Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PEMAHAMAN ASWAJA TERHADAP 3 PILAR AGAMA

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Studi Aswaja dan Tasawuf
Dosen Pengampu : Dr. H. Munasir, M. Ag.

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

Risma Rohmatul Maisyaroh ( 232610000990 )

Nadya Ismazahrotin May Qoyyin ( 232610000991 )

Izaty Nurillah Dewi ( 232610000992 )

Laily Syarifatul Hani ( 232610000993 )

Roikhatul Jannah ( 232610000994 )


PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’ JEPARA
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat, karunia
serta kasih sayang-Nya kami dapat menyelesaikan makalah Pemahaman Aswaja
Terhadap 3 Pilar Agama dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap
tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-satunya uswatun
hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. tidak lupa pula kami ucapkan terima kasih
kepada Bapak Dr. H. Munasir, M. Ag. selaku dosen mata kuliah Studi Aswaja dan
Tasawuf.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan
dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal kami selaku para penulis
usahakan.

Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan Agama dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna
memperbaiki kesalahan sebagaimana mestinya.

Jepara, 1 Desember 2023

Penyusun

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ahlussunnah Wal Jama’ah meliputi pemahaman dalam tiga bidang
utama, yakni bidang Aqidah, Syari’ah , Tasawuf . Ketiganya merupakan ajaran
Islam yang harus bersumber dari Nash Al-Qur’an maupun Hadist dan kemudian
menjadi satu kesatuan konsep ajaran Aswaja . Kaitanya dengan pengamalan tiga
sendi utama ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari, golongan Ahlussunnah
Wal Jama’ah mengikuti rumusan yang telah digariskan oleh ulama salaf.
Aswaja adalah faham yang berpegang teguh pada tiga madzhab
sebagaimana dilansir oleh KH. Bisri Mustofa, yaitu :
1. Bidang hukum Islam menganut salah satu empat madzhab (Hanafi,
Maliki, Syafi’i, Hambali)
2. Bidang Tauhid menganut ajaran Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam
Abu Mansur al-Maturidi.
3. Bidang Tasawuf menganut Imam Abu Qosim al-Junaidi

Akidah merupakan ilmu yang membicarakan perkara-perkara yang


berkaitan dengan keimanan dan keyakinan terhadap Allah Swt. dan sifat-sifat
kesempurnaan-Nya. Syari’ah merupakan jalan yang di tetapkan oleh Tuhan
dimana manusia harus mengarahkan hidupnya untuk merealisir ke hendak-Nya .
Sedangkan, tasawuf merupakan ilmu untuk mengetahui bagaimana cara
menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun dhahir dan batin, untuk
memperoleh kebahagiaan yang abadi.
Tiga ajaran ini sering sekali dilupakan keterkaitannya. Contohnya:
seseorang melaksanakan shalat, berarti dia melakukan syariah. Tetapi shalat itu
dilakukannya untuk membuat kagum orang-orang di sekitarnya, berarti dia tidak
melaksanakan akidah. Karena shalat itu dilakukannya bukan karena Allah SWT,
maka shalat itu tidak bermanfaat bagi dirinya sendiri ataupun orang lain.
3
Alhasil, dia tidak mendapatkan manfaat pada akhlaknya. Itulah yang menjadikan
suatu perbuatan yang seharusnya mendapat ganjaran pahala, tapi malah sia-sia
karena tidak dilakukan semata-mata karena Allah.
Penyusunan makalah ini, penulis berharap dapat menegaskan kembali
mengenai kerangka dasar ajaran Islam yang terdiri dari: Akidah, Syari’ah, dan
Tasawwuf yang kian terlupakan. Di sini penyusun akan menjelaskan tentang
hubungan antara ketiganya, berdasarkan ajaran ahlussunah wal jamaah, sehingga
kemantapan seorang mukmin akan terjaga.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang di maksud dengan 3 pilar agama (Aqidah, Syariah dan Tasawuf) ?

