Menyelusuri
Mata Air
Kearifan
WARSONO
Warsono | iii
MENYELUSURI MATA AIR KEARIFAN
Kumpulan Renungan Agama
Penulis :
Warsono
Editor :
Giri Triono
Layout/Grafis :
Atho’
Penerbit :
Kanzun Books
Diterbitkan untuk
PT. PLN (Persero)
Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali
ISBN:
.....................
@2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
All rights reserved
Puji syukur hanya milik Allah SWT semata, Yang Keagungan-Nya mewujud
di setiap sudut jagad raya, Yang Kasih Sayang-Nya begitu deras mengalir
kepada setiap atom dan sel makhluk-Nya.
Salawat, hormat, salam, rasa cinta dan rindu dendam tak terperi kepada
Rasulullah SAW, Sang Cahaya, Pelita yang senatiasa bersinar, Sang rahmat
bagi semesta. Semoga kecintaan saya pada Rasulullah SWT, bisa menjadi
jalan memperoleh syafaatnya di Yaumil Akhir, atas amal saya yang tak
seberapa. Amien...
Tulisan ini adalah kumpulan dari tulisan-tulisan saya di blog dan email.
Judul kumpulan “Menyusuri Kearifan Mata Air” ini di ambil dari tema Blog
saya yang bernuansa air, yang merupakan refleksi dari ketidaktahuan dan
keinginan saya untuk menyusuri jalan air, yaitu jalan kehidupan, cinta,
kesucian, kejernihan dan kerendahhatian. Tulisan ini dikumpulkan dari
rentang waktu yang cukup lama mulai dari Palangkaraya, Dundee-
Scotland, maupun di PLN Gandul
Sebenarnya, malu saya membingkai tulisan saya di Blog ini ke dalam satu
kumpulan tulisan. Ada banyak alasan: mulai dari mutunya yang tidak
memenuhi standar, isinya juga gini-gini saja, tulisannya juga banyak yang
belum selesai, kurang referensi dan lain-lain. Tapi biarlah ini menjadi
potret dari kedangkalan dan kelemahan saya. Insya Allah, akan selalu saya
update jika Allah memberi kesempatan saya untuk meneruskan tulisan2
saya. Karenanya mohon maaf, kalau kumpulan tulisan-tulisan saya akan
mengecewakan siapa pun yang membacanya.
Warsono | v
Kalau layak untuk dipersembahkan, tulisan ini saya persembahkan bagi
kerinduan dan kecintaan saya kepada Rasulullah SAW.
Saya hanya berharap, tulisan ini ada gunanya walaupun sedikit. Bagi
teman-teman yang menyempatkan membaca tulisan ini, saya ucapkan
penghargaan dan terima kasih. Kalau berkenan mengkritik, betapapun
pedasnya saya akan berterima kasih.
Salam, Warsono.
Warsono | vii
Ayat-Ayat Cinta ............................................................................. 84
Ayat-Ayat Cinta Ilahi ..................................................................... 86
Tentang KEBERSAMAAN .................................................................... 88
Membangun Jembatan Kebersamaan .......................................... 89
Mengenang Kesyahidan Imam Husein Ra (Asy-Syura) ................. 93
Segenggam Gundah Di Hari Idul Fitri (1) ...................................... 96
Segenggam Gundah Di Hari Idul Fitri (2) ...................................... 99
Segenggam Gundah Di Hari Idul Fitri (3) ...................................... 101
Tentang PUASA .................................................................................. 104
Puasa Bicara ................................................................................. 105
Belajar Rendah Hati dan Sabar ..................................................... 108
Puasa : Pembebas Dari Belenggu ................................................. 111
Tentang ISRA MIRAJ ........................................................................... 115
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (1) ................................. 116
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (2) ................................. 119
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (3) ................................. 122
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (4) ................................. 124
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (5) ................................. 126
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (6) ................................. 129
Catatan Dari Isra Miraj Insan Mulia Saw (7) ................................. 132
Tentang BELAJAR DARI ORANG-ORANG MULIA ................................. 134
Bang Imad, Selamat Jalan Guru Cinta Kepada Tuhan ... ................ 135
Belajar Menulis Dari Alm. Kuntowijoyo ........................................ 137
Buya Hamka Di Mata Saya (Mengenang 100 Tahun
Buya Hamka) ................................................................................ 139
Tentang KEARIFAN SUFI NASRUDIN ................................................... 142
Bergantung Kepada Awan ............................................................ 143
Gentong Yang Beranak ................................................................. 145
Cincin Nasrudin Yang Hilang ......................................................... 147
Nasrudin Dan Keledainya ............................................................. 149
Terburu-Buru ................................................................................ 151
Warsono | 1
Islam, Peradaban dan Peradaban Islam
Kalau kita baca definisi dari peradaban (Civilisation) misalnya dalam The
American Heritage Dictionary of the English Language 2004, adalah: (1).
An advanced state of intellectual, cultural, and material development in
human society,… (2) The type of culture and society developed by a
particular nation or region or in a particular epoch. Dari definisi di atas,
dapat disimpulkan bahwa peradaban adalah kumpulan seluruh hasil budi
daya manusia, yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia, baik
fisik (misalnya bangunan, jalan), maupun non-fisik (nilai-nilai, tatanan, seni
budaya, maupun iptek).
Kalau kita baca definisi kebudayaan (culture), misalnya dalam Kamus yang
sama: (1). The totality of socially transmitted behavior patterns, arts,
beliefs, institutions, and all other products of human work and thought....,
maka kebudayaan memiliki makna yang agak mirip dengan peradaban.
Keduanya adalah hasil kerja manusia pada suatu zaman. Namun, dalam
pembicaraan secara umum, peradaban nuansanya lebih luas, lebih
menyeluruh, lebih sophisticated, dan lebih mentereng.
Warsono | 3
kekuasaan (struktural), sehingga sering muncul istilah 'pendekatan
struktural' dan 'pendekatan kultural'. Belum lagi dalam keseharian,
kebudayaan malah dipersempit lagi dengan aspek2 kesenian belaka.
Bahkan kedua aspek itu sering digabung menjadi seni-budaya. Karenanya
berbeda dengan kebudayaan yang bisa dibiarakan relatif terlepas dari
kekuasaan, peradaban hampir selalu terkait dengan kekuasaan.
Menelusuri peradaban Islam tentu saja harus dimulai dari awal munculnya
agama Islam pada masa Rasulullah SAW, karena disitulah pondasi seluruh
nilai-nilai peradaban Islam. Pada masa kenabian Muhammad SAW yang
hanya 23 tahun ini, Rasulullah menanamkan seluruh nilai-nilai dan ajaran
Islam baik yang bersifat individual dan sosial.
Secara umum, para ulama membagi periode kenabian menjadi dua yang
masing-masing memiliki kekhasan nilai-nilai yang ditekankan. Periode
pertama adalah periode Makkah, yaitu periode ketika Rasul SAW bersama
sahabat tinggal di Makkah. Periode ini kira-kira berlangsung 13 tahun.
Pada periode lebih menekankan pada penanaman nilai-nilai dasar Islam,
sekaligus mengkoreksi nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat
Quraisy. Sehingga kalau kita lihat dalam ayat-ayat Al-Quran periode
Makkah akan terlihat sekali bahwa kebanyakan ayat-ayat tersebut
bertemakan hal-hal yaitu: 1. Tauhid, 2. Hari Akhir, 3. Mengkritik kecintaan
kepada dunia (materialisme), 4. Pembelaan kepada kaum lemah
(mustadh'afin) dan miskin, dan 5. Akhlaq dasar Islam.
QS Al-Mudatsir:
1. Hai orang yang berkemul (berselimut), (QS. 74:1)
2. bangunlah, lalu berilah peringatan! (QS. 74:2)
3. dan Rabbmu agungkanlah, (QS. 74:3)
4. dan pakaianmu bersihkanlah, (QS. 74:4)
5. dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, (QS.
74:5)
6. dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh
(balasan) yang lebih banyak. (QS. 74:6)
QS Al-Ikhlas:
1. Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa". (QS. 112:1)
2. Allah adalah Ilah yang bergantung kepada-Nya segala urusan. (QS.
112:2)
3. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan, (QS. 112:3)
4. dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. (QS. 112:4)
QS Al-Humazah
1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, (QS. 104:1)
2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya , (QS.
104:2)
3. ia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, (QS. 104:3)
4. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan
ke dalam Huthamah. (QS. 104:4)
5. Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (QS. 104:5)
QS Al-Maun:
1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? (QS. 107:1)
2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, (QS. 107:2)
3. dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. 107:3)
Warsono | 5
Periode kedua adalah Madinah, yaitu sesudah Rasulullah hijrah ke
madinah. (Madinah artinya kota, dari akar kata yang sama "tamadun"
artinya peradaban berasal). Periode ini berlangsung selama sekitar 10
tahun. Berbeda dengan periode Makkah, pada periode Madinah ini mulai
dibangun sistem sosial kemasyarakatan, berdasarkan nilai-nilai yang telah
ditanamkan di Makkah. Berbagai aturan yang rinci diperkenalkan.
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendo'alah untuk mereka.
Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. 9:103)
1. Masyarakat Tauhid
2. Periode Khulafaur-Rasyidin
Tentu, banyak sekali hal terjadi dan tercatat dalam sejarah, namun saya
ingin menggarisbawahi beberapa poin perkembangan yang m relevan
dengan perkembangan peradaban Islam.
Warsono | 7
a. Pengembangan sistem politik Islam
Salah satu ciri utama sistem politik yang dikembangkan oleh Khulafaur-
Rasyidin, sebagaimana yang ditulis oleh Al-Maududi dalam buku Khilafah
dan Kerajaan adalah sistem partisipasi publik. Sistem ini bisa disebut apa
saja, apakah Syuro, sistem konsultasi atau - kalau tidak alergi- sistem
demokratis. Yang jelas adalah melalui pertimbangan, diskusi, debat, dan
partisisipasi publik dalam kehidupan bernegara.
Saya ingin memberi point pada dua contoh penting partispasi publik, atau
bahkan kelompok kepentingan dalam periode Khilafah Rasyidah.
Cara pengangkatan kepala negara ini penting sekali dan menjadi pokok
pengelompokan utama bentuk negara. Pada masa dulu pengangkatan
kepala negara paling lazim adalah melalui garis keturunan, inilah sistem
kerajaan. Sistem ini pada dasarnya memang membagi masyarakat pada
dua kelompok berdasarkan garis keturunan, yaitu kawulo (rakyat) dan
gusti (raja). Meski sistem ini tidak emansipatif, namun pada kenyataannya
sistem ini paling banyak diterapkan di seluruh dunia pada masa lalu.
Hal penting lain, bahkan -menurut saya - lebih tinggi nilainya dari
pengembangan politik adalah pengembangan sistem hukum. Dalam arti
tatanan masyarakat (social order) dalam masyarakat ideal Islam adalah
dibangun atas dasar sistem hukum yang berlaku secara pasti dan berlaku
untuk siapa saja. Bukan masyarakat yang disusun atas dasar semata-mata
Warsono | 9
kebiasaan atau bahkan berdasarkan kekuasaan semata (seperti pada masa
jahiliah) . Sistem masyarakat Islam ideal adalah meletakkan hukum Islam
atau Syariah Islam di atas kekuasaan.
Pada masa Khulafaur Rasyidin (terutaman pada masa Khalifah Umar RA)
pengembangan wilayah Islam dengan cepat menyebar ke sekitar
semenanjung Arab. Informasi menarik dari wikipedia.org pada entry
"Military Conquest of Umar Era" sebagai berikut:
.....
Umar's caliphate is notable for its many conquests. His generals conquered
Iraq, Iran, Azerbaijan, Kirman, Seistan, Khurasan, Syria, Jordan, Palestine
and Egypt, and incorporated them into the empire of the Muslims. All of
these were permanent conquests. The Romans lost Syria, Palestine and
Egypt for ever; and in Persia, the Sassani empire ceased to exis....
Warsono | 11
Masih dari Wikipedia.org, diperoleh data bahwa dengan wilayah itu maka
kekuasaan Islam di bawah Khalifaur Rashidin adalah Imperium terbesar
pada masanya. Karena urutan luas imperium pada abad pertengahan
adalah 1. Mongol empire, 2. Umayad Empire dan 3. Rashidun Empire. Kita
tahu Umayad empire adalah kelanjutan Rashidun Empire, sedang Mongol
empire jauh sesudah Umayad empire... Allahu akbar...
... He retained the civil service of the Byzantines, however, until he could
establish his own system for governing his rapidly expanding empire, and
for that reason Greek remained the language of administration in the new
Muslim territories for over 50 years after the conquest.....
Warsono | 13
(Sebuah Catatan Perjalanan)
Jujur saja, pertama kali saya merasa asing sekali, karena tidak ada yang
saya kenal satu pun. Tetapi setelah saya mulai ngobrol dan saling sapa,
ternyata temen2 sangat hangat, tulus dan akrab sekali. Nampak sekali
temen2 memang ingin bersilaturahmi secara tulus, saling berbagi, saling
mengenal, tanpa terlihat keinginan saling menonjolkan diri, dsb.
Subhanallah! Saya bersyukur sekali, kelelahan karena perjalanan 8 jam
serasa terobati sudah.
Mengenai acara secara umum, saya ucapkan salut dan selamat kepada
panitia (Mas Dono, cs).yang telah mengemas acara secara menarik dan
tidak monoton, bahkan saya menganggap seperti sebuah miniatur bagi
peradaban Islam yang indah, dan akrab. (Salut juga atas stamina untuk
berbuat dan berkomentar mencairkan suasanannya... Mas Dono memang
canggih!)
Mengapa?
Pertama, dari sisi komposisi acara berbagai aspek dari peradaban Islam
secara komprehensif. Gathering ini berisi kegiatan yang beragam tidak
hanya 'pengajian dan ceramah', namun juga kegiatan seni Islami, olah
Keempat, kegiatan tidak hanya untuk orang dewasa namun juga untuk
anak-anak. (Sayang saya tidak bisa membawa anak-2 dalam kegiatan
ini...Jauh sekali....)
Gagasan-gagasan Besar
- Dakwah Islamiyah
Ditambah dengan ceramah dari Ustadz Abu Sundus, yang juga berisi
gagasan besar mengenai Peradaban Islam, diantaranya berisi ide-ide
tentang:
Warsono | 15
- Penghargaan terhadap pluralitas manusia
(Meski saya ngantuk benar mengikuti ceramah Ustadz ini, karena baru
dari perjalanan jauh...)
Insya Allah, saya tertarik sekali ingin membuat catatan tersendiri ide-ide
Ust Abu Sundus ini dalam kesempatan lain.
Jika kita sedih melihat permasalahan yang begitu besar di tanah air,
terutama berkaitan dengan moralitas. Secercah optimisme dan idealisme
yang besar nampak di forum Kibar ini...
Semoga Kibar Spring gathering ini termasuk dalam Hadis di atas. Amiien.
Hal ini terjadi sejak zaman Rasulullah SAW dan para Sahabat RA. Pada
masa Rasulullah SAW, tantangan dari luar adalah dari Kaum Kafir Quraisy
serta pengingkaran perjanjian kaum Yahudi. Sedang dari internal adalah
kaum munafikin, yang dalam Al-Quran di sebut kurang lebih " Kamu tidak
tahu tentang mereka, namun Allah mengetahui mereka..". Sebagian dari
kaum munafikin, diketahui Rasulullah SAW. Namun, mereka diperlakukan
sebagaimana muslim lainnya. Karena hukum fikih adalah berkaitan
dengan lahiriah. Sepanjang mereka mengaku muslim, mereka
diperlakukan sebagaimana muslim.
Di antara kaum munafikin itu adalah karena hatinya dua (qalbain), tidak
punya pendirian (muzhabzhab) , dan menerima Islam dengan setengah
hati, untuk mendapatkan keuntungan. Kaum ini hakikatnya adalah kaum
oportunis, orang-orang pengecut.
