Hanafi yang berkembang saat itu untuk
menentukan awal bulan Hijriyah.
َ ّٗ‫قٕ ُيٕا در‬
‫ذش ْٔا انٓالل ٔال ذُفطِ ُشٔا‬ ْ
ُ ‫ هللا ػًُٓا أٌ سعٕل هللا ملسو هيلع هللا ىلص ركش سيضاٌ فمال ال ذ‬ٙ‫ػٍ ػثذ هللا تٍ ػًش سض‬
ُ ٌِ‫ذش ُِْٔ فإ‬
ّ‫كى فالذسٔا ن‬ٛ‫ؿ َّى ػه‬ َ ٗ‫در‬
"dari Abdlah ibn Umar r.a mengucapkan : bahwasannya Rasululloh saw bersabda
: beliau menyebutkan kata Ramdhan, maka Nabi saw bersabda: janganlah kamu
berpuasa hingga engkau melihat bulan baru(hilal), dan jangan pula engkau
beridulfitri hingga engkau melihat hilal juga, dan apabila langit tertutup awan,
maka kadarkanlah"
Menurut pendapat Imam Hanafi tentang hadits ini bersifat mujmal, dan perlu
hadits lain dalam penafsirannya yang bersifat mufassa. Maksudnya ialah
diperlukan hadis yang menunjukkan makna sebenarnya secara rinci, jelas tanpa
ada kemungkinan untuk mealingkan kepada pengertian lain.10 Dan hadis yang
mufassar itu ialah hadits berikut.
ُ ‫عهَّ َى‬
‫َرِ ِّ ٔأفطِ ُشٔا‬ٚ‫فٕ ُيٕا نَ ُشإ‬ َ ٔ ّٛ‫ فهٗ هللا ػه‬ٙ‫مُٕل لال انُث‬ٚ ُّ‫ هللا ػ‬ٙ‫شج سض‬ٚ‫اد لال عًؼد أتا ْش‬ٚ‫دذثُا دمحم تٍ ص‬
ٍٛ‫كى فؤَكًِ هُٕا ِػذَّج ؽَؼثاٌَ ثالث‬ٛ‫ ػه‬ّٙ ُ ٌ‫رّ فإ‬ٚ‫نشإ‬
َ ‫ؿث‬

