Anda di halaman 1dari 20

MENELUSURI PERBEDAAN PENDAPAT ULAMA TENTANG MATHLA’

DAN KESEPAKATAN MABIMS DALAM MENETAPKAN HISAB AWAL

BULAN RAMADHAN 2022

Makalah

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Falaq

Dosen Nurul Hasana, M.A

oleh:

Muh. Rizki Zam Zam

NIM 1203060066

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

BANDUNG
2022

DAFTAR ISI

BAB I...................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................8
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................8
D. Manfaat Penulisan.....................................................................................................8
BAB II..................................................................................................................................9
PEMBAHASAN....................................................................................................................9
A. Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Mathla'........................................9
B. Kesepakatan MABIMS Dalam Menetapkan Hisab Awal Bulan Ramadhan 2022......13
BAB III...............................................................................................................................16
PENUTUP..........................................................................................................................16
A. Kesimpulan..............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap kehidupan umat manusia membutuhkan kalender atau penanggalan

sebagai pengatur dan pembagi waktu. Terutama bagi umat Islam, kebutuhan akan

suatu kalender merupakan hal yang sangat urgen karena banyak ibadah umat

Islam yang terkait dengan waktu. Seperti ibadah haji, ibadah puasa Ramadan dan

sebagainya.

Allah swt. telah menjelaskan kepada manusia, bahwa Dialah Yang Maha

Pencipta dan Maha Pengatur alam semesta dan seisinya dengan sempurna dan

teratur, termasuk tentang waktu. Manusia dengan akal karunia-Nya telah mampu

mengetahui waktu, jam, hari, bulan dan tahun kemudian menyusunnya menjadi

organisasi satuan-satuan waktu yang disebut penanggalan atau kalender. 1 Allah

Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

ْ َ‫ص َرةً  لِّتَ ْبتَ ُغ ْوا  ف‬


  ‫ضاًل    ِّمنْ    َّربِّ ُك ْم‬ ٰ ‫  ايَةَ  الَّ ْي ِل   َو َج َع ْلنَ ۤا‬
ِ ‫  ايَةَ  النَّ َها ِر   ُم ْب‬ ٰ ‫  ايَتَ ْي ِن  فَ َم َح ْونَ ۤا‬
ٰ ‫َو َج َع ْلنَا  الَّ ْي َل   َوا لنَّ َها َر‬

ِ ‫ص ْل ٰنهُ  تَ ْف‬
‫ص ْياًل‬ َّ َ‫سا َب   ۗ  َو ُك َّل  ش َْي ٍء  ف‬
َ ‫سنِيْنَ    َوا ْل ِح‬
ِّ ‫َولِتَ ْعلَ ُم ْوا   َع َددَ  ال‬

Artinya:

"Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran Kami),

kemudian Kami hapuskan tanda malam dan Kami jadikan tanda siang itu terang-

benderang, agar kamu (dapat) mencari karunia dari Tuhanmu, dan agar kamu

1
Hendro Setyanto, Membaca Langit, Al-Ghuraba, Jakarta Pusat, 2008, Hal. 7.

1
mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Dan segala sesuatu telah

Kami terangkan dengan jelas."2 (QS. Al-Isra' 17: Ayat 12).

Dalam ayat ini dapat difahami bahwa Allah menjadikan malam dan siang

sebagai dua tanda kekuasaan Nya, lalu juga menerangkan bahwa Ia

menghapuskan tanda malam dengan menjadikan tanda siang itu terang benderang,

ayat ini dimaksudkan agar manuisa dapat mencari karunia Tuhannya, dan agar

manusia dapat menggali pikirannya untuk mengetahui bilangan tahun dan

perhitungan (waktu) yang saat ini lebih terkenal dengan sebutan kalender.

