Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Tahun Baru Islam Dan Filosofinya

Asal usul Tahun baru Islam dimulai ketika seorang Gubernur Abu Musa Al-Asyari
menuliskan surat yang diberikan kepada Khalifah Umar Bin Khatab RA. Kepada
pemimpin tersebut, Ia mengaku bingung perihal surat yang tidak memiliki tahun. Hal
inilah yang menyulitkannya saat penyimpanan dokumen atau pengarsipan. Kondisi
inilah yang mendasari dibuatnya kalender Islam, yang mana saat itu Umat Muslim
masih mengadopsi peradaban Arab pra-Islam tanpa angka tahun, hanya sebatas
bulan dan tanggal.

Rasulullah SAW sendiri menggunakan kalendar ini sebagai penyempurnaan waktu.


Misal saja, mengembalikan bulan menjadi 12 dan tidak memaju mundurkan bulan
atau hari yang semestinya masyarakat jahiliyah ketika itu.

Sejarah Tahun Baru Islam

Sejarah tahun baru Islam berawal dari kebimbangan umat Islam saat menentukan
tahun. Pada zaman sebelum Nabi Muhammad SAW, orang-orang Arab tidak
menggunakan tahun dalam menandai peristiwa apa pun. Tapi, hanya menggunakan
hari dan bulan sehingga cukup membingungkan.

Sebagai contoh, pada waktu itu Nabi Muhammad lahir pada tahun Gajah. Hal ini
menjadi bukti bahwa pada waktu itu kalangan masyarakat Arab tidak menggunakan
angka dalam menentukan tahun. Berawal dari sini, para sahabat Rasulullah SAW
pun berkumpul untuk menentukan kalender Islam. Salah satunya yang hadir adalah
Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Thalhan bin Ubaidillah.

Mereka mengusulkan kalender Islam berdasarkan hari kelahiran Nabi Muhammad,


ada yang mengusulkan sejak Nabi Muhammad diangkat sebagai rasul. Namun, usul
yang diterima adalah usulan dari Ali Bin Abi Thalib di mana beliau mengusulkan agar
kalender Hijriah Islam dimulai dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad dari Mekkah ke
Madinah. Dari usul Ali Bin Abi Thalib inilah sejarah kalender Islam pertama kali
dibuat dan sejarah tahun baru Islam muncul.

Total 12 bulan dalam sistem penanggalan Islam juga tercantum dalam Al Quran
surat At Taubah ayat 36-37 :

‫ض ِم ْن َهٓا‬َ ‫ت َوٱَأْل ْر‬ َّ ‫ب ٱهَّلل ِ َي ْو َم َخ َل َق ٱل‬


ِ ‫س ٰ َم ٰ َو‬ ِ ‫ش ْه ًرا فِى ِك ٰ َت‬
َ ‫ش َر‬ َ ‫ور عِن َد ٱهَّلل ِ ٱ ْث َنا َع‬ ِ ‫ش ُه‬ ُّ ‫ِإنَّ عِ دَّ َة ٱل‬
ٰ ٰ
۟ ُ‫س ُك ْم ۚ َو َق ِتل‬ ٰ
‫ش ِركِينَ َكٓا َّف ًة َك َما ُي َق ِتلُو َن ُك ْم‬ ْ ‫وا ٱ ْل ُم‬ َ ُ‫وا فِي ِهنَّ َأنف‬
۟ ‫َأ ْر َب َع ٌة ُح ُر ٌم ۚ َذلِ َك ٱلدِّينُ ٱ ْل َق ِّي ُم ۚ َفاَل َت ْظلِ ُم‬
َ‫ٱع َل ُم ٓو ۟ا َأنَّ ٱهَّلل َ َم َع ٱ ْل ُم َّتقِين‬
ْ ‫َكٓا َّف ًة ۚ َو‬
Artinya: "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan,
dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya
empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu
menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin
itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah
bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa."

Kenapa muncul kata Muharram ?