8
Muhammad Faishol Amin, “Metode Penentuan Awal Bulan Komariyah Perspektif Empat
Madzhab”, Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies, Vol. 2, No. 1 (Januari, 2018): 19.
9
Emyllia Fatmawati dan Rasdiyanah Audiah Syarif, “Kontribusi Normatif Abu Hanifah Dalam
Penentuan Awal Bulan Kamariah”, Jurnal Ilmu Falak, Vol. 5, No. 2 (2021): 222
10
Emyllia Fatmawati dan Rasdiyanah Audiah Syarif, “Kontribusi Normatif Abu Hanifah Dalam
Penentuan Awal Bulan Kamariah”, 223.
"Dari Muh. Bin Ziyad berkata kepada kami, ia mengatakan: saya mendengarkan
Abu Hurairah r.a mengucapkan: Rasulullah saw bersabda: puasalah kamu ketika
melihat hilal dan berhari rayalah karena melihatnya (hilal) pula, dan apabila Bulan
tertutupi oleh awan , maka genapkanlah bulan Syakban menjadi tiga puluh hari".
Jadi dapat dipahami bahwa ulama Hanafiyah, Hmabali dan Malikiyyah
berpatokan pada dua hal yakni rukyatul hilal Ramadhan pada saat Matahari
terbenam pada tanggal 29 Sya'ban, apabila hilal terlihat maka keesokan harinya
akan berpuasa, namun apabila terhalang oleh mendung maka bulan Sya'ban
digenapkan menjadi 30 hari (Isti'mal).11
Pendapat Mahzab Hanafi dalam menentukan awal bulan kamariah
bahwasannya dapat ditempuh dengan dua cara. Pertama, apabila keadaan langit
cerah maka dilakukan rukyat oleh kelompok besar yang kriterianya adalah mereka
yang menekuni langsung ilmu agama (syara'), dan orang yang bersaksi melihat
hilal menyatakan kesaksiannya dengan kalimat “saya bersaksi”.12 Kemudian
kedua, apabila langit tidak cerah atau karena mendung dan kabut, maka pemimpin
cukup memegang kesaksian seorang muslim yang adil, berakal dan baligh.
Menurut pendapat yang shahih, baik lelaki atau wanita, merdeka atau budak,
sebab masalah rukyat merupakan masalah agama yang nilainya sama dengan
meriwayat hadits. Dalam kondisi kedua ini bagi yang melihat hilal atau bulan baru
tidak perlu bersaksi dengan mengucap kalimat. Dan kesaksiannya dapat
disampaikan dihadapan hakim agung (qadhi).13
Penafsiran jumhur ulama mahzab Hanafi bahwa masuknya bulan baru
dinisbatkan dengan metode rukyat dan menggenapkannya menjadi 30 hari jika
mendung, maka menurut ulama Hanafi hisab tidak diperbolehkan. Sebagaimana
dalam kitab Raddul Mukhtar rujukan Madzab Hanifah, oleh Ibn Abidin
menyatakan:
‫جٕص نهًُجّى‬ٚ ‫ ٔال‬، ‫ُؼرَثَ ُش لَٕنُ ُٓى تاإلجًاع‬ٚ ‫ ْانًِ ْؼ َشاجِ َال‬ِٙ‫اط تَم ف‬
ِ َُّ‫قٕو ػهٗ ان‬ ِ ٕ‫ ُٔج‬ِٙ‫ٍ أَ٘ ف‬َٛ
َّ ‫ب ان‬ ِ ‫ِثشج تِمَٕ ِل ان ًُ َئلَر‬
َ ‫ٔال ػ‬
ّ‫ؼًم تذغاب َفغ‬ٚ ٌ‫أ‬
"Tidak diperdulikannya ucapan ahli hisab dengan kewajiban puasa untuk orang-
orang, bahkan perktaan ahli hisab dalam kitab al-Mi'raj tidak dianggap dalam
11
Emyllia Fatmawati dan Rasdiyanah Audiah Syarif, “Kontribusi Normatif Abu Hanifah Dalam
Penentuan Awal Bulan Kamariah”, 224.
12
Emyllia Fatmawati dan Rasdiyanah Audiah Syarif, “Kontribusi Normatif Abu Hanifah Dalam
Penentuan Awal Bulan Kamariah”, 224.
13
Emyllia Fatmawati dan Rasdiyanah Audiah Syarif, “Kontribusi Normatif Abu Hanifah Dalam
Penentuan Awal Bulan Kamariah”, 225.
kesepakatan ijma', dan bagi ahli perbintangan/hisab tidak diperkenankannya
menghisab untuk dirinya sendiri".
2. Imam Malik
ُٙ‫ُئعة ٔأ نذػ‬ٚ ‫ َاتؼؼ‬ُٙ‫تد د َاضًض تاي‬
“Ditetapkan bulan Ramadan dengan menggenapkan Syakbanatau dengan rukyat
dua orang yang adil”.
Pendapat ulama malikiyyah sama dengan pendapat ulama hanfiyyah. Yaitu
dalam penetapan bulan hijriyyah dengan metode rukyatul hilal dan penggenapan
bulan selama 30 hari. Selain metode di atas, ulama Malikiyah juga melarang hisab
(perhitungan ahliperbintangan) untuk dijadikan sebagai penentu masuknya awal
bulan,dijelaskan dalam keterangan berikut ini.
َ ‫َؤْخَ َٔ َل‬ٛ‫عُّ َٔ ْان‬
) ‫ نَ َٕلَ ِٕی َال‬ّٙ ‫ُُ ِمثِ َذ‬ٚ ‫ظ َٕا ُْ ِغ َٓ ْم َّيا ُؽزُبُ َال‬ َ ّ‫ة الب ع ٘ ُسلَضٗ ال ن‬ٛ‫ ( و َج‬، ُٕٓ َُ َُّ‫َٔنَٗ ن‬
َ ِ‫ ت‬ِٙ‫ظهَ ِّ ن‬
َ ‫ف‬
ِ ‫َ ْخهُ ُك‬ٚ
ُ ُّ‫ؿ تَم‬