Acuan yang digunakan untuk menyusun penanggalan atau kalender ini

adalah siklus pergerakan dua benda langit yang sangat besar pengaruhnya pada

kehidupan manusia di Bumi, yakni Bulan dan Matahari. Dalam penggunaannya

dari acuan dua benda langit tersebut terdapat tiga jenis penanggalan atau kalender

yang dipakai oleh umat manusia. Pertama, solar system (kalender syamsiah), yaitu

sistem penanggalan atau kalender berdasarkan peredaran Bumi mengelilingi

Matahari. Kedua, lunar system (kalender kamariah), yaitu sistem penanggalan

atau kalender berdasarkan peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Ketiga, kalender

lunisolar, yaitu sistem penanggalan atau kalender lunar yang disesuaikan dengan

matahari.3

Kalender Masehi, Iran dan Jepang merupakan sistem kalender solar,

sedangkan kalender Hijriah dan Jawa merupakan sistem kalender lunar. Adapun

2
Departemen Agama RI, Al-Hikmah (Al-Qur’an dan Terjemahnhya), Diponegoro, Bandung, 2010,
Hal. 283.
3
Rohmat, Ilmu Falak II Penentuan Awal Bulan Qomariyah dan Syamsiyah, Seksi Penerbitan
Fakultas Syari’ah, Lampung, 2014, Hal. 1-2.

2
kalender lunisolar seperti kalender Imlek, Saka, Buddha, dan Yahudi. 4 Kalender

Hijriah atau Kamariah inilah yang kemudian dibutuhkan dan dipakai oleh umat

Islam untuk menentukan penetuan waktu seperti hari-hari besar Islam, dan acuan

dalam melaksanakan kewajiban ibadahnya. Sistem kalender Hijriah ini didasarkan

pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi. Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

   ْ‫س  ا ْلبِ ُّر  بِا َ نْ   تَْأتُوا  ا ْلبُيُ ْوتَ    ِمن‬ ِ ‫يَسْــَئلُ ْونَكَ    َع ِن  ااْل َ ِهلَّ ِة   ۗ قُ ْل   ِه َي   َم َوا قِيْتُ   لِلنَّا‬
َ ‫س   َوا ْل َح ِّج   ۗ  َولَ ْي‬

َ‫ظُ ُه ْو ِرهَا   َو ٰلـ ِكنَّ   ا ْلبِ َّر   َم ِن  ات َّٰقى   ۚ  َوْأتُوا  ا ْلبُيُ ْوتَ    ِمنْ   اَ ْب َوا بِ َها   ۖ  َوا تَّقُوا  هّٰللا َ  لَ َعلَّ ُک ْم  تُ ْفلِ ُح ْون‬

Artinya:

"Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit.

Katakanlah, Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji. Dan

bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan

adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-

pintunya dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung."5 (QS. Al-Baqarah

2: Ayat 189).

Al-Qur'an di atas menjelaskan tentang hikmah bahwa bulan sabit (hilal)

merupakan tanda bagi manusia untuk mengetahui waktu penunaian setiap urusan

keduniaan, sekaligus kompas dalam hal ibadah yaitu untuk mengetahui waktu-

waktu pelaksanaannya seperti ibadah puasa dan haji.6 Demikian pula dijelaskan

4
Rohmat, Ilmu Falak II Penentuan Awal Bulan Qomariyah dan Syamsiyah, Seksi Penerbitan
Fakultas Syari’ah, Lampung, 2014, Hal. 1-2.

5
Departemen Agama RI, Al-Hikmah (Al-Qur’an dan Terjemahnhya), Diponegoro, Bandung, 2010,
Hal. 29.

6
Kamran As’ad Irsyadi, Al-Qur’an dan Ilmu Astronomi, Cetakan I, Pustaka Azzam, Jakarta, 2004,
Hal. 61.

3
secara teologis bahwa perjalanan waktu di bumi ini ditandai dengan peredaran

benda-benda langit, terutama Bulan.