Namun, ada di antara kaum "munafikin" yang merusak Islam dari dalam
itu adalah kalangan ekstremis dari kalangan badui yang kasar. Mereka
sebenarnya menerima Islam, hanya keimanan mereka masih lemah
namun keras kepala dan merasa sudah paling hebat, serta memandang
Nabi SAW sebagai orang biasa saja, berbeda dengan kebanyakan sahabat,
yang begitu memuliakan dan menghormati Nabi SAW. Kita akan dengan
mudah mendapati para sahabat begitu memuliakan Nabi SAW, bahkan
bertabaruk kepada Beliau. Tidak ada di antara Sahabat yang berani
berkata-kata keras di hadapan Nabi SAW, mereka selalu bekata lembut,
apalagi menyakiti hati Nabi SAW.
Namun, kaum Badui ini sering berbuat kasar meski kepada Nabi SAW.
Dalam sebuah riwayat Abu Sa‘id al-Khudri (r.a.) berkata, " Kita ada dalam
Warsono | 17
masa Rasu SAW sedang membagi rampasan perang. Dhu’l-Khuwaysira,
seorang dari Bani Tamim datang datang kepada Beliau dan berkata,
"Rasulullah, berbuatlah adil!" Beliau menjawab, " Celakalah kamu! Siapa
lagi yang akan adil jika saya tidak adil? Kamu akan kehilangan dan kecewa
jika saya tidak adil!" Dan Umar (r.a.) berkata, “Rasulullah, izinkan saya
berurusan dengannya, sehingga saya dapat memenggal lehernya." Tetapi
Beliau berkata, "Biarkan dia. Dan dia memiliki sahabat. Di antara kalian
akan iri melihat shalat dalam kelompok mereka dan puasanya di antara
mereka. Mereka akan membaca Al-Quran, tetapi tidak lebih jauh dari
kerongkongan mereka. Mereka lepas dari agama seperti lepasnya panah
menuju mangsanya". Abu Sa‘id melanjutkan: "Saya bersumpah bahwa
saya hadir ketika Ali bin Abi Thalib memerangi mereka. Dia
memerintahkan bahwa orang itu harus dicari, dan dia dibawa kepada kita'
(HR Bukhari).
Kaum ekstremis ini kemudian mewujud dalam bentuk aliran Khawarij yang
menguat di masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib kw. Kalau kita baca
riwayatnya, mereka ini ibadahnya luar biasa, mereka membaca Al-Quran
seperti lebah berdengung, saking khusyu dan banyaknya. Kita akan dibuat
merasa kecil melihat ketaatan mereka beribadah. Namun, mereka punya
penyakit kronis yaitu merasa benar, memandang rendah orang lain, dan
gampang mengkafirkan orang lain di luar kelompoknya. Inilah awal
ekstremisme dalam sejarah Islam.
Semoga Allah membimbing umat manusia kepada jalan yang lebih lurus...
Warsono | 19
tentang
Banyak orang memberikan gambaran orang Islam yang baik dan taat,
adalah emata-mata dari berapa banyak dia melakukan shalat sunat, doa-
doa, dzikir-dzikir, dan lain-lain. Sangat jarang orang mengaitkan ketaatan
beragama misalnya dengan bagaimana dia giat bekerja, tegar berusaha,
rajin di laboratorium atau berperilaku hemat. Bahkan kadang orang yang
"terlalu" giat bekerja dicap sebagai orang yang jauh dari agama.
Tentu benar, ketaatan beribadah (dalam arti ritual) menjadi syarat mutlak
ketaatan seseorang, namun sesungguhnya kalau kita kaji lebih dalam
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi kerja, amal saleh (yang
artinya perbuatan baik), atau action. Kerja adalah bagian penting dari
ibadah. Islam adalah agama kerja.
Kerja adalah Pesan Moral dan Tindak Lanjut dari Ibadah Ritual
Kalau kita perhatikan ibadah (ritual) dalam Islam memiliki bentuk yang
sangat khas dibanding dengan agama lain. Apa itu? Jika ibadah dalam
agama lain dilakukan dengan kondisi relatif diam, tenang, dan pasif, maka
ibadah dalam Islam sangat dinamis, dan penuh dengan gerakan-gerakan.
Contoh sangat nyata adalah shalat. Shalat adalah ibadah yang sangat
sentral dan teragung dalam Islam, bahkan menjadi batas keimanan
seseorang atau tidak. Kalau kita amati, shalat dari awal sampai dengan
akhir, disertai dengan gerakan seluruh tubuh kita. Apalagi haji, sebagai
ibadah paripurna seorang muslim. Haji adalan ibadah total action, sangat
Warsono | 21
penuh dengan gerakan fisik. Kalau shalat meski penuh gerakan namun di
tempat saja, maka haji gerakannya melintasi tempat yang jauh. Begitu
juga puasa, zakat, semuanya action.
Secara jelas Al-Quran menyebut pesan moral atau tujuan dari shalat
berkaitan
Al-Quran dalam banyak sekali ayat, menyebutkan bahwa iman saja tidak
cukup, tetapi harus disertai dengan amal shaleh, kerja, action. Tidak cukup
iman saja tetapi harus dimanifestasikan dengan amal. Cukuplah,
dinukilkan surat Al-Ashr untuk mewakili ayat-ayat tentang iman dan amal
shaleh.
Dari ciri-ciri orang yang tidak rugi, selain keimanan semuanya berkaitan
dengan kerja; amal shaleh, menasehati, menaati kebenaran, menetapi
kesabaran.
Warsono | 23
“Sebaik-baik kamu adalah yang belajar Al-Quran dan mengajarkannya”
Kemudian kalau kita pelajari sejarah para Nabi AS, apalagi sejarah Nabi
Muhammad SAW, para sahabat Nabi, hingga zaman keemasan Islam
semua memiliki teladan yang sama, yaitu kerja keras membangun diri dan
masyarakat. Tidak ada satu pun contoh-contoh dari mereka yang hanya
mementingkan ibadah ritual semata.
Hal ini dilanjutkan oleh para Khalifah Rasyidah, hingga dalam waktu
singkat (terutama masa Umar Al-Faruq) Islam menyebar dengan
penaklukan Persia (superpower masa itu) ke barat hingga ke Afrika
berhadapan dengan Bizantium (superpower yang lain). Kemudian sejarah
berlanjut hingga penaklukan Eropa, India, sehingga umat Islam menjadi
pusat peradaban dan ilmu pengetahuan pada saat itu. Sejarah yang luar
biasa! Dan itu dicapai dengan kerja keras, bukan hanya ibadah ritual
semata.
Secara pribadi, kita juga mendapati Rasulullah SAW dan para sahabat
adalah orang-orang yang menyukai kerja. Rasulullad SAW selain bekerja
untuk umatnya, beliau melubangi sendiri sandalnya, menambal sendiri
bajunya, memeras sendiri susu kambingnya dan melayani keluarga.
Subhanallah, Rasulullah adalah pemimpin sejati!
Warsono | 25
ayat-ayat Al-Quran. Semua berpusat pada ketundukan, tasbih dan sujud
jagad raya pada Tuhannya. Salah satu di antaranya, “Bertasbihlah kepada
Allah semua yang ada di langit dan di bumi, dan Dia Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana”(QS 61:1)
Banyak sekali ayat-ayat tentang alam semesta, dari yang besar mengenai
galaksi hingga hewan-hewan kecil seperti semut, semua mengikuti
perintah Allah dengan bekerja secara terus menerus. Sehingga kita
bekerja pada dasarnya adalah seirama dengan gerak universal alam
semesta, seirama dengan sujud alam semesta. Kahlil Gibran dalam Sang
Nabi membuat puisi yang sangat indah:
Tentu ajaran bekerja para Nabi sangat berbeda. Bekerja dalam ajaran
Islam
Berikut secara ringkas ciri bekerja sebagai pengabdian kepada Allah SWT:
Ternyata kini kita bekerja jauh dari semangat dan nilai-nilai Islam dan
teladan para pendahulu kita. Kita juga memandang agama dengan cara
yang salah. Kita menganggap kerja dan ibadah adalah dua hal yang
berbeda dan terpisah. Akibatnya adalah sikap mendua (split personality)
dalam bekerja. Maka kini kita dapati kenyataan aneh seperti orang yang
Warsono | 27
rajin beribadah (ritual) namun rajin juga menilap aset kantor, bahkan milik
masyarakat, tidak jujur, atau suka main terabas.
Kita sudah shalat, namun shalat kita belum mampu membangun karakter
sehingga mampu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Kita belum
bisa menjadikan puasa sebagai perisai kita melawan tarikan nafsu-nafsu
yang rendah. Kita belum mampu menjadikan haji sebagai total
pengabdian kepada Allah SWT.
Masya Allah, kita beragama namun menjauh dari nilai-nilai agama. Kita
beribadah ritual namun kita semakin menjauh dari petunjuk Allah. Kita
lebih memilih topeng dalam beragama. Kita memilih kulitnya, lalu
membuang isinya.
Akhirnya, marilah kita jadikan setiap ayunan langkah kita dalam bekerja
sebagai zikir kita kepada Allah SWT. Kita jadikan setiap gerakan tangan kita
dalam bekerja sebagai tasbih kita kepadaNya. Kita jadikan setiap ucapan
dan pikiran dalam bekerja sebagai sujud dan syukur kita kepada Rabbul
Izzati.
Amien!
Kalau kita melihat pekerjaan kita dengan kacamata Badu, maka -tidak ada
lain- kita akan merasa bahwa pekerjaan kita ini sesuatu yang
Warsono | 29
membosankan, jenuh, tidak berharga. Mungkin kita merasa seperti robot
atau sekrup saja, tidak ada kebanggaan dalam bekerja.
Tetapi coba kita memakai kacamata Madu, maka kita akan merasakan
bahwa apa yang kita lakukan setiap hari meski kelihatan kecil namun
sungguh sesuatu yang mulia. Karena kerja kita memberi manfaat kepada
masyarakat, kita melayani orang lain, kita berguna bagi hamba Tuhan yang
lain.
Ya, apa pun pekerjaan kita, bersyukurlah! Karena dengannya kita melayani
dan memberi manfaat bagi orang lain. Bekerja adalah melayani.
Dalam Al-Quran juga dikritik keras orang-orang yang hanya bicara, omong
doang, (OMDO). No Action Talk Only (NATO). Misalnya, "Hai orang-orang
yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu
perbuat? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan
apa-apa yang tiada kamu kerjakan. (QS. 61:2-3)
Apakah ini berarti pemikiran atau teori atau wacana itu tidak penting?
Yang penting adalah kerja atau action saja? Jawabnya menurut saya:
Tidak! Keduanya sama pentingnya. Baik wacana/pemikiran, maupun kerja.
Keduanya sama pentingnya seperti pohon dan buahnya. Tidak ada buah
tanpa pohon. Seperti juga kurang berarti pohon tanpa buah.
Warsono | 31
Al-Quran tidak hanya mengajarkan kita untuk bekerja, namun juga untuk
menggunakan akal, merenungi realitas sekitar, dan mempelajari sejarah
jatuh bangunnya umat manusia. Yang karenanya kita bisa belajar dan
merumuskan pemikiran untuk memecahkan permasalahan kita.
Semoga Allah membimbing kita menuju jalan-Nya yang lebih lurus. Amien
Dundee, 2008
Orang barat bilang "life begins at 40", kira2 berarti bahwa kehidupan
matang/dewasa dimulai pada umur 40an tahun. Ada juga yang bilang 40
tahun adalah puber kedua (sic!). Meski bisa dimaklumi, karena umur 40
biasanya sudah mulai matang secara ekonomi, namun merasa masih
cukup muda. Sehingga ah... sudahlah, semoga Allah membimbing saya
dan menjauhkan dari cerita-cerita aneh itu.
3. Masa Dewasa
" ... sehingga apabila dia telah dewasa dan mencapai umur empatpuluh
tahun, berkatalah ia: 'Ya Tuhanku, tunjukilah aku jalan untuk mensyukuri
nikmat yang telah Engkau karuniakan kepadaku dan kedua ibu-bapakku,
dan doronglah aku untuk berbuat amal saleh yang Engkau ridhai ..." (QS.
46;15)
Warsono | 33
as-Syaikh al-Arif Abdul Wahhab bin Ahmad as-Sya'rani dalam kitabnya al-
Bahrul-Maurud menyebutkan: "Telah diambil janji-janji dari kita, bahwa
apabila kita telah mencapai umur empatpuluh tahun, hendaklah bersiap-
siap dengan melipat kasur-kasur dan selalu ingat bahwa kita sekarang
sedang dalam perjalanan menuju akhirat pada setiap nafas yang kita tarik
sehingga tidak akan lagi merasa tenang hidup di dunia. Di samping itu
hendaknya kita menghitung setiap detik dari umur kita sesudah melebihi
empat puluh tahun, sebanding dengan seratus tahun sebelumnya."
Warsono | 35
Semakin lama saya merenungi beberapa rahasia di alam semesta, semakin
saya memahami bahwa hakikat spiritualitas adalah merendahkan diri dan
memberi kepada sekitarnya secara terus menerus, tanpa henti. Saya mulai
dari ayat-ayat di alam semesta, kemudian sedikit kisah Nabi AS.
Setingkat lebih rendah dari matahari adalah bumi. Bumi yang kita injak
tiap hari, berperilaku sama.... Memberi kepada penghuninya, dari
binatang bersel satu, hingga makhluk yg merasa cerdas manusia... Bisa
saja membuang kotoran, sampah kepada bumi, namun bumi memberikan
tumbuhan, bunga kepada kita... Bumi memberi kita minyak tanah, kita
memberinya asap... Bumi juga juga sudah miliaran tahun, namun sudah
selalu berubah....Subhanallah...
Warsono | 37
Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Rabbku kepada jalan
yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan
Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. 6:161)
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku
hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu baginya;dan
demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang
pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (QS. 6:162-163)
Seorang yang sudah mulai lanjut, pemimpin masyarakat, kita diberi anak
laki-laki masih bayi. Kita sangat senang selain karena naluri juga karena
misi kita nanti ada yang melanjutkan. Namun, entah dengan maksud apa,
Majikan kita menyuruh kita untuk membawa istri dan anak kita yang
masih kecil untuk mengembara ke pada pasir... Kering-kerontang, tidak
ada orang, tidak ada air.. Tetapi kita ikuti karena Majikan kita yang
menyuruh.
Sesudah sampai ditempat yang kita tuju yang sulit itu, lagi-lagi Majikan
kita memberi perintah yang tidak masuk akal.... Tinggalkan anak dan
istrimu di padang pasir... Ini perintah apa lagi? Istri dan anak yang masih
bayi ini disuruh ditinggal di padang pasir, yang kering kerontang, tidak ada
air, tidak ada makanan, tidak ada orang.... Bagaimana nasib mereka
nantinya?
Dengan hati yang sedih luar biasa, kita turuti perintah Majikan kita. Kita
sudah percaya dengan Manjikan kita. Meninggalkan anak dan istri kita di
tengah padang pasir, sendirian... Sampai kapan? Kita tidak tahu, hanya
menunggu perintah Majikan.
Puji syukur, anak dan istri kita selamat! Anak kita sudah menjadi remaja
yang tampan, berbakti, cerdas, akhlaqnya sangat baik. Gurun pasir itu kini
sudah mulai menjadi ramai, menjadi kampung kecil dan istrinya menjadi
orang yang dihormati. Ternyata Majikan kita tidak bohong. Kita bahagia
sekali......
Cobalah nanti kita konsultasikan dengan anak kita, pasti dia menolak...
Bisa jadi alasan kepada Majikan kita. Heran sekali! Ketika kita sampaikan
dengan anak kita, dia OK-OK saja, tenang. Aduh bagaimana ini???
Akhirnya dengan menguatkan hati, kita penuhi perintah itu... betapa pun
hancurnya hati kita... Di tengah padang pasir, yang tandus, peristiwa
spektakuler itu terjadi... Seorang Bapak akan menyembelih putra terkasih
demi perintah Majikan...
Tidak perlu kita membunuh anak itu, tetapi Majikan kita menggantinya
dengan Domba yang besar dan gemuk.... Kita gembira luar biasa, tiada
tara!!!
Yaa... Kita sudah tahu dan hapal orang itu adalah Ibrahim As, Bapak Para
Nabi, Penghulu Ajaran Tauhid... dan Majikannya adalah ALLAH SWT
sendiri...
Warsono | 39
Namun kalau kita menggunakan hati, perasaan, kita paham... Bahwa
kecintaan dan ketaatan Nabi Ibrahim AS kepada Allah luar biasa!
