Anda di halaman 1dari 19

Hakekat takarrub kepada Allah, adalah ketika kita mampu merasakan dengan hati kita dekat

dengan Allah SWT. Kedekatan itu bukan semata dekatnya ukuran mata memandang. Akan
tetapi, sejauhmana hati mampu merasakan kedekatan kita kepada Allah SWT. Kalimat
takarrub “lillahi ta’ala” (mendekatkan diri kepada Allah), maka yang sangat berfungsi adalah
hati kita. Hati kitalah yang merasakan: “Apakah betul kita merasa dekat dengan Allah SWT
atau tidak”, demikian ungkap Dr. H. Abbas Baco Miro, Lc. M.A. dalam Kajian Kultum Bada
Dhuhur di Masjid Subulussalam Unismuh Makassar, Selasa (6/3/2019).

Abbas, dalam menerangkan kedekatan hati kita kepada Allah SWT., ia mencontohkan
pengalaman kehidupan para sahabat nabi. Menurutnya, para sahabat nabi mampu merasakan
kedekatan hatinya dengan Allah SWT. Dan, kedekatan perasaan hati itu adalah manifestasi
dari perasaan dan pemahaman yang lahir akan hak dari Allah dan sifat Allah. Sehingga,
ketika panggilan Allah SWT menyapa, maka ia pun segera melakukan apa yang telah
diperintahkan kepadanya.

Di sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sahabat Jabir
radhiyallahu anhu, beliau pernah mengatakan: ada seorang yang pernah menyatakan kepada
Rasulullah SAW pada perang Uhud. Beliau mengatakan: “Ya Rasulullah, seandainya saya
ikut dalam perang Uhud ini, di mana saya?” Maka, Rasulullah SAW menjawab: “Di dalam
surga.”

Mendengar Kata “Surga” yang diucapkan oleh Nabi SAW, secara spontan ia (si
penanya)merasakan dan memahami bahwa dia akan masuk surga. Perasaan yang lahir dari
hatinya inilah yang memberikan respon terhadap perilakunya.

Saat itu, sahabat Rasulullah tadi sedang menikmati nikmatnya sebuah kurma. Bisa
dibayangkan, bagaimana dalam kondisi perang kita masih dapat menikmati makanan kurma
yang enak. Kita, masih bisa merasakan bagaimana indahnya dunia.

Akan tetapi, ketika ada kalimat atau kata “Surga” dari Rasulullah SAW, maka perasaan
tentang keindahan dan kenikmatan Surga itu, jauh lebih dia rasakan ketimbang kenikmatan
dan keindahan dunia. Kurma yang tadinya tergenggam ditangannya, disimpannya, dan dia
pun langsung maju ke medan perang, dan akhirnya dia pun gugur dan mati syahid fi
sabilillah.

Surga itu sangat dekat! Nabi SAW mengatakan: “Takutlah dari api neraka,” Artinya, jika
seseorag tidak di neraka berarti orang tersebut masuk ke dalam Surga. Kedekatan Surga dapat
diraih Walaupun hanya dengan menyumbangkan seperdua potong kurma.

Di sisi lain, kemurkaan Allah SWT bisa terangkat dengan keberkahan sedekah yang
dilakukan, sekalipun kita hanya mampu bersedekah sebesar seribu rupiah, atau hanya lima
ribu rupiah. Kita tidak berharap, dan kita tidak bisa menyangka bahwa bisa saja seribu dan
lima ribu rupiah itulah yang mengantarkan kita masuk ke dalam surganya Allah, dan menjadi
penyebab murka Allah terangkat dengan sedekah yang kita berikan dan yang kita infakkan
kepada orang yang membutuhkannya. Dan, semua sedekah yang dilakukan itu bisa menjadi
penghalang untuk masuk ke dalam nerakanya Allah.

Semoga Allah SWT memberikan taufik ke dalam hati kita untuk dapat beramal dengan
sepenuh hati. [Hamsina]
Tag:Abbas Baco Miro, Kultum, Taqarrub, Unismuh Makassar