Penentuan awal bulan Hijriah seringkali menimbulkan polemik diantara

kalangan umat Islam dikarenakan setiap golongan mempunyai keyakinan dan

pemahaman tersendiri dalam menentukan kapan masuk awal bulan Hijriah

khususnya bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah seringkali terdapat perbedaan

dalam penentuannya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pendapat dalam

memahami dan mengaplikasikan hadis Rasul yang berbunyi:

“Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Nabi saw. Berpuasalah bila kalian

melihat bulan, dan berbukalah bila kalian melihat bulan, namun bila bulan itu

melihat kalian (oleh awan), maka sempernukanlah hitungan bulan Sya'ban itu

menjadi tiga puluh hari."7 (H.R. Bukhari).

Berdasarkan hadis di atas inilah yang menjadi pangkal persoalan dalam

penentuan awal bulan Hijriah. Di mana berpangkal pada zahir hadis tersebut, para

ulama berbeda pendapat dalam memahaminya sehingga melahirkan perbedaan

pendapat.8

Adanya perbedaan pendapat dalam penetapan awal bulan Hijriah

khususnya bulan Ramadan, Syawal dan Zulhijah disebabkan ada yang bersumber

pada perbedaan metode serta perbedaan sistem penentuannya, ada pula yang

bersumber pada perbedaan mathla'.

7
Saufan Alfandi, Samudra Pilihan Hadits Shahih Bukhari, Sendang Ilmu, Solo, 2015, Hal. 162.
8
Ahmad Izzuddin, Ilmu Falaq Praktis, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2012, Hal. 91-92.

4
Persoalan mathla' dalam penetapan awal bulan Hijriah juga terdapat

perbedaan pendapat di kalangan ulama, khususnya di kalangan empat mazhab

seperti Mazhab Hanafi, Maliki, Hanbali dan Syafi'i.

Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali berpendapat bahwa perbedaan tempat

terbit bulan (ikhtilafu al-mathali) itu tidak menjadi soal atau tidak berlaku.

Artinya, bila ada satu orang di sebuah negeri melihat hilal, maka semua negeri

Islam di dunia ini wajib berpuasa dengan dasar rukyat orang itu. Hal ini

berdasarkan sabda Rasulullah saw. : "berpuasalah bila kalian melihat bulan, dan

berbukalah bila kalian melihat bulan". Ini adalah pernyataan yang bersifat umum

untuk seluruh umat Islam. Siapa saja di antara mereka, di mana saja tempatnya,

rukyatnya berlaku untuk mereka semua.9

Adapun Mazhab Syafi'i berpendapat jika penduduk suatu daerah melihat

hilal, dan penduduk daerah lain sebagainya tidak melihatnya, bila dua daerah

tersebut berdekatan, maka hukumnya satu. Tetapi kalau munculnya berbeda, maka

setiap daerah mempunyai hukum khusus.10

Selanjutnya, Kementerian Agama (Kemenag) pada tahun 2022 ini

menggunakan kriteria baru Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia,

Malaysia dan Singapura (MABIMS) terkait penanggalan Hijriyah yang telah

ditetapkan pada 2021 lalu. Saat itu, MABIMS bersepakat mengubah kriteria

ketinggian hilal (bulan) dari 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam

9
Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, Alih Bahasa Mahyuddin Syaf, Fikih Sunnah, Cetakan Pertama, Jilid 3,
Al-Ma’arif, Bandung, 1978, Hal. 207.
10
Maskur A.B., Afif Muhammad dan Idrus Al-Kaff, Fiqih Lima Madzhab, Lentera, Jakarta, 2011,
Hal. 198.

5
menjadi ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Dia menjelaskan

kriteria MABIMS baru ini merupakan hasil Mazakarah Rukyah dan Takwim

Islam MABIMS pada 2016 di Malaysia yang diperkuat Seminar Internasional

Fikih Falak di Jakarta yang menghasilkan Rekomendasi Jakarta tahun 2017. Oleh

karena itu, Kementerian Agama menetapkan untuk menggunakan kriteria baru

yang disepakati oleh negara-negara anggota MABIMS.

