Anda di halaman 1dari 162

ii | Menyelusuri Mata Air Kearifan

Menyelusuri
Mata Air
Kearifan

WARSONO

Warsono | iii
MENYELUSURI MATA AIR KEARIFAN
Kumpulan Renungan Agama

Penulis :
Warsono

Editor :
Giri Triono

Layout/Grafis :
Atho’

Penerbit :
Kanzun Books

Diterbitkan untuk
PT. PLN (Persero)
Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali

ISBN:
.....................

Cetakan Pertama, Oktober 2015


Cetakan Kedua, Juni 2016

@2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
All rights reserved

Dilarang mengutip, memperbanyak dan mengalihbahasakan sebagian atau


seluruh isi buku tanpa izin tertulis dari Penerbit

iv | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Assalamu’alaikum wr.wb.

Puji syukur hanya milik Allah SWT semata, Yang Keagungan-Nya mewujud
di setiap sudut jagad raya, Yang Kasih Sayang-Nya begitu deras mengalir
kepada setiap atom dan sel makhluk-Nya.

Salawat, hormat, salam, rasa cinta dan rindu dendam tak terperi kepada
Rasulullah SAW, Sang Cahaya, Pelita yang senatiasa bersinar, Sang rahmat
bagi semesta. Semoga kecintaan saya pada Rasulullah SWT, bisa menjadi
jalan memperoleh syafaatnya di Yaumil Akhir, atas amal saya yang tak
seberapa. Amien...

Tulisan ini adalah kumpulan dari tulisan-tulisan saya di blog dan email.
Judul kumpulan “Menyusuri Kearifan Mata Air” ini di ambil dari tema Blog
saya yang bernuansa air, yang merupakan refleksi dari ketidaktahuan dan
keinginan saya untuk menyusuri jalan air, yaitu jalan kehidupan, cinta,
kesucian, kejernihan dan kerendahhatian. Tulisan ini dikumpulkan dari
rentang waktu yang cukup lama mulai dari Palangkaraya, Dundee-
Scotland, maupun di PLN Gandul

Sebenarnya, malu saya membingkai tulisan saya di Blog ini ke dalam satu
kumpulan tulisan. Ada banyak alasan: mulai dari mutunya yang tidak
memenuhi standar, isinya juga gini-gini saja, tulisannya juga banyak yang
belum selesai, kurang referensi dan lain-lain. Tapi biarlah ini menjadi
potret dari kedangkalan dan kelemahan saya. Insya Allah, akan selalu saya
update jika Allah memberi kesempatan saya untuk meneruskan tulisan2
saya. Karenanya mohon maaf, kalau kumpulan tulisan-tulisan saya akan
mengecewakan siapa pun yang membacanya.

Warsono | v
Kalau layak untuk dipersembahkan, tulisan ini saya persembahkan bagi
kerinduan dan kecintaan saya kepada Rasulullah SAW.

Saya hanya berharap, tulisan ini ada gunanya walaupun sedikit. Bagi
teman-teman yang menyempatkan membaca tulisan ini, saya ucapkan
penghargaan dan terima kasih. Kalau berkenan mengkritik, betapapun
pedasnya saya akan berterima kasih.

Semoga Allah meridhai kita semua. Amien.

Salam, Warsono.

vi | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Kalimat Pembuka Maaf ...................................................................... v
Daftar Isi ............................................................................................. vii

Tentang Peradaban Islam ................................................................... 1


Menelusuri Derap Peradaban Islam ............................................. 2
Kibar Spring Gathering 2007: Sebuah Miniatur Peradaban Islam
Indonesia ...................................................................................... 14
Ekstremisme Dalam Umat Islam ................................................... 17
Tentang KERJA .................................................................................... 20
Islam Adalah Agama Kerja ............................................................ 21
Bekerja Adalah Melayani .............................................................. 29
Wacana Dan Aksi .......................................................................... 31
Makna Umur 40 Tahun ................................................................. 33
Tentang MEMBERI .............................................................................. 35
Menggapai Keabadian Dengan Memberi ..................................... 36
Putuskan Kecintaanmu Kepada Dunia Dengan Qurban ................ 38
Tentang MUSIBAH .............................................................................. 42
Mengggali Hikmah Dari Bencana Yang Melanda (1) ..................... 43
Mengggali Hikmah Dari Bencana Yang Melanda (2) ..................... 45
Mengggali Hikmah Dari Bencana Yang Melanda (3) ..................... 47
Mengggali Hikmah Dari Bencana Yang Melanda (4) ..................... 49
Mengggali Hikmah Dari Bencana Yang Melanda (5) ..................... 51
Berdamai dengan Kematian .......................................................... 53
Tentang CINTA RASUL ........................................................................ 55
Mencintai Rasulullah Saw ............................................................. 56
Rindu Kami Padamu, Ya Rasul (Salallahu Alaihi Wa Aalihi) - (1) .... 62
Rindu Kami Padamu, Ya Rasul (Salallahu Alaihi Wa Aalihi) - (2) .... 64
Rasulullah Saw, Sang Cahaya ........................................................ 66
Muhammad Saw: Pemilik Maqam Terpuji
(Maqamam-Mahmudah) .............................................................. 70
Tentang CAHAYA-CAHAYA ALLAH ...................................................... 73
Ayat-Ayat Cahaya .......................................................................... 74
Ayat-Ayat Kegelapan ..................................................................... 78
Pendakian Menuju Allah Swt ........................................................ 81
Permintaan Kepada Raja ............................................................... 84

Warsono | vii
Ayat-Ayat Cinta ............................................................................. 84
Ayat-Ayat Cinta Ilahi ..................................................................... 86
Tentang KEBERSAMAAN .................................................................... 88
Membangun Jembatan Kebersamaan .......................................... 89
Mengenang Kesyahidan Imam Husein Ra (Asy-Syura) ................. 93
Segenggam Gundah Di Hari Idul Fitri (1) ...................................... 96
Segenggam Gundah Di Hari Idul Fitri (2) ...................................... 99
Segenggam Gundah Di Hari Idul Fitri (3) ...................................... 101
Tentang PUASA .................................................................................. 104
Puasa Bicara ................................................................................. 105
Belajar Rendah Hati dan Sabar ..................................................... 108
Puasa : Pembebas Dari Belenggu ................................................. 111
Tentang ISRA MIRAJ ........................................................................... 115
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (1) ................................. 116
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (2) ................................. 119
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (3) ................................. 122
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (4) ................................. 124
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (5) ................................. 126
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (6) ................................. 129
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (7) ................................. 132
Tentang BELAJAR DARI ORANG-ORANG MULIA ................................. 134
Bang Imad, Selamat Jalan Guru Cinta Kepada Tuhan ... ................ 135
Belajar Menulis Dari Alm. Kuntowijoyo ........................................ 137
Buya Hamka Di Mata Saya (Mengenang 100 Tahun
Buya Hamka) ................................................................................ 139
Tentang KEARIFAN SUFI NASRUDIN ................................................... 142
Bergantung Kepada Awan ............................................................ 143
Gentong Yang Beranak ................................................................. 145
Cincin Nasrudin Yang Hilang ......................................................... 147
Nasrudin Dan Keledainya ............................................................. 149
Terburu-Buru ................................................................................ 151

Biodata Penulis ................................................................................... 153

viii | Menyelusuri Mata Air Kearifan


tentang

Warsono | 1
Islam, Peradaban dan Peradaban Islam

Sekitar tahun 80an, terkenal ungkapan HAR Gibb, seorang orientalist


Barat, kira-kira “Islam is not just a simple religion, but it is a complete
civilisation”. Ungkapan ini mengagungkan Islam, sehingga banyak dikutip
di buku2. Namun bagi orang yang kritis, seperti Endang S. Anshari,
ungkapan ini justru ‘merendahkan’ Islam. Karena meskipun menggunakan
kata ‘lengkap (complete)’, namun hanya dianggap sebagai ‘civilisation
(peradaban)’. Dengan kata lain Islam hanya dianggap sebagai hasil akal
budi manusia. Kita tidak akan membahas panjang lebar masalah ini,
namun akan mencoba menggali, apa itu peradaban, apa hubungannya
dengan Islam, kemudian apa pula peradaban Islam?

Kalau kita baca definisi dari peradaban (Civilisation) misalnya dalam The
American Heritage Dictionary of the English Language 2004, adalah: (1).
An advanced state of intellectual, cultural, and material development in
human society,… (2) The type of culture and society developed by a
particular nation or region or in a particular epoch. Dari definisi di atas,
dapat disimpulkan bahwa peradaban adalah kumpulan seluruh hasil budi
daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik
fisik (misalnya bangunan, jalan), maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni
budaya, maupun iptek).

Kemudian dalam tulisan-tulisan akan kita dapati bahwa peradaban bisa


diatributkan atau dilakukan pembagian berdasarkan banyak hal. Bisa
berdasarkan kurun waktu, seperti peradaban kuno, peradaban abad
pertengahan, dst. Bisa juga berdasarkan lokasi, misalnya peradaban Mesir,
peradaban Barat, dst. Atau keyakinan/tatanan, misalnya peradaban
Kristen, peradaban Hindu, peradaban Islam, dll. Maupun gabungan dari
ketiganya, seperti peradaban Islam Modern Indonesia. Karenanya,
peradaban selain merupakan hasil karya manusia, adalah terikat dalam

2 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


kontek ruang dan waktu. Peradaban akan selalu berkambang dan berubah
sesuai kontek ruang dan waktu.

Sebaliknya Islam, sebagaimana keyakinan seluruh muslim, yang pertama


adalah wahyu Allah sebagai petunjuk bagi seluruh umat. Dengan demikian
Islam bukanlah peradaban, sebagaimana ungkapan HAR Gibb di atas.
Islam adalah agama yang meliputi aspek yang lengkap. Yang kedua, Islam
itu sendiri (sebagai agama/wahyu) bersifat tetap dan abadi. Ia tidaklah
berkembang mengikuti ruang dan waktu.

Lalu bagaimana dengan peradaban Islam? Berdasarkan pengertian


peradaban dan Islam itu sendiri, maka harus dipahami bahwa yang
dimaksud peradaban Islam adalah peradaban orang-orang Muslim atau
peradaban manusia yang diilhami, dilandasi oleh keyakinan Islam.
Peradaban Islam adalah pencapaian hasil budi kaum muslim dalam
sejarah. Karenanya, berbeda dengan Islam yang sakral, tetap dan abadi.
Peradaban Islam betapapu besar dan hebatnya, adalah bersifat profan,
berkembang dan tidaklah suci. Peradaban Islam, tetaplah seperti
peradaban lain, tidak bebas dari kelemahan dan kesalahan dan atau bebas
dari kritik.

Dalam sejarah, peradaban Islam tidaklah memiliki corak yang tunggal.


Terdapat berbagai macam bentuk dan corak peradaban Islam. Kita bisa
mengatakan, misalnya peradaban Islam masa Khulafaur-Rasyidin,
Peradaban Islam Dinasti Umayah, Peradaban Islam Dinasti Abasiyah, atau
Peradaban Islam Indonesia abad 15.

Peradaban, Kebudayaan dan Kekuasaan

Kalau kita baca definisi kebudayaan (culture), misalnya dalam Kamus yang
sama: (1). The totality of socially transmitted behavior patterns, arts,
beliefs, institutions, and all other products of human work and thought....,
maka kebudayaan memiliki makna yang agak mirip dengan peradaban.
Keduanya adalah hasil kerja manusia pada suatu zaman. Namun, dalam
pembicaraan secara umum, peradaban nuansanya lebih luas, lebih
menyeluruh, lebih sophisticated, dan lebih mentereng.

Disamping itu, berbeda dengan kebudayaan, peradaban lebih dekat


dengan struktural (kekuasaan), bahkan melingkupinya. Sedang
kebudayaan, biasanya malah sering disebut sebagai antitesa dari

Warsono | 3
kekuasaan (struktural), sehingga sering muncul istilah 'pendekatan
struktural' dan 'pendekatan kultural'. Belum lagi dalam keseharian,
kebudayaan malah dipersempit lagi dengan aspek2 kesenian belaka.
Bahkan kedua aspek itu sering digabung menjadi seni-budaya. Karenanya
berbeda dengan kebudayaan yang bisa dibiarakan relatif terlepas dari
kekuasaan, peradaban hampir selalu terkait dengan kekuasaan.

Sejarah Sekilas Peradaban Islam

1. Periode Nabi Muhammad SAW

Menelusuri peradaban Islam tentu saja harus dimulai dari awal munculnya
agama Islam pada masa Rasulullah SAW, karena disitulah pondasi seluruh
nilai-nilai peradaban Islam. Pada masa kenabian Muhammad SAW yang
hanya 23 tahun ini, Rasulullah menanamkan seluruh nilai-nilai dan ajaran
Islam baik yang bersifat individual dan sosial.

Secara umum, para ulama membagi periode kenabian menjadi dua yang
masing-masing memiliki kekhasan nilai-nilai yang ditekankan. Periode
pertama adalah periode Makkah, yaitu periode ketika Rasul SAW bersama
sahabat tinggal di Makkah. Periode ini kira-kira berlangsung 13 tahun.
Pada periode lebih menekankan pada penanaman nilai-nilai dasar Islam,
sekaligus mengkoreksi nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat
Quraisy. Sehingga kalau kita lihat dalam ayat-ayat Al-Quran periode
Makkah akan terlihat sekali bahwa kebanyakan ayat-ayat tersebut
bertemakan hal-hal yaitu: 1. Tauhid, 2. Hari Akhir, 3. Mengkritik kecintaan
kepada dunia (materialisme), 4. Pembelaan kepada kaum lemah
(mustadh'afin) dan miskin, dan 5. Akhlaq dasar Islam.

Berikut misalnya contoh ayat-ayat Makkiyah:

QS Al-Mudatsir:
1. Hai orang yang berkemul (berselimut), (QS. 74:1)
2. bangunlah, lalu berilah peringatan! (QS. 74:2)
3. dan Rabbmu agungkanlah, (QS. 74:3)
4. dan pakaianmu bersihkanlah, (QS. 74:4)
5. dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, (QS.
74:5)
6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak. (QS. 74:6)

4 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


7. Dan untuk (memenuhi perintah) Rabbmu, bersabarlah. (QS. 74:7)
8. Apabila ditiup sangkakala, (QS. 74:8)
9. maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, (QS.
74:9)
10. bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah. (QS. 74:1)

QS Al-Ikhlas:
1. Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa". (QS. 112:1)
2. Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. (QS.
112:2)
3. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, (QS. 112:3)
4. dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. (QS. 112:4)

QS Al-Humazah
1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, (QS. 104:1)
2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya , (QS.
104:2)
3. ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, (QS. 104:3)
4. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan
ke dalam Huthamah. (QS. 104:4)
5. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (QS. 104:5)

QS Al-Maun:
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (QS. 107:1)
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, (QS. 107:2)
3. dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. 107:3)

Dari ayat-ayat tersebut terlihat bahwa Ayat-ayat Makkiyah ini bersifat


lugas, singkat, tegas dan menggugah. Isinya berisi dasar-dasar nilai Islam,
yaitu akidah dan akhlaq. Dalam bahasa sekarang barangkali pembentukan
ideologi. Sedikit yang berisi aturan-aturan rinci.

Karena nilai-nilai yang ditawarkan Islam ini bersifat pembebasan (dari


berhala dan tirani), dan emasipatif, maka pada periode ini dakwah Islam
banyak menarik kelompok tertindas (mustadh'afin), meski di kalangan
sosial atas juga ada (seperti Abu Bakar dan Usman). Di sisi lain, ditentang
keras oleh kelompok elit dan status quo di Quraisy.

Warsono | 5
Periode kedua adalah Madinah, yaitu sesudah Rasulullah hijrah ke
madinah. (Madinah artinya kota, dari akar kata yang sama "tamadun"
artinya peradaban berasal). Periode ini berlangsung selama sekitar 10
tahun. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah ini mulai
dibangun sistem sosial kemasyarakatan, berdasarkan nilai-nilai yang telah
ditanamkan di Makkah. Berbagai aturan yang rinci diperkenalkan.

Sebagai contoh, jika periode Makkah ditanamkan kecintaan kepada


kelompok tertindas (sebagaimana ayat2 di atas), maka periode Madinah
dibangun aturan penerapan cara menyantuni kelompok tertindas melalui
ketentuan zakat, misalnya. Misalnya dalam ayat-ayat berikut:

Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-


orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk
hatinya,untuk (memerdekaan) budak, orang-orang yang berhutang untuk
jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai
sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (QS. 9:60)

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka.
Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 9:103)

Pada periode ini, nilai-nilai ideal Islam diterapkan dalam masyarakat


Madinah, inilah dasar peradaban Islam yang ideal. Kalau kita perhatikan
maka peradaban Islam yang ingin dibangun Islam memiliki (paling tidak)
beberapa sifat pokok, yang berbeda dg masyarakat Quraisy:

1. Masyarakat Tauhid

Masyarakat Tauhid adalah masyarakat yang bergerak menuju dan


berorientasi kepada ketundukan kepada Allah Yang Maha Esa.
Ketundukan kepada Allah menjadi pengikat seluruh sekaligus puncak
ketaatan. Masyarakat Tauhid menganggap hanya Allah SWT, dan
perintahnya yang layak diterima tanpa reserve, sedang yang lainnya hanya
diterima jika tidak bertentangan dengan prinsip pertama. Karenanya
masyarakat tauhid adalah masyarakat yang meletakkan nilai spiritual pada
tempat tertinggi, dan mendasari seluruh kehidupan.

6 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


2. Masyarakat berkeadilan, terbuka, egaliter dan emansipatif

Konsekuensi logis dari masyarakat Tauhid, adalah menganggap seluruh


manusia memiliki kedudukan yang sama (egaliter), bersikap adil kepada
sesama, terbuka terhadap siapa saja untuk menerima sesuatu yang baik
dan benar tanpa memandang latar belakang, sekaligus membebaskan
(emansipatif) dari segala belenggu yang tidak perlu. Karena sikapnya yang
seperti itu pada awalnya banyak sekali pengikut dari kalangan tertindas
dan kelompok sosial ekonomi yang rendah.

3. Masyarakat berpegang pada hukum (syariah)

Dalam masyarakat yang dikembangkan oleh Rasululllah SAW, Hukum-


hukum Allah diletakkan sebagai undang-undang dalam kehidupan (rule of
law), mengalahkan seluruh kekuasaan, maupun kedudukan sosial. Semua
orang memiliki hak dan kedudukan yang sama di hadapan hukum Allah,
tidak ada beda antara kulit hitam dan kulit putih.

4. Masyarakat yang bersatu berdasarkan keimanan, bukan pada kelompok

Berbeda dengan masyarakat jahiliah yang menjadikan Kabilah/suku,


menjadi pusat identitas dan keterikatan setiap individu, masyarakat Islam
menjadikan keimanan sebagai basis keterikatan dan identitas.

Nilai-nilai dasar inilah, yang kemudian dikembangkan sepanjang sejarah


peradaban Islam berikutnya.

2. Periode Khulafaur-Rasyidin

Periode Khulafaur-Rasyidin adalah periode paling otoritatif setelah


periode Nabi SAW menurut pemahaman mayoritas Umat Islam. Pada
periode inilah eksperimen peradaban Islam pertama tanpa pimpinan Rasul
SAW secara langsung, namun tentu saja seluruh petunjuk Rasul SAW
menjadi pedoman utama mereka. Namun jelas unsur "ijtihad" dari para
Sahabat jelas sekali nampak.

Tentu, banyak sekali hal terjadi dan tercatat dalam sejarah, namun saya
ingin menggarisbawahi beberapa poin perkembangan yang m relevan
dengan perkembangan peradaban Islam.

Warsono | 7
a. Pengembangan sistem politik Islam

Salah satu ciri utama sistem politik yang dikembangkan oleh Khulafaur-
Rasyidin, sebagaimana yang ditulis oleh Al-Maududi dalam buku Khilafah
dan Kerajaan adalah sistem partisipasi publik. Sistem ini bisa disebut apa
saja, apakah Syuro, sistem konsultasi atau - kalau tidak alergi- sistem
demokratis. Yang jelas adalah melalui pertimbangan, diskusi, debat, dan
partisisipasi publik dalam kehidupan bernegara.

Saya ingin memberi point pada dua contoh penting partispasi publik, atau
bahkan kelompok kepentingan dalam periode Khilafah Rasyidah.

1). Sistem pengangkatan Khalifah (Kepala Negara)

Cara pengangkatan kepala negara ini penting sekali dan menjadi pokok
pengelompokan utama bentuk negara. Pada masa dulu pengangkatan
kepala negara paling lazim adalah melalui garis keturunan, inilah sistem
kerajaan. Sistem ini pada dasarnya memang membagi masyarakat pada
dua kelompok berdasarkan garis keturunan, yaitu kawulo (rakyat) dan
gusti (raja). Meski sistem ini tidak emansipatif, namun pada kenyataannya
sistem ini paling banyak diterapkan di seluruh dunia pada masa lalu.

Pada periode Khulafaur Rasyidin kepala negara disebut Khalafatur Rasul


(Pengganti Rasul) atau singkatnya Khalifah atau kemudian Amirul
Mukminin (pemimpin atau pemegang urusan kaum Mukmin). Kalau kita
lihat sejarah, memang pemilihan Khalifah pada masa Khulafaur Rasyidin
berbeda beda, yaitu:

- Pemilihan Abu Bakar RA adalah melalui musyawarah yang cukup sengit


antar kelompok masyarakat (Anshar dan Muhajurin) di Saqifah Bani
Sa'idah
- Pemilihan Umar Al-Faruq RA, dengan penunjukkan oleh Khalifah
sebelumnya, namun disetujui masyarakat.
- Pemilihan Usman bin Afan RA, dengan melalui musyawarah semacam
"formatur" yang dibentuk oleh Khalifah sebelumnya yang terdiri dari 6
sahabat utama, yang kemudian dikenal dengan "Ahlul Hal wal Aqd".
- Pemilihan Ali kw, melalui baiat umum masyarakat madinah.

Pola ini kelihatannya berbeda-beda namun semuanya memiliki kesamaan


penting, yaitu (1) tidak berdasarkan garis keturunan dan (2) melibatkan

8 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


partisipasi publik. Nah partisipasi publik ini memang bermacam-macam,
seperti disebut di atas. Semua bentuk pemilihan di atas sepenuhnya
adalah ijtihad dari para sahabat. Kalau boleh dengan istilah lain, kegiatan
di atas adalah bentuk eksperimen demokrasi atau musyawarah atau
partisipasi publik dalam mekanisme pemilihan kepala negara.
Semangatnya, melihat berbeda bentuknya adalah mementingkan esensi
bukan bentuk.

Karenanya dalam kehidupan modern sekarang, sistem pemilihan kepala


negara dengan bentuk pemilihan baik langsung maupun melalui
perwakilan bukanlah hal yang bertentangan dengan semangat Islam.
Bahkan menurut saya, semestinya bisa dianggap dari pengembangan lebih
advanced atas model yang dikembangkan oleh khulafaur Rasyidin.

2). Partisipasi publik dalam kehidupan politik.

Selain dalam pemilihan pemimpin umat, partisipasi publik juga terjadi


dalam seluruh kehidupan politik umat. Hal ini bukan saja dibolehkan
malah, kalau kita baca pidato indah pada saat pengangkatan Khalifah Abu
Bakar RA atau Umar RA, justru mereka mengharapkan partisipasi publik
meskipun dalam bentuk kritik atau pengawasan (amar ma'ruf nahi
munkar). Karenanya dalam berbagai riwayat akan sangat mudah kita
dapati bagaimana para Khalifah membuat keputusan publik selalu melalui
"dengar pendapat", diskusi, musyawarah dalam berbagai masalah. Namun
tentu saja, penentu akhir dan legal adalah tetap Khalifah itu sendiri.

Karenanya juga, menurut saya, pelembagaan partisipasi publik dalam


bentuk parlemen dalam kehidupan politik, tidak harus dianggap sebagai
bertentangan dengan sistem politik Islam. Bahkan, sekali lagi, bisa
dianggap sebagai bentuk advanced dari partisipasi publik itu dalam
kehidupan politik. Selain lembaga-lembaga lain seperti parpol, ormas,
LSM, atau bahkan individu.

b. Pengembangan Sistem Hukum Islam

Hal penting lain, bahkan -menurut saya - lebih tinggi nilainya dari
pengembangan politik adalah pengembangan sistem hukum. Dalam arti
tatanan masyarakat (social order) dalam masyarakat ideal Islam adalah
dibangun atas dasar sistem hukum yang berlaku secara pasti dan berlaku
untuk siapa saja. Bukan masyarakat yang disusun atas dasar semata-mata

Warsono | 9
kebiasaan atau bahkan berdasarkan kekuasaan semata (seperti pada masa
jahiliah) . Sistem masyarakat Islam ideal adalah meletakkan hukum Islam
atau Syariah Islam di atas kekuasaan.

Selain penguatan sistem hukum dalam periode para Khalifah Rasyidah,


juga pembakuan dan pengembangan sistem hukum baik dalam urusan
ibadah, privat maupun sosial (mu'amalah). Pembakuan dilakukan dengan
bentuk "penyeragaman", sedang pengembangan sistem hukum dilakukan
dengan bentuk "ijtihad" para sahabat sehubungan dalam berbagai
masalah yang berkembang yang belum pernah terjadi pada masa
Rasulullah SAW.

Penyeragaman yang paling penting adalah pembakuan mushaf Al-Quran.


Ini bukan berarti Al-Quran itu berbeda2, namun lebih pada susunan atau
pengucapan. Pembakuan mushaf ini bermakna penting sekali kemudian
dalam menjaga keutuhan dan keaslian Al-Quran. Penyeragaman
pemahaman terhadap berbagai aspek hukum juga dilakukan pada masa
sahabat, walau tetap terdapat perbedaan pendapat di kalangan sahabat.
Hal ini dilakukan misalnya dalam suatu masalah para sahabat berdiskusi
mengenai suatu masalah. Masing-masing mengeluarkan pendapat
berdasarkan informasi/ petunjuk Nabi SAW yang diketahui atau
pemahaman masing-masing. Setelah ditemukan atau disepakati pendapat
yang paling dekat dengan petunjuk Nabi SAW, maka dijadikan pendapat
bersama.

Sedangkan ijtihad para sahabat, dilakukan juga pada berbagai masalah


hukum. Ada yang dilakukan secara personal, ada juga yang kemudian
menjadi kesepakatan bersama. Inilah yang kemudian melahirkan konsep
penting yaitu ijma'. Para ulama fikih umumnya sepakat bahwa ijma
sahabat menjadi salah satu sumber hukum Islam. Dinamika
pengembangan sistem hukum pada masa Khulafaur Rasidin ini kemudian
menjadi pijakan penting dalam pengembangan sistem hukum pada masa-
masa berikutnya.

c. Pengembangan Wilayah Islam

Pengembangan wilayah Islam memiliki makna penting terhadap


pengembangan dakwah Islam. Salah satu keistimewaan dan berkah
munculnya Islam dibawah pimpinan Rasulullah SAW adalah menjadikan
wilayah semenanjung Arab yang tandus, gersang dan terpecah-belak atas

10 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


kesukuan (Qabilah) yang dilirik pun tidak oleh superpower saat itu,
menjadi sumber kekuatan baru yang menyala-nyala, solid dan siap dengan
tegar berhadapan dengan peradaban manapun di depannya. Dalam waktu
singkat, pada masa Rasulullah SAW, praktis sebagian besar semenanjung
Arab bersatu dalam kekuatan wilayah Islam.

Pada masa Khulafaur Rasyidin (terutaman pada masa Khalifah Umar RA)
pengembangan wilayah Islam dengan cepat menyebar ke sekitar
semenanjung Arab. Informasi menarik dari wikipedia.org pada entry
"Military Conquest of Umar Era" sebagai berikut:

.... During Umar's reign, the Islamic empire grew at an unprecedented


rate, taking Mesopotamia and parts of Persia from the Sāsānids
(effectively ending that empire), and taking Egypt, Palestine, Syria, North
Africa and Armenia from the Byzantines. Many of these conquests
followed watershed battles on both the western and eastern fronts. The
Battle of Yarmūk, fought near Damascus in 636, saw a Muslim army of
40,000 defeat a Byzantine force estimated to number 160,000,
permanently ending Byzantine rule south of Asia Minor. Another small
Muslim army achieved victory over a larger force in the much-
mythologized Battle of al-Qādisiyyah of circa 636 CE, near the banks of the
Euphrates River. During the course of the battle, Muslim general Sa`d ibn
Abī Waqqās routed the Sāsānian army and achieved the death of the
famed Persian general Rostam Farrokhzād.

.....

Umar's caliphate is notable for its many conquests. His generals conquered
Iraq, Iran, Azerbaijan, Kirman, Seistan, Khurasan, Syria, Jordan, Palestine
and Egypt, and incorporated them into the empire of the Muslims. All of
these were permanent conquests. The Romans lost Syria, Palestine and
Egypt for ever; and in Persia, the Sassani empire ceased to exis....

Sehingga wilayah kekuasaan Islam pada masa Khulafaur Rashidun jauh


menyebar luas keluar Jazirah Arab. Gambar dibawah ini cukup menjadi
gambaran dahsyatnya kekuataan Islam dalam waktu yang tidak lama.
(Berturut-turut wilayah Islam pada masa: Rasulullah SAW: Coklat tua, Kh.
Rasyidah: coklat kemerahan, Dinasti Umayah: Coklat muda)

Warsono | 11
Masih dari Wikipedia.org, diperoleh data bahwa dengan wilayah itu maka
kekuasaan Islam di bawah Khalifaur Rashidin adalah Imperium terbesar
pada masanya. Karena urutan luas imperium pada abad pertengahan
adalah 1. Mongol empire, 2. Umayad Empire dan 3. Rashidun Empire. Kita
tahu Umayad empire adalah kelanjutan Rashidun Empire, sedang Mongol
empire jauh sesudah Umayad empire... Allahu akbar...

d. Pengembangan sistem sosial Islam

Pengembangan sistem sosial yang dikembangkan masa Khulafaur


Rasyidin, tentu saja melanjutkan sistem sosial yang dibangun pada masa
Rasulullah SAW, yaitu masyarakat yang berorientasi kepada Tauhid,
berkeadilan, terbuka, egaliter, emansipatif, menjunjung tinggi syariah
(rule of Islamic Law) dan berorientasi kepada keimanan/spiritualitas (lihat
posting nomor 2).

Dalam membangun masyarakt yang egaliter, memandang semua


kelompok, ras, status sosial, latar belakang memiliki kedudukan yang
sama. Ini adalah pandangan revolusioner pada masanya, apa lagi
dibanding masa Jahiliah. Bilal bin Rabbah RA yang berkulit hitam, bekas
budak atau Salman Al-Farisi ahli teknik dari Persia, misalnya, memiliki
kedudukan yang sama dengan mantan petinggi Quraish.

Dalam membangun keadilan ekonomi, konsep zakat, jizyah dan kharaj


(pajak) diberlakukan secara konsisten. Konsep keadilan ekonomi ini
berkembang pesat pada masa Khalifah Umar RA, termasuk konsep baitul
mal. Boleh dibilang Khalifah Umar RA ini memang paling inovatif dalam
mengembangkan sistem kemasyarakatan dan pemerintahan.

12 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Sikap lain yang penting, melanjutkan sikap Rasul SAW kepada kaum non-
Muslim, terutama kaum Yahudi dan Nasrani, yang mengedepankan
toleransi, dialog dan kerja sama , dilanjutkan oleh khulafaur-Rasyidin.
Misalnya, berikut contoh sikap Umar RA ketika penaklukan Wilayah
Bizantium, termasuk Jerusalem(dari:
www.ucalgary.ca/applied_history/tutor/islam/caliphate)

....The Muslim policy of tolerance towards other religions had a positive


effect on the people of Syria, especially the Christians and Jews, who had
been persecuted under the Byzantines. Umar realised that the loyalty of
his new subjects was paramount to the success of Islamic rule in the
region, and he therefore tried not to alienate them with excessive taxation
or oppression.

Umat Islam juga bersikap terbuka dan memanfaakan terhadap hasil


peradaban bangsa lain, seperti ditunjukkan oleh Khalifah Umar, seperti
dalam kutipan berikutnya dari sumber yang sama:

... He retained the civil service of the Byzantines, however, until he could
establish his own system for governing his rapidly expanding empire, and
for that reason Greek remained the language of administration in the new
Muslim territories for over 50 years after the conquest.....

Kekuasaan Khulafaur Rasyidin ini sayangnya tidak berlangsung lama hanya


sekitar 30 tahun saja, namun hasil kerjanya sungguh luar biasa. Sehingga
tidak berlebihan jika dianggap periode terbaik dalam sejarah Islam. Dan
kita patut untuk mengikuti jejak mereka...