Pengertian Ma’rifat
Dari segi bahasa Ma’rifat berasal dari
kata arafa, ya’rifu, irfan, ma’rifat yang
artinya pengetahuan dan pengalaman.
Dan dapat pula berarti pengetahuan
tentang rahasia hakikat agama, yaitu
ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu
yang bisa didapati oleh orang-orang
pada umumnya. Ma’rifat adalah
pengetahuan yang objeknya bukan
pada hal-hal yang bersifat zahir, tetapi
lebih mendalam bathinnyadengan
mengetahui rahasianya. Hal ini
didasarkan pada pandangan bahwa
akal manusia sanggup mengetahui
hakikat ketuhanan dan hakikat itu satu
dan segala yang maujud berasal dari
yang satu. Selanjutnya ma’rifat
digunakan untuk menunjukkan pada
salah satu tingkatan dalam tasawuf.
Ma’rifat muncul seiring dengan adanya
istilah Tasawwuf, dimana dalam
Tasawwuf (dalam hal ini para sufi ‘)
berusaha melakukan pendekatan dan
pengenalan kepada Allah untuk
mencapai tingkat ma’rifatullah yang
tinggi. Disaat itulah mulai dikenal istilah
Ma’rifat.
Agar tidak terjadi kesalahan persepsi
atas ma’rifat, ada baiknya kita
mendalami kata ini secara
komprehensif menurut pandangan dari
sufi pertama yang berbicara tentang
ma’rifat yang spesifik tentang
tasawwuf yaitu Dzunnun al-Mishri,
beliau berpendapat bahwa “Ma’rifat
Sufistik pada hakekatnya adalah ‘irfan
atau Gnost. Tujuan ma’rifatmenurut
beliau adalah berhubungan dengan
Allah, musyahadat terhadap wajah
Allahdengan kendalinya jiwa
basyariyah kepada eksistensinya yang
inhern, wasilahnya dan mujahadah
olah spiritual. Ma’rifat datang ke hati
dalam bentuk kasyf dan Ilham.
Dalam arti Sufistik, ma’rifat diartikan
sebagai pengetahuan mengenai tuhan
melalui hati sanubari. Pengetahuan ini
lengkapdan jelas sehingga jiwa
merasa satu dengan Allah.
Prof DR Harun Nasution, mengatakan
bahwa ma’rifat menggambarkan
hubungan rapat dalam bentuk gnosis,
pengetahuan dengan sanubari. Dalam
artian mengetahui Tuhan dari dekat,
sehingga hati-sanubari dapat melihat
Tuhan. Oleh karena itu orang-orang sufi
mengatakan :
1. Kalau mata yang terdapat dalam hati
sanubari manusia terbuka, mata
kepalanya akan tertutup dan ketika itu
yang dilihatnya hanyalah Allah.
2. Makrifat adalah cermin, kalau
seorang yang arif melihat ke cermin
maka yang dilihatnya hanyalah Allah.
3. Yang dilihat orang arif saat tidur dan
bangun hanyalah Allah.
4. Sekiranya Ma’rifat mengambil bentuk
materi, semua orang yangmelihatnya
akan mati karenatak tahan melihat
kecantikan danbentuk keindahannya,
dan semuacahaya akan menjadi gelap
disamping cahaya keindahan
yanggilang gemilang.
Dari beberapa definisi di atas dapat
kita fahami bahwa ma’rifatadalah
mengetahui rahasia-rahasia Allah
dengan hati sanubari. Tujuan yang
ingin dicapai ma’rifat adalah
mengetahui rahasia-rahasia yang
terdapat dalam diri Tuhan.
Sebagaimana dikemukakan al-Kalazabi,
ma’rifat datang sesudah mahabbah, hal
ini disebabkan karena ma’rifat lebih
mengacu pada pengetahuan
sedangkan mahabbah
menggambarkan kecintaan.
Ma’rifat dalam arti harfiah
adalahPengenalan seorang
Hambaterhadap Tuhannya, dalam hal
ini adalah Allah, karena tujuan utama
dari seorang hamba adalahmengenal
Tuhannya denganbaik dan berusaha
mencintaiNya.
Dalam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-
Ghazali mengatakan bahwa cinta
kepada Allah adalah tujuan puncak
dari seluruh maqam spiritual dan ia
menduduki derajad/level yang tinggi.
“(Allah) mencintai mereka dan
merekapunmencintai-Nya.” (QS. 5: 54).
Dalam tasawuf, setelah di raihnya
maqam mahabbah ini tidak ada lagi
maqam yang lain kecuali buahdari
mahabbah itu sendiri. Pengantar-
pengantar spiritual seperti sabar,
taubat, zuhud, danlain lain nantinya
akan berujung pada mahabatullah
(cinta kepada Allah). Ma’rifat kepada
Allah adalah puncak tujuan seseorang
hamba. Maka apabila Tuhan telah
membukakan bagimu suatu jalan
untuk mengenal kepada-Nya, tidak
usahlah kau hiraukan berapa banyak
amal perbuatanmu; meskipun masih
sangat sedikit amal kebaikanmu
sekalipun. Sebabma’rifat merupakan
suatu karunia pemberian langsung dari
Allah, maka ia sekali-kali tidak
bergantung pada banyak atau
sedikitnya amal kebaikan.
Fitrah manusia mengenal Allah, baik
dalam pengertian ‘aam (umum)
maupun dalam arti khush (khusus).
Yang dimaksud mengenal Allah dalam
pengertian umum ialah pengenalan
iman kepada Allah, sebagaimana yang
dikaji dalam ‘aqoidul iman yang sangat
mendasar. Itulah ilmu tauhid yang
disebut sebagai inti agama. Atau pokok
dari segala yang pokok. Dengan kata
lain, tauhid merupakan keyakinan yang
paling dasar untuk diajarkan kepada
setiap manusia sebelum lebih jauh
menjalar pada aspek-aspek lain dalam
agama.
Adapun yang dimaksud pengenalan
secara khusus ialah mengenal Allah
dalam arti Ma’rifatullah (melihat Allah)
dengan matahati. Maka ia melihat“Tak
ada perbuatan yang bertebaran di
alam ini , kecuali perbuatan Allah; Tak
ada nama yang melekat pada suatu
apapun,melainkan nama Allah; Takada
sifat yang mewarnai diri, kecuali sifat
Allah; Tak ada zat yang meliputi
makhluk, melainkan Zat Allah”.
Anugrah Allah kepada hamba yang
dikasihi–Nya merupakan lensa ma’rifat
yang hakiki kepada-Nya. Sebab bagi
orang yang tak dapat anugerah Allah,
iamengenal Tuhan mereka
menurutversi angan khayal mereka.
Seperti Fir’aun yang
menuhankandirinya, Namrud
menuhankan patung batu (arca) dan di