Penentuan awal puasa Ramadhan 2022 di Indonesia dilakukan melalui

sidang isbat, yang menyatukan metode hisab dan rukyat. Dalam beberapa tahun

ini, kedua metode tersebut digunakan dalam menetapkan awal Ramadan dan Idul

Fitri yang sama. Namun untuk awal puasa Ramadan 2022 dan Idul Fitri

kemungkinan ada perbedaan. Hal ini terkait dengan perubahan penetapan kriteria

hilal hasil kesepakatan Menteri Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan

Singapura (MABIMS) pada 2021. "Awal Ramadan akan terjadi perbedaan.

Berdasarkan kriteria MABIMS dan nanti dibuktikan dengan rukyat, maka 1

Ramadan kemungkinan jatuh pada Minggu (3/4/2022)," ujar peneliti astronomi

BRIN Prof Thomas Djamaluddin pada Webinar Penentuan 1 Ramadhan 1443 H

dan Khazanah Kalender Nusantara, Kamis (24/3/2022). Dalam acara yang

disiarkan melalui channel YouTube OFFICIAL TVMUI tersebut, juga

disampaikan penentuan puasa Ramadhan 2022 dengan metode hisab. Perhitungan

dengan metode tersebut menetapkan awal Ramadhan adalah Sabtu (2/4/2022).

Artinya, penetapan Idul Fitri 1 Syawal 1443 H dengan metode hisab adalah pada

Senin (2/5/2022). Sedangkan Malaysia dan Singapura yang tergabung MABIMS

menetapkan Idul Fitri 2022 adalah pada Selasa (3/5/2022), berbeda satu hari

6
dengan metode hisab. Menurut Thomas, kriteria MABIMS didasarkan atas data

astronomi internasional. Melihat hilal dengan ketinggian dua derajat

sesungguhnya sangat sulit dan berisiko terganggu faktor lain, misal cahaya senja

(syafak) yang lebih terang dari hilal. Tentunya, perbedaan awal Ramadan 2022

yang bisa saja muncul tak perlu dipermasalahkan. Puasa Ramadan dan Idul Fitri

1443 H/2022 tetap bisa dilakukan dengan penuh khidmat, saling menghormati,

dan berharap ampunan serta berkah Allah swt.11

Berdasarkan perbedaan pendapat tentang tempat timbulnya Bulan

(mathla') di kalangan kalangan Ulama, khususnya di kalangan Ulama empat

mazhab tersebut dan kesepakatan MABIMS dalam menetapkan hisab awal bulan

ramadhan, maka penulis mengambil judul "Menelusuri Perbedaan Pendapat

Ulama Tentang Mathla' dan Kesepakatan MABIMS Dalam Menetapkan Hisab

Awal Bulan Ramadhan 2022".

11
Dikutip dari https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5999034/kapan-puasa-ramadhan-2022-
mungkin-ada-perbedaan-antara-hisab-dan-rukyat, diakses pada tanggal 1 Mei 2022, Pukul 01:04
WIB

7
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas disusun rumusan makalah sebagai berikut:

1. Bagaimana menelusuri perbedaan pendapat Ulama tentang mathla'?

2. Bagaimana kesepakatan MABIMS dalam menetapkan hisab awal bulan

ramadhan 2022?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan adalah:

1. Untuk mendeskripsikan perbedaan pendapat Ulama tentang mathla'.

2. Untuk mendeskripsikan kesepakatan MABIMS dalam menetapkan hisab awal

bulan ramadhan 2022.

D. Manfaat Penulisan

Sebagai suatu sarana menambah ilmu pengetahuan tentang mengenal

perbedaan pendapat Ulama tentang mathla' dan kesepakatan MABIMS dalam

menetapkan hisab awal bulan ramadhan 2022.

