Disusun oleh :
Latifatun Sholiqa Pranandari 2100005257
Rizky Oktaviano 2100005269
Atiqoh Zuliefa Pratiwi 2100005274
Khairil Fikri Zaini 1900005359
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Muhammad bin Ibrahim,’at-taimiyyu, sesungguhnya ia mendengar bahwa
‘aqamah bin waqash al-laitsiyya berkata, ‘telah mendengar dari umar bin al-
khathtab r.a, berkata, aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda;
4 Agus sholahuddin, Agus Suyadi, Ulumul Hadits, (Bandung:Cv. Pustaka Setia,2009). hlm.
97
3
An-Nawawi dalam kitab al-Tahdzîb mengatakan bahwa ilmu (hadis) ini
senantiasa dipelihara oleh orang-orang yang adil dan pada setiap masa akan ada
segolongan orang yang adil yang mendukung hadis dan menolak segala
perubahan-perubahan yang disisipkan orang ke dalamnya. Bahkan ats-Tsauri
menganggap isnâd merupakan alat yang paling menentukan dalam menunjukkan
kemurnian hadis. Beliau berkata:
اإلسناد سالح المؤمن فإذا لم يكن معه سالح فبأي سالح يقاتل
Artinya : “Isnâd dapat diumpamakan dengan pedangnya orang beriman. Apabila
tidak memiliki pedang, dengan senjata apakah ia akan membunuh”.
Oleh karena itu, kurang lengkaplah apabila seseorang yang mempelajari
hadis tanpa mempelajari sanadnya. Asy-Syafi’i mengatakan bahwa mempelajari
isnâd adalah sangat penting. Karena itu, seorang yang mempelajari hadis tanpa
mempelajari isnâd diibaratkan seperti seorang pencari kayu bakar pada malam
hari ([)مثل الذي يطلب الحديث بال حديث كمثل حطب ليل5]
2. Musnid
Musnid, sebagaimana pendapat Jamaluddin Al-Qosimi adalah
ردeeه إال مجeeه أو ليس لeeده علم بeeان عنeeواء كeeناده سee((بكسر النون)) هو من يروي الحديث بإس المسند أن
روايته
5 Hasbi Ash-Shiddiqie, 1965. Sejarah dan Pengantar Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, hlm 37
4
yang tidak diketahuinya. Sedangkan al-hakim menurut sebagaian ulama adalah
seseorang yang menguasai mayoritas hadits riwayah dan diroyah.
3. Musnad
Adapun definisi musnad secara etimologi adalah isim maful dari sanada
yang bermakna menyandarkan sesuatu. Sedangkan secara terminlogi adalah,
الذي اتصل سنده إلى رسول هللا:المسند
ندeeه مسee ومن،ولeeة للرسeeحابة مرفوعeeماء الصeeب أسeeاديث على حسee كتاب الحديث الذي يرتب االح:المسند
االمام أحمد
Pertama bermakna hadits yang sanadnya bersambung sampai Rasul saw.
Kedua, berarti nama satu kitab hadits yang ditulis berdasarkan tartib nama-nama
para sahabat rawi hadits, seperi kitab Musnad Imam Ahmad.[6]
6 Hasbi Ash-Shiddiqie, 1965. Sejarah dan Pengantar Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, hlm 37
5
Para ulama seperti Imam An-Nawawi dan Ibnu-Ash Shalah tidak
membenarkan menilai suatu (sanad) hadist dengan ashahhu al-asnaid, atau menilai
suatu (matan) hadist dengan ashahhu al-asnaid, secara mutlak, yakni tanpa
menyandarkan pada hal yang mutlak.[7]
Penilaian ashahhu al-asnaid ini hendaklah secara muqayyad. Artinya
dikhususkan kepada sahabat tertentu, misalnya ashahhu al-asnaid dari Abu
Hurairah r.a atau dikhususkan kepada penduduk daerah tertentu, misalnya
ashahhu al-asnaid dari penduduk Madinah, atau dikhususkan dalam masalah
tertentu, jika hendak menilai matan suatu hadist, misalnya ashahhu al-asanid
dalam bab wudhu atau masalah mengangkat tangan dalam berdo’a.
Contoh Ashahhu Al-Sanaid yang Muqayyad tersebut adalah:
1. Sahabat tertentu, yaitu:
a.Umar Ibnu Al-Khathab r.a, yaitu yang diriwayatkan oleh, Ibnu Syihab Az-
Zuhri dari Salim bin Abdullah bin Umar, dari ayahnya (Abdullah bin Umar), dari
kakeknya (Umar bin Khathab).
b.Ibnu Umar r.a adalah yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi’ dari Ibnu Umar
r.a
c. Abu Hurairah r.a, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri dari Ibnu
Al-Musayyab dari Abu Hurairah r.a.