“Ramadhan tidak dapat ditetapkan oleh pernyataan ahliperbintangan untuk orang


lain. yang dimaksud ahliperbintangan yaitu seseorang yang menghitung busur
bulansabit apakah hilal akan nampak atau tidak pada malam itu,riilnya bulan
Ramadhan tidak dapat ditetapkan denganperkataan ahli perbintangan walaupun
ada keyakinankebenarannya”.
Meskipun mempunyai konsep penetapan awal bulan yang sama dengan
Hanafiyah, yakni dengan ru„yah al-hilal dan istikmal, tetapi dalam penetapan
syarat ru„yah al-hilal ada perbedaan. Imam Malik mensyaratkan ru„yah al-hilal
dua orang Islam, laki-laki yang adil dan merdeka, dan tidak memperbolehkan
persaksian ru„yah al-hilal sekumpulan wanita atau hamba sahaya atau kafir
mukattab, begitu juga tidak dengan persaksian seorang laki-laki, meskipun dia
adil. Syarat ini termasuk syarat yang lebih ketat di bandingkan dengan pendapat
ulama Hanafiyah.14
3. Imam Syafi‟i
ٌّ ‫د خ أ َ ْي‬ُٛ‫٘ ثى انًافد ن‬
ٕ‫ظ يه‬ٛ‫هغ و نّ فط‬ٛٓ‫ ؿَى ال ي‬ٙ َ َ ‫ػ ضاتال ياؿ ارئَِٕا‬
َّ ‫ تهغ ٔص‬ُٙ‫ دػ‬- ‫ف ًَض عٕعِثرؼ ٔأدْا‬
َ َْ‫ْدَ َي ٍْ َٔأَد‬َٛ‫هغ و أ يٓذ صٌ ذخ أط طف ِه ُى أَٖ نَر‬ٛٓ‫ خ ع و ٌ يم ي‬ٙ
‫ِؼ‬ َ ‫ط أ َ ْي‬ ُ َ ‫خ ْان ًَؤ‬
َ ِ‫ؿ ِؽؼَ ِٕ أَع‬ ِ ِ‫ َِر َُّٕ ظ‬.َِّ‫اإسػ أٔ أد‬
ٍْ َ‫ِدَْا دَعِ ََان‬

14
Muhammad Faishol Amin, “Metode Penentuan Awal Bulan Komariyah Perspektif Empat
Madzhab”, 24.
“Dan apabila seseorang berpuasa pada bulan Ramadanberdasarkan rukyat atau
berdasarkan persaksian 2 orang yangadil atas rukyat, kemudian berpuasa pada hari
ke 30, kemudianhilal terhalang (pada tanggal 30) maka seseorang tersebutberbuka
dan tidak membutuhkan persaksian. Dan apabilaseseorang berpuasa pada hari ke
29, kemudian hilal terhalang,maka seseorang tersebut tidak berbuka sampai
sempurnanyabulan 30 atau sampai ada 2 orang saksi adil yang bersaksi”.
‫ؼطك‬ٚ ٔ‫ثع لذاْؾال‬ٛ‫ُْٕص َاًْئ يذع تاظذالی ضخمأ َادثا ٔأ ددأ تهٓال ذئعة دْؼ تم تاق ضشاؽ ل ظالٔ ذ‬
ٔ‫ف تاطؤ‬ٚ ‫ة‬ٚ‫ٓثظال ػطمالج داْؾال ْشِ دص َا‬ٚ ‫تاظذال َأل جداْؾال ْشِ نثمج ل‬
“Apabila satu orang atau dua orang bersaksi dengan ru„yah al-hilal sementara
berdasarkan hasil hisab hilal tidak mungkin dirukyat. Menurut Subki, tidak
diterima persaksian ini disebabkan hisab itu bersifat qat‟iy dan rukyat itu bersifat
zanniy, dan zanniy itu tidak dapat mengalahkan qat‟iy”.
Dari 2 keterangan di atas, ada sedikit perbedaan di kalangan ulama
Syafi‟iyah, pada keterangan pertama sama konsepnya dengan pendapat Hanafiyah
dan Malikiyah, yakni melakukan ru„yah al-hilal dan menggenapkan bulan 30 hari
ketika mendung, namun ada keterangan lain di dalam kitab kalangan ulama
Syafi‟iyah, yakni keterangan yang kedua yang menjelaskan bahwa jika ada ru„yah
al-hilal berhasil dilakukan sementara secara hisab tidak ada kemungkinan hilal
dapat dilihat, maka keputusan hisab yang lebih didahulukan dan rukyat ditolak.
Karena hisab bersifat pasti, dan ru„yah al-hilal bersifat tidak pasti, dan hal yang
pasti tidak mungkin dapat mengalahkan hal yang tidak pasti. Pendapat kedua di
atas merupakan pendapat dari sebagian kecil ulama Syafi‟iyyah, namun jumhur
ulama Syafi‟iyah melarang dipakainya hisab sebagai penentu awal bulan, seperti
keterangan berikut.15
‫ؾ‬ٚ‫ضذك اعى تج نٓش‬ْٛ ‫هغ يُقال يجذال تاظخ‬ْٛ ٕ‫تهغ ن‬
“Tidak wajib puasa sesuatu yang datang dari hitungan ahliperbintangan baik bagi
dirinya sendiri ataupun orang lain”.
Dalam penetapan syarat bagi orang yang melihat hilal madzhab syafi‟iyah
sam dengan madzhab hanfiyah yaitu tidak terlalu ketat dan boleh bukan dua laki-
laki merdeka dan adil.
4. Madzhab Hambali