8
BAB II

PEMBAHASAN

A. Menelusuri Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Mathla'

Dalam hal perbedaan metode pada garis besarnya terdapat dua macam

metode awal awal bulan Hijriah. Pertama, metode rukyat, adalah usaha melihat

hilal dengan mata telanjang pada saat matahari terbenam pada tanggal 29 bulan

Hijriah. Jika hilal, maka malam itu dan keesokan harinya terlihat ditetapkan

sebagai tanggal satu bulan baru, sedangkan apabila hilal tidak berhasil dilihat,

maka tanggal satu bulan baru ditetapkan jatuh pada malam hari berikutnya,

bilangan hari dari bulan yang sedang berlangsung digenapkan 30 hari

(diistikmalkan). Kedua, metode hisab, adalah awal bulan Hijriah yang didasarkan

pada peredaran Bulan dan Bumi.12

Pada metode hisab terdapat perbedaan pendapat dalam menentukan awal

bulan Kamariah. Di antaranya, terdapat pendapat yang menyatakan bahwa awal

bulan baru itu ditentukan hanya oleh terjadinya ijtimak, sedangkan yang lain

mendasarkan pada terjadinya ijtimak dan posisi hilal. Kelompok yang berpegang

pada sistem ijtimak menetapkan jika ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam,

maka sejak baru sudah mulai Matahari terbenam itulah awal bulan masuk. Mereka

sama sekali tidak mempermasalahkan hilal dapat dirukyat atau tidak. Sedangkan

12
Rohmat, Ilmu Falak II Penentuan Awal Bulan Qomariyah dan Syamsiyah, Seksi Penerbitan
Fakultas Syari’ah, Lampung, 2014, Hal. 44-46.

9
kelompok yang berpegang pada terjadinya ijtimak dan posisi hilal menetapkan

jika pada saat Matahari terbenam setelah terjadinya ijtimak dan posisi hilal sudah

berada di atas ufuk, maka sejak Matahari terbenam itulah perhitungan bulan baru

dimulai.13

Dalam perbedaan sistem penentuan dalam menetapkan awal bulan Hijriah

ada dua sistem yang berkembang dalam masyarakat, yaitu: pertama, sistem hisab,

pada sistem hisab ini, ada ahli hisab yang dalam menetapkan masuknya bulan

baru berpedoman kepada ijtima' qablal ghurub, wujudul hilal, dan imkanur

rukyat. Kedua, sistem rukyat, pada sistem rukyat ini dalam menetapkan tanggal

satu bulan Hijriah, khususnya yang berkaitan dengan ibadah, harus berdasarkan

rukyat. Hasil hisab menurut golongan ini merupakan alat bantu atau sarana untuk

melakukan rukyat. Maka rukyat harus didasarkan pada hasil hisab yang valid dan

akurat (qath'i). Hisab dan rukyat saling menguatkan.14

Perbedaan dalam penetapan awal bulan Hijriah selain disebabkan karena

adanya perbedaan metode dan adanya sistem atau aliran dalam penentuannya,

melainkan juga disebabkan karena adanya perbedaan mathla'. Perbedaan mathla'

ini disebabkan karena ada yang berpedoman pada mathla' approach global,

mathla' approach parsial, dan ada yang berpedoman pada mathla' wilayatul

hukmi.

13
Jayusman, “Kajian Ilmu Falak Perbedaan Penentuan Awal Bulan Kanariah: Antara Khilafiah dan
Sains” Al-Maslahah Jurnal Ilmu Syari’ah, Vol. 11, No. 1, edisi April 2015, Hal. 18.
14
Jayusman, Ilmu Falak II: Fiqih Hisab Rukyah Penentuan Awal Bulan Kamariah, Fakultas Syari’ah
IAIN Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 2016, Hal. 108.

10
Mathla' approach global merupakan pendekatan filosofis yang

menyatakan bahwa tanggal satu bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah harus jatuh