Kecintaan yang tak terkira! Anak dan istri sebagai simbol kecintaan
terdalam kepada dunia, tidak ada apa-apanya dibanding kecintaannya
kepada Allah SWT.
Katakanlah: "Inginkah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari
yang demikian itu?" Untuk orang-orang yang bertaqwa (kepada Allah),
pada sisi Rabb mereka ada surga yang mengalir di bawahnya sungai-
sungai; mereka kekal di dalamnya. Dan (mereka dikaruniai) isteri-isteri
yang disucikan serta keridhaan Allah; Dan Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba- Nya. (QS. 3:15)
Ternyata Allah bukan memberi perintah ini tanpa makna, cuma main-
main. Karena kemudian, ini adalah pelajaran universal dari Allah SWT
kepada seluruh umat manusia. Kaum Yahudi dan Nasrani juga menjadikan
kisah ini sebagai pedoman kecintaan kepada Allah.
Warsono | 41
tentang
g
...
...
Bagi kami kaum mukmin yakin bahwa semua bencana adalah karena-Mu
jua. Qul lan yushibana illa maa kataballahu lana, Katakan: tiada musibah
kecuali telah tertulis di sisi Kami.
Boleh jadi benar... Tapi bukankah bangsa yang melalaikan -Mu, tidak
hanya kami? Banyak kaum (menurut kami) yang lebih lalai kepada Mu?
Lagian, tuduhan ini dilontarkan oleh orang yang kebetulan tidak terkena
bencana...
Warsono | 43
Seolah-olah hanya kami yang berbuat salah sehingga kamilah yang
terkena bencana. Sedang mereka yang bilang dengan seolah-olah selalu
ingat kepada-Mu?
Kami sadar bahwa kami memang banyak sekali salahnya, karena itu kami
selalu memohon ampun kepada-Mu. Namun derita yang datang silih
berganti sungguh terasa berat.
Satu hal yang pasti, kini kami semakin sadar akan kelemahan dan
kekurangan kami. Dan kami semakin yakin akan kebesaran dan
keagungan-Mu, agar kami semakin berserah diri kepada-Mu...
Memang ada juga, musibah yang bermakna general, umum dan relatif
diterima semua orang. Misalnya musibah gempa bumi, banjir,
peperangan, epidemi, dll. Namun barangkali kita bisa melihat dari
perspektif lain atas musibah itu. Barangkali dalam perspektif yang lebih
luas, bisa jadi musibah itu adalah anugerah. Bessing in disguise, begitu
kata orang.
Tetapi dalam kerangka lebih luas, apa yang disebut musibah bukanlah
musibah-musibah amat. Misalnya letusan gunung berapi, atau gempa
tektonik. Dalam kerangka lain, kedua fenomena alam ini adalah sesuatu
yang normal sebagai mekanisme "pergerakan" alam semesta menuju
kesempurnaan dan perbaikan. Seperti tubuh kita akan mengalami "puber"
sebagai pergerakan menuju kesempurnaan. Memang akibatnya dari skala
lebih kecil adalah musibah, namun dalam skala yang lebih luas adalah
suatu kebaikan.
Dalam perspektif ini, "musibah" adalah baik. Tanpa letusan gunung berapi,
tanah tidak akan subur. Tanpa musibah besar masa dinosaurus yang
mengakibatkan kepunahan dinosaurus, perjalanan rantai kehidupan akan
berjalan melalui jalur yang berbeda. Bisa jadi itulah sarana bagi
kemunculan manusia...
Warsono | 45
Dalam perspektif inilah kita bisa memahami firman Allah:
Subhanallah, TIDAK ADA yang Allah ciptaan semua yang besar atau yang
kecil, yang kita anggap musibah atau nikmat, yang kita sukai atau kita
benci...ini SIA-SIA. Yang penting bagi kita bagaimana memaknai semua
kejadian, sebagai sarana untuk pensucian diri kita, perkembangan jiwa,
sebagai sarana menjauhkan diri kita dari siksa api neraka.
Wallahu a'lam
Karena memang tidak semua musibah adalah "taken for granted", banyak
di antara musibah yang karena kelalaian kita sendiri. Konon, menurut teori
health and safety (Keselamatan kerja), misalnya, sebenarnya di antara
"kecelakaan" (accident) kerja, sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh
kelalaian. Dan kelalaian itu bermacam-macam mulai dari kurangnya ilmu
atau keterampilan, tidak ada SOP, tidak memakai sarana pengaman, dll.
Konon hampir 95% kecelakaan adalah akibat kelalaian, bukan semata-
mata kecelakaan. Karena yang dimaksud kecelakaan mestinya adalah
meski kita sudah berusaha semaksimal mungkin menghindari secara
masuk akal, toh tetap ada yang memang diluar kontrol kita. Inilah yang
dimaksud kecelakaan. Tetapi kalau, misalnya kita naik motor ngebut, tidak
pakai helm, sambil main-main, terus kecelakaan, ya itu lebih banyak
kelalaian kita.
Tapi, dengan nyamannya dan santainya kita bilang... Ya, itu memang
sudah nasib... Dan, menganggap "nothing wrong". Dan tidak mengambil
hikmah dari peristiwa itu, ya, kita memang masuk dalam ungkapan di atas.
Dalam konteks yang lebih luas, Allah SWT bahkan menyatakan dalam
sebuah ayat:
Warsono | 47
Namun mengambil makna umum dari ayat ini, tidaklah salah mengartikan
kerusakan secara fisik. Karena memang banyak sekali kerusakan alam
akibat keserakahan dan kelalaian manusia. Hutan yang gundul, sungai
dengan sampah menggunung, got mampet, resapan air jadi bangunan,
sawah danau jadi rumah, dsb. secara kasat mata dan akal sehat
sederhana, memang sama artinya kita sedang "menanam " banjir. Anak
kecil juga tahu, kalau saluran air di kamar mandi kita tutup atau banyak
sampahnya, ya pasti air akan menggenang. Karenanya hampir dipastikan,
tanpa upaya yang besar-besaran dan serius, banjir di kota besar di
Indonesia, adalah merupakan ritual tahunan bahkan makin lama pasti
akan makin besar. Apalagi kalau kita hanya ramai ketika banjir, kemudian
lupa bahkan lebih "ganas" sesudah banjirnya hilang. Logikanya sederhana
saja, seperti kamar mandi di atas.
Bahkan dalam kontek musibah yang tidak bisa dihindari sama sekali,
seperti tsunami, gempa, gunung berapi, tornado, tetap ada cara-cara
"masuk akal" untuk mengantisipasinya, paling tidak meminimalisir
akibatnya. Di sinilah, sebenarnya makna dan nilai usaha manusia.
Sebagaimana makna ayat terkenal, "Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah nasib suatu kaum, tanpa mereka mengubah apa yang ada
dalam diri mereka sendiri".
Dalam konteks ini musibah adalah sarana untuk memperbaiki diri atas
kesalahan dan problem di masa lalu, baik yang menimpa orang lain apalagi
pada diri sendiri. Dan ini bermakna umum, baik secara perbaikan fisik
apalagi perbaikan sikap, akhlaq dan hati nurani.
1. Pandangan Sufistik/Iman
Dalam perspektif ini, segala kejadian dihadapi dengan lapang dada dan
pasrah kepada-Nya. Inilah sikap yang digambarkan dalam Al-Quran, "...
Supaya engkau tidak merasa sedih atas apa yang terlepas/hilang, dan
tidak merasa bangga atas dengan apa yang engkau dapatkan..".
Konon, suatu ketika Imam Syafi'i r.a. segera membatalkan shalat dan
mengambil uang yang tersisa padanya untuk disedekahkan. Hal ini
dilakukan karena uang tersebut membuatnya tidak khusyu' ketika shalat.
Subhanalllah! kelebihan uang baginya adalah musibah, karena 'sedikit'
mengganggu ketika shalat.
Warsono | 49
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan
lagi penyayang terhadap orang-orang mu'min. (QS 9:128). Kalau kita
membaca riwayat Beliau, hal-hal yang membuat sedih bukanlah karena
kelaparan, penderitaan fisik, dll., tetapi kesedihan hati Beliau akan nasib
umatnya kelak! Nasib kita! Apakah kita akan selamat atau tidak. Salah satu
yang Beliau takutkan adalah kalau-kalau umatnya "Cinta Dunia dan Takut
Mati". Inilah yang disebut musibah, bagi Rasulullah SAW. Hingga konon
ketika beliau hendak wafat salah satu yang dipesankan beliau adalah "...
umatku,...umatku".
2. Perspektif Umum
Ini adalah pandangan kita umumnya, musibah adalah segala sesuatu yang
mengakibatkan penderitaan fisik dan mental. Terlepas maknanya positif
atau negatif kepada keimanan kita, atau pun tidak ada hubungannya.
Namun kita berusaha mencari hikmahnya terhadap setiap peristiwa.
3. Perspektif Egoisme
Sampai disini kita fahami bahwa kematian bagi mereka diatas adalah
rahmat Nya swt karena mereka digolongkan para syuhada, walaupun di
dunia dihukumi tetap sebagai jenazah biasa, yaitu dishalatkan,
dimandikan dll, namun di akhirat mereka bersama syuhada. Tak ada hisab
bagi mereka kelak, langsung menuju sorga Allah swt.
Tidak ada azab dalam ummat Muhammad saw, karena bagi mereka
hanyalah Rahmat Nya swt, dan dunia bagi kita adalah tempat beramal
dan bukan tempat pembalasan, dan tempat pembalasan adalah setelah
kematian dan di hari kiamat.
Warsono | 51
Wafat dalam musibah tentunya keberuntungan besar sebagaimana hadits
diatas, dan bagi mereka yg hidup itu adalah penghapusan dosa,
sebagaimana sabda Rasul saw bahwa semua musibah yg menimpa
ummat beliau adalah penghapusan dosa, maka bertanya Aisyah ra
Ummulmukminin : Lalu kalau kita tertusuk duri itu apakah juga ada
penghapusan dosanya?, Rasul saw menjawab : “Betul, bahkan gundah
dihati pun merupakan penghapusan dosa” (Shahihain Bukhari dan
Muslim).
Bahkan dalam riwayat lain Rasul saw bersabda : “Tiada henti hentinya
musibah menimpa seorang muslim atau muslimah, pada dirinya, pada
hartanya, pada keluarganya, hingga ia menemui Allah swt kelak tak
membawa dosa sedikitpun.
Tetapi, salah satu dari ciri keimanan kita adalah kemampuan memahami
paradox dalam kehidupan, di antaranya masalah musibah ini...
Tulisan ini, setelah lama sekali kosong, bukan untuk menakut-nakuti atau
mengajak kepada kematian, namun justru untuk mengajak kepada
kehidupan dengan menghargai atau "berdamai dengan kematian". Judul
ini saya ambil dari judul bukunya Prof Kamarudin Hidayat.
Namun latar belakang tulisan ini adalah dua peristiwa kehilangan Kakak
ipar dan Adik Kandung saya. Pertama, Kakak ipar saya (kakak istri saya),
seorang wirastawan yang ulet dan pekerja keras, meninggal dunia sekitar
3 bulan lalu, setelah satu tahun berjuang melawan tumor otak. Kakak saya
meninggal dalam usia yang masih muda 42 tahun. Kedua adalah adik
kandung saya sendiri, yang baru saja seminggu sebelumnya mendapat
gelar Profesor di bidang Mechatronik, meninggal sekitar 1 bulan lalu.
Dalam usia yang lebih muda lagi 39 tahun, setelah masuk rumah sakit
seminggu sebelumnya akibat pnemonia. (Semoga Allah menempatkan
mereka di tempat mulia di sisi-Nya. AMien)
Warsono | 53
agama disebut "Zikrul maut" (ingat mati). Zikrul maut adalah
pelembut hati.
Juga, menghargai badan kita. Badan kita punya hak, untuk dijaga,
dirawat dan dihormati, dengan cara hidup dan sikap yang baik.
Ketika badan kita diperlakukan tidak adil, maka kita telah
merusakkan badan kita sendiri.
Semoga Allah SWT membimbing kita menuju jalan yang lebih lurus.
Warsono | 55
(Renungan di Bulan Maulid)
Sebagian orang menyebutnya sebagai bid'ah, kultus individu, dan lain lain
sebutan. Karena memang tidak ada dalam Al-Quran maupun hadis secara
tersirat. Padahal syair-syair tersebut hanyalah ungkapan shalawat, pujian,
salam, dan kerinduan. Sesuatu yang alami, murni dari para peci nta
Rasulullah SAW. Cinta memang tidak bisa hanya cu kup disimpan dalam
hati tetapi harus diekspresikan dengan ucapan dan perbuatan. Bagi orang
awam (seperti saya), sangat terbantu mengekspresikan cinta kita kepada
Rasulullah SAW dengan syair-syair maulid ini. Biarlah orang lain
mengatakan bid'ah, bagi kita inilah salah satu ungkapan yang bisa kita
berikan kepada insan yang paling mulia, paling suci, paling baik, paling kita
rindukan, dan paling kita cintai.
Bukankah Allah SWT sendiri dan para malaikat memberikan salaw at,
sebagai penghormatan, terlebih dahulu sebelum menyuruh kita
mengucapkan salawat? Bukankah Allah SWT juga memuji Muhammad
Rasulullah SAW sebagai yang berakhlaq agung (la'ala khuluqin adziem),
suri tauladan yang baik (uswatun khasanah), cahaya (nur), rahmat bagi
Tetapi tentu, tidak hanya dengan pujian dan salawat saja semestinya,
bukti cinta kita kepada Rasulullah SAW. Ada banyak hal y ang akan
menambah kualitas cinta kita kepada Insan Utama i ni. Menurut saya,
berikut di antaranya:
'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku (Nabi), maka Allah akan
mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu' (QS 3:31)
Kalau kita mencintai gadis/pria, tentu kita selalu merindukan nya dan ingin
bertemu dengannya. Biarpun jauh, penuh rintangan, tentu akan kita
lakukan demi kecintaan kita kepadanya. Begitu juga kecintaan kita kepada
Rasul. Kita belum pernah bertemu dengannya, namun kita sudah
merasakan nikmat karena mengikuti ajarannya. Alangkah senangnya kita
jika suatu saat bertemu dengannya. Tentu, kita akan berupaya sekuat
tenaga agar bisa berjumpa dengan Rasul kekasih kita.
Warsono | 57
Maka shalawat Nabi banyak diucapkan dimana-mana, paling tidak dalam
shalat-shalat kita. Kemudian para ulama menggubah berbagai macam
shalawat dan pujian sebagai ungkapan kecintaan kepada Nabi S AW.
Shalawat dan pujian inilah yang banyak dibacakan di bul an maulid ini.
Dalam Shahih Muslim, kitab hadis paling valid kedua setelah Bukhari,
disebutkan pesan Nabi SAW;
a. Kalangan Ahlus-Sunah
Baik makna sempit atau luas, keduanya bermakna keluarga Nabi. Memang
merekalah merupakan salah satu tonggak Islam dal am sejarah. Keluarga
Nabi terkenal kesalihannya dan semangat dalam menyebarkan Islam ke
seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, penyebar mula-mula Islam di
Indonesia adalah keluarga Nabi.
Kepada para ahlil bait Nabi SAW inilah kita bershalawat dalam setiap
shalat. 'Allahumma shali 'ala Muhammad, wa aali Muhammad...'. Kepada
mereka pula kita seharusnya cinta, hormat, dan mengikuti ajaran-
ajarannya. Tidak perlu takut kita mengungkapkan kecintaan kepada ahlul
bait Nabi, karena itu pesan Rasulullah SAW. Sehingga Imam Syafi'i berujar,
'Jika mencintai Ahl ul Bait disebut Rafidi (Syiah), ketahuilah bahwa saya
seorang Rafidi'.
Kalau kita mencintai seseorang tentu kita tidak rela jika ora ng tersebut
dicaci atau dijelek-jelekkan. Tetapi yang lebih tinggi lagi, kita berusaha
menjaga nama baik dengan menjadi t eladan yang baik, sehingga kita ikut
membawa nama baik orang yang kita cintai.