zaman kini banyak orang yang
menuhankan sesuatu selain Allah,
seperti menuhankan kekuatan alam
dan teknologi. Mereka itu sebagai
contoh orang yang tidak mendapat
anugerah ma’rifat dari Allah.
Jika Allah telah menunjukkan kepada
hamba-Nya dengan sebagian sebab-
sebab sehingga iamenjadi orang yang
ma’rifat, kemudian kepadanya
dibukakan pintu kema’rifatan yang
tetap (sakinah) sehingga ia mendapat
ketenangan yang luar biasa. Dan ini
merupakan nikmat yang paling besar.
Apabila kamu dibukakan pintu ma’rifat
yang hakiki maka janganlah kamu
hiraukan amalmu yang sedikit. Sebab
di atas telah diterangkan bahwa
ma’rifat itu adalah anugerah dari Allah
yang datangnya tidak
menggantungkan akan banyak atau
sedikitnya amal kebaikan.
Ma’rifat adalah anugerah Allah yang
didasari kasih Tuhan kepadahamba-
Nya. Adapun amal ibadah sebagai
persembahan hamba kepada
Tuhannya. Dimisalkan; anugerah itu
seperti martabat seorang budak yang
diangkat oleh raja menjadi perdana
menteri. Adapun amal ibadah
seumpama upeti rakyat kepada
rajanya. Maka betapa sangat jauh
perbedaan antara keduanya.
Sesungguhnya maksud dan
tujuankebanyakan manusia
memperbanyak amal kebaikan itu
adalah agar mereka dapat
mendekatkan (Taqarrub) dirinya
kepada Allah dengan amal itu. Tetapi
perlu disadari bahwa itu tidak akan
berubah maksudnya karena banyak
atau sedikitnya amal seorang hamba.
Dalam hal ini dapat dimisalkan seperti
orang yang sedang menderita sakit,
disebabkan penyakit yang dideritanya
maka menjadi berkuranglah ibadahnya
kepada Allah. Boleh jadi penyakit yang
dideritanya itu sebagai sebab dan
isyarat terbukanya pintu kema’rifatan
kepada Allah.
Oleh sebab itu jangan mempunyai
perasaan banyaknya amal ibadah yang
tertinggal disebabkan sakit. Dengan
sakit yang dideritanya itubisa merasa
dekat dengan Allah. Perasaan lapang
dada, luas hatinya dan telah
meninggalkan berbagai kenikmatan
dunia seraya diiringi oleh rasa cinta
negeri akhirat. Juga telah siap tuk
meninggalkan dunia nan fana sebelum
kematian itu datang. Ini juga sebagai
pertanda orang yang telah
mendapatkan Nur Ilahiatau anugerah
Allah. Kesadarannya bahwa Allah bisa
berbuat apa saja menurut
kehendaknya, sebagai tanda
kearifannya.
Alat untuk Ma’rifat
Alat yang digunakan untuk ma’rifat
telah ada dalam diri manusia yaitu
Qalbu (hati), qalbu selain alat untuk
merasa juga alat untuk berfikir.
Bedanya Qalbudengan akal ialah
bahwa akal takbisa memperoleh
pengetahuan yang sebenarnya tentang
Tuhan. Sedangkan Qalbu bisa
mengetahuihakikat dari segala yang
ada danjika dilimpahi cahaya Tuhan
bisa mengetahui rahasia-rahasia Tuhan.
Qalbu yang telah dibersihkan dari
segala dosa dan maksiat melalui
serangkaian zikir dan wirid
secarateratur akan dapat mengetahu
rahasia-rahasiaTuhan, yaitu saat hati
tersebut disinari cahaya Tuhan.
Proses sampainya qalbu pada cahaya
Tuhan ini erat kaitannya dengan
dengan konsep takhalli, tahalli, tajalli.
Takhalli yaitu mengosongkan diri dari
akhlak yang tercela dan perbuatan
maksiat melalui tobat,
selanjutnyaTahalli yaitu menghiasidiri
denganakhlak yang mulia dan amal
ibadah. Sedangkan Tajalli adalah
terbukanya hijab sehinggatampak jelas
cahaya Tuhan. Dengan limpahan
cahaya Tuhan itulah manusia dapat
mengetahui rahasia-rahasia Tuhan.
Dengan demikian ia dapat mengetahui
apa-apa yang tidak bisa
diketahuimanusia biasa. Orang yang
sudah mencapai makrifat akan
memperoleh hubungan langsung
dengan Allah.
Manfaat dari Ma’rifat
Semua yang ada di alam ini mutlak
ada dalam kekuasaan Allah. Ketika
melihat fenomena alam, idealnya kita
bisa ingat kepada Allah. Puncak ilmu
adalah mengenal Allah (ma’rifatullah).
Kitadikatakan sukses dalam belajar bila
dengan belajar itu kita semakin
mengenal Allah. Jadi percuma saja
sekolah tinggi, luas pengetahuan, gelar
prestisius, bila semua itu tidak
menjadikan kita makin mengenal
Allah.
Mengenal Allah adalah aset terbesar.
Mengenal Allah akan membuahkan
akhlak mulia. Betapatidak, dengan
mengenal Allah kitaakan merasa
ditatap, didengar, dan diperhatikan
selalu.Inilah kenikmatan hidup
sebenarnya. Bila demikian, hidup pun
jadi terarah, tenang, ringan, dan
bahagia. Sebaliknya, saat kitatidak
mengenal Allah, hidup kita akan
sengsara, terjerumus pada maksiat,
tidak tenang dalam hidup, dan
sebagainya.
Ciri orang yang ma’rifat adalah laa
khaufun ‘alaihim wa lahum yahzanuun.
Ia tidak takut dan sedih dengan urusan
duniawi. Karena itu, kualitas ma’rifat
kita dapat diukur. Bila kita selalu cemas
dan takut kehilangan dunia, itu
tandanya kita belum ma’rifat. Sebab,
orang yang ma’rifat itu susah
senangnya tidak diukur dari ada
tidaknya dunia. Susah dan senangnya
diukur dari dekat tidaknya ia dengan
Allah. Maka, kita harus mulai bertanya
bagaimana agar setiap aktivitas bisa
membuat kita semakin kenal, dekat
dan taat kepada Allah.
Salah satu ciri orang ma’rifat adalah
selalu menjaga kualitas ibadahnya.
Terjaganya ibadah akan
mendatangkan tujuh keuntungan
hidup.
Pertama, Hidup selalu berada di jalan
yang benar (on the right track).
Kedua, memiliki kekuatan menghadapi
cobaan hidup. Kekuatan tersebut lahir
dari terjaganya keimanan.
Ketiga, Allah akan
mengaruniakanketenangan dalam
hidup. Tenang itu mahal
harganya.Ketenangan tidak bisa dibeli
dan ia pun tidak bisa dicuri. Apa pun
yang kita miliki, tidak akan pernah