2. Apa yang di maksud dengan Aswaja ?

3. Bagaimana Perspektif Aswaja terhadap 3 pilar agama?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Mengetahui pengertian 3 pilar agama (Aqidah, Syariah dan Tasawuf),

2. Mengetahui Pengertian Aswaja,

3. Mengetahui Perspektif Aswaja Terhadap 3 pilar agama.

4
BAB II
PEMBAHASA
N
A. AKIDAH, SYARI’AH DAN TASAWUF

1. Pengertian Akidah

Secara etimologi kata aqidah berasal dari kata bahasa Arab yaitu, ‘aqada

- ya’qidu - ‘aqdan -‘aqidatan . ‘Aqdan memiliki arti simpul, ikatan, perjanjian.1


Simpul adalah pemersatu atas dua utas tali. Jika ingin menyatukan dua utas
tali yang jelas terpisah, maka harus di buat simpul. Jadi antara aqidah dan orang yang
menyakini aqidah tersebut, tidak akan terpisahkan kecuali dengan memutus simpulnya.
Secara bahasa juga bisa berarti janji. Dalam masalah pernikahan,
sebelum akad nikah, banyak perbuatan yang hukumnya haram bagi perempuan
dan laki-lakinya. Memandang saja pun haram hukumnya, jika pandangan itu
mengandung syahwat. Setelah akad, segala sesuatu menjadi berbeda. Tidak
hanya memandang, bahkan yang lebih dari itu bukan hanya halal, tetapi justru
bernilai ibadah.
Dari Kata ‘Aqdan terbentuklah kata Aqidah yang berarti keyakinan.
Relevansi antara arti kata ‘aqdan dan ‘aqidah adalah keyakinan itu tersimpul
dengan kokoh di dalam hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian.
Pengertian Aqidah secara terminologi terdapat beberapa definisi
berdasarkan para ahli, antara lain : Hasan al-Banna mengatakan ‘aqidah adalah
beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati manusia,
mendatangkan ketenteraman jiwa, menjadi keyakinan yang tidak bercampur
sedikit pun dengan keragu-raguan.2
Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy ‘aqidah adalah sejumlah kebenaran
yang dapat diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu
1
Munawir, Kamus Al Munawwir (Surabaya: Pustaka Progressif, 1984), hlm. 1023.
2
Hasan al-Banna, Majmu’atu ar-Rasail (Beirut:Muassasah ar-Risalah, tt), h. 465

5
dan fitrah. Kebenaran itu dipatrikan (oleh manusia) di dalam hati serta diyakini
kesahihannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.33
Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian aqidah diatas, pada
hakikatnya sama, bahwa aqidah adalah keyakinan dalam hati serta mengikat
janji manusia sebagai makhluk ciptaan dan Allah adalah sang pencipta.
Keyakinan sama sekali tidak tercampur dengan keraguan, ini yang dimaksud
keyakinan dalam aqidah.
Janji tersebut diucapkan ketika masih didalam rahim. Sesuai dengan

Firman Allah QS. Al A’raf Ayat 172, yang berbunyi :

ۖ ‫َو ِإْذ َأَخ َذ َر ُّبَك ِم ۢن َبِنٓى َء اَد َم ِم ن ُظُهوِر ِهْم ُذ ِّر َّيَتُهْم َو َأْش َهَد ُهْم َع َلٰٓى َأنُفِس ِهْم َأَلْس ُت ِبَرِِّبُك ْم‬
‫َقاُلو۟ا َبَلٰى ۛ َش ِهْد َنٓاۛ َأن َتُقوُلو۟ا َيْو َم ٱْلِقَٰي َم ِة ِإَّنا ُكَّنا َع ْن َٰه َذ ا َٰغ ِفِليَن‬
ِ
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi
(tulang belakang) anak cucu Adam keturunan mereka dan Allah mengambil
kesaksian terhadap roh mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini
Tuhanmu?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami bersaksi.”
(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak mengatakan,
“Sesungguhnya ketika itu kami lengah terhadap ini.” (QS. Al-A’raf [7] : 172).

2. Pengertian Syari’ah

Syariah berasal dari kata Syara’a, Menurut Ar Rozi dalam bukunya


Mukhtar-us Shihab bisa berarti menempuh, menjelaskan, atau menunjukkan
jalan. Sedangkan menurut Al Jurjani, Syari’ah bisa juga artinya mazhab dan
thriqah mustaqim / jalan yang lurus. Imam al-Qurthubi menyebut bahwa
Syari’ah artinya adalah agama yang ditetapkan oleh Allah SWT, untuk hamba-
hambaNya yang terdiri dari berbagai hukum dan ketentuan. Hukum dan
ketentuan Allah itu disebut syariat karena memiliki kesamaan dengan sumber
air minum yang menjadi sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Karena itu
3
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam (Yogyakarta: LPPI. 2011), hlm. 2.
6
menurut ibn-ul Manzhur syariat itu artinya sama dengan agama.4

