NIM : 126407203042
PRODI : Studi Qur’an dan Hadits
Jurusan : Pariwisata Syariah
Dosen Pembimbing : Muh. Habibulloh, M.Pd.I
“JAWAB”
1. Ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan “ Pariwisata syari’ah” atau perjalanan, dan gunakan
metode tafsir maudhu’i untuk menafsirinya yaitu
➢ QS. Al-Baqarah 2: Ayat 184
َط َّوعَ َطعَا ُم مِ ْس ِكيْن ۗ فَ َم ْن ت َ ع ٰلى َسفَر فَ ِعدَّة ِم ْن اَيَّا م اُخ ََر ۗ َو
َ علَى الَّ ِذيْنَ يُطِ ْيقُ ْونَه فِدْيَة َ اَيَّا ًما َّم ْعد ُْو ٰدت ۗ فَ َم ْن كَا نَ مِ ْنكُ ْم َّم ِر ْيضًا اَ ْو
َ َ ُ ْ ُ ْ ُ َّ
َص ْو ُم ْوا َخيْر لـک ْم اِن كنت ْم ت ْعل ُم ْون َ ْ َ َّ َ
ُ َخي ًْرا ف ُه َو َخيْر له ۗ َوا ن ت
“(yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan
(lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada
hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu
memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan
kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.”
➢ QS. Al-Baqarah 2: Ayat 185
َص ْمهُ ۗ َو َم ْن کَان ُ ِي ا ُ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُرْ ٰا نُ هُدًى لِلنَّا ِس َو بَيِ ٰنت مِنَ ْال ُه ٰدى َوا ْلفُرْ قَا ِن ۚ فَ َم ْن َش ِهدَ مِ ْنكُ ُم ال َّش ْه َر ف َْليَـ
ْ ضا نَ الَّذَ َش ْه ُر َر َم
على َما ٰ َ ّللا ُ ْ ُ ْ ُ ْ ْ
َ ٰ ّللا بِکُ ُم اليُس َْر َو َل ي ُِر ْيدُ بِکُ ُم العُس َْر ۖ َو ِلتکمِ لوا ال ِعدَّةَ َو ِلتکَبِ ُروا ُ
ُ ٰ ُعلى َسفَر فَ ِعدَّة م ِْن اَيَّا م اخ ََر ۗ ي ُِر ْيد ٰ َ َم ِر ْيضًا اَ ْو
ََه ٰدٮكُ ْم َولَ َعلَّکُ ْم تَ ْشكُ ُر ْون
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang
benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu ada di bulan itu, maka
berpuasalah. Dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib
menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah
menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah
kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan
kepadamu, agar kamu bersyukur.”
➢ QS. An-Nisa’ 4: Ayat 46
ط ْعنًاَ غي َْر ُم ْس َمع َّو َرا ِعنَا لَـيًّا بِا َ ْلسِ نَتِ ِه ْم َو َ ص ْينَا َوا ْس َم ْعَ ع َ ضعِه َو يَقُ ْولُ ْونَ َسمِ ْعنَا َو َ مِنَ الَّ ِذيْنَ هَا د ُْوا يُ َح ِرفُ ْونَ ْالـ َكل َِم
ِ ع ْن َّم َوا
ّللا ِبكُ ْف ِر ِه ْم ف ََلُ ٰ ط ْعنَا َوا ْس َم ْع َوا ْنظُرْ نَا لَـ َكا نَ َخي ًْرا لَّ ُه ْم َواَ ْق َو َم ۙ َو ٰلـك ِْن لَّ َعنَ ُه ُم
َ َالدي ِْن ۗ َولَ ْو اَنَّ ُه ْم قَا لُ ْوا َسمِ ْعنَا َوا
ِ ي ْ ِف
يُؤْ مِ ن ُْونَ ا َِّل قَ ِلي ًْل
“(Yaitu) di antara orang Yahudi, yang mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Dan
mereka berkata, Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan (mereka
mengatakan pula), Dengarlah, sedang (engkau Muhammad sebenarnya) tidak mendengar apa
pun. Dan (mereka mengatakan), Ra‘ina, dengan memutarbalikkan lidahnya dan mencela
agama. Sekiranya mereka mengatakan, Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan
perhatikanlah kami, tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, tetapi Allah melaknat
mereka karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali sedikit sekali.”