ternikmati bila kita selalu resah gelisah.
Keempat, seorang ahli ibadah akan
selalu optimis. Ia optimis karena Allah
akan menolong dan mengarahkan
kehidupannya. Sikap optimis akan
menggerakkanseseorang untuk
berbuat. Optimisakan melahirkan
harapan. Tidak berarti kekuatan fisik,
kekayaan,gelar atau jabatan bila kita
tidak memiliki harapan.
Kelima, seorang ahli ibadah memiliki
kendali dalam hidupnya, bagaikan rem
pakem dalam kendaraan. Setiap kali
akan melakukan maksiat, Allah SWT
akan memberi peringatan agar ia tidak
terjerumus. Seorang ahli ibadah akan
memiliki kemampuan untuk bertobat.
Keenam, selalu ada dalam bimbingan
dan pertolongan Allah. Bila pada poin
pertama Allah sudah menunjukkan
jalan yang tepat, maka pada poin ini
kita akan dituntun untuk melewati
jalan tersebut.
Ketujuh, seorang ahli ibadah
akanmemiliki kekuatan ruhiyah, tak
heran bila kata-katanya bertenaga,
penuh hikmah, berwibawa dan setiap
keputusan yang diambilnya selalu
tepat.
Kemampuan Manusia untuk melakukan
Ma’rifat
Allah menciptakan manusia dengan
sempurna yaitu diberikannya bentuk
tubuh yang baik, akal pikiran dan
nafsu, kemudian manusia itu sendiri
yangmenentukan mampu atau
tidaknya menggunakan
pemberianAllah dengan baik (QS. Attin:
4-5). Ruh sebagai power untuk
menghidupkan seluruh anggota badan,
Akal sebagai alat untuk menerima ilmu
pengetahuan atau untuk mengetahui
hakikat sesuatu secara logis tanpa
mempertimbangkan hal-hal yang
irasional, anggota tubuh seperti panca
indra yang hanya dapat merealisasikan
secara indrawi tanpa
mempertimbangkan pernghalangnya.
Dari semua anggota tubuh manusia
hanya Hati yang dapat menerima
sesuatu yang mutlak dari Allah yang
maha kuasa karena hati adalah
sebagai tuan dari anggotatubuh, semua
aktivitas anggota tubuh digerakkan
oleh hati dan hati adalah Allah yang
menggerakkan.
” Sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya, kemudian kami
kembalikan dia ketempat yang
serendah-rendahnya, kecuali orang-
orang yang beriman dan mengerjakan
amal shalih; maka bagi mereka pahala
yang tiada putus-putusnya ” (QS.Al
Bayyinah:4-6).
” Sesungguhnya Allah mempunyai
karunia terhadap manusia tetapi
manusia kebanyakan tidak bersyukur
” (QS.Al Baqarah:243), (Al Mu’min:61),
(Yunus:60).
” Allah menurunkan karunia-Nya
kepada siapa yang dikehendakinya
diantara hamba-hamba Nya ” (QS.Al
Baqarah:90).
Allah telah menyediakan dan
memberikan beberapa kelebihan untuk
manusia sehingga manusia yang asal
mulanya sama diciptakan dari tanah
kemudian mempunyai tingkat
kelebihan yang berbeda disisi Allah
karena ketaqwaan dan usaha mereka
untuk mencapai kehadhirat-Nya.
Kelebihan Allah yang diberikan kepada
manusia diluar adat kebisaan manusia
biasa (Khariqul Adat) dan diluar akal
manusia, sehingga manusia yang
mendapatkelebihan dapat berbuat
diluar adat dan akal manusia.
1. Para Rasul
Mendapat kelebihan Mu’jizat dengan
jalan mendapat Wahyu dari Allah
untuk bekal da’wah menegakkan
agama Tauhid dan memberantas
kemusyrikan.
Katakanlah: ” Sesunggguhnya akuini
( asalnya ) hanya manusia seperti
kamu yang diwahyukan kepadaku.
Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu
adalah Tuhan yang Esa ” (QS. Al
Kahfi:110 ).
“Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian
mereka atas sebagian yang lain.
Diantara mereka ada yang Allah
berkata-kata (langsung dengan Dia)
dan sebagian- sebagiannya Allah
meninggikannya beberapa derajat. Dan
kami berikan kepadaIsa putera
Maryam beberapa Mu’jizat serta kami
perkuat mereka dengan Ruhul Qudus
” (QS.Al Baqarah:253)
2. Para Nabi
Mendapat kelebihan Irhash dengan
jalan mendapat Ilham dariAllah untuk
bekal da’wah menegakkan kebenaran
dan menghapuskan kejahatan.
” Dan sesungguhnya telah kami
lebihkan sebagian Nabi-nabi itu diatas
sebagian ( yang lain ) dan kami
berikan Zabur kepada Daud”(QS. Al
Isra:55).
3. Para Wali
Mendapat Karomah dengan jalan
Mujahadah dan Riyadhoh yang tinggi
dalam menjalankan pengetahuan
tasawuf hingga mencapai Ma’rifat
kepada Allah.
Hubungan para wali dengan Allah
sudah sangat harmonis sehingga
segala kelakuan mereka dalam
ketentuan Allah tanpa ada pengaruh
syaitan, hawa Nafsu dan keduniaan.
Banyak kita temuiKaromah para wali
dijagat raya ini yang diluar
kemampuan akal dan fisik manusia
biasa untukmembuktikan keagungan
dan kebenaran Allah.
” Ingatlah,sesungguhnya wali-wali
Allah itu, tidak ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak pula
mereka bersedih hati (yaitu) orang-
orang yang beriman dan mereka selalu
bertaqwa ” (QS. Yunus:62-63)
4. Para shalihin (orang-orang yang
salih)
Mendapat Ma’unah karena ketaqwaan
mereka kepada Allah dan Istiqomah
dalam menjalankan perintah Allah dan
menjauhkan laranganNya.
“ Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling bertaqwa di antara
kamu ” (QS. AlHujarat:13).
” Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman diantara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapaderajat, Dan
Allah maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan ” (QS.Al Mujadilah:11).
” Dan Allah mempunyai kelebihan
( yang dicurahkan ) atas orang-orang
yang beriman ” (QS. Ali Imran:152).
5. Orang-orang yang Kafir atau Fasik
Mendapat Istidroj yaitu kelebihan yang
luar biasa yang menyalahi adat
kebisaan manusia dengan jalan
bersekutu dengan syaitan atau Jin kafir