pada hari yang sama untuk seluruh penduduk bumi, sebagai salah satu lambang

kesatuan ummat Islam sedunia. Maksudnya bila ada orang yang berhasil melihat

hilal, di wilayah manapun dia melihatnya, maka hasil rukyatnya itu berlaku untuk

seluruh penduduk bumi. Sedangkan mathla' approach parsial merupakan

pendekatan filosofis yang menyatakan bahwa kesatuan umat Islam bukan hanya

berdasarkan sama di dalam menetapkan awal bulan Hijriah untuk seluruh

permukaan planet Bumi, melainkan bisa diwujudkan dengan adanya rasa saling

menghargai di antara umat Islam. Maksudnya bila ada orang yang berhasil

melihat hilal pada suatu wilayah, maka hasil rukyatnya itu berlaku untuk wilayah

ditetapkannya rukyat hilal dan juga wilayah yang berdekatan.15

Adapun mathla' wilayatul hukmi menjadikan batasan negara secara politik

sebagai batasan dalam keberlakuan rukyat atau yang lebih dikenal dengan

kesatuan dalam wilayah hukum. Misalnya Indonesia, konsekuensinya apabila hilal

terlihat dimanapun di wilayah Indonesia, dianggap berlaku di seluruh wilayah

Indonesia. Penduduk melaksanakan puasa dan berhari raya secara serentak

berdasarkan ketetapan pemerintah.16

Persoalan mathla' dalam penetapan awal bulan Hijriah juga terdapat

perbedaan pendapat di kalangan ulama, khususnya di kalangan empat mazhab

seperti Mazhab Hanafi, Maliki, Hanbali dan Syafi'i. Mazhab Hanafi, Maliki, dan
15
Rohmat, Ilmu Falak II Penentuan Awal Bulan Qomariyah dan Syamsiyah, Seksi Penerbitan
Fakultas Syari’ah, Lampung, 2014, Hal. 56-57.
16
Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat (telaah syari’ah, sains dan teknologi), Gema
Insani Press, Jakarta, 1996, Hal. 19.

11
Hanbali berpendapat bahwa perbedaan tempat terbit bulan (ikhtilafu al-mathali)

itu tidak menjadi soal atau tidak berlaku. Artinya, bila ada satu orang di sebuah

negeri melihat hilal, maka semua negeri Islam di dunia ini wajib berpuasa dengan

dasar rukyat orang itu. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw. : "berpuasalah

bila kalian melihat bulan, dan berbukalah bila kalian melihat bulan". Ini adalah

pernyataan yang bersifat umum untuk seluruh umat Islam. Siapa saja di antara

mereka, di mana saja tidak, rukyatnya berlaku untuk mereka semua.17

Adapun Mazhab Syafi'i berpendapat jika penduduk suatu daerah melihat

hilal, dan penduduk daerah lain sebagainya tidak melihatnya, bila dua daerah

tersebut berdekatan, maka hukumnya satu. Tetapi kalau munculnya berbeda, maka

setiap daerah mempunyai hukum khusus.18

Karena adanya perbedaan mathla' bulan di antara jarak yang jauh yang

kemungkinan terjadi minimal 24 farsakh (1 30 farsakh kira-kira 5544 m =

133,056 km).19 Bahkan Syekh Syamsuddin Muhammad ibn Al-Khatib Asy-

Syarbini (ulama Syafi'iah) dalam kitabnya Mughniyl Muhtaaj (Matan Minhaaj

Ath-Thalibin) dan Muhammad ibn Muhammad Abi Hamid al-ghazali (ulama

Syafi'iah) dalam kitabnya Al-Wajiz fi Fiqhi Madzhab al-Imam Asy-Syafi'i

menyatakan bahwa apabila hilal terlihat pada suatu negeri maka hukumnya hanya

berlaku bagi negeri yang terdekat dari negeri terlihatnya hilal yaitu sejarak

17
Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, Alih Bahasa Mahyuddin Syaf, Fikih Sunnah, Cetakan Pertama, Jilid
3, Al-Ma’arif, Bandung, 1978, Hal. 207.

18
Maskur A.B., Afif Muhammad dan Idrus Al-Kaff, Fiqih Lima Madzhab, Lentera, Jakarta, 2011,
Hal. 198.
19
Wahbah Al-zuhaily, Al fiqhul Al islamy Wa Adillatuhu, Juz II, Dar Al-Fikr, Damaskus, 1996, Hal.
605.