• Dalam beberapa surat dan ayat di atas terdapat kata “Al-Safar” : (Perjalanan),
Dijelaskan tentang keadaan orang yang sedang dalam musafir atau perjalanan diberikan
kemudahan dan keringanan dalam ibadah, seperti menjama’ dan mengqasar Shalat
begitu juga di bolehkan berbuka bagi yang berpuasa.
2. Hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an, Al-Qur’an dan Hadits sebagai
pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara satu dengan yang lainnya tidak
dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan. Penetapan Hadits sebagai sumber kedua
ditunjukkan oleh tiga hal, yaitu Al Qur’an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal
sehat (ma`qul). Al Qur’an menunjuk nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada
manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti,
bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani kaum muslimin sejak masa sahabat sampai
hari ini telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang
berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan hadis sebagai sumber hukum diperkuat
pula dengan kenyataan bahwa Al-Qur’an, hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk
umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam
kehidupan manusia. Karena itu, keabsahan hadis sebagai sumber kedua secara logika dapat
diterima. Al-Qur’an dan Hadits merupakan dua sumber hukum syariat Islam yang tetap, Al-
Qur’an dan hadis merupakan rujukan yang pasti dan tetap bagi segala macam perselisihan yang
timbul di kalangan umat Islam.
3. Tradisi penulisan hadis telah terjadi dari masa Nabi. Para sahabat menerima hadis dari Nabi
kemudian mencatat apa yang telah dikatakan oleh Nabi. Namun jumlah sahabat yang bisa
menulis masih sangat sedikit, sehingga materi hadis yang tercatat pun terbatas. Selain itu juga
perhatian para sahabat yang masih bertumpu pada pemeliharaan al-Qur’an, menjadikan catatan
hadis hanya tersebar pada sahifah sahabat. Cara periwayat dalam memperoleh dan
menyampaikan hadis mengalami perbedaan antara masa Nabi dengan masa Khulafa’ al-
Rasyidin. Begitu juga periwayatan hadis pada masa sahabat tidak sama dengan periwayatan
hadis pada masa sesudahnya. Periwayatan hadis pada masa Nabi lebih terbebas karena
ketiadaan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Karena pada masa Nabi tidak ada bukti yang pasti
tentang telah terjadinya pemalsuan hadis, dan juga masa Nabi lebih mudah dalam melakukan
pemeriksaan sekiranya ada hadis yang diragukan keshahihannya. Pada masa Khulafa’ al-
rasyidin terjadi penyederhanaan periwayatan hadis, dimana periwayat yang ingin
meriwayatkan hadis harus melakukan sumpah ataupun menghadirkan saksi jika hadis yang
ditulis adalah benar dari Nabi. Sedangkan untuk masa Tabi’in dan Tabi’i al-Tabi’in telah terjadi
penghimpunan hadis, meskipun masih ada percampuran antara hadis Nabi, perkataan sahabat
dan fatwa Tabi’in. Barulah ketika Khalifah Umar ibn Abdul Aziz menjadi khalifah, hadis mulai
mengalami pengkodifikasian.
5. Setidaknya terdapat sekurangnya 3 syarat untuk menjadi seorang muhaddis menurut Imam
Ibnu Hajr al Asyqolani Asy Syafi‟ie, diantaranya:
➢ Masyhur dalam menuntut ilmu hadits dan mengambil riwayat dari mulut para ulama,
bukan dari kitab-kitab hadits saja. Artinya harus memahami hadis secara langsung
melalui para perawinya tapi tidak sekedar menyimak saja melainkan juga memiliki ilmu
mengenai jarh dan ta‟dil para perawinya, dan tidak hanya sebatas meriwayatkan.
➢ Mengetahui dengan jelas Thabaqat generasi periwayat dan kedudukan mereka. Artinya
memahami kumpulan biografi para tokoh perawi dalam lapisan generasinya.