sebagai uluran azabAllah karena
kekafiran atau kefasikan mereka.
” Dan kami lebihkan mereka (Bani
Israil) atas yang lain didunia ini ” (QS.
al Jatsiyah:16)
Perintah Mencari Kelebihan Allah
dengan hati ( Melakukan Ma’rifat)
Hati menurut ilmu kedokteran adalah
darah hitam yang beku mempunyai
bentuk tersendiri letaknya disebelah
kiri dada (Heart) berfungsi sebagai
penetral darah. Tetapi Imam Al Gazali
tidak berbicara tentang bentuk dan
fungsinya menurut ilmu kedokteran
hanya berbicara menurut pandangan
ilmu kebathinan (Tasauf). Hati menurut
pandangan Tasauf adalah unsur halus
yang bersifat ke-Tuhanan dan metafisik
yang berada pada bentuk hati yang
bersifat jasmani.
Kelebihan Allah yang diberikan kepada
manusia tertampung dalam wadah
yang mulia yaitu hati. Kelebihan Allah
yang ada pada hati manusia adalah
akal, Bashiroh (Mata bathin), Niat,
Pengetahuan Illahi / Hikmah dan yang
tertinggi adalah Ma’rifat.
Sesungguhnya Allah memerintahkan
HambaNya untuk mencari
kelebihannya, salah satunya adalah
dekat mendekatkan diri padanya
melaluihati sanubari (ma’rifat),
sebagaimana ayat-ayat dibawah ini :
” Dan mohonlah kepada Allah sebagian
dari kelebihanNya. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui segala sesuatu
” (QS. Annisa:32).
” Dia akan memberi pada tiap-
tiaporang yang mempunyai kelebihan
(balasan) keutamaannya. Jika kamu
berpaling, maka sesungguhnya aku
takut akan ditimpa siksa hariqiamat
” (QS. Huud:2).
2 Cara Untuk Memperoleh Kelebihan
Allah
1. Wahbi atau Ladunni
Yaitu kelebihan Allah yang diperoleh
dengan jalan wahyu atau ilham tanpa
ada usaha, mudah dan cepat
mendapatkannya karena langsung dari
Allah. Seperti, para Rasul dengan
wahyu, Nabi denganilham.
2. Kasbi atau Ikhtiyari
Yaitu kelebihan Allah yang diperoleh
dengan usaha yang keras, sulit
mendapatkannya dan dalam waktu
yang relatif lama. Seperti, kelebihan
orang shalih yang diperoleh dengan
istiqomah beribadah atau menjalankan
tasauf dengan Mujahadah dan
Riyadhoh yang tinggi.Setiap manusia
dapat memperoleh kelebihan yang
Allah sediakan untuknya asalkan
mereka mampumenjalannya dengan
baik dan hatiyang bersih atau Allah
memberikan langsung dengan mudah
tanpa usaha melalui wahyuatau ilham.
Dalam usaha memperoleh kelebihan
Allah, ada beberapa tingkat perbedaan
manusia sesuaidengan akal dan
kebisaan mereka.
1. Hati anak kecil yang belum
sempurna
Menerima petunjuk Allah, ia
dapatmengalami keajaiban Tuhan
tetapitidak dapat mengimpretasikan
apa-apa yang dialaminya.
2. Hati yang kotor
Karena berbuat maksiat dan mengikuti
hawa nafsu sehingga tidak dapat
menerima kelebihan Allah sebelum
dibersihkan terlebihdahulu.
3. Hati yang labil
Masih bimbang mencari sesuatu
keduniaan walaupun selalu beribadah
belum dapat menerima hakikat ke-
Tuhanan kecuali ia meninggalkan
kesibukan dunia.
4. Hati yang bodoh
Terhadap hakikat keTuhanan ia
beribadah tetapi tidak mempelajari
tentang hakikat ke-Tuhanan Allah yang
sebenarnya atau ia tidak
mencarihakikat ke-Tuhanan Allah.
6. Hati yang terhijab
Karena pengaruh pengetahuan atau
mengikuti sesuatu ajaran / dogma
yang dapat menutup hatinya dari
hakikat ke-Tuhanan Allah.
Lima Kelebihan hati yang tidak Ada
Pada Anggota Tubuh
1. Tempat persaingan iman dan syaitan
untuk menguasai
2. Pengendali gerakan akal dan hawa
nafsu
3. Penggerak anggota tubuh
4. Obat untuk memperbaiki hati sangat
sulit
5. Banyak penyakit hati
Pengetahuan hati lebih utama
dibanding pengetahuan akal atau
panca indra, karena pengetahuanakal
atau indra obyeknya terbatas hanya
bersifat Empiris dan Rasional dan sering
tertipu oleh obyek yang sedang
diamati atau bersifat Spekulatif yang
sering mengundang kontradiksi
diantarapara ilmuwan.
Pengetahuan hati mempunyai
tigakelebihan
1. Pengetahuan hati tidak terbatas pada
sesuatu yang bersifat Empiris dan
Rasional tetapi dapat mengetahui
sesuatuyang Metafisik dan yang maha
Muthlak.
2. Pengetahuan hati dibimbing oleh
Ilahi dengan Wahyu, Intuisi dan
Hidayah.
3. Hati tempat penilaian Tuhan untuk
semua amal manusia.
Keutamaan Ma’rifat
Ma’rifat adalah mengenal yang hak
pada segala Asma dan sifatNya
dengan sebenar-benarnya. Ma’rifat
adalah keistimewaan yang tertinggi
yangada pada hati, karena seseorang
yang sudah ma’rifat hubungan
antaranya dan Allah sudah sangat
dekat dan harmonishingga dirinya
menyatu dengan Allah, sifatnya adalah
sifat Allah dan semua aktivitasnya
adalah qudrat Allah.
” Siapa yang mengenal dirinya maka ia
mengenal Tuhannya ” (al Hadits). Abu
Ali Addaqaq berkata:”Kehidupan orang
yang Arif selalu tenang tidak ada rasa
takut atau bersedih hati dan tingkah
lakunya menunjukkan kehebatan Allah
“.
Penghalang Melakukan Ma’rifat
Syaitan selalu berusaha untuk
menghalangi usaha manusia
dalammencapai kelebihan Allah
(Melakukan Ma’rifat) dengan bermacam
halangan agar manusiatidak dipandang
oleh Allahdan jauh dari rahmatNya.
”Syaitan menakut-nakuti kamu dengan
kemiskinan dan menyuruhkamu
berbuat kejahatan” (QS.Al
Baqarah:268). Ada beberapa
penghalang yang berupa dosa yang
menghalangi manusia untuk mencapai
kelebihan Allah diantaranya dosa-dosa
itu adalah:
• Perbuatan Maksiat
• Mengikuti Hawa nafsu
• Cinta pada dunia
• Mengikuti dogma / ajaran yang
dilarang agama.
Ma’rifat dalam Pandangan Al-Qur’an
dan Hadits
Dari uraian diatas telah
dijelaskanbahwa ma’rifat adalah