15
Muhammad Faishol Amin, “Metode Penentuan Awal Bulan Komariyah Perspektif Empat
Madzhab”, 25-26.
Ada yang sedikit berbeda dari metode penetapan awal bulan ulama
Hambaliyah, mereka berpendapat bahwa penetapan awal bulan didasarkan pada 3
hal yaitu pertama, ru„yah al-hilal, jika rukyat tidak berhasil maka ; Kedua,dilihat
terang atau tidaknya cuaca, jika terang maka hari digenapkan 30 hari, namun jika
mendung maka ; Ketiga, dipersempit menjadi 29 hari. Meskipun memiliki
pendapat yang berbeda dalam konsep penentuan awal bulan dan juga syarat
ru„yah al-hilal, namun dalam ketetapan mengenai hisab ulama Hambaliyah
memiliki pendapat yang sama dengan jumhur ulama, yakni menolak penentuan
dengan hisab. 16

ِ َٛ‫ أ َ ْن‬، ‫َاو ََؤَت ِْغ‬ٚ ‫ ِْههَ ٰٗ َٔ ِػ‬، ‫ؽ ُٔ ِص نَ ِّ ذ َا‬


‫خ‬ َ ٘ ) ‫ى‬َٚ‫ؿ ََا ) ن ٘ ) ی د‬ ِ َ ‫ خ ُيكَ َٔذِ ِٓ ْث َذ ُٕٓس ) َْ ًَا‬ِٙ‫ِ ْخذا ْاذّ أ ) ) َٔن‬ٚ‫طا‬ َ ََُِّٕ
ٌ ‫قح‬ ْ ُٚ ‫ى‬َٛ ْْ ‫َاب ِل‬َ ُ ِ‫ ََذ‬، ‫ف‬ َ ‫ف‬
َ َٔ ‫ؼَى‬ٛ‫ف‬ ِ َ ‫ ثَشأ ( آ ُي ُٓرَثَؤ‬ٙ
َّ َّ‫ظًؼ طشح نٕ) يُجْ َٓ َٕ تَه‬ ُ ‫د و ػ َاتغ ) نَة‬ٚ ‫ـ ذالل‬ ِ َ‫ ُيث‬ٙ
َّ ‫ ُي‬: ٘‫أ‬
ْ ‫ دَ ِػهَ ِى‬،ُِ) ‫ُْ ًْثَـ‬
‫اط ِه ِّ دَائِ ِذ نَ َغ ذََُ ُّى ذم ْاَظ‬
“Jika berpuasa secara hati-hati pada hari ke 30 Syakban tanpa ada dasar landasan
shar‟iy diantaranya yaitu rukyat hilal, atau menyempitkan Sya‟ban, atau terhalang
mendung atau debu (dengan mempersempit bilangan bulan, seperti berlandaskan
hisab dan perbintangan meskipun banyak kebenarannya, atau dalam keadaan
cerah maka nyata awal bulan tidak diperbolehkan puasanya, karena tidak adanya
landasan shar‟iy yang dapat di-ta‟wil-kan ke hisab”
Untuk persyaratan ru„yah al-hilal yang ditetapkan oleh ulama Hambaliyah
ada 2 kondisi, ru„yah al-hilal bulan Ramadan hanya membutuhkan 1 saksi, dan
ru„yah al-hilal Syawal membutuhkan 2 saksi.17
Dari keempat madzhab tersebut tidak perlu adanya perbandingan siapa yang
paling mendekati dengan kebenaran, karena pada dasarnya ulama yang berijtihad
didalamnya tetap memegang teguh Al-Quran dan Hadits, hanya berbeda dalam
penafsiran dan pemahananya saja. Dari keempat madzhab tersebut masing-masing
memiliki pandangan dan pegangan yang sama-sama kuat. Tinggal kita selaku
umatnya memilik mengikuti madzhab siapa dari keempat madzhab tersebut.