➢ Mengetahui Jarah dan ta`dil dari setiap periwayat, dan mengenal mana hadits yang
shahih atau yang Dhaif, sehingga apa yang dia ketahui lebih banyak dari pada yang
tidak diketahuinya, juga menghapal banyak matan haditsnya.
6. Macam-macam Pembagian:
A. Pembagian Hadis berdasarkan Jumlah Periwayat:
Hadits ditinjau dari segi jumlah rawi atau banyak sedikitnya perawi yang menjadi sumber
berita, maka dalam hal ini pada garis besarnya hadits dibagi menjadi dua macam, yakni:
➢ Hadits Mutawatir
Kata mutawatir Menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau berturut-turut
antara satu dengan yang lain. Sedangkan menurut istilah ialah Suatu hasil hadis tanggapan
pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan mustahil
mereka berkumpul dan bersepakat untuk dusta.
Pembagian Hadits Mutawatir: Hadits Mutawatir Lafzi Hadits yang lafad-lafad para perawi itu
sama, baik hukum maupun mananya, Hadits Mutawatir Ma’nawy Hadis yang berlainan bunyi
lafaz dan maknanya, tetapi dapat diambil dari kesimpulannya atau satu makna yang umum,
Hadits Mutawatir Amaly Sesuatu yang mudah dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama
dan telah mutawatir di antara kaum muslimin bahwa Nabi melakukannya atau memerintahkan
untuk melakukannya atau serupa dengan itu.
➢ Hadis Ahad
Menurut Istilah ahli hadis, pengertian hadis ahad ialah hadits yang tidak berkumpul padanya
syarat-syarat mutawatir.
Pembagian Hadits Ahad: • Hadits Masyhur hadits yang di riwayatkan oleh tiga orang atau
lebih, serta belum mencapai derajat Mutawatir, Hadits ‘Azis Hadits yang diriwayatkan oleh
dua orang, walaupun dua orang rawi tersebut terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian
setelah itu, orang-orang pada meriwayatkannya, Hadits gharib Hadits yang dalam sanadnya
terdapat seorang yang menyendiri dalam meriwayatkan, di mana saja penyendirian dalam
sanad itu terjadi.
B. Dari Segi Kualitas Sanad dan Matannya
Para ulama membagi hadis ahad dalam tiga tingkatan, yaitu hadits sahih, hadits hasan, dan
hadis daif. Pada umumnya para ulama tidak mengemukakan, jumlah rawi, keadaan rawi, dan
keadaan matan dalam menentukan pembagian hadis-hadis tersebut menjadi hadis sahih, hasan,
dan daif.
a. Hadits Sahih
Hadits Sahih adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil, sempurna ingatan,
sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak janggal.
Hadits shahih terbagi kepada dua bagian:
➢ Shahih li-dzatihi
Hadits yang sanadnya bersambung-sambung, diriwayatkan oleh orang yang adil, sempurna
hafalannya dari orang yang sekualitas dengannya hingga akhir sanad, tidak janggal dan tidak
mengandung cacat yang parah.
➢ Shahih li-ghairih
Hadits yang keadaan rawi-rawinya kurang hafidh dan dhabith tetapi mereka masih terkenal
orang yang jujur, hingga karenanya berderajat hasan, lalu didapati padanya dari jalan lain yang
serupa atau lebih kuat, hal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang menimpanya itu.
b. Hadis Hasan
Hadits Hasan adalah hadits yang dinukilkan oleh orang yang yang adil yang kurang sedikit
kedhobitannya, bersambung-sambung sanadnya sampai kepada nabi SAW. Dan tidak
mempunyai ‘Illat serta syadz.
Menutut Ibnu Shalah, hadits hasan itu dapat dibagi menjadi dua:
➢ Hasan li-dzatihi
Berita Hadits yang terkenal para perawinya tentang kejujuran dan amanahnya tetapi hafalan
dan keteguhan hafalannya tidak mencapai derajat para perawi hadits shahih.