pengetahuan tentang rahasia-rahasia
dari Tuhan yang diberikankepada
HambaNya melalui pancaran
CahayaNya (Tuhan) ke dalam hati
seorang Sufi. Dengan demikian Ma’rifat
berhubungan dengan Nur
(CahayaTuhan). Di dalam Al-Qur’an
dijumpai tidak kurang dari 43 kali kata
Nur di ulang dan sebagian besar
dihubungkan dengan Allah. Salah
satunya ayat di bawah ini :
‫ﻦﻣ ﻪﻟ ﺎﻤﻓ ﺍﺭﻮﻧ ﻪﻟ ﻪﻠﻟﺍ ﻞﻌﺠﻳ ﻢﻟ ﻦﻣ ﻭ‬
‫ﺭ ﻮﻧ‬
”Dan barangsiapa yang tiada diberi
cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah
dia mempunyai cahaya sedikitpun. (QS.
Al-Nur 24:40)
Ayat di atas berbicara tentang cahaya
Allah, cahaya tersebut hanya diberikan
Allah kepada hambaNya yang Dia
kehendaki. Mereka yang mendapatkan
cahaya dengan mudah akan
mendapatkan petunjuk hidup,
sedangkan mereka yang tidak
mendapatkan cahaya akan
mendapatkan kesesatan hidup.
Dalam Ma’rifat kepada Allah yang
didapatkan orang Sufi adalah cahaya.
Dengan demikian ajaran Ma’rifat
sangat dimungkinkan terjadi dalam
Islam dan tidak bertentangan dengan
Al-Qur’an. Selanjutnya di dalam Hadits
kita jumpai sabda Rasulullah yang
berbunyi :
‫ﻑﺮﻏﺍ ﻥﺍ ﺖﺒﺒﺣﺍ ﺔﻴﻓ ﺎﺧ ﺔﻨﻳﺰﺧ ﺖﻨﻛ‬
‫ﻰﻧﻮﻓﺮﻌﻓ ﻢﻬﻴﻟﺍ ﺖﻓ ﺮﻌﺘﻓ ﻖﻠﺨﻟﺍ ﺖﻘﻠﺨﻓ‬
Aku (Allah) adalah perbendaharaan
yang tersembunyi (Ghaib), Aku ingin
memperkenalkan siapa Aku, makaaku
ciptakanlah mahluk. Olehkarena itu
Aku memperkenalkan DiriKu kepada
mereka. Maka mereka itu mengenal
Aku (Hadits Qudsi)
Hadits tersebut memberikan petunjuk
bahwa Allah dapat dikenal oleh
manusia. Caranya dengan mengenal
atau meneliti CiptaanNya. Ini
menunjukkan bahwa Ma’rifat dapat
terjadi, dantidak bertentangan dengan
ajaran Islam.
penutup;
D alam kitab Al-Mahabbah, Imam Al-
Ghazali mengatakan bahwa cinta
kepada Allah adalah tujuan puncak
dari seluruh maqam spiritual dan ia
menduduki derajad/level yang tinggi.
“(Allah) mencintai mereka dan
merekapunmencintai-Nya.” (QS. 5: 54).
Dalam tasawuf, setelah di raihnya
maqam mahabbah ini tidak ada lagi
maqam yang lain kecuali buahdari
mahabbah itu sendiri. Pengantar-
pengantar spiritual seperti sabar,
taubat, zuhud, danlain lain nantinya
akan berujung pada mahabatullah
(cinta kepada Allah).
Dalam buku
“Mahabbatullah” (mencintai Allah),
Imam Ibnu Qayyim menuturkan
tahapan-tahapan menuju wahana cinta
Allah. Bahwasanya cinta senantiasa
berkaitan dcngan amal. Dan amal
sangat tergantung pada keikhlasan
kalbu, disanalah cinta Allah berlabuh.
Itu karena Cinta Allah merupakan
refleksi dari disiplin keimanan dan
kecintaan yang terpuji, bukan
kecintaan yang tercela yang
menjerumuskan kepada cinta selain
Allah
Tidak ada pemberi nikmat dan
kebaikan yang hakiki selain Allah. Oleh
sebab itu, tidak ada satu pun kekasih
yang hakiki bagi seorang hamba yang
mampu melihat dengan mata batinnya,
kecuali Allah SWT. Sudah menjadi sifat
manusia, ia akan mencintai orang baik,
lembut dan suka menolongnya dan
bahkan tidak mustahil ia akan
menjadikannya sebagai kekasih. Siapa
yang memberi kita semua nikmat ini?
Dengan menghayati kebaikan
dankebesaran Allah secara lahir dan
batin, akan mengantarkan kepada rasa
cinta yang mendalamkepadaNya.
Ketertundukan hati secara total di
hadapan Allah, disinilah kita sebagai
hamba Allah bisa membuktikan bahwa
ma’rifat kepada Allah juga tertanam
dalamkalbu kita, berusaha
mewujudkannya dalam setiap
perbuatan, ibadah dan
merealisasikannya dalam kehidupan
sehingga kita termasuk dalam
golongan ma’rifatullah.
Ibnu Qoyyim dalam kitab Al Fawaidhal
29, mengatakan: “Allah mengajak
hamba-Nya untuk mengenal diri-Nya di
dalam Al Qur’an dengan dua cara yaitu
pertama, melihat segala perbuatan
Allah dan yang kedua, melihat dan
merenungi serta menggali tanda-tanda
kebesaran Allah” seperti dalam firman-
Nya: “Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi dan pergantian siang
dan malam terdapat (tanda-tanda
kebesaran Allah) bagi orang-orang
yang memiliki akal.” (QS. Ali Imran:
190)
Jelas sudah dari ayat di atas, bahwa
Allah tidak melarang bahkan
memerintahkan HambaNyauntuk
mengenal diriNya,Ma’rifat kepada
Tuhan tidak bisa ditemukan meskipun
dengan menyembahnya secara benar.
Ma’rifat dapat ditemukan dengancara
larut dengan-Nya, melalaikandunia
secara total dan terus-menerus berpikir
tentang-Nya. Mungkin bagi kita yang
hanya sebagai manusia yang tergolong
kedalam golongan ma’rifat mukmin
menurut Dzunnin al-Mishrimasih di
kategorikan belum mampu untuk larut
dengan-Nya, melalaikan dunia secara
total danterus-menerus berpikir
tentang-Nya. Begitu pula yang
termasuk ke dalam golongan ma’rifat
……. Mereka adalah para filosof, ahli
ilmu kalam, dan para pemikir. Mereka
hanya mengetahui Allah berdasarkan
data-data empiris melalui penelitian-
penelitian.
Mereka tidak mengenal Allah dan
mereka tidak mampu membuka hijab
Allah SWT karena mereka tidak
sepenuhnya memusatkan pikiran dan
hidup mereka untuk mengetahui Dzat
Allah.
Bagi mereka mengetahui untuk kajian
ilmiah sudah cukup membuktikan
adanya Allah SWT. Mereka tidak dapat
membuka hijab Allah karena mereka
belum dapat melalaikan dunia secara
total. Sedangkan ma’rifat awliya
muqarrab. Mereka adalah nabi, wali,
dan sufi yang mempunyai pribadi yang
dekat dengan Allah SWT. Hanya
mereka yang mampu membuka hijab
Allah SWT. Karena mereka sudah
mampu untuk larutdengan-Nya,
melalaikan duniasecara total dan terus-
menerus berpikir tentang-Nya.