Pengertian Syari’ah secara harfiah adalah artinya jalan menuju sumber


air. Jalan menuju sumber air ini dapat pula dikatakan sebagai jalan ke arah
sumber pokok kehidupan.5

Sesuatu yang hendak dituju tentu merupakan sesuatu yang amat penting.
Syari’ah adalah cara atau jalan. Air adalah sesuatu yang hendak dituju.
Pengaitan syari’ah dengan air dalam arti bahasa ini tanpaknya dimaksudkan
untuk memberikan penekanan bahwa syari’ah merupakan jalan untuk
memperoleh sesuatu yang penting. Penyimbolan ini cukup tepat karena air
merupakan unsur yang penting dalam kehidupan. Sebagaimana Firman Allah
SWT, dalam Al Qur’an Surat Al Anbiya’ Ayat 30:

‫َأَو َلْم َيَر ٱَّلِذيَن َكَفُر ٓو ۟ا َأَّن ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأْلْر َض َك اَنَت ا َر ْتًقا َفَفَت ْق َٰن ُهَم اۖ َو َج َع ْلَن ا ِمَن ٱْلَم ٓاِء‬
‫ُك َّل َش ْى ٍء َح ٍّى ۖ َأَف اَل ُيْؤ ِم ُنوَن‬
Artinya : “Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit
dan bumi keduanya dahulunya menyatu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka
mengapa mereka tidak beriman.” (QS. Al Anbiya : 30).
Syari’at identik dengan ajaran agama yang memayungi komponen-
komponen penting di dalamnya, atau sekurang-kurangnya mencakup tiga
dimensi ajaran, yaitu al-ahkam al-i’tiqadiyyah (ajaran tauhid), al-ahkam al-
khuluqiyyah (ajaran moral) dan al-ahkam al-‘amaliyyah (aturan praktis).
Dengan pengertian seperti ini, syari’at bisa disebut sebagai substansi ajaran
agama yang dapat menjangkau elemen-elemen penting di dalamnya, seperti
masalah ketuhanan dengan berbagai implikasinya, persoalan moralitas dalam
pergaulan sehari-hari, serta persoalan-persoalan transaksi dan interaksi sosial
lainnya (Yasid, 2014: 19).
Berdasarkan Pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Syari’ah
4
Nurhayati. "Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum dan Ushul Fikih." Jurnal Hukum Ekonomi
Syariah 2.2 (2018): 124-134.
5
Facthur Rahman, Islam, alih Bahasa Ahsin Muhammad, ( Bandung : Pustaka , 1984 ), h. 140
7
merupakan jalan hidup umat muslim, yang terdiri dari ketetapan-ketetapan
Allah dan ketentuan Rasul-Nya, baik berupa larangan maupun berupa suruhan,
meliputi seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.

3. Pengertian Tasawuf

Memahami dan menjelaskan pengertian tasawuf merupakan hal yang


amat sulit, sedemikian besar dan luasnya sesuatu yang disebut tasawuf itu,
sehingga seperti gambaran orang buta yang menjelaskan seekor gajah menurut
bagian yang disentuhnya. Kemungkinan yang bisa dilakukan hanya memberi
ciri-ciri yang menunjukkan pada istilah tersebut meskipun tidak utuh. Dalam
ensiklopedi Islam ada beberapa pendapat para sufi tentang definisi tasawuf.6
Zakaria al-Anshari (852-925 H) mendefinisikan tasawuf sebagai cara
untuk mengajarkan bagaimana mensucikan diri, meningkatkan akhlak serta
membangun kehidupan jasmani dan rohani untuk mencapai kehidupan hakiki.
Sedangkan menurut al-Junaidi Al-Baghdadi (wafat 289 H) tasawuf adalah
proses membersihkan hati dari sifat-sifat kemanusiaan (basyariyah), menjauhi
hawa nafsu, memberikan tempat bagi sifat-sifat kerohanian, berpegang teguh
pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama berdasarkan
keabadiannya, memberikan nasihat kepada sesama, benar-benar menepati janji
kepada Allah SWT dan mengikuti syariat ajaran Rasulullah SAW.7
Radim bin Ahmad al-Baghdadi berpendapat, tasawuf memiliki tiga
elemen penting yaitu: faqr, rela berkorban, dan meninggalkan kebatilan
(ghurur) (Stace, 1961:35). Abu al-Wafa’ al-Taftazani menjelaskan definisi
tasawuf secara lebih substansi, tasawuf adalah sebuah pandangan filosofis
kehidupan yang bertujuan mengembangkan moralitas jiwa manusia yang dapat
direalisasikan melalui latihan-latihan praktis tertentu yang mengakibatkan
larutnya perasaan dalam hakikat transidental. Pendekatan yang digunakan