Warsono | 13
(Sebuah Catatan Perjalanan)

Alhamdulillah setelah melalui perjalanan dan perjuangan 8 jam (dari


Glasgow- Coventry) - bahkan lebih kalau diperhitungkan Dundee-Glasgow
dan nginep di Glasgow - drive sendiri, akhirnya saya dan rombongan (yaitu
Mas Husni, Bang Sahar dan Mas Sidiq) sampai ke lokasi Gathering.
Keinginan untuk silaturahmi dengan temen2 KIBAR yang sebelumnya
hanya lewat email akhirnya kesampaian juga... Alhamdulillah.

Jujur saja, pertama kali saya merasa asing sekali, karena tidak ada yang
saya kenal satu pun. Tetapi setelah saya mulai ngobrol dan saling sapa,
ternyata temen2 sangat hangat, tulus dan akrab sekali. Nampak sekali
temen2 memang ingin bersilaturahmi secara tulus, saling berbagi, saling
mengenal, tanpa terlihat keinginan saling menonjolkan diri, dsb.
Subhanallah! Saya bersyukur sekali, kelelahan karena perjalanan 8 jam
serasa terobati sudah.

Salut dan Selamat Untuk Panitia!

Mengenai acara secara umum, saya ucapkan salut dan selamat kepada
panitia (Mas Dono, cs).yang telah mengemas acara secara menarik dan
tidak monoton, bahkan saya menganggap seperti sebuah miniatur bagi
peradaban Islam yang indah, dan akrab. (Salut juga atas stamina untuk
berbuat dan berkomentar mencairkan suasanannya... Mas Dono memang
canggih!)

Mengapa?

Pertama, dari sisi komposisi acara berbagai aspek dari peradaban Islam
secara komprehensif. Gathering ini berisi kegiatan yang beragam tidak
hanya 'pengajian dan ceramah', namun juga kegiatan seni Islami, olah

14 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


raga, silaturahmi, pendidikan anak, juga bazar (ekonomi), selain tentu saja
kegiatan rohani (sebagai ruh masyarakat Islam) dengan shalat, tadarus
dan ngaji bersama. Jadi, dalam bahasa kerennya ada aspek mental-
spiritual, edukasi, intelektual, seni budaya, kesehatan, ekonomi dan sosial.
(Keren sekali kan?)

Kedua, dalam seluruh kegiatan tidak nampak kecenderungan untuk hanya


mengakomodir maupun memaksakan satu aliran keagamaan dalam
kegiatan. Bahkan, berusaha merangkul semua corak keberagamaan
(seperti NU, Muhamadiyah, dan ICMI) dalam semangat ukhuwah
Islamiyah.

Ketiga, suasana ukhuwah Islamiyah yang khas Indonesia yang penuh


canda dan tawa, tidak ditutup-tutupi. Suasana ini sungguh mengobati
kerinduan suasana tanah air, yang akrab, 'guyub', penuh canda dan tawa.
Setelah lama dalam suasana Barat yang relatif kaku dan formal. (Saya
punya teman orang Jerman, suka sekali kalau ngumpul dengan Indonesian
Gank, karena ketawa terus...)

Keempat, kegiatan tidak hanya untuk orang dewasa namun juga untuk
anak-anak. (Sayang saya tidak bisa membawa anak-2 dalam kegiatan
ini...Jauh sekali....)

Gagasan-gagasan Besar

Meski kelihatan sederhana, saya menangkap ada gagasan besar dalam


kegiatan ini, seperti:

- Membangun Kebudayaan Islam (diwakili dengan nasyid yang merdu


juga... Kayaknya perlu direkam, tuh... dan tari Saman. Salut tari
Samannya bagus sekali! Kelihatan 'ngos-ngosan' sih, tapi bagus....)

- Meretas Kebersamaan Islam Indonesia Serta Kepedulian Sosial


(dengan mengundang NU, Muhamadiyah dan ICMI untuk
membicarakan masalah umat Islam Indonesia)

- Dakwah Islamiyah

Ditambah dengan ceramah dari Ustadz Abu Sundus, yang juga berisi
gagasan besar mengenai Peradaban Islam, diantaranya berisi ide-ide
tentang:

Warsono | 15
- Penghargaan terhadap pluralitas manusia

- Kemajemukan peradaban Islam

- Sumbangan peradaban Islam

- Membangun komunikasi yang sehat dengan umat lain, terutama Barat

- Perlunya menawarkan spiritualisme Islam ke dalam masyarakat Barat

(Meski saya ngantuk benar mengikuti ceramah Ustadz ini, karena baru
dari perjalanan jauh...)

Insya Allah, saya tertarik sekali ingin membuat catatan tersendiri ide-ide
Ust Abu Sundus ini dalam kesempatan lain.

Jika kita sedih melihat permasalahan yang begitu besar di tanah air,
terutama berkaitan dengan moralitas. Secercah optimisme dan idealisme
yang besar nampak di forum Kibar ini...

Setelah mengikuti kegiatan Kibar, bertemu dan berpisah dengan teman2.


Saya teringat sebuah hadis, "Ada 7 golongan yang dalam lindungan Allah
pada hari ketika tidak ada naungan selain naungan Allah, yaitu imam
yang adil, dst...., orang-orang yang saling mencinta karena Allah. Mereka
bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah, ..."

Semoga Kibar Spring gathering ini termasuk dalam Hadis di atas. Amiien.

16 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Umat Islam memang akan selalu mendapat ujian, cobaan dan tantangan
di setiap masa, baik internal maupun external. Itu adalah Sunatullah
sepanjang zaman.

Hal ini terjadi sejak zaman Rasulullah SAW dan para Sahabat RA. Pada
masa Rasulullah SAW, tantangan dari luar adalah dari Kaum Kafir Quraisy
serta pengingkaran perjanjian kaum Yahudi. Sedang dari internal adalah
kaum munafikin, yang dalam Al-Quran di sebut kurang lebih " Kamu tidak
tahu tentang mereka, namun Allah mengetahui mereka..". Sebagian dari
kaum munafikin, diketahui Rasulullah SAW. Namun, mereka diperlakukan
sebagaimana muslim lainnya. Karena hukum fikih adalah berkaitan
dengan lahiriah. Sepanjang mereka mengaku muslim, mereka
diperlakukan sebagaimana muslim.

Di antara kaum munafikin itu adalah karena hatinya dua (qalbain), tidak
punya pendirian (muzhabzhab) , dan menerima Islam dengan setengah
hati, untuk mendapatkan keuntungan. Kaum ini hakikatnya adalah kaum
oportunis, orang-orang pengecut.

Namun, ada di antara kaum "munafikin" yang merusak Islam dari dalam
itu adalah kalangan ekstremis dari kalangan badui yang kasar. Mereka
sebenarnya menerima Islam, hanya keimanan mereka masih lemah
namun keras kepala dan merasa sudah paling hebat, serta memandang
Nabi SAW sebagai orang biasa saja, berbeda dengan kebanyakan sahabat,
yang begitu memuliakan dan menghormati Nabi SAW. Kita akan dengan
mudah mendapati para sahabat begitu memuliakan Nabi SAW, bahkan
bertabaruk kepada Beliau. Tidak ada di antara Sahabat yang berani
berkata-kata keras di hadapan Nabi SAW, mereka selalu bekata lembut,
apalagi menyakiti hati Nabi SAW.

Namun, kaum Badui ini sering berbuat kasar meski kepada Nabi SAW.
Dalam sebuah riwayat Abu Sa‘id al-Khudri (r.a.) berkata, " Kita ada dalam

Warsono | 17
masa Rasu SAW sedang membagi rampasan perang. Dhu’l-Khuwaysira,
seorang dari Bani Tamim datang datang kepada Beliau dan berkata,
"Rasulullah, berbuatlah adil!" Beliau menjawab, " Celakalah kamu! Siapa
lagi yang akan adil jika saya tidak adil? Kamu akan kehilangan dan kecewa
jika saya tidak adil!" Dan Umar (r.a.) berkata, “Rasulullah, izinkan saya
berurusan dengannya, sehingga saya dapat memenggal lehernya." Tetapi
Beliau berkata, "Biarkan dia. Dan dia memiliki sahabat. Di antara kalian
akan iri melihat shalat dalam kelompok mereka dan puasanya di antara
mereka. Mereka akan membaca Al-Quran, tetapi tidak lebih jauh dari
kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama seperti lepasnya panah
menuju mangsanya". Abu Sa‘id melanjutkan: "Saya bersumpah bahwa
saya hadir ketika Ali bin Abi Thalib memerangi mereka. Dia
memerintahkan bahwa orang itu harus dicari, dan dia dibawa kepada kita'
(HR Bukhari).

Kaum ekstremis ini kemudian mewujud dalam bentuk aliran Khawarij yang
menguat di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib kw. Kalau kita baca
riwayatnya, mereka ini ibadahnya luar biasa, mereka membaca Al-Quran
seperti lebah berdengung, saking khusyu dan banyaknya. Kita akan dibuat
merasa kecil melihat ketaatan mereka beribadah. Namun, mereka punya
penyakit kronis yaitu merasa benar, memandang rendah orang lain, dan
gampang mengkafirkan orang lain di luar kelompoknya. Inilah awal
ekstremisme dalam sejarah Islam.

Dan dalam suatu hadis, Rasulullah meramalkan akan munculnya kelompok


ekstrem seperti itu di akhir zaman dengan kosa kata yang sama persis
dengan kelompok khawarij ini, yaitu Mereka akan membaca Al-Quran,
tetapi tidak lebih jauh dari kerongkongan mereka. Mereka lepas dari
agama seperti lepasnya panah menuju mangsanya, dengan tambahan
lain ciri-ciri mereka: masih muda dan memiliki mimpi yang bodoh (sufaha
ahlam).

Dengan demikian, selain kesalahpahaman dan -memang ada juga-


kebencian dari kelompok di luar Islam seperti kasus Geert Wilder, namun
dari dalam umat Islam sendiri memang tidak sedikit yang memiliki
pandangan yang esktrem yang ikut menjadi bahan bakar membenci Islam
dan Umat Islam. Ditambah lagi, citra umat Islam yang bodoh, kumuh,
miskin, kurang amanah/korup, tidak percaya (thrust) kepada orang lain,
dsb., yang harus kita akui masih ada, malah banyak....

18 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Dengan demikian jelas, bahwa tugas kita bersama untuk membangun
image yang sebenarnya tentang Islam. Kita bisa mulai dari hal-hal yang
kecil saja, namun mendasar seperti: thrust, sopan, menyantuni orang
lemah, murah senyum, berprasangka baik kepada orang, suka membantu,
suka bekerja keras, dsb. Selain, kampanye yang kuat tentang Islam yang
sebenarnya, yang cinta damai, kasih dan santun.

Semoga Allah membimbing umat manusia kepada jalan yang lebih lurus...

Warsono | 19
tentang

20 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


“.. Dan bekerjalah, Wahai Keluarga Daud, sebagai (ungkapan) syukur
(kepada Allah) (QS 34;14)

Banyak orang memberikan gambaran orang Islam yang baik dan taat,
adalah emata-mata dari berapa banyak dia melakukan shalat sunat, doa-
doa, dzikir-dzikir, dan lain-lain. Sangat jarang orang mengaitkan ketaatan
beragama misalnya dengan bagaimana dia giat bekerja, tegar berusaha,
rajin di laboratorium atau berperilaku hemat. Bahkan kadang orang yang
"terlalu" giat bekerja dicap sebagai orang yang jauh dari agama.

Tentu benar, ketaatan beribadah (dalam arti ritual) menjadi syarat mutlak
ketaatan seseorang, namun sesungguhnya kalau kita kaji lebih dalam
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi kerja, amal saleh (yang
artinya perbuatan baik), atau action. Kerja adalah bagian penting dari
ibadah. Islam adalah agama kerja.

Berikut, akan disampaikan sepintas ilustrasi bagaimana Islam


sesungguhnya meninggikan nilai kerja, amal nyata, atau action yang
berguna bagi lingkungan dan bagi sesama.

Kerja adalah Pesan Moral dan Tindak Lanjut dari Ibadah Ritual

Kalau kita perhatikan ibadah (ritual) dalam Islam memiliki bentuk yang
sangat khas dibanding dengan agama lain. Apa itu? Jika ibadah dalam
agama lain dilakukan dengan kondisi relatif diam, tenang, dan pasif, maka
ibadah dalam Islam sangat dinamis, dan penuh dengan gerakan-gerakan.
Contoh sangat nyata adalah shalat. Shalat adalah ibadah yang sangat
sentral dan teragung dalam Islam, bahkan menjadi batas keimanan
seseorang atau tidak. Kalau kita amati, shalat dari awal sampai dengan
akhir, disertai dengan gerakan seluruh tubuh kita. Apalagi haji, sebagai
ibadah paripurna seorang muslim. Haji adalan ibadah total action, sangat

Warsono | 21
penuh dengan gerakan fisik. Kalau shalat meski penuh gerakan namun di
tempat saja, maka haji gerakannya melintasi tempat yang jauh. Begitu
juga puasa, zakat, semuanya action.

Ibadah adalah penghambaan kepada Allah semata, namun semua ibadah


kita harus memiliki implikasi kerja, implikasi sosial. Bahkan tata urutan
ibadah selalu terkait dengan kerja. Shalat, misalnya, didasari dengan
wudlu (penyucian diri), diawali dengan takbir (pengagungan kepada
Allah), dan diakhiri dengan salam ke kanan dan kekiri. Salam adalah
menyebarkan kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan. Pesannya
sangat jelas! Kegiatan ibadah shalat berupa ibadah penyucian diri, dan
mengagungkan Allah, harus dibuktikan dengan menyebarkan kedamaian,
kesejahteraan dan keselamatan kepada lingkungan. Dan itu –tidak bisa
tidak- dilakukan dengan kerja, action.

Secara jelas Al-Quran menyebut pesan moral atau tujuan dari shalat
berkaitan

dengan kerja. “…dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu


mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar” (QS Al-Ankabut:
45)

Begitu juga ibadah shaum (puasa) yang merupakan ibadah pengendalian


nafsu dan penyucian diri, diakhiri dengan zakat fitrah, yaitu berbagi
kepada sesama. Tidak berbeda dengan shalat, puasa juga harus mampu
melahirkan semangat kerja. Haji diawali dengan wukuf (berdiam diri),
dilanjutkan dengan tawaf, melempar jumrah, dan saí. Semuanya action.

Semua kegiatan ibadah memiliki benang merah yang sama. Kegiatan


ibadah adalah merupakan penyucian jiwa, pengisian dengan sifat-sifat suci
Allah, pengagungan dan berkomunikasi dengan Allah, yang harus
diwujudkan dalam amal shaleh – kerja- kepada sesama.

Dinamisnya ibadah dalam Islam juga terlihat pada arsitektur masjid.


Berbeda dengan tempat ibadah agama lain yang dirancang tertutup, sepi,
kadang kalau perlu gelap, jauh dari keramaian. Masjid selalu bercirikan
terang, terbuka, banyak jendela, dan berada di dalam pusat aktivitas
manusia. Bahkan dalam sejarah Nabi, pengaturan umat selalu dilakukan di
dalam masjid.

22 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Ketinggian Kerja dalam Al-Quran dan Sunah Nabi.

Al-Quran dalam banyak sekali ayat, menyebutkan bahwa iman saja tidak
cukup, tetapi harus disertai dengan amal shaleh, kerja, action. Tidak cukup
iman saja tetapi harus dimanifestasikan dengan amal. Cukuplah,
dinukilkan surat Al-Ashr untuk mewakili ayat-ayat tentang iman dan amal
shaleh.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,


kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.”

Dari ciri-ciri orang yang tidak rugi, selain keimanan semuanya berkaitan
dengan kerja; amal shaleh, menasehati, menaati kebenaran, menetapi
kesabaran.

Al-Quran juga memerintahkan agar kita selalu mencari karunia Allah di


bumi dengan bekerja sebagai ungkapan rasa syukur, bahkan setelah shalat
pun kita dianjurkan untuk segera bertebaran di muka bumi untuk bekerja.
Sebagaimana disebut dalam ayat-ayat berikut:

“.. Dan bekerjalah, Wahai Keluarga Daud, sebagai (ungkapan) syukur


(kepada Allah) (QS 34;14)

“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di


segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya.” (QS 67: 15)

"Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka


bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung."( QS 62: 10)

Dalam hadis juga banyak diungkapkan tentang orang-orang yang utama,


kebanyakan berkaitan dengan kerja, tindakan, action. Berikut di antaranya
hadis-hadis yang terkenal:

“Sebaik-baik kamu adalah yang paling baik perangainya/ akhlaqnya”

“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia”

“Muslim yang terbaik adalah muslim yang muslim lainnya


selamat/merasa aman dari gangguan lisan dan tangannya."

Warsono | 23
“Sebaik-baik kamu adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya”

“Sebaik-baik kamu adalah yang terbaik (berperilaku) kepada keluarganya”

“Tangan diatas lebih baik daripada tangan di bawah”

“Sebaik-baik kamu ialah orang yang mempertahankan keluarganya selagi


perbuatan itu tidak membawa kepada dosa”

“Barangsiapa yang menjadi susah pada petang hari kerana kerjanya,


makaterampunlah dosanya.” (Hadis riwayat Tabrani)

Bekerja bukan hanya dianjurkan untuk memberi manfaat kepada manusia,


tetapi juga sangat dipuji jika bermanfaat bagi makhluk yang lain.

Rasulullah S.A.W. bersabda, "Seorang muslim yang menanam atau


menabur benih, lalu ada sebahagian yang dimakan oleh burung atau
manusia, atapun oleh binatang, nescaya semua itu akan menjadi sedekah
baginya" (Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad).

Ketika menyebutkan ciri-ciri orang yang beriman, baik dalam Al-Quran


selalu menyebut dengan amal, kerja, kegiatan, atau action. Misalnya ciri-
ciri orang beriman dalam surat Al-Mukminun 1-11, yang menyebutkan ciri
orang beriman sebagai orang yang khusyu shalat, berzakat, meninggalkan
perbuatan yang sia-sia, menjaga kehormatan (kemaluan), dan menjaga
amanat. Dalam Hadis terkenal misalnya ciri orang beriman adalah berkata
baik atau diam, menghormati tetangga. Kebanyakan ciri-ciri orang
beriman berkaitan dengan amal nyata atau kerja.

Suatu ketika, Rasulullah mencium tangan kasar seseorang karena bekerja


keras sebagai pemecah batu dan beliau memujinya bahwa tangan itu
dicintai Allah. Subhanallah! …..

Kerja Keras Para Nabi dan Orang-orang Shalih

Kemudian kalau kita pelajari sejarah para Nabi AS, apalagi sejarah Nabi
Muhammad SAW, para sahabat Nabi, hingga zaman keemasan Islam
semua memiliki teladan yang sama, yaitu kerja keras membangun diri dan
masyarakat. Tidak ada satu pun contoh-contoh dari mereka yang hanya
mementingkan ibadah ritual semata.

24 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Sebagai contoh akan diulas singkat teladan Nabi Musa AS dan Nabi
Muhammad SAW. Di antara para rasul yang paling banyak dikisahkan
dalam Al Quran adalah Nabi Musa AS. Kalau dilihat kisahnya, berisi
perjuangan luar biasa membina masyarakat Bani Israil. Mulai dari hijrah
bertemu Nabi Syuaib AS, menghadapi Firaun, memimpin exodus besar-
besaran Bani Israil dari Mesir ke Palestina yang memakan waktu puluhan
tahun, hingga yang sangat menyita waktu adalah memberi dakwah
kepada Bani Israil yang sangat “ngeyel”.

Begitu juga Nabi Muhammad SAW, beliau tidak hanya menghabiskan


waktu untuk berzikir saja. Baik pada periode Makkah maupun Madinah,
beliau bekerja keras mendakwahkan Islam person to person, membina
mental sahabat, membentuk kader, membangun masyarakat, memimpin
perang, mengatur strategi, membuat perundingan, dan lain-lain. Kalau
kita pelajari detil sejarah Nabi Muhammad SAW, kita dapati hari demi
hari, tahun demi tahun yang penuh perjuangan dan kerja keras bersama
para sahabat. Pada saat Rasulullah SAW wafat umat Islam menguasai
hampir seluruh jazirah Arab.

Hal ini dilanjutkan oleh para Khalifah Rasyidah, hingga dalam waktu
singkat (terutama masa Umar Al-Faruq) Islam menyebar dengan
penaklukan Persia (superpower masa itu) ke barat hingga ke Afrika
berhadapan dengan Bizantium (superpower yang lain). Kemudian sejarah
berlanjut hingga penaklukan Eropa, India, sehingga umat Islam menjadi
pusat peradaban dan ilmu pengetahuan pada saat itu. Sejarah yang luar
biasa! Dan itu dicapai dengan kerja keras, bukan hanya ibadah ritual
semata.

Secara pribadi, kita juga mendapati Rasulullah SAW dan para sahabat
adalah orang-orang yang menyukai kerja. Rasulullad SAW selain bekerja
untuk umatnya, beliau melubangi sendiri sandalnya, menambal sendiri
bajunya, memeras sendiri susu kambingnya dan melayani keluarga.
Subhanallah, Rasulullah adalah pemimpin sejati!

Kerja: Gerak Universal alam semesta

Al-Quran memuat sangat banyak kejadian-kejadian alam semesta, bahkan


menurut Dr Mahdi Ghulsyani (cendekiawan muslim Iran) hingga 10% dari

Warsono | 25
ayat-ayat Al-Quran. Semua berpusat pada ketundukan, tasbih dan sujud
jagad raya pada Tuhannya. Salah satu di antaranya, “Bertasbihlah kepada
Allah semua yang ada di langit dan di bumi, dan Dia Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”(QS 61:1)

Kita tidak tahu bagaimana tasbih alam semesta, namun manifestasinya


sangat jelas. Manifestasi dari tasbih dan sujud alam semesta adalah aneka
kerja yang kontinu dan teratur dari alam semesta. Gerakan aneka benda
langit pada orbitnya, reaksi fusi bintang-bintang yang menyebarkan energi
kepada lingkungan, pengembangan alam semesta, sebagai contoh di
antaranya. Semua bergerak, bekerja, dan berproses, itulah bentuk ibadah
mereka yang bisa kita lihat. Di antara bentuk ibadah batu misalnya adalah
dengan meluncur jatuh, sebagaimana ayat, “.. dan di antaranya (batu) ada
yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah”(QS 2:74)

Banyak sekali ayat-ayat tentang alam semesta, dari yang besar mengenai
galaksi hingga hewan-hewan kecil seperti semut, semua mengikuti
perintah Allah dengan bekerja secara terus menerus. Sehingga kita
bekerja pada dasarnya adalah seirama dengan gerak universal alam
semesta, seirama dengan sujud alam semesta. Kahlil Gibran dalam Sang
Nabi membuat puisi yang sangat indah:

Kau bekerja, supaya langkahmu seiring irama bumi


Serta perjalanan roh jagad ini
Berpangku tangan menjadikanmu orang asing bagi musim,
Serta keluar dari kehidupan itu sendiri
Yang menderap perkasa, megah dalam ketaatannya
Menuju keabadian masa

Bekerja sebagai Pengabdian kepada Allah SWT

Kalau sekedar bekerja, bukankah semua orang melakukan, umat lain


melakukannya? Bahkan kaum ateis pun bekerja. Lalu apa bedanya?

Tentu ajaran bekerja para Nabi sangat berbeda. Bekerja dalam ajaran
Islam

26 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


adalah manifestasi dari iman. Bekerja adalah sebagai bagian dari ibadah.
Sedang bagi umat yang lain, mungkin hanya sekedar mengisi waktu,
mengejar harta, dll.

Berikut secara ringkas ciri bekerja sebagai pengabdian kepada Allah SWT:

1. Motivasi kerja : pengabdian kepada atau mencari ridha Allah SWT


2. Cara kerja : sesuai/tidak bertentangan dengan syariat Islam
3. Bidang kerja : yang halal, baik/ma’ruf
4. Manfaat kerja : kebaikan, kesejahteraan, keselamatan bagi semua
(rahmatan lil alamin)

Dengan bekerja sebagai motivasi ibadah, semestinya selalu memberikan


yang terbaik. Selalu bekerja semaksimal mungkin, bukan seadanya. Itulah
yang disebut sebagai “ihsan” (berbuat baik) atau “itqan”(hasil terbaik).
Allah bahkan memerintahkan kita meniru karya Allah dalam bekerja, “…
maka berbuat baiklah (fa ahsin) sebagaimana Allah telah berbuat baik
kepadamu”(QS 28:77)

Bekerja dengan motivasi di atas semestinya juga akan melahirkan kerja


keras, tegar, jujur, dan profesional dalam kondisi apa pun. Berbeda
dengan motivasi jabatan misalnya, hanya bekerja ketika ada iming-iming
atau konsekuensi jabatan, jika tidak dia akan enggan. Sedang bekerja
dengan motivasi ibadah semesteinya akan bekerja dengan semangat
meski imbalan langsung tidak nampak, meskipun uang sedikit, meski tidak
ada yang melihat, meski tidak dipuji atasan. Karena memang motivasinya
adalah pengabdian kepada Allah SWT. Sedang Dia selalu ada, selalu
mengawasi, selalu mengetahui apa yang kita lakukan.

Kalau demikian, mengapa bangsa muslim kini justru identik dengan


bangsa yang malas, tidak dapat dipercaya, tidak disiplin, kurang etos kerja,
bahkan : korup!? Ini kenyataan yang harus kita akui bersama, dan menjadi
tugas kita bersama untuk memperbaiki. Mulai dari diri sendiri, di sini dan
sekarang!

Ternyata kini kita bekerja jauh dari semangat dan nilai-nilai Islam dan
teladan para pendahulu kita. Kita juga memandang agama dengan cara
yang salah. Kita menganggap kerja dan ibadah adalah dua hal yang
berbeda dan terpisah. Akibatnya adalah sikap mendua (split personality)
dalam bekerja. Maka kini kita dapati kenyataan aneh seperti orang yang

Warsono | 27
rajin beribadah (ritual) namun rajin juga menilap aset kantor, bahkan milik
masyarakat, tidak jujur, atau suka main terabas.

Kita sudah shalat, namun shalat kita belum mampu membangun karakter
sehingga mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Kita belum
bisa menjadikan puasa sebagai perisai kita melawan tarikan nafsu-nafsu
yang rendah. Kita belum mampu menjadikan haji sebagai total
pengabdian kepada Allah SWT.

Masya Allah, kita beragama namun menjauh dari nilai-nilai agama. Kita
beribadah ritual namun kita semakin menjauh dari petunjuk Allah. Kita
lebih memilih topeng dalam beragama. Kita memilih kulitnya, lalu
membuang isinya.

Akhirnya, marilah kita jadikan setiap ayunan langkah kita dalam bekerja
sebagai zikir kita kepada Allah SWT. Kita jadikan setiap gerakan tangan kita
dalam bekerja sebagai tasbih kita kepadaNya. Kita jadikan setiap ucapan
dan pikiran dalam bekerja sebagai sujud dan syukur kita kepada Rabbul
Izzati.

Amien!

28 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Perbuatan/pekerjaan itu tergantung dari motivasinya,
dan sungguh baginya akan mendapatkan
dari apa yang menjadi motivasinya.
(Nabi Muhammad SAW)

Ketika sedang menyapu jalan, Badu petugas kebersihan yang sudah


bertahun-tahun bertugas ditanya seseorang, “Sedang apa, Pak?”. Dengan
wajah marah dia menjawab,”Memangnya nggak lihat! Saya lagi nyapu
sampah!”. Temannya Madu dengan pertanyaan sama, dia tersenyum dan
menjawab, “Oh, saya sedang membersihkan kota. Mudah-mudahan kota
ini menjadi lebih bersih dan menyenangkan”.

Pekerjaan keduanya sama yaitu menyapu sampah yang berserak di jalan,


tetapi kedua melihat dengan cara yang sangat berbeda. Akibat dari cara
pandang yang berbeda, melahirkan sikap kerja yang berbeda juga. Badu
merasa dirinya rendah, bahkan mungkin nis-ta, dan dia pun bekerja
dengan penuh keterpaksaan. Bekerja baginya adalah sesuatu “penjara”.
Namun bagi Madu pekerjaannya sangat mulia, karena bermanfaat bagi
seluruh warga kota! Sehingga dia bekerja dengan sungguh-sungguh dan
gembira.

Kalau kita renungkan, apa pun pekerjaannya kita akan melakukan


pekerjaan yang rutin, itu-itu saja. Operator PLTD meng-hidupkan mesin
dan ditengah deru mesin mengecek dan memegang ini-itu, petugas
pelayanan gangguan di tengah terik matahari atau kedinginan malam
memper-baiki instalasi, petugas cater keliling kampung, petugas loket
melayani antrean yang panjang, petugas administrasi memelototi berkas-
berkas yang menggunung atau huruf dan angka yang bertebaran di layar
komputer. Begitu setiap hari, itu kita lakukan selama bertahun-tahun.

Kalau kita melihat pekerjaan kita dengan kacamata Badu, maka -tidak ada
lain- kita akan merasa bahwa pekerjaan kita ini sesuatu yang

Warsono | 29
membosankan, jenuh, tidak berharga. Mungkin kita merasa seperti robot
atau sekrup saja, tidak ada kebanggaan dalam bekerja.

Tetapi coba kita memakai kacamata Madu, maka kita akan merasakan
bahwa apa yang kita lakukan setiap hari meski kelihatan kecil namun
sungguh sesuatu yang mulia. Karena kerja kita memberi manfaat kepada
masyarakat, kita melayani orang lain, kita berguna bagi hamba Tuhan yang
lain.

Kita bukan sekedar menyalakan mesin, di balik itu kita memberi


penerangan kepada ratusan atau ribuan orang. Kita memberi kebahagiaan
kepada ribuan orang!

Ya, apa pun pekerjaan kita, bersyukurlah! Karena dengannya kita melayani
dan memberi manfaat bagi orang lain. Bekerja adalah melayani.

Marilah, kita bekerja dengan senyum gembira, karena kita sedang


melayani orang lain, kita sedang membuat orang lain tersenyum…

30 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Dalam Aesop's Fables yang terkenal, dikisahkan seorang pengembara
bercerita berbusa-busa tentang hebatnya pengalamannya. Dia bercerita
bahwa ia mampu mengalahkan semua peloncat jauh hingga 2 kali jauhnya
dari yang lain. "Kalau tidak percaya, silakan datang ke Rhodes dan tanyai
orang-orang di sana!", katanya. Salah seorang dari pendengar yang
jengkel & kritis berkata, "Tidak perlu ke Rhodes, untuk membuktikannya.
Cukup engkau tunjukan kemampuanmu di sini, dan kami akan percaya".
Seperti semua kisah Aesop lain, selalu diakhiri dengan moral of story.
"Perbuatan berbicara lebih keras dari perkataan", kata Aesop.

Dalam Al-Quran juga dikritik keras orang-orang yang hanya bicara, omong
doang, (OMDO). No Action Talk Only (NATO). Misalnya, "Hai orang-orang
yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS. 61:2-3)

Apakah ini berarti pemikiran atau teori atau wacana itu tidak penting?
Yang penting adalah kerja atau action saja? Jawabnya menurut saya:
Tidak! Keduanya sama pentingnya. Baik wacana/pemikiran, maupun kerja.
Keduanya sama pentingnya seperti pohon dan buahnya. Tidak ada buah
tanpa pohon. Seperti juga kurang berarti pohon tanpa buah.

Pada era 90an, Dr. Kuntowijoyo dalam sebuah ceramah mengklasifikasi


gerakan mahasiswa menjadi aktivisme dan intelektualisme. Aktivism
mementingkan aksi, utamanya: demo. Sedang intelektualisme
mementingkan pemikiran, mendiskusikan wacana. Dr. Kunto kemudian
mengemukakan pentingnya sintesa bagi keduanya. Dalam bukunya yang
penting "Paradigma Islam: Dari interpretasi untuk Aksi", Dr. Kuntowijoyo
juga menulis pentingnya keduanya: teori dan aksi. Beliau kemudian juga
mencanangkan ilmu sosial profetik, yang memiliki misi humanisasi (amar
ma'ruf), liberasi/emansipasi (nahi munkar) dan transedensi (tu'minuna
billah).

Warsono | 31
Al-Quran tidak hanya mengajarkan kita untuk bekerja, namun juga untuk
menggunakan akal, merenungi realitas sekitar, dan mempelajari sejarah
jatuh bangunnya umat manusia. Yang karenanya kita bisa belajar dan
merumuskan pemikiran untuk memecahkan permasalahan kita.

Sejarah peradaban dan jatuh bangunnya bangsa di dunia, menunjukkan


bahwa perubahan tidak bisa hanya hanya dari pemikiran saja. Namun juga
tidak bisa hanya dari aksi saja. Masa Reneisance, Revolusi Industri di
barat, Revolusi Islam di Iran, misalnya. Tidaklah merupakan hasil kerja
semata, namun juga buah dari pemikiran. Berbagai wacana pemikiran
muncul begitu ramai mendahului aksi.

