Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (AIK)


KONSEP PENENTUAN AWAL BULAN MENURUT MUHAMMADIYAH

DISUSUN OLEH:
AGUSTIA NENGSIH 105851101820
MUH BERKAH IBNU ARABI 10585110620
IHWANIL MUSLIMIN 105821107320
RIFKY DARMAWANSYAH SYAH 105841100520

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR


FAKULTAS TEKNIK
TAHUN AJARAN 2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................3
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................................................5
C. TUJUAN............................................................................................................................................5
BAB II...........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................6
A. PENGERTIAN DARI KONSEP PENENTUAN AWAL MENURUT MUHAMAADIYAH................................6
B. KONSEP-KONSEP PENENTUAN AWAL BULAN MENURUT MUHAMMADIYAH...................................7
C. KRITERIA AWAL BULAN MENURUT MUHAMMADIYAH....................................................................8
D. CONTOH PENERAPAN METODE HISAB DALAM PENENTUAN AWAL BULAN MENURUT
MUHAMMADIYAH.................................................................................................................................10
BAB III........................................................................................................................................................11
PENUTUP...................................................................................................................................................11
A. KESIMPULAN..................................................................................................................................11
B. SARAN............................................................................................................................................11
C. DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................12
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa sehingga tugas Makalah yang berjudul
“Konsep penentuan awal bulan menurut muhammadiyah” ini dapat kami selesaikan. Makalah ini
kami buat sebagai kewajiban untuk memenuhi tugas dari mata kuliah (AIK) Pendidikan Agama
Islam.
Dalam kesempatan ini, penulis ucapkan terimakasih yang dalam kepada semua pihak yang telah
membantu menyumbangkan ide dan pikiran demi terwujudnya makalah ini. Akhirnya saran dan
kritik pembaca yang dimaksud untuk mewujudkan kesempurnaan makalah ini penulis sangat
hargai.

