Puji syukur atas rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan Allah Swt. kepada
semua makhluk semesta alam. Karena dengan rahmat dan hidayah-Nya kita
bisa menikmati kemuliaan yang sempurna, yaitu berupa nikmat iman, islam
dan ihsan yang disampaikan melalui kitab al-Quran sebagai pedoman hidup.
Selain itu hidayah yang berupa jalan yang terang benerang dan jalan yang lurus.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi besar Muhammad
Saw. Yang telah menuntun kita dari jalan yang penuh dengan kegelapan
menuju jalan yang penuh dengan gemerlapan cahaya keimanan. Semoga kita
semua mendapatkan syafaatnya di yaumul kiyamah dengan barokahnya Nabi
Muhammad Saw.
Kali ini penulis akan memberikan ulasan sedikit tentang Nuzulul Quran, yang
mana kita ketahui, bahwa nuzulul quran merupakan peristiwa diturunkannya
al-Quran kepada Nabi agung Muhammad Saw. Seperti yang telah di firmankan
Allah sebagai berikut:
ُ ش ْه َر فَ ْل َي
َص ْمهُ َو َمن َكان َّ ش ِهدَ ِمن ُك ُم ال َ ان فَ َمن ِ َت ِمنَ ْال ُهدَى َو ْالفُ ْرق ٍ اس َوبَ ِينَا ِ َّآن ُهدًى ِللن ُ نز َل فِي ِه ْالقُ ْر ِ ُ ِي أ
َ ضانَ الَّذ
َ ش ْه ُر َر َم َ
علَى َما ُ
َ َسفَ ٍر فَ ِعدَّة ٌ ِم ْن أَي ٍَّام أخ ََر ي ُِريدُ ّللاُ ِب ُك ُم ْاليُس َْر َوالَ ي ُِريدُ ِب ُك ُم ْالعُس َْر َو ِلت ُ ْك ِملُواْ ْال ِعدَّة َ َو ِلت ُ َك ِب ُرواْ ّللا
َ علَى َ َم ِريضا ً أ َ ْو
١٨٥- ََهدَا ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون
َ ع ْش َرة
َ ث ِ ْ َو, َضان
َ اْل ْن ِج ْي ُل ِلث َ ََل َ ضيْنَ ِم ْن َر َم ِ ت الت َّ ْو َراة ُ ِلس
َ ِت َم ِ َ َوأ ُ ْن ِزل, َضان
َ ف إِب َْر ِهي َْم فِي ا َ َّو ِل لَ ْيلَ ٍة ِم ْن َر َمُ ص ُح
ُ ت ْ َأ ُ ْن ِزل
َ ت ِم ْن َر َم
. َضان ْ َ َوا َ ْنزَ َل هللاُ ْالقُ ْراَنَ ِِل َ ْربَعٍ َو ِع ْش ِريْنَ َخل, َضان َ ت ِم ْن َر َم ْ ََخل
Menurut al-Raghib, pada dasarnya ”Nuzul” itu mempunyai arti turunnya suatu
benda (materi) dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Akan
tetapi “Nuzulul Qur’an” tidak berarti demikian. Hal tersebut dikarenakan Allah
Swt adalah satu zat non-materi yang tidak bertempat (tidak terbatasi oleh
ruang), karena itu Nuzulul Quran haruslah diartikan dengan makna lain.
Makna al-Qur’an itu sendiri menurut ahli tafsir adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad secara mutawatir selama 23 tahun. Begitu
juga ahli fiqh mengartikan al-Qur’an sebagai kalam Allah yang diturunkan
kepada nabi Muhammad, menjadi mukjizat Nabi, lafadznya
secara mutawatir yang ditulis dalam mushaf al-Quran diawali surat al-fatihah
dan diakhiri dengan surat an-naas. Dengan demikian makna ”“Nuzulul
Qur’an”” bukan berarti jatuhnya/turunnya al-Qur’an dari langit ke bumi begitu
saja dalam bentuk mushaf yang sering kita baca seperti saat ini.
Dalam beberapa ayat al-Qur’an dijelaskan bahwa sebelum al-Qur’an berbentuk
menjadi ayat/teks/lapazh dalam mushaf/kitab, eksistensi al-Qur’an telah ada
di maqam yang tinggi di sisi Allah swt. Artinya, bahwa al-Qur’an ini
mempunyai satu eksistensi yang berada dalam maqam yang tinggi, yang dari
sanalah dia diturunkan.
Dalam al-Qur’an surah al-Wâqi’ah, ayat 77-80 tertulis:
Artinya: “Sesungguhnya al-Quran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada
kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuzh). Tidak menyentuhnya kecuali orang-
orang yang disucikan. Diturunkan dari Rabbil ‘alamiin.” (Q.S. al-Waqiah: 77-
80).