Begitu juga kita, tentu harus membela Nabi SAW, jika ada oran g yang
mencela Beliau. Namun ada yang lebih tinggi, yai tu menunjukkan kepada
dunia bahwa umat Muhammad adalah umat yang mulia, berwib awa dan
terhormat. Kalaupun tidak seperti umat Islam terdahulu, minimal tidak
menjadi umat yang membawa nama buruk Nabi kita apalagi jika
memalukan nama Beliau.
Kita tahu umat Islam terdahulu mampu merubah dari bangsa yang dilihat
pun tidak oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang berdiri tegak,
beradab bahkan menjadi puncak peradaban saat itu. Kini kita mendapati
umat Rasulullah tidak dalam posisi mulia. Bangsa mayoritas muslim saat
ini identik dengan bangsa miskin, bodoh, t idak tertib, dan yang paling
memalukan... bangsa yang paling korup. Dari data statistik, 90% orang
Warsono | 59
miskin ada di Asia & Afrik a, banyak -kalau tidak kebanyakan- dari mereka
adalah Muslim.
Kita tentu senang dan bangga, jika Michael H Hart dalam buku yang
terkenal menjadikan Nabi Muhammad SAW dalam urutan teratas daftar
orang-ora ng yang paling berpengaruh dalam sejarah. Namun kita malu
mendapati bangsa-bangsa muslim terbesar seperti Indonesia, Pakistan,
Ban glades adalah diantara bangsa-bangsa paling korup di dunia.
Kita tahu Rasulullah SAW adalah orang yang sangat cinta dan concern
dengan umatnya, sehingga digambarkan Allah SWT:
'Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kaum kalian
sendiri. Ia merasakan beratnya penderitaan kalian, sangat mendambakan
(keimanan dan keselamatan) kalian, dan amat belas kasihan lagi
penyayang terhadap orang-orang beriman' (QS 9:128)
Khatimah
Di bulan Maulid yang mulia ini, marilah kita perdalam kecintaan kita
kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu Alaihi Wa aalihi wa sal am.
Minimal dengan mendendangkan lagi shalawat di rumah-rumah kit a,
bukan hanya musik-musik dangdut atau Peterpan. Berikut shalawat yang
(Ya Allah sampaikan salawat dan salam untuk junjungan kami Muhammad
(dan keluarganya), shalawat sebanyak ilmu Allah, selamanya dengan
keabadian kerajaan Allah.)
Warsono | 61
Dua lagu ini sungguh mewakili kerinduan saya kepada Rasulullah SAW,
Insan Mulia, Penghulu segala Nabi.
Warsono | 63
Bagaimana kami tidak memujimu, Ya Rasul, jika Allah dan para Malaikat-
Nya pun memujimu? Biarlah sebagian orang menganggap kami melakukan
syirk karena memujimu melalui salawat dan puji-pujian. Tapi jelas, kami
tahu 100%, engkau bukanlah Tuhan, engkau makhluk sama seperti kami.
Namun tidaklah semua makhluk itu sama... Meski batu cadas dan batu
berlian sama-sama batu. Keduanya tidaklah sama harganya. Engkau
laksana batu berlian di antara batu-batu cadas. Batu berlian mengeluarkan
cahaya, sementara sementara batu cadas memantulkan kelam.
Kisah Isra Mi'raj
Ini adalah kisah abadi yang khusus terjadi kepada Insan Mulia, Kekasih
Allah. Tidak kepada makhluk selainnya. Kejadian ini saja sudah cukup
untuk membedakan engkau dengan yang lainnya. Sebagaimana
diabadikan dalam Al-Quran:
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-
tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. (QS. 17:1)
Namun, yang menggetarkan bukan hanya kejadian ini saja. Namun
bagaimana sikap engkau dalam kejadian ini. Berikut sebagian kisah,
dikutip dalam banyak buku, yang menggetarkan itu...
Ketika Rasulullah SAW telah menghadap Allah SWT, beliau memuji Allah
SWT.
At-tahiyatu li-Llah, wa shalatu wa thayibah.
(Segenap penghormatan, pujian dan kebaikan hanya milik-Mu, ya Allah)
Allah SWT menjawab:
Assalamu 'alaika ayyuhan Nabiyyu wa rahmatullahi wa barakatuh
Warsono | 65
(Persembahan Maulid Nabi SAW)
Itu adalah salah satu salawat dari Hadad Alwi/Sulis yang paling saya
gemari. Bagi sebagian orang yang "alergi" terhadap pujian kepada
Rasulullah SAW, menganggap syair di atas berlebihan, kultus individu,
bahkan ada yang menganggapnya syirik.... Apa sih sebenarnya kultus
individu itu?
Kalau kita memuji sesuatu di atas dari yang selayaknya, itu adalah
berlebihan. Seperti misalnya memuji anak kita yang masih SD tapi
pintarnya sudah seperti seorang PhD. Namun, kalau sebaliknya, memuji
seorang PhD dengan menyamakannya dengan pintarnya anak kita yang
masih SD, sebenarnya kita bukan sedang memuji, meski memakai kata
memuji.
Lalu bagaimana dengan, "Cahaya di atas cahaya"? Kita coba runut apa
makna cahaya. Imam Al-Ghazali dalam buku Misykat Cahaya-cahaya,
memberi arti cahaya sebagai "sesuatu yang menjadikan nampak yang lain,
dengan sebab dia". Karenanya cahaya fisik adalah cahaya, karena dengan
sebab cahaya fisik itu kita bisa melihat segala sesuatu di sekitar kita.
Namun bukan hanya itu, mata, telinga, lidah, pancaindera yang lain, juga
akal adalah cahaya, karena ia menjadi sebab atas nampaknya fenomena
yang lain. Dengan ini kita bisa memahami, Rasulullah SAW adalah cahaya,
karena tanpa ajaran beliau kita tidak bisa mengenal kebenaran. Bahkan
cahaya Rasulullah SAW itu mengatasi cahaya-cahaya yang lain, seperti
mata, telinga, bahkan akal. Selain Rasulullah SAW, para Nabi yang lain AS,
para Ahlul Bait AS, Sahabat Nabi RA, para Salihin rh, wali, dll. semua juga
merupakan sumber cahaya. Namun, Cahaya Rasulullah SAW mengatasi
Cahaya mereka semua! Rasulullah SAW adalah cahaya di atas cahaya!
Ungkapan yang tepat sekali, tidak berlebihan.
"Tidaklah yang berasal dari Rasul itu dari keinginan sendiri, namun hanya
wahyu (Allah) semata". Kalau dibandingkan Allah SWT, tentu saja tidak
ada Cahaya kecuali Dia Semata, Sang Maha Cahaya (An-Nuur).
Warsono | 67
Dalam Al-Quran disebut: “ Telah datang kepadamu cahaya ….. “ (QS Al
Maidah : 15), Cahaya di sini maksudnya adalah Rasulullah SAW.
Dalam Al-Quran terdapat ayat cahaya yang terkenal dalam surat Cahaya:
Muhamad (SAW) adalah cahaya yang luar biasa dan sumber dari segala
cahaya, dia juga kitab yang membawa dan membuat jelas segala Rahasia.
Sirajam munira artinya cahaya matahari, karena Firman-Nya:
Dundee, 2008
Warsono | 69
(Ungkapan Cinta di Bulan Maulid)
Dalam syair-syair Maulid yang dikarang oleh para ulama, sering sekali
dimulai atau dikutip ayat mulia, yang menggambarkan kedatangan Rasul
Mulia SAW, adalah ayat berikut:
Berdasarkan Sirah yang paling dikenal, pada hari-hari ini bulan ini, lebih
dari 14 abad silam, seorang Insan terbaik terlahir. Seluruh alam bersuka
cita menyambut makhluk terbaik ini... Nabi dan Rasul terbaik, Muhammad
SAW.
Rasul mulia yang dipuji langsung oleh Allah SWT sendiri dengan berbagai
kebaikan, seperti Nur (sang cahaya), uswatun hasanah, la'ala khuluqin
adziem (memiliki akhlaq yang agung), rahmatan lil alamin, rauf-rahim, dll.
Di antara kemulian yang disebut adalah maqaman mahmudah
(kedudukan yang terpuji), sebagaimana ayat tentang tahajud:
Di antara kisah syafaat itu disebut sebagai syafaatul uzma (syafaat yang
besar), adalah kisah ketika di padang mahsyar juga disebut dalam Tafsir
Ibn Katsir. Ketika matahari sedang sangat rendah di atas, sehingga sangat
terik sehingga semua manusia tidak tahan lagi, ketika itu orang-orang
mendatangi Nabi Adam AS, Bapak seluruh manusia agar bisa menjadi
perantara (Syafi') untuk memohon kemurahan Allah. Namun Nabi Adam
AS tidak mau karena takut akan amarah Allah, dan berkata "Nafsi,nafsi,
nafsi" (Diriku, diriku, diriku).Nabi-nabi AS yang lain juga dihubungi namun,
juga menolak dan berkata "Nafsi,nafsi, nafsi". Sehingga akhirnya mereka
menemui Nabi Muhammad SAW, kemudian Rasulullah SAW memenuhi
dan bersujud kepada Allah dengan memuji dan mensucikan namanya.
Sehingga ditanya Allah SWT, dan dijawab, "Umati, umati, umati" (Umatku,
umatku, umatku...)
Kalau kita membaca sirah Rasul SAW, hal-hal yang membuat sedih
bukanlah menyangkut dirinya, namun mengenai keselamatan umatnya...
Sebagaimana Ayat di atas...berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan
lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.
Di bulan Maulid ini, yang oleh sebagian ulama disebut sebagai bulan yang
sangat mulia. Akhirnya, sebagai ungkapan cinta tak terperi, kami ucapkan
salawat yang sering kami nyanyikan dulu di langgar-langgar, namun kini
hampir tak pernah terdengar...
Warsono | 71
Allahuma shali wa salim ala Sayidina Muhamadin wa Alihi,
Ya Allah, sampaikan shalawat dan salam kami kepada Pemimpin kami Nabi
Muhammad tercinta beserta keluarganya, shalawat sebanyak ilmu-Mu,
selamanya sebagaimana kerajaan-Mu. Amiien..
Warsono | 73
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-
Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus , yang di dalamnya
ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan
bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan
minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah
barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun
tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah
membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan- perumpamaan bagi manusia, dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. 24:35)
laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual
beli dari mengingat Allah, mendirikan shalat, dan membayarkan zakat.
Mereka takut pada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan
menjadi goncang. (QS. 24:37)
Dulu, ketika masih senang sekali dengan masalah Quran dan Sains, saya
memahami ayat cahaya An-Nur:35 ini sebagai bagaimana cara kerja tata
surya, bintang planet, bima sakti...
Kemudian, saya menyadari bahwa ayat ini bukanlah bermaksud untuk itu
walau ada hubungannya. Ayat ini bersifat ruhani, sufistik daripada sains.
Ayat ini salah satu dari ayat yang banyak dikaji oleh para sufi. Di antaranya
adalah Al-Ghazali, beliau menulis sebuah buku "Misykatul Anwar"
(misykat cahaya-cahaya) , khusus membahas makna ayat ini satu demi
satu. Apa makna setiap kata, apa misykat, kaca, pelita, dan lain-lain. Hinga
konsep yang cukup rumit masalah ruhul qudsi An-nabawi. Meski masuk
akal, saya tidak paham sama sekali, apa artinya...
Di sains kita bisa menjunjung langit yang tinggi hingga dataran bima sakti,
black hole, cluster, nebula, big-bang... Kita akan menemukan Keagungan
tak Terperikan dari ALLAH SWT... ALLAHU AKBAR...
Kita bisa mengecil menuju molekul, atom, elekctron, quark, lepton, nuklir
kuat, nuklir lemah, elektrostatik. ... Kita kembali menghadap Ketelitian,
Ketersembunyian ALLAH SWT... Allah Al-Bathin... .
Kita melihat gunung, rumput, pohon, ikan... dalam CD-CD Harun Yahya,
atau National Geographic.. . Kembali kita "ketemu" Allah, bagaimana
Kebesaran, Keindahahan, Cinta Allah terpampang jelas...
Tuhanku,
dipintuMu aku mengetuk,
aku tak bisa berpaling,
Cahaya yang lebih dalam, yang menjadi fokus ayat ini. adalah
sebagaimana maksud ayat ini. Yaitu diri kita sendiri, nafs kita sendiri.
Warsono | 75
Dalam diri kita sebenarnya terdapat berlapis-lapis cahaya, yang diberikan
Allah kepada kita.
Saya ingin memulai dari fisik kita, yang juga adalah cahaya Allah. Tubuh
kita dibentuk dalam kondisi terbaik. Komposisi seluruh organ dirancang
sangat tepat (the best-fit) untuk kebutuhan hidup kita. Kalau temen2
kedokteran mungkin akan sangat mengetahui hal ini. Kita juga bisa
belajar, misalnya dari CD Harun Yahya. Ya, fisik kita adalah cahaya Allah.
Bahkan kadang Allah menulis namanya secara eksplisit. Coba perhatikan
jari tangan kita yang lima: Satukan ujung jari telunjuk dan ujung jempol.
Lalu eja / baca dalam huruf Arab, mulai dari kelingking: alif (!), jari manis:
lam(J), jari tengah: lam(J), dan bulatan jari telunjuk dan jempol: ha (o).
4JJI, bukan?
Panca indera (atau mungkin serba indera) adalah cahaya Allah berikutnya.
Ia seperti jendela yang menghubungkan dunia dalam diri kita dengan
dunia luar. Ia seperti interface, dalam dunia komputer. Dengan indera kita
mengenal bentuk, warna, gerak, gelap terang, panas, halus, suara, bau,
dan lain-lain. Panca indera adalah Cahaya Allah yang mengenalkan kita
kepada Allah melalui gerak, warna, dll.
Perasaan, adalah Cahaya Allah yang lain. Perasaan adalah respon kita
terhadap sesuatu yang terjadi di luar, seperti sakit karena ada sesuatu
yang menusuk tubuh kita. Ini adalah respon rasa fisik. Ada lagi respon
non-fisik seperti, marah, senang, sedih, gembira. Dari mana datangnya
rasa itu? Perasaan ini adalah potensi yang luar biasa jika diaktifkan,
keindahan, cinta, keheningan, marah dalam prosa, puisi, lukisan, tarian,
dan aneka elaborasi rasa. Muncul dari rasa. Perasaan adalah cahaya Allah
yang lain.
Ada cahaya Allah yang lain, seperti Naluri, Akal, dan Intuisi. Saya kira ini
sangat jelas, mari kita gali cahaya Allah itu...
Allah menyatakan cahaya Allah itu bukan dari barat , bukan pula dari
timur... bukan dari mana-mana... Ia ada inheren dalam setiap manusia...
Manusia, siapa pun, di mana pun, akan dengan sendirinya punya cahaya
kebaikan, keindahan, kecenderungan kepada kebenaran (hanif), kekuatan,
cinta, persatuan... Inilah anggukan universal (istilah Ari Ginanjar). Inilah di
antara cahaya-cahaya, yang bertumpuk-tumpuk kepada manusia.
Laa haufun 'alaihim wa laa hum yah zanuun... tiada ketakutan, tiada pula
bagi mereka kesedihan...
SUBHANALLAH,
WALHAMDULILLAH,
WALAA ILAAHA ILLALLAHU
WALLAHU AKBAR
Warsono | 77
(lanjutan Ayat-ayat Cahaya)
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak,
yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang
tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir-hampir dia
tiada dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya
(petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS.
24:40)
Sayang sekali meski Allah SWT telah memberikan kepada kita cahaya
bertumpuk tumpuk kepada manusia, ‘Cahaya di atas cahaya’. Namun
entah kenapa kebanyakan kita justru menutup (kafara, ‘covered’) diri-
sendiri dengan kegelapan.
Ada banyak sekali kegelapan yang dapat menutup kita itu, semakin
banyak kita menyusunnya semakin bertumpuklah kegelapan itu. Ada
kegelapan dari dalam diri ada juga kegelapan dari luar. Semua berpusat
pada dua hal: nafsu (syahwiah) dan egoisme (ghodhobiah).