➢ Hasan li-ghairih
Hadits yang sanadnya tidak sepi dari seorang yang tidak jelas perilakunya atau kurang baik
hafalannya dan lain-lainnya.
c. Hadis Daif
Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak
menghimpun sifat-sifat hadis hasan
C. Dari Segi Kedudukan Dalam Hujjah
Hadis ahad ahad ditinjau dari segi dapat diterima atau tidaknya terbagi menjadi 2 (dua) macam
yaitu hadis maqbul dan hadis mardud.
a. Hadis Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima, yang dibenarkan. Sedangkan
menurut urf Muhaditsin hadis Maqbul ialah Hadis yang menunjuki suatu keterangan bahwa
Nabi Muhammad SAW menyabdakannya.
Jumhur ulama berpendapat bahwa hadis maqbul ini wajib diterima. Sedangkan yang temasuk
dalam kategori hadis maqbul adalah:
➢ Hadis sahih, baik yang lizatihi maupun yang ligairihi
➢ Hadis hasan baik yang lizatihi maupun yang ligairihi.
b. Hadis Mardud
Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang tidak diterima. Sedangkan menurut urf
Muhaddisin, hadis mardud ialah Hadis yang tidak menunjuki keterangan yang kuat akan
adanya dan tidak menunjuki keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi adanya dengan
ketidakadaannya bersamaan. Jadi, hadis mardud adalah semua hadis yang telah dihukumi daif.
D. Dari Segi Tempat penyandarannya
Ditinjau dari segi kepada siapa berita itu disandarkan, apakah disandarkan pada Allah, Nabi
SAW., sahabat ataukah disandarkan kepada yang lainnya, maka hadits itu dapat dibagi
menjadi:
a. Hadis Qudsi
Yang disebut hadits Qudts –Qudsy atau hadits- Rabbany atau hawadits-lahi, ialah sesuatu yang
dikabarkan Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham , yang kemudian Nabi
menyampaikan makna dari ilham tersebut dengan ungkapan kata beliau.
b. Hadits Marfu’
Hadits Marfu’ adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa perkataan,
perbuatan atau semacam itu, baik sanadnya itu bersambung ataupun sanadnya itu terputus.
c. Hadits Mauquf
Hadits Mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan atau semacam itu, baik sanadnya itu bersambung ataupun sanadnya itu terputus.
d. Hadits Maqtu’
Hadits Maqtu’ adalah yang disandarkan kepada tabi’in dan tabi’ut tabi’i serta orang yang
sesudahnya, baik berupa perkataan, perbuatan atau lainnya.
8. Al-Qur’an semenjak pertama kali diturunkan, sekarang dan di masa yang mendatang, selalu
menjadi sumber rujukan dan inspirasi dakwah karena Al-Qur’an adalah pedoman setiap
seorang muslim, pernyataan itu diperkuat beberapa bukti dan argumentasi, baik secara normatif
atau secara empirik, sebagai berikut:
➢ Keberadaan al-qur’an sebagai wahyu atau firman Allah (kallamullah) mempunyai
identitas mutlak dan universal sehingga nilai-nilai kelakuannya tidak terbatas dimensi
waktu (dulu, sekarang, dan yang akan datang ) dan dimensi ruang dan tempat (di sana
di sini dan di situ) hal ini di kenal dengan proposisi yang menyebutkan.
➢ Kandungannya banyak memuat pesan moral tentang dakwah, yakni upaya seruan,
ajakan, bimbingan, dan arahan menuju ashshirath al mustaqim (din al Islam.
➢ Al-qur’an secara khusus banyak memuat pesan moral tentang dakwah, yakni upaya
seruan, ajakan, bimbingan, dan arahan menuju ash shirath al mustaqim (din al –islam).
➢ Al-qur’an secara khusus banyak memuat dan memperkenalkan istilah-istilah dakwah.
➢ Secara eksplisit, term dakwah dalam al-qur’an ada yang diungkapkan dalam perintah
(amr).
➢ Telah terbukti dalam sejarah, alquran mampu memotivasi dan ispirasi perubahan
sebuah peradaban manusia dari kondisi jahiliyah (zulumat) menuju kehidupan keterang
benderangan (an-nur). Yuhriju hum min ash zhulumat ila nur.
➢ Al-qur’an melahirkan sebuah ajaran, pranata sosial, kebudayaan, dan peradaban baru.