Wacana atau pemikiran dengan demikian memiliki fungsi strategis


sebagai penyadaran, pencerahan dan konsep atau solusi bagi
permasalahan. Namun semua hal-hal yang canggih dan besar itu, tidak
bermakna apa2 jika tidak dilanjutkan dengan aksi. Sebaliknya aksi tanpa
pemikiran, akan membuat kita kehilangan arah dan orientasi dalam
bekerja. Seperti bekerja dalam gelap. Pada akhirnya kita tidak ke mana-
mana.

Karenanya, janganlah kita hanya menganggap yang penting kerja dan


merendahkan wacana atau pemikiran. Di sisi yang lain, janganlah kita
hanya berwacana untuk kemudian kita jadikan arsip. Keduanya harus kita
lakukan. Pemikiran hendaknya kita tindaklanjuti dengan kerja. Kerja
kita dievaluasi dengan pemikiran. Hasil pemikiran lalu diperbaiki dengan
kerja. Begitu seterusnya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah fondasi
dari dari pemikiran dan kerja adalah Iman kita kepada Allah. Di mana
pemikiran dan kerja adalah manifestasi dari iman.

Al-Quran dengan indah memberi petunjuk pentingnya, iman, amal, dan


dakwah/ evaluasi/ seruan/ wacana, dalam surat terkenal Al-Ashr: "Demi
masa. Sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-
orang yang beriman, beramal kebaikan, dan saling nasihat-menasihati
dalam kebenaran dan kesabaran"

Semoga Allah membimbing kita menuju jalan-Nya yang lebih lurus. Amien

Dundee, 2008

32 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Beberapa hari yang lalu saya berumur tepat 40 tahun berdasarkan
kalender masehi, kalau berdasar kalender Islam tentu sudah 41an tahun.
Saya bersyukur kepada Allah SWT atas begitu banyaknya nikmat yang
Allah berikan kepada saya, terutama nikmat Iman dan Umur.

Orang barat bilang "life begins at 40", kira2 berarti bahwa kehidupan
matang/dewasa dimulai pada umur 40an tahun. Ada juga yang bilang 40
tahun adalah puber kedua (sic!). Meski bisa dimaklumi, karena umur 40
biasanya sudah mulai matang secara ekonomi, namun merasa masih
cukup muda. Sehingga ah... sudahlah, semoga Allah membimbing saya
dan menjauhkan dari cerita-cerita aneh itu.

Saya ingin menggali lagi, bagaimana sebenarnya makna umur 40 tahun


dalam Islam. Kubuka lagi ringkasan Buku Renungan Tentang Umur
Manusia karya Imam Alawi Al-Hadad, ternyata Al-Quran memang
menyebut umur 40 tahun secara khusus. Saya kutipkan dari web saya:
http://soni69.tripod.com, sbb:

3. Masa Dewasa

Sedangkan apabila seseorang telah mencapai masa dewasa, Allah SWT


memberikan karunia hikmah dan kebijaksanaan sehingga kelihatan
padanya berbagai ketaatan dan menujukan hatinya kepada Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah SWT: " Dan setelah menjadi dewasa dan cukup
umurnya, Kami anugerahkan kepadanya hikmah dan ilmu pengetahuan.
Demikianlah Kami memberi balasan bagi orang-orang yang melakukan
kebajikan. " (QS. 28;14)

" ... sehingga apabila dia telah dewasa dan mencapai umur empatpuluh
tahun, berkatalah ia: 'Ya Tuhanku, tunjukilah aku jalan untuk mensyukuri
nikmat yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kedua ibu-bapakku,
dan doronglah aku untuk berbuat amal saleh yang Engkau ridhai ..." (QS.
46;15)

Warsono | 33
as-Syaikh al-Arif Abdul Wahhab bin Ahmad as-Sya'rani dalam kitabnya al-
Bahrul-Maurud menyebutkan: "Telah diambil janji-janji dari kita, bahwa
apabila kita telah mencapai umur empatpuluh tahun, hendaklah bersiap-
siap dengan melipat kasur-kasur dan selalu ingat bahwa kita sekarang
sedang dalam perjalanan menuju akhirat pada setiap nafas yang kita tarik
sehingga tidak akan lagi merasa tenang hidup di dunia. Di samping itu
hendaknya kita menghitung setiap detik dari umur kita sesudah melebihi
empat puluh tahun, sebanding dengan seratus tahun sebelumnya."

Imam Syafi'i (rahimahullah), setelah mecapai umur empat puluh tahun,


berjalan dengan sebatang tongkat kayu. Ketika ditanya sebabnya, beliau
berkata: "Supaya aku senantiasa ingat bahwa aku adalah seorang musafir
yang sedang berjalan menuju akhirat."

Berkata Wahab bin Munabbih: "Aku baca dalam beberapa kitab,


bahwasanya ada suatu suara menyeru dari langit ke-empat pada setiap
pagi: 'Wahai orang-orang yang telah berusia empatpuluh tahun! kamu
adalah tanaman yang telah dekat dengan masa penuaiannya. Wahai
orang-orang yang telah berusia limapuluh tahun! Sudahkah kamu ingat
tentang apa yang telah kamu perbuat dan apa yang belum? Wahai orang-
orang yang telah berusia enampuluh tahun! Tidak ada lagi dalih bagimu.
Oh, alangkah baiknya seandainya semua mahluk tidak diciptakan! Atau
jika mereka telah diciptakan, seharusnya mereka mengetahui, mengapa
mereka diciptakan. Awas, saatmu telah tiba! Waspadalah!"

Ternyata umur 40 tahun adalah memang umur dewasa, dimana hikmah


dan ilmu (semestinya) sudah matang, namun juga waktu untuk bersyukur
atas nikmat, sekaligus siap-siap untuk berlari menuju Allah SWT. Kalimat
Imam Syafi'i rh yang memakai tongkat ketika umur 40 tahun untuk
mengingatkan bahwa dia seorang musafir, benar2 menggetarkan saya.
Karena kebetulan beberapa hari yang lalu saya juga pakai tongkat, namun
bukan karena kearifan seperti Imam Syafi'i... Namun dipaksa karena nyeru
lutut yang luar biasa! Ah, betapa bedanya saya dan Imam Syafi'i....

Semoga Allah membimbing kami menuju jalan-Nya yang lurus, di sisa


waktu yang disediakan-Nya. Semoga Allah memudahkan hati saya untuk
mencintainya..Amien

Warsono, Banjarbaru, 20 Mei 2009

34 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


tentang
g

Warsono | 35
Semakin lama saya merenungi beberapa rahasia di alam semesta, semakin
saya memahami bahwa hakikat spiritualitas adalah merendahkan diri dan
memberi kepada sekitarnya secara terus menerus, tanpa henti. Saya mulai
dari ayat-ayat di alam semesta, kemudian sedikit kisah Nabi AS.

Matahari adalah berkah bagi tatasurya kita. Sains mengatakan seluruh


energi yg ada di bumi sekarang berasal dari matahari, bahkan kehidupan
berlangsung karena ada matahari. Matahari berhenti sehari saja,
barangkali hancur kehidupan.... Matahari juga adalah benda yang berusia
paling lama di tatasurya kita. Matahari, begitu juga bumi, adalah benda yg
paling "abadi"... Orang, binatang, pohon, bahkan samudera dan gunung-
gunung, selalu berubah dan berganti. Ada yang sangat cepat, seperti
serangga...ada yg cuma beberapa hari saja umurnya. Ada yang cukup lama
bisa ratusan tahun, seperti pohon. Namun matahari sudah miliaran tahun,
keadaannya hampir sama miliaran tahun dengan sekarang. Matahari yg
dilihat ayahanda kita Adam AS adalah sama dengan matahari sekarang,
berputar sama 24 jam sehari, dengan cahaya lembut di pagi hari, terik di
siang hari, kembali lembut di sore hari.... Apa yang dilakukan matahari?
Matahari adalah manifestasi kasih sayang Allah... Bekerja terus-menerus
memberikan sinarnya kepada jagad raya, tanpa mendapatkan apa-apa.
Sambil memberikan sinarnya, matahari dengan grafitasinya "memeluk"
semua planet-planet agar tidak bertebaran ke alam semesta... Tanpa
mendapatkan apa2 dari planet-planet itu.... Dia hampir-hampir tidak
berubah selama miliaran tahun... Subhanallah....

Setingkat lebih rendah dari matahari adalah bumi. Bumi yang kita injak
tiap hari, berperilaku sama.... Memberi kepada penghuninya, dari
binatang bersel satu, hingga makhluk yg merasa cerdas manusia... Bisa
saja membuang kotoran, sampah kepada bumi, namun bumi memberikan
tumbuhan, bunga kepada kita... Bumi memberi kita minyak tanah, kita
memberinya asap... Bumi juga juga sudah miliaran tahun, namun sudah
selalu berubah....Subhanallah...

36 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Lebih rendah lagi adalah tumbuh2an, dia hampir diam... namun memberi
oksigen, bunga, sayuran dan buah... Dia mengubah kotoran hewan dan
tumbuhan, menjadi daun, bunga dan buah... Pohon hidup dan mati,
namun dia bisa berumur ratusan tahun.... Subhanallah...

Dari ketiga ayat-ayat Allah tersebut saya mengambil pelajaran abadi,


bahwa untuk mencapai spiritualitas, tidak ada lain adalah dengan sikap
merendahkan diri sendiri, diam lebih banyak berbuat, memberikan
kepada sesama, tanpa mengharapkan balasan dari makhluk... Semakin
kita memberi dan menjadi cahaya bagi sesama, semakin bermakna
spiritualitas kita... Semakin kita menjadi berorientasi pada diri sendiri,
semakin jauh keimanan kita... Ya Allah, saya jadi semakin malu, saya
banyak cerita tentang keimanan, spiritualis... Padahal saya pada dasarnya
belum tahu apa2... Wallahul muwafiq ilaa aqwamit thariq...

Warsono | 37
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Rabbku kepada jalan
yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan
Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. 6:161)
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya;dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. 6:162-163)

Bayangkanlah ini adalah diri kita...

Seorang yang sudah mulai lanjut, pemimpin masyarakat, kita diberi anak
laki-laki masih bayi. Kita sangat senang selain karena naluri juga karena
misi kita nanti ada yang melanjutkan. Namun, entah dengan maksud apa,
Majikan kita menyuruh kita untuk membawa istri dan anak kita yang
masih kecil untuk mengembara ke pada pasir... Kering-kerontang, tidak
ada orang, tidak ada air.. Tetapi kita ikuti karena Majikan kita yang
menyuruh.

Sesudah sampai ditempat yang kita tuju yang sulit itu, lagi-lagi Majikan
kita memberi perintah yang tidak masuk akal.... Tinggalkan anak dan
istrimu di padang pasir... Ini perintah apa lagi? Istri dan anak yang masih
bayi ini disuruh ditinggal di padang pasir, yang kering kerontang, tidak ada
air, tidak ada makanan, tidak ada orang.... Bagaimana nasib mereka
nantinya?

Dengan hati yang sedih luar biasa, kita turuti perintah Majikan kita. Kita
sudah percaya dengan Manjikan kita. Meninggalkan anak dan istri kita di
tengah padang pasir, sendirian... Sampai kapan? Kita tidak tahu, hanya
menunggu perintah Majikan.

38 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Bertahun-tahun kerinduan kepada anak dan istri yang ditinggalkan,
memenuhi hati kita... Bagaimanakah nasib mereka? Kapankah majikan
menyuruhku menemui mereka?

Akhirnya setelah 12 tahun, kita diperintahkan untuk menemui anak-istri


kita... Kita gembira luar biasa! Kita akan menemui anak istri kita yang
sudah kita rindukan.

Puji syukur, anak dan istri kita selamat! Anak kita sudah menjadi remaja
yang tampan, berbakti, cerdas, akhlaqnya sangat baik. Gurun pasir itu kini
sudah mulai menjadi ramai, menjadi kampung kecil dan istrinya menjadi
orang yang dihormati. Ternyata Majikan kita tidak bohong. Kita bahagia
sekali......

Namun baru beberapa saat bertemu, melepaskan kerinduan kepada anak


dan istri... Kita mendapat perintah yang tidak masuk akal...Tiba- tiba kita
disuruh menyembelih anak kita, dengan tangan sendiri... Ini perintah apa
lagi? Tidak makes sense... Jangan-jangan Majikan 'just kidding....'. Tapi
perintah itu datang tiga kali.. Majikan kita serius...

Cobalah nanti kita konsultasikan dengan anak kita, pasti dia menolak...
Bisa jadi alasan kepada Majikan kita. Heran sekali! Ketika kita sampaikan
dengan anak kita, dia OK-OK saja, tenang. Aduh bagaimana ini???

Akhirnya dengan menguatkan hati, kita penuhi perintah itu... betapa pun
hancurnya hati kita... Di tengah padang pasir, yang tandus, peristiwa
spektakuler itu terjadi... Seorang Bapak akan menyembelih putra terkasih
demi perintah Majikan...

Tepat ketika akan menyembelih anak itu... Datanglah interupsi dari


Majikan...

Tidak perlu kita membunuh anak itu, tetapi Majikan kita menggantinya
dengan Domba yang besar dan gemuk.... Kita gembira luar biasa, tiada
tara!!!

Yaa... Kita sudah tahu dan hapal orang itu adalah Ibrahim As, Bapak Para
Nabi, Penghulu Ajaran Tauhid... dan Majikannya adalah ALLAH SWT
sendiri...

Warsono | 39
Namun kalau kita menggunakan hati, perasaan, kita paham... Bahwa
kecintaan dan ketaatan Nabi Ibrahim AS kepada Allah luar biasa!
Kecintaan yang tak terkira! Anak dan istri sebagai simbol kecintaan
terdalam kepada dunia, tidak ada apa-apanya dibanding kecintaannya
kepada Allah SWT.

Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa


yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari
jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah
ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga). (QS. 3:14)

Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari
yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah),
pada sisi Rabb mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri
yang disucikan serta keridhaan Allah; Dan Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba- Nya. (QS. 3:15)

Ternyata Allah bukan memberi perintah ini tanpa makna, cuma main-
main. Karena kemudian, ini adalah pelajaran universal dari Allah SWT
kepada seluruh umat manusia. Kaum Yahudi dan Nasrani juga menjadikan
kisah ini sebagai pedoman kecintaan kepada Allah.

Namun Islam lain! Islam tidak hanya mengajarkan, menceritakan,


mengabadikan kisah ini saja... Islam adalah lebih merupakan agama amal
daripada kata-kata (kata Muhammad Iqbal). Islam menjadikan peristiwa
ini sebagai momentum untuk beramal. Haji, Shalat Idul Adha/Qurban dan
Ibadah Qurban. Membangun hubungan dengan Allah dan membangun
kecintaan kepada sesama.

Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu ni'mat yang


banyak.Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah (QS
108:1-2)

Qurban adalah sarana muqarabah (mendekat) kepada Allah. Qurban


adalah upaya memutus kecintaan kita kepada keindahan dunia dengan
kedekatan dengan Allah (qurbatan lillahi).

40 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Beruswah dari Bapak Para Nabi, kita jadikan qurban sebagai sikap hidup
kita. Berbagi dan memberi apa yang kita punya kepada sesama. Berbagi
harta, berbagi makanan, berbagi ilmu, berbagi kebaikan, berbagi kata-kata
mulia, berbagi senyum, berbagi kebahagiaan kepada sesama. Sebagai
jalan mendekat kepada Allah SWT.

Mari kita sisihkan 50 pound sebagai sarana qurbatan lillah...

Allahumma shalli ala Muhammad wa aali Muhammad,

Kamma shalaita ala Ibrahim wa aali Ibrahim....

Warsono | 41
tentang
g

42 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Duh, Gusti... Hati ini terasa miris, melihat bencana yang terus mendera di
negeri kami tercinta. Pertanyaan selalu menggelayuti hati kami:
Mengapa? Untuk apa semua bencana itu bagi kami? Lirik Ebiet G Ade
belasan tahun lampau seakan selalu relevan...

...

Mengapa di tanahku terjadi bencana?

Mungkin Tuhan mulai bosan, melihat tingkah kita

yang selalu salah dan bangga dengan dosa-dosa.

Atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita

Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang

...

Bagi kami kaum mukmin yakin bahwa semua bencana adalah karena-Mu
jua. Qul lan yushibana illa maa kataballahu lana, Katakan: tiada musibah
kecuali telah tertulis di sisi Kami.

Namun entah kenapa, kami seakan 'kurang yakin' dengan takdir-Mu,


sehingga kami selalu bertanya dan mempertanyakan hal ini. Berapa orang
bilang: itu karena kami melalaikan hukum-hukum-Mu? Ini adalah
peringatan.

Boleh jadi benar... Tapi bukankah bangsa yang melalaikan -Mu, tidak
hanya kami? Banyak kaum (menurut kami) yang lebih lalai kepada Mu?
Lagian, tuduhan ini dilontarkan oleh orang yang kebetulan tidak terkena
bencana...

Warsono | 43
Seolah-olah hanya kami yang berbuat salah sehingga kamilah yang
terkena bencana. Sedang mereka yang bilang dengan seolah-olah selalu
ingat kepada-Mu?

Kami sadar bahwa kami memang banyak sekali salahnya, karena itu kami
selalu memohon ampun kepada-Mu. Namun derita yang datang silih
berganti sungguh terasa berat.

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit


ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-
orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Innaa lillahi
wa innaa ilaihi raaji'uun ", Sesungguhnya semua dari-Mu dan akan
kembali kepada-Mu. (QS. 2:155-156)

Satu hal yang pasti, kini kami semakin sadar akan kelemahan dan
kekurangan kami. Dan kami semakin yakin akan kebesaran dan
keagungan-Mu, agar kami semakin berserah diri kepada-Mu...

44 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Kali ini kita akan membahas musibah secara lebih "nalar", bukan
"perasaan".

Musibah memiliki seribu wajah, kadang bahkan bermakna sangat


individual. Sepert dalam pertandingan sepak bola atau pilkada. Bagi yang
menang itu diidentifikasi sebagai "nikmat", sedang bagi yang kalah
menjadi "musibah". Jadi nikmat dan musibah, kadang adalah "perspektif",
atau sudut pandang.

Memang ada juga, musibah yang bermakna general, umum dan relatif
diterima semua orang. Misalnya musibah gempa bumi, banjir,
peperangan, epidemi, dll. Namun barangkali kita bisa melihat dari
perspektif lain atas musibah itu. Barangkali dalam perspektif yang lebih
luas, bisa jadi musibah itu adalah anugerah. Bessing in disguise, begitu
kata orang.

Tetapi dalam kerangka lebih luas, apa yang disebut musibah bukanlah
musibah-musibah amat. Misalnya letusan gunung berapi, atau gempa
tektonik. Dalam kerangka lain, kedua fenomena alam ini adalah sesuatu
yang normal sebagai mekanisme "pergerakan" alam semesta menuju
kesempurnaan dan perbaikan. Seperti tubuh kita akan mengalami "puber"
sebagai pergerakan menuju kesempurnaan. Memang akibatnya dari skala
lebih kecil adalah musibah, namun dalam skala yang lebih luas adalah
suatu kebaikan.

Dalam perspektif ini, "musibah" adalah baik. Tanpa letusan gunung berapi,
tanah tidak akan subur. Tanpa musibah besar masa dinosaurus yang
mengakibatkan kepunahan dinosaurus, perjalanan rantai kehidupan akan
berjalan melalui jalur yang berbeda. Bisa jadi itulah sarana bagi
kemunculan manusia...

Warsono | 45
Dalam perspektif inilah kita bisa memahami firman Allah:

Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih


bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3:191-192)

Subhanallah, TIDAK ADA yang Allah ciptaan semua yang besar atau yang
kecil, yang kita anggap musibah atau nikmat, yang kita sukai atau kita
benci...ini SIA-SIA. Yang penting bagi kita bagaimana memaknai semua
kejadian, sebagai sarana untuk pensucian diri kita, perkembangan jiwa,
sebagai sarana menjauhkan diri kita dari siksa api neraka.

Wallahu a'lam

46 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Ada ungkapan, "Hanya keledai yang masuk kedalam lobang yang sama
untuk yang kedua kalinya". Ungkapan ini dimaksudkan untuk musibah
yang seharusnya bisa kita hindari.

Karena memang tidak semua musibah adalah "taken for granted", banyak
di antara musibah yang karena kelalaian kita sendiri. Konon, menurut teori
health and safety (Keselamatan kerja), misalnya, sebenarnya di antara
"kecelakaan" (accident) kerja, sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh
kelalaian. Dan kelalaian itu bermacam-macam mulai dari kurangnya ilmu
atau keterampilan, tidak ada SOP, tidak memakai sarana pengaman, dll.
Konon hampir 95% kecelakaan adalah akibat kelalaian, bukan semata-
mata kecelakaan. Karena yang dimaksud kecelakaan mestinya adalah
meski kita sudah berusaha semaksimal mungkin menghindari secara
masuk akal, toh tetap ada yang memang diluar kontrol kita. Inilah yang
dimaksud kecelakaan. Tetapi kalau, misalnya kita naik motor ngebut, tidak
pakai helm, sambil main-main, terus kecelakaan, ya itu lebih banyak
kelalaian kita.

Tapi, dengan nyamannya dan santainya kita bilang... Ya, itu memang
sudah nasib... Dan, menganggap "nothing wrong". Dan tidak mengambil
hikmah dari peristiwa itu, ya, kita memang masuk dalam ungkapan di atas.

Dalam konteks yang lebih luas, Allah SWT bahkan menyatakan dalam
sebuah ayat:

"Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan karena perbuatan


manusia itu sendiri".

Sebagian ulama (misalnya Syaikh Nawawi dalam Nasaihul Ibad)


mengatakan maksud kerusakan di sini adalah kerusakan akhlaq dan iman.

Warsono | 47
Namun mengambil makna umum dari ayat ini, tidaklah salah mengartikan
kerusakan secara fisik. Karena memang banyak sekali kerusakan alam
akibat keserakahan dan kelalaian manusia. Hutan yang gundul, sungai
dengan sampah menggunung, got mampet, resapan air jadi bangunan,
sawah danau jadi rumah, dsb. secara kasat mata dan akal sehat
sederhana, memang sama artinya kita sedang "menanam " banjir. Anak
kecil juga tahu, kalau saluran air di kamar mandi kita tutup atau banyak
sampahnya, ya pasti air akan menggenang. Karenanya hampir dipastikan,
tanpa upaya yang besar-besaran dan serius, banjir di kota besar di
Indonesia, adalah merupakan ritual tahunan bahkan makin lama pasti
akan makin besar. Apalagi kalau kita hanya ramai ketika banjir, kemudian
lupa bahkan lebih "ganas" sesudah banjirnya hilang. Logikanya sederhana
saja, seperti kamar mandi di atas.

Bahkan dalam kontek musibah yang tidak bisa dihindari sama sekali,
seperti tsunami, gempa, gunung berapi, tornado, tetap ada cara-cara
"masuk akal" untuk mengantisipasinya, paling tidak meminimalisir
akibatnya. Di sinilah, sebenarnya makna dan nilai usaha manusia.
Sebagaimana makna ayat terkenal, "Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah nasib suatu kaum, tanpa mereka mengubah apa yang ada
dalam diri mereka sendiri".

Dalam konteks ini musibah adalah sarana untuk memperbaiki diri atas
kesalahan dan problem di masa lalu, baik yang menimpa orang lain apalagi
pada diri sendiri. Dan ini bermakna umum, baik secara perbaikan fisik
apalagi perbaikan sikap, akhlaq dan hati nurani.

Wallahul muwafiq ilaa aqwamith thariq...

48 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Saya ingin kembali ke nuansa sufistik...

Apa yang yang disebut bencana/musibah sesungguhnya tidaklah tunggal,


dan tergantung apa yang kita anggap penting di dalam hidup. Paling tidak
beberapa perspektif orang memaknai bencana.

1. Pandangan Sufistik/Iman

Bagi mereka yang disebut musibah adalah segala sesuatu yang


menjauhkan dari-Nya, segala sesuatu yang menjadikan lupa kepada-Nya.
Itulah musibah. Tidak tergantung 'sesuatu' itu menyenangkan dirinya atau
tidak.

Suatu kejadian yang menyenangkan, namun justru menjauhkan dari-Nya,


itu adalah musibah. Sedang sesuatu yang menyakitkan, namun kejadian
membuatnya semakin dekat, itu adalah nikmat, bukan musibah.

Dalam perspektif ini, segala kejadian dihadapi dengan lapang dada dan
pasrah kepada-Nya. Inilah sikap yang digambarkan dalam Al-Quran, "...
Supaya engkau tidak merasa sedih atas apa yang terlepas/hilang, dan
tidak merasa bangga atas dengan apa yang engkau dapatkan..".

Konon, suatu ketika Imam Syafi'i r.a. segera membatalkan shalat dan
mengambil uang yang tersisa padanya untuk disedekahkan. Hal ini
dilakukan karena uang tersebut membuatnya tidak khusyu' ketika shalat.
Subhanalllah! kelebihan uang baginya adalah musibah, karena 'sedikit'
mengganggu ketika shalat.

Rasulullah, Insan Mulia, (Shalawat dan salam baginya dan keluarganya),


adalah orang yang sangat mencintai umatnya. Sehingga digambarkan
dalam Al-Quran, "Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul
dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat

Warsono | 49
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan
lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. (QS 9:128). Kalau kita
membaca riwayat Beliau, hal-hal yang membuat sedih bukanlah karena
kelaparan, penderitaan fisik, dll., tetapi kesedihan hati Beliau akan nasib
umatnya kelak! Nasib kita! Apakah kita akan selamat atau tidak. Salah satu
yang Beliau takutkan adalah kalau-kalau umatnya "Cinta Dunia dan Takut
Mati". Inilah yang disebut musibah, bagi Rasulullah SAW. Hingga konon
ketika beliau hendak wafat salah satu yang dipesankan beliau adalah "...
umatku,...umatku".

2. Perspektif Umum

Ini adalah pandangan kita umumnya, musibah adalah segala sesuatu yang
mengakibatkan penderitaan fisik dan mental. Terlepas maknanya positif
atau negatif kepada keimanan kita, atau pun tidak ada hubungannya.
Namun kita berusaha mencari hikmahnya terhadap setiap peristiwa.

3. Perspektif Egoisme

Dalam perspektif ini, musibah adalah segala sesuatu yang mengakibatkan


keinginan, kemauannya, dan harapannya, tidak terpenuhi. Titik sentralnya
adalah kepentingan dan kesenangan 'diri sendiri'. Meski keinginannya itu
adalah ma'syiat, namun kalau tidak kesampaian, itu adalah musibah. Insya
Allah, kita bukan termasuk dalam kelompok ini.

Wallahul muwafiq ilaa aqwamut thariq...

50 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Musibah selama ini dianggap sebagai manifestasi aspek Jalaliyah
(Keagungan, kekuatan) dari asma Allah seperti Al-Muntaqim, Al-Jabbar, Al-
Mutakkabir, dll - sebagai lawan dari aspek lain Jamaliyah (Keindahan)
seperti Ar-Rahman, Ar-Rahiim, dll. Tentu tidak salah karena dari kejadian
berbagai musibah menunjukkan kekuasaan Allah SWT, sekaligus
ketidakberdayaan kita sebagai makhluk.

Namun ternyata, di balik aspek Kebesaran dan Kekuasaan Allah itu,


terdapat aspek Kasih dan Sayang-Nya. Karena ternyata musibah, dalam
kerangka nilai ukhrawi sebenarnya merupakan anugerah bagi hambanya
sebagaimana diuraikan oleh Habib Munzir Al-Musawa
(http://www.majelisrasulullah.org), sbb:

Kematian bagi muslimin jika ia terjebak dalam musibah adalah syahid,


sebagaimana sabda Nabi saw : “kelompok yg mati syahid adalah mereka
yg wafat tenggelam (termasuk banjir), terbakar, terkena rerobohan
(longsor), terbunuh (dibunuh, kecelakaan lalu lintas), sakit dibagian
perutnya (yaitu meninggal karena penyakit yg diantara leher hingga
bawah perut, seperti ginjal, jantung, liver, lambung, paru paru), dan
mereka yg wafat di jalan Allah” (shahihain Bukhari dan Muslim).

Sampai disini kita fahami bahwa kematian bagi mereka diatas adalah
rahmat Nya swt karena mereka digolongkan para syuhada, walaupun di
dunia dihukumi tetap sebagai jenazah biasa, yaitu dishalatkan,
dimandikan dll, namun di akhirat mereka bersama syuhada. Tak ada hisab
bagi mereka kelak, langsung menuju sorga Allah swt.

Tidak ada azab dalam ummat Muhammad saw, karena bagi mereka
hanyalah Rahmat Nya swt, dan dunia bagi kita adalah tempat beramal
dan bukan tempat pembalasan, dan tempat pembalasan adalah setelah
kematian dan di hari kiamat.

Warsono | 51
Wafat dalam musibah tentunya keberuntungan besar sebagaimana hadits
diatas, dan bagi mereka yg hidup itu adalah penghapusan dosa,
sebagaimana sabda Rasul saw bahwa semua musibah yg menimpa
ummat beliau adalah penghapusan dosa, maka bertanya Aisyah ra
Ummulmukminin : Lalu kalau kita tertusuk duri itu apakah juga ada
penghapusan dosanya?, Rasul saw menjawab : “Betul, bahkan gundah
dihati pun merupakan penghapusan dosa” (Shahihain Bukhari dan
Muslim).

Bahkan dalam riwayat lain Rasul saw bersabda : “Tiada henti hentinya
musibah menimpa seorang muslim atau muslimah, pada dirinya, pada
hartanya, pada keluarganya, hingga ia menemui Allah swt kelak tak
membawa dosa sedikitpun.

Dalam riwayat lainnya dijelaskan bahwa musibah mengangkat derajat


kita, maka demikian kasih sayang Nya Allah swt yg mengangkat derajat
Hamba hamba Nya swt tanpa mereka sadari.

Karenanya di berbagai buku-buku tasauf, misalnya Tanbihul Ghafilin karya


A Lait As-Samarqandi, terdapat bab di antaranya Keutamaan sakit,
keutamaan musibah... Seolah-olah suatu paradox, lha wong musibah kok
dikatakan UTAMA?

Tetapi, salah satu dari ciri keimanan kita adalah kemampuan memahami
paradox dalam kehidupan, di antaranya masalah musibah ini...

52 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


"Janganlah kamu mengira orang-orang yang gugur di jalan Allah adalah
orangyang mati, tetapi sesungguhnya mereka hidup. Hanya saja kamu
tidak menyadarinya "(QS Sapi Betina)

Tulisan ini, setelah lama sekali kosong, bukan untuk menakut-nakuti atau
mengajak kepada kematian, namun justru untuk mengajak kepada
kehidupan dengan menghargai atau "berdamai dengan kematian". Judul
ini saya ambil dari judul bukunya Prof Kamarudin Hidayat.

Namun latar belakang tulisan ini adalah dua peristiwa kehilangan Kakak
ipar dan Adik Kandung saya. Pertama, Kakak ipar saya (kakak istri saya),
seorang wirastawan yang ulet dan pekerja keras, meninggal dunia sekitar
3 bulan lalu, setelah satu tahun berjuang melawan tumor otak. Kakak saya
meninggal dalam usia yang masih muda 42 tahun. Kedua adalah adik
kandung saya sendiri, yang baru saja seminggu sebelumnya mendapat
gelar Profesor di bidang Mechatronik, meninggal sekitar 1 bulan lalu.
Dalam usia yang lebih muda lagi 39 tahun, setelah masuk rumah sakit
seminggu sebelumnya akibat pnemonia. (Semoga Allah menempatkan
mereka di tempat mulia di sisi-Nya. AMien)

Sebenarnya, kematian adalah peristiwa kemanusiaan biasa dan normal


saja. Namun ketika hal itu mengenai orang-orang terdekat, ternyata
memiliki makna yang sangat mendalam serta cukup menyentak kesadaran
saya.

Kejadian di atas, memaksa kita untuk berdamai dengan kematian, yang


saya seperti maknai di bawah ini:

1. Kematian bukanlah monopoli orang-orang tua, namun bisa terjadi


kapan saja dengan sebab apa saja. Namun sesungguhnya sangat
dekat dengan keseharian kita. Karena janganlah kita takut mati,
namun kapanpun kita bersiap untuk mati. Tua dan muda sama saja.
Sama-sama akan mendekati kematian. Inilah yang dalam bahasa

Warsono | 53
agama disebut "Zikrul maut" (ingat mati). Zikrul maut adalah
pelembut hati.

2. Menghargai kehidupan. Karena hidup ini singkat saja, maka kita


semestinya kita menghargai kehidupan. Dengan cara menghargai
dan mensyukuri setiap nafas dan detak jantung yang diberikan
Allah SWT kepada kita. Ketika saya melihat kakak dan adik saya
terbujur di rumah sakit dengan selang dan kabel-kabel rumit dan
monitor rumit yang, dengan bunyi beep periodik, mengingatkan
saya betapa napas dan detak jantung yang jarang kita sadari adalah
anugerah tak terhingga dari Tuhan.