Penulis

Kelompok 11
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penentuan awal bulan dalam agama Islam merupakan hal yang sangat penting karena
menentukan waktu pelaksanaan ibadah dan puasa. Awal bulan dapat ditentukan dengan dua
metode, yaitu rukyat dan hisab. Rukyat adalah metode pengamatan langsung hilal, sedangkan
hisab adalah metode perhitungan matematis berdasarkan kalender astronomi.
Sejak zaman Rasulullah SAW, penentuan awal bulan dilakukan dengan metode rukyat. Namun,
semakin sulit melihat hilal secara langsung, terutama di daerah perkotaan, menimbulkan
perbedaan pendapat dalam menentukan awal bulan antara satu wilayah dengan wilayah lain.
Untuk mengatasi perbedaan ini, Muhammadiyah, organisasi Islam terbesar di Indonesia,
memperkenalkan metode hisab sebagai alternatif dalam menentukan awal bulan.Muhammadiyah
memakai dua metode untuk menentukan awal bulan, yaitu hisab dan rukyat. Hisab merupakan
metode perhitungan matematis berdasarkan kalender astronomi, sedangkan rukyat adalah metode
pengamatan langsung hilal. Muhammadiyah menggunakan hisab sebagai metode utama dalam
menentukan awal bulan, karena dianggap memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan
dengan rukyat.
Penggunaan hisab sebagai metode penentuan awal bulan telah diakui oleh Dewan Syuro
Muhammadiyah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Metode hisab yang digunakan oleh
Muhammadiyah didasarkan pada ilmu falak atau astronomi Islam yang telah diwariskan sejak
zaman Rasulullah SAW.Dengan menggunakan metode hisab, Muhammadiyah berharap dapat
menghasilkan kepastian dalam menentukan awal bulan dan mengurangi perbedaan pendapat
antara satu wilayah dengan wilayah lain. Penentuan awal bulan yang pasti dan akurat juga akan
memudahkan umat Islam dalam mempersiapkan ibadah dan puasa, sehingga dapat dilaksanakan
dengan optimal.Muhammadiyah mendukung dengan kuat kebolehan hisab di Indonesia untuk
penentuan bulan-bulan ibadah. Dalam Musyawarah Nasional Tarjih XXVI yang berlangsung
pada tanggal 1-5 oktober 2003 M bertepatan dengan tanggal 5-6 Syakban 1424 H di Hotel
Minang Padang Sumatra Barat tahun 2003 tentang hisab dan rukyat diambil kesimpulan bahwa:
1. Hisab mempunyai fungsi dan kedudukan yang sama dengan rukyat sebagai pedoman
penetapan awal bulan Ramadan, Syawal, dan Zulhijah. 2. Hisab sebagaimana tersebut dalam
poin satu yang digunakan Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat
Muhammadiyah ialah hisab hakiki dengan kriteria wujud hilal. 6 3. Matlak yang digunakan
adalah matlak yang yang didasarkan pada wilayatul hukmi (Indonesia). 4. Apabila garis batas
wujudul hilal pada awal bulan Kamariah tersebut membelah wilayah Indonesia maka
kewenangan menetapkan awal bulan tersebut diserahkan pada kebijakan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah (Syamsul Anwar, 2007: 20). Oleh karena itu penggunaan hisab dalam penentuan
awal bulan Kamariah adalah sah dan sesuai dengan sunnah Nabi saw (Majlis Tarjih Tajdid
Muhammadiyah, 2009: 73). Dasar syar’i penggunaan hisab adalah alQur‟an surat yunus ayat 5,
‫س ِم هللاِ ال َّر ْحمٰ ِن ال َّر ِح ْي ِم‬
ْ ِ‫ب‬
‫ق هّٰللا ُ ٰذلِ َك ِإاَّل‬
َ َ‫اب َما َخل‬
َ ‫س‬ ِّ ‫ضيَا ًء َوا ْلقَ َم َر نُو ًرا َوقَد ََّرهُ َمنَا ِز َل لِتَ ْعلَ ُم ْوا َع َد َد ال‬
َ ‫سنِيْنَ َوا ْل ِح‬ ِ ‫س‬ َّ ‫ُه َو الَّ ِذي َج َع َل ال‬
َ ‫ش ْم‬
َ‫ت لِقَ ْو ٍم يَ ْعلَ ُم ْون‬
ِ ‫ص ُل اآْل يَا‬ ِّ ‫بِا ْل َح‬
ِّ َ‫ق يُف‬
Terjemahan: Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-
Nya manzilah-manzilah bagi bulan itu, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan
(waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan (tujuan) yang benar. Dia
memperinci ayat-ayat-Nya bagi orang-orang yang mengetahui. (QS. Yunus: 5)
B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian dari konsep penentuan awal bulan menurut muhammadiyah?
b. Apa saja konsep-konsep dalam metode hisab dalam penentuan awal bulan menurut
Muhammadiyah?
c. Apa Saja Kriteria awal bulan menurut muhammadiyah?
d. Apa contoh penerapan metode hisab dalam penentuan awal bulan menurut
Muhammadiyah?