2.Penduduk kota tertentu, yaitu:
a.Kota Mekkah, yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Amru bin Dinar
dari Jabir bin Abdullah r.a.
b.Kota Madinah, yaitu yang diriwayatkan oleh Isma’il bin Abi Hakim dari Abidah
bin Abi Sufyan dari Abu Hurairah r.a Hakim dari Abidah bin Abi Sufyan dari
Abu Hurairah r.a.
Contoh Ashahhu Al-Asnaid yang Mutlak, seperti:
1. Jika menurut Imam Bukhari, yaitu Malik, Nafi’, dan Ibnu Umar r.a.
2. Jika menurut Ahmad bin Hanbal, yaitu Az-Zuhri, Salim bin Abdillah, dan
ayahnya (Abdillah bin Umar)
3. Jika menurut Imam An-Nasa’i, yaitu Ubaidillah Ibnu Abbas dan Umar bin
7 Solahudin & Agus Suyadi.Ulumul Hadist. (Pustaka Setia, Bandung : 2009) hal 89-97
6
Khathab r.a.[8]
2) Ahsanu Al-Asanid
Hadist yang bersanad ashahhu al-asanid lebih rendah derajatnya dari pada
yang bersanad ashahhu al-asanid.
Ahsanu al-asanid itu antara lain bila hadist tersebut bersanad:
1.Bahaz bin Hakim dari ayahnya (Hakim bin Mu’awiyah) dari kakeknya
(Mu’awiyah bin Haidah).
2. Amru bin Syuaib dari ayahnya (Syua’ib bin Muhammad) dari kakeknya
(Muhammad bin Abdillah bin ‘Amr bin ‘Ash)
3) Adh’afu Al-Asanid
Rangkaian sanad yang paling derajatnya disebut adn’afu al-asanid atau auha al-
asanid.
Rangkaian sanad yang adh’afu al-asanid yaitu :
1. Yang muqayyad kepada sahabat :
a.Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a.. yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Shadaqah bin
Musa dari Abi ya’qub Farqad bin Ya’qub dari Murrah Ath-Thayyib dari Abu
Bakar r.a.
b.Abu Thalib (ahli al-bait) r.a., yaitu hadist yang diriwayatkan oleh ‘amru bin
syamir al-ju’fi dari jabir bin yazid dari harits al-a’war dari ‘ali bin Abi Thalib r.a.
c.Abu hurairah r.a., yaitu adist yang diriwayatkan oleh As-Sariyyu bin Isma’il dari
Dawud bin Yazid dari ayahnya (Yazid) dari Abu Hurairah r.a.
2.Yang Muqayyad kepada penduduk
a.Kota Yaman, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh hafs bin ‘umar dari Al-Hakam
bin Aban dari ‘Ikrimah dari Ibnu abbas r.a.
b.Kota Mesir, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Muhammad bin Al-
Hajjaj ibnu Rusydi dari ayahnya dari kakeknya dari Qurrah bin ‘Abdurrahman
dari setiap orang yang memberikan hadist kepadanya.
c.Kota Syam, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Qais dari
Ubaidillah bin Zahr dari ‘Ali bin Zaid dari Al-Qasim dari Abu Umamah r.a.
8 Solahudin & Agus Suyadi.Ulumul Hadist. (Pustaka Setia, Bandung : 2009) hal 89-97
7
2.5 Jenis-Jenis Sanad Hadist
A.Sanad ‘Aliy
Adalah jumlah sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit jika dibandingkan
dengan sanad lain. Hadist dengan sanad yang jumlah rawinya lebih sedikit akan
tertolak dengan sanad ang sama jika jumlah rawinya lebih banyak. Sanad ‘aliy ini
dibagi menjadi dua bagian, yaitu sanad yang mutlak dan sanad yang nisbi atau
relatif.
1. Sanad ‘aliy yang bersifat mutlak adalah sebuah sanad yang jumlah rawinya
hingga sampai kepada Rasulullah lebih sedikit jika dibandingkan dengan sanad
yang lain. Jika sanad tersebut shahih, sanad itu menempati tingkatan tertinggi dari
jenis sanad ‘Aliy.
2.Sanad ‘Aliy yang bersifat nisbi adalah sebuah sanad yang jumlah rawi
didalamnya lebih sedikit jika dibandingkan dengan para iamm ahli hadist, seperti
Syu’bah, Al-a’masy, ibnu juraij, ats Tsauri, malik, as-syafi’i, bukhari dan muslim.
Meskipun jumlah rawinya setelah mereka hingga sampai kepada Rasulullah lebih
bnayak.