Salah satu caranya menghargai kehidupan adalah menghargai


orang lain dengan berbuat apa yang bisa kita perbuat untuk orang
lain. Dahlan Iskan, Direktur kita, dalam wawancara di televisi
mengatakan menghargai kehidupan adalah dengan bekerja keras.

Juga, menghargai badan kita. Badan kita punya hak, untuk dijaga,
dirawat dan dihormati, dengan cara hidup dan sikap yang baik.
Ketika badan kita diperlakukan tidak adil, maka kita telah
merusakkan badan kita sendiri.

3. Mempersiapkan untuk kematian. Hadis Nabi mengatakan, "Orang


yang cerdas adalah orang yang menahan nafsunya dan berbuat
untuk kehidupan sesudah mati". Ya, sama dengan di atas
mempersiapkan kematian adalah dengan berbuat kebaikan,
bekerja keras, mengabdi kepada Tuhan dan berkhidmat kepada
sesama.

Termasuk, mempersiapkan kematian di masa sekarang adalah memiliki


asuransi atau 'takaful' untuk keluarga kita.

Semoga Allah SWT membimbing kita menuju jalan yang lebih lurus.

54 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


tentang
g

Warsono | 55
(Renungan di Bulan Maulid)

Assalamu alaika, zain al anbiya-i


(Salam bagimu, wahai hiasan para Nabi)
Assalamu alaika, azkal azkiya-i)
(Salam bagimu, Yang Tersuci dari Orang-orang suci)
....
Anta syamsun, anta badrun, anta nurun fauqa nuuri
(Engkau matahari, bulan purnama, cahaya di atas cahaya)
...

Begitu sebagian untaian shalawat dan syair-syair Maulid yang banyak


dibaca di Kalteng/Kalsel, sebagai perwujudan cinta dan pujian kepada
Nabi k ita Muhammad SAW. Syair-syair di atas adalah gubahan ulama-
ulama terdahulu, yang kemudian ditradisikan oleh umat Islam secara
turun temurun.

Sebagian orang menyebutnya sebagai bid'ah, kultus individu, dan lain lain
sebutan. Karena memang tidak ada dalam Al-Quran maupun hadis secara
tersirat. Padahal syair-syair tersebut hanyalah ungkapan shalawat, pujian,
salam, dan kerinduan. Sesuatu yang alami, murni dari para peci nta
Rasulullah SAW. Cinta memang tidak bisa hanya cu kup disimpan dalam
hati tetapi harus diekspresikan dengan ucapan dan perbuatan. Bagi orang
awam (seperti saya), sangat terbantu mengekspresikan cinta kita kepada
Rasulullah SAW dengan syair-syair maulid ini. Biarlah orang lain
mengatakan bid'ah, bagi kita inilah salah satu ungkapan yang bisa kita
berikan kepada insan yang paling mulia, paling suci, paling baik, paling kita
rindukan, dan paling kita cintai.

Bukankah Allah SWT sendiri dan para malaikat memberikan salaw at,
sebagai penghormatan, terlebih dahulu sebelum menyuruh kita
mengucapkan salawat? Bukankah Allah SWT juga memuji Muhammad
Rasulullah SAW sebagai yang berakhlaq agung (la'ala khuluqin adziem),
suri tauladan yang baik (uswatun khasanah), cahaya (nur), rahmat bagi

56 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


alam semesta (rahmatan lil alamin), dan yang belas kasih dan penyayang
(raufur rahim)?

Tetapi tentu, tidak hanya dengan pujian dan salawat saja semestinya,
bukti cinta kita kepada Rasulullah SAW. Ada banyak hal y ang akan
menambah kualitas cinta kita kepada Insan Utama i ni. Menurut saya,
berikut di antaranya:

1. Menjalankan pesan-pesan dan ajaran Rasulullah SAW.

Ada banyak pesan-pesan Rasulullah sebagai kecintaan Rasul kep ada


umatnya, yang terhimpun dalam berbagai hadis Nabi. Tentu bukti
kecintaan kita adalah dengan menjalankan pesan-pesan itu. Apal agi
pesan-pesan itu adalah hal-hal yang memang akan menyelamatkan dan
membahagiakan kita di dunia dan akhirat.

'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi), maka Allah akan
mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu' (QS 3:31)

2.Merindukan bertemu Rasulullah SAW.

Kalau kita mencintai gadis/pria, tentu kita selalu merindukan nya dan ingin
bertemu dengannya. Biarpun jauh, penuh rintangan, tentu akan kita
lakukan demi kecintaan kita kepadanya. Begitu juga kecintaan kita kepada
Rasul. Kita belum pernah bertemu dengannya, namun kita sudah
merasakan nikmat karena mengikuti ajarannya. Alangkah senangnya kita
jika suatu saat bertemu dengannya. Tentu, kita akan berupaya sekuat
tenaga agar bisa berjumpa dengan Rasul kekasih kita.

Suatu ketika salah seorang sahabat Rasul menyatakan cintanya kepada


Rasulullah SAW. Rasul menjawab: 'Anta ma'a man ahbabta' (engkau
beserta orang yang engkau cintai).

3. Memperbanyak shalawat dan pujian untuk Nabi SAW

Bertolak dari firman Allah SWT:

'Sesungguhnya Allah dan para Malaikat bershalawat kepada Nabi .


Wahai orang-orang beriman, bershalawatlah kepadanya dan ucapkanlah
salam ..'

Warsono | 57
Maka shalawat Nabi banyak diucapkan dimana-mana, paling tidak dalam
shalat-shalat kita. Kemudian para ulama menggubah berbagai macam
shalawat dan pujian sebagai ungkapan kecintaan kepada Nabi S AW.
Shalawat dan pujian inilah yang banyak dibacakan di bul an maulid ini.

4. Mencintai keluarga (ahlul bait) Nabi SAW

Dalam Shahih Muslim, kitab hadis paling valid kedua setelah Bukhari,
disebutkan pesan Nabi SAW;

'Aku tinggalkan dua bekal yang berharga (tsaqalain). Pertama adalah


Kitabullah, di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya. Laksanakanlah
Kitabullah itu dan berpega ng teguhlah kepadanya. (Dan berpegang pula)
pada Ahlul Baitku. Aku peringatkan kalian tentang ahlul baitku (3x)'

Dalam hadis lain:

'Aku tinggalkan dua perkara yaitu Kitabullah dan keluargaku, keduanya


tidak akan berpisah hingga saat menemui ku di Telaga, maka
perhatikanlah sikap kalian terhadap mereka' (HR Ahmad, Nasa i, dan
Tirmidzi)

Ibn Hajar: dinamakan tsaqalain karena agungnya derajat keduanya.

Dalam Al-Quran (42:23) disebutkan:

'Aku tidak meminta upah kepadamu atas seruanku, kecuali kecintaan


kepada kerabat (al-Qurba)'. Ketika sahabat bertanya, siapakah Al-Qurba?
Rasulullah menjawab: Ali, Fatimah, Hasan dan Husain (Ahlil baitku)

Siapakah Ahlul Bait Nabi SAW?

Nah, disini ada 2 kelompok besar dalam menafsirkannya:

a. Kalangan Ahlus-Sunah

Kalangan Ahlus-Sunah rata-rata memberi makna yang luas dan beragam,


mulai dari Ali, Hasan, Husain dan keturunannya, hingga istri-istri Nabi
SAW, keluarga Ja'far, dan Keluarga Abas, serta Bani Abdul Muthalib dan
Bani Hasyim.

58 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


b. Kalangan Syiah

Kalangan syiah (mayoritas) hanya memberi makna Ahlul Bait kepada 12


Imam, yaitu Ali, Hasan, Husain, dan 9 keturunan Husain.

Baik makna sempit atau luas, keduanya bermakna keluarga Nabi. Memang
merekalah merupakan salah satu tonggak Islam dal am sejarah. Keluarga
Nabi terkenal kesalihannya dan semangat dalam menyebarkan Islam ke
seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, penyebar mula-mula Islam di
Indonesia adalah keluarga Nabi.

Kepada para ahlil bait Nabi SAW inilah kita bershalawat dalam setiap
shalat. 'Allahumma shali 'ala Muhammad, wa aali Muhammad...'. Kepada
mereka pula kita seharusnya cinta, hormat, dan mengikuti ajaran-
ajarannya. Tidak perlu takut kita mengungkapkan kecintaan kepada ahlul
bait Nabi, karena itu pesan Rasulullah SAW. Sehingga Imam Syafi'i berujar,
'Jika mencintai Ahl ul Bait disebut Rafidi (Syiah), ketahuilah bahwa saya
seorang Rafidi'.

5. Menjaga nama baik Nabi SAW dan umatnya.

Kalau kita mencintai seseorang tentu kita tidak rela jika ora ng tersebut
dicaci atau dijelek-jelekkan. Tetapi yang lebih tinggi lagi, kita berusaha
menjaga nama baik dengan menjadi t eladan yang baik, sehingga kita ikut
membawa nama baik orang yang kita cintai.

Begitu juga kita, tentu harus membela Nabi SAW, jika ada oran g yang
mencela Beliau. Namun ada yang lebih tinggi, yai tu menunjukkan kepada
dunia bahwa umat Muhammad adalah umat yang mulia, berwib awa dan
terhormat. Kalaupun tidak seperti umat Islam terdahulu, minimal tidak
menjadi umat yang membawa nama buruk Nabi kita apalagi jika
memalukan nama Beliau.

Kita tahu umat Islam terdahulu mampu merubah dari bangsa yang dilihat
pun tidak oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang berdiri tegak,
beradab bahkan menjadi puncak peradaban saat itu. Kini kita mendapati
umat Rasulullah tidak dalam posisi mulia. Bangsa mayoritas muslim saat
ini identik dengan bangsa miskin, bodoh, t idak tertib, dan yang paling
memalukan... bangsa yang paling korup. Dari data statistik, 90% orang

Warsono | 59
miskin ada di Asia & Afrik a, banyak -kalau tidak kebanyakan- dari mereka
adalah Muslim.

Padahal umat Islam terdahulu dikenal karena bersemangat baja, tertib,


menjaga kehormatan, membela orang-orang lemah dan miskin,
menjunjung tinggi ilmu dan menjaga kesucian diri dan harta. Kini harus
kita akui bahwa kita harus belajar dari bangsa-bangsa lain, dan terutama
nilai-nilai dasar kita dan contoh orang-orang terdahulu yang telah
membawa nama baik umat Muhammad SAW.

Kita tentu senang dan bangga, jika Michael H Hart dalam buku yang
terkenal menjadikan Nabi Muhammad SAW dalam urutan teratas daftar
orang-ora ng yang paling berpengaruh dalam sejarah. Namun kita malu
mendapati bangsa-bangsa muslim terbesar seperti Indonesia, Pakistan,
Ban glades adalah diantara bangsa-bangsa paling korup di dunia.

Kita tahu Rasulullah SAW adalah orang yang sangat cinta dan concern
dengan umatnya, sehingga digambarkan Allah SWT:

'Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaum kalian
sendiri. Ia merasakan beratnya penderitaan kalian, sangat mendambakan
(keimanan dan keselamatan) kalian, dan amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang beriman' (QS 9:128)

Begitu cintanya Rasul terhadap umatnya sehingga konon diantara ucapan


terakhir beliau adalah 'umatku... umatku..'. Entah bagaimana wajah kita
jika ketemu Rasulullah, dan melaporkan 'Ya Rasulullah, kini umatmu
sangat banyak, nomor 2 di dunia, lebih dari 1 miliar. Ne gara terbesar
umatmu adalah Indonesia, lebih dari 180 juta Muslim... Hanya saja,
maafkan ya Rasulullah, bangsa ini banyak yang miskin, bodoh, tidak
tertib, dan termasuk paling korup di dunia.....'. Entah baga imana pula,
perasaan Rasulullah Mulia mendengar ini....

Khatimah

Di bulan Maulid yang mulia ini, marilah kita perdalam kecintaan kita
kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu Alaihi Wa aalihi wa sal am.
Minimal dengan mendendangkan lagi shalawat di rumah-rumah kit a,
bukan hanya musik-musik dangdut atau Peterpan. Berikut shalawat yang

60 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


dulu sering kami senandungkan di langgar-langgar (di Jawa) sebagai puji-
pujian. Seiring gerakan modernisme, puji-pujian mulai jarang terdengar...

Allahumma shali wa salim 'alaa sayidina wa maulana Muhammadin.


Adada maa bi 'ilmillahi shalatan daimatan bi dawamim mulkillahi...

(Ya Allah sampaikan salawat dan salam untuk junjungan kami Muhammad
(dan keluarganya), shalawat sebanyak ilmu Allah, selamanya dengan
keabadian kerajaan Allah.)

Mudah-mudahan dengan pernyataan cinta kita kepada Rasulullah SAW ini.


Rasulullah menyahut : 'Engkau beserta orang yang engkau cintai'.

Amien... Ya Mujibas Sa ilin

Warsono | 61
Dua lagu ini sungguh mewakili kerinduan saya kepada Rasulullah SAW,
Insan Mulia, Penghulu segala Nabi.

Rindu kami padamu, ya Rasul


Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu, Ya Rasul
serasa engkau di sini

Cinta ikhlasmu pada manusia


bagai cahaya suarga
dapatkah kami membalas cintamu
secara bersahaja
(Bimbo)

Malu rasanya menyatakan cinta


kepada dia Kekasih Allah
Karena dia insan mulia
sedangkan diriku insan biasa

Kupujuk jua hati dan rasa


meluahkan rasa cinta membara
di dalam pujian ucapan selawat
tanda penghormatan seorang umat

Selagi upaya kuturuti ajaranya


Apa terdaya kuamalkan sunahnya
Moga di dunia mendapat berkat
Di akhirat nanti beroleh syafaat

62 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


karena pribadinya aku terpesona
karena budinya aku jatuh cinta
rinduku padanya tiada terkata
nantikanlah daku di taman surga
.....
(Hijjaz, http://youtube.com/watch?v=oHjiUYvOVH4)

Kerinduan, sekaligus rasa malu. Kerinduan teramat sangat akan kasih,


kelembutan, kebijakan, keagungan akhlaq, namun malu merasa diri saya
terasa jauh sekali dari sifat-sifat beliau.

Kebanggaan, sekaligus perasaan rendah diri. Kebanggaan karena menjadi


bagian dari umat beliau, kekasih Allah, namun merasa rendah diri, karena
rasanya tidak ada bisa dalam diri saya yang bisa saya banggakan ke
hadapan beliau.

Sebagai tanda kecintaan kepadamu, Ya Rasul. Di bulan Maulid


kelahiranmu, dengan segenap jiwa dan raga kami sampaikan hormat dan
cinta kami sedalam-dalamnya kepada Mu.

Cinta yang penuh dengan kerinduan.


Cinta yang penuh dengan harapan.
Cinta yang penuh dengan kekaguman.
dan maafkan kami, jika kami masih banyak mengecewakanmu.
Ya Rasul, salam 'alaika
Ya Habib, salam 'alaika
Shalawatullah alaika....
(Wa 'alaa ahlil baitika...)

Warsono | 63
Bagaimana kami tidak memujimu, Ya Rasul, jika Allah dan para Malaikat-
Nya pun memujimu? Biarlah sebagian orang menganggap kami melakukan
syirk karena memujimu melalui salawat dan puji-pujian. Tapi jelas, kami
tahu 100%, engkau bukanlah Tuhan, engkau makhluk sama seperti kami.
Namun tidaklah semua makhluk itu sama... Meski batu cadas dan batu
berlian sama-sama batu. Keduanya tidaklah sama harganya. Engkau
laksana batu berlian di antara batu-batu cadas. Batu berlian mengeluarkan
cahaya, sementara sementara batu cadas memantulkan kelam.
Kisah Isra Mi'raj
Ini adalah kisah abadi yang khusus terjadi kepada Insan Mulia, Kekasih
Allah. Tidak kepada makhluk selainnya. Kejadian ini saja sudah cukup
untuk membedakan engkau dengan yang lainnya. Sebagaimana
diabadikan dalam Al-Quran:
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-
tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. (QS. 17:1)
Namun, yang menggetarkan bukan hanya kejadian ini saja. Namun
bagaimana sikap engkau dalam kejadian ini. Berikut sebagian kisah,
dikutip dalam banyak buku, yang menggetarkan itu...
Ketika Rasulullah SAW telah menghadap Allah SWT, beliau memuji Allah
SWT.
At-tahiyatu li-Llah, wa shalatu wa thayibah.
(Segenap penghormatan, pujian dan kebaikan hanya milik-Mu, ya Allah)
Allah SWT menjawab:
Assalamu 'alaika ayyuhan Nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh

64 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


(Salam sejahtera atasmu Wahai Nabi, serta rahmat dan barakah pula
bagimu)
Mendapat ucapan salam dari Allah SWT, Rasulullah tidaklah hanya ingat
diri sendiri saja, namun justru kepada umatnya. Sehingga Beliau
menjawab:
Assalamu 'alaina wa 'alaa ibadillahi Shalihin...
(Salam sejahtera juga bagi kami (umat Islam, ini pemahaman saya) dan
atas hamba-hamba Allah yang shalihin)
Alam semesta bergetar menyaksikan dialog yang agung, sehingga para
malaikat menyambut:
Asyhadu An Laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna Muhammadar
Rasulullah.
Inilah salah kisah agung, tentang kecintaanmu kepada umatmu. Yang
kemudian diabadikan dalam shalat di saat tahiyat. Mari kita resapi kisah
ini ketika kita duduk tasyahud menghadap Allah SWT, hati kita akan
bergetar karena keagungan Allah SWT dan kecintaan Rasulullah SAW.
Kebanyakan para Sufi menganggap kisah ini adalah puncak spiritulitas, dan
mereka berkata seandainya mereka mengalami itu, mereka tidak ingin
kembali ke dunia. Namun, Rasulullah SAW bukanlah spiritulis yang
individual. Kedalaman spiritualnya dinyatakan dalam membangun,
membina dan mencintai umatnya. Kedalaman spiritual bukanlah diukur
dari pengalaman spiritual semata, namun apa yang disumbangkan bagi
spiritualitas umat.
Asraqal badru 'alaina min saniatil wada,
wajaba syukru 'alaina ma da'a lillahi daa.
Rindu kami padamu, Ya Rasul....

Warsono | 65
(Persembahan Maulid Nabi SAW)

Ya Nabi, salam 'alaika


Ya Rasul, salam 'alaika
Ya Habib, salam 'alaika
Shalawatullah 'alaika
......
Anta syamsun, wa anta badrun
Anta nuurun fauqa nuuri,
(Engkau (laksana) matahari, engkau (laksana) bulan,
engkau (laksana) cahaya di atas cahaya)
....

Itu adalah salah satu salawat dari Hadad Alwi/Sulis yang paling saya
gemari. Bagi sebagian orang yang "alergi" terhadap pujian kepada
Rasulullah SAW, menganggap syair di atas berlebihan, kultus individu,
bahkan ada yang menganggapnya syirik.... Apa sih sebenarnya kultus
individu itu?

Kalau kita memuji sesuatu di atas dari yang selayaknya, itu adalah
berlebihan. Seperti misalnya memuji anak kita yang masih SD tapi
pintarnya sudah seperti seorang PhD. Namun, kalau sebaliknya, memuji
seorang PhD dengan menyamakannya dengan pintarnya anak kita yang
masih SD, sebenarnya kita bukan sedang memuji, meski memakai kata
memuji.

Nah, bagaimana dengan ungkapan "Anta syamsun, wa anta badrun, Anta


nuurun fauqa nuuri", apakah ini juga berlebihan? Tentu kita paham,
bahwa ini adalah ibarat. Seperti ungkapan "Indonesia adalah zamrut
katulistiwa". Ungkapan ini dengan indah menggambarkan Indonesia
sebagai negara hijau subur di garis katulistiwa, sehingga seperti permata
hijau zamrut... Ungkapan yang tepat sekali...

66 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Sekarang kita ke ungkapan, "Engkau (laksana) matahari, engkau (laksana)
bulan, engkau (laksana) cahaya di atas cahaya". Apakah ini berlebihan?
Tidak! Sebab ungkapan ini menggambarkan bahwa Rasulullah SAW
merupakan sumber cahaya bagi umat muslim, bahkan banyak non-muslim
juga, di seluruh dunia di bumi sepanjang masa, baik siang maupun malam.
Sehingga cahaya Rasul SAW bagi kita semua di atas bumi, tepat seperti
cahaya matahari di waktu siang, dan bulan di waktu malam bagi planet
bumi.

Lalu bagaimana dengan, "Cahaya di atas cahaya"? Kita coba runut apa
makna cahaya. Imam Al-Ghazali dalam buku Misykat Cahaya-cahaya,
memberi arti cahaya sebagai "sesuatu yang menjadikan nampak yang lain,
dengan sebab dia". Karenanya cahaya fisik adalah cahaya, karena dengan
sebab cahaya fisik itu kita bisa melihat segala sesuatu di sekitar kita.
Namun bukan hanya itu, mata, telinga, lidah, pancaindera yang lain, juga
akal adalah cahaya, karena ia menjadi sebab atas nampaknya fenomena
yang lain. Dengan ini kita bisa memahami, Rasulullah SAW adalah cahaya,
karena tanpa ajaran beliau kita tidak bisa mengenal kebenaran. Bahkan
cahaya Rasulullah SAW itu mengatasi cahaya-cahaya yang lain, seperti
mata, telinga, bahkan akal. Selain Rasulullah SAW, para Nabi yang lain AS,
para Ahlul Bait AS, Sahabat Nabi RA, para Salihin rh, wali, dll. semua juga
merupakan sumber cahaya. Namun, Cahaya Rasulullah SAW mengatasi
Cahaya mereka semua! Rasulullah SAW adalah cahaya di atas cahaya!
Ungkapan yang tepat sekali, tidak berlebihan.

Namun, tentu saja jangan membandingkan dan mempertentangkan


Cahaya Rasulullah SAW dengan Cahaya Allah SWT. Karena seluruh Cahaya
Rasulullah SAW bersumber dari Allah semata, Sang Maha Cahaya Yang
Hakiki.

"Tidaklah yang berasal dari Rasul itu dari keinginan sendiri, namun hanya
wahyu (Allah) semata". Kalau dibandingkan Allah SWT, tentu saja tidak
ada Cahaya kecuali Dia Semata, Sang Maha Cahaya (An-Nuur).

Begitu, menurut saya, konteksnya...

Ungkapan Rasulullah SAW, sebagai Cahaya juga sebenarnya sangat dikenal


dalam dalam kitab ulama2 terdahulu. Saya sebutkan sebagian, saya kutip
dari beberapa buku.

Warsono | 67
Dalam Al-Quran disebut: “ Telah datang kepadamu cahaya ….. “ (QS Al
Maidah : 15), Cahaya di sini maksudnya adalah Rasulullah SAW.

Dalam Al-Quran terdapat ayat cahaya yang terkenal dalam surat Cahaya:

Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-


Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus , yang di dalamnya
ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan
bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun
tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis) , Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan- perumpamaan bagi manusia, dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 24:35)

Al-Qurtubi dalam Jami'al Ahkam: Ka'ab Al-Ahbar RA (salah seorang


sahabat Nabi) menyatakan bahwa seluruh surat ini merujuk kepada
Cahaya Muhammad SAW. Rasulullah SAW adalah misykat, lampu adalah
kenabian, kaca adalah hatinya, pohon yang diberkati adalah wahyu dan
malaikat yang membawanya, minyak adalah bukti dan hujah yang mengisi
wahyu.

Syaikh Ali Al-Qari rh, ketika mengomentari ayat:

Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan


pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru
kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang
menerangi (sirajam munira). (QS. 33:45-46)

pada bagian sirajam munira menulis:

Muhamad (SAW) adalah cahaya yang luar biasa dan sumber dari segala
cahaya, dia juga kitab yang membawa dan membuat jelas segala Rahasia.
Sirajam munira artinya cahaya matahari, karena Firman-Nya:

Dia menjadikan juga padanya matahari (sirajan) dan bulan yang


bercahaya (munira). (QS. 25:61)

68 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Ada petunjuk dalam ayat ini bahwa matahari adalah cahaya yang tertinggi
dari seluruh benda bercahaya dan bahwa semua cahaya yang lain berasal
dari dia. Serupa dengan itu Rasulullah SAW adalah cahaya spiritual
tertinggi dan cahaya yang lain berasal darinya... (Dikutip dari Syaikh Al-
Kabbani, the Approach of Armagedon, hal.63).

Karenanya, tidak diragukan Rasulullah SAW adalah Nur (cahaya), Sirajam


Munira (pelita yang menerangi). Yang dari cahayanya kita mengharapkan,
pelita untuk mengarungi perjalanan menuju Allah SWT.

Allahumma shali 'ala Sayidina wa Habibina wa Maulana Muhamad wa


'ala aalihi wa salim.

Dundee, 2008

Warsono | 69
(Ungkapan Cinta di Bulan Maulid)

Dalam syair-syair Maulid yang dikarang oleh para ulama, sering sekali
dimulai atau dikutip ayat mulia, yang menggambarkan kedatangan Rasul
Mulia SAW, adalah ayat berikut:

Sungguh telah di butang kepadamu seorang Rasul Dari Kaummu Sendiri,


berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan
dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap
orang-orang mukmin. (QS At-Taubah 128)

Berdasarkan Sirah yang paling dikenal, pada hari-hari ini bulan ini, lebih
dari 14 abad silam, seorang Insan terbaik terlahir. Seluruh alam bersuka
cita menyambut makhluk terbaik ini... Nabi dan Rasul terbaik, Muhammad
SAW.

Rasul mulia yang dipuji langsung oleh Allah SWT sendiri dengan berbagai
kebaikan, seperti Nur (sang cahaya), uswatun hasanah, la'ala khuluqin
adziem (memiliki akhlaq yang agung), rahmatan lil alamin, rauf-rahim, dll.
Di antara kemulian yang disebut adalah maqaman mahmudah
(kedudukan yang terpuji), sebagaimana ayat tentang tahajud:

Hendaknya engkau gunakan sebagian waktu malam itu untuk shalat


tahajjud,sebagai shalat sunat untuk dirimu,mudah-mudahan Tuhan akan
membangkitkan engkau dengan kedudukkan yang terpuji.”(QS.Al-Isra’ 79)

Mengenai kedudukan terpuji ini, ulama-ulama terdahulu menafsirkan


dengan maqam syafa'at atau washilah pada hari Kiamat yang ditunjukkan
pada Rasulullah SAW. Sebagai contoh sebagaimana dijelaskan panjang
lebar dalam tafsir Ibnu Katsir (lihat misalnya:
www.qtafsir.com/index.php?option

70 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


=com_content&task=view&id=2796&Itemid=72). Bahkan kata Ibnu Katsir,
"In the Hadith about the Trumpet, it says that none of the believers will
enter Paradise except through his intercession".

Di antara kisah syafaat itu disebut sebagai syafaatul uzma (syafaat yang
besar), adalah kisah ketika di padang mahsyar juga disebut dalam Tafsir
Ibn Katsir. Ketika matahari sedang sangat rendah di atas, sehingga sangat
terik sehingga semua manusia tidak tahan lagi, ketika itu orang-orang
mendatangi Nabi Adam AS, Bapak seluruh manusia agar bisa menjadi
perantara (Syafi') untuk memohon kemurahan Allah. Namun Nabi Adam
AS tidak mau karena takut akan amarah Allah, dan berkata "Nafsi,nafsi,
nafsi" (Diriku, diriku, diriku).Nabi-nabi AS yang lain juga dihubungi namun,
juga menolak dan berkata "Nafsi,nafsi, nafsi". Sehingga akhirnya mereka
menemui Nabi Muhammad SAW, kemudian Rasulullah SAW memenuhi
dan bersujud kepada Allah dengan memuji dan mensucikan namanya.
Sehingga ditanya Allah SWT, dan dijawab, "Umati, umati, umati" (Umatku,
umatku, umatku...)

Ketika seluruh umat manusia bahkan para Nabi AS sedang memikirkan


bagaimana nasib dirinya (nafsi, nafsi, nafsi), Muhammad SAW justru
memikirkan umatnya (umati, umati, umati..).

Kalau kita membaca sirah Rasul SAW, hal-hal yang membuat sedih
bukanlah menyangkut dirinya, namun mengenai keselamatan umatnya...
Sebagaimana Ayat di atas...berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan
lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.

Subhanallah, Sungguh amat besar cintamu dan perhatian kepada


umatmu, Ya Rasulullah... Sedangkan kami hanya mencintaimu sekedarnya
saja.

Sangat jarang kami mengucap shalawat kepadamu, dengan segenap hati


kami. Engkau sering menangis karena umatmu, sedang kami tidak pernah
menangis karena cinta kepadamu.

Di bulan Maulid ini, yang oleh sebagian ulama disebut sebagai bulan yang
sangat mulia. Akhirnya, sebagai ungkapan cinta tak terperi, kami ucapkan
salawat yang sering kami nyanyikan dulu di langgar-langgar, namun kini
hampir tak pernah terdengar...

Warsono | 71
Allahuma shali wa salim ala Sayidina Muhamadin wa Alihi,

Adada ma bi'ilmillahi shalatan, daimatan bi dawami mulkillahi..

Ya Allah, sampaikan shalawat dan salam kami kepada Pemimpin kami Nabi
Muhammad tercinta beserta keluarganya, shalawat sebanyak ilmu-Mu,
selamanya sebagaimana kerajaan-Mu. Amiien..

72 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


tentang

Warsono | 73
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-
Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus , yang di dalamnya
ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan
bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun
tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan- perumpamaan bagi manusia, dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 24:35)

Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk


dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan
waktu petang, (QS. 24:36)

laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual
beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat.
Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang. (QS. 24:37)

Dulu, ketika masih senang sekali dengan masalah Quran dan Sains, saya
memahami ayat cahaya An-Nur:35 ini sebagai bagaimana cara kerja tata
surya, bintang planet, bima sakti...

Kemudian, saya menyadari bahwa ayat ini bukanlah bermaksud untuk itu
walau ada hubungannya. Ayat ini bersifat ruhani, sufistik daripada sains.
Ayat ini salah satu dari ayat yang banyak dikaji oleh para sufi. Di antaranya
adalah Al-Ghazali, beliau menulis sebuah buku "Misykatul Anwar"
(misykat cahaya-cahaya) , khusus membahas makna ayat ini satu demi
satu. Apa makna setiap kata, apa misykat, kaca, pelita, dan lain-lain. Hinga
konsep yang cukup rumit masalah ruhul qudsi An-nabawi. Meski masuk
akal, saya tidak paham sama sekali, apa artinya...

74 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Belakangan, terutama setelah baca-baca beberapa buku, saya agak dong -
agak saja- bahwa makna ayat ini sebenarnya sederhana sekali. Bahwa
Allah telah memberi cahaya/hidayah (nur) itu bertumpuk-tumpuk kepada
kita. Kemana saja kita menghadap sesungguhnya adalah cahaya, adalah
petunjuk, adalah "wajah" Allah.

Di sains kita bisa menjunjung langit yang tinggi hingga dataran bima sakti,
black hole, cluster, nebula, big-bang... Kita akan menemukan Keagungan
tak Terperikan dari ALLAH SWT... ALLAHU AKBAR...

Kita bisa mengecil menuju molekul, atom, elekctron, quark, lepton, nuklir
kuat, nuklir lemah, elektrostatik. ... Kita kembali menghadap Ketelitian,
Ketersembunyian ALLAH SWT... Allah Al-Bathin... .

Kita melihat gunung, rumput, pohon, ikan... dalam CD-CD Harun Yahya,
atau National Geographic.. . Kembali kita "ketemu" Allah, bagaimana
Kebesaran, Keindahahan, Cinta Allah terpampang jelas...

Ketika kita melihat orang, character, kebahagian, duka, bahasa,


keanekaragaman manusia...

kembali kita "ketemu" Allah..

Seperti kata Chairil Anwar:

Tuhanku,
dipintuMu aku mengetuk,
aku tak bisa berpaling,

Pengembaraan makro dan mikro kosmos di tingkat fisik di atas adalah


cahaya tingkat paling luar, karena paling gampang dan kasat mata. Namun
sangat sering disampaikan dalam Al-Quran, bahkan menurut Mahdi
Ghulsyani (dalam Filsafat Ilmu Al-Quran) disebut bahwa lebih dari 10%
ayat Quran berisi tentang fenomena alam. Di satu sisi dimaksudkan
sebagai alat memahami Allah, di sisi lain untuk dimanfaatkan
konsekuensinya (sunatullahnya) bagi kesejahteraan alam.. Allah adalah
cahaya langit dan bumi...

Cahaya yang lebih dalam, yang menjadi fokus ayat ini. adalah
sebagaimana maksud ayat ini. Yaitu diri kita sendiri, nafs kita sendiri.