C. TUJUAN
a. Untuk mengetahui Apa pengertian dari konsep penentuan awal bulan menurut
muhammadiyah
b. Untuk menjelaskan konsep-konsep dalam metode hisab dalam penentuan awal bulan
menurut Muhammadiyah
c. Untuk mengetahui Apa Saja Kriteria awal bulan menurut muhammadiyah Apa pengertian
dari konsep penentuan awal bulan menurut muhammadiyah
d. untuk mengetahui contoh penerapan metode hisab dalam penentuan awal bulan menurut
Muhammadiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DARI KONSEP PENENTUAN AWAL MENURUT
MUHAMAADIYAH
Konsep penentuan awal bulan menurut Muhammadiyah adalah metode penentuan awal bulan
dalam agama Islam yang menggunakan hisab (perhitungan matematis berdasarkan kalender
astronomi) sebagai metode utama, dengan memperhatikan ketinggian hilal dan usia hilal dalam
pengamatan rukyat (pengamatan langsung hilal) sebagai bahan pertimbangan. Penentuan awal
bulan menurut Muhammadiyah didasarkan pada ilmu falak atau astronomi Islam dan
memperhitungkan peredaran benda-benda langit seperti Matahari dan Bulan, serta posisi dan
jarak antara benda-benda langit tersebut dengan Bumi. Tujuan dari konsep penentuan awal bulan
menurut Muhammadiyah adalah untuk memberikan kepastian dan ketepatan waktu dalam
melaksanakan ibadah dan puasa bagi umat Islam.
Sebagian dari fukaha lagi mendukung dan membenarkan penggunaan hisab untuk menentukan
masuknya bulan-bulan ibadah bahkan menganggap 3 bahwa penggunaan hisab lebih utama
karena lebih menjamin akurasi dan ketepatan. Dengan kemajuan ilmu astronomi kini dapat
diperhitungkan posisi bulan yang memungkinkan rukyat dengan dasar pengamatan-pengamatan
atau observasi beberapa kali pada akhir bulan Kamariah.Oleh sebab itu, timbulah pemahaman di
kalangan ulama bahwa hisab dapat juga dijadikan sarana sebagai system penentuan awal dan
akhir Ramadan. Adapun sabda Nabi saw, mengenai Rukyat dipakai sebagai salah satu sarana,
bukan satusatunya sarana (Basith Wachid dalam M. Sholihat Subhan, 1995: 91). Pada tahap
pertama, melalui ilmu hisab, menuntut agar pelaksanaan rukyat mengenai estimasi yang lebih
efisien dan hasilnya lebih baik. Namun kemudian hisab tidak cukup kalau hanya berfungsi
sebagai pembantu dan pemandu, karena ilmu hisab yang berkembang terus-menerus dari zaman
kezaman memiliki kecenderungan ke arah semakin tingginya tingkat akurasi dan kecermatan
produknya. Terutama setelah ditemukannya alat observasi yang lebih modern, alat-alat
perhitungan yang lebih mutakhir, dan cara perhitungan yang lebih cermat. Oleh karena itu, pada
tahap berikutnya hisab menuntut untuk menjadi penentu bukan sekedar menjadi pembantu dan
pemandu. Muhammadiyah cenderung kepada pendekatan hisab yang berarti perhitungan secara
ilmiah. Sebab Muhammadiyah meyakini, demikian isyarat dari al-Qur‟an dan al-Hadis. 4
Banyak ayat al-Qur‟an menyeru kita untuk berfikir tentang pergantian siang dan malam,
pergantian bulan dan matahari, sebagai tanda-tanda orang yang berfikir dan isyarat untuk
menghitung perjalanan bulan dan matahari. Begitu pula dalam hadis, Muhammadiyah berpegang
pada matan hadis yang berbunyi: “maka hitunglah”. Selain itu, pendekatan ini memiliki
kelebihan (Syafii Ma‟arif dalam Susiknan Azhari, 2007: 135). Muhammadiyah sebenarnya
pernah menggunakan metode ijtimak qobla ghurub (menetapkan awal bulan Kamariah pada saat
terbenam matahari setelah terjadi ijtimak (konjungsi) antara matahari dan bulan) dan juga hisab
imkan rukyat (kemungkinan hilal dapat dirukyat) dalam penentuan awal bulan hijriah. Tetapi
karena kriteria imkan rukyah yang dianggap memberikan kepastian belum ditentukan dan
kesepakatan yang ada sering tidak diikuti, maka Muhammadiyah kembali kehisab wujud al-hilal.
Prinsip wilayatul hukmi juga digunakan, yaitu prinsip yang merupakan salah satu dari tiga
paham fikih. Menurut Imam Hanafi dan Maliki, kalender Kamariah harus sama di dalam satu
wilayah hukum Negara, inilah prinsip wilayatul hukmi. Sementara itu, menurut Imam Hambali,
kesamaan tanggal Kamariah ini harus berlaku di seluruh dunia, di bagian bumi yang berada pada
malam dan siang yang sama. Sementara itu, menurut Imam Syafi‟i, kalender Kamariah ini hanya
berlaku di tempat-tempat yang berdekatan, sejauh jarak yang dinamakan matlak. Inilah prinsip
matlak mazhab Syafi‟i. Indonesia menganut prinsip wilayatul hukmi, yaitu bahwa bila hilal
terlihat di manapun di wilayah Nusantara, dianggap berlaku di seluruh wilayah Indonesia.
Konsekwensinya, 5 meskipun wilayah Indonesia dilewati oleh garis penanggalan Islam
internasional yang secara teknis bahwa wilayah Indonesia terbagi dua bagian yang mempunyai
tanggal hijriah berbeda penduduk melaksanakan puasa secara serentak. Inilah berdasarkan
ketetapan pemerintah cq, Departemen Agama RI (Susiknan Azhari, 2005: 170-171).
B. KONSEP-KONSEP PENENTUAN AWAL BULAN MENURUT MUHAMMADIYAH
Konsep penentuan awal bulan menurut Muhammadiyah mengacu pada penggunaan hisab
sebagai metode utama, dengan memperhatikan pengamatan rukyat sebagai bahan pertimbangan.
Berikut adalah beberapa konsep dalam metode penentuan awal bulan menurut Muhammadiyah:
a. Hisab: Muhammadiyah menggunakan hisab sebagai metode utama dalam menentukan
awal bulan. Hisab adalah metode perhitungan matematis berdasarkan kalender astronomi.
Metode hisab yang digunakan oleh Muhammadiyah didasarkan pada ilmu falak atau
astronomi Islam yang telah diwariskan sejak zaman Rasulullah SAW.
b. Ketinggian Hilal: Dalam pengamatan rukyat, ketinggian hilal merupakan faktor penting
yang diperhatikan oleh Muhammadiyah. Ketinggian hilal yang dianggap sah oleh
Muhammadiyah adalah minimal 2 derajat dari ufuk. Hal ini dilakukan untuk menghindari
kemungkinan kesalahan dalam mengamati hilal yang mungkin disebabkan oleh keadaan
cuaca atau kondisi lingkungan.
c. Usia Hilal: Selain ketinggian hilal, Muhammadiyah juga memperhatikan usia hilal dalam
pengamatan rukyat. Usia hilal yang dianggap sah oleh Muhammadiyah adalah minimal 8
jam setelah waktu konjungsi (istilah astronomi untuk posisi Matahari, Bulan, dan Bumi
yang sejajar).
d. Metode pengamatan: Muhammadiyah menggunakan metode rukyat sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan awal bulan. Pengamatan rukyat dilakukan oleh
sejumlah ahli falak atau astronomi yang dilakukan pada waktu yang sama di beberapa
tempat di Indonesia. Pengamatan rukyat dilakukan secara langsung dengan menggunakan
teleskop.
Dengan menggunakan metode hisab sebagai metode utama dan pengamatan rukyat sebagai
bahan pertimbangan, Muhammadiyah berharap dapat memberikan kepastian dalam menentukan
awal bulan dan mengurangi perbedaan pendapat antara satu wilayah dengan wilayah lain.
Penentuan awal bulan yang pasti dan akurat juga akan memudahkan umat Islam dalam
mempersiapkan ibadah dan puasa, sehingga dapat dilaksanakan dengan optimal.
Pada masa sekarang, di Indonesia, penentuan awal bulan tidak hanya terbatas hanya dengan
rukyah al-hilal (pengamat hilal) yang di anut oleh Nahdlatul Ulama maupun ilmu hisab
(perhitungan) yang di anut oleh 2 Muhammadiyah. Dalam diskusi-diskusi tentang hisab dan
rukyat, sering terlontar pernyataan bahwa rukyat bersifat qat’i (pasti) sedang hisab bersifat zani
(dugaan) atau sebaiknya ada yang menyatakan hisab bersifat qat’i sedang rukyat bersifat zani.
Bahkan ada yang menyatakan bahwa ilmu hisab adalah suatu bid’ah (perkara baru yang dibuat-
buat dalam agama yang tidak ada contoh sebelumnya) jika hasil itu dijadikan sebagai prioritas
utama dan sebagai pengganti rukyat karena hisab sendiri tidak termasuk ilmu syar’i (Abu Yusuf
al-Atsary, 2008: 54). Pernyataan seperti inilah yang sering memperkeruh masalah ada di
kalangan masyarakat Indonesia. Sungguh sangat memprihatinkan jika masyarakat saling
menyalahkan satu sama lain padahal pada dasarnya sebagian besar dari mereka tidak paham
terhadap apa yang mereka perdebatkan. Sebagian fukaha menyatakan tidak boleh menggunakan
hisab untuk menentukan mulai puasa Ramadan dan Idul Fitri. Untuk itu harus dilakukan rukyat
dan larangan puasa Ramadan dan Idul Fitri sebelum melakukan rukyat, sebagaimana hadis
riwayat Abu Hurairah dalam kitab Shahih Muslim, Nabi bersabda:

َ َ‫ فَِإنْ ُغ َّم َعلَ ْي ُك ْم فََأ ْك ِملُوا ِع َّدة‬،‫صو ُموا لِ ُرْؤ يَتِ ِه َوَأ ْف ِط ُروا لِ ُرْؤ يَتِ ِه‬
"‫ش ْعبَانَ ثَاَل ثِيْنَ يَ ْو ًم‬ ُ
“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan beridul fitrilah kamu karena melihat hilal pula, jika
bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Sakban Tiga puluh
hari”. Sebagian dari fukaha lagi mendukung dan membenarkan penggunaan hisab untuk
menentukan masuknya bulan-bulan ibadah bahkan menganggap 3 bahwa penggunaan hisab lebih
utama karena lebih menjamin akurasi dan ketepatan. Dengan kemajuan ilmu astronomi kini
dapat diperhitungkan posisi bulan yang memungkinkan rukyat dengan dasar pengamatan-
pengamatan atau observasi beberapa kali pada akhir bulan Kamariah.Oleh sebab itu, timbulah
pemahaman di kalangan ulama bahwa hisab dapat juga dijadikan sarana sebagai system
penentuan awal dan akhir Ramadan. Adapun sabda Nabi saw, mengenai Rukyat dipakai sebagai
salah satu sarana, bukan satusatunya sarana (Basith Wachid dalam M. Sholihat Subhan, 1995:
91)
C. KRITERIA AWAL BULAN MENURUT MUHAMMADIYAH
Dalam wacana astronomi Islam, ada dua pendekatan yang kerap dilakukan oleh umat muslim di
dunia untuk menentukan awal bulan hijriah, yaitu rukyat dan hisab. Rukyat merupakan aktivitas
mengamati visibilitas hilal, sementara hisab adalah cara memperkirakan posisi bulan dan
matahari terhadap bumi dengan proses perhitungan astronomis.