Di dalam suatu dalil dikatakan bahwa :

“Awwaluddin Ma’rifatullah” (Awal mula seseorang itu beragama, ialah mengenal akan Allah)”.

Dimana seseorang itu wajib hukumnya untuk mengenal akan Allah sebagai langkah awal menuju
kesempurnaan beragama. Tanpa mengenal Allah maka Ibadah apapun yang dilakukan bagaimana mungkin
bisa dikatakan sampai sedangkan Tujuan nya saja tidak diketahui. Karena itu sangatlah penting sekali
pengenalan akan Allah itu di dalam kehidupan ini. Dengan Mengenal akan Allah maka akan dirasakannya Manis
Lezatnya ke imanan, dirasakan khusyuknya dalam Amal Ibadah serta Ketenangan Jiwa akan mengalir di dalam
dirinya. Menjadikan Pribadi yang ikhlas, sabar, tawakkal serta Ridho dalam menjalani Hidup. Tentu tiada
kebahagiaan yang melebihi daripada kebahagiaan para Arif billah/orang yang mengenal akan Allah

Seandainya Allah Swt membukakan akan rahasia keagungan para Arif billah, maka niscaya orang-orang akan
tercengang dan terheran-heran serta takjub dibuatnya. Karena Nur yang meliputi diri para Arif billah itu akan
memancar menembus sampai ke langit ketujuh. Karena itu lah Allah menutup akan diri para kekasih-
kekasihNya itu, sehingga tidak ada yang mengetahui tentang dirinya melainkan hanya Allah dan mereka-
mereka yang sama-sama telah sampai pada maqom Ma’rifatullah tsb.