12
dibolehkannya qashar shalat (masafah al-qasr).20 Namun Wahbah Al Zuhaily

menyatakan bahwa berdasarkan pendapat yang sahih, pandangan sebagian

Syafi'iah yang membedakan jarak dekat dan jauh berdasarkan ukuran jarak qashar

shalat (masafahal-qasr) tidak bisa dijadikan dasar hukum.21

Sayyid Sabiq kemudian menyatakan bahwa pendapat yang dipilih oleh

golongan Syafi'i ialah setiap wilayah memiliki rukyat masing-masing. Maka

mereka tidak diwajibkan berpuasa sebab rukyatul hilal selain dari wilayah

mereka.22

B. Kesepakatan MABIMS Dalam Menetapkan Hisab Awal Bulan Ramadhan

2022

Kementerian Agama (Kemenag) pada tahun 2022 ini menggunakan

kriteria baru Menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia dan

Singapura (MABIMS) terkait penanggalan Hijriyah yang telah ditetapkan pada

2021 lalu. Saat itu, MABIMS bersepakat mengubah kriteria ketinggian hilal

(bulan) dari 2 derajat, elongasi 3 derajat, dan umur bulan 8 jam menjadi

ketinggian hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Dia menjelaskan kriteria

MABIMS baru ini merupakan hasil Mazakarah Rukyah dan Takwim Islam

MABIMS pada 2016 di Malaysia yang diperkuat Seminar Internasional Fikih

20
Muhammad Ibn Muhammad Abi Hamid Al-Ghazali, Al-Wajiz Fi Fiqhi Madzhab Al-Imam Ay-
Syafi’I, Dar Al-Fikr, Beirut, 2004, Hal. 84.
21
Wahbah Al-zuhaily, Al fiqhul Al islamy Wa Adillatuhu, Juz II, Dar Al-Fikr, Damaskus, 1996, Hal.
38.

22
Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jilid I, Dar Al-Fath, Kairo, 1990, Hal. 307.

13
Falak di Jakarta yang menghasilkan Rekomendasi Jakarta tahun 2017. Oleh

karena itu, Kementerian Agama menetapkan untuk menggunakan kriteria baru

yang disepakati oleh negara-negara anggota MABIMS.

Penentuan awal puasa Ramadhan 2022 di Indonesia dilakukan melalui

sidang isbat, yang menyatukan metode hisab dan rukyat. Dalam beberapa tahun

ini, kedua metode tersebut digunakan dalam menetapkan awal Ramadan dan Idul

Fitri yang sama. Namun untuk awal puasa Ramadan 2022 dan Idul Fitri

kemungkinan ada perbedaan. Hal ini terkait dengan perubahan penetapan kriteria

hilal hasil kesepakatan Menteri Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan

Singapura (MABIMS) pada 2021. "Awal Ramadan akan terjadi perbedaan.

Berdasarkan kriteria MABIMS dan nanti dibuktikan dengan rukyat, maka 1

Ramadan kemungkinan jatuh pada Minggu (3/4/2022)," ujar peneliti astronomi

BRIN Prof Thomas Djamaluddin pada Webinar Penentuan 1 Ramadhan 1443 H

dan Khazanah Kalender Nusantara, Kamis (24/3/2022). Dalam acara yang

disiarkan melalui channel YouTube OFFICIAL TVMUI tersebut, juga

disampaikan penentuan puasa Ramadhan 2022 dengan metode hisab. Perhitungan

dengan metode tersebut menetapkan awal Ramadhan adalah Sabtu (2/4/2022).

Artinya, penetapan Idul Fitri 1 Syawal 1443 H dengan metode hisab adalah pada

Senin (2/5/2022). Sedangkan Malaysia dan Singapura yang tergabung MABIMS

menetapkan Idul Fitri 2022 adalah pada Selasa (3/5/2022), berbeda satu hari

dengan metode hisab. Menurut Thomas, kriteria MABIMS didasarkan atas data

astronomi internasional. Melihat hilal dengan ketinggian dua derajat

sesungguhnya sangat sulit dan berisiko terganggu faktor lain, misal cahaya senja

14
(syafak) yang lebih terang dari hilal. Tentunya, perbedaan awal Ramadan 2022

yang bisa saja muncul tak perlu dipermasalahkan. Puasa Ramadan dan Idul Fitri

1443 H/2022 tetap bisa dilakukan dengan penuh khidmat, saling menghormati,

dan berharap ampunan serta berkah Allah swt.23

23
Dikutip dari https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5999034/kapan-puasa-ramadhan-2022-
mungkin-ada-perbedaan-antara-hisab-dan-rukyat, diakses pada tanggal 1 Mei 2022, Pukul 01:04
WIB

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan berbagai penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

perbedaan pendapat mengenai mathla' di kalangan empat mazhab terbagi menjadi

dua pendapat yaitu; Pertama pendapat mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali yang

menghendaki mathla' approach global (kesatuan mathla' untuk seluruh wilayah

Islam di muka Bumi). Kedua, pendapat mazhab Syafi'i yang menghendaki

mathla' approach parsial (adanya kesatuan mathla' untuk wilayah ditetapkannya

rukyat hilal dan juga wilayah yang berdekatan).

MABIMS merupakan pertemuan antar Menteri Agama yang meliputi

negara Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Salah satu

ketetapan yang dikeluarkan oleh MABIMS adalah terkait visibilitas hilal. Kriteria

visibilitas hilal MABIMS adalah ketinggian hilal minimal 2°, Jarak elongasi

minimal 3° dan umur bulan setelah ijtima’ lebih dari 8 jam. Kriteria inilah yang

digunakan dalam menentukan awal bulan dalam kalender hijriah versi MABIMS.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Izzuddin, Ilmu Falaq Praktis, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2012.

Departemen Agama RI, Al-Hikmah (Al-Qur’an dan Terjemahnhya), Diponegoro,

Bandung, 2010.

Farid Ruskanda, 100 Masalah Hisab dan Rukyat (telaah syari’ah, sains dan

teknologi), Gema Insani Press, Jakarta, 1996.

Hendro Setyanto, Membaca Langit, Al-Ghuraba, Jakarta Pusat, 2008.

https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5999034/kapan-puasa-ramadhan-2022-

mungkin-ada-perbedaan-antara-hisab-dan-rukyat.

Jayusman, Ilmu Falak II: Fiqih Hisab Rukyah Penentuan Awal Bulan Kamariah,

Fakultas Syari’ah IAIN Raden Intan Lampung, Bandar Lampung, 2016.

Jayusman, “Kajian Ilmu Falak Perbedaan Penentuan Awal Bulan Kanariah:

Antara Khilafiah dan Sains” Al-Maslahah Jurnal Ilmu Syari’ah, Vol. 11, No. 1,

edisi April 2015.

Kamran As’ad Irsyadi, Al-Qur’an dan Ilmu Astronomi, Cetakan I, Pustaka

Azzam, Jakarta, 2004.

Maskur A.B., Afif Muhammad dan Idrus Al-Kaff, Fiqih Lima Madzhab, Lentera,

Jakarta, 2011.

Muhammad Ibn Muhammad Abi Hamid Al-Ghazali, Al-Wajiz Fi Fiqhi Madzhab

Al-Imam Ay-Syafi’I, Dar Al-Fikr, Beirut, 2004.

17
Rohmat, Ilmu Falak II Penentuan Awal Bulan Qomariyah dan Syamsiyah, Seksi

Penerbitan Fakultas Syari’ah, Lampung, 2014.

Saufan Alfandi, Samudra Pilihan Hadits Shahih Bukhari, Sendang Ilmu, Solo,

2015.

Sayyid Sabiq, Fiqhussunnah, Alih Bahasa Mahyuddin Syaf, Fikih Sunnah,

Cetakan Pertama, Jilid 3, Al-Ma’arif, Bandung, 1978.

Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jilid I, Dar Al-Fath, Kairo, 1990.

Wahbah Al-zuhaily, Al fiqhul Al islamy Wa Adillatuhu, Juz II, Dar Al-Fikr,

Damaskus, 1996.

18

Anda mungkin juga menyukai