B. Hikmah dari Perbedaan Penetapan Kalender Hijriyyah

16
Muhammad Faishol Amin, “Metode Penentuan Awal Bulan Komariyah Perspektif Empat
Madzhab”, 27.
17
Muhammad Faishol Amin, “Metode Penentuan Awal Bulan Komariyah Perspektif Empat
Madzhab”, 28.
Dari pemaran diatas kita bisa melihat,ada beberapa kesamaan yang di peroleh
dari pandangan keempat madzhab. Diantaranya dalam penetapan kalender hijriyyah
semuanya sepakat hanya mengambil dua metode yaitu rukyatul hilal dan penggenpan
bulan menjadi 30 hari. Dan banyak perbedaan dari segi syarat orang yang melihat
hilal dan mana yang didahulukan dari rukyatul hilal atau hisab. Meskipun banyak
perselisihan yang terjadi namun tidak dapat dipungkiri perbedaan pendapat ulama ini
mampu membuka pemikiran banyak pandangan setiap orang tentang suatu hal itu
bebeda.
Jadi ada kalanya pendapat kita tidak dapat diterima dengan baik oleh orang lain
hanya karena berbeda sudut pandang dalam memahaminya. Baik menurut kita tidak
selalu baik menurut orang lain. Dan pendapat tersebut belum tentu juga dapat kita
setujui kebenarannya. Dengan demikian kita dapat melatih sikap saling menerima
perbedaan antar satu sama lain. Begitu pula dalam pemahan para ulama diatas.

Penutup
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pertama, pendapat mengenai tata cara
penentuan kalender hijriyyah berbeda-beda tergantung dengan bagaimana ulama itu
memberikan penafsiran dari dalil-dalil yang berhubungan dengan rukyat dan hisab. Namun
dapat dipastikan dari keempat ulama tersebut semuanya menggunakan metode rukyatul hilal
dan hisab. Kedua, dalil yang digunakan dalam penetapan rukyatul hilal dan hisab adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhori. Hadits ini menjadi sandaran sekaligus yang menjadi
patokan perbedaan pendapat. Ketiga, dari adanya perbedaan tersebut dapat menjadikan kita
sebagai seorang yang mampu menerima perbedaan satu sama lain selagi masih di jalan yang
benar yang diridhoi oleh Allah SWT.

DAFTAR PUSTAKA
Sado, Arino. “Solusi Penyatuan Madzhab Hisab Dan Madzhab Rukyat Dalam Penentuan
Awal Bulan Kamariah”, Dakwah Inside, Vol. 18, No. 1 (Juni 2020).
Khusurur, Misbah. “Perpaduan Hisab dan Rukyat sebagai Metode Penentuan Awal Bulan Hijriyah”,
Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam, vol. 5, No. 2 (2020).
Afrian Mustaqim, Riza. Hisab dan Rukyat, Cet. 1, (Aceh: Syiah Kuala University Press, 2022).
Faishol Amin, Muhammad. “Metode Penentuan Awal Bulan Komariyah Perspektif
Empat Madzhab”, Hayula: Indonesian Journal of Multidisciplinary Islamic Studies, Vol. 2, No. 1
(Januari, 2018).
Fatmawati, Emyllia dan Rasdiyanah Audiah Syarif. “Kontribusi Normatif Abu Hanifah Dalam
Penentuan Awal Bulan Kamariah”, Jurnal Ilmu Falak, Vol. 5, No. 2 (2021).

BIOGRAFI PENULIS

Nama lengkap Nunuy Maulanisa lahir di Majalengka tanggal 19 Agustus 2001. Lahir
ditengah kelurga sederhana dengan ibu bernama Dede Rasiwen dan ayah bernama Eman
Sulaeman (Sarka). Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Kakak bernama Nok Mela
Lutfiah dan adik bernama Afif Atqiya Abrar. Riwayat pendidikan penulis mulai dari mulai
sekolah dasar 6 tahun di SDN BABAKAN II dilanjutkan sekolah menengah pertama 3 tahun
di MTSN 8 MAJALENGKA dan sekolah menengah atas 3 tahun di SMKN 1
PANYINGKIRAN dengan mengambil jurusan Kimia Industri. Sekarang penulis sedang
mengenyam pendidikan di IAIN Syekh Nurjati Cireon semester 6.

Anda mungkin juga menyukai