6
Mumtaz, Nadhif Muhammad. "MODERASI ISLAM BERBASIS TASAWWUF." Al Aqidah
(Jurnal Studi Islam) 2.2 (2020): 69-93.
7
Khoiruddin, M. Arif. "Peran tasawuf dalam kehidupan masyarakat modern." Tribakti: Jurnal
Pemikiran Keislaman 27.1 (2016): 116.
8
adalah dzauq (intuisi) yang menghasilkan kebahagiaan spiritual. Pengalaman
yang tidak bisa diekspresikan melalui bahasa biasa karena bersifat emosional
dan individual (Al-Taftazani, 1976:10).8
Jadi unsur pokok serta utama dalam tasawuf adalah mensucikan diri dan
tujuan akhirnya adalah kebahagiaan dan keselamatan abadi. Tingkah laku
manusia yang dikendalikan oleh hawa nafsunya hanya berorientasi untuk
kesenangan duniawi merupakan tabir yang menghalangi antara manusia dengan
Allah. Untuk itu bentuk usaha yang dilakukan ahli tasawuf dalam
membersihkan jiwa melalui tiga tingkatan, yakni: Takhalli, Tahalli dan Tajalli.9
Takhalli, Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat-sifat tercela, dari
maksiat lahir dan maksiat batin. Di antara sifat- sifat tercela yang mengotori
jiwa (hati) manusia adalah dengki, buruk sangka, sombong, membanggakan
diri, pamer, kikir dan sifat-sifat tercela yang lain. Firman Allah dalam Al
Qur’an surat Asy-Syams 91: 9-10
‫ َو َقْد َخ اَب َمن َد َّس ٰى َها‬,‫َقْد َأْف َل َح َمن َز َّك ٰى َها‬
Artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu.
dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (Q.S. As-Syams: 9-
10)
Tahalli, Tahalli yakni mensucikan atau menghiasi diri dengan sifat-sifat
terpuji, dengan ta’at lahir dan taat batin. Firman Allah dalam Al-Qur’an surat
An Nahl : 90
‫ْأ‬
‫ِإَّن ٱَهَّلل َي ُم ُر ِبٱْلَع ْد ِل َو ٱِإْل ْح َٰس ِن َو ِإيَتٓاِئ ِذ ى ٱْلُقْر َبٰى َو َيْنَهٰى َع ِن ٱْلَفْح َش ٓاِء َو ٱْلُم نَك ِر‬
‫َو ٱْلَبْغ ِى ۚ َيِع ُظُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَذَّك ُروَن‬
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. An Nahl: 90)

8
Sholihah, Mar'atus, Nur Jannah, and Ifa Afida. "Akhlak Tasawuf Dalam Sains Modern." At-
Turost: Journal of Islamic Studies 7.2 (2020): 135-149.
9
Khoiruddin, M. Arif. "Peran tasawuf dalam kehidupan masyarakat modern." Tribakti: Jurnal
Pemikiran Keislaman 27.1 (2016): 119.
9
Tajalli, Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui
pada fase tahalli, maka rangkaian pendidikan mental itu disempurnakan pada
fase tajalli. Tajalli berarti terungkapnya nur ghaib untuk hati. Firman Allah
dalam Al Qur’an surat An- Nur: 35

‫ۚ ٱُهَّلل ُنوُر ٱلَّس َٰم َٰو ِت َو ٱَأْلْر ِض‬


Artinya : “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi…” (Q.S. An
Nur: 35)
Ajaran tasawuf sebagaimana diatas jika diterapkan akan memberikan
makna hidup manusia dalam membentuk kondisi lingkungan yang kondusif
dan berakhlak. Konsep takhalli yakni membersihkan diri dari sifat tercelah
(akhlak madzmumah) adalah solusi dalam mengatasi penyakit-penyakit sosial
dalam masyarakat. Konsep tahalli yakni mensucikan atau menghiasi diri
seseorang dengan sifat-sifat terpuji seperti sabar, zuhud, ikhlas dan sifat-sifat
terpuji lainnya akan memberikan ketenangan dan ketentraman hidup manusia
dan terhindar dari sifat materialistik, individualistik, gejaja stress maupun
frustasi.

B. AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH (ASWAJA)

1. Pengertian Aswaja
Aswaja merupakan singkatan dari Ahlussunnah wa al-Jama’ah. Ada tiga
kata yang membentuk istilah tersebut, yaitu: Ahl, berarti keluarga, golongan,
atau pengikut. Al-Sunnah, secara bahasa bermakna al-thariqah-wa-law-ghaira
mardhiyah (jalan atau cara walaupun tidak diridhoi). Al-Jama’ah, berasal dari
kata jama’ah artinya mengumpulkan sesuatu, dengan mendekatkan sebagian ke
sebagian lain. Jama’ah berasal dari kata ijtima’ (perkumpulan), lawan kata dari
tafarruq (perceraian), dan furqah (perpecahan). Jama’ah adalah sekelompok
orang banyak dan dikatakan sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan
satu tujuan. Menurut istilah “sunnah” adalah suatu cara untuk nama yang
diridhoi dalam agama, yang telah ditempuh oleh Rasulullah SAW atau selain

10
dari kalangan orang yang mengerti tentang Islam. Seperti para sahabat
Rasulullah. Secara terminologi aswaja atau Ahlusunnah wal jama’ah golongan
yang mengikuti ajaran rasulullah dan para sahabat-sahabatnya.
Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah merupakan aliran kalam yang memiliki
komitmen berpegang teguh pada hadits-hadits Nabi sebagai reaksi terhadap
aliran Mu’tazilah yang kurang kuat berpegang teguh pada hadits Nabi, dan
merupakan mayoritas kaum Muslimin (Ammah al-Muslimin). Aliran ini
dibangun Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur al-Maturidi. Kedua tokoh ini,
terutama al-Asy’ari yang banyak mewarnai aliran ini mulai isi (content) maupun
doktrin-doktrinnya.
Menurut para ahli, sebagaimana telah diidentifikasi Harun Nasution,
aliran al-Asy’ari timbul difaktori oleh sebab yang berbeda-beda: al Subki dan
Ibn „Asakir menyatakan bahwa pada suatu malam Asy’ari bermimpi bahwa Nabi
Muhammad mengatakan bahwa mazhab Ahli Hadits-lah yang benar sedang
mazhab Mu’tazilah salah; sebab lain karena ketidakpuasan al-Asy’ari dalam
perdebatan melawan gurunya, al-Jubba’i. Dalam perdebatan tersebut, al-Jubba’i
tidak mampu menjawab tantangan al-Asy’ari. Sebab berikutnya karena al-
Asy’ari mengikuti mazhab Syafi’i yang telah memiliki teologi sendiri berbeda
dengan Mu’tazilah.
Mac Donald menilai karena darah Arab padang pasir yang tradisional
dan fatalistis. Spitta menyebut karena al-Asy’ari setelah mempelajari hadits
menemukan perbedaan ajaran Mu’tazilah dengan spirit Islam. Namun, Nasution
menyimpulkan, agaknya aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap aliran
Mu’tazilah, sehingga jika aliran Mu’tazilah dipandang sebagai tesis maka aliran
Ahlussunnah wal Jama’ah sebagai antitesisnya.10
Pengikut aliran Mu’tazilah hanya minoritas kaum Muslimin sementara
aliran yang dibangun Washil bin Atho’ ini tidak begitu kuat berpegang teguh
pada Sunnah Nabi. Maka al-Asy’ari berusaha membangun teologi yang
berlawanan dengan Mu’tazilah baik pada dataran jumlah pengikut, sikap
10
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1986), h. 65-69
11
maupun respons terhadap Sunnah Nabi. Oleh karena itu, aliran yang telah
didesain al-Asy’ari ini dinamakan Ahlussunnah wal Jama’ah (penjaga gawang
Sunnah Nabi dan merupakan mayoritas umat Islam). Di sini al-Asy’ari berusaha
menampilkan konstruksi teologi yang berlawanan secara diametral dengan
Mu’tazilah.