B.Sanad Nazil
Sanad Nazil adalah sebuah sanad jumlah rawinya lebih bnayak jika
dibandingkan dengan sanad yang lain. Hadist dengan sanad yang lebih banyak
akan bertolak dengan sanad yang sama jika jumlah rawinya lebih sedikit.[9]
9 Solahudin & Agus Suyadi.Ulumul Hadist. (Pustaka Setia, Bandung : 2009) hal 89-97
8
1. Hadits Marfu’ adalah hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi
Muhammad SAW (contoh:hadits sebelumnya)
2. Hadits Mauquf adalah hadits yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi
tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang
menunjukkan derajat marfu’. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara’id (hukum
waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair
mengatakan: “Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah”. Namun jika ekspresi
yang digunakan sahabat seperti “Kami diperintahkan..”, “Kami dilarang untuk…”,
“Kami terbiasa… jika sedang bersama rasulullah” maka derajat hadits tersebut
tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu’.
1. Hadits Maqtu’ adalah hadits yang sanadnya berujung pada para Tabi’in
(penerus). Contoh hadits ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam
pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: “Pengetahuan ini (hadits)
adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu”.
Keaslian hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada
beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun
klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan
dan tindakan Rasulullah SAW dari ucapan para sahabat maupun tabi’in dimana
hal ini sangat membantu dalam area perdebatan dalam fikih (Suhaib Hasan,
Science of Hadits).[10]
B. Berdasarkan Keutuhan Rantai / Lapisan Sanad
Berdasarkan klasifikasi ini hadits terbagi menjadi beberapa golongan
yakni Musnad, Munqati’, Mu’allaq, Mu’dal dan Mursal.Keutuhan rantai sanad
maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu
dan kondisi untuk mendengar dari penutur diatasnya.
Ilustrasi Sanad : Pencatat Hadits > penutur 4> penutur 3 > penutur 2 (tabi’in) >
penutur 1(Para sahabat) > Rasulullah SAW
2.7. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadist dan Penentuan
Kualitas Hadist
A. Peranan Sanad dalam Pendokumentasian Hadits
10 Solahudin & Agus Suyadi.Ulumul Hadist. (Pustaka Setia, Bandung : 2009) hal 89-97
9
1. Untuk pengamanan atau pemeliharaan matan Hadis.
Sanad Hadits dilihat dari sudut rangkaian atau silsilahnya terbagi kepada
beberapa thabaqah atau tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut menunjukkan
urutan generasi demi generasi yang antara satu dengan yang lainnya bertautan
atau bersambung.[11]
Hadits-hadits Rasulullah SAW yang berada sepenuhnya ditangan mereka
diterima dan disampaikan (secara umum) melalui dua cara, yaitu lisan dan tulisan.
Cara yang pertama merupakan cara yang utama ditempuh oleh para ulama ahli
Hadis dalam kapasitasnya sebagai sanad Hadis. Hal ini karena dalam tradisi sastra
pra-Islam, masyarakat Arab telah terbiasa dengan budaya hafal, yang
dilakukannya sejak nenek moyang mereka. Dengan kegiatan ini maka tradisi lama
yang cukup positif itu menjadi tetap terpelihara dan dimanfaatkan untuk
kepentingan pemeliharaan ajaran Islam.
Upaya mengembangkan daya hafal ini semakin efektif dengan ditunjang
oleh dua potensi, yaitu kuatnya daya hafal yang mereka miliki dan semangat kerja
yang termotivasi oleh keimanan, ketaqwaan dan tanggung jawab terhadap
terpeliharanya syari’at Islam.
Cara yang kedua (cara tulisan), pada awal-awal Islam kurang berkembang
jika dibanding dengan masa-masa tabi’ al-Tabi’in, atba’ al-Tabi’in dan masa
sesudahnya. Hal ini karena ada beberapa faktor yang berkaitan dengan terbatasnya
fasilitas penunjang, di samping adanya prioritas untuk lebih mengefektifkan
penyebaran al-Qur’an. Namun demikian kegiatan tulis menulis berjalan secara
baik yang turut mendukung upaya pemeliharaan Hadis. Ini terbukti pada catatan
mereka baik yang ditulis oleh para shahabat maupun tabi’in.
Di kalangan shahabat ialah Abdullah bin Amr bin Ash, Jabir bin Abdillah,
Abu Hurairah, Abu Syah, Abu Bakar as-Shiddiq, Ibn Abbas, Abu Ayyub al-
Anshari, Abu Musa al-Asy’ari dan Anas bin Malik. Di kalangan tabi’in besar
tercatat nama-nama antara lain Ikrimah, Umar bin Abdul Aziz, Amrah binti Abd
ar-Rahman, al-Qasi, bin Muhammad bin Abi Bakar, Muhammad bin Ali bin Abi
Thalib dan Muhammad bin Abi Kabsyah al-Anshari. Kemudian pada kalangan
11 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1996, hlm 98
10
tabi’in kecil tercatat nama-nama antara lain Ibrahim bin Jarir, Ismail bin Abi
Khalid al-Ahmasi, Ayyub bin Abi Tamimah as-Sakhtayani, Tsabit bin Aslam, al-
Bannani, al-Hasan bin Yasar al-Bashri, Hushain bin Abdirrahman as-Sulami,
Hammad bin Abi Sulaiman, Zaid bin Aslam dan Zaid bin Rafi’.[12]
Tulisan-tulisan mereka ada yang berbentuk surat yang dikirimkan kepada
orang lain yang di dalamnya berisi nasihat atau pesan-pesan Rasul SAW, seperti
yang dilakukan Asid bi Hudlair al-Anshari kepada Marwan tentang peradilan
terhadap pencuri. Atau yang dilakukan oleh Jarir bin Abdillah kepada Mu’awiyah
tentang sebuah hadits yang berbunyi اس لَ ْم يَرْ َح ْمهُ هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل
َ َّ( َم ْن لَ ْم يَرْ َح ْم النsiapa yang
tidak menyayang sesama manusia niscaya Allah tidak akan menyayanginya) dan
ada yang berupa catatatan pribadi semata.[13]
2. Untuk penelitian kualitas Hadits
Bersambung atau tidaknya sanad sangat berpengaruh pada tingkat kualitas
Hadis sehingga ke-hujjah-an Hadis adakalanya bisa diterima (Maqbul) dan
adakalanya ditolak (Mardud).
Ditinjau dari segi sedikit atau banyaknya rawi yang menjadi sumber berita,
Hadis terbagi menjadi dua macam, yaitu Mutawatir dan Ahad.
B.Peranan Sanad dalam Penentuan Kualitas Hadits
Kualitas artinya mutu, nilai, tingkat, atau kadar sesuatu. Maka kualitas
hadits artinya mutu suatu hadits, atau tingkat serta nilai yang disandang oleh suatu
hadits. Berbicara soal nilai atau mutu disini dimaksudkan apakah suatu hadits itu
dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu kepastian ajaran agama atau tidak.
BAB III
PENUTUP
12 Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1996, hlm 99
13 Musnad Ahmad bin Hanbal no. 81370
11
3.1. Kesimpulan
Kata sanad atau as-sanada menurut bahasa dari kata sanada, yasnudu
yang berarti sandaran atau tempat bersandar, tempat berpegang, yang dipercaya
atau yang sah. Secara terminologis, yaitu silsilah orang-orang yang
menghubungkan kepada matan hadits. Jadi, pengertiannya yaitu jalan yang
menyampaikan matan hadits.
Kegiatan pendokumentasian hadits, terutama pengumpulan dan
penyimpanan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW, baik melalui hafalan maupun
melalui tulisan. Ini dilakukan oleh para sahabat, tabi’in, tabi’i al-tabi’in dan
mereka yang datang sesudahnya, rangkaian mereka itu disebut dengan sanad.
Status dan kualitas suatu hadisT apakah dapat diterima atau ditolak tergantung
kepada sanad dan matan hadits tersebut. Apabila syaratnya tidak terpenuhi maka
hadis tersebut ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah.
Sering dijumpai dalam kitab-kitab hadits perbedaan redaksi dari matan
suatu hadis mengenai satu masalah yang sama. Hal ini tidak lain adalah karena
terjadinya periwayatan hadits yang dilakukan secara maknanya saja (riwayat bil-
ma’na), bukan berdasarkan oleh Rasulullah.Jadi, periwayatan Hadits yang
dilakukan secara makna, adalah penyebab terjadinya perbedaan kandungan atau
redaksi matan dari suatu hadits.
3.2.Saran
DAFTAR PUSTAKA
12
http://makalahnih.blogspot.co.id/2014/09/pengertian-sanad-matan-dan-
ikhtisar.html.Di akses tanggal 17 Maret 2016, pukul 14.23
http: //wildanesia.blogspot.com/2013/09/penjelasan-dan-perbedaan-isnad-musnid-
musnad.html. Diakses tanggal 19 Maret 2016, pukul 16.25
Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadis, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1996
Jalal al-Din Abdu al-Rahman Ibn Abi Bakar as-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh
Taqrib an-Nawawi Jilid 1, Bairut, Dar al-Fikr, 1988
Mahmud at-Thahhan, Tafsir Mushthalah al-Hadits, Dar ats-Tsaqafah al-
Islamiyyah, Bairut
Solahudin Agus, Suryadi Agus. 2009. Ulumul Hadist. Bandung : Pustaka Setia
Hasbie Ash-Shiddiqie, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits. PT. Bulan Bintang
13