➢ AL-Quran sebagai pedoman dan petunjuk berdasar pada
QS. Al-Baqarah 2: Ayat 2
َ ۙ ٰذلِكَ ْال ِك ٰتبُ َل َري
َْب ۛ فِ ْي ِه ۛ هُدًى ل ِْل ُمتَّ ِقيْن
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa,”
QS. Fussilat 41: Ayat 44
َع َربِي ۗ ُقلْ ه َُو ِللَّ ِذيْنَ ٰا َمن ُْوا هُدًى َوشِ فَآء ۗ َو الَّ ِذيْنَ َل يُؤْ مِ ن ُْون َ ْع َجمِي َّو٣َصلَتْ ٰا ٰيتُه ۗ َءا
ِ َُولَ ْو َج َع ْل ٰنهُ قُرْ ٰا نًا اَ ْع َجمِ يًّا لَّقَا لُ ْوا لَ ْو َل ف
ْ َولئِكَ يُنَا د َْون
مِن َّمكَا ن بَ ِعيْد ٓ ٰ ُ ع ًمى ۗ ا َ ي ٰاذَا نِ ِه ْم َو ْقر َّوه َُو
َ علَ ْي ِه ْم ْ ِف
“Dan sekiranya Al-Qur’an Kami jadikan sebagai bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab
niscaya mereka mengatakan, Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya? Apakah patut (Al-
Qur’an) dalam bahasa selain bahasa Arab sedang (Rasul), orang Arab? Katakanlah, Al-Qur’an
adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak
beriman pada telinga mereka ada sumbatan, dan (Al-Qur’an) itu merupakan kegelapan bagi
mereka. Mereka itu (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh.”
Pendahuluan
Indonesia memiliki anugerah sebagai negara dengan potensi alam yang memikat. Karakter
budaya masyarakat dari Sabang sampai Merauke juga menjadi daya tarik yang memukau bagi
pelancong dari negara-negara lain. Faktor ini yang kerap menjadi daya jual pariwisata
Indonesia dimata dunia. Sadar akan potensi ini, pemerintah pun memberikan perhatian yang
besar. Presiden Joko Widodo telah menetapkan pariwisata sebagai leading sector
perekonomian bangsa. Ini berarti pemerintah dan seluruh elemen masyarakat wajib bekerja
sama. Sektor pariwisata di 2019 ditargetkan menyumbang 20 miliar dolar AS dari 20 juta
kunjungan wisatawan manca negara, sehingga dapat diandalkan menjadi penyumbang bagi
Neraca transaksi berjalan. 1 Industri pariwisata yang berkembang baik akan membuka
1Gerai Info, Mendulang Devisa Melalui Pariwisata, (Jakarta: Departemen Komunikasi Bank Indonesia, 2018), h.
3-4.
kesempatan terciptanya peluang usaha, kesempatan berwiraswasta, serta terbukanya lapangan
kerja yang cukup luas bagi masyarakat setempat, bahkan masyarakat dari luar daerah.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah bersama Kementerian Pariwisata dan ekonomi kreatif
terus berupaya merumuskan kebijakan-kebijakan sebagai stimulus pariwisata guna mendorong
Pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kepedulian dan komitmen, serta peran pemerintah dalam
upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat dibidang kepariwisataan telah diatur dan tertuang
dalam UU No.10 Tahun 2009 pengganti UU No.9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan yang
menyebutkan bahwa dampak yang diakibatkan dari pengembangan kepariwisataan berupa
peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran,
serta pelestarian lingkungan. 2
َ ٰ َّع ٰلى قَ ْوم َحتٰى يُغ َِي ُر ْوا َما ِبا َ ْنفُسِ ِه ْم ۙ َواَ ن
ّللا َسمِ يْع ع َع ِليْم َ ٰ َّٰذلِكَ ِبا َ ن
َ ّللا لَ ْم َيكُ ُمغ َِي ًرا نِـ ْع َمةً اَ ْن َع َم َها
“Yang demikian itu karena sesungguhnya Allah tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah
diberikan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa yang ada pada diri mereka
sendiri. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui,”
Daerah kawasan Pulau Indonesia banyak memiliki objek wisata yang mampu menarik minat
para wisatawan dengan hamparan indah pulau-pulau eksotik yang memiliki ragam potensi dan
keindahannya. Dengan adanya pengembangan pariwisata sangat berdampak positif, baik pada
masyarakat yang dapat terberdayakan dan juga dapat menumbuhkan perekonomian daerah.
2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009, Bab II, Pasal 4.
3 I Gusti Bagus Rai Utama, Pengantar Industri Pariwisata, (Yogyakarta: Deepublish
2014), h. 17
4 Adib Susilo, “Model Pemberdayaan Masyarakat Perspektif Islam”, Jurnal Ekonomi Syariah, Vol. 1, No. 2,
PENUTUP
KESIMPULAN
Indonesia memiliki anugerah sebagai negara dengan potensi alam yang memikat. Karakter
budaya masyarakat dari Sabang sampai Merauke juga menjadi daya tarik yang memukau bagi
pelancong dari negara-negara lain. Dengan adanya pengembangan pariwisata sangat
berdampak positif, baik pada masyarakat yang dapat terberdayakan dan juga dapat
menumbuhkan perekonomian daerah.
Menurut Ekonomi Islam, Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat telah diterapkan oleh
Rasulullah SAW. Beliau memberikan contoh terkait prinsip keadilan, persamaan dan
partisipasi di tengah-tengah masyarakat.
Dengan adanya dorongan pemerintah seperti sosialisi dan pelatihan, masyarakat mulai sadar
dan ikut terlibat dalam pengembangan pariwisata daerah. Keterlibatan masyarakat dalam
mengelola daerah wisata telah banyak memberikan pengaruh bagi masyarakat. Masyarakat
dapat memiliki berbagai pekerjaan dibidang pariwisata dan bisa membuka wisata kuliner,
membuka kios oleh-oleh, jualan pernak pernik atau aksesoris di daerah wisata, dll. Jadi dapat
5Anak Agung Istri Andriyani, et. Al., “Pemberdayaan Masyrakat Melalui Pengembangan Desa Wisata dan
Implikasinyav terhadap Ketahanan Sosial dan Budaya”, Jurnal Ketahanan Nasional, Vol. 23, No. 1, (Yogyakarta:
2017), h.3.
terlihat bahwa salah satu dampak adanya pemberdayaan ekonomi masyarakat yaitu
penghasilan atau pendapatan yang meningkat.
Tujuan pembangunan kepariwisataan melalui pemberdayaan masyarakat dapat terwujud
apabila pembangunan tersebut bukan hanya pembangunan ekonomi semata, tetapi
pembangunan yang bersifat sosial dan budaya.
SARAN
Pemerintah diharapkan dapat terus mengembangkan ide atau gagasan untuk pengembangan
objek wisata serta dapat terus mensosialisasikan dan mengajak masyarakat setempat untuk
sadar wisata dan dapat ikut serta dalam pengembangan pengelolaan wisata yang dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Al Hasan, Fahadil Amin. “Penyelenggara Pariwisata Halal di Indonesia”, Jurnal Ilmu Syariah
dan Hukum, Vol. 2, No. 1, Surakarta: 2017
Arif, Muhammad. Filsafat Ekonomi Islam, Medan: FEBI UIN-SU Press, 2018
Darto. “Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Pengembangan Desa Wisata”, Majalah
Ilmiah UNIKOM, Vol. 15, No. 1, Jawa Barat: Universitas Padjadjaran
Andriyani, Anak Agung Istri et. Al. “Pemberdayaan Masyrakat Melalui Pengembangan Desa
Wisata dan Implikasinyav terhadap Ketahanan Sosial dan Budaya”, Jurnal Ketahanan
Nasional, Vol. 23, No. 1, Yogyakarta: 2017
Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: PT. Kumudasmoro Grafindo
Semarang, 1994
Simanjuntak, Bungaran Antonius et. Al. Sejarah Pariwisata Menuju Perkembangan
Pariwisata Indonesia, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2017
Susilo, Adib. “Model Pemberdayaan Masyarakat Perspektif Islam”, Jurnal Ekonomi Syariah,
Vol. 1, No. 2, Gontor: Agustus, 2016
BIODATA