C. TIGA PILAR AGAMA ( AQIDAH, SYARI’AH, TASAWUF ) DALAM


PERSPEKTIF ASWAJA
Ahlussunnah Wal Jamaah yang dikembangkan oleh Imam Abu Hasan dan
Abu Mansyur Al-Maturidi, secara khusus mempunyai pemikiran-pemikiran sebagai
reaksi terhadap ajaran-ajaran Mu’tazilah, dan kemudian pemikiran ini menjadi
doktrin di dalam aliran ini. Di antara pemikirannya adalah mengenai sifat Allah, al-
Qur’an, melihat Tuhan di akhirat, kekuasaan mutlak Tuhan dan keadilan Tuhan,
mengenai perbuatan Tuhan, mengenai perbuatan manusia dan perbuatan dosa besar.
Akan tetapi secara umum, doktrin Ahlussunah wa al-jama’ah meliputi tiga aspek,
yaitu aspek aqidah/tauhid, syari’ah/fiqh dan tasawuf. Sebagaimana penjelasan
dibawah ini.

1. Aspek Aqidah

Aqidah atau keyakinan merupakan unsur rohani manusia yang paling


besar dan paling sering serta banyak mengeluarkan instruksi kepada anggota
jasmani untuk melakukan suatu perbuatan. Aqidah yang benar akan
membuahkan aktivitas manusia yang benar, akan tetapi kalau sudah salah, maka
perbuatan manusia yang ditimbulkan menjadi salah pula. Ulama memiliki
peranan penting untuk mewujudkan ketertiban dan keharmonisan aktivitas
kehidupan manusia. Namun pada kenyataannya, di zaman globalisasi saat ini
dari kalangan anak- anak, remaja, dewasa sampai lansia kurang menjunjung
tinggi nilai-nilai aqidah.

Dimensi tauhid atau yang lebih dikenal dengan sebutan aqidah


Ahlussunnah wal Jama’ah terbagi atas beberapa bagian yang terkandung dalam
12
arkan al iman yaitu iman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, qadla dan qadar-Nya. Keimanan kepada Allah
berarti percaya dengan seutuhnya kepadaNya 11. Dengan mempercayai 20 sifat
yang menjadi sifat dalam dzat-Nya.
Kemudian iman kepada malaikat berarti percaya terhadap adanya suatu
makhluk halus yang diciptakan oleh Allah SWT dari cahaya, mereka tercipta
sangat taat kepada Allah, jumlahnya pun sangat banyak akan tetapi menurut
Ahlussunnah wal Jama’ah malaikat yang wajib diketahui jumlahnya hanya 10,
yaitu: malaikat Jibril, Mikail, Israfil, Izrail, Mungkar, Nakir, Raqib, Atid, Malik,
dan Ridwan.
Mereka mempunyai tugas masing-masing yang tidak pernah mereka
langgar sedikitpun. Sebagai konsekuensi terhadap keyakinan adanya makhluk
halus yang bernama malaikat tersebut, umat Islam pun harus mempercayai
adanya makhluk halus lain yang bernama jin, setan atau iblis12.
Keimanan kepada kitab-kitab suci berarti umat Islam aliran Ahlussunnah
wal Jama’ah mempercayai adanya kitab yang diturunkan oleh Allah kepada para
rasul-Nya untuk kemudian disampaikan kepada umat manusia. Menurut
Ahlussunnah wal Jama’ah kitab-kitab yang wajib dipercayai ada empat yakni
kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa, kitab Zabur yang diturunkan
kepada Nabi Daud, kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa dan kitab Al-
Qur’an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Keimanan kepada rasul-rasul Allah adalah keimanan yang harus di miliki
oleh umat Islam. Ahlussunnah wal Jama’ah terhadap manusia pilihan Allah
(rasul) yang ditugasi untuk membimbing umat manusia ke jalan yang benar dan
memberikan petunjuk serta menyebarkan ajaran agama Allah. Para Nabi yang
wajib diketahui oleh umat Islam Ahlussunnah wal Jama’ah berjumlah 25 Nabi.
Keimanan kepada hari akhir adalah keimanan yang mengakui adanya
batas akhir kehidupan di dunia yang kemudian disebut hari kiamat. Hari kiamat
pasti terjadi hanya saja waktunya tidak ada yang tahu selain Allah. Pada hari
11
Muhammad bin Abdul Wahab, “Bersihkan Tauhid Anda Dari Noda Syirik”. h. 20
12
Yusuf M. Shadiq, “Aqidah Menurut Empat Mazhab” h. 37
13
kiamat ini manusia dan seluruh alam akan mengalami pemusnahan total secara
jasad dan raga yang kemudian hanya tinggal rohnya saja dan akan kembali
kepada dzat yang menciptakan yakni Allah.
Keimanan kepada Qadha dan Qadar adalah keimanan yang harus dimiliki
seorang muslim Ahlussunnah wal Jama’ah tentang adanya kepastian dan
ketentuan dari Allah. Dengan kata lain segala apa yang terjadi di dunia ini
adalah atas kehendak dan ketentuan dari Allah sebagai dzat yang menciptakan,
sedangkan manusia menjalani saja. Dengan kata lain bahwa segala sesuatunya
Tuhan yang menentukan dan manusia hanya berusaha serta mensinergikan
dengan ketentuan tersebut.