Salah satu bulan yang paling utama dalam kalender Islam adalah Muharram. Kata
Muharam sendiri, berasal dari kata yang diharamkan atau dipantang dan dilarang.
Ini bermakna pelarangan untuk melakukan peperangan atau pertumpahan darah,
dan dianggap sharam.

Secara etimologis Muharam berarti bulan yang diutamakan dan dimuliakan. Makna
bahasa ini memang tidak terlepas dari realitas empirik dan simbolik yang melekat
pada bulan itu, karena Muharam sarat dengan berbagai peristiwa sejarah baik
kenabian maupun kerasulan. Muharam dengan demikian merupakan momentum
sejarah yang sarat makna. Disebut demikian karena berbagai peristiwa penting
dalam proses sejarah terakumulasi dalam bulan itu.

Awal mula penamaan Muharam dengan maknanya, didasari dengan kepercayaan


jika bulan ini merupakan awal yang baru dalam setahun. Permulaan tersebut, di
masa hijrah merupakan masa peperangan. Dalam sejarah pun disebutkan, jika
bulan ini merupakan waktu yang sangat ditaati, bahkan ketika di Arab tak pernah
terjadi peperangan.

Kenapa Muharram begitu istimewa?

Dalam Alqur'an Surah At-Taubah ayat 36, Allah mengabarkan 4 bulan agung (bulan-
bulan haram) yang wajib dimuliakan yaitu Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan
Rajab. Pada bulan-bulan ini umat Islam dilarang menganiaya diri sendiri dan
sebaliknya dianjurkan memperbanyak amal saleh. Allah menjadikan empat bulan ini
(Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab) sebagai bulan haram (asyhurul-
hurum). Siapa yang beramal saleh pada bulan tersebut maka Allah akan
melipatgandakan pahalanya. Sebaliknya siapa yang berbuat maksiat pada bulan-
bulan itu maka dosanya berlipat pula.

Makna dan Keutamaan Bulan Muharram

Muharam adalah bulan yang spesial, dikarenakan bulan pembuka dalam kalender
Hijriyah. Rasulullah SAW bahkan menyebut Muharam sebagai bulan Allah karena
keutamaannya.

Momentum tahun baru hijriyah mengandung semangat perjuangan tanpa putus asa
dan rasa optimisme yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal yang baik ke yang
lebih baik lagi. Rasulullah SAW dan para sahabatnya telah melawan rasa sedih dan
takut dengan berhijrah. Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang
dicontohkan Rasulullah SAW saat beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan
kaum Anshar. Bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan beberapa
kelompok Yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya pada waktu itu.

Makna awal tahun baru islam juga memiliki makna yang mendalam bagi setiap
muslim karena Makna tersebut lahir dari menegaskan kembali pentingnya
menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan yang bersumber dari Al-Quran.

Momentum awal tahun baru Islam bagi kaum Muslimin agar terus mampu dalam
berkreasi, menjunjung tinggi hak asasi manusia, menjunjung tinggi nilai-nilai
toleransi, menciptakan birokrasi yang modern, yang transparan, rapi dan bersih

Seharusnya Tahun Baru Islam dimaknai sebagai :

1. Pengingat kembali pada peristiwa hijrah sehingga meningkatkan kepercayaan


kaum muslim akan kebenaran ideology dan aqidah yang dianut. Tidak
memperdulikan segala macam gangguan yang bertujuan menggoda iman.
Saat itu Rasulullah saw. Sangat percaya akan kesuksesan hijrah, dakwah
dan sampainya beliau di hadapan para sahabatnya di Madinah, meskipun
beliau melalui ancaman dan kesulitan besar dalam perjalannya.
2. Mengenalkan kepada generasi muda akan moment kepahlawanan dari
generasi muda sahabat dalam moment hijrah dan sejarah Islam. Perjuangan
Rasul dan para sahabatnya selama melakukan perjalanan itulah menjadi
makna tahun baru hendaknya diresapi betul agar perjalanan penuh dengan
pengorbanan itu sendiri menjadi pelajaran hidup bagi umat manusia.
3. Menegaskan kembali pentingnya menerapkan akhlak mulia dalam kehidupan
yang bersumber dari Al Quran. Hijrah dari suka minum minuman keras ke
arah meninggalkan minum alkohol, hijrah dari suka main judi kearah
meninggalkan judi, hijrah dari suka menggunakan narkoba ke arah
meninggalkan narkoba. Intinya meninggalkan kebiasaan melanggar larangan-
Nya menjadi taat melaksanakan perintah Allah SWT.