Warsono | 75
Dalam diri kita sebenarnya terdapat berlapis-lapis cahaya, yang diberikan
Allah kepada kita.

Ketika menafsirkan "tunjukilah (berilah huda) kami ke jalan yang lurus"


(Al-Fatihah) , sebagian ulama memberikan makna bahwa "hidayah" itu
berlapis-lapis, mulai dari indera, rasa, akal, insting (naluri), dan taufik.

Saya ingin memulai dari fisik kita, yang juga adalah cahaya Allah. Tubuh
kita dibentuk dalam kondisi terbaik. Komposisi seluruh organ dirancang
sangat tepat (the best-fit) untuk kebutuhan hidup kita. Kalau temen2
kedokteran mungkin akan sangat mengetahui hal ini. Kita juga bisa
belajar, misalnya dari CD Harun Yahya. Ya, fisik kita adalah cahaya Allah.
Bahkan kadang Allah menulis namanya secara eksplisit. Coba perhatikan
jari tangan kita yang lima: Satukan ujung jari telunjuk dan ujung jempol.
Lalu eja / baca dalam huruf Arab, mulai dari kelingking: alif (!), jari manis:
lam(J), jari tengah: lam(J), dan bulatan jari telunjuk dan jempol: ha (o).
4JJI, bukan?

Panca indera (atau mungkin serba indera) adalah cahaya Allah berikutnya.
Ia seperti jendela yang menghubungkan dunia dalam diri kita dengan
dunia luar. Ia seperti interface, dalam dunia komputer. Dengan indera kita
mengenal bentuk, warna, gerak, gelap terang, panas, halus, suara, bau,
dan lain-lain. Panca indera adalah Cahaya Allah yang mengenalkan kita
kepada Allah melalui gerak, warna, dll.

Perasaan, adalah Cahaya Allah yang lain. Perasaan adalah respon kita
terhadap sesuatu yang terjadi di luar, seperti sakit karena ada sesuatu
yang menusuk tubuh kita. Ini adalah respon rasa fisik. Ada lagi respon
non-fisik seperti, marah, senang, sedih, gembira. Dari mana datangnya
rasa itu? Perasaan ini adalah potensi yang luar biasa jika diaktifkan,
keindahan, cinta, keheningan, marah dalam prosa, puisi, lukisan, tarian,
dan aneka elaborasi rasa. Muncul dari rasa. Perasaan adalah cahaya Allah
yang lain.

Ada cahaya Allah yang lain, seperti Naluri, Akal, dan Intuisi. Saya kira ini
sangat jelas, mari kita gali cahaya Allah itu...

Allah menyatakan cahaya Allah itu bukan dari barat , bukan pula dari
timur... bukan dari mana-mana... Ia ada inheren dalam setiap manusia...

76 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Cahaya-cahaya itu hampir-hampir sudah bisa menerangi walau belum
disentuh api.

Manusia, siapa pun, di mana pun, akan dengan sendirinya punya cahaya
kebaikan, keindahan, kecenderungan kepada kebenaran (hanif), kekuatan,
cinta, persatuan... Inilah anggukan universal (istilah Ari Ginanjar). Inilah di
antara cahaya-cahaya, yang bertumpuk-tumpuk kepada manusia.

Agama/Islam adalah hanyalah api yang mengobarkan cahaya-cahaya yang


ada dalam diri manusia itu, sehingga menjadi terang benderang, selaras
dengan cahaya Allah. Agama adalah menyelaraskan cahaya dalam diri
manusia dengan fitrah, dengan cahaya alam semesta, dengan cahaya
Allah Maha Cahaya. Cahaya di atas cahaya...

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah);

(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut


fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.(Itulah) agama yang
lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (QS. 30:30)

Kepasrahan, ketundukan kita (itulah Islam) untuk untuk selaras dengan


Cahaya Allah itu, sering disebut sebagai taufik (yang artinya selaras,
sesuai, cocok). Inilah cahaya terbesar, yang tidak dimiliki semua orang.
Inilah terutama yang kita pinta dalam shalat kita "Ihdina shirathal
mustaqim..."

Keselarasan atau "nyambung"-nya (istilah Abu Sangkan) cahaya dalam diri


kita dengan Cahaya Allah adalah semata-mata karena petunjuk Allah.
"Allah-lah yang membimbing kepada Cahaya-Nya kepada siapa yang
dikehendaki" . Itulah yang akan melahirkan "laki-laki atau orang-orang
yang tidak dilalaikan dari mengingat Allah". Karena ia bersama langit dan
bumi, bersama burung-burung, bersama atom, --sama -- bertasbih,
bersujud, memuji Allah sepanjang waktu.... 24 jam...

Laa haufun 'alaihim wa laa hum yah zanuun... tiada ketakutan, tiada pula
bagi mereka kesedihan...

SUBHANALLAH,
WALHAMDULILLAH,
WALAA ILAAHA ILLALLAHU
WALLAHU AKBAR

Warsono | 77
(lanjutan Ayat-ayat Cahaya)

Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak,
yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang
tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir-hampir dia
tiada dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya
(petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS.
24:40)

Sayang sekali meski Allah SWT telah memberikan kepada kita cahaya
bertumpuk tumpuk kepada manusia, ‘Cahaya di atas cahaya’. Namun
entah kenapa kebanyakan kita justru menutup (kafara, ‘covered’) diri-
sendiri dengan kegelapan.

“Sesungguhnya manusia itu dzalim dan bodoh (dzaluman jahula).’ (Al-


Quran, maaf lupa ayatnya)

Bahasa gampangnya “keras kepala”, stubborn, “geblek”,hatinya keras


laksana batu. Mengapa? Itulah kegelapan, sebagai lawan dari cahaya. Kita
membangun sendiri kegelapan itu, sehingga bertumpuk-tumpuk, “gelap
gulita yang berindih-tindih”.

Ada banyak sekali kegelapan yang dapat menutup kita itu, semakin
banyak kita menyusunnya semakin bertumpuklah kegelapan itu. Ada
kegelapan dari dalam diri ada juga kegelapan dari luar. Semua berpusat
pada dua hal: nafsu (syahwiah) dan egoisme (ghodhobiah).

Nafsu (keinginan) pada dasarnya adalah netral, tapi sayang nafsu kalau
tidak dikendalikan ia akan meminta lebih. Sehingga ia cenderung kepada
keburukan, seperti ayat:

“Sesungguhnya nafsu selalu mengajak kepada kejahatan, kecuali (nafsu)


yang dirahmati Tuhan,” (QS Yusuf: 53)

78 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Nafsu inilah pangkal dari kegelapan, kita menjadi gelap karena harta,
tahta, dan wanita/pria (sex). Kegelapan inilan yang kita kejar-kejar, kita
perebutkan, kita tuju. Inilah yang ditakuti Rasulullah SAW pada umatnya
sesudah beliau wafat. Kecintaan kepada dunia telah menutup cahaya yang
bertumpuk-tumpuk dari Allah menjadi kegelapan yang bertumpuk-
tumpuk.

Selain nafsu ada sifat-sifat egiosme yang juga ikut menambah tumpukan
kegelapan, Al-Quran menyebut banyak sekali sifat itu seperti tergesa-gesa
(17:11), suka membantah (18:59), suka melampaui batas (10:12), keluh
kesah ( 70:20), kikir (70:19), suka ingkar ( 100:6), merasa cukup
(96:7), susah payah (90:4) dan lemah (4:28)

Di samping kegelapan di dalam diri, ada juga kegelapan dari luar berupa
syaitan baik berupa jin dan manusia (QS An-Nas), lingkungan/tradisi
buruk, pemimpin/idola yang buruk.

Semua kegelapan itu mengumpul di dalam hati mengotori hati, sehingga


hatinya menjadi gelap. Ia menjadi seperti batu.

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih
keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah
lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang
meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak
lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 2:74)

Karena menuruti hawa nafsu, kita telah berubah orientasi dari


seharusnya, ia telah mempertuhankan hawa nafsunya.

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya


sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya
dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan
meletakkan tutupan atas penglihatannya Maka siapakah yang akan
memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat).Maka
mengapa kamu tidak mengambil pelajaran [QS. Al Jatsiyaat (45) : 23]

Kegelapan bertumpuk-tumpuk itu menjadikannya buta!

Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta,
ialah hati yang di dalam dada. [QS. Al Hajj (22) : 46]

Warsono | 79
Karena telah memperturutkan hawa nafsu, cahaya Allah yang bertumpuk-
tumpuk itu, justru diselewengkan untuk menambah kegelapan di dalam
hatinya. Panca indera, perasaan, akal, naluri, bahkan kadang agama pun
dia gunakan untuk menjustifikasi keburukan,”...gelap gulita yang tindih-
bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir-hampir dia tiada
dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk)
oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”.

Na’dzubillahi min dzalik.

Semoga Allah membimbing kita menuju Cahaya-Nya.

80 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan . (QS. 90:10)

Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. (QS. 90:11)

Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (QS. 90:12)

Semua orang menyadari bahwa hidup di dunia adalah ibarat perjalanan


yang panjang menuju Allah. Karena Allah-lah akhir dari tujuan hidup kita.
Dan untuk itu Allah telah memberikan kita jalan, melalui Cahaya-cahaya-
Nya. Diantara Cahaya-Nya adalah Al-Quran -dialah An-Nur-, Rasulullah
SAWW-dialah Sirajan-munira (pelita yang menerangi)-, Ahlul bait Nabi-
yang laksana bintang, para Sahabat, Para Ulama, Para Syuhada, para
Shalihin. Dan juga cahaya di dalam diri kita indera, perasaan, akal, dan
Hati nurani. Cahaya di atas cahaya...

Kendati demikian, kita tetap merasa bahwa jalan menuju cahaya adalah
jalan yang sulit dan mendaki. Tidak secara fisik, tetapi juga mental dan
pikiran. Karena kita temui banyaknya rintangan, perbedaan, pertentangan
di jalan ini yang tiada habis.

Inilah justru ujian dari Allah SWT. Karena Allah sendiri yang mengatakan
bahwa jalan-Nya bukanlah jalan yang mudah, bukan jalan ringan, tetapi
jalan yang mendaki lagi sukar. Sebagaimana ayat di atas dan juga ayat di
bawah.

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata
orang-orang yang sabar. (QS. 3:142)

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya

Warsono | 81
pertolongan Allah". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat. (QS. 2:214)

Karenanya tidaklah perlu kita merasa lelah dan capai dalam meniti jalan
menuju-Nya, baik secara fikiran, rasa dan tenaga. Ketika kita belajar
mencari ilmu-Nya, janganlah sekali-kali kita merasa telah merasa yang
benar. Justru ketika kita merasa sudah benar mutlak, inilah puncak
kesalahan kita. Karena kita akan merasa cukup (istighna) dengan ilmu kita,
dengan pendapat kita. Ketika kita berusaha ber amal kita, marilah kita
teguh terus menambah amal kita, tanpa pernah merasa cukup dan lebih
baik dari orang lain. Perasaan sudah cukup (istighna) adalah salah satu
hambatan kita mendaki menuju-Nya. Dengan perasaan ini, kita akan
memandang rendah orang lain, enggan menerima perbedaan, pendapat
orang...Gampang menilai orang lain, merendahkan orang lain...

Suatu ketika Imam Ali kw, ditanya sahabatnya, "Apakah tangga pertama
dari mengenal Allah?". Beliau menjawab, "Adalah ketika engkau merasa
bahwa tidak ada orang yang lebih banyak kesalahannya daripada engkau".
Orang itu pingsan. Kemudian ketika sadar, dia bertanya lagi, "Sesudah itu
ada tangga lagi". Beliau menjawab, "Ada 70 tangga lagi".

Karena para salikin (artinya orang berjalan) atau kaum sufi sering
menyebut dirinya "Al-Faqir", maksudnya bukan orang miskin... tetapi
orang yang merasa butuh, masih kurang akan petunjuk Allah, akan ilmu,
akan amal... Lawannya ya istighna itu, merasa cukup, merasa paling
benar...

Jalur apa pun yang kita pilih untuk beragama adalah jalan yang mendaki,
lagi sulit... Yang tidak pernah akan selesai, kecuali ajal menjelang...

Inilah menurut saya hikmah kita membaca "Ihdina Shirathal Mustaqim"...


Agar kita selalu dituntuk untuk semakin dekat menuju-Nya.

Dalam buku Adversity Quotient/AQ (Kecerdasan ketegaran), ada 3 tingkat


AQ, yaitu:

1. Quitters (orang yang keluar, lepas). Tidak mau berusaha, berbuat


karena melihat kesulitan.

82 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


2. Campers (orang merasa puas). Orang yang merasa sudah berusaha dan
mendapatkan hasil, tapi ia merasa sudah cukup (istighna) dan enggan
untuk meneruskan perjalanan.

3. Climbers (Pendaki). Adalah orang yang selalu berusaha mendaki,


melanjutkan perjalanan, pendakian.

Semoga kita menjadi Climbers, orang yang selalu mendaki, mencari,


memperbaiki diri... Biarlah Allah yang akan membimbing kita menuju jalan
yang mana....

"Dan bagiorang-orang bersungguh-sungguh menuju Kami, sungguh Kami


akan tunjukkan jalan-jalan Kami" (QS Al-Ankabut).

Menariknya Allah memakai "jalan-jalan" (subul) bukannya jalan. Jadi,


meskipun pendakian menuju Allah adalah jalan mendaki, namun Allah
menyediakan banyak sekali jalan.

Wallahul muwafiq ilaa aqwamith thariq.

Warsono | 83
Saya teringat kisah dalam buku Syeikh Nazim Al-Haqqani, “the Path to
Spiritual Excelent”.

Ketika seorang desa datang memberi hadiah kepada Raja yang membuat
raja sangat senang. Dia ditanya, “Kamu minta apa?”. Jawabnya, “sekarung
jerami untuk kerbau saya”. Raja itu heran, namun kemudian dipenuhi.

Kalau dia datang ke kampung kemudian meminta jerami adalah wajar.


Namun ketika ketemu Raja, mengapa hanya meminta jerami?

Kita sering berdoa, atau minta didoakan, agar dikabulkan Allah. Namun
sayang yang sering kita mintakan adalah jerami…

Mengapa kita tidak berdoa atau dimintakan doa, agar dekat dengan Sang
Raja, atau dekat dengan Utusan Sang Raja?

Yang lebih parah lagi, kebanyakan kita (termasuk saya), ketika datang
menghadap Sang Raja justru berbicara tidak jelas apa yang kita minta...
Bukan hanya itu, mulut kita meminta banyak hal, tetapi hati kita justru
tidak minta apa2... Malah berpikir yang lain2...

84 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


"Akan kami tunjukkan ayat-ayat Kami dari segenap ufuq dan di dalam diri
mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwasanya Dia (al-Quran)
itu Benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi
atas segala sesuatu?" (QS. Al- Fushshilat:53)

Mohon maaf, jika Anda mengharapkan tulisan saya tentang novel dan film
fenomenal karya Habiburahman. Namun isinya berimpitan karena
berkaitan dengan cinta... Memang cinta adalah tema abadi. Ia adalah
misteri sepanjang zaman, kepada siapa pun cinta itu...

Apakah cinta itu? Maulana Rumi dalam Masnawi, membuat ungkapan


yang indah tentang makna cinta.

Berapa pun banyak kita menggambarkan dan menjelaskan cinta,


Ketika kita jatuh cinta kita kehilangan kata-kata,
Penjelasan dengan lidah membuat kebanyakan masalah menjadi jelas,
Namun cinta yang tak terjelaskan justru menjadi lebih jelas.
ketika pena harus menulis,
ketika mencapai pembahasan cinta, dia terbelah menjadi dua,
Pena patah dan kertas pun robek.
Dalam menjelaskan cinta akal pun kelu, seperti keledai dalam lumpur,
Tidak ada kecuali cinta sendiri yang bisa menjelaskan cinta dan para
pecinta..

Intinya, cinta tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata dan pena. Hanya
dengan bercinta kita memahami cinta. Jadi, cinta tidak perlu didefinisikan,
karena ia adalah kenyataan, karena ia adalah jalan..... Ia hanya bisa
dipahami dengan menerima kenyataan itu. Ia hanya bisa dimengerti
dengan menempuh jalan cinta...

Nah, kalau ayat itu gampang definisinya. Ayat artinya kira-kira adalah
tanda, alamat, petunjuk, bukti. Jadi ayat-ayat cinta adalah tanda-tanda
atau bukti Cinta...

Warsono | 85
Tulisan ini memang ingin sekedar 'menyentuh' setetes makna dari ayat-
ayat cinta Ilahi. Allah adalah Sang Maha Cinta. Allah memberi sebagian
dari Nama-nama Indahnya berkaitan dengan cinta. Karena Dia adalah Ar-
Rahman (Yang Maha Kasih), Ar-Rahim (Yang Maha Sayang), Al-Wadud
(Yang Maha Mencinta).

Dan ayat-ayat cinta Allah itu memenuhi segenap jagad raya bahkan
bersemayan di dalam diri kita sendiri, sebagaimana dalam ayat Al-Fushilat
di atas. Jika kita menghadap kemana pun, sebenarnya kita menghadap
tanda-tanda kekuasan, kebesaran, keindahan dan ayat-ayat cinta Allah
kepada seluruh hambanya. "Kemana pun engkau menghadap di situlah
Wajah Allah".

Kita bisa melihat ayat-ayat cinta Allah kepada kita, dari bintang-bintang
yang menyinari malam, pada matahari yang menyinari dan menghidupkan
bumi, dari bumi yang menumbuhkan segala yang baik, walau kita
memberinya yang buruk... Dari air yang mengalir, menghidupkan bumi,
mengentaskan dahaga, membersihkan kotoran, menyegarkan jiwa, walau
kita memberinya sampah... Dari udara yang menyegarkan nafas.. Dari
pepohonan, yang memberikan buah dan daun... Dari burung-burung
bernyanyian indah, menyambut fajar.... Dari sinar kasih orang tua kepada
anaknya.... Dari cacing dan bakteri yang menyuburkan tanah.... Dari
manapun, kita akan menemukan ayat-ayat Cinta-Nya kepada kita...

Bahkan jika enggan membuka mata, karena ayat-ayat Cinta-Nya begitu


terang menyilaukan. Kita dapati ayat-ayat Cinta-Nya merasuk ke dalam
setiap helaan napas kita, pada setiap detak jantung. Bahkan jika, napas
dan jantung berhenti atau kita abaikan. Ruh, akal dan hati kita adalah
ayat-ayat-Cinta- Nya jua yang terang benderang...

Duh Gusti, Ayat-ayat Cinta-Mu sungguh jelas tak terperi.

Aku tidak bisa berpaling..

86 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Itu adalah ayat-ayat Cinta-Nya dalam bentuk perbuatan, yang sebagian
ulama menyebutnya sebagai ayat kauniyah. Ayat-ayat penciptaan.

Di samping itu Allah Sang Maha Pencinta, juga memberi kita dari zaman
ayahanda Adam AS, hingga Nabi Tercinta Muhammad SAW ayat-ayat cinta
verbal, dalan bentuk ayat-ayat suci yang indah. Ada 6236 ayat-ayat cinta-
Nya kepada kita dalam Al-Quran, dan puluhan ribu ayat-ayat cinta-Nya
melalui hadis-hadis Nabi SAW. Karena Nabi Tercinta Muhammad SAW
adalah juga ayat Cinta-Nya kepada alam semesta. Beliau adalah rahmatan
lil alamin, raufur rahim, nur, sirajam munira..

Jika ayat-ayat cinta bertaburan tanpa bisa kuhitung, lalu di mana ayat-ayat
cintaku pada-Mu...?

Duh, Gusti.... Aku hanya bisa memohon agar kau beri rasa Cintaku kepada-
Mu memenuhi relung kalbu, karena Engkaulah sumber segala Cinta.

Ya, Allah, Aku mohon cinta kepada-Mu (di dalam hatiku), dan cinta kepada
orang-orang yang mencintai-Mu, dan perbuatan yang mengantarkan
kepada cinta kepada-Mu. Ya, Allah, jadikan cintaku pada-Mu, lebih aku
cintai dari cinta kepada diriku sendiri , keluargaku, (yang sering menutup
cintaku pada-Mu) dan air yang jernih (di kala kekeringan). Amien... Ya
Waduud....

Warsono | 87
tentang
g

88 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Pengantar

Salah satu kelemahan umat Islam, adalah sulitnya untuk bersatu. Antara
Suni-Syiah, Sufi-Salafi, Modernis-tradisional, dan lain sebagainya. Ada
banyak sekali penyebab umat Islam untuk sulit untuk bersatu, mulai dari
yang “substansial” hingga masalah simple saja. Intinya, umat Islam mudah
sekali pecah, sulit untuk kembali bersatu. Ini menjadi kelemahan yang
sering dimanfaatkan oleh pihak lain dalam rangka melemahkan umat
Islam. Karenanya upaya membangun kebersamaan adalah menjadi salah
satu agenda penting umat Islam, terutama di Indonesia . Menyatukan
paham umat Islam, dalam arti alirannya, adalah gagasan yang tidak masuk
akal. Tetapi gagasan untuk menyatukan kekuatan antara kelompok-
kelompok dalam Islam adalah hal yang masih mungkin dicapai, walau
tidak mudah. Untuk kasus Indonesia , NU-Muhamadiyah sebagai faksi
terbesar umat Islam di Indonesia adalah contoh yang baik hubungan antar
aliran, meski mungkin masih bisa ditingkatkan lagi.

Keduanya bisa berhubungan harmonis, tanpa harus melebur, karena


memang keduanya memiliki paham yang berbeda. Banyak bidang dalam
amal ibadah yang bisa dilakukan bersama atau bersinergi oleh kedua
eksponen utama umat Islam di Indonesia. Sikap menghargai, tidak
menganggu, menjaga silaturahmi, itu saja, sudah kekuatan yang luar biasa
bagi umat Islam di Indonesia.

Nah, untuk membangun jembatan kebersamaan ini saya mengusulkan tiga


buah gagasan sederhana dan singkat. Semoga berguna…

Teologi Silaturahmi

Saya ingin ikut mendukung, katakanlah "Teologi Silaturahmi". Ini adalah


landasan bersikap terhadap sesama muslim apapun alirannya, apapun
aqidahnya. Sebagaimana pemahaman saya atas ayat Al-Quran:

Warsono | 89
"Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah
supaya kamu mendapat rahmat." (QS. 49:10)

Saya memimpikan bahwa semua umat Islam bisa menerima dan saling
bersilaturahmi dengan baik, apa pun aliran dan madzhabnya, tanpa
banyak syarat-syarat. Sepanjang dia mengaku muslim, menjadikan Quran
sebagai pedamannya, menjujung tinggi Rasulullah SAW, dia adalah
Saudara saya. Meski pahamnya kelihatan aneh di telinga saya, cara
beribadahnya tampak lucu dari kaca mata saya, dia adalah saudara saya.
Yang punya hak untuk saya dengar, saya bantu, saya hargai dan saya
perlakukan selayaknya saudara. Tidak perlu saya banyak curiga, mencari-
cari kesalahan sebagaimana lanjutan ayat yang indah ini:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan


kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih
baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-
wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita
(yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan)
dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil
memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak
bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. 49:11) Hai
orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu
memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu
merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. "(QS. 49:12)

Untuk itu dada kita harus lebar, mempunyai tingkat toleransi atau "range
of tolerance" yang lebar. Manusia itu sangat beragam, memiliki latar
belakang, pengalaman, pendapat, cara berpikir, kecenderungan yang
berbeda-beda. Namun sepanjang mereka muslim, mereka adalah sahabat,
saudara dekat saya.

90 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Saintifikasi Islam

Ide ini sepenuhnya mengadopsi ide Alm. Dr. Kuntowijoyo (Beliau adalah
salah satu "guru" saya, dan saya mohon maaf kepada Beliau kalau saya
salah mengartikan dan menafsirkannya). Terinspirasi dari teori Sosiologi A.
Comte kacamata terhadap agama ada 3 tingkatan, pertama mithologi,
kedua ideologi, dan ketiga ilmu/sains.

Kacamata mithologi memandang agama penuh dengan mithos-mithos


yang tak tersentuh dan harus diterima apa adanya. Dalam kacamata
ideologi, agama berisi ide-ide besar untuk pembangunan masyarakat.
Hanya biasanya kacamata ideologi ini memandang dunia secara hitam
putih, kawan-lawan, benar-salah, sehingga sulit menerima agama dari
versi paham lain. Dalam kerangka ilmu, maka ide-ide besar itu dirumuskan
dalam tataran keilmuan, yang tersistematis, logis dan bisa terus
dikembangkan atau dikoreksi.

Dalam kerangka keilmuan ini, perbedaan pendapat justru menjadi berkah


karena keilmuan menjadi berkembang dengan pertukaran ide dan
pengayaan khasanah keilmuan. Makin tinggi tingkat pertukaran ide, maka
akan semakin kokoh keilmuwan. Di samping itu, ini yang terpenting,
memandang agama secara keilmuan akan memunculkan toleransi.
Perbedaan pendapat akan dibicarakan secara dingin, logis dan bersahabat.
Tidak menjadikan perbedaan paham betapa pun pertentangannya sebagai
musuh, sesat, dan lain lain.

Jika teologi silaturahmi adalah dalam kerangka bergaul antar sesama umat
Islam, saintifikasi Islam adalah dalam interaksi pikiran, ide sesama umat
Islam dari mazhab apa pun. Dalam kerangka saintifikasi Islam, yang dilihat
adalah argumentasi, gagasan, bukan kecurigaan madzhab apa dia, lawan
atau kawan. Jika diskursus perbedaan pendapat dalam Islam dapat
dilaksanakan dalam kerangka keilmuan, maka kedua pihak bisa saling
belajar dari kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga masing-
masing bisa mengambil manfaat.

Demokratisasi dalam ber-Islam

Meski judulnya mentereng maksudnya sederhana yaitu semua kelompok


pemahaman Islam mendapat tempat untuk berbicara, mengemukakan
pendapatnya, tanpa intimidasi, kecaman, apalagi penyerangan fisik. Ini

Warsono | 91
sebenarnya ajaran Islam yang indah untuk "bermujadalah dengan
ahsan/baik".

Sebagai lawan dari demokratisasi Islam, ya totaliterianism Islam, yaitu


memaksakan pemahaman saya kepada orang lain dalam bentuk apa pun,
termasuk makian, cacian, kecaman, bahkan kalau perlu teror, dan
intimidasi. Saya kira pilihan terakhir ini bukan ajaran Islam yang baik.

"... janganlah kamu menjadi orang yang musyrik, yaitu orang yang
menjadikan agama berpecah-belah, dan masing-masing kelompok
berbangga-bangga dengan kelompoknya" (QS 30:31-32)

Sikap demokratis inilah yang memungkinkan, antar kelompok bisa duduk


berdampingan, saling menghargai, bekerja sama sekaligus "berlomba-
lomba dalam kebajikan dan takwa". Orang yang berbeda paham dengan
kita betapa pun tidak kita setujui, telah dan sedang berkarya dan berjuang
meninggikan kalimah Allah. Sudah selayaknya kita ikut mendukungnya
sebagai bagian dari saudara yang berbeda paham. Begitu juga
sebaliknya...

Demokratisasi dalam ber-Islam bisa menjadi kerangka kerja sama dalam


Islam. Kita bekerja sama dalam hal-hal yang menjadi kesepakatan, dan kita
menghormati orang lain berkarya menurut pendapatnya.

Masa depan umat Islam salah satunya ditentukan oleh sikap umat Islam
itu sendiri. Maukah kita bersatu, menyatukan langkah, atau membiarkan
dan meneruskan sikap berpecah belah. Wallahu A’lam

92 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu
mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezki."
(QS. Ali Imran: 169).

Lebih dari 1300 tahun yang lalu, Imam Husain ra, penghulu pada syuhada,
pemimpin pemuda sorga, cucu kecintaan Rasulullah SAW, salah seorang
Ahlul Bait Nabi, membuktikan kecintaannya kepada Allah, Rasul dan
agama-Nya, bukan hanya dengan harta dan tenaga, namun dengan jiwa
dan handai-taulan untuk menegakkan agama dan kebenaran.

Ceritanya bisa panjang, namun kita bisa membaca sepintas tulisan

Haedar Nashir (salah seorang tokoh Muhamadiyah di Republika.


http://www.republika.co.id/koran_ detail.asp? id=214675&kat_id=49

Kita dapat belajar pada kegetiran sejarah di Karbala, sebuah daerah di


Irak bagian Tengah yang berjarak sekitar 90 km dari Baghdad atau 40 km
dari Kufah. Bagaimana Husain putra Ali bin Abi Thalib harus mengakhiri
hidupnya secara tragis dan menyedihkan sebelum sampai ke Kufah yang
menjadi tujuannya. Perselisihan politik yang keras dengan baju agama
yang dikobarkan rezim khalifah Yazid Mu'awiyah telah menelan korban
cucu terkasih Nabi itu bersama sanak keluarga dan pengikut setianya
secara memilukan.

Dalam catatan sejarah yang muktabar, Ubaidillah sang Gubernur Iraq


wakil Dinasti Umayyah di negeri Seribu Satu Malam itu harus mengarak
penggalan kepala Husain dan korban lainnya di kota Basrah dan Kufah
untuk kemudian dibawa ke Damaskus untuk diserahkan ke Yazid sebagai
bukti. Sebuah tragedi getir yang dilakukan Muslim terhadap Muslim
lainnya secara tak kenal perikemanusiaan.

Tragedi Karbala bukanlah milik Syiah maupun Sunny. Siapa pun Muslim
yang cinta damai dan kebenaran, pasti merasa getir membuka sejarah

Warsono | 93
yang kelam itu. Di depan makam cucu Nabi yang terkenal itu, di dalam
Masjid Husain di Karbala, penulis sempat terpana. Di tengah ratapan para
pengikut Syiah yang mengelilingi dinding makam, terbersit pertanyaan
gugatan. Apa yang ada di benak Yazid Mu'awwiyah (Khalifah Bani
Umayyah), Syamir bin Zil-Jausyan (panglima Basra yang dikenal bengis),
Umar bin Saad bin Abi Waqas (panglima perang yang peragu), dan
Ubaidillah bn Ziyad (Gubernur Irak wakil Yazid yang cinta kuasa) ketika
membantai Husain dan rombongannya yang hanya berjumlah sekitar
seratus orang? Di mana ruh Islam mereka ketika melakukan pembantaian
yang oleh ahli sejarah disebut sebagai puncak dari kekerasan dan kekejian
dalam konflik politik umat Islam Wallahu 'alam.

Haedar nashir menggunakan kisah ini untuk mengajak kaum muslim,


untuk tidak suka bertengkar. Dilarang bertengkar, singkatnya.

Saya ingin sekedar menambahkan:

1. Peristiwa ini adalah meneguhkan keabadian kisah pertempuran antara


kebenaran dan kejahatan, melanjutkan kisah Habil-Qabil, Musa as-
Firaun, Ibrahim as-Namrud, Muhamad SAW-Abu Jahal, atau Cut Nyak
Din-Kompeni. Dan ini berlanjut hingga kini. Senang atau tidak, Bush,
Israel dan sekutunya, melanjutkan tradisi ini untuk menyebarkan
kebencian, kejahatan kepada kaum Muslimin. Dan selalu ada yang
mengikuti jalan Imam Husein, seperti Hamas, Hizbullah. Tetapi
hebatnya, kejahatan memiliki kemampuan untuk mengemasnya
menjadi kebaikan itu sendiri, serta melabeli orang yang melawannya
sebagai "Axis of evil", "musuh kemanusiaan" , "Ekstremis", dan lain-
lain.

2. Ada kalanya kebenaran secara fisik kalah, seperti Habil-Qabil,


terbunuhnya Nabi Bani Israil, dan Imam Husein. Namun, pada dasarnya
mereka telah menang secara Substansi, karena dengan berpegang
kepada kebenaran, meski Syahid, namanya mewangi di dunia (dan
Akhirat) sepanjang zaman. Habil, Imam Husain adalah salah satu
simbol kebenaran sepanjang masa. Sementara Qabil dan Yazid
dikenang dengan keburukannya.

3. Sering berpegang kepada kebenaran itu berat, sulit, penuh


pengorbanan seperti firman Allah:

94 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum
nyata orang-orang yang sabar. (QS. 3:142)

Memilih jalan kebenaran, pada saat yang sama adalah memilih jalan
kesabaran dan siap menghadapi kesulitan.

4. Dari sejarah selalu ada dari kelompok kebenaran, yang tidak kuat
menahan derita. Seperti dalam barisan Imam Husein yang tadinya
ratusan akhirnya tinggal 72 orang, termasuk wanita dan anak-anak.
Dalam sejarah perlawanan terhadap Belanda dalam sejarah kita,
banyak sekali orang Indonesia sendiri yang berbalik membela belanda.
Namun ada juga yang sebaliknya.

Kita bisa menambahkan yang lain.

Allahumma Shali Ala Muhammad wa Aali Muhammad.

Warsono | 95
(Sebuah mimpi Hari Raya Bersama)

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan


janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan ni'mat Allah kepadamu
ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni'mat Allah orang
yang bersaudara;. (QS. 3:103)

Saya sudah terbiasa membaca, mendengar dan megalami perbagai


persoalan khilafiah berbagai masalah fikih. Sehingga, perbedaan pendapat
bagi saya adalah hal biasa saja. Yang penting adalah bagaimana kita
bersikap menghadapi perbedaan itu. Sehingga lama saya berpikir bahwa
perbedaan hari raya adalah masalah biasa saja.

Namun, lama-lama saya tercenung dan bertanya-tanya. Apakah memang


begitu? Apakah begitu cairnya ibadah dalam Islam, sehingga menentukan
hari/kalender pun terserah masing-masing individu? Meski kaum cerdik
pandai menyatakan, “Silakan memilih sesuai keyakinan”. Namun, bagi
kebanyakan orang-orang awam kejadian ini sungguh sangat mengganjal
dan membuat mereka bertanya-tanya. Terus beginikah kita berhari raya?
Tidak bisakah umat Islam bersatu?

Bayangkan. Tatkala di sebuah masjid dengan keras mengalunkan takbir


(Allahu akbar 3x, La ilaaha illa Allah, Allahu akbar. Allahu Akbar wa lillahil
hamd) sebagai tanda berakhirnya bulan Ramadhan – bahkan kadang
dengan pawai keliling yang begitu meriah – di tetangga masjid yang dekat
saja sedang melakukan shalat tarawih, dan membaca “Nawaitu shama
ghaddin..” (saya berniat puasa untuk besok hari...). Dia hendak
melaksanakan puasa di saat bagi tetangganya adalah waktu haram
berpuasa. Kejadian ini bisa diperpanjang dengan berbagai ritual sekitar
hari raya...

96 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Kejadian ini, menurut saya, tidak bisa dianggap kecil. Dalam konteks
persatuan Islam kejadian ini, sekali lagi menurut saya, adalah masalah
besar. Kalau hal-hal kecil seperti sepak bola (seperti antara PBNU vs
Muhamadiyah), jamuan makan, saja bisa menjadi sarana efektif untuk
persatuan umat, apalagi masalah hari raya, yang juga menyangkut
kalender umat Islam.

Lebih aneh lagi ternyata kejadian Hari Raya berbeda ternyata hanya
terjadi di Indonesia, hal ini tidak terjadi di negara2 muslim lainnya. Meski
di negara2 tersebut perbedaan pendapat dalam masalah fikih tidak kalah
banyak dengan di Indonesia. Demikian juga ormas-ormasnya. Seperti di
Mesir, tempat munculnya berbagai ulama terkenal dari berbagai madzhab
-dari yang sangat liberal hingga sangat konservatif- serta organisasi-
organisasi terpengaruh, seperti Ikhwanul Musimin. Mereka berhari raya
pada hari yang sama, karena mereka menyerahkan hak menentukan Hari
Raya dan kalender pada pemerintah.

Selain di Indonesia, kejadian hari raya berbeda ternyata hanya terjadi di


negara-negara di mana kaum muslimin menjadi minoritas, dan tidak ada
lembaga bersama umat Islam, seperti di negeri-negeri barat. Seperti di UK,
penentuan hari Raya adalah tergantung Imam Masjid di kota itu, yang bisa
jadi berbeda dengan masjid lain atau di kota lain. Atau bisa juga
ditentukan oleh organisasi Islam.

Selain masalah ibadah penentuan kalender ini sebenarnya terkait


kebutuhan praktis sehari-hari. Untungnya, kalender resmi umat Islam di
Indonesia adalah kalender masehi yang sudah fixed, sehingga tidak
membingungkan. Bayangkan kalau kalender resminya adalah Hijriah.
Maka orang akan kesulitan untuk membuat jadwal, undangan, dll terkait
hari. Karena undangan akan menjadi rumit dan mungkin berbunyi,
misalnya:

...Acara akan dilaksanakan pada :

Hari/ Tanggal : Ahad, 4 Syawal 1428 (Menurut kalender jamaah An-Nazir


Sulawesi) atau 3 Syawal 1428 H (menurut Kalender Muhamadiyah) atau 2
Syawal 1428 (menurut kalender NU dan pemerintah) atau 1 syawal 1428
(menurut kalender tarikah Naqshabandiyah Khalidiah)....

Warsono | 97
Untungnya, kita masih menggunakan kalender masehi sebagai kalender
utama, sehingga kesulitan itu tidak terjadi.

Kejadian berbeda hari raya di Indonesia sudah terjadi sangat lama dan
terkait perbedaan metode. Yang memang secara teoritis kemungkinan
untuk berbeda akan selalu ada sepanjang tahun, baik awal Ramadhan,
awal Syawal, awal Zulhijah dan lain-lain.

Adakah solusi bagi kebersamaan itu? Menurut saya, sangat ada. Masih
ada ruang untuk bisa menemukan solusi bersama yang elegan. Tentu
sikap rendah hati dan “take and give” harus sangat besar. Dan yang tak
kalah pentingnya kesadaran bahwa:

1. Betapa pun kita sangat yakin dengan pendapat kita. Pendapat kita
tetaplah merupakan ’ijtihad’, yang bernilai relatif (bisa salah) bukan
sesuatu yang qat’i (mutlak)!

2. Betapa pun, persatuan Islam adalah yang paling utama.

Semoga Allah membimbing kita menuju jalan-Nya yang lebih lurus...


Amien.

98 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


(Sebuah mimpi Hari Raya Bersama)

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan


janganlah kamu bercerai-berai.... (QS 3:103)

Kondisi hari raya berbeda (sampai 4 hari, sic!) di tanah air juga terjadi
secara internasional, seperti bisa dilihat di
http://moonsighting.com/1428shw.html. Di situ terlihat 1 negara (Nigeria)
berhari Raya hari Kamis, mayoritas hari Jumat dan Sabtu, dan 3 negara
(India Pakistan Bangladesh, IPB) hari Minggu....

Kalau orang non-muslim melihat ini geleng-geleng... Kok bisa, Pakistan


yang bertetangga dengan Kazahstan, Azerbaijan, tapi perbedaannya hari
raya bisa 2 hari? Namun sudahlah, jangan bicara internasional dulu...
Setidaknya mayoritas mereka berhari raya bersama di masing-masing
negara. Kita bicara Indonesia saja dulu, satu RT kok hari rayanya bisa
berbeda?

Tanpa bermaksud merasa lebih pandai dari para ahli Hisab dan Ru'yat,
secara sepintas setelah saya pelajari memang masing-masing metode
memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri.

1. Metode Hisab

Kelebihan:

- Kepastian secara ilmiah

Dengan mengabaikan metode Hisab abad pertengahan yang tentu


sudah tidak akurat, metode hisab ini memiliki keakuratan dan
kepastian secara ilmiah mungkin di atas 99%.

- Kemudahan dan kepraktisan

Warsono | 99
Dengan metode ini menentukan kalender menjadi sederhana dan
simpel. Serta praktis dalam arti memberi kemudahan untuk
merencanakan kegiatan di masa datang.

Kelemahannya :

- Patokan syariahnya (paling tidak secara leterlek/apa yang tertulis di


nash) tidak sekuat metode rukyat.

2. Metode Rukyat

Kelebihan metode hisab menjadi kelemahan metode ru'yat, begitu


juga sebaliknya...

Adakah penyelesaiannya? Ya, tergantung para pemimpin umat,


maukah menyatukan langkah?

Sebagai orang awam saya mengusulkan ada dua cara penyelesaian:

1. Diserahkan kepada ulil amri, dengan musyawarah seluruh komponen...

Keputusan ulil amri menjadi keputusan bersama, betapa pun hasilnya


berbeda dengan pendapat kita. Tetapi mungkinkah?

2. Tetap seperti sekarang namun dengan beberapa kesepakatan


bersama, seperti:

- Kalender resmi dan hari raya resmi adalah keputusan pemerintah.

- Bagi yang berpendapat berbeda, bisa melaksanakan ibadah sesuai


pendapatnya. Namun dilaksanakan secara sirriah (diam-diam).
Dalam arti tidak dilaksanakan berbagai kegiatan beramai-ramai
dengan pengeras suara seperti takbiran, kecuali shalat hari Raya yg
memang tidak mungkin tanpa pengeras suara... Namun jika
dimungkinkan dilakukan secara indoor, misalnya di masjid, atau
aula... Bukan di tempat lapang... Ini dilakukan demi menjaga
kebersamaan ukhuwah Islamiyah.

Kebersamaan hanya bisa dilakukan dengan sikap rendah hati dan 'take
and give', tidak ada cara lain...

Wallahul muwafiq ilaa aqwamit thariq...

100 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


(Sebuah mimpi Hari Raya Bersama)

Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan


janganlah kamu bercerai-berai.... (QS 3:103)

Argumen singkat Kalender Bersama

Sebagian orang mengira bahwa penyebab perbedaan hari raya karena kita
menggunakan manzilah-manzilah (kedudukan) bulan sebagai dasar
perhitungan waktu. Namun kalau kita kaji sesungguhnya tidak. Pilihan itu
sungguh praktis dan bermanfaat.

Pertama, dengan cara kalender bulan ini maka dia gampang diikuti oleh
siapa saja, dari mana saja, golongan apa saja. Dan verifikasinya pun sangat
mudah dilakukan siapa saja. Tinggal lihat fisik manzilah bulan. Orang2 dari
suku pedalaman pun bisa melakukannya.

Kedua, dengan metode ini membuat manusia dekat dan mempelajari


fenomena jagad raya. Keinginan mempelajari sesuatu ini menjadi dasar
perkembangan iptek. Terbukti, kaum muslim pada masanya memberikan
kontribusi besar dalam perkembangan iptek, terutama ilmu astronomi.

Lalu, kenapa kok sering sekali berbeda2...? Nah, inilah masalahnya....


Manzilah bulan pada saat pergantian tidak semudah, misalnya ketika
bulan purnama.

Pada masa dulu, masalah ini diselesaikan dengan simpel sekali. Yaitu
dengan cara melihat bulan baru, kalau belum melihat meskpun hanya
karena ada awan, anggap belum masuk dan sempurnakan (istikmal) bulan
sebelumnya. Dan yang terpenting, semua proses ini dilakukan dengan
persertujuan Rasul SAW atau pemimpin pada masanya. Misalnya dalam
kisah, disebutkan ada seseorang bersumpah melihat bulan baru. Datang

Warsono | 101
kepada Nabi SAW melaporkan, setelah informasinya dianggap benar,
sudah beliau mengumumkan bulan baru... Mudah dan simpel.

Hal seperti ini juga terjadi pada masa2 pemerintahan Islam dan juga para
kebanyakan negeri2 muslim, seperti Mesir, Arab Saudi dan Iran. Informasi
dan masukan bisa dari mana saja, namun yang menentukan adalah
pemerintah hal ini adalah demi kepastian dan persatuan.

Metode penyatuan kalender ini sungguh akan banyak bermanfaat, di


antaranya:

1. Memperkukuh persatuan Islam.

Sehingga setiap tahun masyarakat tidak bertanya "Apakah kita akan


puasa dan berhari raya bersama?", di setiap menjelang puasa dan hari
raya.

2. Menjadikan kalender Islam lebih berwibawa.

Kita sedih melihat bahwa kalender Islam adalah satu2nya kalender


yang volatile. Ada banyak kalender baik berdasar matahari maupun
bulan, bahkan gabungan keduanya (seperti kalender Cina), namun
tidak ada perselisiah tanggal pada kalender mereka. Kalau metode
pembuatan kalender masih diserahkan kepada kelompok2 seperti
sekarang, kalender Islam tidak akan menjadi kalender utama bagi
kaum muslim sendiri.

3. Memberi kepastian hukum terhadap berbagai aktivitas masyarakat.

Kalau untuk kasus Indonesia barangkali cuma untuk menentukan Hari


Libur, sehingga penanggalan bisa lebih pasti. Bayangkan kalau
penetapan hari sampai 4 versi dan semua diakui bukankah libur Hari
Idul Adha akan 4 hari.... Wah enak dong... (hehehe...)

Namun, kalau seperti kasus di Arab Saudi misalnya. Ini menyangkut


maslahat yang sangat besar, terutama menyangkut ritual haji. Coba kalau
masing2 ormas (ada nggak di sana, ya?) di Arab Saudi menentukan
kalender sendiri sendiri. Bukankah penyelenggaraan haji akan kacau
balau? Jamaah haji juga akan bingung? Aduuh, aku pilih kalender yang
mana ya? (kira2 begitu...).

102 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Alhamdulillah hal ini tidak terjadi. Dan para jamaah pun tidak pernah
menanyakan, "Ini pemerintah Saudi menentukannya pakai ru'yat apa
hisab ya?". Mereka hanya patuh, tidak banyak tanya, serta cukup
konsentrasi kepada ibadah mereka. Dan alhamdulillah, baik jamaah pro-
hisab maupun pro-rukyat tidak pernah merasa salah tanggal...

Nah, kalau hal ini juga terjadi di Indonesia, bukankah juga indah? Dan
rakyat pun tidak dibingungkan dengan kontroversi rukyat-hisab, serta
ikut2 pusing memikirkannya.

Bukankah ini hanya masalah ikhtilaf, biarlah masing-masing


menyelesaikan menurut pendapat sendiri?

Memang penyelesaian masalah perbedaan fikih ada 2 macam. Pertama


adalah dengan menyerahkan pada pilihan individu. Hal ini terjadi untuk
berbagai amal individual, seperti lafal ushali, qunut, tahlil, dll. Kedua
adalah dengan cara ulil amri (pemerintah) memilih salah satu pendapat
baik melalui musyawarah atau pilihan penguasa sendiri. Hal ini dilakukan
menyangkut hukum mu'amalah (sosial). Misalnya hukum pernikahan, ada
berbagai banyak mazhab. Namun yg dipakai adalah yg dijadikan hukum
resmi negara. Ini penting untuk kepastian hukum. Dan semua rakyat apa
pun mazhabnya harus taat, terutama ketika berperkara...

Nah, kira-kira penentuan tanggal ini masalah individu apa sosial ya?
Silakan menilainya...

Yang jelas, dari dulu dalam sejarah Islam klasik, yang menentukan adalah
ulil amri. Saya belum pernah mendengar cerita misalnya Imam-Imam Fikih
zaman dulu, seperti Imam Ahmad, Syafi'i, dll. menentukan hari Raya
sendiri....

"Tangan Allah di atas Jamaah," begitu sebuah hadis, yang menunjukkan


pentingnya hidup berjamaah dan membangun kebersamaan.

Mohon maaf bila ada kata salah, ini hanya unek2... Namanya juga
kegundahan, mungkin banyak menggunakan perasaan...

Semoga Allah menuntun kita semua kepada Jalan yang lebih lurus.

Amieen...

Warsono | 103
tentang
g

104 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia
berkata baik atau diam. (HR Bukhari-Muslim).

Shoum (puasa) itu artinya "imsak", yaitu menahan. Lalu secara fikih
berarti menahan dari makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkan
puasa dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Puasa dalam makna ini,
meski tetap berat secara fisik, namun kebanyakan kita, bahkan anak-anak
kecil pun, mampu menjalaninya penuh selama sebulan.

Namun tentunya, puasa bukan sekedar itu. Karena kemudian Nabiyullah


Muhammad SAW, mengingatkan kita, "Betapa banyak orang yang
berpuasa, namun dia tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan haus"
(HR Ibnu Majjah). Ini menunjukkan bahwa puasa bukan sekedar tidak
makan dan minum belaka. Dia memiliki fungsi pensucian diri dan hati. Dan
banyak hal yang menjadikan puasa ini menjadi kurang bermakna kecuali
rutinitas belaka.

Di antara yang banyak itu, namun sangat penting adalah bicara. Dari hadis
yang terdapat dalam Hadis Arbain An-Nawawi di atas, disebut diam atau
berkata baik adalah bukti keimanan. Dalam surat Al-Mukminun salah satu
ciri keimanan adalah "menghindarkan diri dari perbuatan yang sia-sia".
Ketika Nabi Zakaria AS, yang sudah renta, mendapat kabar dari Allah
bahwa dia akan mendapat anak, beliau penasaran -meski tentu saja
sangat yakin kekuasaan Allah- akan hal itu dan meminta tandanya. Tuhan
menjawab, "Tandanya ialah kau harus puasa bicara. Kau tidak boleh
berkata kepada seorang manusia pun selama tiga hari berturut-turut."
(QS. Maryam: 4-10). Dalam kisah kemudian Nabi Zakaria AS memang
kemudian tidak bisa berbicara selama 3 hari, beliau puasa bicara.

Ya, sepertinya kita perlu mencanangkan selain puasa dari makan, minum
dan berhubungam, adalah puasa bicara. Banyak sekali hadis Nabi SAW
yang mengingatkan pentingnya memelihara lidah ini, bahkan dalam suatu
hadis disebutkan ketika Rasulullah SAW, ditanya bagaimana dengan orang
yang ibadahnya sangat baik, namun mulutnya suka menyakiti orang lain.

Warsono | 105
Jawab Rasulullah SAW bahwa tempatnya adalah Neraka. Dalam hadis lain,
"(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat
dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan
Muslim no. 42).

Dari pengalaman, memang kata-kata, baik dari mulut maupun tulisan,


sering memiliki pengaruh luar biasa dalam kehidupan kita. Sering kali kata-
kata yang kita anggap kecil, bahkan kita tidak menyadarinya, merupakan
api yang bisa membakar hati orang lain, hingga terluka selamanya.
Persahabatan terputus hanya akibat perkataan, adalah cerita yang banyak
sekali kita lihat dalam kehidupan kita.

Saya sering terhenyak dan menyesal sekali, mengucapkan suatu perkataan


yang sebenarnya menurut saya ringan saja, namun ternyata melukai hati
orang lain tanpa disadari. Dan itu baru saya ketahui jauh belakangan. Ya,
Allah... Saya baru tersadar, betapa banyak dosa saya dari mulut ini.
Astaghfirullah...

Mungkin kita bisa bilang, kan bisa minta maaf. Memang mungkin saja
dimaafkan, namun biasanya sulit dilupakan oleh orang itu. Karenanya,
puasa bicara sungguh memiliki arti penting di bulan Ramadhan ini.

Ustadz bahasa Arab saya di pondok (walau sayangnya hingga kini bahasa
Arab saya masih nol besar), pernah mengutip kata-kata Al-Ghazali yang
saya ingat hingga kini, "Semua yang keluar dari badan kita tidak ada yang
mulia, kecuali perkataan yang baik/benar (qaulul haq)". Coba perhatikan
apa yang keluar dari badan kita? Semuanya bau dan hina. Jika dari mulut
kita juga keluar kata-kata busuk, lalu apa lagi yang baik keluar dari badan
kita?

Imam Ali KW, juga pernah membuat nasihat, "Semakin banyak kita bicara,
semakin banyak kita salah".

Karenanya, puasa bicara, irit bicara, mengikut hadis di atas sebaiknya kita
jadikan agenda utama dalam bulan Ramadhan ini, selain menjaga mata
dan telinga. Jika menjaga mata dan telinga, lebih banyak pengaruh ke diri
kita, namun menjaga bicara lebih banyak keluar.

Mengurangi bicara sebenarnya, bermanfaat bagi kita karena akan


mengakibatkan perkataan kita menjadi berbobot. Sebaliknya, jika terlalu

106 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


banyak bicara, biasanya orang menganggap remeh perkataan kita. Hanya
gombal saja...

Semoga Allah membimbing kita menuju jalan yang lebih lurus. Amien...

Warsono | 107
Ada banyak kisah tentang kerendahhatian dan kesabaran Rasulullah SAW.
Di antaranya tentang kisah seorang tua musyrik yang membenci Nabi
SAW. Suatu ketika dia dibantu oleh seorang lebih muda menurunkan
barang-barangnya dengan baik hati dan sangat sopan. Orang tua itu
bercerita tentang bagaimana bencinya dia dengan Nabi Muhammad SAW,
mengenai jelek akhlaqnya, jeleknya ajarannya dsb. Orang (lebih) muda
tersebut tenang dan tersenyum. Tiada kebencian di wajahnya. Orang tua
itu kagum sekali dengan orang muda tersebut, dan bertanya,

"Siapakah Anda?"

"Saya Muhammad", jawab orang Muda itu dengan tenang.

"Muhammad?", orang tua itu kaget dan terpana. Orang yang baik hati itu
ternyata adalah orang yang dicelanya.... Akhirnya dia masuk Islam.

Dalam kisah yang lain, seorang Badui yang baru masuk Islam, kencing di
dalam masjid dengan santainya. Barangkali begitu kebiasaan di kaumnya,
kencing seenaknya. Sehingga Sayidina Umar RA marah dan hendak
memukul badui itu, namun Rasulullah SAW mencelanya, dan meminta
untuk dibersihkan. Kemudian Baliau menasehati si badui dengan sabar,
sehingga si Badui ini sadar. Kisah kesabaran & kerendahhatian Rasulullah
SAW ini, bisa panjang sekali jika diceritakan.

Salah satu kelemahan kita sebagai manusia adalah merasa diri kita "lebih"
dari orang lain. Dalam pelatihan dikenal istilah "above average
syndromme", yaitu bahwa dalam berbagai sampling kebanyakan orang
merasa dirinya lebih baik dari rata-2 orang kebanyakan. Ini terjadi di
semua kalangan, sehingga tidak aneh, menceritakan kejelekan orang
adalah salah satu yang disukai oleh kebanyakan kita...

Ada banyak alasan orang untuk merasa lebih dari orang lain, dari yang
paling kelihatan sampai yang agak sumir. Yang paling kelihatan dan mudah

108 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


adalah merasa lebih karena kecantikan, jabatan, kekayaan. Yang mulai
agak tidak kelihatan adalah keahlian, kecerdasan. Dan yang cukup sumir
adalah merasa lebih baik amalan, akhlaq atau agamanya.

Kita sering melihat rendah orang lain atau sebaliknya "silau", karena
jabatannya. Kadang kita memandang rendah orang lain, karena kita
anggap "bodoh",naif. Namun, bisa jadi kadang kita melihat rendah orang
lain, karena kita anggap ilmunya "cetek" atau kurang saleh dibanding kita
...

Suatu ketika seseorang bertanya Imam Ali bin Abi Thalib kw, "Apakah
tangga paling rendah dari mengenal Allah itu?". "Tangga terendah adalah
ketika engkau merasa bahwa tidak ada orang yang paling patut disiksa di
neraka selain dirinya", jawab Imam Ali. Orang itu pingsan. Ketika dia
bangun, dia bertanya lagi, "Lalu di atasnya apa lagi". "Di atasnya ada 70
tingkatan lagi".

Puasa ramadhan, di antaranya, mengajarkan kita untuk rendah hati dan


sabar. Kita ini tidak ada apa-apanya. Kita lemah, tidak makan sebentar saja
fisik kita sudah "lemah". Badan kita bisa saja kuat dan kukuh, melebihi Ade
Rai, namun kekukuhan badan kita itu ditopang dari luar, yaitu makanan &
minuman. Konon agar badannya seperti Ade Rai, kita harus makan telur
(putihnya saja) hingga 20 butir sehari. Ketika kita tidak makan, badan kita
seperti pakaian lusuh, tidak bisa bergerak. Ya, kita ini pada hakekatnya
makhluk yang lemah, tidak ada yang layak kita sombongkan.

Kesabaran dan rendah hati adalah seperti sisi mata uang. Kita tidak bisa
sabar, tanpa rendah hati. Tanpa kerendahhatian, yang muncul adalah sakit
hati. Kita sabar secara fisik, namun hati kita sakit. Rendah hati juga hanya
bisa dengan kesabaran. Dan keduanya berasal dari hati yang luas. Hanya
hati yang luas, yang mampu menampung kesabaran dan rendah hati. Hati
yang luas, pada akhirnya adalah hati yang pasrah kepada Allah Yang Maha
Luas. Hanya dengan memasrahkan segalanya, mengalirkan semuanya
kepada Allah, hati kita menjadi luas.

Sebaliknya tinggi hati dan marah adalah berasal dari hati yang sempit,
sehingga hati kita tidak mampu menerima hal2 yang tidak sesuai dengan
keinginan dan kehendak kita, tidak mampu menerima kelebihan dan
kekuarangan orang lain. Hati yang sempit ini pada akhirnya mengikuti
sikap setan/iblis.

Warsono | 109
Konon Iblis adalah salah satu makhluk yang sudah tinggi derajatnya dan
selalu beribadah, sayangnya dia tidak mau menerima orang lain (Nabi
Adam AS) diberi kelebihan oleh Allah SWT. Sehingga dia menolak dan
tinggi hati (abaa wastakbara), ketika dia diperintahkan untuk bersujud
kepada Adam AS. Inilah kejatuhan Iblis.

Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
(yang mengandung) keselamatan. (QS. 25:63)

Sikap rendah hati, sesungguhnya sangat baik dan cocok untuk siapa saja.
Rendah hati akan menjadi hiasan yang menambah kemuliaan siapa pun.
Kalau dia orang cerdas, maka akan semakin mulia jika dia rendah hati.
Sedang jika dia bodoh, maka rendah hati akan menjadi penutupnya. Coba
kalau sebaliknya....

Sayangnya, kita (terutama saya) lebih belajar untuk mengangkat diri


sendiri, dan merendahkan orang lain. Semoga keberkahan Ramadhan
menghiasi kita dengan sikap rendah hati dan sabar. Aamien.

110 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Puasa itu perisai” (HR Bukhari-Muslim)

Entah sudah berapa tahun saya berpuasa, mungkin sudah lebih dari 30
tahun. Namun, kalau saya mau introspeksi dengan pertanyaan sederhana:
Apakah puasa yang saya lakukan sekarang lebih baik dari 30 tahun yang
lalu? Apakah puasa saya sudah membentuk karakter takwa (la’alakum
tataqun)? Sulit sekali saya menjawab pertanyaan ini…

Puasa sebagaimana ibadah yang lain seperti shalat, zikir,haji, zakat, zikir,
dll. bukanlah ritual semata. Ia adalah madrasah ruhaniah (spiritual
training) untuk mencapai peningkatan ruhani. Seperti latihan olah raga
rutin adalah sebenarnya juga ritual untuk peningkatan fisik, sehingga lebih
kuat, lebih cepat, lebih lentur, dll. Begitu juga belajar, riset, training,
debat, membuat jurnal dan sekitarnya, adalah juga ritual peningkatan
fikiran. Kedua ritual terakhir ini hasilnya mudah terlihat dan diukur.
Sedang ritual bagi ruhani, di antaranya melalui puasa, sungguh sulit sekali
diukur dan dilihat hasilnya.

Seperti halnya latihan fisik (misal karate) dan fikiran (misal akademik) yang
memiliki tingkatan, latihan spiritual juga memiliki tingkatan. Al-Quran
menggambarkan perjalanan spiritual sebagai perjalanan yang yang terjal
dan mendaki, yang tentu harus dijalani setapak demi setapak, melewati
rintangan demi rintangan. Itu adalah sunnatullah dalam belajar apa saja.
Semakin sulit rintangan biasanya semakin baik hasilnya. Seperti prajurit
Kopasus memiliki latihan yang jauh lebih sulit dari prajurit biasa, hasilnya
juga kemampuan yang khusus.

Semua latihan ruhani dimulai dari melepaskan belenggu yang menutupi


hati dari menerima cahaya dan bercahaya. Tingkatan ini biasanya disebut
tingkatan taubat (maqam taubat). Meskipun tingkatan paling awal namun
tidaklah mudah, tapi sulit ….Sulitnya, belenggu itu semuanya melekat
dalam diri kita…. Belenggu itu ada dalam diri kita sendiri, yang kita sendiri
sering tidak tahu… Tidak seperti latihan fisik, yang rintangan itu terlihat

Warsono | 111
jelas di luar… Sulitnya, belenggu itu adalah justru semua yang memang
disenangi oleh kita….

Belenggu itu adalah kesenang fisik dan ego kita. Puasa adalah salah
satu riyadhah (perjuangan) kita untuk membebaskan belenggu
kesenangan fisik, utamanya makan, minum, dan hubungan seksual. Itu
adalah baru yang paling basic, sekedar memenuhi syarat fikih. Dilanjutkan
keutamaan dengan membebaskan belenggu fisik lain seperti melihat dan
mendengarkan yang buruk, yang berkata-kata tidak baik, dll. Khusus
mengenai berkata-kata tahun lalu saya pernah menulis “puasa bicara” …
Menulisnya sih gampang, tapi melakukannya… Masya Allah beratnya…

Belenggu yang lain yang ingin dibebaskan adalah ‘kecintaan kepada harta’,
sehingga Rasulullah SAW yang memang sangat dermawan mencontohkan
untuk lebih sangat dermawan lagi di bulan Ramadan, sebagaimana hadis:

Dari Ibn Abbas ra berkata: Bahwa Rasulullah saw adalah manusia yang
paling dermawan, dan bahwa beliau saw lebih dermawan lagi dibulan
Ramadhan, ketika sering dikunjungi Jibril (as) dan bahwa ia dikunjungi
(Jibril as) setiap malam dibulan Ramadhan dan memperdalam Al Qur’an,
dan Sungguh Rasulullah saw lebih dermawan terhadap perbuatan baik
dari angin yang berhembus (sangat ringan dan cepat berbuat baik tanpa
merasa keberatan)” (Shahih bukhari)

Salah seorang pujangga Raja Jawa Muslim, Sunan Pakubuwono tentang


puasa ini:

Padha gulangening kalbu, ing sasmita amrih lantip


(Latihlah kalbu kita, agar kesadaran kita tajam)
aja pijer mangan nendra, kaprawiran den kaesti
(Jangan hanya makan tidur, latihlah kesadaran kita)
pesunen sarira nira, cegah dahar lawan guling
(Hiasilah wajah kita, melalui sedikit makan dan tidur)

(Serat Wulangreh)

Manusia memiliki 2 unsur, yaitu tanah dan ruh. Sifat tanah cenderung
memiliki tarikan grafitasi yang kuat untuk ke bawah, untuk hal-hal yang
rendah, untuk kesenangan fisik, sedang ruh fitrahnya adalah bergerak ke
atas, mengenal Allah. Bagaimana merawat ruh kita, adalah sejauh mana

112 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


kita memenangi sifat ruh dari tarikan tanah. Tidak mungkin memenangkan
sifat ruh tanpa mengalahkan tarikan tanah.

“Puasa adalah perisai/pelindung”, dalam berperang melawan tarikan


tanah, yang memang utamanya adalah makan, minum dan hubungan
seksual. Inilah basic instinct yang sangat kuat tarikan gravitasinya. Jika
madrasah puasa ini berhasil yang kita lakukan sebulan penuh, dan sudah
dilakukan selama puluhan tahun, tentunya kita memiliki perisai yang
sangat kuat untuk melawan gravitasi ini dalam kehidupan.

Namun Rasulullah SAW mensinyalir sebaliknya, “Berapa banyak orang


puasa hanya mendapatkan lapar dan dahaga; dan berapa banyak orang
yang mendirikan ibadah di malam hari, hanya mendapatkan begadang
saja.” (HR. Nasa’i)

Puasa dan ibadah yang tanpa makna tidak akan menjadi madrasah
ruhaniah, yang meningkatkan kualitas ruhani kita. Karena memang kita
tidak sungguh-sungguh menjadikan puasa sebagai latihan untuk
membebaskan diri dari belenggu bagi jiwa. Puasa semestinya menjadikan
kita tahan lapar, sehingga jiwa kita jernih. Lapar dahaga menjadi hiasan
Rasulullah SAW, keluarga dan diikuti para sahabat dan shalihin.

Diriwayatkan oleh Aisyah R.A., bahwasanya Rasulullah S.A.W. tidak makan


dengan kenyang selama tiga hari berturut-turut dari sepotong roti sampai
beliau meninggal. Apakah Rasulullah SAW miskin? Miskin bagaimana,
padahal Rasulullah SAW berkorban pada waktu haji sebanyak 100 unta?
Sedikit makan dan banyak puasa adalah jalan hidup Beliau.

Diriwayatkan dari Aisyah, Rasulullah S.A.W. berkata kepadaku :


“Sesungguhnya Allah menawarkan kepadaku dataran Mekkah untuk
dijadikan emas dan diberikan kepadaku, maka aku menolaknya, lalu aku
berkata : Aku tidak mengharapkan itu semuanya Ya Allah, akan tetapi aku
lebih senang sehari lapar dan sehari kenyang. Tatkala hari yang aku
merasakan lapar, aku merendah diri dan berdo’a kepada-Mu, sementara
tatkala hari yang aku merasakan kenyang, aku bersyukur dan memuji-Mu
“. Subhanallah…

Puasa menurunkan tingkat kebutuhan kita terhadap makanan, sehingga


mestinya konsumsi pada bulan Ramadan semestinya turun sepertiganya.
Namun, kenyataannya tingkat konsumsi kita pada bulan Ramadan malah

Warsono | 113
naik 60%. Jadi, bukannya menurun tingkat kebutuhan makan kita dengan
berlapar dan dahaga, namun justru naik. Jadi tarikan fisik malah tambah
kuat…Ini bukan cerita tentang orang lain, ini cerita tetapi saya..
Kelihatannya jawaban pertanyaan di atas untuk saya sudah jelas, ampuni
ya Allah…

Sabda Rasulullah SAW tentang orang yang hanya lapar dan dahaga,
tadinya saya pikir untuk orang lain… Ternyata justru untuk saya… Ketika
sedang belanja ( untuk persiapan buka … waduh benar lagi kan, pikirannya
makan melulu), saya tersentak lagi oleh lagu Hadad Alwi… Yang membikin
saya hendak menangis, kalau saja tidak sedang di Supermarket..

lewat sudah hari ini panas puasa,


alun adzan tanda buka basahi jiwa,
kusirami kering sepi diujung hari,
lambat menanti tak terasa lagi,
terimalah puasa hamba Ya Allah Ya Robbi,
walau masa mengikat hawa lalai terlena,
hamba cuma insan hina dilaut jalan,
haus dan gersang lapar dibadan yang hamba tahan…

ampunilah hamba belum bisa puasa makna,


puasa praduga, kata dan mata yang terjaga,
terimalah Ya Robbi walau cuma lapar dahaga,
bimbinglah kami bersihkan hati mencari diri…
(Hadad Alwi, Puasa)

Ampuni ya Allah… terimalah ya Allah puasa hamba, meski baru seperti ini
puasa hamba…

114 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


tentang
g

Warsono | 115
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-
tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. (QS. 17:1)

Pada Bulan Rajab yang barakah ini sekitar 14 abad yang lalu, terjadi
peristiwa agung pada seorang insan yang paling agung, yang Allah
memujinya dengan banyak sekali pujian, seperti Cahaya (Nur), Rahmatan
lil Alamin, dsb. Tentu saja Isra Miraj Nabi Muhammad SAW (salawat salam
dan cinta dari kami setulusnya). Peristiwa ini merupakan peristiwa besar
yang tidak hanya bermakna bagi Sang Nabi SAW, namun juga bagi kita.

Pada tulisan ini saya ingin menggali sebagian dari makna-makna yang
dikandung, tentu jauh lebih dari yang saya (yang bodoh ini) bisa tulis,
mengenai berbagai kejadian di sekitar Isra Miraj. Saya ingin menulisnya
dalam beberapa seri, mulai dari yang sederhana tentang konsep mujizat,
barakah, keagungan Rasul dan umatnya, dsb. Tulisan ini mengacu kepada
banyak tulisan tentang Isra Miraj, namun terutama adalah karya Al-
Alamah Sayid Al-Alawi Al-Maliki rh, seorang ulama hadis terkenal, dan
Hajah Aminah Adil, istri Syaikh Nazim. Namun tulisan ini adalah tetap
renungan saya, yang tentu kesalahan menjadi adalah ada pada saya,
bukan kepada beliau2.

1. Tentang Mujizat Isra Miraj.

Peristiwa isra miraj adalah salah satu mujizat besar dari Nabi Muhammad
SAW, di antara mujizat beliau yang lain seperti bisa membelah bulan,
keluar air dari tangan beliau, dsb. Dari ayat di atas tentang Isra, "Maha
Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya...", memberi gambaran
tentang makna mujizat.

116 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Mujizat, yang adalah peristiwa yang luar biasa di luar kebiasaan yang
dimiliki semua Nabi AS/SAW, pada dasarnya adalah merupakan kekuasaan
Allah SWT semata. Bukan karena kehebatan Nabi AS/SAW sendiri. Allah-
lah yang memperjalankan hamba-Nya, bukan hambanya berjalan sendiri.
Begitu juga kisah2 mujizat yang lain, seperti N Ibrahim AS tidak terbakar
api, adalah karena Allah memerintahkan api untuk tidak membakar Nabi
Ibrahim. Bukan karena beliau tahan api.

Karenanya tujuan dari mujizat bukanlah supaya orang2 kagum kepada


Ibrahim AS, atau Nabi yang lain, namun supaya orang2 menjadi beriman
kepada Allah SWT yang mengutus para Nabi AS itu. Sehingga mujizat
adalah salah satu ayat atau tanda bagi kekuasaan Allah SWT. Sebagaimana
ayat di atas, di samping ayat yang tersebar dalam alam semesta juga di
dalam diri kita.

Pada akhirnya beriman atau tidaknya kita, adalah semata-mata hidayah


Allah SWT. Orang2 yang hidup di zaman para Nabi yang menyaksikan
mujizat itu, banyak malah yang tidak beriman meski melihat mujizat di
hadapan mereka. Seperti juga sekarang banyak sekali ilmuwan yang tetap
atheis, meski mereka sudah meneliti kecanggihan alam semesta dan
isinya. Hati mereka tetap saja membatu dan menganggap enteng semata
malah hanya kagum pada diri sendiri, melihat miliaran galaksi begitu
agung dan sempurna, melihat berbagai makhluk dari yang kecil hingga
yang besar yang begitu luar biasa, teratur, sempurna.

Bagi orang beriman mujizat mempertebal keimanan, seperti Sayidina Abu


Bakar As-sidiq ra, yang karena langsung mengimani Isra Miraj, dikenal
sebagai Ash-Shidiq. Seperti juga orang beriman akan semakin tebal
melihat langit, gunung, bintang, pepohonan, binatang, dsb.

Hanya saja, mujizat Isra Miraj ini agak lain dibanding dengan mujizat yang
lain. Kalau mujizat yang lain biasanya disaksikan oleh orang lain,
dihadapan orang banyak. Isra Miraj hanya diketahui oleh Nabi
Muhammad SAW sendiri, yang kemudian beliau ceritakan kepada
umatnya. Karenanya unsur keimanan, menjadi yang paling penting dalam
menerima berita Isra Miraj ini. Sebab tidak ada orang yang
menyaksikannya.

Ini juga menjadikan salah satu fungsi mujizat, yaitu ujian keimanan. Berita
Isra Miraj ini, bagi kaum musyrikin tentu saja malah menjadi ejekan bagi

Warsono | 117
kaum muslim, sehingga sebagian kaum muslim saat itu ada yang
kemudian menjadi agak bimbang dengan berita itu. Di sinilah Sayidina Abu
Bakar menunjukan keteguhan iman yang luar biasa, dengan tegas
meyakini semua berita itu. Sehingga umat Islam kemudian tetap teguh
beriman kepada Nabi SAW.

Tujuan dari peristiwa Isra Miraj memang terutama ditujukan kepada Nabi
SAW, sebagaimana di ayat "... agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
tanda-tanda kebesaran Kami ..", ketika Beliau mengalami masa terberat
dalam perjuangan dakwah beliau di Makkah, pasca meninggalnya paman
beliau Abu Thalib, dan istri beliau Khadijatul Kubra ra. Apalagi kemudian
dakwahnya ke Thaif, berakhir dengan penyiksaan kepada beliau.

Apakah hal ini berarti Nabi SAW berkurang keimanannya saat itu? Tentu
saja tidak. Iman Nabi SAW tentu saja tidak pernah berkurang. Namun
peristiwa Isra Miraj, menjadi panguat lagi bagi keimanan beliau. Hal yang
sama pernah bahkan diminta oleh Nabi Ibrahim AS, ketika beliau minta
kepada Allah SWT, bagaimana menghidupkan burung2. Hal ini bukanlah
karena Ibrahim AS tidak beriman, namun seperti yang dikatakan beliau
untuk semakin meneguhkan keimanan beliau. Kisah ini diabadikan di
dalam Al-Quran.

Kalau Nabi Ibrahim AS, kekasih Allah, penghulu Tauhid saja, memerlukan
bukti2 untuk menguatkan keimanannya, apalah lagi kita yang
keimanannya naik turun. Karenanya di antara upaya kita memupuk
keimanan kita adalah dengan " melihat tanda2 kekuasaan Allah". Di
antaranya melakukan perjalanan ke tempat2 yang jauh. Hampir semua
Nabi SAW, Para Salihin, alim Ulama, suka melakukan perjalanan untuk
memperkaya batin dan ilmu...

118 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


"Ya Allah, berikanlah barakah kepada kami di bulan Rajab dan Sya'ban,
serta sampaikan kami ke bulan Ramadan" (HR Ahmad dan Thabrani)

2. Tentang Barakah

Dalam penggalan surat Al-Isra disebut " ...yang telah Kami berkahi
sekelilingnya ..", juga doa di atas meminta kepada Allah Swt agar kita
diberi barakah. Ayat tersebut menyebutkan Allah menjadikan Masjidil
Haram, masjidil Aqsa dan sekelilingnya, telah diberi berkah. Di sini kita
akan masuk kepada konsep lain tentang barakah. Ini adalah salah satu
konsep penting, sehingga kita diajarkan untuk menyebarkan berkah Allah
kepada sekitar kita melalui salam, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wa
barakatuhu". Barakah artinya bertambah, kebaikan, manfaat, berterusan.

Dalam Islam diajarkan bahwa semua tempat dan waktu pada dasarnya
adalah sama dan suci. Karena kita bisa mengingat Allah, bahkan shalat di
mana saja, kecuali tempat2 tertentu yang sangat sedikit. Walau pun
demikian, Allah SWT sendiri memilih di antara tempat2 di bumi ini sebagai
tempat yang diberkahinya. Di antaranya adalah Masjidul Haram dan
Masjidul Aqsa, tempat Nabi SAW ber-Isra. Karenanya hingga kini umat
Islam di dunia bersatu padu untuk menjaga kesucian Masjidul Aqsa, di
Palestina, yang hingga kini masih dijajah oleh Israel. (Semoga Allah SWT
membantu mujahidin di Palestina melawan penjajah israel. Amiin)

Kalau kita perhatikan, Allah memberi berkah kepada suatu tempat selalu
terkait dengan suatu peristiwa dari orang-orang suci dalam kepada Allah
SWT. Misalnya Masjidil Haram, dalam Al-Quran disebut sebagai tempat
peribadahan pertama yang dibangun para Nabi AS. Disitulah juga Nabi
Ibrahim dan keluarganya AS, menunjukkan pengabdiannya kepada Allah
SWT. Bahkan ada salah satu tempat yaitu Maqam Ibrahim, tempat di
mana Nabi Ibrahim AS biasa shalat, menjadi salah satu tempat barakah
untuk berdoa yang diajarkan Rasulullah SAW.

Warsono | 119
Dalam satu Kisah Isra Mi'raj terdapat kisah di mana Rasul SAW dalam
perjalanan dari Makkah ke Masjidul Aqsha mengunjungi 4
tempat2 penting dan melakukan shalat di sepanjang perjalanan. Tempat
itu adalah 1. Madinatul Munawah (ketika itu Yatsrib), 2. sumur tempat
Nabi Musa AS membantu anak2 Nabi Syu'aib, 3. Gunung Sinai tempat
Nabi Musa AS berdialog dengan Allah SWT, dan 4. Baitul Hamd tempat
kelahiran Nabi Isa AS. Di tempat2 tempat inilah Nabi SAW diturunkan oleh
Malaikat Jibril AS dan melakukan shalat bersama.

Ini adalah bentuk penghormatan Nabi SAW kepada tempat di mana


tonggak-tonggak ajaran Allah di kumandangkan. Tempat2 itu menjadi
penting, bukan karena tempatnya, namun karena kejadian di tempat itu.
Suatu tempat akan lebih barakah jika diisi oleh pengabdian kepada Allah,
sebaliknya jika tempat ma'syiat tentu tidak ada keberkahan. Karenanya
masjid meski bangunannya sama dengan malah mungkin lebih jelek dari
bangunan lain, namun dia adalah tempat yang berkah. Tempat itu akan
semakin berkah, jika menjadi tempat bersujud orang-orang mulia seperti
para Nabi AS/SAW di atas.

Selain berkaitan dengan tempat, barakah juga berkaitan dengan waktu.


Misalnya bulan Ramadan adalah bulan yang berkah, karena di bulan ini
adalah bulan diturunkan Al-Quran, sehingga kita diwajibkan puasa di
dalamnya. Rasulullah SAW berpuasa di hari senin, di antaranya karena
beliau dilahirkan di hari senin. Puasa ASyura juga karena peristiwa Nabi
Musa AS.

Barakah juga berkaitan dengan orang, Para Nabi AS/SAW adalah orang-
orang yang membawa berkah. Karenanya para sahabat di sekitarnya
mengharapkan berkah (tabaruk) dari Rasulullah SAW. Mereka
mengharapkan tambahnya kebaikan dalam kehidupan mereka dengan
segala sesuatu yang berkaitan dengan beliau. Berikut salah satu riwayat
dalam Sahih Bukhari tentang bagaimana para sahabat bertabaruk kepada
Nabi SAW, di antara banyak sekali riwayat.

Urwah At-tsaqafi ra (waktu itu masih musyrik, kemudian masuk


Islam) berkata ketika menasihati orang- orang Quraisy sewaktu menjadi
utusan mereka kepada Rasulullah s.a.w. dalam peristiwa perdamaian
Hudaibiyah :
‘Wahai kaumku, demi Allah aku pernah menjadi utusan untuk menghadap

120 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Kaisar, Kisra dan Najasyi. Maka aku tidak pernah melihat seseorang yang
mengagungkan orang lain sebagaimana yang dilakukan oleh para sahabat
Muhammad kepada Muhammad. Dia tidak pernah tertawa sehingga
mengeluarkan air liur, kecuali mereka berebut untuk menadahnya di
tangan mereka, kemudian disapukan pada wajah atau kulit mereka. Dan
tidak ada sisa-sisa air wudhuknya, kecuali mereka berebut untuk
mengambilnya, demi mengharapkan berkat darinya.’ (HR Bukhari).

Di antara aspek yang diajarkan dalam kisah Isra Miraj ini adalah berkaitan
dengan Barakah. Mencari barakah Allah, menyebarkah barakah,
memuliakan tempat, waktu, dan insan mulia dengan sebagai jalan
ketaatan kepada Allah SWT.

Wallahu a'lam...

Warsono | 121
3. Kesucian adalah dasar dari ibadah kepada Allah.

Dikisahkan dalam"Al-Anwar al-Bahiyya min Isra wal Miraj Khair al-


Bariyya" karya Syaikh Muhamad Al-Alawi Al-Makki. Ketika itu Rasul SAW
sedang di dalam Al-Hijr Baitulllah, berbaring istirahat bersama dua orang
(Hamzah & Ja'far ra), Malaikat Jibril, Mikail dan Israfil as datang
kepadanya. Mereka membawa Nabi SAW ke telaga Zam-zam.

Jibril membelah dada Rasul dari tenggorokan hingga ke ujung perut,


kemudian mengisinya dengan air dari Zamzam untuk mensucikan hati dan
meluaskan dadanya. Dia mengambi hati dan membasuhnya tiga kali,
menghilangkan semua yg salah. Setelah itu Jibril mengisi hikmah,
keyakinan, hilm (kecerdasan, sabar, kelembutan & kebaikan), ilmu,
kepastian dan kepasrahan ke dalam dadanya, kemudian menutupnya.

Tentunya hati Rasulullah SAW itu sudah suci, namun kesucian itu tidak
terbatas. Sehingga ketika Allah SWT memanggilnya dalam malam Isra-
Mi'raj, Allah memerintahkan Jibril untuk mensucikan lagi dada Makhluk
terbaik itu. Tentunya juga, yang disucikan bukan hati dalam arti fisik
semata, namun hati ruhani.

Ini memberi pelajaran penting bahwa dalam Islam segala macam ibadah,
yang tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah, semua
berlandaskan kepada kesucian. Dalam hadis disebutkan, Ath thuhuru
syathrul iman, "Kesucian adalah bagian dari iman".

Karenanya dalam fikih kita diajarkan (paling tidak disunahkan) untuk


mensucikan diri ketika kita hendak beribadah. Shalat, dzikir, baca Quran,
doa, dianjurkan untuk bersuci lebih dahulu. Hampir semua kitab fikih
memulai dengan bab Thaharah (bersuci). Secara fisik bersuci adalah
dengan berwudlu, tayamum, dsb. Di saat yang sama kita berusaha
mensucikan hati kita dari segala niat-niat yang buruk. Kedua-duanya sama

122 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


pentingnya, walau tentu penyucian hati itu lebih prinsipal. Namun tidak
mungkin kita mensucikan hati tanpa melalui pensucian fisik.

Ketika seorang meninggal, menghadap Allah, kita sebagai muslim


diwajibkan juga untuk mensucikan jasadnya sebelum dikuburkan.

Sekali lagi semua memberi pesan yang jelas, kesucian lahir dan bathin
adalah dasar dari semua ibadah. Tidak bisa kita menghadap Allah tanpa
didasari fisik dan, terutama, jiwa yang suci. Tentu saja, hanya ALlah Al-
Qudus yang mampu mensucikan hati kita.

Semoga Allah Al-Qudus selalu mensucikan hati kita sehingga kita bisa
diterima menghadap-Nya . Amien.

Wallahu a'lam,

Warsono | 123
4. Kesatuan Nabi-Nabi AS/SAW dan Agama Allah.

Kisah Isra Mi'raj dimulai dengan perjalanan dari Masjidil Haram, Makkah,
tempat ibadah pertama dibangun Nabi Adam AS. bapak seluruh manusia,
lalu didirikan lagi oleh Nabi Ibrahim & Putranya AS, bapak para Nabi, ke
Masjidil Aqsha, masjid yang dibangun Nabi2 Bani Israel. Seperti dikisahkan
di point 2, Nabi Muhammad SAW mampir ke tempat penting Nabi Musa,
dan Isa AS.

Sesampainya di Masjidil Aqsha Nabi Muhammad SAW bertemu dengan


seluruh para Nabi/Rasul AS, yang menurut salah salah sati riwayat
berjumlah lebih dari 100 ribu Nabi. Di sana mereka saling bersalam,
dilanjutkan dengan shalat bersama menghadap Tuhan yang sama, yaitu
Allah SWT. Dikisahkan Nabi Muhammad SAW lah yang menjadi imam
jamaah yang agung itu.

Kisah ini bisa dilanjutkan hingga mi'raj, menaiki tangga2 langit. Namun
kisahnya tetap ada kesamaan, Nabi SAW kemudian bertemu dengan
malaikat dan para Nabi AS di setiap tangga langit, saling salam dan saling
puji, kemudian shalat berjamaah bersama dipimpin Nabi Muhammad
SAW.

Kisah Isra-Mi'raj di atas begitu indah dan agung, juga menggambarkan


betapa persaudaraan seluruh Nabi/Rasul. Mereka saling bersahabat,
saling memuji, saling mendoakan, dan memiliki tujuan sama, mengibarkan
Agama Allah, mengibarkan panji Tauhid.

Dalam banyak riwayat sikap Nabi Muhammad SAW dengan para Nabi
memang sangat bersaudara, beliau selalu menyebut para Nabi itu sebagai
"Saudaraku". Misalnya dalam salah satu kisah sebelum Isra Miraj, ketika
beliau habis "diusir" oleh kaum Thaif. Beliau bertemu dengan seorang
budak Nasrani, yang membantu beliau. Ketika beliau menanyakan asal-
usul orang itu, Nabi Muhammad SAW mengatakan, "Oh, kamu berasal

124 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


dari tempat Saudaraku Yunus", padahal orang itu tidak memberi tahu dan
sedikit sekali orang tahu mengenai itu.

Berbagai riwayat juga menyebutkan "semua Nabi adalah bersudara", dan


dalam satu riwayat Nabi SAW menggambarkan bahwa ibarat bangunan
semua Nabi seperti batu bata, dan beliau adalah batu bata yang terakhir.

Perlakuan yang baik terhadap umat terdahulu, juga diajarkan Al-Quran


kepada kaum Ahli Kitab, kaum Yahudi dan Nasrani. Meski Islam
menganggap mereka telah menyimpang dari ajaran yang asli, dan banyak
mengkritik ajaran mereka, namun kita tetap diajarkan bersikap yang
santun kepada mereka, berdialog dengan cara yang terbaik, dsb. Kecuali
tentu saja, jika mereka bersikap memusuhi kita.

Jika dengan umat lain saja kita para Nabi SAW memberi contoh yang
sangat indah, tentu apa lagi dengan sesama umat Islam. Tentu kita harus
bersikap lebih baik lagi, karena umat Islam adalah umat yang satu, ibarat
satu tubuh, dan semua muslim adalah bersaudara. Persaudaraan
berdasarkan iman kepada Allah, sebagaimana persaudaraan seluruh Nabi
dan Rasul.

Karenanya sikap ekslusif, yang hanya membanggakan kelompok dan


menutup diri dengan saudara yang lain, meski berbeda pendapat, adalah
sikap yang bertentangan dengan semangat ajaran Isra Miraj Insan Mulia
SAW ini....

Wallahul muwafiq ilaa aqwamit thariq, wallahu a'lam...

Warsono | 125
5. Tentang Kendaraan

1. Demi bintang ketika terbenam,

2. kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak keliru,

3. dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur'an) menurut


kemauan hawa nafsunya.

4. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan


(kepadanya),

5. yang diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat,

6. Yang mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan


diri dengan rupa yang asli.

7. sedang dia berada di ufuk yang tinggi.

8. Kemudian dia mendekat, lalu bertambah dekat lagi,

9. maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung


busur panah atau lebih dekat (lagi).

10. Lalu dia menyampaikan kepada hambanya (Muhammad) apa


yang telah Allah wahyukan.

11. Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya .

12. Maka apakah kamu (musyrikin Mekah) hendak membantahnya


tentang apa yang telah dilihatnya?

13. Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam


rupanya yang asli) pada waktu yang lain,

14. (yaitu) di Sidratil Muntaha .

126 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


15. Di dekatnya ada surga tempat tinggal,

16. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh


sesuatu yang meliputinya.

17. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang


dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya.

18. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda


(kekuasaan) Rabbnya yang paling besar. (QS. 53:1-18)

Buku karya Hajjah Aminah Adil, berjudul Muhamad, the Messenger of


Islam, merupakan biografi Nabi Tercinta AS yang cukup unik, karena titik
beratnya kepada kehidupan spiritual Nabi SAW. Salah satunya diceritakan
sangat detil kisah Isra Miraj ini, sehingga jika ditotal kisah Isra Miraj ini
memenuhi sekitar 120 halaman dari 570 halaman buku ini, atau sekitar
20%-nya.

Dalam buku itu disebutkan bahwa dalam perjalanan Isra Miraj ini Nabi
Muhammad SAW menggunakan beberapa kendaraan, yaitu : (1) Buraq,
dalam perjalanan dari Makkah ke Palestine, (2) Miraj (semacam tangga),
dari Palestine ke langit dunia, (3) Sayap malaikat, dari langit dunia ke
langit ke tuju, (4) Sayap Jibril AS, dari langit ke-7 sampai Sidratul Muntaha
(Pohon Lotus terjauh), dan (5) Raf-raf (semacam karpet) yang membawa
Kekasih Allah SAW ini ke hadapan Allah, kisah ini diabadikan dalam surat
An-Najm di atas.

Mungkin beberapa hikmah yang bisa diambil dari kisah di atas.

Pertama, bahwa perjalanan menuju Allah (sabilillah) memerlukan


kendaraan dan sarana. Bahkan mu'jizat Allah kepada para Nabi pun selalu
menggunakan sarana, tidak ujug-ujug, begitu saja. Isra Miraj misalnya
memerlukan pensucian, mengunjungi tempat2 Nabi terdahulu,
menggunakan kendaraan, meniti dari satu tangga ke tangga yang lain, dsb.
Untuk membelah laut Musa AS menggunakan tongkat dan mengetuknya
ke tanah, berdasarkan perintah Allah. Ketika Nabi Musa AS ditanya
mengenai kasus pembunuhan yang misteri, untuk mengungkapnya Nabi
Musa AS memerintahkan (dengan perintah Allah) kepada umatnya untuk
menyembelih sapi betina (al-baqarah), kemudian beliau menyabetkan dari
bagian sapi itu kepada mayat yang terbunuh. Baru kemudian mayat itu

Warsono | 127
dihidupkan oleh Allah dan menceritakan kejadian sebenarnya. Kisah ini
menjadi nama dari surat terpanjang dalam Al-Quran, yaitu Al-Baqarah.
Padahal kalau Allah berkenan bisa saja langsung menghidupkannya,
namun Allah tetap memberi jalan, sarana, bahkan untuk suatu
mujizatpun.

Apalagi, bagi kebanyakan orang dalam kehidupan nyata. Dalam mencapai


tujuan baik material, maupun spiritual semua membutuhkan kendaraan,
sarana, jalan. Setelah jalan dilalui, kendaraan digunakan barulah anugerah
Allah akan terbuka, yang kadang dari tempat yang tidak kita sangka. Sering
hal-hal kecil, yang dulu kita anggap sepele, menjadi sarana bagi anugerah
yang besar. Hal sebaliknya juga bisa terjadi untuk bencana.

Kedua, bahwa jalan menuju Allah adalah memiliki banyak kendaraan, dan
sarana, serta kadang melalui jalan panjang dan berliku. Karenanya, dalam
perjalanan kepada Allah kita harus memperbanyak kendaraan dan sarana
kepada kepadanya, berupa berbagai kerja keras, usaha dan amal saleh
(mujahadah), seperti zikir, shalat, puasa, menyantuni orang miskin, dsb,
serta bahu membahu dengan hati yang ikhlas kepada sesama pejalan di
jalan-Nya.

Ketiga, bahwa perjalanan itu ada tahap-tahapannya. Ada jenjangnya.


Setiap jenjang perjalanan itu harus kita jalani dengan sabar dan sungguh-
sungguh, sebelum menuju jenjang berikutnya.

Wallahul muwafiq ilaa aqwamit thariq... Wallahu a'lam

128 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


6. Tentang Petunjuk Jalan

Perjalanan Rasulullah SAW ke hadirat Allah SWT adalah perjalanan yang


sangat panjang dan merupakan perjalanan terjauh yang pernah dilakukan
oleh manusia sepanjang masa. Perjalanan ini melalui berbagai rute, dan
bertingkat-tingkat. Untuk melakukan perjalanan itu selain kendaraan,
seperti pada point 5, Beliau juga mempunyai petunjuk jalan yang suci,
yang dalam Al-Quran disebut sebagai Ruhul Qudus (ruh yang suci), yang
kuat, yang mempunyai akal yang cerdas. Ya, pembimbing itulah Malaikat
Jibril AS.

Selain liku-liku perjalanan dimana beliau dituntun oleh Jibril AS di mana


harus turun, apa yang dilakukan, di setiap stasiun perjalanan, beliau juga
mendapat banyak sekali pengalaman yang yang luar biasa. Kepada Jibril
AS-lah beliau menanyakan apa yang dialami oleh beliau, juga meminta
nasihat. Sebagai contoh, apa yang dialami dalam salah satu perjalanan
dari Makkah ke Masjidul Aqsha, beliau mengalami kejadian sbb:

Ketika sedang menaiki Buraq Beliau SAW melihat seorang setan dari jin
yang mencoba untuk mendekati beliau dan memegang api. Ke mana pun
Nabi SAW berpaling dia akan meihatnya. Jibril AS berkata, "Maukah aku
ajarkan kalimat yang jika engkau ucapkan, apinya akan hilang dan dia akan
jatuh dan mati?". Nabi SAW mengiyakan. Jibril berkata," katakan:

A'udzu biwajhillahil karim wa bi kalimatit- tammat,


allati laa yujawizuhunna barrun wa laa fajir,
min syarri ma yanzilu minas- sama,
wa min syarri maa ya'ruju fiiha,
wa min syarri maa dhara'a fil- ardh
wa min syarri maa yakhruju fiiha,
wa min fitani al-laili wan- nahar,
wa min tawariq al-laili wan- nahar,

Warsono | 129
ilaa thariqin yatruqu bi khairin Yaa rahman.
(Aku berlindung kepada Wajah Allah Yang Mulia dan Kalimat-Nya Yang
Sempurna,
di mana kebaikan dan kejahatan tidak akan melampaunya,
dari kejahatan yang turun dari langit,
dan dari kejahatan yang naik kepadanya,
dan dari kejahatan yang diciptakan di bumi,
dan dari kejahatan yang keluar darinya,
dan dari fitnah siang dan malam,
dan dari pengunjung siang dan malam,
selamatkan pengunjung yang datang dengan kebaikan,Ya Rahman..)

Juga selanjutnya, dalam perjalanan ini beliu melihat:

Kemudian Mereka melanjutkan perjalanan, di tengah perjalanan


Rasulullah SAW melihat orang menebar benih sehari dan panen dalam
sehari. Setiap selesai memanen, mereka tumbuh lagi seperti sebelumnya.
Jibril menjelaskan : "Itulah Al-Mujahidun, amal mereka berlipat 700kali,
dan apa yang mereka keluarkan berlipat ganda".

Rasulullah SAW kemudian mencium angin sangat wangi. Jibril AS


menjelaskanbahwa itu adalah bau dari perempuan (pelayan) yang menysir
rambut anak fir'aun, dan ketika sisirnya jatuh dia mengatakan "Dengan
nama Allah, hancurlah Fir'aun"... dst cerita dianiayanya pelayan dan
keluarganya.

Kemudian dia melihat beberapa orang yang memotong kepala mereka


sendiri, dan setiap kali kepala itu kembali semula dan dipotong lagi.
"Itulah orang yang kepalanya terlalu berat (kepada bantal mereka) untuk
bangun dan menjalankan shalat" (na'dzubillahi min dzalik..)

Kemudian Beliau SAW melihat seorang yang menggunakan cawat,


mereka memakan buah berduri, zaqqum (buah yang tumbuh di neraka),
bara api putih dan kerikil neraka. "Mereka adalah orang yang tidak
melaksanakan zakat/sadaqah"

Kemudian Beliau SAW melihat orang yang tersedia di depannya daging


yang baik/segar dan daging busuk, namun dia memilih daging busuk.
"Mereka adalah orang yang memiliki istri/suami yang baik dan halal di
rumah, tetapi pergi bermalam ke perempuan/laki2 jelek dan haram".

130 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Kemudian Beliau SAW melihat orang yang berenang di sungai darah dan di
mulutnya penuh dengan batu dan menelannya. "Mereka adalah orang
yang memakan riba".

Dan seterusnya...

Terlihat sekali betapa pentingnya pembimbing dalam setiap perjalanan.


Bahkan sekedar perjalanan dari satu tempat ke tempat lain yang baru pun,
kita tetap memerlukan petunjuk, apakah dengan bertanya, minta di antar,
dsb, apalagi perjalanan perjalanan menuju Allah SWT, yang merupakan
perjalanan yang panjang dan berliku.

"Bertanyalah kepada Ahli Zikir, jika engkau tidak mengetahui", begitu


perintah Allah SWT dalam Al-Quran. Kita tidak perlu ragu, malah
semestinya harus, untuk memiliki pembimbing, guru, rujukan, tempat
bertanya, dalam perjalanan menuju Allah SWT. Guru itu itu bisa saja kita
menyebutnya kyai, ustadz, syaikh, mursyid, murabbi, apa pun.... Yang
jelas, janganlah kita merasa bisa berjalan sendiri, sedangkan untuk
mendapatkan gelar master, Phd yang bersifat dunia pun kita memiliki
supervisor, pembimbing.

Wallahul muwafiq ilaa aqwamit thariq, Wallahu a'lam....

Warsono | 131
7. Tentang Ujian dan Godaan

Perjalanan Isra Miraj Rasul Mulia SAW secara waktu singkat sekali dalam
konteks waktu dunia hanya beberapa jam, namun Rasulullah mengalami
banyak sekali pengalaman dan kejadian yang luar biasa. Karenanya Hajah
Amina Adil mengutip kisah Isra Miraj setebal 120 halaman. Diantaranya
adalah beberapa kisah ini.

Dalam Sahih Muslim dari Anas bin Malik ra disebutkan Bahwa Rasulullah
saw. bersabda: Aku didatangi Buraq. Lalu aku menunggangnya sampai ke
Baitulmakdis. Aku mengikatnya pada pintu mesjid yang biasa digunakan
mengikat tunggangan oleh para nabi. Kemudian aku masuk ke mesjid dan
mengerjakan salat dua rakaat. Setelah aku keluar, Jibril datang membawa
bejana berisi arak dan bejana berisi susu. Aku memilih susu, Jibril berkata:
Engkau telah memilih fitrah....

Dalam kisah lain dari Sayid Alawi Al-Maliki rh, yang sebagian sudah dikutip
pada point 6, dimana Beliau SAW melihat seorang setan dari jin yang
mencoba untuk mendekati beliau dan memegang api. Ke mana pun Nabi
SAW berpaling dia akan melihatnya. Hingga akhirnya Jibril AS
mengajarkan sebuah doa, dan setan itu musnah.

Dalam kisah lain Rasul SAW mendengar panggilan dari kanan beliau,
"Wahai Muhammad, lihat ke sini! aku akan menanyakan sesuatu!".
Namun Rasul SAW tidak merespon, kemudian beliau bertanya kepada
Jibril AS siapa mereka. Dia menjawab, "Itu adalah simbol kaum Yahudi.
Jika kamu menjawab umatmu akan mengikuti Yahudi"

Kemudian kejadian yang sama dari sisi kiri, dan Jibril AS mengatakan, Itu
adalah simbol kaum Nasrani. Jika kamu menjawab umatmu akan
mengikuti Nasrani"

132 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Kemudian Nabi SAW melanjutkan kemudian melewati seorang wanita
dengan lengan terbuka, dipenuhi dengan seluruh perhiasan wanita yang
Allah pernah ciptakan, dan dia berkata hal yang sama. Namun Rasul SAW
tidak menggubris, dan bertanya kepada Jibril AS siapa mereka. Dia
menjawab, "Itu adalah Dunia. Jika kamu menjawab umatmu akan lebih
memilih mengikuti Dunia daripada Akhirat"

Ketika Nabi SAW melanjutkan kemudian melewati seorang tua yang jauh
dari jalannya, dan berkata, "Ke mari, wahai Muhammad!". Jibril berkata,
"Jangan, kita terus. Wahai Muhammad!". Beliau bertanya kepada Jibril AS
siapa mereka. Dia menjawab, "Itu adalah Iblis musuh Allah. Dia ingin kamu
berbelok menuju dia".

Nabi SAW melanjutkan kemudian melewati seorang wanita tua di sisi


jalan, dan berkata, Wahai Muhammad, lihat ke sini! aku akan menanyakan
sesuatu!" Namun Rasul SAW tidak merespon, kemudian beliau bertanya
kepada Jibril AS siapa mereka. Dia menjawab, "Dunia tinggal memiliki
waktu untuk ditinggali sebagaimana umur orang tua itu.

Dari kisah tersebut di atas, nampak bahwa perjalanan menuju Allah akan
selalu mendapat ujian dan Cobaan, yang dalam kisah di atas berupa kaum
Yahudi dan Nasrani, yang kini menguasai dunia dan pengaruhnya luar
biasa. Lalu setan dan iblis, yang dalam hadis bisa mengalir dalam darah
manusia, yang dalam QS An-Naas, "...(bisikan) syaitan yang biasa
bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari
jin dan manusia". Serta keindahan dunia, yang sebenarnya sudah tua,
namun sangat memikat.

Karenanya kita harus tetap lurus, setia (hanif) kepada fitrah kita, tujuan
kita. Sebagaimana firman Allah SWT, "Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui, (QS. 30:30)". Dengan cara selalu memohon petunjuk dan
perlindungan Allah, karena hanya Allah yang bisa menuntun kita.

Wallahul muwafiq ilaa aqwamith- thariq.

Bersambung, Insya Allah.

Warsono | 133
tentang
g

134 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Buku Bang Imad (begitu Dr. Imadudin
Abdurrahman, ahli teknik elektro ITB ini
lebih terkenal disapa) yang kecil, "Kuliah
Tauhid", menjadi salah satu buku favorit dan
salah satu yang paling menggugah
kesadaran saya berupa kecintaan kepada
Allah SWT. Saya tidak tahu apakah buku itu
masih terbit sekarang, namun dulu adalah
salah satu buku favorit aktivis Islam. Salah
satu kekuatan tulisan, yang diambil dari
ceramah-cermah Beliau di Masjid ITB Salman adalah semangat yang kuat,
bahasa yang sederhana dan logis, serta cinta kepada Allah yang menyala-
nyala.

Di buku beliau saya dikenalkan bahwa Iman adalah nikmat terbesar dalam
hidup, lebih besar dari nikmat hidup dan kebebasan. Kata beliau, hidup
sendiri adalah suatu nikmat besar dari Allah SWT. Namun hidup tanpa
kebebasan tidaklah bermakna, karenanya kebebasan adalah lebih
berharga dari hidup. Walah demikian, kebebasan tanpa mengenal
keimanan pun belum menjadikan seorang benar-benar bebas. Karena
iman adalah yang mampu membebaskan manusia dari segala belenggu
(tirani, thagut). Berbeda dengan kebebasan semata, yang pada
hakekatnya adalah menghambakan diri kepada diri sendiri, keimanan
bahkan membebaskan kita kepada siapa pun kecuali kepada Allah SWT,
Zat memang paling layak untuk menggantungkan segala-galanya, bukan
kepada diri sendiri. Iman, pada hakekatnya, dengan demikian adalah
membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk (termasuk diri
sendiri), kepada Sang Khalik semata...

Warsono | 135
Pengertian inilah yang kemudian melahirkan makna Tuhan, yang sama
sekali baru, namun sekaligus kuat dan menggetarkan. Bagi Bang Imad,
yang berbeda dari pemahaman saya sebelumnya bahwa Tuhan hanya
dipahami sebagai Zat Pencipta Alam, Tuhan bermakna lebih berupa sikap
hidup, yaitu "sesuatu yang mendominasi hidup kita sehingga, sesuatu itu
sangat kita takuti dan cintai". Bang Imad, telah memberi perspektif makna
Tuhan dari sesuatu yang "jauh" dan "teoritis" menjadi sesuatu yang dekat
dan akrab dengan kehidupan kita.

Bang Imad mengajarkan, Tauhid sekarang bukan lagi sekedar pembebasan


dari patung-patung yang kelihatan itu lagi, sebagaimana ayat yang sentral
dalam buku beliau:

"Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya


sebagai tuhannya" (QS Al-Furqan 43)

Namun patung-patung itu kini berubah menjadi sikap hidup memuja


sesuatu. Inilah lawan Tauhid kita sekarang. Di antara belenggu tauhid yang
paling kuat itu dikenal sebagai 3 Ta (Tahta, Harta dan Wanita/Pria). Itulah
Materialisme, Hedonisme, dan Jabatan-isme. Saya teringat hadis Nabi
SAW yang terkenal yang kira2, bahwa bukan syirik (dalam arti
menyembah patung-patung) yang paling aku kawatirkan dari umatku,
namun riya' (egosentrisme) dan wahn yaitu hubud dunya atau cinta
dunia, dalam riwayat lain....

Kini setelah sekian tahun Beliau mengajarkan semangat Tauhid yang baru
dari podium ke podium, dan menginspirasi banyak orang. Namun 3 lawan
tauhid malah makin tetap relevan menjadi musuh umat Islam.... hingga
saya mendengar Guru saya mengenai Cinta kepada Tuhan itu menghadap
Kekasihnya (Semoga Allah menempatkan beliau di tempat mulia di sisi-
Nya. Amieen).

Dundee, 2008

136 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Salah satu tokoh yang saya kagumi hingga kini
adalah Alm. Dr. Kuntowijoyo. Meskipun beliau
tidak mengenal saya secara dekat, namun saya
mengenal beliau dari keseharian, ceramah,
dan -terutama- tulisannya. Beliau, menurut
saya, adalah salah satu cendekiawan muslim
yang komplit. Mengenal agama secara
mendalam, mempunyai kepedulian yang besar
terhadap umat Islam dan pemikiran Islam, dan
juga berkarya secara nyata. Beliau dikenal
sebagai cendekiawan muslim, yang
pemikirannya segar sekaligus mencerahkan.
Ketika beliau ceramah, memang gaya
bahasanya datar, tidak banyak memakai gaya bahasa orator yang
memukau. Namun, bagi yang mendengarkan dan merenungkan ceramah
beliau, sungguh selalu sangat mencerahkan.

Tulisan beliau juga sangat beragam, meski selalu berpusat kepada ilmu-
ilmu sosial, budaya, sastra terutama sejarah yang menjadi keahliannya.
Bukunya Paradigma Islam, Dari Interpretasi ke Aksi, yang ditulis tahun
90an, menurut saya jarang dicari tandingannya dalam memberikan
kontribusi terhadap penggalian nilai-nilai Islam sebagai paradigma
keilmuan, terutama ilmu-ilmu sosial. Jujur saja, bagaimanapun saya adalah
insinyur, jebolan teknik elektro, yang lebih akrab dengan rumus-rumus.
Namun membaca buku beliau sungguh sangat mencerahkan saya.

Gagasan beliau yang paling saya ingat adalah tentang membangun ilmu-
ilmu sosial profetik, dan mungkin banyak mengilhami banyak orang. Bagi
beliau ilmu sosial tidak boleh hanya 'bercerita', namun harus memiliki misi
perubahan (transformasi, bahasa kerennya), misi kenabian. Misi itu

Warsono | 137
dikemas menjadi 3 yaitu humanisasi atau emansipasi (amar ma'ruf),
liberasi (nahi munkar) dan transendensi (tu'minuna billaah). Ide ini dilhami
dari surat ayat terkenal di dalam Al-Quran surat Ali Imran.

Namun, yang lebih saya sukai lagi adalah karya beliau di bidang sastra.
Tulisan beliau banyak sekali, tidak semuanya sempat saya baca, baik
berupa cerpen, novel, drama, esai, maupun puisi. Saya sangat menyukai
puisi dan cerpen beliau. Bahasanya sederhana, namun isinya selalu
mendalam dan mencerahkan jiwa.

Belajar dari cerpen2 Pak Kunto, saya menangkap bahwa cerpen beliau ini
kebanyakan temanya sederhana sekali. Dan banyak berangkat dari
kejadian sederhana. Seperti cerpen Jl. Kembang setaman, hanya bercerita
tentang kehidupan di perumnas yang tetangganya rumahnya kemudian
dihuni makhluk halus. Namun, cara beliau bertutur sungguh enak, detil
dan sarat nilai. Begitu juga misalnya, cerpen beliau 'Dilarang mencintai
bunga-bunga', hany bertutur tentang persaudaraan seorang anak kecil
dan lelaki tua penggemar bunga. Namun, dialog-dialognya begitu indah
dan berisi filsafat kehidupan yang agung.

Dari beliau ini, saya belajar menulis... Bahwa menulis tidak harus
berangkat dari ide-ide besar dan spektakuler, kita tetap bisa belajar dari
kehidupan sederhana sehari-hari kita, untuk merenung dan memperkaya
jiwa kita. Kata teman saya, menurut Pak Kunto, kiat menulis itu
sederhana, 'duduk dan tulis'....

Hidup tidak hanya membutuhkan sekerat roti, namun juga membutuhkan


makna, begitu saya kutip dari tulisan beliau, entah di mana saya lupa...

Semoga Allah memberi tempat yang mulia kepada beliau di sisi-Nya,


bersama Rasulullah tercinta, para shahabat dan salihin. Amien.

138 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Tidak saya ragukan di antara Ulama yang
saya kagumi sosoknya hingga kini adalah
Buya Hamka. Nama beliau sebenarnya
adalah Haji Abdul Malik Karim Amrullah,
disingkat HAMKA. Sebuah singkatan yang
cerdas. (jauh mendahului singkatan
zaman sekarang seperti "SBY" ). Beliau
dilahirkan 15 Februari 1908, artinya
tepat 100 tahun yang lampau..

Saya sangat menggemari hampir semua


tulisan-tulisan beliau, mulai dari karya
sastra, filsafat, apalagi masalah-masalah
agama seperti aqidah, fikih, dan tasauf. Beliau adalah ulama yang ilmuan
dan sekaligus ilmuwan yang ulama... (Lho bukannya ilmuwan dan ulama
berasal dari kata yg sama? 'ilm' artinya ilmu, orang berilmu 'alim'
jamaknya ulama. Ilmuwan juga orang berilmu? Ah, entahlah yang jelas
dalam bahasa Indonesia memang keduanya bermakna beda...)

Dua buah roman cinta karya beliau "Dibawah Lindungan Ka'bah", dan
"Tenggelamnya kapal Van Der Vijk" pernah saya baca. Ceritanya yang
berisi kisah cinta abadi, sungguh menyentuh dan mengharukan. Entah
kenapa kisah cinta dalam karya2 beliau cenderung berakhir tragis.
Sehingga menimbulkan rasa haru yang dalam. Yang menarik, karya2 beliau
selalu menampilkan surat2 cinta itu secara panjang lebar, dengan bahasa
yang indah...

Buku2 beliau di bidang agama jangan ditanya lagi, namun saya harus
menyebut karya monemuntal beliau "Tafsir Al-Azhar", yang barangkali

Warsono | 139
merupakan tafsir Quran karya bangsa Indonesia yang pertama dalam
bahasa Indonesia. Memang ada juga tafsir karya Ulama sebelumnya
seperti Tafsir Al-Ibriz karya KH Bisri Mustafa (ayahanda KH Mustafa Bisri),
namun karya ini menggunakan bahasa Jawa Pegon. Tafsir Al-Azhar ini
memang lain dari yang lain, selain bercorak kontekstual, yaitu
mengkaitkan dengan kejadian dalam konteks kekinian, juga sangat
sastrawi. Bahasanya indah, dan sering menggunakan aspek2 sastra,
seperti syair pepatah...

Ada beberapa alasan yang menyebabkan penghormatan saya kepada


beliau sangat tinggi.

Pertama, ilmu beliau didapat secara otodidak. Namun, keilmuannya tidak


dipungkiri melebihi, paling tidak setara, dengan yang diperoleh dari
universitas. Gelas Doktor HC (dari Universitas Al-Azhar) dan profesornya
menunjukkan diakuinya keilmuwan beliau. Ini mengajarkan kepada saya,
untuk selalu belajar dari diri sendiri walau harus sendiri. Karena ilmu
adalah milik kaum beriman, apa pun ilmu itu...

Kedua, kemampuan beliau untuk meletakkan agama secara


proporsional.Beliau sering memberi jalan tengah atas berbagai
kecenderungan. Misalnya antara kecenderungan rasionalis dan literalis
atau anti dan pro tasauf. Beliau adalah ulama yang sangat rasional, namun
selalu berpijak pada aspek2 tekstual. Terhadap tasauf, misalnya, beliau
memberi jalan tengah antara kelompok anti tasauf, yang kebanyakan dari
kalangan modernis, dan pro-tasauf, yang kebanyakan dari kaum
tradisional. Beliau memberi nama itu sebagai "tasauf modern",
sebagaimana judul buku yang saya gemari itu.

Ketiga, kemampuan beliau meramu berbagai ilmu secara indah dalam


Islam. Kalau kita membaca buku2 beliau, nampak sekali nuansa keluasan
ilmu beliau dalam mengkaji sesuatu. Khusus terhadap ilmu sastra beliau
adalah salah satu pelopor sastra Islami di Indonesia. Sesuatu yang tidak
banyak dimiliki oleh ulama di Indonesia.

Keempat, beliau adalah ulama yang sangat terbuka kepada semua


pemikiran. Kalau kita baca Tafsir Al-Azhar, misalnya, beliau tidak ragu2
menyebut pendapat kalangan lain seperti Syiah, misalnya. Dan analisis
beliau bukanlah dalam rangka menyesatkan mereka.

140 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Kelima, beliau adalah ulama yang konsisten terhadap pendapatnya, walau
harus menerima akibatnya. Seperti ditahan oleh Presiden Sukarno... Atau
yang terkenal, adalah memilih mengundurkan diri dari jabatan ketua MUI,
ketika harus merubah fatwa tentang Natal Bersama. Ini menjadi simbol
sikap istiqamah hingga kini...

Keenam, sikap toleran beliau terhadap berbagai masalah khilafiah. Beliau


adalah seorang ulama Muhamadiyah. Namun, kalau kita baca buku2
beliau, nampak bahwa beliau sangat terbuka dan toleran terhadap
masalah khilafiah. Masalah qunut, lafal ushali, adzan dua kali dalam shalat
jumat, segala macam, tidaklah menjadi tema bagi beliau untuk saling
membid'ahkan, atau menyesatkan, seperti sebagian orang belakangan ini.

Malah, kalau kita baca di tablod "Dialog Jumat" Republika tanggal 15-02-
08. Dalam salah satu kolom, terdapat beberapa kisah toleransi beliau. Di
antaranya, ketika memimpin shalat shubuh, menanyakan dulu kepada
jamaah mau pakai qunut atau tidak? Jika jamaah menginginkan pakai,
beliau akan memakai qunut. Ketika beliau mengundang KH Abdullah
Syafi'i (tokoh Nahdliyin) sebagai khatib, adzan jumat dilakukan dua kali...

Karenanya, menurut saya, apa pun mazhab kita... Kita tetap bisa belajar
dari ulama besar dari Minang ini, Buya Hamka... Semoga Allah merahmati
beliau, dan menempatkan beliau di tempat yang mulia di sisi Allah SWT...
Amien..

Warsono | 141
g
tentang

142 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Nasrudin memang selalu mujur, ia mendapat hadiah cincin setelah
cincinnya hilang. Untuk menjaga agar cincinnya tidak hilang dia
menyimpannya di tempat yang hanya ia sendiri yang tahu.

Suatu ketika, Nasrudin berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain di
padang pasir. Sesekali dia menggali pasir, kemudian geleng-geleng kepala.
Kemudian, dia pindah ke tempat yang lain melakukan hal yang sama.
Orang-orang heran, dan bertanya:

"Nasrudin, apa yang kamu lakukan?"

"Saya sedang mencari cincin, saya menyimpannya di dalam pasir"

"Kenapa tidak kau beri tanda supaya mudah mencarinya?"

"Oh, dulu sudah ada tandanya. Saya letakkan cincin saya tepat di bawah
awan. Entah kenapa sekarang tidak ada..."

????????

Nasrudin memang TOLOL dan NAIF... Kenapa menggantungkan barang


berharga kita pada awan, yang tentu saja setiap saat bisa berubah dan
berpindah? Dia telah tertipu, ya, tertipu... oleh kebodohannya sendiri...!

Tapi, tunggu dulu... Bukankah kita juga sering melakukan hal yang sama?

Kita tahu dan yakin bahwa dunia dan keajaibannya adalah sesuatu yang
semu dan mudah berubah, namun toh kita menggantungkan padanya?

Kita tahu pasti dunia ini akan musna, seiring kemusnaan kita, namun
mengapa kita sulit berpaling darinya?

"Dunia adalah permainan yang melenakan", demikian tersebut dalam Al-


Quran.

Warsono | 143
Apa sih keindahan dunia ini? Al-Quran menyarikan kesenangan dunia
menjadi keluarga, emas-perak (uang), kendaraan, aset dan investasi (QS
3:14).

Bukankah sadar atau tidak, kita sering menggantungkan kehidupan kita


kepada sesuatu yang cepat musna, bukannya kepada yang lebih abadi?

Al-Ghazali menggambarkan kehidupan kita ibarat melakukan perjalanan


panjang, dunia adalah kendaraan/kudanya. Namun sayang kata Beliau,
lebih banyak kita waktu kita untuk mengurusi dan memperindah kuda
daripada menyiapkan bekal untuk perjalanan, meski kita tahu perjalanan
kita sungguh panjang. Dan kita belum tahu akan berujung ke mana?

Supaya tidak mengikuti Nasrudin, ada hadis Rasulullah: "Orang yang


cerdas adalah yang bisa menahan nafsunya, dan beramal untuk
kehidupan sesudah mati".

144 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Kisah ini bukan mistis, tetapi cerita dari Nasrudin...

Suatu hari seorang tetangga datang ke tempat Nasrudin untuk meminjam


gentong. Nasrudin meminjamkannya. Namun selang berapa hari, belum
juga dikembalikan. Nasrudin mulai agak marah dan jengkel.

Namun berapa waktu kemudian, tetangga itu mengembalikan gentong itu


kepada Nasrudin. Nasrudin
heran, karena di dalam gentong
itu ada gentong kecil mirip
punyanya. Dia bertanya:

"Lho kok ada gentong kecil,


punya siapa?"

"Gentong itu adalah anak


gentong yang saya pinjam.
Makanya agak terlambat
mengembalikan, karena
gentong ini pas melahirkan"

"Oh..., terima kasih kalau


begitu...", jawab Nasrudin
senang.

Pada waktu yang lain, ketika tetangga itu meminjam gentong lagi,
Nasrudin dengan senang hati memberikan dengan harapan sama.

Namun kali ini gentong itu lama sekali tidak dikembalikan. Akhirnya dia
datang dan menanyakan:

"Kenapa gentong saya tidak dikembalikan?"

"Maaf, Nasrudin... Gentongnya sudah beberapa hari lalu meninggal, saya


khawatir akan membuatmu sedih.."

Warsono | 145
"Ah, mana ada gentong meninggal?"

"Kalau gentong bisa beranak, mengapa tidak bisa meninggal?"

?????

Manusia memang memiliki salah sati kelemahan, memandang segala


sesuatu dari sudut pandang "diri sendiri". Kita sering merasa OK-OK, no
problem, terhadap sesuatu kalau itu menguntungkan kita. Namun kita
menjadi sangat terganggu, marah, sangat kritis ketika sesuatu itu
merugikan kita.

Diakui atau tidak kita sering melakukan hal seperti itu dalam kehidupan
kita. Kita sering tidak kritis, atau bahkan melakukan justifikasi atau dalih
atas sesuatu yang menguntungkan kita, namun kita tiba-tiba menjadi
sangat kritis ketika sesuatu itu merugikan kita. Sesuatu itu bisa "materi"
atau "im-materi".

Contoh simpel, kita sering sangat teliti terhadap kembalian jika kurang dan
cepat-cepat menagihnya, dengan alasan itu "hak" kita, "kita tidak boleh
dizalimi". Namun sayang, kadang kita sering merasa "tenang"
menganggap sebagai "rezeki" ketika kembaliannya ternyata kebanyakan
atau misalnya kita lupa membayarnya. Bukankan Allah memaafkan orang
yang lupa?

Ah, betapa seringnya saya mencari justifikasi atas kesalahan kita.

Kita juga seringkali tidak kritis atas pendapat orang yang sudah kita
sepakati, sudah menjadi keyakinan kita. Kita tiba-tiba menjadi sangat kritis
atas apa-apa yang bertentangan dengan keyakinan atau pendapat kita....
Kita sering menganggap orang yang tidak melakukan pendapat kita
sebagai orang yang 'jumud', 'taklid', namun tanpa disadari kita melakukan
hal yang sama terhadap orang lain...

146 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Cerita ini sangat terkenal dalam humor sufi...

Suatu ketika orang mendapati Nasrudin sedang


mondar-mandir sambil melihat-lihat ke tanah di
sekeliling rumah, seperti mencari-cari sesuatu
yang hilang. Tetangga-2nya mendekatinya dan
bertanya,

"Mencari apa Nasrudin?"

"Oh, saya mencari cincin saya yang hilang",


jawab Nasrudin.

"Kalau begitu, kami bantu mencarikan", tetangga-tetangga itu


menawarkan.

Kemudian tetangga-tetangga Nasrudin beramai-ramai membantu


Nasrudin mencari cincin itu. Makin lama makin, banyak. Namun hingga
menjelang sore, tetap saja cincin itu tidak ketemu. Penasaran, salah
seorang bertanya,

"Nasrudin, sebenarnya di mana cincin itu hilang?"

"Di dalam rumah.."

"Lho, kenapa mencari di luar rumah?", tanya orang itu sambil marah.

"Karena di rumah gelap, jadi saya cari di luar yang terang..."

????????

Mungkin kita, akan berkomentar; Goblok! Bodoh! Nggak punya akal! Atau
bahkan memaki dengan "Otak Kerbau", "Gila" atau "Sinting" kepada
Nasrudin...

Warsono | 147
Namun anehnya, sesungguhnya kita sering melakukan hal yang sama
dengan Nasrudin untuk hal yang jauh lebih berharga daripada sekedar
Cincin. Kita hidup di dunia adalah mencari kebahagiaan, ketenangan,
ketentraman. Kita juga sebagai Muslim tahu dan yakin, bahwa kebahagian
itu ada dan tumbuh di dalam hati kita, di dalam dada kita. Seperti kata
Rasulullah SAW, "Taqwa itu di dalam sini", sambil menunjukkan dadanya.

Kita yakin bahwa membangun kebahagiaan adalah dengan


membersihkan, memperindah dan menanam isi hati kita, bukan di
luarnya. Kita yakin, ketakwaan, kecintaan kepada Allah adalah yang akan
menentramkan dan mendatangkan kebahagiaan, "fi dunya wal akhirat".

Namun sayangnya, yang kita lakukan tidaklah seperti yang kita yakini...
Kita lebih sibuk untuk mencari di luar hati kita. Kita lebih semangat untuk
mengejar kekayaan, prestise, harga diri, dan keinginan untuk dianggap
pintar, cerdas, apalagi alim dan sholeh.

Padahal kita yakin, bukan itu yang menyebabkan kebahagiaan. Namun


mengapa kita (terutama saya) lebih memilih untuk mengejar semua yang
"di luar itu", daripada sibuk untuk memperbaiki apa yang di dalam (hati)?
Mengapa saya lebih suka dianggap cerdas, sukses, kaya, apalagi plus alim
dan shaleh, daripada karena lebih banyak membersihkan dan menggali
kekayaan batin kita?

Bukan kita sama dengan Nasrudin, bahkan untuk hal yang lebih penting
dari sekadar cincin...

Astaghfirullahal 'adhiem...

148 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Sudah lama Nasrudin tidak
diceritakan, eh, ternyata dia
dapat hadiah keledai. Senang
benar dia. Sehingga dia ajak
anaknya pergi ke kota...

Karena keledai cuma satu,


anaknya disuruh naik dulu. Eh,
di tengah jalan ketemu orang,
dan berkata:

"Anak ini sungguh durhaka,


dia enak-enakan naik keledai
sementara ayahnya cape2
jalan kaki"

Dipikir benar juga, akhirnya


gantian. Nasrudin naik keledai
dan anaknya naik keledai. Tak berapa lama, ketemu orang lain lagi &
berkata:

"Sebagai ayah kamu sungguh kejam, kau biarkan anakmu jalan kaki
kecapaian, sementara kau enak-enakan naik keledai"

Waduh bagaimana, ya? Akhirnya, mereka berdua naik keledai. Tentu saja
keledainya menerima beban berat. Akhirnya ketemu orang lagi & berkata:
"Kalian anak dan bapak sungguh tidak memiliki hati nurani, sudah tahu
keledai kecil begini dinaikin berdua. Apa tidak kasihan?"

Benar juga, keledai itu kelihatan lelah sekali. Akhirnya mereka berdua
jalan kaki menggandeng keledainya. Eh, di tengah jalan ketemu orang lagi
& berkata: "Kalian ini bodoh, untuk apa bawa keledai kalau tidak
dimanfaatkan untuk mengangkut kalian?" Nasrudin dan anaknya bingung,

Warsono | 149
tidak ada yang dilakukannya kecuali kesalahan. Akhirnya dia tinggal
keledainya dan berdua jalan...

Moral of the story:

1. Kita tidak pernah bisa akan menyenangkan semua orang.


Lakukanlah yang kita anggap benar dan istiqamahlah.

2. Kita akan selalu bisa melihat segala sesuatu dari segi buruknya.

3. Sesuatu yang bermanfaat bisa mubazir kalau kita tidak bisa


memanfaatkannya.

4. Bisa jadi yang semula dianggap kemudahan justru kemudian


menjadi alat yang mempersulit kita jika kita tidak bijaksana.

150 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Keledai Nasrudin Hoja (tokoh
sufi terkenal) jatuh sakit. Maka ia
meminjam seekor kuda kepada
tetangganya. Kuda itu besar dan
kuat serta kencang larinya.
Begitu Nasrudin menaikinya, ia
langsung melesat secepat kilat,
sementara Nasrudin
berpegangan di atasnya,
ketakutan.

Nasrudin mencoba
membelokkan arah kuda. Tapi
sia-sia. Kuda itu lari lebih
kencang lagi.

Beberapa teman Nasrudin sedang bekerja di ladang ketika melihat


Nasrudin melaju kencang di atas kuda. Mengira sedang ada sesuatu yang
penting, mereka berteriak,

"Ada apa Nasrudin? Ke mana engkau? Mengapa terburu-buru? "

Nasrudin balas berteriak, "Saya tidak tahu! Binatang ini tidak


mengatakannya kepadaku!" (Copas dari
http://abatasya.net/content/view/118/61/)

??????

Nasrudin memang ‘bloon’ atau ‘pintar mengelak’ atas kebodohannya


sendiri, ya? Namun tunggu dulu...

Nasrudin adalah cermin dari sikap perilaku kita sendiri di dunia. Kalau
diibaratkan dunia adalah kuda, maka sering yang terjadi bukannya kita
mampu mengendalikan kuda. Tetapi kitalah yang dibawa ke sana kemari
oleh kuda itu.

Warsono | 151
Dunia membawa kita melaju kencang ke sana, ke mari... Terburu-buru...
Bergerak ke segenap penjuru dunia dan menghabiskan seluruh energi,
kekuatan, dan pikiran kita. Namun kita sendiri tidak tahu hendak kemana
dunia membawa kita.

Fa aina tadzhabun... Hendak kemana engkau? Quo Vadis? Begitu


pertanyaan mendalam di dalam Al-Quran.

Jadi, mau kemana kita dengan segala kesibukan di dunia? Apa yang kita
cari?

Jangan-jangan kita seperti Nasrudin....

Astaghfirullah...

152 | Menyelusuri Mata Air Kearifan


Warsono dilahirkan dengan alamat lengkap di dusun
bernama Bander, desa Mujur, Kecamatan Kroya,
Kabupaten Cilacap dan merupakan anak ke-4 dari 7
bersaudara dari Bapak Mustam Martono dan Ibu
Walem. Kedua Bapak-Ibunya adalah pekerja keras
yang selalu menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi
Warsono. Bapak Martono dan Ibu Walem adalah
mantan guru SD yang telah mendarmabaktikan diri
selama puluhan tahun, namun sesudah mengajar
Bapak Ibu melakukan banyak sekali pekerjaan: Seperti Bapak Martono
juga menggarap beberapa petak sawahnya, membuat perkakas rumah
tangga dari kayu, menanam pohon, mengelola tambak ikan, membuat
lantai rumah, dsb. Ibu Walem menjahit baju, membuat makanan, juga
aktif di berbagai kegiatan warga.

Studi formalnya adalah SDN 1 Mujur, Kroya, SMPN 1Kroya, SMAN 3


Padmanaba, Yogyakarta, Teknik Elektro dari UGM Yogyakarta (lulus 1994),
kemudian melanjutkan S2 (Mphil) Bidang Power System di Universitas of
Abertay Dundee UK (lulus 2009), dan terakhir menyelesaikan Studi
Ekonomi Manajemen (lulus 2012) di Universitas Terbuka (yang
diselesaikan selama hampir 10 tahun). Selain itu, dia juga sempat
“nyantri” selama 2 tahun di PP Budi Mulia, Yayasan Shalahudin yang
diasuh oleh KH Suprapto Ibnu Juraimi dan KH Prof Dr. Yunahar Ilyas. Di
luar itu juga sempat aktif pada beberapa organisasi seperti Kelompok
Ilmiah,Jamaah Salahudin Yogyakarta, Silaturahim Pengajian Anak (SPA)
dan Forum Studi Islam Yogyakarta. Kursus, training dan seminar yang
pernah diikuti di PLN yang sudah lebih dari 50 kali baik bidang teknis
maupun manajerial.

Meski minat utamanya adalah Bidang Teknik Elektro, khususnya power


system dan transmisi, namun Warsono suka belajar apa saja dari siapa
saja... Baik agama, filsafat, psikologi, manajemen, juga sastra dan musik
(Biola dan Gamelan)...

Warsono | 153
Dalam karirnya di PLN selama 20 tahun, Warsono mendapat tugas cukup
beragam mulai dari bertugas shift sebagai Dispatcher P3B Jawa Bali (4
tahun), Staf Pelayanan Pelanggan Disjaya (1 tahun), Manajer Cabang di
Barabai (3 tahun) dan Palangkaraya (2 tahun) Wilayah Kalsel dan Kalteng,
kemudian pindah ke P3B Jawa-Bali dengan tugas DM Perencanaan Operasi
(2 tahun), DM Perencanaan Sistem (1 tahun), Coach Operational
Performance Improvement (1 tahun), Kepala Satuan OPI (1 tahun),
Manajer Perencanaan (2 tahun) dan terkhir mendapat amanah sebagai
GM Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali.

Menikah dengan Wahyuningsih pada tahun 1994, Warsono dikarunia 2


orang anak yaitu Muhamad Afkar Gumintang (20 tahun), yang sedang
kuliah di Teknik Elektro UGM dan Pradipta Khairani (17 tahun), yang masih
sekolah di SMA Negeri 3 Padmanaba Yogyakarta. Sekarang tinggal
bersama di Yogyakarta.

154 | Menyelusuri Mata Air Kearifan

Anda mungkin juga menyukai