2. Aspek Syari’ah (Fiqh)

Dalam bidang syari’ah Ahlussunnah wal Jama’ah menetapkan 4 (empat)


sumber yang bisa dijadikan rujukan bagi pemahaman keagamaannya, yaitu al-
Qur’an, Sunnah Nabi, Ijma’ (kesepakatan Ulama), dan Qiyas, dari keempat
sumber yang ada, al-Qur’an yang telah dijadikan sebagai sumber utama. Ini
artinya bahwa apabila terdapat masalah kehidupan yang mereka hadapi, terlebih
dahulu harus dikembalikan kepada al-Qur’an sebagai pemecahannya.
Apabila masalah tersebut terdapat pemecahannya dalam al-Qur’an, maka
selesailah sudah permasalahan tersebut, akan tetapi apabila masalah tersebut
tidak ditemukan dalam al-Qur’an, maka hendaklah mencari pemecahannya
dalam suunah Nabi SAW. Apabila masalah tersebut ada dalam sunnah Nabi
SAW, maka selesailah masalah tersebut. Dan apabila masalah itu tidak ada
pemecahannya dalam sunnah Nabi, maka hendaklah mencari di dalam ijma’ para
ahl al-haal wa al-‘aqd dikalangan para ulama terdahulu.
Apabila masalah tersebut ada pemecahannya dalam ijma’, maka
terjawablah permasalahannya tersebut, akan tetapi jika masalah tersebut tidak
bisa diselesaikan secara ijma’, maka barulah menggunakan akal untuk
melakukan ijtihad dengan mengqiyaskan hal-hal yang belum diketahui status
hukumnya kepada hal-hal yang sudah diketahui status hukumnya. Adapun
14
pokok ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah dalam dimensi syari’ah mencakup dua
bagian, yakni tentang ubudiah (yang mengatur tentang hukum Islam) dan
muamalah (yang mengatur tentang hubungan manusia dengan benda).
Aspek syariah disebut juga dengan fiqh, menurut Habsy as-Shiddiqy,
fiqh terbagi dalam 7 bagian :13

1) Sekumpulan hukum yang digolongkan dalam golongan ibadah yaitu


shalat, puasa, haji, ijtihad dan nazar
2) Sekumpulan hukum yang berpautan dengan kekeluargaan atau yang
lebih di kenal dengan ahwal as-Syahsiyyah seperti perkawinan, talak,
nafaqah, wasiat dan pusaka
3) Sekumpulan hukum mengenai jual beli, sewa-menyewa, hutang-piutang,
dan menunaikan amanah
4) Sekumpulan hukum mengenai harta negara

5) Sekumpulan hukum yang dinamai uqubah seperti qiyas, had, ta’zir

6) Sekumpulan hukum seperti acara penggutan, peradilan, pembuktian, dan


saksi
7) Sekumpulan hukum internasional seperti perang, perjanjian, dan
perdamaian.
Dalam masalah tersebut di atas, muslim Ahlussunnah wal Jama’ah
mengikuti salah satu dari mazhab yang empat, Imam Hanafi, Syafi’i, Maliki, dan
Imam Hambali. Dan masing-masing Imam ini mempunyai dasar tersendiri yang
sumber utamanya tetap bermuara pada al-Qur’an dan as Sunnah.

3. Aspek tasawuf

Aspek tasawuf adalah aspek yang berkaitan upaya mendekatkan diri


kepada Allah SWT, memantapkan keimanan, mengkhusu’kan ibadah dan
memperbaiki akhlak.14

13
Hasby As-Shiddiqy, “Pengantar Hukum Islam” h. 46-47
14
Hamka, “Tasawuf Perkembangan dan Pemeriksaannya” h. 94
15
Pada dasarnya ajaran tasawuf merupakan bimbingan jiwa agar menjadi
suci, selalu tertambat kepada Allah dan terjauhkan dari pengaruh selain Allah.
Jadi tujuan tasawuf adalah mencoba sedekat mungkin kepada Allah SWT
dengan melalui proses yang ada dalam aturan tasawuf.

Jalan untuk mencapai proses tersbut sangatlah panjang, yang disebut


dengan al-maqamat. Adapun macam-macam dari al-maqamat itu sendiri yaitu:
1) Maqam taubat, yaitu meninggalkan dan tidak mengulangi lagi suatu
perbuatan dosa yang pernah dilakukan, demi menjunjung tinggi ajaran-
ajaran Allah dan menghindari murkanya.
2) Maqam Wara’, yaitu menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu guna
menjungjung tinggi perintah Allah atau meninggalkan sesuatu yang
bersifat subhat.
3) Maqam Zuhud, yaitu lepasnya pandangan kedunian atau usaha
memperolehnya dari orang yang sebetulnya mampu memperolehnya.
4) Maqam Sabar, yaitu ketabahan karena dorongan agama dalam
menghadapi atau melawan hawa nafsu.
5) Maqam Faqir, yaitu perasaan tenang dan tabah di kala miskin harta dan
mengutamakan kepentingan orang lain di kala kaya.
6) Maqam Khauf, yaitu rasa ketakutan dalam menghadapi siksa dan azab
Allah.
7) Maqam Raja’, yaitu rasa gembira karena mengetahui adanya kemurahan
dzat yang Maha Kuasa.
8) Maqam Tawakal, yaitu pasrah dan bergantung kepada Allah dalam
kondisi apapun.
9) Maqam Rida, yaitu sikap tenang dan tabah tatkala menerima musibah
sebagaimana di saat menerima nikmat.
Prinsip dasar dari aspek tasawuf adalah adanya keseimbangan
kepentingan ukhrawi dan selalu mendekatkan diri kepada Allah, dengan jalan
spiritual yang bertujuan untuk memperoleh hakekat dan kesempurnaan hidup
manusia. Akan tetapi tidak boleh meninggalkan garis-garis syariat yang telah

16
ditetapkan oleh Allah dalam al-Qur’an dan as-Sunnah.
Jalan sufi yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad dan para
pewarisnya adalah jalan yang tetap serta teguh memegang perintah-perintah
Allah. Karena itu umat Islam tidak dapat menerima jalan sufi yang melepaskan
diri dari kewajiban syariat, seperti perilaku tasawuf yang dilakukan oleh al-
Hallaj (al-Hulul) dengan pernyataannya “ana al-Haq”, Ibnu Araby (al-Ittihad,
manunggaling kawula gusti).
Demikian pokok-pokok ajaran Ahlussunah wa al-jama’ah, yaitu
kesatuan antara aqidah, syariah dan tasawuf akan menempatkan manusia pada
kedudukan dan derajat yang sempurna di mata Allah. Aspek syariah ini biasanya
dikenal dengan amalan lahiriyah yang lebih banyak berkaitan dengan soal akal,
sedangkan yang lebih sempurna berkaitan dengan hal batiniah dengan
menggabungkan dua aspek tersebut yang kemudian pada akhirnya akan
mencapai cita-cita Islam yang sangat tinggi.

17
DAFTAR PUSTAKA

Munawir. (1984). Kamus Al Munawwir. Surabaya: Pustaka Progressif,


Hasan al-Banna, Majmu’atu ar-Rasail Beirut: Muassasah ar-
Risalah Yunahar Ilyas. (2011), Kuliah Aqidah Islam,
Yogyakarta: LPPI.
Nurhayati, N. (2018). Memahami Konsep Syariah, Fikih, Hukum dan Ushul
Fikih. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 2(2), 124-134.
Facthur Rahman. (1984) Islam, alih Bahasa Ahsin Muhammad. Bandung : Pustaka
Mumtaz, N. M. (2020). MODERASI ISLAM BERBASIS TASAWWUF. Al
Aqidah (Jurnal Studi Islam), 2(2), 69-93.

Sholihah, M. A., Jannah, N., & Afida, I. (2020). Akhlak Tasawuf Dalam Sains
Modern. At-Turost: Journal of Islamic Studies, 7(2), 135-149.

Khoiruddin, M. A. (2016). Peran tasawuf dalam kehidupan masyarakat


modern. Tribakti: Jurnal Pemikiran Keislaman, 27(1), 113-130.

18

Anda mungkin juga menyukai