Nafsu (keinginan) pada dasarnya adalah netral, tapi sayang nafsu kalau
tidak dikendalikan ia akan meminta lebih. Sehingga ia cenderung kepada
keburukan, seperti ayat:
Selain nafsu ada sifat-sifat egiosme yang juga ikut menambah tumpukan
kegelapan, Al-Quran menyebut banyak sekali sifat itu seperti tergesa-gesa
(17:11), suka membantah (18:59), suka melampaui batas (10:12), keluh
kesah ( 70:20), kikir (70:19), suka ingkar ( 100:6), merasa cukup
(96:7), susah payah (90:4) dan lemah (4:28)
Di samping kegelapan di dalam diri, ada juga kegelapan dari luar berupa
syaitan baik berupa jin dan manusia (QS An-Nas), lingkungan/tradisi
buruk, pemimpin/idola yang buruk.
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih
keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir
sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah
lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang
meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak
lengah dari apa yang kamu kerjakan. (QS. 2:74)
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta,
ialah hati yang di dalam dada. [QS. Al Hajj (22) : 46]
Warsono | 79
Karena telah memperturutkan hawa nafsu, cahaya Allah yang bertumpuk-
tumpuk itu, justru diselewengkan untuk menambah kegelapan di dalam
hatinya. Panca indera, perasaan, akal, naluri, bahkan kadang agama pun
dia gunakan untuk menjustifikasi keburukan,”...gelap gulita yang tindih-
bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, hampir-hampir dia tiada
dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk)
oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun”.
Tetapi dia tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. (QS. 90:11)
Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (QS. 90:12)
Kendati demikian, kita tetap merasa bahwa jalan menuju cahaya adalah
jalan yang sulit dan mendaki. Tidak secara fisik, tetapi juga mental dan
pikiran. Karena kita temui banyaknya rintangan, perbedaan, pertentangan
di jalan ini yang tiada habis.
Inilah justru ujian dari Allah SWT. Karena Allah sendiri yang mengatakan
bahwa jalan-Nya bukanlah jalan yang mudah, bukan jalan ringan, tetapi
jalan yang mendaki lagi sukar. Sebagaimana ayat di atas dan juga ayat di
bawah.
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata
orang-orang yang sabar. (QS. 3:142)
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum
datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu
sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta
digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya
Warsono | 81
pertolongan Allah". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat. (QS. 2:214)
Karenanya tidaklah perlu kita merasa lelah dan capai dalam meniti jalan
menuju-Nya, baik secara fikiran, rasa dan tenaga. Ketika kita belajar
mencari ilmu-Nya, janganlah sekali-kali kita merasa telah merasa yang
benar. Justru ketika kita merasa sudah benar mutlak, inilah puncak
kesalahan kita. Karena kita akan merasa cukup (istighna) dengan ilmu kita,
dengan pendapat kita. Ketika kita berusaha ber amal kita, marilah kita
teguh terus menambah amal kita, tanpa pernah merasa cukup dan lebih
baik dari orang lain. Perasaan sudah cukup (istighna) adalah salah satu
hambatan kita mendaki menuju-Nya. Dengan perasaan ini, kita akan
memandang rendah orang lain, enggan menerima perbedaan, pendapat
orang...Gampang menilai orang lain, merendahkan orang lain...
Suatu ketika Imam Ali kw, ditanya sahabatnya, "Apakah tangga pertama
dari mengenal Allah?". Beliau menjawab, "Adalah ketika engkau merasa
bahwa tidak ada orang yang lebih banyak kesalahannya daripada engkau".
Orang itu pingsan. Kemudian ketika sadar, dia bertanya lagi, "Sesudah itu
ada tangga lagi". Beliau menjawab, "Ada 70 tangga lagi".
Karena para salikin (artinya orang berjalan) atau kaum sufi sering
menyebut dirinya "Al-Faqir", maksudnya bukan orang miskin... tetapi
orang yang merasa butuh, masih kurang akan petunjuk Allah, akan ilmu,
akan amal... Lawannya ya istighna itu, merasa cukup, merasa paling
benar...
Jalur apa pun yang kita pilih untuk beragama adalah jalan yang mendaki,
lagi sulit... Yang tidak pernah akan selesai, kecuali ajal menjelang...
Warsono | 83
Saya teringat kisah dalam buku Syeikh Nazim Al-Haqqani, “the Path to
Spiritual Excelent”.
Ketika seorang desa datang memberi hadiah kepada Raja yang membuat
raja sangat senang. Dia ditanya, “Kamu minta apa?”. Jawabnya, “sekarung
jerami untuk kerbau saya”. Raja itu heran, namun kemudian dipenuhi.
Kita sering berdoa, atau minta didoakan, agar dikabulkan Allah. Namun
sayang yang sering kita mintakan adalah jerami…
Mengapa kita tidak berdoa atau dimintakan doa, agar dekat dengan Sang
Raja, atau dekat dengan Utusan Sang Raja?
Yang lebih parah lagi, kebanyakan kita (termasuk saya), ketika datang
menghadap Sang Raja justru berbicara tidak jelas apa yang kita minta...
Bukan hanya itu, mulut kita meminta banyak hal, tetapi hati kita justru
tidak minta apa2... Malah berpikir yang lain2...
Mohon maaf, jika Anda mengharapkan tulisan saya tentang novel dan film
fenomenal karya Habiburahman. Namun isinya berimpitan karena
berkaitan dengan cinta... Memang cinta adalah tema abadi. Ia adalah
misteri sepanjang zaman, kepada siapa pun cinta itu...
Intinya, cinta tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata dan pena. Hanya
dengan bercinta kita memahami cinta. Jadi, cinta tidak perlu didefinisikan,
karena ia adalah kenyataan, karena ia adalah jalan..... Ia hanya bisa
dipahami dengan menerima kenyataan itu. Ia hanya bisa dimengerti
dengan menempuh jalan cinta...
Nah, kalau ayat itu gampang definisinya. Ayat artinya kira-kira adalah
tanda, alamat, petunjuk, bukti. Jadi ayat-ayat cinta adalah tanda-tanda
atau bukti Cinta...
Warsono | 85
Tulisan ini memang ingin sekedar 'menyentuh' setetes makna dari ayat-
ayat cinta Ilahi. Allah adalah Sang Maha Cinta. Allah memberi sebagian
dari Nama-nama Indahnya berkaitan dengan cinta. Karena Dia adalah Ar-
Rahman (Yang Maha Kasih), Ar-Rahim (Yang Maha Sayang), Al-Wadud
(Yang Maha Mencinta).
Dan ayat-ayat cinta Allah itu memenuhi segenap jagad raya bahkan
bersemayan di dalam diri kita sendiri, sebagaimana dalam ayat Al-Fushilat
di atas. Jika kita menghadap kemana pun, sebenarnya kita menghadap
tanda-tanda kekuasan, kebesaran, keindahan dan ayat-ayat cinta Allah
kepada seluruh hambanya. "Kemana pun engkau menghadap di situlah
Wajah Allah".
Kita bisa melihat ayat-ayat cinta Allah kepada kita, dari bintang-bintang
yang menyinari malam, pada matahari yang menyinari dan menghidupkan
bumi, dari bumi yang menumbuhkan segala yang baik, walau kita
memberinya yang buruk... Dari air yang mengalir, menghidupkan bumi,
mengentaskan dahaga, membersihkan kotoran, menyegarkan jiwa, walau
kita memberinya sampah... Dari udara yang menyegarkan nafas.. Dari
pepohonan, yang memberikan buah dan daun... Dari burung-burung
bernyanyian indah, menyambut fajar.... Dari sinar kasih orang tua kepada
anaknya.... Dari cacing dan bakteri yang menyuburkan tanah.... Dari
manapun, kita akan menemukan ayat-ayat Cinta-Nya kepada kita...
Di samping itu Allah Sang Maha Pencinta, juga memberi kita dari zaman
ayahanda Adam AS, hingga Nabi Tercinta Muhammad SAW ayat-ayat cinta
verbal, dalan bentuk ayat-ayat suci yang indah. Ada 6236 ayat-ayat cinta-
Nya kepada kita dalam Al-Quran, dan puluhan ribu ayat-ayat cinta-Nya
melalui hadis-hadis Nabi SAW. Karena Nabi Tercinta Muhammad SAW
adalah juga ayat Cinta-Nya kepada alam semesta. Beliau adalah rahmatan
lil alamin, raufur rahim, nur, sirajam munira..
Jika ayat-ayat cinta bertaburan tanpa bisa kuhitung, lalu di mana ayat-ayat
cintaku pada-Mu...?
Duh, Gusti.... Aku hanya bisa memohon agar kau beri rasa Cintaku kepada-
Mu memenuhi relung kalbu, karena Engkaulah sumber segala Cinta.
Ya, Allah, Aku mohon cinta kepada-Mu (di dalam hatiku), dan cinta kepada
orang-orang yang mencintai-Mu, dan perbuatan yang mengantarkan
kepada cinta kepada-Mu. Ya, Allah, jadikan cintaku pada-Mu, lebih aku
cintai dari cinta kepada diriku sendiri , keluargaku, (yang sering menutup
cintaku pada-Mu) dan air yang jernih (di kala kekeringan). Amien... Ya
Waduud....
Warsono | 87
tentang
g
Salah satu kelemahan umat Islam, adalah sulitnya untuk bersatu. Antara
Suni-Syiah, Sufi-Salafi, Modernis-tradisional, dan lain sebagainya. Ada
banyak sekali penyebab umat Islam untuk sulit untuk bersatu, mulai dari
yang “substansial” hingga masalah simple saja. Intinya, umat Islam mudah
sekali pecah, sulit untuk kembali bersatu. Ini menjadi kelemahan yang
sering dimanfaatkan oleh pihak lain dalam rangka melemahkan umat
Islam. Karenanya upaya membangun kebersamaan adalah menjadi salah
satu agenda penting umat Islam, terutama di Indonesia . Menyatukan
paham umat Islam, dalam arti alirannya, adalah gagasan yang tidak masuk
akal. Tetapi gagasan untuk menyatukan kekuatan antara kelompok-
kelompok dalam Islam adalah hal yang masih mungkin dicapai, walau
tidak mudah. Untuk kasus Indonesia , NU-Muhamadiyah sebagai faksi
terbesar umat Islam di Indonesia adalah contoh yang baik hubungan antar
aliran, meski mungkin masih bisa ditingkatkan lagi.
Teologi Silaturahmi
Warsono | 89
"Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah
supaya kamu mendapat rahmat." (QS. 49:10)
Saya memimpikan bahwa semua umat Islam bisa menerima dan saling
bersilaturahmi dengan baik, apa pun aliran dan madzhabnya, tanpa
banyak syarat-syarat. Sepanjang dia mengaku muslim, menjadikan Quran
sebagai pedamannya, menjujung tinggi Rasulullah SAW, dia adalah
Saudara saya. Meski pahamnya kelihatan aneh di telinga saya, cara
beribadahnya tampak lucu dari kaca mata saya, dia adalah saudara saya.
Yang punya hak untuk saya dengar, saya bantu, saya hargai dan saya
perlakukan selayaknya saudara. Tidak perlu saya banyak curiga, mencari-
cari kesalahan sebagaimana lanjutan ayat yang indah ini:
Untuk itu dada kita harus lebar, mempunyai tingkat toleransi atau "range
of tolerance" yang lebar. Manusia itu sangat beragam, memiliki latar
belakang, pengalaman, pendapat, cara berpikir, kecenderungan yang
berbeda-beda. Namun sepanjang mereka muslim, mereka adalah sahabat,
saudara dekat saya.
Ide ini sepenuhnya mengadopsi ide Alm. Dr. Kuntowijoyo (Beliau adalah
salah satu "guru" saya, dan saya mohon maaf kepada Beliau kalau saya
salah mengartikan dan menafsirkannya). Terinspirasi dari teori Sosiologi A.
Comte kacamata terhadap agama ada 3 tingkatan, pertama mithologi,
kedua ideologi, dan ketiga ilmu/sains.
Jika teologi silaturahmi adalah dalam kerangka bergaul antar sesama umat
Islam, saintifikasi Islam adalah dalam interaksi pikiran, ide sesama umat
Islam dari mazhab apa pun. Dalam kerangka saintifikasi Islam, yang dilihat
adalah argumentasi, gagasan, bukan kecurigaan madzhab apa dia, lawan
atau kawan. Jika diskursus perbedaan pendapat dalam Islam dapat
dilaksanakan dalam kerangka keilmuan, maka kedua pihak bisa saling
belajar dari kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sehingga masing-
masing bisa mengambil manfaat.
Warsono | 91
sebenarnya ajaran Islam yang indah untuk "bermujadalah dengan
ahsan/baik".
"... janganlah kamu menjadi orang yang musyrik, yaitu orang yang
menjadikan agama berpecah-belah, dan masing-masing kelompok
berbangga-bangga dengan kelompoknya" (QS 30:31-32)
Masa depan umat Islam salah satunya ditentukan oleh sikap umat Islam
itu sendiri. Maukah kita bersatu, menyatukan langkah, atau membiarkan
dan meneruskan sikap berpecah belah. Wallahu A’lam
Lebih dari 1300 tahun yang lalu, Imam Husain ra, penghulu pada syuhada,
pemimpin pemuda sorga, cucu kecintaan Rasulullah SAW, salah seorang
Ahlul Bait Nabi, membuktikan kecintaannya kepada Allah, Rasul dan
agama-Nya, bukan hanya dengan harta dan tenaga, namun dengan jiwa
dan handai-taulan untuk menegakkan agama dan kebenaran.
Tragedi Karbala bukanlah milik Syiah maupun Sunny. Siapa pun Muslim
yang cinta damai dan kebenaran, pasti merasa getir membuka sejarah
Warsono | 93
yang kelam itu. Di depan makam cucu Nabi yang terkenal itu, di dalam
Masjid Husain di Karbala, penulis sempat terpana. Di tengah ratapan para
pengikut Syiah yang mengelilingi dinding makam, terbersit pertanyaan
gugatan. Apa yang ada di benak Yazid Mu'awwiyah (Khalifah Bani
Umayyah), Syamir bin Zil-Jausyan (panglima Basra yang dikenal bengis),
Umar bin Saad bin Abi Waqas (panglima perang yang peragu), dan
Ubaidillah bn Ziyad (Gubernur Irak wakil Yazid yang cinta kuasa) ketika
membantai Husain dan rombongannya yang hanya berjumlah sekitar
seratus orang? Di mana ruh Islam mereka ketika melakukan pembantaian
yang oleh ahli sejarah disebut sebagai puncak dari kekerasan dan kekejian
dalam konflik politik umat Islam Wallahu 'alam.
Memilih jalan kebenaran, pada saat yang sama adalah memilih jalan
kesabaran dan siap menghadapi kesulitan.
4. Dari sejarah selalu ada dari kelompok kebenaran, yang tidak kuat
menahan derita. Seperti dalam barisan Imam Husein yang tadinya
ratusan akhirnya tinggal 72 orang, termasuk wanita dan anak-anak.
Dalam sejarah perlawanan terhadap Belanda dalam sejarah kita,
banyak sekali orang Indonesia sendiri yang berbalik membela belanda.
Namun ada juga yang sebaliknya.
Warsono | 95
(Sebuah mimpi Hari Raya Bersama)
Lebih aneh lagi ternyata kejadian Hari Raya berbeda ternyata hanya
terjadi di Indonesia, hal ini tidak terjadi di negara2 muslim lainnya. Meski
di negara2 tersebut perbedaan pendapat dalam masalah fikih tidak kalah
banyak dengan di Indonesia. Demikian juga ormas-ormasnya. Seperti di
Mesir, tempat munculnya berbagai ulama terkenal dari berbagai madzhab
-dari yang sangat liberal hingga sangat konservatif- serta organisasi-
organisasi terpengaruh, seperti Ikhwanul Musimin. Mereka berhari raya
pada hari yang sama, karena mereka menyerahkan hak menentukan Hari
Raya dan kalender pada pemerintah.
Warsono | 97
Untungnya, kita masih menggunakan kalender masehi sebagai kalender
utama, sehingga kesulitan itu tidak terjadi.
Kejadian berbeda hari raya di Indonesia sudah terjadi sangat lama dan
terkait perbedaan metode. Yang memang secara teoritis kemungkinan
untuk berbeda akan selalu ada sepanjang tahun, baik awal Ramadhan,
awal Syawal, awal Zulhijah dan lain-lain.
Adakah solusi bagi kebersamaan itu? Menurut saya, sangat ada. Masih
ada ruang untuk bisa menemukan solusi bersama yang elegan. Tentu
sikap rendah hati dan “take and give” harus sangat besar. Dan yang tak
kalah pentingnya kesadaran bahwa:
1. Betapa pun kita sangat yakin dengan pendapat kita. Pendapat kita
tetaplah merupakan ’ijtihad’, yang bernilai relatif (bisa salah) bukan
sesuatu yang qat’i (mutlak)!
Kondisi hari raya berbeda (sampai 4 hari, sic!) di tanah air juga terjadi
secara internasional, seperti bisa dilihat di
http://moonsighting.com/1428shw.html. Di situ terlihat 1 negara (Nigeria)
berhari Raya hari Kamis, mayoritas hari Jumat dan Sabtu, dan 3 negara
(India Pakistan Bangladesh, IPB) hari Minggu....
Tanpa bermaksud merasa lebih pandai dari para ahli Hisab dan Ru'yat,
secara sepintas setelah saya pelajari memang masing-masing metode
memiliki kelebihan dan kelemahan sendiri-sendiri.
1. Metode Hisab
Kelebihan:
Warsono | 99
Dengan metode ini menentukan kalender menjadi sederhana dan
simpel. Serta praktis dalam arti memberi kemudahan untuk
merencanakan kegiatan di masa datang.
Kelemahannya :
2. Metode Rukyat
Kebersamaan hanya bisa dilakukan dengan sikap rendah hati dan 'take
and give', tidak ada cara lain...
Sebagian orang mengira bahwa penyebab perbedaan hari raya karena kita
menggunakan manzilah-manzilah (kedudukan) bulan sebagai dasar
perhitungan waktu. Namun kalau kita kaji sesungguhnya tidak. Pilihan itu
sungguh praktis dan bermanfaat.
Pertama, dengan cara kalender bulan ini maka dia gampang diikuti oleh
siapa saja, dari mana saja, golongan apa saja. Dan verifikasinya pun sangat
mudah dilakukan siapa saja. Tinggal lihat fisik manzilah bulan. Orang2 dari
suku pedalaman pun bisa melakukannya.
Pada masa dulu, masalah ini diselesaikan dengan simpel sekali. Yaitu
dengan cara melihat bulan baru, kalau belum melihat meskpun hanya
karena ada awan, anggap belum masuk dan sempurnakan (istikmal) bulan
sebelumnya. Dan yang terpenting, semua proses ini dilakukan dengan
persertujuan Rasul SAW atau pemimpin pada masanya. Misalnya dalam
kisah, disebutkan ada seseorang bersumpah melihat bulan baru. Datang
Warsono | 101
kepada Nabi SAW melaporkan, setelah informasinya dianggap benar,
sudah beliau mengumumkan bulan baru... Mudah dan simpel.
Hal seperti ini juga terjadi pada masa2 pemerintahan Islam dan juga para
kebanyakan negeri2 muslim, seperti Mesir, Arab Saudi dan Iran. Informasi
dan masukan bisa dari mana saja, namun yang menentukan adalah
pemerintah hal ini adalah demi kepastian dan persatuan.
Nah, kalau hal ini juga terjadi di Indonesia, bukankah juga indah? Dan
rakyat pun tidak dibingungkan dengan kontroversi rukyat-hisab, serta
ikut2 pusing memikirkannya.
Nah, kira-kira penentuan tanggal ini masalah individu apa sosial ya?
Silakan menilainya...
Yang jelas, dari dulu dalam sejarah Islam klasik, yang menentukan adalah
ulil amri. Saya belum pernah mendengar cerita misalnya Imam-Imam Fikih
zaman dulu, seperti Imam Ahmad, Syafi'i, dll. menentukan hari Raya
sendiri....
Mohon maaf bila ada kata salah, ini hanya unek2... Namanya juga
kegundahan, mungkin banyak menggunakan perasaan...
Semoga Allah menuntun kita semua kepada Jalan yang lebih lurus.
Amieen...
Warsono | 103
tentang
g
Shoum (puasa) itu artinya "imsak", yaitu menahan. Lalu secara fikih
berarti menahan dari makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkan
puasa dari terbit fajar hingga matahari terbenam. Puasa dalam makna ini,
meski tetap berat secara fisik, namun kebanyakan kita, bahkan anak-anak
kecil pun, mampu menjalaninya penuh selama sebulan.
Di antara yang banyak itu, namun sangat penting adalah bicara. Dari hadis
yang terdapat dalam Hadis Arbain An-Nawawi di atas, disebut diam atau
berkata baik adalah bukti keimanan. Dalam surat Al-Mukminun salah satu
ciri keimanan adalah "menghindarkan diri dari perbuatan yang sia-sia".
Ketika Nabi Zakaria AS, yang sudah renta, mendapat kabar dari Allah
bahwa dia akan mendapat anak, beliau penasaran -meski tentu saja
sangat yakin kekuasaan Allah- akan hal itu dan meminta tandanya. Tuhan
menjawab, "Tandanya ialah kau harus puasa bicara. Kau tidak boleh
berkata kepada seorang manusia pun selama tiga hari berturut-turut."
(QS. Maryam: 4-10). Dalam kisah kemudian Nabi Zakaria AS memang
kemudian tidak bisa berbicara selama 3 hari, beliau puasa bicara.
Ya, sepertinya kita perlu mencanangkan selain puasa dari makan, minum
dan berhubungam, adalah puasa bicara. Banyak sekali hadis Nabi SAW
yang mengingatkan pentingnya memelihara lidah ini, bahkan dalam suatu
hadis disebutkan ketika Rasulullah SAW, ditanya bagaimana dengan orang
yang ibadahnya sangat baik, namun mulutnya suka menyakiti orang lain.
Warsono | 105
Jawab Rasulullah SAW bahwa tempatnya adalah Neraka. Dalam hadis lain,
"(Orang Islam yang paling utama adalah) orang yang orang lain selamat
dari kejahatan tangan dan lisannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari no. 11 dan
Muslim no. 42).
Mungkin kita bisa bilang, kan bisa minta maaf. Memang mungkin saja
dimaafkan, namun biasanya sulit dilupakan oleh orang itu. Karenanya,
puasa bicara sungguh memiliki arti penting di bulan Ramadhan ini.
Ustadz bahasa Arab saya di pondok (walau sayangnya hingga kini bahasa
Arab saya masih nol besar), pernah mengutip kata-kata Al-Ghazali yang
saya ingat hingga kini, "Semua yang keluar dari badan kita tidak ada yang
mulia, kecuali perkataan yang baik/benar (qaulul haq)". Coba perhatikan
apa yang keluar dari badan kita? Semuanya bau dan hina. Jika dari mulut
kita juga keluar kata-kata busuk, lalu apa lagi yang baik keluar dari badan
kita?
Imam Ali KW, juga pernah membuat nasihat, "Semakin banyak kita bicara,
semakin banyak kita salah".
Karenanya, puasa bicara, irit bicara, mengikut hadis di atas sebaiknya kita
jadikan agenda utama dalam bulan Ramadhan ini, selain menjaga mata
dan telinga. Jika menjaga mata dan telinga, lebih banyak pengaruh ke diri
kita, namun menjaga bicara lebih banyak keluar.
Semoga Allah membimbing kita menuju jalan yang lebih lurus. Amien...
Warsono | 107
Ada banyak kisah tentang kerendahhatian dan kesabaran Rasulullah SAW.
Di antaranya tentang kisah seorang tua musyrik yang membenci Nabi
SAW. Suatu ketika dia dibantu oleh seorang lebih muda menurunkan
barang-barangnya dengan baik hati dan sangat sopan. Orang tua itu
bercerita tentang bagaimana bencinya dia dengan Nabi Muhammad SAW,
mengenai jelek akhlaqnya, jeleknya ajarannya dsb. Orang (lebih) muda
tersebut tenang dan tersenyum. Tiada kebencian di wajahnya. Orang tua
itu kagum sekali dengan orang muda tersebut, dan bertanya,
"Siapakah Anda?"
"Muhammad?", orang tua itu kaget dan terpana. Orang yang baik hati itu
ternyata adalah orang yang dicelanya.... Akhirnya dia masuk Islam.
Dalam kisah yang lain, seorang Badui yang baru masuk Islam, kencing di
dalam masjid dengan santainya. Barangkali begitu kebiasaan di kaumnya,
kencing seenaknya. Sehingga Sayidina Umar RA marah dan hendak
memukul badui itu, namun Rasulullah SAW mencelanya, dan meminta
untuk dibersihkan. Kemudian Baliau menasehati si badui dengan sabar,
sehingga si Badui ini sadar. Kisah kesabaran & kerendahhatian Rasulullah
SAW ini, bisa panjang sekali jika diceritakan.
Salah satu kelemahan kita sebagai manusia adalah merasa diri kita "lebih"
dari orang lain. Dalam pelatihan dikenal istilah "above average
syndromme", yaitu bahwa dalam berbagai sampling kebanyakan orang
merasa dirinya lebih baik dari rata-2 orang kebanyakan. Ini terjadi di
semua kalangan, sehingga tidak aneh, menceritakan kejelekan orang
adalah salah satu yang disukai oleh kebanyakan kita...
Ada banyak alasan orang untuk merasa lebih dari orang lain, dari yang
paling kelihatan sampai yang agak sumir. Yang paling kelihatan dan mudah
Kita sering melihat rendah orang lain atau sebaliknya "silau", karena
jabatannya. Kadang kita memandang rendah orang lain, karena kita
anggap "bodoh",naif. Namun, bisa jadi kadang kita melihat rendah orang
lain, karena kita anggap ilmunya "cetek" atau kurang saleh dibanding kita
...
Suatu ketika seseorang bertanya Imam Ali bin Abi Thalib kw, "Apakah
tangga paling rendah dari mengenal Allah itu?". "Tangga terendah adalah
ketika engkau merasa bahwa tidak ada orang yang paling patut disiksa di
neraka selain dirinya", jawab Imam Ali. Orang itu pingsan. Ketika dia
bangun, dia bertanya lagi, "Lalu di atasnya apa lagi". "Di atasnya ada 70
tingkatan lagi".
Kesabaran dan rendah hati adalah seperti sisi mata uang. Kita tidak bisa
sabar, tanpa rendah hati. Tanpa kerendahhatian, yang muncul adalah sakit
hati. Kita sabar secara fisik, namun hati kita sakit. Rendah hati juga hanya
bisa dengan kesabaran. Dan keduanya berasal dari hati yang luas. Hanya
hati yang luas, yang mampu menampung kesabaran dan rendah hati. Hati
yang luas, pada akhirnya adalah hati yang pasrah kepada Allah Yang Maha
Luas. Hanya dengan memasrahkan segalanya, mengalirkan semuanya
kepada Allah, hati kita menjadi luas.
Sebaliknya tinggi hati dan marah adalah berasal dari hati yang sempit,
sehingga hati kita tidak mampu menerima hal2 yang tidak sesuai dengan
keinginan dan kehendak kita, tidak mampu menerima kelebihan dan
kekuarangan orang lain. Hati yang sempit ini pada akhirnya mengikuti
sikap setan/iblis.
Warsono | 109
Konon Iblis adalah salah satu makhluk yang sudah tinggi derajatnya dan
selalu beribadah, sayangnya dia tidak mau menerima orang lain (Nabi
Adam AS) diberi kelebihan oleh Allah SWT. Sehingga dia menolak dan
tinggi hati (abaa wastakbara), ketika dia diperintahkan untuk bersujud
kepada Adam AS. Inilah kejatuhan Iblis.
Dan hamba-hamba yang baik dari Rabb Yang Maha Penyayang itu (ialah)
orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila
orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata
(yang mengandung) keselamatan. (QS. 25:63)
Sikap rendah hati, sesungguhnya sangat baik dan cocok untuk siapa saja.
Rendah hati akan menjadi hiasan yang menambah kemuliaan siapa pun.
Kalau dia orang cerdas, maka akan semakin mulia jika dia rendah hati.
Sedang jika dia bodoh, maka rendah hati akan menjadi penutupnya. Coba
kalau sebaliknya....
Entah sudah berapa tahun saya berpuasa, mungkin sudah lebih dari 30
tahun. Namun, kalau saya mau introspeksi dengan pertanyaan sederhana:
Apakah puasa yang saya lakukan sekarang lebih baik dari 30 tahun yang
lalu? Apakah puasa saya sudah membentuk karakter takwa (la’alakum
tataqun)? Sulit sekali saya menjawab pertanyaan ini…
Puasa sebagaimana ibadah yang lain seperti shalat, zikir,haji, zakat, zikir,
dll. bukanlah ritual semata. Ia adalah madrasah ruhaniah (spiritual
training) untuk mencapai peningkatan ruhani. Seperti latihan olah raga
rutin adalah sebenarnya juga ritual untuk peningkatan fisik, sehingga lebih
kuat, lebih cepat, lebih lentur, dll. Begitu juga belajar, riset, training,
debat, membuat jurnal dan sekitarnya, adalah juga ritual peningkatan
fikiran. Kedua ritual terakhir ini hasilnya mudah terlihat dan diukur.
Sedang ritual bagi ruhani, di antaranya melalui puasa, sungguh sulit sekali
diukur dan dilihat hasilnya.
Seperti halnya latihan fisik (misal karate) dan fikiran (misal akademik) yang
memiliki tingkatan, latihan spiritual juga memiliki tingkatan. Al-Quran
menggambarkan perjalanan spiritual sebagai perjalanan yang yang terjal
dan mendaki, yang tentu harus dijalani setapak demi setapak, melewati
rintangan demi rintangan. Itu adalah sunnatullah dalam belajar apa saja.
Semakin sulit rintangan biasanya semakin baik hasilnya. Seperti prajurit
Kopasus memiliki latihan yang jauh lebih sulit dari prajurit biasa, hasilnya
juga kemampuan yang khusus.
Warsono | 111
jelas di luar… Sulitnya, belenggu itu adalah justru semua yang memang
disenangi oleh kita….
Belenggu itu adalah kesenang fisik dan ego kita. Puasa adalah salah
satu riyadhah (perjuangan) kita untuk membebaskan belenggu
kesenangan fisik, utamanya makan, minum, dan hubungan seksual. Itu
adalah baru yang paling basic, sekedar memenuhi syarat fikih. Dilanjutkan
keutamaan dengan membebaskan belenggu fisik lain seperti melihat dan
mendengarkan yang buruk, yang berkata-kata tidak baik, dll. Khusus
mengenai berkata-kata tahun lalu saya pernah menulis “puasa bicara” …
Menulisnya sih gampang, tapi melakukannya… Masya Allah beratnya…
Belenggu yang lain yang ingin dibebaskan adalah ‘kecintaan kepada harta’,
sehingga Rasulullah SAW yang memang sangat dermawan mencontohkan
untuk lebih sangat dermawan lagi di bulan Ramadan, sebagaimana hadis:
Dari Ibn Abbas ra berkata: Bahwa Rasulullah saw adalah manusia yang
paling dermawan, dan bahwa beliau saw lebih dermawan lagi dibulan
Ramadhan, ketika sering dikunjungi Jibril (as) dan bahwa ia dikunjungi
(Jibril as) setiap malam dibulan Ramadhan dan memperdalam Al Qur’an,
dan Sungguh Rasulullah saw lebih dermawan terhadap perbuatan baik
dari angin yang berhembus (sangat ringan dan cepat berbuat baik tanpa
merasa keberatan)” (Shahih bukhari)
(Serat Wulangreh)
Manusia memiliki 2 unsur, yaitu tanah dan ruh. Sifat tanah cenderung
memiliki tarikan grafitasi yang kuat untuk ke bawah, untuk hal-hal yang
rendah, untuk kesenangan fisik, sedang ruh fitrahnya adalah bergerak ke
atas, mengenal Allah. Bagaimana merawat ruh kita, adalah sejauh mana
Puasa dan ibadah yang tanpa makna tidak akan menjadi madrasah
ruhaniah, yang meningkatkan kualitas ruhani kita. Karena memang kita
tidak sungguh-sungguh menjadikan puasa sebagai latihan untuk
membebaskan diri dari belenggu bagi jiwa. Puasa semestinya menjadikan
kita tahan lapar, sehingga jiwa kita jernih. Lapar dahaga menjadi hiasan
Rasulullah SAW, keluarga dan diikuti para sahabat dan shalihin.
Warsono | 113
naik 60%. Jadi, bukannya menurun tingkat kebutuhan makan kita dengan
berlapar dan dahaga, namun justru naik. Jadi tarikan fisik malah tambah
kuat…Ini bukan cerita tentang orang lain, ini cerita tetapi saya..
Kelihatannya jawaban pertanyaan di atas untuk saya sudah jelas, ampuni
ya Allah…
Sabda Rasulullah SAW tentang orang yang hanya lapar dan dahaga,
tadinya saya pikir untuk orang lain… Ternyata justru untuk saya… Ketika
sedang belanja ( untuk persiapan buka … waduh benar lagi kan, pikirannya
makan melulu), saya tersentak lagi oleh lagu Hadad Alwi… Yang membikin
saya hendak menangis, kalau saja tidak sedang di Supermarket..
Ampuni ya Allah… terimalah ya Allah puasa hamba, meski baru seperti ini
puasa hamba…
Warsono | 115
Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-
tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat. (QS. 17:1)
Pada Bulan Rajab yang barakah ini sekitar 14 abad yang lalu, terjadi
peristiwa agung pada seorang insan yang paling agung, yang Allah
memujinya dengan banyak sekali pujian, seperti Cahaya (Nur), Rahmatan
lil Alamin, dsb. Tentu saja Isra Miraj Nabi Muhammad SAW (salawat salam
dan cinta dari kami setulusnya). Peristiwa ini merupakan peristiwa besar
yang tidak hanya bermakna bagi Sang Nabi SAW, namun juga bagi kita.
Pada tulisan ini saya ingin menggali sebagian dari makna-makna yang
dikandung, tentu jauh lebih dari yang saya (yang bodoh ini) bisa tulis,
mengenai berbagai kejadian di sekitar Isra Miraj. Saya ingin menulisnya
dalam beberapa seri, mulai dari yang sederhana tentang konsep mujizat,
barakah, keagungan Rasul dan umatnya, dsb. Tulisan ini mengacu kepada
banyak tulisan tentang Isra Miraj, namun terutama adalah karya Al-
Alamah Sayid Al-Alawi Al-Maliki rh, seorang ulama hadis terkenal, dan
Hajah Aminah Adil, istri Syaikh Nazim. Namun tulisan ini adalah tetap
renungan saya, yang tentu kesalahan menjadi adalah ada pada saya,
bukan kepada beliau2.
Peristiwa isra miraj adalah salah satu mujizat besar dari Nabi Muhammad
SAW, di antara mujizat beliau yang lain seperti bisa membelah bulan,
keluar air dari tangan beliau, dsb. Dari ayat di atas tentang Isra, "Maha
Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya...", memberi gambaran
tentang makna mujizat.
Hanya saja, mujizat Isra Miraj ini agak lain dibanding dengan mujizat yang
lain. Kalau mujizat yang lain biasanya disaksikan oleh orang lain,
dihadapan orang banyak. Isra Miraj hanya diketahui oleh Nabi
Muhammad SAW sendiri, yang kemudian beliau ceritakan kepada
umatnya. Karenanya unsur keimanan, menjadi yang paling penting dalam
menerima berita Isra Miraj ini. Sebab tidak ada orang yang
menyaksikannya.
Ini juga menjadikan salah satu fungsi mujizat, yaitu ujian keimanan. Berita
Isra Miraj ini, bagi kaum musyrikin tentu saja malah menjadi ejekan bagi
Warsono | 117
kaum muslim, sehingga sebagian kaum muslim saat itu ada yang
kemudian menjadi agak bimbang dengan berita itu. Di sinilah Sayidina Abu
Bakar menunjukan keteguhan iman yang luar biasa, dengan tegas
meyakini semua berita itu. Sehingga umat Islam kemudian tetap teguh
beriman kepada Nabi SAW.
Tujuan dari peristiwa Isra Miraj memang terutama ditujukan kepada Nabi
SAW, sebagaimana di ayat "... agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian
tanda-tanda kebesaran Kami ..", ketika Beliau mengalami masa terberat
dalam perjuangan dakwah beliau di Makkah, pasca meninggalnya paman
beliau Abu Thalib, dan istri beliau Khadijatul Kubra ra. Apalagi kemudian
dakwahnya ke Thaif, berakhir dengan penyiksaan kepada beliau.
Apakah hal ini berarti Nabi SAW berkurang keimanannya saat itu? Tentu
saja tidak. Iman Nabi SAW tentu saja tidak pernah berkurang. Namun
peristiwa Isra Miraj, menjadi panguat lagi bagi keimanan beliau. Hal yang
sama pernah bahkan diminta oleh Nabi Ibrahim AS, ketika beliau minta
kepada Allah SWT, bagaimana menghidupkan burung2. Hal ini bukanlah
karena Ibrahim AS tidak beriman, namun seperti yang dikatakan beliau
untuk semakin meneguhkan keimanan beliau. Kisah ini diabadikan di
dalam Al-Quran.
Kalau Nabi Ibrahim AS, kekasih Allah, penghulu Tauhid saja, memerlukan
bukti2 untuk menguatkan keimanannya, apalah lagi kita yang
keimanannya naik turun. Karenanya di antara upaya kita memupuk
keimanan kita adalah dengan " melihat tanda2 kekuasaan Allah". Di
antaranya melakukan perjalanan ke tempat2 yang jauh. Hampir semua
Nabi SAW, Para Salihin, alim Ulama, suka melakukan perjalanan untuk
memperkaya batin dan ilmu...
2. Tentang Barakah
Dalam penggalan surat Al-Isra disebut " ...yang telah Kami berkahi
sekelilingnya ..", juga doa di atas meminta kepada Allah Swt agar kita
diberi barakah. Ayat tersebut menyebutkan Allah menjadikan Masjidil
Haram, masjidil Aqsa dan sekelilingnya, telah diberi berkah. Di sini kita
akan masuk kepada konsep lain tentang barakah. Ini adalah salah satu
konsep penting, sehingga kita diajarkan untuk menyebarkan berkah Allah
kepada sekitar kita melalui salam, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wa
barakatuhu". Barakah artinya bertambah, kebaikan, manfaat, berterusan.
Dalam Islam diajarkan bahwa semua tempat dan waktu pada dasarnya
adalah sama dan suci. Karena kita bisa mengingat Allah, bahkan shalat di
mana saja, kecuali tempat2 tertentu yang sangat sedikit. Walau pun
demikian, Allah SWT sendiri memilih di antara tempat2 di bumi ini sebagai
tempat yang diberkahinya. Di antaranya adalah Masjidul Haram dan
Masjidul Aqsa, tempat Nabi SAW ber-Isra. Karenanya hingga kini umat
Islam di dunia bersatu padu untuk menjaga kesucian Masjidul Aqsa, di
Palestina, yang hingga kini masih dijajah oleh Israel. (Semoga Allah SWT
membantu mujahidin di Palestina melawan penjajah israel. Amiin)
Kalau kita perhatikan, Allah memberi berkah kepada suatu tempat selalu
terkait dengan suatu peristiwa dari orang-orang suci dalam kepada Allah
SWT. Misalnya Masjidil Haram, dalam Al-Quran disebut sebagai tempat
peribadahan pertama yang dibangun para Nabi AS. Disitulah juga Nabi
Ibrahim dan keluarganya AS, menunjukkan pengabdiannya kepada Allah
SWT. Bahkan ada salah satu tempat yaitu Maqam Ibrahim, tempat di
mana Nabi Ibrahim AS biasa shalat, menjadi salah satu tempat barakah
untuk berdoa yang diajarkan Rasulullah SAW.
Warsono | 119
Dalam satu Kisah Isra Mi'raj terdapat kisah di mana Rasul SAW dalam
perjalanan dari Makkah ke Masjidul Aqsha mengunjungi 4
tempat2 penting dan melakukan shalat di sepanjang perjalanan. Tempat
itu adalah 1. Madinatul Munawah (ketika itu Yatsrib), 2. sumur tempat
Nabi Musa AS membantu anak2 Nabi Syu'aib, 3. Gunung Sinai tempat
Nabi Musa AS berdialog dengan Allah SWT, dan 4. Baitul Hamd tempat
kelahiran Nabi Isa AS. Di tempat2 tempat inilah Nabi SAW diturunkan oleh
Malaikat Jibril AS dan melakukan shalat bersama.
Barakah juga berkaitan dengan orang, Para Nabi AS/SAW adalah orang-
orang yang membawa berkah. Karenanya para sahabat di sekitarnya
mengharapkan berkah (tabaruk) dari Rasulullah SAW. Mereka
mengharapkan tambahnya kebaikan dalam kehidupan mereka dengan
segala sesuatu yang berkaitan dengan beliau. Berikut salah satu riwayat
dalam Sahih Bukhari tentang bagaimana para sahabat bertabaruk kepada
Nabi SAW, di antara banyak sekali riwayat.
Di antara aspek yang diajarkan dalam kisah Isra Miraj ini adalah berkaitan
dengan Barakah. Mencari barakah Allah, menyebarkah barakah,
memuliakan tempat, waktu, dan insan mulia dengan sebagai jalan
ketaatan kepada Allah SWT.
Wallahu a'lam...
Warsono | 121
3. Kesucian adalah dasar dari ibadah kepada Allah.
Tentunya hati Rasulullah SAW itu sudah suci, namun kesucian itu tidak
terbatas. Sehingga ketika Allah SWT memanggilnya dalam malam Isra-
Mi'raj, Allah memerintahkan Jibril untuk mensucikan lagi dada Makhluk
terbaik itu. Tentunya juga, yang disucikan bukan hati dalam arti fisik
semata, namun hati ruhani.
Ini memberi pelajaran penting bahwa dalam Islam segala macam ibadah,
yang tujuannya adalah mendekatkan diri kepada Allah, semua
berlandaskan kepada kesucian. Dalam hadis disebutkan, Ath thuhuru
syathrul iman, "Kesucian adalah bagian dari iman".
Sekali lagi semua memberi pesan yang jelas, kesucian lahir dan bathin
adalah dasar dari semua ibadah. Tidak bisa kita menghadap Allah tanpa
didasari fisik dan, terutama, jiwa yang suci. Tentu saja, hanya ALlah Al-
Qudus yang mampu mensucikan hati kita.
Semoga Allah Al-Qudus selalu mensucikan hati kita sehingga kita bisa
diterima menghadap-Nya . Amien.
Wallahu a'lam,
Warsono | 123
4. Kesatuan Nabi-Nabi AS/SAW dan Agama Allah.
Kisah Isra Mi'raj dimulai dengan perjalanan dari Masjidil Haram, Makkah,
tempat ibadah pertama dibangun Nabi Adam AS. bapak seluruh manusia,
lalu didirikan lagi oleh Nabi Ibrahim & Putranya AS, bapak para Nabi, ke
Masjidil Aqsha, masjid yang dibangun Nabi2 Bani Israel. Seperti dikisahkan
di point 2, Nabi Muhammad SAW mampir ke tempat penting Nabi Musa,
dan Isa AS.
Kisah ini bisa dilanjutkan hingga mi'raj, menaiki tangga2 langit. Namun
kisahnya tetap ada kesamaan, Nabi SAW kemudian bertemu dengan
malaikat dan para Nabi AS di setiap tangga langit, saling salam dan saling
puji, kemudian shalat berjamaah bersama dipimpin Nabi Muhammad
SAW.
Dalam banyak riwayat sikap Nabi Muhammad SAW dengan para Nabi
memang sangat bersaudara, beliau selalu menyebut para Nabi itu sebagai
"Saudaraku". Misalnya dalam salah satu kisah sebelum Isra Miraj, ketika
beliau habis "diusir" oleh kaum Thaif. Beliau bertemu dengan seorang
budak Nasrani, yang membantu beliau. Ketika beliau menanyakan asal-
usul orang itu, Nabi Muhammad SAW mengatakan, "Oh, kamu berasal
Jika dengan umat lain saja kita para Nabi SAW memberi contoh yang
sangat indah, tentu apa lagi dengan sesama umat Islam. Tentu kita harus
bersikap lebih baik lagi, karena umat Islam adalah umat yang satu, ibarat
satu tubuh, dan semua muslim adalah bersaudara. Persaudaraan
berdasarkan iman kepada Allah, sebagaimana persaudaraan seluruh Nabi
dan Rasul.
Warsono | 125
5. Tentang Kendaraan
Dalam buku itu disebutkan bahwa dalam perjalanan Isra Miraj ini Nabi
Muhammad SAW menggunakan beberapa kendaraan, yaitu : (1) Buraq,
dalam perjalanan dari Makkah ke Palestine, (2) Miraj (semacam tangga),
dari Palestine ke langit dunia, (3) Sayap malaikat, dari langit dunia ke
langit ke tuju, (4) Sayap Jibril AS, dari langit ke-7 sampai Sidratul Muntaha
(Pohon Lotus terjauh), dan (5) Raf-raf (semacam karpet) yang membawa
Kekasih Allah SAW ini ke hadapan Allah, kisah ini diabadikan dalam surat
An-Najm di atas.
Warsono | 127
dihidupkan oleh Allah dan menceritakan kejadian sebenarnya. Kisah ini
menjadi nama dari surat terpanjang dalam Al-Quran, yaitu Al-Baqarah.
Padahal kalau Allah berkenan bisa saja langsung menghidupkannya,
namun Allah tetap memberi jalan, sarana, bahkan untuk suatu
mujizatpun.
Kedua, bahwa jalan menuju Allah adalah memiliki banyak kendaraan, dan
sarana, serta kadang melalui jalan panjang dan berliku. Karenanya, dalam
perjalanan kepada Allah kita harus memperbanyak kendaraan dan sarana
kepada kepadanya, berupa berbagai kerja keras, usaha dan amal saleh
(mujahadah), seperti zikir, shalat, puasa, menyantuni orang miskin, dsb,
serta bahu membahu dengan hati yang ikhlas kepada sesama pejalan di
jalan-Nya.
Ketika sedang menaiki Buraq Beliau SAW melihat seorang setan dari jin
yang mencoba untuk mendekati beliau dan memegang api. Ke mana pun
Nabi SAW berpaling dia akan meihatnya. Jibril AS berkata, "Maukah aku
ajarkan kalimat yang jika engkau ucapkan, apinya akan hilang dan dia akan
jatuh dan mati?". Nabi SAW mengiyakan. Jibril berkata," katakan:
Warsono | 129
ilaa thariqin yatruqu bi khairin Yaa rahman.
(Aku berlindung kepada Wajah Allah Yang Mulia dan Kalimat-Nya Yang
Sempurna,
di mana kebaikan dan kejahatan tidak akan melampaunya,
dari kejahatan yang turun dari langit,
dan dari kejahatan yang naik kepadanya,
dan dari kejahatan yang diciptakan di bumi,
dan dari kejahatan yang keluar darinya,
dan dari fitnah siang dan malam,
dan dari pengunjung siang dan malam,
selamatkan pengunjung yang datang dengan kebaikan,Ya Rahman..)
Dan seterusnya...
Warsono | 131
7. Tentang Ujian dan Godaan
Perjalanan Isra Miraj Rasul Mulia SAW secara waktu singkat sekali dalam
konteks waktu dunia hanya beberapa jam, namun Rasulullah mengalami
banyak sekali pengalaman dan kejadian yang luar biasa. Karenanya Hajah
Amina Adil mengutip kisah Isra Miraj setebal 120 halaman. Diantaranya
adalah beberapa kisah ini.
Dalam Sahih Muslim dari Anas bin Malik ra disebutkan Bahwa Rasulullah
saw. bersabda: Aku didatangi Buraq. Lalu aku menunggangnya sampai ke
Baitulmakdis. Aku mengikatnya pada pintu mesjid yang biasa digunakan
mengikat tunggangan oleh para nabi. Kemudian aku masuk ke mesjid dan
mengerjakan salat dua rakaat. Setelah aku keluar, Jibril datang membawa
bejana berisi arak dan bejana berisi susu. Aku memilih susu, Jibril berkata:
Engkau telah memilih fitrah....