Adapun Manusia-manusia itu untuk sampai kepada pengenalan akan Allah (Ma’rifatullah) maka terlebih dahulu
ia haruslah mengenal dirinya yang sebenar-benarnya.

“Man ‘Arofa Nafsahu faqod ‘Arofa Robbahu” (Barang siapa yang mengenal akan dirinya yang
sebenarnya niscaya kenal lah ia akan Allah).

Dan tahapan-tahapan yang harus dilalui adalah :


1. Menundukkan Hawa Nafsu dengan memerangi kesyirikan, kekufuran, kemunafikan, kefasikan dan
kemurtadan yang ada di dalam diri dengan menjauhi kesombongan, keingkaran terhadap kebenaran,
kebodohan dan ketidak pedulian tentang kebenaran.
2. Apabila ia telah berhasil di dalam memerangi Hawa Nafsunya tadi maka ia akan di anugrahi
Hidayah/petunjuk kepada jalan yang di Ridhoi Allah Swt yaitu jalan menuju kepada Kebenaran
Hakikat Muhammad Rosulullah Saw, serta dilengkapi ia dengan sifat-sifat Muhammad Rosulullah Saw
yaitu Siddiq, Tabligh, Amanah dan Fathonah serta menjadikan ia Sami’na wa atho’na.
3. Apabila ia tetap Istiqomah pada tahapan ke-1 dan ke-2 itu maka ia akan disesuaikan oleh Allah Swt
dengan Hukum Sunatullah yang berlaku di dalam kehidupan ini. Maka tetapkanlah kesabaranmu di
dalam Hukum Allah Swt itu. (Tawakkal/berserah diri kepada Allah dengan meyakini bahwa apa yang
terjadi atas dirinya, itu semua Qudrat Iradat Allah Swt semata). Bersabarlah! Dan pasrahkanlah
dengan sebenar-benarnya, dan berlaku kasih sayanglah kepada sesama Saudara Mu’min serta
menjadilah Rahmat bagi Makhluk Allah Swt yang lain. Tetapi ingatlah!!!, sesungguhnya banyak di
antara orang Mu’min Hamba-hamba Allah itu yang terlena di dalam tahapan ini, artinya mereka yang
takjub dan hilang kesadaran dirinya karena sangat mempesonanya keindahan-keindahan dan
kemuliaan-kemuliaan Allah Swt yang dinyatakan/ditampakkan oleh Allah berupa karomah-karomah
membuat ia lupa akan Allah Swt yang menganugrahkan kelebihan-kelebihan itu sehinggan Karomah
itulah yang menjadi maksud dan tujuannya. Lalu lupa ia kepada tujuan yang sebenarnya yaitu Allah
Swt yang menurunkan Karomah itu. Maka jatuhlah ia kepada jurang kefasikan, kembali dikuasai oleh
Hawa Nafsunya. “Laa Hawla wa Laa Quwwata Illa Billah………….”. Berhati-hatilah di dalam
tahapan ini!!!!, tidak ada seorangpun yang selamat dalam tahapan ini melainkan mereka yang benar
di dalam memasrahkan segala sesuatunya kepada Allah Swt, sehingga jadilah Allah sebagai
penolongnya dan hanya Allah lah sebaik-baik penolong bagi orang-orang Mu’min.
4. Kemudian apabila ia telah sampai kepada tahapan itu dengan selamat dan ia senantiasa di dalam
kesabaran serta selalu berhati-hati di dalam Musyahadahnya (Penyaksiannya), maka akan
tersingkaplah segala Kebenaran Hakikat Muhammad Rosulullah Saw dengan sendirinya tanpa ia
memaksakan kehendaknya untuk menyingkap tirai itu. Artinya ; Kebenaran Hakikat Muhammad
Rosulullah Saw itu sendiri yang akan datang menjemputnya untuk di bawa naik (Mi’raj) menuju
Alam yang tiada Batas dan dihampirkannnya kepada Kebenaran yang membawa
Rahmat yaitu Nurun Ala Nurin sumber segala hakikat-hakikat yang ada termasuk Hakikat Diri
atau Hakikat Muhammad. Lalu timbul lah kecintaan yang amat sangat dalam kepada Muhammad
Rosulullah Saw, rindu yang tiada habis-habisnya dan diwujudkannya di dalam gerak dan diamnya
dengan Sholawat dan puji-pujian kepada Rosulullah Saw. Kecintaannya yang sangat dalam kepada
Rosulullah Saw terasa nikmat sekali dirasakannya, sehingga tiada nikmat apapun yang dapat
menyamai kenikmatan cinta Rosulullah Saw. Racun kerinduan rela dan ikhlas diminumnya karena
kemabukkannya tiada bandingannya. Kemabukkan cinta itulah yang mengahantarkan dirinya
kepada Robbul Izzati untuk berkasih-kasihan memadu cinta yang telah lama terpendam.

Dengan tahapan-tahapan itu akan sampai lah ia kepada Memandang Zat Maha Mutlak yang tiada tara
keagungan dan kebesaran-Nya, yang Esa dalam ke Esa annya, dimana segala sesuatu bergantung kepada-
Nya, tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tiada satupun yang menyamai-Nya.

Ketika para Pecinta Allah sudah asyik di dalam pandang memandang, maka Allah akan mendudukan ia
pada “Maqom Muroqobah” sebagai jalan terbukanya Tirai “Kebenaran
Hakiki/Mukassyafaturrobbani”. Itulah Akhir dari pada pengembaraan dan perjalanan dan Itulah Puncak
segala Puncak kenikmatan dan kebahagiaan.

Maka sampailah ia kepada Hakikat di atas Hakikat yaitu Zat Maha Mutlak yang tidak bisa di ganggu gugat
dari segala apa pun tentang diri-Nya.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar

Asyhadu Anlaa ilaa ha illallah Wa Asyhadu Anna Muhammadurrosulullah.

Anda mungkin juga menyukai