Ayat tersebut mengandung makna bahwa al-Qur’an yang sangat agung itu
diturunkan kepada Nabi Muhammad yang mana di dalam kita tersebut
terdapat ayat-ayat yang sangat terpelihara dan dihormati. Karena mulianya al-
Quran tersebut, maka tidak ada yang boleh menyentuhnya di sisi Allah kecuali
orang yang sudah di sucikan (yaitu orang-orang islam yang suci dari hadas
besar maupun kecil), karena kita itu diturunkan dari Rabb seru sekalian alam
yang memeliharanya sehingga tidak mengandung keraguan. bukan seperti
anggapan orang-orang dari kaum majusi maupun kaum munafik.
Artinya: “Haa Miim. Demi kitab (al-Qur’an) yang jelas. Sesungguhnya Kami
menjadikan al-Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).
Dan sesungguhnya al-Qur’an itu dalam Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh) di sisi
Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung
hikmah.” (Q.S. az-Zukhruf: 1-4)
Ayat tersebut juga mengandung arti bahwa al-Qur’an bertuliskan Arab dan
menggunakan bahasa Arab di sisi Allah adalah satu eksistensi yang sangat
mulia lagi terjaga yang tersimpan dalam Ummul Kitab/ Lauh Mahfuzh, dan
eksistensi mulia tersebut kemudian dijadikan dalam bentuk al-Qur’an yang
kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Jadi, al-Qur’an sebelum diturunkan kepada Rasululullah Saw, disimpan
terlebih dahulu di suatu tempat yang bernama Lauh al-Mahfudz (Q.S. Al-Burûj:
21-22). Bukan hanya al-Qur’an, seluruh kejadian yang telah, sedang dan akan
terjadi di alam ini pun telah dicatat di tempat tersebut. Tentang Lauh al-
Mahfudz, Imam Alusi berkata, ”Kami mempercayainya tanpa harus mencari
hakikatnya maupun bagaimana pencatatan didalamnya”. Dari Lauh al-
Mahfudz.
Secara implisit dalam surat al-Baqarah ayat 185, al-Dukhân ayat 3 dan al-Qadar
ayat 1 dijelaskan bahwa al-Qur’an turun secara langsung dan utuh pada malam
Lailatul Qadar. Turunnya al-Qur’an pada malam tersebut, masih berdasarkan
teks ayat di atas, tidak seperti turunnya al-Qur’an kepada Rasulullah Saw.
Karena al-Qur’an turun kepada Rasulullah Saw secara berangsur-angsur selama
masa kenabian, sedang makna implisit dari ketiga ayat tersebut menunjukkan
bahwa al-Qur’an turun secara langsung dan utuh di suatu tempat. Tempat
tersebut terletak di langit dunia yang bernama “Baitul Izzah” sebagaimana
riwayat Ibnu Abbas: ”al-Qur’an diturunkan (dari Lauh al-Mahfudz) dalam satu
tempo ke langit dunia pada malam Lailatul Qadar, kemudian diturunkan secara
berangsur-angsur (ke bumi) selama 20 tahun”. (HR. Hakim dan Baihaqy).
Ringkasnya, perjalanan al-Qur’an dari Lauh al-Mahfudz tidak langsung ke
bumi, melainkan “transit” terlebih dahulu di Baitul Izzah. Demikian pendapat
mayoritas ulama tentang proses Nuzûl al-Qur’an. Kendati demikian tidak
semua ulama sependapat dengan pendapat di atas.
Imam Zarkasyi mengklasifikasi 3 pendapat ulama tentang proses Nuzûl al-
Qur’an sebagai berikut:
Riwayat yang lain menjelaskan dalam kitab shahih sirah nabi: beliau berdiam
diri di gua itu beberapa malam, hingga apabila habis perbekalan beliau pulang
kerumahnya untuk mengambil bekal untuk persiapan beberapa malam
berikutnya. Hingga pada siang hari senin bulan Ramadhan. Jibril mendatangi
beliau pertama kali dengan tiba-tiba di dalam gua Hira. Aisyah meriwayatkan
dari Rasulullah, beliau bersabda: lalu tiba-tiba datang malaikat kepadaku di
dalam gua itu dan berkata: bacalah!, aku menjawab aku tidak bisa membaca,
lalu ia memegangiku dan memelukku kuat-kuat sampai aku merasa sesak,
kemudian melepaskanku dan berkata: bacalah!, aku menjawab: aku tidak bisa
membaca, lalu ia memegangiku dan memelukku kuat-kuat untuk kedua kalinya
sampai aku merasa sesak, kemudian melepaskanku dan berkata: (Q.S. al-Alaq:
1-5). (Fathul Bari 1: 24).