Dalam kisah lain dari Sayid Alawi Al-Maliki rh, yang sebagian sudah dikutip
pada point 6, dimana Beliau SAW melihat seorang setan dari jin yang
mencoba untuk mendekati beliau dan memegang api. Ke mana pun Nabi
SAW berpaling dia akan melihatnya. Hingga akhirnya Jibril AS
mengajarkan sebuah doa, dan setan itu musnah.
Dalam kisah lain Rasul SAW mendengar panggilan dari kanan beliau,
"Wahai Muhammad, lihat ke sini! aku akan menanyakan sesuatu!".
Namun Rasul SAW tidak merespon, kemudian beliau bertanya kepada
Jibril AS siapa mereka. Dia menjawab, "Itu adalah simbol kaum Yahudi.
Jika kamu menjawab umatmu akan mengikuti Yahudi"
Kemudian kejadian yang sama dari sisi kiri, dan Jibril AS mengatakan, Itu
adalah simbol kaum Nasrani. Jika kamu menjawab umatmu akan
mengikuti Nasrani"
Ketika Nabi SAW melanjutkan kemudian melewati seorang tua yang jauh
dari jalannya, dan berkata, "Ke mari, wahai Muhammad!". Jibril berkata,
"Jangan, kita terus. Wahai Muhammad!". Beliau bertanya kepada Jibril AS
siapa mereka. Dia menjawab, "Itu adalah Iblis musuh Allah. Dia ingin kamu
berbelok menuju dia".
Dari kisah tersebut di atas, nampak bahwa perjalanan menuju Allah akan
selalu mendapat ujian dan Cobaan, yang dalam kisah di atas berupa kaum
Yahudi dan Nasrani, yang kini menguasai dunia dan pengaruhnya luar
biasa. Lalu setan dan iblis, yang dalam hadis bisa mengalir dalam darah
manusia, yang dalam QS An-Naas, "...(bisikan) syaitan yang biasa
bersembunyi, yang membisikkan (kejahatan) ke dalam dada manusia, dari
jin dan manusia". Serta keindahan dunia, yang sebenarnya sudah tua,
namun sangat memikat.
Karenanya kita harus tetap lurus, setia (hanif) kepada fitrah kita, tujuan
kita. Sebagaimana firman Allah SWT, "Maka hadapkanlah wajahmu
dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah
Allah.(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui, (QS. 30:30)". Dengan cara selalu memohon petunjuk dan
perlindungan Allah, karena hanya Allah yang bisa menuntun kita.
Warsono | 133
tentang
g
Di buku beliau saya dikenalkan bahwa Iman adalah nikmat terbesar dalam
hidup, lebih besar dari nikmat hidup dan kebebasan. Kata beliau, hidup
sendiri adalah suatu nikmat besar dari Allah SWT. Namun hidup tanpa
kebebasan tidaklah bermakna, karenanya kebebasan adalah lebih
berharga dari hidup. Walah demikian, kebebasan tanpa mengenal
keimanan pun belum menjadikan seorang benar-benar bebas. Karena
iman adalah yang mampu membebaskan manusia dari segala belenggu
(tirani, thagut). Berbeda dengan kebebasan semata, yang pada
hakekatnya adalah menghambakan diri kepada diri sendiri, keimanan
bahkan membebaskan kita kepada siapa pun kecuali kepada Allah SWT,
Zat memang paling layak untuk menggantungkan segala-galanya, bukan
kepada diri sendiri. Iman, pada hakekatnya, dengan demikian adalah
membebaskan manusia dari penghambaan kepada makhluk (termasuk diri
sendiri), kepada Sang Khalik semata...
Warsono | 135
Pengertian inilah yang kemudian melahirkan makna Tuhan, yang sama
sekali baru, namun sekaligus kuat dan menggetarkan. Bagi Bang Imad,
yang berbeda dari pemahaman saya sebelumnya bahwa Tuhan hanya
dipahami sebagai Zat Pencipta Alam, Tuhan bermakna lebih berupa sikap
hidup, yaitu "sesuatu yang mendominasi hidup kita sehingga, sesuatu itu
sangat kita takuti dan cintai". Bang Imad, telah memberi perspektif makna
Tuhan dari sesuatu yang "jauh" dan "teoritis" menjadi sesuatu yang dekat
dan akrab dengan kehidupan kita.
Kini setelah sekian tahun Beliau mengajarkan semangat Tauhid yang baru
dari podium ke podium, dan menginspirasi banyak orang. Namun 3 lawan
tauhid malah makin tetap relevan menjadi musuh umat Islam.... hingga
saya mendengar Guru saya mengenai Cinta kepada Tuhan itu menghadap
Kekasihnya (Semoga Allah menempatkan beliau di tempat mulia di sisi-
Nya. Amieen).
Dundee, 2008
Tulisan beliau juga sangat beragam, meski selalu berpusat kepada ilmu-
ilmu sosial, budaya, sastra terutama sejarah yang menjadi keahliannya.
Bukunya Paradigma Islam, Dari Interpretasi ke Aksi, yang ditulis tahun
90an, menurut saya jarang dicari tandingannya dalam memberikan
kontribusi terhadap penggalian nilai-nilai Islam sebagai paradigma
keilmuan, terutama ilmu-ilmu sosial. Jujur saja, bagaimanapun saya adalah
insinyur, jebolan teknik elektro, yang lebih akrab dengan rumus-rumus.
Namun membaca buku beliau sungguh sangat mencerahkan saya.
Gagasan beliau yang paling saya ingat adalah tentang membangun ilmu-
ilmu sosial profetik, dan mungkin banyak mengilhami banyak orang. Bagi
beliau ilmu sosial tidak boleh hanya 'bercerita', namun harus memiliki misi
perubahan (transformasi, bahasa kerennya), misi kenabian. Misi itu
Warsono | 137
dikemas menjadi 3 yaitu humanisasi atau emansipasi (amar ma'ruf),
liberasi (nahi munkar) dan transendensi (tu'minuna billaah). Ide ini dilhami
dari surat ayat terkenal di dalam Al-Quran surat Ali Imran.
Namun, yang lebih saya sukai lagi adalah karya beliau di bidang sastra.
Tulisan beliau banyak sekali, tidak semuanya sempat saya baca, baik
berupa cerpen, novel, drama, esai, maupun puisi. Saya sangat menyukai
puisi dan cerpen beliau. Bahasanya sederhana, namun isinya selalu
mendalam dan mencerahkan jiwa.
Belajar dari cerpen2 Pak Kunto, saya menangkap bahwa cerpen beliau ini
kebanyakan temanya sederhana sekali. Dan banyak berangkat dari
kejadian sederhana. Seperti cerpen Jl. Kembang setaman, hanya bercerita
tentang kehidupan di perumnas yang tetangganya rumahnya kemudian
dihuni makhluk halus. Namun, cara beliau bertutur sungguh enak, detil
dan sarat nilai. Begitu juga misalnya, cerpen beliau 'Dilarang mencintai
bunga-bunga', hany bertutur tentang persaudaraan seorang anak kecil
dan lelaki tua penggemar bunga. Namun, dialog-dialognya begitu indah
dan berisi filsafat kehidupan yang agung.
Dari beliau ini, saya belajar menulis... Bahwa menulis tidak harus
berangkat dari ide-ide besar dan spektakuler, kita tetap bisa belajar dari
kehidupan sederhana sehari-hari kita, untuk merenung dan memperkaya
jiwa kita. Kata teman saya, menurut Pak Kunto, kiat menulis itu
sederhana, 'duduk dan tulis'....
Dua buah roman cinta karya beliau "Dibawah Lindungan Ka'bah", dan
"Tenggelamnya kapal Van Der Vijk" pernah saya baca. Ceritanya yang
berisi kisah cinta abadi, sungguh menyentuh dan mengharukan. Entah
kenapa kisah cinta dalam karya2 beliau cenderung berakhir tragis.
Sehingga menimbulkan rasa haru yang dalam. Yang menarik, karya2 beliau
selalu menampilkan surat2 cinta itu secara panjang lebar, dengan bahasa
yang indah...
Buku2 beliau di bidang agama jangan ditanya lagi, namun saya harus
menyebut karya monemuntal beliau "Tafsir Al-Azhar", yang barangkali
Warsono | 139
merupakan tafsir Quran karya bangsa Indonesia yang pertama dalam
bahasa Indonesia. Memang ada juga tafsir karya Ulama sebelumnya
seperti Tafsir Al-Ibriz karya KH Bisri Mustafa (ayahanda KH Mustafa Bisri),
namun karya ini menggunakan bahasa Jawa Pegon. Tafsir Al-Azhar ini
memang lain dari yang lain, selain bercorak kontekstual, yaitu
mengkaitkan dengan kejadian dalam konteks kekinian, juga sangat
sastrawi. Bahasanya indah, dan sering menggunakan aspek2 sastra,
seperti syair pepatah...
Malah, kalau kita baca di tablod "Dialog Jumat" Republika tanggal 15-02-
08. Dalam salah satu kolom, terdapat beberapa kisah toleransi beliau. Di
antaranya, ketika memimpin shalat shubuh, menanyakan dulu kepada
jamaah mau pakai qunut atau tidak? Jika jamaah menginginkan pakai,
beliau akan memakai qunut. Ketika beliau mengundang KH Abdullah
Syafi'i (tokoh Nahdliyin) sebagai khatib, adzan jumat dilakukan dua kali...
Karenanya, menurut saya, apa pun mazhab kita... Kita tetap bisa belajar
dari ulama besar dari Minang ini, Buya Hamka... Semoga Allah merahmati
beliau, dan menempatkan beliau di tempat yang mulia di sisi Allah SWT...
Amien..
Warsono | 141
g
tentang
Suatu ketika, Nasrudin berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain di
padang pasir. Sesekali dia menggali pasir, kemudian geleng-geleng kepala.
Kemudian, dia pindah ke tempat yang lain melakukan hal yang sama.
Orang-orang heran, dan bertanya:
"Oh, dulu sudah ada tandanya. Saya letakkan cincin saya tepat di bawah
awan. Entah kenapa sekarang tidak ada..."
????????
Tapi, tunggu dulu... Bukankah kita juga sering melakukan hal yang sama?
Kita tahu dan yakin bahwa dunia dan keajaibannya adalah sesuatu yang
semu dan mudah berubah, namun toh kita menggantungkan padanya?
Kita tahu pasti dunia ini akan musna, seiring kemusnaan kita, namun
mengapa kita sulit berpaling darinya?
Warsono | 143
Apa sih keindahan dunia ini? Al-Quran menyarikan kesenangan dunia
menjadi keluarga, emas-perak (uang), kendaraan, aset dan investasi (QS
3:14).
Pada waktu yang lain, ketika tetangga itu meminjam gentong lagi,
Nasrudin dengan senang hati memberikan dengan harapan sama.
Namun kali ini gentong itu lama sekali tidak dikembalikan. Akhirnya dia
datang dan menanyakan:
Warsono | 145
"Ah, mana ada gentong meninggal?"
?????
Diakui atau tidak kita sering melakukan hal seperti itu dalam kehidupan
kita. Kita sering tidak kritis, atau bahkan melakukan justifikasi atau dalih
atas sesuatu yang menguntungkan kita, namun kita tiba-tiba menjadi
sangat kritis ketika sesuatu itu merugikan kita. Sesuatu itu bisa "materi"
atau "im-materi".
Contoh simpel, kita sering sangat teliti terhadap kembalian jika kurang dan
cepat-cepat menagihnya, dengan alasan itu "hak" kita, "kita tidak boleh
dizalimi". Namun sayang, kadang kita sering merasa "tenang"
menganggap sebagai "rezeki" ketika kembaliannya ternyata kebanyakan
atau misalnya kita lupa membayarnya. Bukankan Allah memaafkan orang
yang lupa?
Kita juga seringkali tidak kritis atas pendapat orang yang sudah kita
sepakati, sudah menjadi keyakinan kita. Kita tiba-tiba menjadi sangat kritis
atas apa-apa yang bertentangan dengan keyakinan atau pendapat kita....
Kita sering menganggap orang yang tidak melakukan pendapat kita
sebagai orang yang 'jumud', 'taklid', namun tanpa disadari kita melakukan
hal yang sama terhadap orang lain...
"Lho, kenapa mencari di luar rumah?", tanya orang itu sambil marah.
????????
Mungkin kita, akan berkomentar; Goblok! Bodoh! Nggak punya akal! Atau
bahkan memaki dengan "Otak Kerbau", "Gila" atau "Sinting" kepada
Nasrudin...
Warsono | 147
Namun anehnya, sesungguhnya kita sering melakukan hal yang sama
dengan Nasrudin untuk hal yang jauh lebih berharga daripada sekedar
Cincin. Kita hidup di dunia adalah mencari kebahagiaan, ketenangan,
ketentraman. Kita juga sebagai Muslim tahu dan yakin, bahwa kebahagian
itu ada dan tumbuh di dalam hati kita, di dalam dada kita. Seperti kata
Rasulullah SAW, "Taqwa itu di dalam sini", sambil menunjukkan dadanya.
Namun sayangnya, yang kita lakukan tidaklah seperti yang kita yakini...
Kita lebih sibuk untuk mencari di luar hati kita. Kita lebih semangat untuk
mengejar kekayaan, prestise, harga diri, dan keinginan untuk dianggap
pintar, cerdas, apalagi alim dan sholeh.
Bukan kita sama dengan Nasrudin, bahkan untuk hal yang lebih penting
dari sekadar cincin...
Astaghfirullahal 'adhiem...
"Sebagai ayah kamu sungguh kejam, kau biarkan anakmu jalan kaki
kecapaian, sementara kau enak-enakan naik keledai"
Waduh bagaimana, ya? Akhirnya, mereka berdua naik keledai. Tentu saja
keledainya menerima beban berat. Akhirnya ketemu orang lagi & berkata:
"Kalian anak dan bapak sungguh tidak memiliki hati nurani, sudah tahu
keledai kecil begini dinaikin berdua. Apa tidak kasihan?"
Benar juga, keledai itu kelihatan lelah sekali. Akhirnya mereka berdua
jalan kaki menggandeng keledainya. Eh, di tengah jalan ketemu orang lagi
& berkata: "Kalian ini bodoh, untuk apa bawa keledai kalau tidak
dimanfaatkan untuk mengangkut kalian?" Nasrudin dan anaknya bingung,
Warsono | 149
tidak ada yang dilakukannya kecuali kesalahan. Akhirnya dia tinggal
keledainya dan berdua jalan...
2. Kita akan selalu bisa melihat segala sesuatu dari segi buruknya.
Nasrudin mencoba
membelokkan arah kuda. Tapi
sia-sia. Kuda itu lari lebih
kencang lagi.
??????
Nasrudin adalah cermin dari sikap perilaku kita sendiri di dunia. Kalau
diibaratkan dunia adalah kuda, maka sering yang terjadi bukannya kita
mampu mengendalikan kuda. Tetapi kitalah yang dibawa ke sana kemari
oleh kuda itu.
Warsono | 151
Dunia membawa kita melaju kencang ke sana, ke mari... Terburu-buru...
Bergerak ke segenap penjuru dunia dan menghabiskan seluruh energi,
kekuatan, dan pikiran kita. Namun kita sendiri tidak tahu hendak kemana
dunia membawa kita.
Jadi, mau kemana kita dengan segala kesibukan di dunia? Apa yang kita
cari?
Astaghfirullah...
Warsono | 153
Dalam karirnya di PLN selama 20 tahun, Warsono mendapat tugas cukup
beragam mulai dari bertugas shift sebagai Dispatcher P3B Jawa Bali (4
tahun), Staf Pelayanan Pelanggan Disjaya (1 tahun), Manajer Cabang di
Barabai (3 tahun) dan Palangkaraya (2 tahun) Wilayah Kalsel dan Kalteng,
kemudian pindah ke P3B Jawa-Bali dengan tugas DM Perencanaan Operasi
(2 tahun), DM Perencanaan Sistem (1 tahun), Coach Operational
Performance Improvement (1 tahun), Kepala Satuan OPI (1 tahun),
Manajer Perencanaan (2 tahun) dan terkhir mendapat amanah sebagai
GM Transmisi Jawa Bagian Timur dan Bali.