Tetapi, kenyataannya dalam kehidupan sekarang makna Tahun Baru Islam menjadi
sesuatu pelajaran yang seolah tertinggal, tertutupi oleh meriahnya perayaan Tahun
Baru Masehi yang memang sudah tradisi untuk dirayakan secara meriah oleh
seluruh umat di dunia. Maka sudah sepantasnyalah seluruh umat muslim diseluruh
penjuru dunia untuk memaknai Tahun Baru Islam untuk berbenah diri (muhasabah
diri) sejauh mana bekal yang disiapkan untuk menghadapi kehidupan setelah
kematian, selalu mencerminkan akhlak mulia, memiliki semangat baru untuk
merancang dan menjalani kehidupan kearah yang lebih baik.

Salah satu makna penting implementasi cinta setidaknya di masa pandemi ini kita
bisa mencintai diri dan keluarga serta masyarakat dengan menerapkan standar
protokol kesehatan. Cintailah sesama dengan menggunakan masker, rajin cuci
tangan dan menjaga jarak.

Amalan-amalan yang bisa dilakukan di Tahun Baru Islam 1443 H

Adapun beberapa amalan yang dapat dilakukan adalah :

1. Memperbanyak Puasa Sunnah

Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda:

"Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah pada bulan Allah yang
bernama Muharram". (HR. Muslim)

2. Menghidupkan Puasa 'Asyura dan Tasu'a (9-10 Muharram)

Rasulullah SAW bersabda:

"Dan puasa di hari 'Asyura saya berharap kepada Allah agar dapat
menghapuskan (dosa) setahun yang lalu." (HR Muslim)

Nabi juga berpesan dengan hadits yang diriwayatkan Ibnu 'Abbas:

"Berpuasalah kalian pada hari 'Asyura dan selisihilah orang-orang Yahudi.


Berpuasalah sebelumnya atau berpuasalah setelahnya satu hari." (HR Ahmad,
HR Al-Baihaqi)

Fadhillah melaksanakan puasa 'Asyura adalah menggugurkan dosa selama setahun


lalu. Mengenai puasa Tasu'a (9 Muharram) dilakukan sehari sebelum puasa 'Asyura
hukumnya pun sunnah. Dari Ibnu Abbas RA dia berkata, Rasulullah SAW bersabda,
"Apabila (usia)-ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada hari
kesembilan". (HR. Muslim)

3. Memperbanyak Sedekah

Selain menghidupkan puasa sunnah, umat Islam juga dianjurkan memperbanyak


sedekah. Sedekah pada bulan Muharram menurut Mazhab Maliki sangat dianjurkan.
Sementara mahzab lainnya tidak memberikan penekanan khusus, namun tidak
memberi larangan untuk mengamalkannya.

Sebagaimana keutamaan Muharram di mana Allah melipatgandakan pahala setiap


amal saleh, maka memperbanyak sedekah termasuk menyantuni anak yatim
merupakan amalan yang disukai Allah.

Allah berfirman yang artinya:

"Perumpamaan orang-orang yang mendermakan (sodaqoh) harta bendanya di jalan


Allah, seperti (orang yang menanam) sebutir biji yang menumbuhkan tujuh untai dan
tiap-tiap untai terdapat seratus biji dan Allah melipat gandakan (balasan) kepada
orang yang dikehendaki, dan Allah Maha Luas (anugrah-Nya) lagi Maha
Mengetahui". (QS. Al-Baqarah: 261)
Nama : M. Ardiansyah
Kelas :9–B

MTsN 2 GARUT
KABUPATEN GARUT

Anda mungkin juga menyukai