Perintah rukyat hadir di zaman Rasulullah Saw sebagai penentu awal bulan hijriyah, sesuai
dengan sabda Nabi yang artinya, “Berpuasalah karena melihatnya (hilal).” Tetapi dalam
perkembangan zaman, ilmu astronomi memungkinkan posisi bulan dan matahari terhadap bumi
dapat dilihat dengan proses kalkulasi sehingga dapat menentukan awal bulan untuk tahun-tahun
yang akan datang.

Dua pendekatan ini terkadang menimbulkan perbedaan pendapat dalam penentuan awal bulan,
khususnya awal Ramadan, hari raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul Adha. Fenomena ini tentu meresahkan
sebagian besar masyarakat muslim. Adanya potensi perbedaan tanggal di bulan-bulan yang
penuh dengan ritual ibadah ini, gagasan Kalender Islam Global menumukan arti dan
relevansinya.

Menurut pakar Falak Muhammadiyah, Susiknan Azhari, proses penyusunan kalender hijriah
terbagi dua, yaitu kalender Urfi dan kalender hakiki. Kalender Urfi berarti sistem kalender yang
berdasarkan perhitungan rata-rata peredaran bulan mengelilingi bumi. Sementara Kalender
Hakiki yaitu sistem kalender berdasarkan perhitungan peredaran bulan mengelilingi bumi dengan
mempertimbangkan posisi bulan/hilal yang sebenarnya terhadap ufuk.

Dalam penyusunan kalender Hijriah, Muhammadiyah menggunakan hisab hakiki Wujudul Hilal.
Susikan menjelaskan bahwa kriteria awal bulan menggunakan teori ini adalah 1) telah terjadi
ijtimak (konjungsi); 2) pada saat terbenam matahari, bulan belum terbenam; 3) pada saat
terbenamnya matahari piringan atas Bulan berada di atas ufuk (bulan baru telah wujud).

“Tiga kriteria ini tidak semata dari QS. Yasin ayat 39 dan 40, melainkan dihubungkan dengan
ayat, hadis dan konsep fikih lainnya serta dibantu ilmu astronomi. Ketiga kriteria ini
penggunaannya harus terpenuhi sekaligus, secara kumulatif artinya kalau salah satu dari ketiga
kriteria ini tidak terpenuhi, dari QS. Yasin ayat 39 dan 40

"ُ‫سا ٍن َأ ْلزَ ْمنَاه‬ َّ َ‫َي ٍء ف‬


ِ ‫ص ْلنَاهُ تَ ْف‬
َ ‫صياًل " " َو ُك َّل ِإن‬ ْ ‫سابَ َها ۚ َو ُك َّل ش‬
َ ‫سنِينَ َو ِح‬ ِّ ‫َو َج َع ْلنَا فِي َها َمنَا ِز َل ُمبِينَةً لِّتَ ْعلَ ُموا َع َد َد ال‬
‫"طَاِئ َرهُ فِي ُعنُقِ ِه ۖ َونُ ْخ ِر ُج لَهُ يَ ْو َم ا ْلقِيَا َم ِة ِكتَابًا يَ ْلقَاهُ َمنشُو ًرا‬
Terjemahan: "Dan Kami telah menetapkan padanya (bulan Ramadan) beberapa perhentian yang
nyata (yaitu) untuk mengetahui jumlah tahun (yang telah berlalu) dan (untuk menghitung)
penanggalannya. Dan segala sesuatu Kami jelaskan dengan terperinci." "Dan setiap manusia
Kami ikatkan kelakibadannya pada lehernya (sebagai catatan amalnya) dan kelak Kami
keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dibukakan (isinya)."
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa bulan Ramadan adalah bulan yang sangat penting dalam
agama Islam. Bulan ini dianggap sebagai bulan yang suci dan di dalamnya diturunkan Al-Qur'an
sebagai petunjuk bagi manusia. Selain itu, ayat-ayat ini juga menekankan pentingnya
mendengarkan Al-Qur'an dengan baik dan perhatian agar mendapatkan rahmat dari Allah SWT.
D. CONTOH PENERAPAN METODE HISAB DALAM PENENTUAN AWAL BULAN
MENURUT MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah menggunakan metode hisab untuk menentukan awal bulan dalam kalender
Hijriyah. Metode hisab merupakan metode perhitungan astronomi yang menghitung posisi
Matahari, Bulan, dan bintang-bintang untuk menentukan waktu dan tanggal secara akurat.
Dalam penerapan metode hisab, Muhammadiyah mengacu pada perhitungan astronomi modern
yang memperhitungkan gerakan Bulan dan Matahari, serta posisi bintang-bintang tertentu. Setiap
tahun, Muhammadiyah mengeluarkan perhitungan awal bulan Hijriyah berdasarkan metode
hisab ini.
Contoh penerapan metode hisab dalam penentuan awal bulan menurut Muhammadiyah adalah
dengan menghitung posisi Matahari, Bulan, dan bintang-bintang tertentu untuk menentukan
waktu dan tanggal secara akurat. Muhammadiyah menggunakan perhitungan astronomi modern
untuk menentukan awal bulan dalam kalender Hijriyah.
Sebagai contoh, Muhammadiyah menggunakan metode hisab untuk menentukan awal bulan
Ramadan. Mereka memperhitungkan posisi Matahari dan Bulan serta perhitungan astronomi
modern lainnya untuk mengetahui apakah hilal (bulan sabit) terlihat di langit pada malam hari
atau tidak. Jika hilal terlihat, maka bulan Ramadan dimulai pada keesokan harinya. Namun jika
hilal tidak terlihat, Muhammadiyah akan menetapkan bahwa bulan Ramadan dimulai setelah 30
hari bulan Sha’ban.
Dalam penerapan metode hisab ini, Muhammadiyah juga mempertimbangkan hadis dari Nabi
Muhammad SAW yang berbunyi:

َ َ‫صو ُموا لِ ُرْؤ يَتِ ِه َوَأ ْف ِط ُروا لِ ُرْؤ يَتِ ِه فَِإنْ ُغ َّم َعلَ ْي ُك ْم فََأ ْك ِملُوا ِع َّدة‬
" َ‫ش ْعبَانَ ثَاَل ثِيْن‬ ُ "
yang artinya:
"Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan berbuka karena melihat hilal pula, jika bulan
terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Sha’ban tiga puluh hari."
Hadis ini menegaskan pentingnya pengamatan hilal dalam menentukan awal bulan Ramadan,
namun juga memberikan opsi jika pengamatan hilal tidak memungkinkan.
Jadi, penerapan metode hisab dalam penentuan awal bulan menurut Muhammadiyah didasarkan
pada perhitungan astronomi modern dan didukung oleh hadis dari Nabi Muhammad SAW.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam Islam, penentuan awal bulan dalam kalender Hijriyah memiliki peran yang sangat penting
dalam menentukan waktu pelaksanaan ibadah-ibadah seperti puasa Ramadan, shalat Idul Fitri,
dan lain-lain. Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi Islam di Indonesia, memiliki konsep
penentuan awal bulan yang didasarkan pada perhitungan astronomi modern menggunakan
metode hisab.
Metode hisab yang digunakan oleh Muhammadiyah melibatkan perhitungan posisi Matahari,
Bulan, dan bintang-bintang tertentu untuk menentukan waktu dan tanggal secara akurat.
Muhammadiyah juga memperhitungkan hadis dari Nabi Muhammad SAW yang mendorong
pengamatan hilal dalam menentukan awal bulan, namun memberikan opsi jika pengamatan hilal
tidak memungkinkan.
Dalam praktiknya, Muhammadiyah menggunakan metode hisab untuk menentukan awal bulan
Ramadan dan Idul Fitri. Jika hilal terlihat di langit pada malam hari, maka awal bulan ditetapkan
pada keesokan harinya. Namun jika hilal tidak terlihat, Muhammadiyah akan menetapkan awal
bulan setelah 30 hari bulan sebelumnya.
Dengan demikian, konsep penentuan awal bulan menurut Muhammadiyah merupakan upaya
untuk menggabungkan ilmu astronomi modern dengan tradisi Islam dalam menentukan awal
bulan. Hal ini menunjukkan bahwa Islam sebagai agama yang juga mengedepankan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
B. SARAN
Sebagai saran, Muhammadiyah dan masyarakat Muslim secara umum harus terus
mengembangkan pengetahuan dan teknologi dalam penentuan awal bulan. Perkembangan
teknologi yang semakin maju dapat membantu dalam mengoptimalkan penggunaan metode hisab
yang digunakan oleh Muhammadiyah.
Selain itu, Muhammadiyah dan masyarakat Muslim juga harus terus meningkatkan kesadaran
dalam menjaga lingkungan dan kondisi atmosfer di sekitarnya agar tidak mempengaruhi
pengamatan hilal. Hal ini penting untuk memastikan keakuratan dalam penentuan awal bulan.
Terakhir, penting bagi Muhammadiyah dan masyarakat Muslim untuk selalu memperhatikan
keberagaman dan perbedaan dalam penentuan awal bulan. Perbedaan pendapat dalam penentuan
awal bulan sebaiknya dilihat sebagai kemajemukan dalam Islam dan bukan sebagai sumber
perpecahan. Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk mencari kesepakatan bersama dan
menghormati perbedaan pendapat.
C. DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. A. (2013). Wacana Keislaman: Rekonstruksi Epistemologi dalam Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Badan Pusat Statistik. (2021). Kalender Indonesia 2021. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Fauzan, M. A. (2019). Fiqih Muhammadiyah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. (2010). Panduan Umum
Muhammadiyah. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Mukhsinun, M. (2015). Hisab Rukyat dalam Penetapan Awal Bulan Hijriyah di Indonesia.
Jakarta: Rajawali Pers.
Nasution, H. M. (2019). Muhammadiyah: Suatu Gerakan Modern Islam di Indonesia. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Siregar, S. S. (2019). Metodologi Penetapan Awal Bulan Hijriyah di Indonesia. Jakarta: Penerbit
Gramata Publishing.
Syahadatina, N. (2017). Penentuan Awal Bulan Hijriyah Menurut Metode Hisab dalam
Pandangan Muhammadiyah. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai