Anda di halaman 1dari 33

Tuesday, September 13, 2011

SUFI ROAD : DZIKIR QOLBU

Dzikir kalbu disebut juga dzikir


tersembunyi, dzikr khafi, yaitu zikir yang tersembunyi di dalam hati, tanpa suara dan kata-kata.
Zikir ini hanya memenuhi kalbu dengan kesadaran yang sangat dekat dengan Allah, seirama
dengan detak jantung serta mengikuti keluar masuknya napas. Keluar masuknya napas yang
dibarengi dengan kesadaran akan kehadiran Allah merupakan pertanda bahwa kalbu itu hidup
dan berkomunikasi langsung dengan Allah. Sebaliknya, orang yang lupa mengingat Allah
menunjukkan kalbunya mati, karena tidak ada komunikasi dengan Yang Mahahidup. Dalam
literatur sufisme di Barat, zikir kalbu sering dilukiskan sebagai living presencehidup dengan
merasakan kehadiran Tuhan. Di dalam Alquran, Yang Mahahidup itu digambarkan sebagai
Cahaya langit dan bumi. Maka, ketika tidak ada hubungan dengan sumber cahaya itu, kalbu pun
tidak mendapat pancaran cahaya, sehingga gelap dan mati.

Alquran menggunakan istilah qalb (hati) sebanyak 132 kali. Makna dasar kata ini adalah
membalik kembali, pergi maju-mundur, berubah, bolak-balik, naik-turun, mengalami perubahan.
Rasulullah saw. mengatakan bahwa qalb karena sifat berubah-ubahnyabagaikan selembar
bulu di gurun pasir; angin membolak-baliknya dari atas ke bawah. Salah satu istri Nabi
meriwayatkan bahwa dia sering berdoa, " Wahai Dia Yang membuat hati berubah-ubah,
tetapkan hatiku pada agama-Mu!" Pendek-nya, qalb bukan sesuatu yang konstan, melainkan bisa
mengalami pasang-surut dan berubah-ubah dari satu ke-adaan ke keadaan yang lain.

Imam Jafar al-Shadiq menye-butkan perubahan hati itu ada empat.


Pertama, hati yang tinggi. Tingginya hati ini ketika zikir kepada Allah Swt. Kalau orang
senantiasa berzikir kepada Allah, hatinya akan naik ke tempat yang tingi.
Kedua, hati yang terbuka. Hati ini diperoleh apabila kita rida kepada Allah Swt.
Ketiga, hati yang rendah, yang terjadi ketika kita disibukkan oleh hal-hal yang selain Allah,
Keempat, adalah hati yang mati atau hati yang berhenti. Hati ini terjadi ketika seseorang
melupakan Allah SWT sama sekali
Oleh karena itu, untuk menjaga agar hati kita selalu hidup, maka ingatlah kepada Allah SWT.
Dzkir kalbu mempunyai dampak yang jelas dalam meneguhkan hati (qolbu agar memiliki
keyakinan, kekuatan dan kemantapan iman kepada Allah serta melahirkan perbuatan yang baik
amal shaleh dalam hubugnan vertikal kepada Allah maupun hubungan horizontal dengan sesama
manusia
Mereka itu adalah orang-orang yang beriman, yang hati-nya menjadi tenteram dengan
mengingat (dzikr) Tuhan. Ingatlah, hanya dengan mengingat Tuhan sajalah maka hati menjadi
tenteram (Q.S. al-Ra'd [13]: 28).

Allah meneguhkan keimanan orang-orang beriman dengan ucapan yang teguh (al-qawl al-
tsabit) dalam kehidupan dunia dan akbirat, dan Allah menyesatkan orang yang berbuat aniaya.
Dan Allah melakukan apa saja yang Dia kehendaki (Q.S. Ibrahim [14]: 27).
Makna "ucapan yang teguh" (al-qawl al-tsdbit) adalah kalimah thayyibah atau zikir yang
menghunjam di dalam kalbu. la seperti sebuah pohon, akar tunjangnya menghunjam ke bumi
sedangkan dahan, ranting, dan dedaunannya menjulang ke langit, sebagaimana digambarkan
pada Q.b. Ibrahim [14]: 24.
Iman tumbuh di dalam hati,sementara petunjuk mengalihkan hati menuju arah yang benar.
Dengan cara yang sama, hati adalah pusat keraguan (Q.S At-Taubah (9);45), penyangkalan (Q.S
An-Nahlu (16);22), kekafiran dan penyelewengan dari jalan yang lurus.
Disinilah setan mengarahkan perhatiannya, berusaha menanamkan kesesatan.
Dzikir kalbu berfungsi sebagai benteng pertahanan dari dalam untuk
membendung bisikan setan yang bersumpah akan menggoda manusia dari
berbagai penjuru.

Iblis berkata, "Ya Allah, karena Engkau telah menghukumku sesat, aku benar-
benar akan menghalanghalangi mereka (manusia) dari jalan yang lurus.
Kemudian akan mendatangi mereka dari depan, belakang, sebelah kanan dan kiri mereka. Dan
Engkau tidak akan mendapati mayoritas mereka bersyukur" (Q.S. al-A'raf [7]: 16-17).

Nabi berkata, "Sesungguhnya setan mengalir dalam diri manusia seperti mengalirnya darah,
maka aku khawatir bahwa dia akan memasukkan kejahatan dalam hatimu" (Bukhari, bab al-
Kbalq, 11).
Alquran juga menegaskan bahwa zikir bermanfaat bagi kehidupan orang yang beriman, dan
bahwa zikir menen-teramkan hati dan pikiran (Q.S. al-Ra'd: 28).

Hakim al-Tirmidzi, seorang sufi dari Termez, Uzbekistan, sebagai-mana dikutip oleh Abu
Nu'aim al-Ashfahani dalam kitab Hilyab al-Auliya\ menggambarkan hubungan zikir dengan
ketenteraman hati sebagai berikut:
Dengan mengingat Allah [yang diresapkan ke dalam kalbu], hati seseorang akan menjadi lembut.
Sebaliknya, hati yang lupa kepada Allah dan dipenuhi oleh rekaman tentang [berbagai dorongan
nafsu] dan kelezatan hidup semata, akan menjadi keras dan kering. Kalbu seseorang tidak
berbeda dengan sebatang pohon. Pohon akan segar, rimbun dan penuh dengan dedaunan yang
menyejukkan apabila ia menyerap air yang cukup. Apabila sebatang pohon tumbuh di tempat
yang tidak berair, maka dahan dan ranting pohon itu akan kering kerontang dan dedaun-annya
pun akan berguguran. Demikian pula hati kita. Zikir merupakan mata air kehidupan. Hati yang
kosong dari zikir kepada Allah berarti kekurangan mata air kehidupan. Hati akan kering,
gersang, keras, dan penuh dengan bara hawa nafsu dan syahwat, dan akhirnya menjadi enggan
berbakti kepada Allah. Jika terus dibiarkan, hati akan pecah berkeping-keping; yang hanya
pantas menjadi bara api neraka. Sebenamya, kelembutan hati dan ketenteramannya merupakan
rahmat Allah. Allah-lah yang memantulkan cahaya kedalam hati seseorang karena dzikir kepada
Allah dengan kasih sayangnya.

Uraian Hakim At Tirmidzi ini merupakan penjabaran dari firman Allah SWT :
Apakah orang-orang yang dilapangkan dadanya oleh Allah untuk menerima al-Islam, kemudian
mendapat pancaran cahaya dari Tuhannya sama dengan orang-orang yang hatinya membatu?
Maka malapetaka besar bagi mereka yang hatinya membatu [karena engganj berzikir kepada
Allah, Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. (Q.S.ai-Zumar [29]: 22).

Barangsiapa yang [hatinya] berpaling dan zikir kepada Allah Yang Maha Pengasih, Kami
sertakan setan kepada-nya, sehingga setan itu menjadi teman dekatnya. (Q.S. al- Zukhruf [431:
36). |

Dzikir kalbu (khafi), menurut kaum sufi, mem-punyai efek-efeknya sendiri yang mencerahkan:
ia menyulut api kerinduan kepada Allah, membina kecintaan kepada Allah dalam hati,
melahirkan perenungan, melahirkan ekstase dalam diam, menimbulkan ketidaksukaan untuk
terjerembab dan tenggelam dalam urusan-urusan duniawi, serta memungkinkan dzakir (pezikir)
lebih mengutamakan Allah Swt. ketimbang segala sesuatu selain-Nya.

> Dzikir Sufi, Dr. Asep Usman Ismail


Senin, 17 September 2012

SUFI ROAD : MENEMBUS ALAM RUHANIAH


Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani R.A di
dalam kitabnya al-Ghunyah; 1/101,
menyebutkan: Di dalam hati manusia
terdapat dua ajakan: Pertama ajakan malaikat.
Ajakan malaikat itu mengajak kepada
kebaikan dan membenarkan kepada yang
benar (haq); dan kedua, ajakan musuh. Ajakan
musuh itu mengajak kepada kejahatan,
mengingkari kebenaran dan melarang kepada
kebajikan. Yang demikian telah
diriwayatkan oleh Abdullah bin Masud R.A.

Al-Hasan al-Bashri R.A berkata:


Sesungguhnya kedua ajakan itu adalah kemauan yang selalu mengitari hati manusia, kemauan
dari Allah dan dari musuh, hanya dengan sebab Rahmat Allah, seorang hamba mampu
mengontrol kemauan-kemauannya tersebut. Oleh karena itu, apa-apa yang datang dari Allah
hendaknya dipegang oleh manusia dengan erat-erat dan apa yang datang dari musuh, dilawannya
kuat-kuat .

Mujahid R.A berkata; Firman Allah s.w.t:

Dari kejahatan bisikan setan yang biasa bersembunyi. (QS. an-Nas; 114/4)

Bisikan itu mencengkram hati manusia, apabila manusia berdzikir kepada Allah, maka setan itu
akan melepaskan cengkramannya namun apabila manusia kembali lupa, maka setan itu akan
kembali mencengkram hatinya. Muqotil R.A berkata: Dia adalah setan yang berbentuk babi
hutan yang mulutnya selalu menempel di hati manusia, dia masuk melalui jalan darah untuk
menguasai manusia lewat hatinya. Apabila manusia melupakan Allah Taala, dia menguasai
hatinya dan apabila manusia sedang berdzikir kepada Allah dia melepaskan dan keluar dari jasad
manusia itu.

Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani R.A berkata, bahwa di dalam hati ada enam bisikan (khotir):
(1) Bisikan nafsu syahwat;
(2) Bisikan setan;
(3) Bisikan ruh;
(4) Bisikan malaikat;
(5) Bisikan akal; dan
(6) Bisikan keyakinan.

1. BISIKAN NAFSU SYAHWAT


Bisikan nafsu syahwat adalah bisikan yang secara qudroti tercipta untuk memerintah manusia
mengerjakan kejelekan dan memperturutkan hawa nafsu.

2. BISIKAN SETAN
Bisikan setan itu adalah perintah agar manusia menjadi kafir dan musyrik (menyekutukan Allah),
berkeluh-kesah, ragu terhadap janji Allah s.w.t cenderung berbuat maksiat, menunda-nunda
taubat dan apa saja yang menyebabkan kehidupan manusia menjadi hancur baik di dunia maupun
di akherat. Ajakan setan ini adalah ajakan paling tercela dari jenis ajakan jelek tersebut.

3. BISIKAN RUH
Bisikan ruh adalah bisikan yang mengajak manusia mengikuti kebenaran dan ketaatan kepada
Allah s.w.t dan juga kepada apa saja yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan sehingga
menyebabkan keselamatan dan kemuliaan manusia, baik di dunia maupun di akherat. Ajakan ini
adalah dari jenis ajakan yang baik dan terpuji.

4. BISIKAN MALAIKAT
Bisikan malaikat sama seperti bisikan ruh, mengajak manusia mengikuti kebenaran dan ketaatan
kepada Allah s.w.t dan segala yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan dan juga kepada apa
saja yang menyebabkan keselamatan dan kemuliaan.

5. BISIKAN AKAL
Bisikan akal adalah bisikan yang cenderung mengarahkan pada ajakan bisikan ruh dan malaikat.
Dengan bisikan akal tersebut sekali waktu manusia mengikuti nafsu dan setan, maka manusia
terjerumus kepada perbuatan maksiat dan mendapatkan dosa. Sekali waktu manusia mengikuti
bisikan ruh dan malaikat, maka manusia beramal sholeh dan mendapatkan pahala. Itulah hikmah
yang dikehendaki Allah s.w.t terhadap kehidupan manusia. Dengan akalnya, supaya manusia
mempunyai kebebasan untuk memilih jalan hidup yang dikehendaki namun kemudian manusia
juga harus mampu mempertanggungjawabkan atas kesalahan dan kejahatan dengan siksa dan
neraka dan menerima balasan dari amal sholeh dengan pahala dan surga.

6. BISIKAN KEYAKINAN
Bisikan yakin adalah Nur Iman dan buah ilmu dan amal yang datangnya dari Allah s.w.t dan
dipilihkan oleh Allah s.w.t. Ia diberikan khusus hanya kepada para kekasih-Nya dari para Nabi,
ash-Shiddiq, asy-Shuhada dan para Wali-wali-Nya. Bisikan yakin itu berupa ajakan yang selalu
terbit dari dalam hati untuk mengikuti kebenaran walau seorang hamba itu sedang dalam lemah
wiridnya. Bisikan yakin itu tidak akan sampai kepada siapapun, kecuali terlebih dahulu manusia
menguasai tiga hal;
(1) Ilmu Laduni;
(2) Ahbrul Ghuyb (khabar dari yang gaib);
(3) Asrrul Umur (rahasia segala urusan).

Bisikan yakin itu hanya diberikan oleh Allah Taala kepada orang-orang yang dicintai-Nya,
dikehendaki-Nya dan dipilih-Nya. Yaitu orang-orang yang telah mampu fana di hadapan-Nya.
Yang telah mampu gaib dari lahirnya. Yang telah berhasil memindahkan ibadah lahir menjadi
ibadah batin, baik terhadap ibadah fardhu maupun ibadah sunnah. Orang-orang yang telah
berhasil menjaga batinnya untuk selama-lamanya. Allah s.w.t yang mentarbiyah mereka.
Sebagaimana yang telah dinyatakan dengan firman-Nya:

Sesungguhnya Waliku adalah Allah, dan Dia mentarbiyah (memberikan Walayah) kepada
orang-orang yang sholeh. (QS. al-Araaf; 7/196)

Orang tersebut dipelihara dan dicukupi dengan sebab-sebab yang dapat menyampaikan kepada
keridlaan-Nya dan dijaga serta dilindungi dari sebab-sebab yang dapat menjebak kepada
kemurkaan-Nya. Orang yang setiap saat ilmunya selalu bertambah. Yaitu ketika terjadi
pengosongan alam fikir, maka yang masuk ke dalam bilik akalnya hanya yang datangnya dari
Allah s.w.t. Seorang hamba yang marifatnya semakin hari semakin kuat. Nurnya semakin
memancar. Orang yang selalu dekat dengan yang dicintainya dan yang disembahnya. Dia berada
di dalam kenikmatan yang tiada henti. Di dalam kesenangan yang tiada putus dan kebahagiaan
tiada habis. Surga baginya adalah apa yang ada di dalam hatinya.

Ketika ketetapan ajal kematiaannya tiba, disebabkan karena masa baktinya di dunia fana telah
purna, maka untuk dipindahkan ke dunia baqo, mereka akan diberangkatkan dengan sebaik-baik
perjalanan. Seperti perjalanan seorang pengantin dari kamar yang sempit ke rumah yang luas.
Dari kehinaan kepada kemuliaan. Dunia baginya adalah surga dan akherat adalah cita-cita.
Selama-lamanya mereka akan memandang wajah-Nya yang Mulia, secara langsung tanpa
penghalang yang merintangi. Allah s.w.t menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:

( 54)

Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu, berada di taman-taman dan sungai-sungai Di


tempat yang disenangi di sisi Tuhannya yangMaha Kuasa . (QS. al-Qomar; 54/54)

Dan firman Allah s.w.t:

Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan tambahan . (QS. Yunus;
10/26)

Firman Allah s.w.t di atas: Ahsanuu, artinya berbuat baik dengan mentaati Allah s.w.t dan
Rasul-Nya, serta selalu mensucikan hatinya dengan meninggalkan amal ibadah yang selain
untuk-Nya. Allah s.w.t akan membalasnya di akherat dengan surga dan kemuliaan. Diberi
kenikmatan dan keselamatan. Ditambahi dengan pemberian yang abadi. Yaitu selama-lamanya
memandang kepada wajah-Nya yang Mulia.

Nafsu dan Ruh adalah dua tempat bagi setan dan malaikat. Keadaannya seperti pesawat
penerima yang setiap saat siap menerima signal yang dipancarkan oleh dua makhluk tersebut.
Malaikat menyampaikan dorongan ketakwaan di dalam ruh dan setan menyampaikan ajakan
kefujuran di dalam nafsu. Oleh karena itu, nafsu selalu mengajak hati manusia untuk
melaksanakan perbuatan-perbuatan fujur.

Di antara keduanya ada Akal dan Hawa. Dengan keduanya supaya terjadi proses hikmah dari
rahasia kehendak dan keputusan Allah yang azaliah. Yaitu supaya ada pertolongan bagi manusia
untuk berbuat kebaikan dan dorongan untuk berbuat kejelekan. Kemudian akal menjalankan
fungsinya, memilih menindaklanjuti pertolongan dan menghindari ajakan kejelekan, dengan itu
supaya tidak terbuka peluang bagi hawa untuk menindaklanjuti kehendak nafsu dan setan.
Sedangkan di dalam hati ada dua pancaran Nur, Nur Ilmu dan Nur Iman. itulah yang
dinamakan yakin. Kesemuanya indera tersebut merupakan alat-alat atau anggauta masyarakat
hati. Hati bagaikan seorang raja terhadap bala tentaranya, maka hati harus selalu mampu
mengaturnya dengan aturan yang sebaik-baiknya. (Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani, Al-
Ghunyah; 1/101)

Walhasil, yang dimaksud alam ruhaniah itu bukan alam jin atau alam ghaib, tetapi alam-alam
batin yang ada dalam jiwa manusia. Alam batin yang menyertai alam lahir manusia secara
manusiawi. Dengan alam batin, manakala indera-indera yang ada di dalam alam batin itu hidup,
maka manusia bisa mengadakan interaksi dengan makhluk batin dengan segala rahasia
kehidupan yang ada di dalamnya sebagaimana dengan alam lahir manusia dapat mengadakan
komunikasi dengan makhluk lahir dengan segala urusannya.

Untuk menghidupkan indera-indera yang ada di alam batin tersebut, manusia harus mampu
mencapainya dengan jalan melaksanakan mujahadah dan riyadhoh di jalan Allah. Mengharapkan
terbukanya matahati (futuh) dengan menempuh jalan ibadah (thoriqoh) dengan bimbingan
seorang guru mursyid sejati. Perjalanan tersebut bukan menuju suatu tempat yang tersembunyi,
melainkan menembus pembatas dua alam yang di dalamnya penuh mesteri. Dengan itu supaya ia
mencapai suatu keadaan yang ada dalam jiwa yang dilindungi, supaya dengan keadaan itu ia
dapat menemukan rahasia jati diri yang terkadang orang harus mencari setengah mati. Itulah
perjalanan tahap awal yang harus dicapai seorang salik dengan sungguh hati. Lalu, dengan
mengenal jati diri itu, dengan izin Allah selanjutnya sang pengembara sejati dapat menemukan
tujuan akhir yang hakiki, yakni menuju keridhoan Ilahai Rabbi.
SUFI ROAD :

KAROMAH
BUKAN
DERAJAT LUHUR
Tidak setiap orang yang memiliki keistemewaan itu
sempurna kebersihan batin dan keikhlasannya.
Saat ini publik ummat sering menilai derajat luhur
seseorang dari kehebatan-kehebatan ilmu dan
karomahnya.
Syeikh Abu Yazid al-Bisthamy pernah didatangi muridnya, yang melaporkan karomah
dan kehebatan seseorang.

Dia bisa menyelam di lautan dalam waktu cukup lama


Saya lebih kagum pada paus di lautan
Dia bisa terbang! kata muridnya.
Saya lebih heran, burung kecil terbang sehariankarena kondisinya memang
demikian, jawabnya.Lhah, dia ini bisa sekejap ke Mekkah
Saya lebih heran pada Iblis sekejap bisa mengelilingi duniaNamun dilaknat oleh
Allah.
Suatu ketika orang yang diceritakan itu datang ke masjid, tiba-tiba ia meludah ke
arah kiblat.

B
agaimana ia menjaga adab dengan Allah dalam hakikat, sedangkan adab
syariatnya saja tidak dijaga.. kata beliau.
Banyak orang yang mendalami ilmu pentetahuan, mampu membaca dan
mengenal dalil, kitab-kitab, bahkan memiliki keistemewaan, tetapi banyak pula
diantara mereka tidak bersih hatinya, tidak ikhlas dalam ubudiyahnya.

Begitu pula ketika karomah dan tanda-tanda yang hebat itu disodorkan pada Sahl bin
Abdullah at-Tustary, ra, beliau balik bertanya, Apa itu tanda-tanda? Apa itu
karomah? Itu semua akan sirna dengan waktunya. Bagiku orang yang diberi
pertolongan Allah swt untuk merubah dari perilakunya yang tercela menjadi perilaku
yang terpuji, lebih utama dibanding orang yang punya karomah seperti itu.
Sebagian Sufi mengatakan, Yang mengagumkan bukannya orang yang memasukkan
tangan ke kantong sakunya, lalu menafkahkan apa saja dari kantong itu. Yang
mengagumkan adalah orang yang memasukkan tangannya ke kantong sakunya karena
merasa ada sesuatu yang disimpan di sana. Begitu ia masukkan tangannya ke sakunya,
sesuatu itu tidak ada, namun dirinya tidak berubah (terkejut) sama sekali.
Jadi karomah itu sesungguhnya hanyalah cara Allah memberikan pelajaran kepada
yang diberi karomah agar perjalanan ruhaninya tidak berhenti, sehingga semakin
menajak, semakin naik, bukan untuk menunjukkan keistemewaanya.

YANG ISTIMEWA ADALAH ISTIQOMAH. Karena itu para Sufi menegaskan,


Jangan mencari karomah, tetapi carilah Istiqomah. Sebab istiqomah
itu lebih hebat dibanding seribu karomah. Dan memang, hakikat kartomah
adalah Istiqomah itu sendiri.
Bahkan Imam Al-Junayd al-Baghdady pernah mengingatkan, betapa banyak para Wali
yang terpleset derajatnya hanya karena karomah.
Syeikh Abdul Jalil Mustaqim pernah mengatakan, ketika anda diludahi seseorang dan
anda sama sekali tidak marah, itulah karomah, yang lebih hebat dibanding karomah
yang lainnya.

Ketika dalam sebuah perkumpulan Thariqat Sufi, tiba-tiba ada seseorang datang, dan
langsung membicarakan kehebatan ilmu ini dan itu, karomah si ini dan si itu. Lalu
seseorang diantara mereka menegur,
Mas, kalau di sini, ilmu-ilmu seperti yang anda sampaikan tadi hanya dinilai sampah.
Jadi percuma sampean bicara sampah di sini

Ada seseorang disebut-sebut sebagai Wali:


Wah dia itu wali, bisa baca pikiran orang, dan kejadian-kejadian yang pernah kita
lakukan walau pun sudah bertahun-tahun lamanya
Lhah, orang yang punya khadam Jin juga bisa diberi informasi oleh Jinnya tentang
kejadian yang lalu maupun yang akan datang Jadi hati-hati

Beliau itu keturunan seorang Ulama besar..


Tidak ada jaminan nasab itu, nasibnya luhur di hadapan Allah
Dan panjang sekali kajian soal karomah dan kewalian ini, yang butuh ratusan
halaman. Tetapi kesimpulannya, seseorang jangan sampai mengagumi kehebatan lalu
mengklaim bahwa kehebatan itu menunjukkan derajat di depan Allah. Tidak tentu
sama sekali.

Sumber : Sufinews
Friday, January 13, 2012

RIYADATHUS SHALIHIN : JUJUR


1. Dari Ibnu Masud ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda :
Sesungguhnya kebenaran itu membawa kepada kebaikan dan
kebaikan itu membawa ke surga. Seseorang akan selalu
bertindak jujur sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai orang
yang jujur. Dan sesungguhnya dusta itu membawa kepada
kejahatan dan kejahatan itu membawa ke neraka. Seseorang
akan selalu berdusta sehingga ia ditulis di sisi Allah sebagai
pendusta . (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Abu Muhammad Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra.,
ia berkata : Saya menghafal beberapa kalimat dari Rasulullah
SAW, yaitu : Tinggalkanlah apa yang kamu ragukan dan
kerjakanlah apa yang tidak kamu ragukan. Sesungguhnya jujur
itu menimbulkan ketenangan dan dusta itu menimbulkan
kebimbangan . (HR. Tirmidzi)

3. Dari Abu Sufyan Shahr bin Harb ra., di dalam haditsnya


yang panjang tentang cerita pertanyaan Heraklius kepadanya :
Apa saja yang diperintahkan oleh Nabi SAW kepada kamu ? Abu Sufyan berkata : Nabi
SAW bersabda : Sembahlah Allah Yang Maha Esa dan janganlah kamu menyekutukan apapun
dengan-Nya, tinggalkanlah ajaran-ajaran nenek moyangmu. Beliau juga menyuruh kami untuk
melaksanakan salat, jujur, pemaaf dan menghubungkan sanak kerabat . (HR. Bukhari dan
Muslim)

4. Dari Abu Tsabit, (Abu Said atau Abul Walid Sahl bin Hunaif), ia adalah orang yang ikut
perang Badar. Menurut beliau, Nabi SAW bersabda : Siapa saja yang benar-benar mohon untuk
mati syahid kepada Allah Taala niscaya Allah akan
mengabulkan ke tingkat orang yang mati syahid walaupun ia mati di atas tempat tidur . (HR.
Muslim

5. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Ada salah seorang di antara
para nabi sewaktu akan berangkat perang, ia berpesan kepada kaumnya : Janganlah mengikuti
kami, yaitu orang yang baru kawin, sedangkan ia belum berkumpul dengan isterinya. Orang
membangun rumah, sedangkan ia belum selesai membangunnya. Dan
janganlah mengikuti kami orang yang baru membeli kambing atau onta, dan ia menunggu
kelahiran anaknya . Kemudian Nabi berangkat berperang dan ketika mendekati sebuah
dusun kira-kira menjelang Nabi itu berkata kepada matahari : Wahai matahari, sesungguhnya
kamu diperintah dan saya pun diperintah. Ya Allah, tahanlah ia untuk membantu kami.
Maka tertahanlah matahari itu, sehingga Allah memberikan kemenangan kepada nabi itu.
Kemudian Nabi itu mengumpulkan barang-barang rampasan perang dan mendatangkan api untuk
memakannya, tetapi api itu tidak mau memakannya, oleh karenanya Nabi itu bersabda:
Sesungguhnya ada di antara kamu sekalian yang tidak ikhlas, maka setiap kelompok harus
mengirimkan seorang laki-laki untuk berbaiat kepadaku. Kemudian melekatlah
tangan dua atau tiga orang dengan tangan Nabi, maka beliau bersabda : Kalianlah yang tidak
ikhlas. Orang-orang itu lalu membawa emas sebesar kepala sapi kemudian diletakkan di
hadapan Nabi dan datanglah api, memakan emas tadi.
Barang-barang rampasan perang belum dihalalkan bagi seseorang sebelum kami. Kemudian
Allah melihat kelemahan kami, karena Allah itu menghalalkan barang rampasan itu
bagi kami. (HR. Bukhari dan Muslim)

6. Dari Abu Khalid Hakim bin Hizam ra., ia masuk Islam sewaktu pembukaan kota Makkah,
sedangkan ayahnya termasuk tokoh Quraisy, baik di zaman Jahiliyah maupun setelah masuk
Islam, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Dua orang yang berjual beli itu haruslah bebas
memilih sebelum mereka berpisah. Apabila keduanya jujur dan berterus terang di dalam berjual
beli, maka keduanya akan mendapatkan berkah. Tetapi apabila keduanya menyembunyikan dan
dusta, maka jual belinya itu tidak akan membawa berkah. (HR.Bukhari dan Muslim)
Share this post to other.
Friday, December 2, 2011
RIYADATHUS SHALIHIN :
KEUTAMAAN WUDHU
1. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Saya mendengar
Rasulullah saw. bersabda : Sungguh, umatku akan dipanggil
nanti pada hari kiamat dalam keadaan bercahaya di sekitar
wajah, tangan dan kaki, karena bekas wudhu. Karena itu,
barangsiapa di antara kalian sanggup melebihkan basuhan
wudhunya (melebih yang telah difardhukan pada wajah,
tangan dan kaki), maka hendaklah ia berbuat.(HR.Bukhari
dan Muslim)

2. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Saya mendengar


kekasihku Rasulullah saw. bersabda : Perhiasan orang
mukmin ( di surga)

3. Dari Utsman bin Affan ra., ia berkata : Rasulullah saw.


bersabda : Barangsiapa berwudhu dan menyempurnakannya,
maka keluarlah semua dosa dari jasadnya, hingga dari bawah
kuku-kukunya.(HR.Muslim)

4. Dari Utsman bin Affan ra., ia berkata : Saya melihat Rasulullah saw. berwudhu seperti wudhu
saya ini, kemudian beliau bersabda : Barangsiapa berwudhu demikian, niscaya diampuni
dosanya yang telah dilakukan sebelumnya. Dan salatnya serta berjalannya menuju ke masjid
mendapat tambahan pahala.(HR.Muslim)

5. Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda : Apabila seorang hamba
muslim dan mukmin berwudhu, ketika ia membasuh wajah, maka keluarlah dari wajahnya semua
dosa yang telah dilihat dengan kedua matanya bersama tetesan air yang terakhir ; ketika ia
membasuh kedua tangannya, maka keluarlah dari kedua tangannya
setiap dosa yang disebabkan pukulan tangannya bersama tetesan air yang terakhir ; apabila ia
membasuh kedua kakinya, maka keluarlah setiap dosa karena perjalanan
kakinya bersama tetesan air yang terakhir; sehingga ia keluar dalam keadaan bersih dari semua
dosa.(HR.Muslim)

6. Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. datang ke kubur dan mengucapkan :
ASSALAMUALAIKUM DAARA QAUMIN MUMINIINA WA INNA INSYAA ALLAAHU
BIKUM LAAHIQUUN, aku merasa senang sekali bila dapat melihat saudara-saudaraku. Para
sahabat bertanya : Bukan kami ini saudaramu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab : Kamu
sekalian adalah sahabatku. Adapun saudara-saudara kitaadalah orang-orang yang belum datang.
Para sahabat bertanya : Bagaimana engkau mengetahui umat yang belum
datang dari umatmu wahai Rasulullah ? Beliau menjawab :
Bagaimana pendapatmu jika seandainya ada seorang yang mempunyai seekor kuda putih
cemerlang berada di tengahtengah kuda hitam pekat; apakah ia tidak mengetahui
kudanya yang putih cemerlang itu ? Para sahabat berkata :
Pasti mengetahui ya Rasulullah. Beliau bersabda :
Sesungguhnya saudara-saudara kita itu akan datang dalam keadaaan putih cemerlang karena
wudhu dan aku akan membimbing mereka ke telaga .(HR.Muslim)

7. Dari Abu Hurairah ra., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda


: Maukah kalian aku tunjukkan kepada apa yang menyebabkan Allah menghapus dosa dan
meluhurkan derajat ? Para sahabat menjawab : Tentu ya Rasulullah !
Rasulullah bersabda : Menyempurnakan wudhu pada hal-hal yang tidak disukai (misalnya
pada waktu udara sangat dingin), dan memperbanyak langkah menuju ke masjid serta menunggu
salat sesudah (sebelumnya). Maka inilah yang disebut arribath (ikatan jiwa atas perbuatan taat
ini), atau penjagaan garis depan melawan musuh.(HR.Muslim)

8. Dari Abu Malik Al Asyariy ra., ia berkata : Rasulullah saw.


bersabda : Membersihkan diri adalah sebagian dari iman.(HR.Muslim)

9. Dari Umar bin Khaththab ra., dari Nabi saw. beliau bersabda :
Tidak seorang pun di antara kalian yang berwudhu dengan menyempurnakan wudhu kalian,
kemudian mengucapkan :
ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLAALLAAH WAHDAHU LAA SYARIIKALAH WA
ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ABDUHUWA RASUULUH (Aku bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya), kecuali ia
dibukakan pintu-pintu surga yang ada delapan, yang bisa ia masuki dari mana pun ia
suka.(HR.Muslim)
Dan di dalam riwayat Turmudzi terdapat tambahan :
ALLAHUMMAJALNII MINAT TAUWABIINA WAJALNII MINAL MUTATHAHHIRIIN
(Ya Allah, Jadikanlah saya termasuk golongan orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah saya
termasukgolongan orang-orang yang suci).
Saturday, November 19, 2011
RIYADATHUS SHALIHIN :
KEUTAMAAN SHOLAT MALAM

1. Dari Aisyah ra., ia berkata : Nabi saw, berdiri salat


malam, hingga pecah-pecah kedua telapak kaki beliau. Saya
bertanya kepada beliau : Untuk apakah engkau berbuat ini,
wahai Rasulullah, sedangkan engkau telah benar-benar
diampunidosa-dosamu yang telah lewat dan yang akan
datang? Rasulullah saw, bersabda : tak bolehkan aku
menjadi hamba yang banyak bersyukur.(H.R Bukhari dan
Muslim)

2. Dari Al Mughirah, seperti hadis tersebut di atas, yang juga


diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
3. Dari Ali ra, bahwasanya pada suatu malam ketika ia tidur
bersama Fatimah, tiba-tiba Nabi saw, mengetuk pintu serta
bersabda : Kenapa kalian tidak mengerjakan salat?(H.R
Bukhari dan Muslim)

4. Dari Salim bin Abdullah bin Umar bin Khaththab ra, dari ayahnya dari Nabi saw, bersabda :
Sebai-baik orang adalah Abdullah, seandainya ia suka mengerjakan salat malam. Salim
berkata : Maka sesudah itu Abdullah hanya tidur sebentar pada waktu malam.(H.R Bukhari
dan Muslim)
5. Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra, ia berkata Rasulullah saw, bersabda : Wahai Abdullah,
janganlah kamu seperti si Fulan di mana dia bangun pada waktu malam, tetapi tidak mau
mengerjakan salat sunnat pada waktu malam.(H.R Bukhari dan Muslim)

6. Dari Ibnu Mas`ud ra, ia berkata : Pernah di hadapan Nabi saw. Diceritakan tentang seseorang
yang tidur pada waktu malam sampai pagi (tidak bangun pada waktu malam), kemudian beliau
bersabda : Itu adalah orang yang kedua di telinganya dikencingi oleh setan. Atau beliau
bersabda : Di telinganya.(H.R Bukhari dan Muslim)
7. Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Rasulullah saw. Bersabda :
Setan mengikat tengkuk kepala salah seorang di antara kalian sewaktu tidur dengan tiga ikatan.
Pada masing-masing ikatan itu setan berkata : Tidurlah lagi, malam masih panjang. Apa bila
orang itu bangun kemudian zikir kepada Allah Ta`ala maka lepaslah satu ikatan. Apabila ia
berwudhu, maka lepaslah satu ikatan lagi. Dan apabila ia salat, maka lepaslah semua ikatan itu,
sehingga pada waktu pagi ia akan
tangkas dan tenang jiwanya, sedang kalau tidak, maka ia akan lesu dan malas.(H.R Bukhari dan
Muslim)

8. Dari Abdullah bin Salam ra, bahwasanya Nabi saw, bersabda :


Wahai sekalian manusia, sebarluaskanlah salam, berikanlah makanan, dan salatlah kalian pada
waktu mala sewaktu manusia sedang tidur, niscaya kamu sekalian akan masuk
surga dengan selamat. (H.R Turmudzi)

9. Dari Abu Jurairah ra, ia berkata : Rasulullah saw, bersabda :


Puasa yang paling utama selain puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram dan salat
yang paling utama sesudah salat fardhu adalah salat malam (Tahajjud)(H.R
Muslim)

10. Dari Ibnu Umar ra, bahwasanya Nabi saw. bersabda :


Salat malam itu dua rakaat. Apabila kamu khawatir kedahuluan Subuh ,maka witirlah dengan
satu rakaat.(H.R Bukhari dan Muslim)
11. Dari Ibnu Umar ra, ia berkata : Adalah Nabi saw. melakukan salat malam dua rakaat dan
salat witir dengan satu rakaat.(H.R Bukhari dan Muslim)
12. Dari Anas ra, ia berkata : Rasulullah saw, sering berbuka (tidak puasa) dalam suatu bulan,
sehinggga kami menyangka beliau tidak pernah puasa dalam bulan itu, dan
beliau sering berpuasa, sehingga kami menyangka beliautidak pernah berbuka sedikitpun dalam
bulan itu. Demikian pula apabila kamu melihat beliau salat pada waktu malam, niscaya kamu
dapat melihatnya, dan apabila kamu ingin melihat beliau tidur niscaya kamu dapat
melihatnya.(H.R Bukhari)

13. Dari Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw, biasa salat sebelas rakaat pada waktu malam, di
mana dalam setiap beliau sujud, lamanya kira-kira sama dengan seorang membaca lima puluh
ayat, dan itu beliau belum mengangkat kepala. Beliau salat dua rakaat sebelum salat Subuh,
kemudian beliau berbaring pada pinggang kanannya, sehingga muazin mengumandangkan
iqamat untuk salat Subuh.(H.R Bukhari)

14. Dari Aisyah ra, ia berkata : Rasulullah saw, tidak pernah salat malam lebih dari sebelas
rakaat baik itu pada bulan Ramadhan maupun pada bulan lainnya, di mana beliau salat empat
rakaat yang cukup lama dan sempurna, kemudian beliau salat empat rakaat yang sama lama dan
sempurna khusuknya, kemudia beliau salat tiga rakaat. Saya
bertanya : Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak tidur sebelum salat Witir? Beliau menjawab
: Wahai Aisyah sesungguhnya kedua mataku terpejam, tetapi hatiku tidak
tidur.(H.R Bukhari dan Muslim)

15. Dari Aisyah ra, bahwasanya Nabi saw, biasa tidur pada permulaan malam dan bangun pada
akhir malam, kemudian mengerjakan salat.(H.R Bukhari dan Muslim)
16. Dari Ibnu Mas`ud ra, ia berkata : pada suatu malam saya salat bersama-sama dengan Nabi
saw, dan beliau lama sekali berdiri sehingga timbul niat yang tidak baik dalam diri saya. Ada
seorang yang menanyakan : Niat apakah itu? ia menjawab : Saya bermaksud ingin duduk dan
meninggalkan salat bersama beliau.(H.R Bukhari dan Muslim)
17. Dari Hudzaifah ra, ia berkata : Pada suatu malam saya salat dengan Nabi saw, setelah
membaca Al Fatihah, beliau membaca surat Al Baqarah , dalam hati saya berkata : mungkin
beliau akan rukuk setelah mendapat seratus ayat.
Setelah beliau mendapat seratus ayat, beliau melanjutkan bacaannya, maka dalam hati saya
berkata: Mungkin beliau akan mengkhatamkan (menghabiskan) surat Al Baqarah
dalam satu rakaat. Selesai membaca surat Al Baqarah, dalam hati saya berkata : Sekarang
mungkin beliau akan melakukan rukuk. Tetapi beliau mulai membaca surat An
Nisa dan dibacanya samapi selesai, kemudian beliau membaca surat Ali Imran dengan sangat
hati-hati dan jelas.Apabila beliau membaca ayat yang di dalamnya ada perintah
tasbih, maka beliau membaca tasbih. Apabila beliau membaca ayat yang di dalamnya ada
perintah untuk memohon, maka beliau memohon. Apabila beliau membaca ayat yang di
dalamnya ada perintah untuk berlindung diri, maka beliau berlindung diri. Kemudian beliau ruku
dengan membaca: SUBHAANA RABBIYAL AZHIIM, lamanya rukuk hampir sama
dengan lamanya berdiri. Kemudian beliau membaca :SAMIALLAHU LIMAN HAMIDAH,
RABBANAA LAKAL HAMDU. Kemudian beliau berdiri yang lamanya hampir sama dengan
lamanya rukuk, kemudian sujud dan membaca : SUBHAANA RABBIYAL ALAA. Lamanya
sujud hampir sama dengan lamanya berdiri.(H.R Muslim)

18. Dari Jabir ra, ia berkata : Rasulullah saw, pernah ditanya: manakah yang paling utama di
dalam salat? Beliau menjawab : Lamanya berdiri.(H.R Muslim)
19. Dari Abdullah bin Amr bin Al Ash ra, bahwasanya Rasulullah saw, bersabda : Salat yang
paling disenangi oleh Allah adalah cara salatnya Nabi Dawud, dan puasa yang paling disenangi
oleh Allah adalah cara puasanya Nabi Dawud, dimana beliau tidur setengah malam dan bangun
pada sepertiganya serta tidur seperenam malam, beliau puasa sehari dan berbuka sehari. (H.R
Bukhari dan Muslim)
20. Dari Jabir ra, ia berkata : Saya mendengar Rasulullah saw, bersabda : Sesungguhnya pada
waktu malam terdapat satu saat, apabila seorang muslim memohon kebaikan kepada Allah
Taala baik berkaitan dengan urusan dunia maupun akhirat, niscaya Allah mengabulkan
permohonannya. Dan saat yang demikian itu ada pada setiap malam. (H.R Muslim)
21. Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw., bersabda : Apabila salah seorang di antara
kalian mengerjakan salat pada waktu malam hendaklah ia memulainya dengan dua
rakaat yang ringan. (H.RMuslim)
22. Dari Aisyah ra, ia berkata : Apabila Rasulullah saw, mengerjakan salat pada waktu malam,
beliau memulainya dengan dua rakaat yang ringan.( H.R Muslim)
23. Dari Aisyah ra, ia berkata : Apabila Rasulullah saw, tidak dapat mengerjakan salat pada
waktu malam karena sakit atau karena sesuatu yang lain, maka beliau
mengerjakan salat sebelas rakaat pada waktu siang.(H.R Muslim)

24. Dari Umar bin Khaththab ra, ia berkata : Rasulullah saw, bersabda : Barangsiapa tertidur
tidak mengerjakan kebiasanya atau melaksanakannya antara salat Subuh dan
Dhuhur, maka dicatatkan baginya seolah-olah ia membaca atau melaksanakannya pada waktu
malam.(H.R Muslim)
25. Dari Abu Hurairah ra, ia berkata : Rasulullah saw, bersabda : Allah sangat mengasihani
orang laki-laki yang bangun pada waktu malam, kemudian mengerjakan salat dan mau
membangunkan istrinya.. Apabila istrinya enggan bangun, maka ia menyiramkan air pada muka
istrinya itu.Allah sangat mengasihani seorang perempuan yang bangun
pada waktu malam, kemudian mengerjakan salat dan mau membangunkan suaminya. Apabila
suaminya enggan bangun, maka ia menyiramkan air pada muka suaminya itu.(H.R Abu
Dawud)
26. Dari Abu Hurairah dan Abu Said ra, mereka berkata :
Rasululllah saw, bersabda : Apabila seorang laki-laki membangunkan istrinya pada waktu
malam, kemudian keduanya salat dua rakaat, maka masing-masing dicatat dalam glongan orang-
orang yang selalu zikir kepada Allah
Taala .
27. Dari Aisyah ra, bahwasanya Nabi saw, bersabda :
Apabila salah seorang di antara kalian mengantuk dalam mengerjakan salat, maka hendaklah ia
tidur sehingga rasa kantuknya hilang. Sebab, jika salat sambil mengantuk, bisa jadi ia bermaksud
memohon ampun tetapi malah mengutuk
Monday, January 3, 2011
RIYADATHUS SHALIHIN : ISTIGFAR (MEMOHON
AMPUNAN KEPADA ALLAH)
1. Dari Aghar Al Muzanniy ra., bahwasanya Rasulullah
saw.Bersabda:Bahwasanya kadang-kadang timbul perasaan
yangkurang baik dalam hatiku, dan sesungguhnya aku
membacaistigfar (mohon ampun) kepada Allah seratus
kalisehari.(HR.Muslim)

2. Dari Abu hurairah ra., ia berkata: Saya mendengar


Rasulullahsaw. Bersabda:Demi Allah, sesungguhnya aku
mohon ampundan bertobat kepada Allah lebih dari tujuh
puluh kali dalamsehari.(HR. Bukhari)

3. Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: Rasulullah


saw.Bersabda:Demi Zat yang menguasai diriku,
seandainyakalian tidak berbuat dosa(dan tidak beristigfar dan
bertobat),niscaya Allah Taala pergi membawa kalian dan
datang dengan kaum lain yang berbuat dosa, lalu meminta
ampun kepada Allah Taala, Allah pun mengampuni
Mereka.(HR.Muslim)

4. Dari Ibnu Umar ra. Ia berkata:Kami menghitung Rasulullah saw. Membaca:RABBIGH


FIRLII WATUBALAIYYA INNAKA ANTA TTAWWABUR RAHIM (Ya tuhan,ampunilah
saya dan terimalah tobat saya. Sesungguhnya Engkau Zat penerima tobat lagi Maha Penyayang)
seratus kali dalam satu majlis(satu kali duduk).(HR.Abu Dawud dan Turmudzi)

5. Dari Ibnu Abbas ra .,ia berkata :Rasulullah saw. Bersabda:Barangsiapa yang membiasakan
membawa istigfar, maka Allah akan melapangkan segala kesempitannya,
memudahkan segala kesulitannya dan memberi rezeki yang tanpa diduga-duga.(HR. Abu
Dawud)

6. Dari Ibnu Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda:Barangsiapa yang


membaca:ASTAGFIRULLAAH ALLADZI LAA ILAAHA ILLAA HUWAL HAYYUL
QAYYUUMU WA ATUUBU ILAHI (Saya mohon ampun kepada Allah Zat yang tidak ada
Tuhan kecuali Dia yang Maha Hidup, lagi terusmenerus mengurus makhluk-Nya dan saya
bertobat kepada- Nya), maka diampunilah dosa-dosanya walaupun ia telah meninggalkan
perang.

Dari Saddad bin Aus ra. Dari Nabi saw., beliau bersabda:Pokok istighfar ialah bila seorang
hamba mengucap:ALLAAHUMMA ANTA RABBII LAA ILAAHA ILLAA ANTA
KHALAQTANII WA-ANA ABDUKA WA-ANA AHDIKA WAWADIKA
MASTATHATUM AUUDZU BIKA MIN SYARRI MAA SHANATU ABUU-U LAKA
BINIMATIKA ALAIYYA ABUU-U BIDZAMBII FAGHFIRLII FAINNAHU LAA
YAGHFIRUDZ DZUNUUBA ILAA ANTA(Ya Allah, Engkau Tuhanku, tiada Tuhan selain
engkau. Engkau menciptakanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi atas perjanjian pada
apa yang aku perbuat. Aku mengakui-Mu dengan nikmat yang telah Engkau limpahkan
kepadaku dan aku mengakui dosaku. Karena itu ampunilah aku, sebab tiada yang dapat
mengampuni dosadosa selain Engkau).
Barangsiapa mengucap kalimat-kalimat ini di waktu siang dengan penuh keyakinan (ikhlas dan
membenarkan). Lalu ia mati pada hari itu sebelum datang waktu sore, maka ia termasuk ahli
surga. Dan barangsiapa mengucapkan pada malam hari, sedangkan ia yakin dengan ucapan itu,
lalu mati sebelum datang subuh, maka ia termasuk ahli surga.(HR. Bukhari)
8. Dari Tsauban ra., ia berkata: Adalah Rasullulah SAW, apabila telah selesai dari salatnya,
beliau beristigfar kepada Allah SWT tiga kali dan mengucap: ALLAAHUMMA ANTAS
SALAAMU WAMINKASSALAAMU TABAARAKTA YAA DZAL JALAALI WAL
IKRAAMI (Ya Allah, Engkau adalah Zat yang maha sejahtera dan dari Engkaulah segala
kesejahteraan. Engkaulah yang senantiasa memberi berkah wahai Zat Yang Maha Agung lagi
Maha Mulia). Ditanyakan kepada AlAuzaI dimana ia adalah salah seorang perawi hadis:
Bagaimanakah istigfar ini? Jawabannya: ASTAGFIRULLAH ASTAGFIRULLAH (saya mohon
ampun kepada Allah, saya mohon ampun kepada Allah).(HR. Muslim)

9. Dari Aisyah ra., ia berkata: Adalah Rasulullah SAW, sebelum meninggal dunia, beliau
senantiasa membaca SUBHAANALLAAHI WABIHAMDIHI ASTAGFIRULLAAHA WA
ATUUBU ILAIH (Maha Suci Allah dengan memuji kepada-Nya saya mohon ampun dan
bertobat kepada-Nya).(HR. Bukhari dan Muslim)

10. Dari Anas ra., ia berkata: Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Allah Taala
berfirman: Wahai anak Adam, selama kamu berdoa dan mengharap kepadaku niscaya aku
ampuni dosa yang kamu lakukan dan Aku tidak memperdulikan berapa banyaknya. Wahai anak
Adam, seandainya dosa-dosamu bagaikan awan di langit, kemudian kamu minta ampun kepada-
Ku niscaya Aku mengampunimu, dan Aku tidak memperdulikan kamu datang ke hadapan-Ku
dengan membawa dosa se isi bumi, kemudian bertemu dengan Aku tanpa menyekutukan sesuatu
apapun dengan-Ku, niscaya Aku akan mengampuni dosa yang se-isi bumi itu.(HR. Turmudzi)

11. Dari Umar ra., bahwasannya Nabi SAW, bersabda: Hai kaum wanita! Bersedekahlah dan
perbanyaklah istigfar, karena sesungguhnya aku melihat kalian lebih banyak menjadi ahli
neraka. Seorang wanita diantara mereka bertanya: Mengapa kebanyakan dari kami menjadi
ahli neraka? Rasulullah SAW bersabda: Kalian banyak mengutuk dan mengingkari suami.
Aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya lebih daripada kalian. Wanita itu
bertanya lagi: Apa itu kurangnya akal dan amal? Rasulullah SAW bersabda: Persaksian
seorang lelaki (berarti akal perempuan dianggap hanya setengah akal laki-laki), dan perempuan
yang tinggal diam beberapa hari dalam keadaan tidak salat.(HR. Muslim)
Wednesday, December 22, 2010

RIYADATHUS SHALIHIN : TANDA-TANDA


KECINTAAN ALLAH TAALA
1. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah SAW
bersabda,bahwa Allah Taala berfirman : Siapa saja yang
memusuhi kekasih-Ku, maka aku nyatakan perang kepadanya.
Sesuatuyang paling Aku sukai dari yang dikerjakan hamba-Ku
untuk mendekatkan diri kepada-Ku, yaitu apabila ia
mengerjakan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.
Seseorang itu senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan
mengerjakan amalan-amalan sunnah, sehingga Aku
mencintainya. Apabila Aku mencintainya, maka Aku
merupakan pendengaran yang ia pergunakan untuk
mendengar, Aku merupakan penglihatan
yang ia pergunakan untuk melihat, Aku merupakan tangan
yang ia pergunakan untuk menyerang dan Aku merupakan
kaki yang ia pergunakan untuk berjalan. Seandainya ia
memohon kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya,
seandainya ia berlindung diri kepada-Ku, niscaya Aku
melindunginya. (HR. Bukhari)

2. Dari Abu hurairah ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda :


Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Allah memanggil Jibril seraya berfirman :
Sesungguhnya Allah Taala mencintai Fulan, maka cintailah ia, Kemudian jibril mencintai
orang itu dan berkata kepada penghuni langit :
Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah ia. Penghuni langit pun akhirnya
mencintai orang itu. Setelah kecintaannya diteruskan kepada penghuni bumi. (HR Bukhari
dan Muslim)
Dalam riwayat Muslim yang lain dikatakan : Rasulullah SAW bersabda : Sesunguhnya apabila
Allah Taala mencintai seseorang, maka Allah memanggil Jibril dan berfirman :
Sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah ia. Kemudian jibril mencintai orang itu,
setelah itu Jibril berkata kepada penghuni langit : Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka
cintailah ia. Penghuni langit pun mencintai orang itu.
Setelah itu, kecintaannya diteruskan kepada penghuni bumi. Dan apabila Allah membenci
seseorang, maka Allah memanggil Jibril dan berfirman : Sesungguhnya Aku membenci Fulan,
maka bencilah ia. Kemudian Jibril membenci orang itu. Setelah itu
Jibril berkata kepada penghuni langit : Sesungguhnya Allah membenci Fulan, maka bencilah
ia. Kemudian kebencian tersebut diteruskan kepada penghuni bumi.

3. Dari Aisyah ra., ia berkata : Rasulullah SAW mengutus seseorang untuk mengimami salat
pada suatu pasukan. Dalam salatnya, ia selalu menutup bacaannya dengan ucapan
: QUL HUWALLAHU AHAD (Surat Al-Ikhlsah) Ketika pulang, mereka menceritakan hal
yang demikian itu kepada Rasulullah SAW beliau bersabda : Tanyakan kepadanya,
mengapa ia berbuat seperti demikian? merekapun menanyakannya dan orang itu menjawab :
Karena ayat itu mengandung sifat Zat yang Maha Pemurah, maka saya
senang membacanya. Setelah disampaikan kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda :
Beritahukan kepadanya,bahwa Allah taala mencintainya. (HR. Bukhari dan Muslim )
Wednesday, October 27, 2010

RIYADATHUS SHALIHIN : BERKUNJUNG


DAN BERGAUL DENGAN
ORANGORANG
1. Dari Anas ra., ia berkata: ketika Rasulullah SAW, wafat,
Abu Bakar mengajak Umar ra., seraya berkata: Mari kita
berkunjung ke tempat Ummu Aiman ra., sebagaimana
Rasulullah SAW, sering mengunjunginya. Ketika keduanya
sampai di tempat Ummu Aiman, wanita itu menangis.
Keduanya berkata: Apa yang menyebabkan engkau
menangis, bukankah apa yang disediakan Allah untuk
Rasulullah itu sangat baik? Ia menjawab: Saya menangis
bukan karena itu, saya tahu bahwa apa yang disediakan Allah
untuk rasul-Nya, sangat baik. Saya menangis karena wahyu
dari langit telah terputus. Perkataan Ummu Aiman membuat
keduanya terkesan, sehingga membuat mereka
menangis.(HR. Muslim)

2. Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda:


Sesungguhnya ada yang akan berkunjung ke tempat
saudaranya yang berada di desa lain, kemudian Allah Taala
mengutus malaikat untuk mengujinya, setelah malaikat itu berjumpa dengannya, ia bertanya:
Hendak kemanakah kamu? Ia menjawab: Saya akan berkunjung ke tempat
saudaraku yang berada di desa itu. Malaikat itu bertanya: apakah kamu merasa berhutang budi
sehingga kamu mengunjunginya? Ia menjawab: Tidak, saya mengunjungi
dan mencintainya karena Allah Taala Malaikat itu berkata:Sesungguhnya saya adalah utusan
Allah untuk menjumpaimu, dan Allah telah mencintaimu sebagaimana
kamu mencintai saudaramu karena Allah. (HR.Muslim)
3. Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: Rasulullah SAW, bersabda:
Siapa saja yang menjenguk orang sakit atau mengunjungi saudaranya karena Allah, maka ada
dua malaikat yang memuji dan mendoakan: Bagus kamu dan bagus pula
perjalananmu, maka surgalah tempatmu. (HR.Tirmidzi)

4. Dari Abu Musa Al-Asyari ra., berkata: Nabi SAW, bersabda:


Sesungguhnya perumpamaan orang yang bergaul dengan orang yang shalih dan orang jahat,
seperti orang yang bergaul dengan orang yang membawa minyak kasturi dan
orang yang meniup api. Orang yang membawa minyak kasturi, mungkin memberi minyak
kepadamu atau membeli minyak kepadanya, paling tidak kamu mendapatkan bau
harum darinya. Sedangkan orang yang meniup api, mungkin ia akan membakar kainmu atau
kamu akan mendapatkan bau yang tidak enak darinya. (HR. Bukhari dan Muslim)

5. Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda:


Pilihlah perempuan yang dinikahi karena empat perkara: Hartanya, derajatnya, kecantikannya,
atau karena agamanya. Utamakanlah agamanya niscaya kamu beruntung. (HR. Bukhari dan
Muslim)

6. Dari Ibnu Abbas ra., ia berkata: Nabi SAW, bertanya kepada


Jibril as.: Apa yang mencegahmu untuk sering datang kepada kami? Maka turunlah ayat:
Wamaa natanazzalu illa bi amri rabbika lahu maa baina aidiina wa maa khalafnaa wa maa baina
dzaalik. (Dan tidaklah kami (jibril) turun, kecuali
dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah semua yang ada dihadapan kita, di belakang kita,
dan diantarakeduanya.) (HR. Bukhari)
7. Dari Abu Said Al-Khudriy ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda:
Janganlah kalian berteman kecuali dengan orang yang beriman dan janganlah ada yang
memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

8. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata: Sesungguhnya nabi SAW,


bersabda: Seseorang bisa terpengaruh oleh agama sahabat karibnya. Oleh sebab itu,
perhatikanlah salah seorang diantara kamu dengan siapa ia bergaul. (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi)

9. Dari Abu Musa Al-Asyari ra., ia berkata: Sesungguhnya Nabi SAW, bersabda: Seseorang itu
akan bersama dengan orang yang dicintainya. (HR. Bukhari dan Muslim) Dalam riwayat lain
disebutkan: Ada seseorang yang bertanya kepada nabi
SAW, tentang orang yang mencintai suatu kaum, tetapi ia belum pernah bertemu dengan mereka,
maka ia menjawab:Ia akan bersama-sama dengan orang yang dicintainya.

10. Dari Anas ra., sesungguhnya ada seorang Badui bertanya kepada Rasulullah SAW
Kapankah hari kiamat? Rasulullah SAW, balik bertanya: Bekal apakah yang telah
kamu siapkan untuk menghadapinya? Ia menjawab:Mencintai Allah dan Rasul-Nya Beliau
bersabda: kamu akan bersama-sama dengan orang yang kamu cintai (nanti di akhirat) (HR.
Bukhari dan Muslim)

11. Dari Ibnu Masud ra., ia berkata: Seseorang mendatangi Rasulullah SAW, dan bertanya:
Bagaimana pendapatmu tentang seseorang yang mencintai suatu kaum, tetapi ia belum pernah
bertemu dengan mereka? Rasulullah SAW, menjawab: Seseorang akan bersama-sama dengan
orang yang dicintainya (kelak di akhirat) (HR. Bukhari dan Muslim)

12. Dari Abu Hurairah ra., dari Nabi SAW, beliau bersabda: Manusia itu berbeda-beda dalam
watak baik dan buruknya,begaikan tambang emas dan perak. Orang yang paling baik
pada masa jahiliyah adalah orang yang terbaik pula di masa islam, apabila mereka memahami
syariat. Roh itu berkelompok-kelompok dan berpisah-pisah. Roh yang saling
mengenal itu berkumpul dan yang tidak saling mengenalberpisah. (HR. Muslim)

13. Dari Umar bin Amr (Ibnu Jabir), ia berkata: Tatkala umar bin Khaththab ra. kedatangan
serombongan penduduk Yaman, ia bertanya: Apakah ada diantara kamu yang
bernama Uwais bin Amir? ia menjawab: Ya Umar bertanya lagi: Apakah kamu dari Murad
dan Qaran? Ia menjawab: Ya Umar bertanya: Apakah kamu dulu pernah mengalami
sakit belang kemudian sembuh kecuali tinggal sebesar dirham? ia menjawab: Ya Umar
kembali bertanya: Apakah kamu masih mempunyai ibu? Ia menjawab: Ya Umar
menjelaskan: Saya mendengar Rasulullah SAW, bersabda:
Nanti kamu akan kedatangan orang bernama Uwais bin Amir bersama dengan serombongan
penduduk Yaman. Ciri-cirinya, ia dari Murad dan Qaran, pernah berpenyakit belang lalu
sembuh, kecuali sebesar dirham. Dia masih mempunyai ibu dan ia sangat berbakti kepadanya.
Seandainya dia berbuat baik karena Allah, pasti Allah akan berbuat baik kepadanya. Mintalah
agar ia memohonkan ampun buat dirimu. Oleh karena itu, mohonkanlah ampun buat diriku.
Kemudian diamemohonkan ampun untuk Umar. Setelah itu Umar bertanya:
Engakau akan kemana lagi? ia menjawab: Ke Kufah Umar menawarkan: Bolehkah aku
menulis surat kepada Amil(bendaharawan) di Kufah untuk membantu kamu? Ia
menjawab: Saya lebih senang menjadi orang biasa. Pada tahun berikutnya, ada seorang
terkemuka dari penduduk Yaman mengerjakan ibadah haji dan berjumpa dengan Umar.
Kemudian Umar menanyakan kepadanya tentang Uwais.
Orang itu menjawab : Saya meninggalkan dia dalam keadaan sangat menyedihkan, rumahnya
sangat kecil dan tergolong miskin. Umar berkata : Sesungguhnya saya mendengarRasulullah
SAW bersabda : Nanti kamu akan kedatangan seseorang bernama Uwais bin Amir bersama-
sama denganserombongan penduduk Yaman. Ciri-cirinya ia dari Murad dan Qaran, pernah
berpenyakit belang kemudian sembuh kecuali sebesar dirham. Dia masih mempunyai ibu dan
sangatberbakti kepadanya. Seandainya dia berbuat baik karenaAllah, niscaya Allah akan berbuat
baik kepadanya. Mintalah agar ia memohonkan ampun buat dirimu. Setelah pulang, orang itu
menemui Uwais dan berkata : Mohonkan ampunbuat diriku. Uwais menajwab : Sebenarnya
Engkaulah yang mendoakan saya, katrena baru pulang dari bepergian yang baik. Maka
mohonkan ampun buat diriku.
Orang itu bertanya : Kamu pernah bertemu Umar ? Uwais menjawab : Ya. Kemudian
Uwais menyadari dan memohonkan ampun buat orang itu. Sesudah itu orang-orang
mengenalnya dan berbondonh-bondong meminta agar dia memohonkan ampun buat mereka.
Melihat yang demikian Uwais pergi untuk menyendiri. (HR.Muslim)

Dalam riwayat Muslim yang lain, Dari Usair bin Jabir ra. Ia berkata :
Penduduk Kufah mengutus suatu rombongan untuk menghadap Umar ra. Di antara mereka ada
seseorang yang mengejek Uwais, kemudian Umar bertanya : Apakah di sini ada seseorang yang
berasal dari Qaran? maka Uwais mendekatinya, dan Umar berkata
: Rasululllah SAW bersabda :
Nanti kamu akan kedatangan seseorang dari Yaman bernama Uwais, dia tidak meninggalkan
apaapa di Yaman selain ibu yang ditaatinya. Dia berpenyakit belang,
setelah berdoa, Allah menyembuhkannya kecuali sebesar dinar atau dirham. Siapa saja di antara
kamu bertemu dengannya, mintalah agar dia memohonkan ampun buat kalian. Pada riwayat
lain, dari Umar ra. Ia berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya sebaik-baik tabiin adalah seseorang yang bernama Uwais, dia mempunyai ibu
dan pernah berpenyakit belang, maka mintalah kalian kepadanya agar memohonkan ampun buat
kamu.

14. Dari Umar bin Khaththab ra., ia berkata : Saya minta izin kepada Nabi SAW untuk
mengerjakan umrah. Beliau mengizinkanku, seraya bersabda: Wahai saudaraku, jangan
kau lupakan kami dari doamu. Umar berkata : itu adalah suatu ungkapan yang sangat
menggembirakan saya, dan ungkapan itu lebih berharga dariku daripada dunia. (HR. Abu
Daud dan Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda :Wahai saudaraku,sertakanlah kami dalam doamu.

15. Dari Ibnu Umar ra., ia berkata : Nabi SAW sering beziarah ke Kuba, baik naik kendaraan
maupun berjalan. Di sana beliau salat dua rakaat. (HR Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain dikatakan : Setiap hari Sabtu Nabi SAWdatang ke masjid Kuba, baik
berkendaraan maupun berjalan.
Ibnu Umar juga mencontohnya.

Share this post to other.


Monday, July 18, 2011
PERBEDAAN ANTARA
KARAMAH DAN ISTIDRAJ
Perlu diketahui bahwa siapa saja yang menginginkan
sesuatu dan keinginannya itu dikabulkan oleh Allah,
maka itu belum tentu menunjukkan bahwa ia seorang
hamba yang mulia di sisi Allah, baik pemberian Allah
tersebut sesuai atau berbeda dengan kebiasaan. Akan
tetapi pemberian Allah tersebut bisa berarti
penghormatan Allah untuk hamba-Nya (karamah) atau
tipuan untuknya (istidraj). Dalam Al-Qur'an, istilah
istidraj diungkapkan dengan beberapa istilah:

1. Al-istidraj, seperti dinyatakan dalam firman Allah:

Kami (Allah) akan memperdaya mereka secara


berangsur-angsur dengan cara yang tidak mereka
ketahui. (QS Al-A'raf [7]: 182)
Makna al-istidraj dalam ayat ini adalah Allah
mengabulkan semua keinginannya di dunia agar pembangkangan, kesesatan, kebodohan, dan
kedurhakaan mereka semakin bertambah, hingga setiap hari semakin jauh dari Allah. Pada
praktiknya, menurut logika, mengulang-ulang perbuatan akan menyebabkan pelaku semakin kuat
menguasai perbuatan yang diulang-ulangnya. Bila hati seorang hamba condong kepada dunia,
kemudian Allah mengabulkan keinginannya, maka ketika itulah ia mencapai apa yang
diinginkannya, sehingga akan diperoleh kenikmatan, dan adanya kenikmatan akan semakin
menambah kecondongan kepada dunia, lalu kecondongan kepada dunia mengharuskannya untuk
semakin keras berusaha untuk mencapai keduniaan. Selamanya, setiap tahapan akan mendorong
kepada tahapan selanjutnya, dan setiap tahapan akan semakin menguat secara gradual. Sudah
dimaklumi bahwa kesibukan orang terhadap kenikmatan yang menyenangkan ini akan
menghalangi diri dari maqam-maqam mukasyafah (tingkat ketersingkapan cahaya) dan derajat
ma'rifat, dan sudah tentu akan semakin menjauhkan diri dari Allah, setahap demi setahap hingga
mencapai puncak kecondongannya kepada dunia. Inilah yang dinamakan istidraj.

2. Al-makr, seperti dinyatakan dalam firman Allah:

Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah yang tidak terduga-duga? Tiada yang merasa
aman dari azab Allah kecuali orang-orang yang merugi. (QS Al-A'raf [71: 99)
Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka. Dan Allah
sebaik-baik pembalas tipu daya. (QS Ali'Imran [31:54)
Mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar
pula, sedang mereka tidak menyadari. (OS Al-Naml T271:50)

3. Al-kaid (tipu daya), seperti dinyatakan dalam firman Allah,

Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
(QS Al-Nisa' [4]: 142)

4. Al-imla (memberi tangguh), sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah:

Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir itu menyangka bahwa masa penangguhan yang
Kami berikan kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi
tangguh kepada mereka hanyalah supaya dosa mereka bertambah. (QS Ali 'Imran [3]: 178)

5. Al-ihlak (siksaan), sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah:


Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami
siksa mereka dengan sekonyong-konyong. (QS Al-An'am [6]: 44)
Dan dalam firman Allah tentang Fir'aun,
Dan berlaku angkuhlah Fir'aun dan bala tentaranya di bumi tanpa alasan yang benar dan mereka
menyangka bahwa mereka tidak akan dikembalikan kepada Kami. Maka Kami hukum Fir'aun
dan bala tentaranya, lalu Kami tenggelamkan mereka ke dalam lautan (QS Al-Qashash [28]: 39-
40).
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa tercapainya keinginan seorang hamba tidak menunjukkan
kesempurnaan derajat dan keberuntungan mendapat kebaikan.
Perbedaan antara karamah dan istidraj adalah bahwa pemilik karamah tidak begitu senang
dengan karamah yang dimilikinya, bahkan karamah itu membuatnya semakin takut kepada
Allah, kewaspadaannya terhadap siksa Allah semakin kuat, karena ia takut kalau-kalau hal
tersebut merupakan istidraj. Sedangkan pemilik istidraj sangat senang dengan hal-hal luar biasa
yang ada pada dirinya dan mengira bahwa karamah itu ada pada dirinya karena ia berhak
memilikinya. Karena itu ia memandang rendah orang lain, membanggakan diri sendiri, dan
merasa aman dari tipu daya dan siksaan Allah, dan tidak takut kepada siksa Allah. Jika sikap
seperti ini muncul pada diri seorang pemilik karamah, berarti yang dimilikinya bukanlah
karamah tetapi istidraj.

Orang-orang yang berpegang pada kebenaran (Al-Muhaqqiqun) mengatakan bahwa ada


kesepakatan bahwa keterputusan dari hadirat Allah sebagian besar terjadi dalam kondisi
memiliki karamah. Tidak diragukan lagi, golongan Al-Muhaqqiqun takut kepada karamah,
seperti rasa takut mereka kepada berbagai macam cobaan. Rasa senang kepada karamah dapat
memutuskan jalan kepada Allah. Hal ini dapat dijelaskan dengan beberapa hujjah:
Hujjah pertama: Ketertipuan ini terjadi, ketika seseorang yakin bahwa dirinya berhak
memperoleh karamah dan sekiranya ia bukanlah orang yang berhak mendapatkannya maka tidak
akan muncul rasa bangga itu bahkan rasa bangganya itu muncul hanya karena karamah wali.
Keutamaan karamahnya lebih besar daripada kebahagiaan karena karamah itu sendiri.
Kebahagiaan dengan adanya karamah itu melebihi kebahagiaan pada dirinya sendiri. Jelas bahwa
kebahagiaan karena adanya karamah tidak akan muncul kecuali dengan adanya keyakinan bahwa
dirinyalah pemilik karamah itu dan yang berhak mendapatkannya. Ini adalah kebodohan yang
nyata karena para malaikat saja berkata, Tidak ada yang kami ketahui kecuali dari apa yang
Engkau ajarkan kepada kami (QS Al-Baqarah [2]: 32). Dan Allah berfirman, Dan mereka tidak
menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya (QS Al-An'am [6]: 91). Ada dalil
meyakinkan yang menyatakan bahwa makhluk tidak berhak mendakwakan kebenaran, maka
bagaimana mungkin ada orang mengaku berhak mempunyai karamah.

Hujjah kedua: Karamah adalah sesuatu yang senantiasa tergantung pada Allah Swt. Rasa senang
karena memiliki karamah adalah senang kepada sesuatu yang bukan haknya. Rasa senang kepada
sesuatu yang
bukan haknya merupakan penghalang kebenaran, dan orang yang terhalang dari kebenaran
bagaimana mungkin layak untuk senang dan bergembira?

Hujjah ketiga: Orang yang yakin bahwa dirinya berhak memiliki karamah karena merasa amal
perbuatannya memiliki pengaruh besar dalam dirinya dan merasa bahwa perbuatannya bernilai
atau berpengaruh pada dirinya adalah orang yang bodoh. Kalau saja ia mengenal Tuhan, ia pasti
menyadari semua ketaatan makhluk di sisi Allah itu hanya sedikit, semua rasa syukur mereka
atas anugerah dan nikmat-Nya itu juga sangat sedikit, dan semua pengetahuan dan ilmu mereka
dibandingkan dengan keagungan Allah hanyalah kebingungan dan kebodohan saja.
Ketika Ustaz Abu 'Ali al-Daqaq mengkaji firman Allah yang berbunyi Kepada-Nyalah naik
perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya (QS Fathir [35]:10), di
majelisnya ia berkata, "Pertanda bahwa amalmu dinaikkan oleh Allah adalah jika kamu tidak
mengingat-ingatnya. Jika kamu mengingat-ingat amalmu, berarti amalmu ditolak, sebaliknya bila
kamu tidak mengingat-ingatnya, berarti amalmu diterima dan dinaikkan oleh Allah Swt."

Hujjah keempat: Pemilik karamah merasa bahwa karamah yang dimilikinya justru untuk
memperlihatkan kerendahan hati dan ketundukan di hadapan Allah. Jika ia merasa bangga, tinggi
hati, dan sombong disebabkan karamah yang dimilikinya, maka batallah segala sesuatu yang
menyebabkannya menerima karamah. Sikap seperti inilah yang membuat pemilik karamah
tertolak. Oleh karena itu, setiap kali Rasulullah Saw. menceritakan tentang manaqib
(keistimewaan) dan keutamaan dirinya, beliau selalu mengakhirinya dengan kalimat, "Tiada
kebanggaan," maksudnya "Aku tidak bangga dengan karamah yang kumiliki ini, yang aku
banggakan adalah Zat yang memberi karamah."

Hujjah kelima: Kemunculan hal-hal luar biasa pada iblis dan bal'am begitu menakjubkan, tetapi
kemudian Allah berfirman kepada iblis, Ia termasuk golongan kafir, kepada bal'am, Ia seperti
anjing, dan kepada ulama Bani Israil, Perumpamaan orang-orang yang memegang Taurat, tetapi
tidak mengamalkannya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal (QS Al-
Jumu'ah [62]: 5), juga firman-Nya kepada Bani Israil, Orang-orang yang telah diberi Al-Kitab
tidak berselisih, kecuali setelah datang ilmu kepada mereka, di antara mereka kemudian ada yang
membangkang (QS Ali 'Imran [3]: 19). Jadi jelaslah bahwa kegelapan dan kesesatan yang
menimpa mereka disebabkan karena rasa bangga dengan ilmu dan kezuhudan yang diberikan
kepada mereka.

Hujjah keenam: Karamah bukanlah kemuliaan, dan segala sesuatu yang tidak mulia adalah
kehinaan. Barangsiapa memuliakan kehinaan berarti ia hina, karena itu Nabi Ibrahim a.s.
berkata, "Adapun bagi-Mu, itu tidak berarti apa-apa." Merasa cukup dengan kefakiran adalah
fakir, takwa dengan kelemahan adalah lemah, merasa sempurna dengan kekurangan adalah
kurang, bahagia dengan semua hal yang diperkenankan dan menerima seluruh kebenaran adalah
sikap ikhlas. Fakir adalah ketika seseorang senang dengan kemuliaan yang menjatuhkan
derajatnya. Jika seseorang melihat karamah, sesunggu-hnya setiap ia melihat keperkasaan
niscaya ia melihat sang pemberi keperkasaan, dan setiap ia melihat ciptaan niscaya ia melihat
penciptanya.

Hujjah ketujuh: Bangga terhadap diri dan sifat-sifatnya termasuk sifat-sifat iblis dan Fir'aun. Iblis
berkata, Aku lebih baik daripada Adam (QS Al-A'raf [7]: 12) dan Fir'aun berkata, Bukankah
kerajaan Mesir ini adalah kepunyaanku (QS Al-Zukhruf [43]: 51). Setiap orang yang mengaku
nabi atau tuhan secara dusta, maka ia tidak memiliki tujuan apa-apa, kecuali untuk menghias diri,
memperkuat ketamakan dan kebanggaan diri. Oleh karena itu, Rasulullah Saw. bersabda, "Ada
tiga hal yang merusak, yang terakhir adalah orang yang membanggakan diri."

Hujjah kedelapan: Allah berfirman, Berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu
dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur (QS Al-A'raf [7]: 144). Dan
sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu apa yang diyakini (ajal) (QS Al-Hijr [15]: 99).
Ketika Allah menganugerahkan karunia yang melimpah kepada kita, kita diperintah untuk
menyibukkan diri dengan melayani Sang Pemberi, bukan malah bangga dengan karunia yang
diberikan-Nya itu.

Hujjah kesembilan: Ketika Nabi Saw. disuruh oleh Allah untuk memilih antara menjadi raja
yang nabi atau hamba yang nabi, beliau tidak memilih posisi raja, padahal tidak diragukan bahwa
posisi raja yang meliputi daerah Timur dan Barat adalah kemuliaan, bahkan mukjizat. Namun
Nabi Saw. meninggalkan singgasana dan memilih penghambaan ('ubudiyah)kepada Allah. Sebab
ketika menjadi seorang hamba, kebanggaannya diarahkan kepada tuannya. Tetapi ketika menjadi
raja, kebanggaannya diarahkan kepada budaknya. Ketika Nabi Saw. memilih penghambaan,
sudah tentu dia menjadikan sunnah sebagai peng-
hormatan seperti yang diriwayatkan Ibnu Mas'ud, "Aku bersaksi bahwa Muhammmad Saw.
adalah hamba dan utusan-Nya." Allah berfirman tentang mi'raj Nabi Saw., Maha suci Allah yang
telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam. (QS Al-Isra' [17]: 1)

Hujjah kesepuluh: Mencintai tuan itu tidak ada artinya, mencintai sesuatu demi tuan juga tidak
ada artinya. Barangsiapa mencintai, maka ia tidak akan senang dan gembira selain dengan
kekasihnya. Kesenangan dan kegembiraan dengan selain Allah menunjukkan bahwa ia tidak
mencintai tuannya, tetapi ia hanya mencintai bagian dari nafsunya sendiri dan bagian dari nafsu
hanya dituntut oleh nafsu. Orang seperti ini hanya mencintai dirinya sendiri. Sebenarnya ia tidak
mencintai tuannya, ia hanya menjadikan tuannya sebagai sarana untuk memperoleh apa yang
dicarinya. Berhala besar adalah nafsu, sebagaimana dinyatakan dalam firman-Nya, Terangkanlah
kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya (QS Al-Furqan [25]:
43). Manusia seperti ini adalah hamba berhala agung hingga para muhaqqiqin mengemukakan
bahwa mudarat karena menyembah berhala tidak sebesar mudarat karena menyembah nafsu, rasa
takut karena menyembah berhala tidak sebesar rasa takut karena merasa bangga dengan adanya
karamah.

Hujjah kesebelas: Allah berfirman, Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
memberinya jalan keluar dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan
barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya (QS Al-
Thalaq [65]: 2-3). Ayat ini menunjukkan bahwa orang yang tidak bertakwa dan bertawakkal
kepada Allah, maka tidak akan memperoleh apa-apa dari perbuatan dan keadaan mereka itu.

Sumber : KAwan Sejati


Kisah Karomah Wali Allah karangan Syekh Yusuf bin Ismail an Nabha
Friday, February 3, 2012
Albani, Muhaddis Tanpa Sanad Andalan Wahabi

www.forsansalaf.com

Di kalangan salafi (wahabi), lelaki satu ini dianggap muhaddis paling ulung di zamannya. Itu
klaim mereka. Bahkan sebagian mereka tak canggung menyetarakannya dengan para imam hadis
terdahulu. Fantastis. Mereka gencar mempromosikannya lewat berbagai media. Dan usaha
mereka bisa dikata berhasil. Kalangan muslim banyak yang tertipu dengan hadis-hadis edaran
mereka yang di akhirnya terdapat kutipan, disahihkan oleh Albani, . Para salafi itu seolah
memaksakan kesan bahwa dengan kalimat itu Al-Albani sudah setaraf dengan Imam Turmuzi,
Imam Ibnu Majah dan lainnya.

Sebetulnya, kapasitas ilmu tukang reparasi jam ini sangat meragukan (kalau tak mau dibilang
ngawur). Bahkan ketika ia diminta oleh seseorang untuk menyebutkan 10 hadis beserta
sanadnya, ia dengan entengnya menjawab, Aku bukan ahli hadis sanad, tapi ahli hadis kitab. Si
peminta pun tersenyum kecut, Kalau begitu siapa saja juga bisa, tukasnya.

Namun demikian dengan over pede-nya Albani merasa layak untuk mengkritisi dan
mendhoifkan hadis-hadis dalam Bukhari Muslim yang kesahihannya telah disepakati dan diakui
para ulama dari generasi ke generasi sejak ratusan tahun lalu. Aneh bukan?.

Siapakah Nashirudin al- Albani?

Dia lahir di kota Ashkodera, negara Albania tahun 1914 M dan meninggal dunia pada tanggal 21
Jumadal Akhirah 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 1 Oktober 1999 di Yordania. Pada
masa hidupnya, sehari-hari dia berprofesi sebagai tukang reparasi jam. Dia memiliki hobi
membaca kitab-kitab khususnya kitab-kitab hadits tetapi tidak pernah berguru kepada guru hadits
yang ahli dan tidak pernah mempunyai sanad yang diakui dalam Ilmu Hadits.

Dia sendiri mengakui bahwa sebenarnya dia tidak hafal sepuluh hadits dengan sanad muttashil
(bersambung) sampai ke Rasulullah, meskipun begitu dia berani mentashih dan mentadhiftan
hadits sesuai dengan kesimpulannya sendiri dan bertentangan dengan kaidah para ulama hadits
yang menegaskan bahwa sesungguhnya mentashih dan mentadhifkan hadits adalah tugas para
hafidz (ulama ahli hadits yg menghapal sekurang-kurangnya seratus ribu hadits).

Namun demikian kalangan salafi menganggap semua hadits bila telah dishohihkan atau
dilemahkan Albani mereka pastikan lebih mendekati kebenaran.

Penyelewengan Albani

Berikut diantara penyimpangan-penyimpangan Albani yang dicatat para ulama

1) Menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya sebagaimana dia sebutkan dalam kitabnya


berjudul Almukhtasar al Uluww hal. 7, 156, 285.

2) Mengkafirkan orang-orang yang bertawassul dan beristighatsah dengan para nabi dan orang-
orang soleh seperti dalam kitabnya at-Tawassul .

3) Menyerukan untuk menghancurkan Kubah hijau di atas makam Nabi SAW (Qubbah al
Khadlra) dan menyuruh memindahkan makam Nabi SAW ke luar masjid sebagaimana ditulis
dalam kitabnya Tahdzir as-Sajid hal. 68-69,

4) Mengharamkan penggunaan tasbih dalam berdzikir sebagaimana dia tulis dalam kitabnya
Salsalatul Ahadits Al-Dloifah hadits no: 83.

5) Mengharamkan ucapan salam kepada Rasulullah ketika shalat dg kalimat Melarang


Assalamu alayka ayyuhan-Nabiyy. Dia berkata: Katakan Assalamu alan Nabiyy alasannya
karena Nabi telah meninggal, sebagaimana ia sebutkan dalam kitabnya yang berjudul Sifat
shalat an-Nabi.

6) Memaksa umat Islam di Palestina untuk menyerahkan Palestina kepada orang Yahudi
sebagaimana dalam kitabnya Fatawa al Albani.

7) Dalam kitab yang sama dia juga mengharamkan Umat Islam mengunjungi sesamanya dan
berziarah kepada orang yang telah meninggal di makamnya.

8 ) Mengharamkan bagi seorang perempuan untuk memakai kalung emas sebagaimana dia tulis
dalam kitabnya Adaab az-Zafaaf ,

9) Mengharamkan umat Islam melaksanakan solat tarawih dua puluh rakaat di bulan Ramadan
sebagaimana ia katakan dalam kitabnya Qiyam Ramadhan hal.22.

10) Mengharamkan umat Islam melakukan shalat sunnah qabliyah jumat sebagaimana
disebutkan dalam kitabnya yang berjudul al Ajwibah an-Nafiah.

Ini adalah sebagian kecil dari sekian banyak kesesatannya, dan Alhamdulillah para Ulama dan
para ahli hadits tidak tinggal diam. Mereka telah menjelaskan dan menjawab tuntas
penyimpangan-penyimpangan Albani. Diantara mereka adalah:

1.Muhaddits besar India, Habibur Rahman al-Adhzmi yang menulis Albani Syudzudzuhu wa
Akhtha-uhu (Albani, penyimpangan dan kesalahannya) dalam 4 jilid;

2.Dahhan Abu Salman yang menulis al-Wahmu wath-Thakhlith indal-Albani fil Bai bit
Taqshit (Keraguan dan kekeliruan Albani dalam jual beli secara angsuran);

3.Muhaddits besar Maghribi, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin as-Siddiq al-Ghumari yang
menulis Irgham al-Mubtadi` al ghabi bi jawazit tawassul bin Nabi fil radd ala al-Albani al-
Wabi; al-Qawl al-Muqni` fil radd ala al-Albani al-Mubtadi`; Itqaan as-Sun`a fi Tahqiq
mana al-bid`a;

4.Muhaddits Maghribi, Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin as-Siddiq al-Ghumari yang
menulis Bayan Nakth an-Nakith al-Mutadi;

5.Ulama Yaman, Ali bin Muhammad bin Yahya al-Alawi yang menulis Hidayatul-
Mutakhabbitin Naqd Muhammad Nasir al-Din;

6.Muhaddits besar Syria, Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah yang menulis Radd ala Abatil
wal iftiraat Nasir al-Albani wa shahibihi sabiqan Zuhayr al-Syawish wa muazirihima
(Penolakan terhadap kebatilan dan pemalsuan Nasir al-Albani dan sahabatnya Zuhayr al-Syawish
serta pendukung keduanya);

7.Muhaddits Syria, Syaikh Muhammad Awwama yang menulis Adab al-Ikhtilaf dan Atsar
al-hadits asy-syarif fi ikhtilaf al-a-immat al-fuqaha;

8.Muhaddits Mesir, Syaikh Mahmud Sa`id Mamduh yang menulis Tanbih al-Muslim ila
Ta`addi al-Albani ala Shahih Muslim (Peringatan kepada Muslimin terkait serangan al-Albani
ke atas Shahih Muslim) dan at-Tarif bil awham man farraqa as-Sunan ila shohih wad-dho`if
(Penjelasan terhadap kekeliruan orang yang memisahkan kitab-kitab sunan kepada shohih dan
dho`if);

9.Muhaddits Arab Saudi, Syaikh Ismail bin Muhammad al-Ansari yang menulis Ta`aqqubaat
ala silsilat al-ahadits adh-dha`ifa wal maudhu`a lil-Albani (Kritikan atas buku al-Albani
Silsilat al-ahadits adh-dha`ifa wal maudhu`a); Tashih Sholat at-Tarawih Isyriina rak`ataan
war radd ala al-Albani fi tadh`ifih (Kesahihan tarawih 20 rakaat dan penolakan terhadap al-
Albani yang mendhaifkannya); Naqd taliqat al-Albani ala Syarh at-Tahawi (Sanggahan
terhadap al-Albani atas taliqatnya pada Syarah at-Tahawi;

10.Ulama Syria, Syaikh Badruddin Hasan Diaab yang menulis Anwar al-Masabih ala
dhzulumatil Albani fi shalatit Tarawih.

Saran kami. Hendaknya seluruh umat Islam tidak gegabah menyikapi hadis pada buku-buku
yang banyak beredar saat ini, terutama jika di buku itu terdapat pendapat yang merujuk kepada
Albani dan kroni-kroninya.

Share this post to other.

Friday, December 23, 2011


Tidak Semua Bid'ah Hukumnya Haram

Assalamualaikum Wr. Wb.


Telah dibuktikan didalam kitab-kitab para Imam, sebagaimana perkara yang disebutkan oleh
para Imam menegnai perkara yang telah dikatakan sebagai bidah namun perlu diingat bahwa
para imam tidak serta merta menjatuhkannya pada status hukum haram, seperti perkataan mereka
yakni bidah makruhah (bidah yang hukumnya makruh, bukan haram), juga bidah ghairu
mustahibbah (bidah yang tidak dianjurkan) maka ini status hukumnya jatuh antara mubah dan
makruh. Ada lagi istilah bidah munkarah yang hukumnya makruh, dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, tidak semua perbuatan menjadi haram (berdosa) walaupun semisalnya
dilakukan. Juga tidak bisa dijadikan dalih mengharamkan tahlilan, sama sekali tidak ada
benang merahnya.

Kenapa tidak semua bidah jatuh pada status hukum haram ? Sebab bidah bukanlah hukum
(status hukum Islam). Bidah adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menyebut perkara baru
yang tidak berasal dari Nabi Shallallahu alayhi wa sallam. Adapun hukum Islam ada 5 yakni :
wajib, sunnah (mandub), mubah, makruh dan haram. Ini adalah bahasan tentang status hukum
dan penetapannya.
Maka, apabila ada perkara yang oleh ulama dianggap sebagai bidah, mereka tidak serta merta
menjatuhkan status hukum haram untuk bidah tersebut, melainkan mereka (ulama) menimbang
dan mengkaji terlebih dahulu tentang bidah tersebut, yakni terkait selaras atau tidaknya dengan
kaidahkaidah syariat. Sehingga nantinya akan terlihat/dapat disimpulkan status hukum untuk
perkara bidah tersebut, apakah masuk dalam hukum wajib, sunnah/mandub/mustahab,
mubah/jaiz, makruh dan haram. Sebab sesuatu harus ditetapkan status hukumnya. Nikah pun
yang jelas-jelas sunnah Rasulullah, tidak serta merta dihukumi wajib tergantung kondisi dan
situasinya. Oleh karena itu bidah juga harus ditinjau dengan kaidah syariat dalam menetapkan
hukum :
Jika masuk pada kaidah penetapan hukum makruh, maka ulama akan menyebutnya sebagai
bidah makruhah (bidah yang hukumnya makruh) ;
Jika masuk pada kaidah penetapan hukum makruh haram maka ulama akan menyebutnya
sebagai bidah muharramah (bidah yang hukumnya haram)
Jika masuk pada kaidah penetapan hukum mubah/jaiz maka ulama akan menyebutnya
sebagaibidah mubahah (bidah yang hukumnya mubah) ;
Jika masuk pada kaidah penetapan hukumsunnah/mandub/mustabah maka ulama akan
menyebutnya sebagai bidah mustahabbah (bidah yang hukumnya sunnah/ mustahab/
mandub) ;
Jika masuk pada kaidah penetapan hukum wajib maka ulama akan menyebutnya sebagai bidah
wajibah (bidah yang hukumnya wajib).

Sebagaimana Imam an-Nawawi menyebutkan didalam al-Minhaj syarah Shahih Muslim :




Ulama berkata bahwa bidah terbagi menjadi 5 bagian (bagian hukum) yakni wajibah (bidah
yang wajib), mandubah (bidah yang mandub), muharramah (bidah yang haram), makruhah
(bidah yang makruh), dan mubahah (bidah yang mubah),

diantara bidah yang wajib adalah penyusunan dalil oleh ulama mutakallimin (ahli kalam) untuk
membantah orangorang atheis, ahli bidah dan seumpamanya;
diantara bidah mandzubah (bidah yang sunnah) adalah mengarang kitab ilmu, membangun
madrasah dan tempat ribath serta yang lainnya ;
diantara bidah yang mubah adalah mengkreasi macam-macam makanan dan yang lainnya,
sedangkan bidah yang haram dan bidah yang makruh, keduanya telah jelas dan telah dijelaskan
permasalahannya dengan dalil yang rinci didalam kitab Tahdzibul Asmaa wal Lughaat

Berikut adalah redaksi dalam kitab Tahdzibul Asma wal Lughaat, yang menjelaskan lebih rinci
lagi tentang pembagian bidah tersebut :

: . : :" "

- :
-




: .
: :
.

-

-
Syaikhul Imam Abu Muhammad Abdul Aziz bin Abdis Salam didalam akhir kitabnya al-
Qawaid berkata : bidah terbagi kepada hukum yang wajib, haram, mandub, makruh dan
mubah. Ia berkata : metode yang demikian untuk memaparkan bidah berdasarkan kaidah kaidah
syariah, sehingga
1. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum wajib maka itu bidah wajibah,
2. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum haram maka itu bidah muharramah,
3. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum mandub maka itu bidah mandubah,
4. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum makruh maka itu bidah makruhah,
5. Apabila masuk pada qaidah (penetapan) hukum mubah maka itu bidah mubahah.
Diantara contohnya masing-masing adalah ;
1. Bidah Wajibah seperti : menyibukkan diri belajar ilmu-ilmu sehingga dengannya bisa paham
firman-firman Allah Taala dan sabda Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam, itu wajib karena
menjaga menjaga syariah itu wajib, dan tidak mungkin menjaga kecuali dengan hal itu, dan
sesuatu kewajiban yang tidak sempurna kecuali dengannya maka itu wajib, menjaga bahasa
asing didalam al-Quran dan as-Sunnah, mencatat (membukukan) ilmu ushuluddin dan ushul
fiqh, perkataan tentang jarh dan tadil, membedakan yang shahih dari buruk, dan sungguh kaidah
syariah menunjukkan bahwa menjaga syariah adalah fardlu kifayah.

2. Bidah Muharramah seperti : aliran (madzhab) al-Qadariyah, al-Jabariyah, al-Murjiah, al-


Mujassimah, dan membantah mereka termasuk kategori bidah yang wajib (bidahwajibah).

3. Bidah Mandzubah (Bidah yang Sunnah) seperti : membangun tempat-tempat rubath dan
madrasah, dan setiap kebaikan yang tidak ada pada masa awal Islam, diantaranya
adalah (pelaknasaan) shalat tarawih, perkataan pada detik-detik tashawuf, dan lain
sebagainya.

4. Bidah Makruhah seperti : berlebih-lebihan menghiasai masjid, menghiasi mushhaf danlain


sebagainya.

5. Bidah Mubahah seperti : bersalaman (berjabat tangan) selesai shalat shubuh dan asar, jenis-
jenis makanan dan minuman, pakaian dan kediaman. Dan sungguh telah berselisih pada sebagian
yang demikian, sehingga sebagian ulama ada yang memasukkan pada bagian dari bidah yang
makruh, sedangkan sebagian ulama lainnya memasukkan
perkara sunnah yang dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu alayhi wa sallam dan
setelah beliau, dan itu seperti mengucapkan istiadzah didalam shalat dan basmalah. Ini akhir
perkataan beliau.

Kesimpulannya sudah jelas yaitu bahwa tidak semua bidah dihukumi haram, melainkan harus
ditinjau terlebih dahulu status hukumnya. Semua itu karena ternyata ada bidah yang tidak
bertentangan dengan syariat Islam, diistilahkan dengan bidah hasanah (baik) dan ada juga
bidahyang bertentangan dengan syariat Islam, di istilahkan dengan bidah yang buruk. al-Imam
asy-Syafii rahimahullah pernah mengatakan sebagaimana disebutkan olah al-Muhaddits al-
Baihaqi :

: : ,

: . , : :

, :

,

Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Said bin Abu Amr, telah menceritakan kepada kami
Abul Abbas Muhammad bin Yaqub, telah menceritakan kepada kami ar-Rabi bin Sulaiman, ia
berkata : Imam asy-Syafii pernah berkata : perkara baru (muhdatsaat) itu terbagi menjadi
menjadi dua bagian :
1. Suatu perkara baru yang menyelisihi al-Quran, Sunnah, Atsar atau Ijma, maka ini
termasuk perkara baru yang disebut bidah dlalalah, dan
2. Suatu perkara baru yang baik yang didalamnya tidak menyelisihi dari salah satu tersebut,
maka ini perkara baru (muhdats) yang tidak buruk, dan sungguh Sayyidina Umar radliyallahu
anh berkata tentang shalat pada bulan Ramadhan
(shalat Tarawih) : sebaik-baiknya bidah adalah ini, yakni perkara muhdats yang tidak ada
sebelumnya, walaupun keberadaannya tidaklah bertentangan dengan sebelumnya.
Contoh-contoh semacam ungkapan (istilah) seperti diatas begitu banyak dikitab-kitab Ulama,
diantaranya sebagaimana yang telah disebutkan. Sehingga menjadi penting ketika membaca
perkataan ulama syafiiyah juga mengerti pembagian bidah menurut ulama syafiiyah. Perincian
Imam Izzuddin bin Abdis Salam tersebut kadang berbeda dengan ulama madzhab lainnya,
sehingga menyebutnya bukan sebagai bidah melainkan sebagai maslahah Mursalah, perbedaan
ini terjadi karena memang cara memahaminya pun berbeda walaupun esensinya sebenarnya
sama yaitu samasama para ulama menerimanya. Perbedaan seperti inilah yang sebenarnya
terjadi, bukan seperti kalangan yang selalu menuding-menuding ini sesat dan itu sesat,
bukan seperti pemahaman mereka itu.

LANJUT MASALAH BIDAH


Pembahasan bidah adalah sebenarnya pembahasan usang yang selalu di gembar-gemborkan
oleh beberapa kalangan hingga akhirnya menimbulkan keresahan diantara kaum Muslimin
dengan berbagai tudingan yang sebenarnya bermuara pada perbedaan pemahaman dalam
memahami esensi dari bidah. Misalnya seperti kalangan ulama menolak pembagian bidah
hasanah, hakikatnya adalah tidak menerima penyebutan bidah terhadap masalah yang masih di
naungi oleh keumuman nas atau masalah yang masih ada asalnya dari al-Quran, asSunnah,
Ijma, Qiyas, Mashlahah Mursalah, dan ada fuqaha yang menunjuki dalilnya, sehingga menurut
mereka, yang seperti ini kenapa harus disebut bidah jika ada nasnya (walaupun nas-nya umum).

Sedangkan yang membagi bidah hasanah, mereka menganggap bahwa perkara tersebut memang
baru (muhdats) yang tidak ada pada masa Rasulullah yang perlu di di tinjau hukumnya sehingga
jika selaras dengan esensi al-Quran dan As-Sunnah atau masih di naungi dengan nas-nas umum
maka berarti itu perkara baru yang baik. Hal ini juga didasarkan pada ungkapan Sayyidina Umar
yaitu niamatul bidah juga hadits man sanna fil Islam, yang dari sini kemudian muncul
istilah bidah hasanah atau bidah mahmudah atau bidah hudaa dan lain sebagainya.
Penggunaan istilah bidah tidak lain sebagai pembeda antara perkara yang ada pasa masa Nabi
shallallahu alayhi wa sallam danyang tidak. Imam an-Nawawi rahimahullah didalam al-Majmu
juga menjelaskan :

)( " "

Sabda Nabi shallallahu alayhi wa salam setiap bidah adalah dlalalah (sesat), ini bagian dari
amun makhshush, karena sesunggguhnya bidah adalah setiap perkara yang dilakukan atas tidak
adanya contoh sebelumnya, ulama juga berkata : bidah terbagi kepada 5 bagian yaitu wajiban,
mandzubah, muharramah, makruhah dan mubahah, dan sungguh telah aku sebutkan contoh-
contohnya dan telah aku jelaskan didalam kitab Tahdizbul Asmaa wal Lughaat.

Disini Imam an-Nawawi menjelaskan maksud hadits kullu bidatin dlalalah sebagai bentuk
yang umum yang di takhshish (dikhususkan) oleh hadits-hadits lainnya. Adapun salah satu hadits
yang menjadi takhsish terhadapnya adalah sebagaimana yang telah beliau sebutkan
penjelasannya didalam Syarh Shahih Imam Muslim :

Dan dalam hadits ini (man sanna fil Islam) merupakan takhsish terhadap sabda Nabi
shallallahu alayhi wa sallam setiap perkara baru (muhdats) adalah bidah dan setiap bidah
adalah dlalalah (sesat), sesungguhnya yang dimaksud dengannya adalah perkara-perkara baru
yang bathil dan bidah madzmumah (buruk), dan telah berlalu penjelasan masalah ini pada kitab
Shalat Jumat, dan kami telah menuturkan disana bahwa bidah terbagi menjadi 5 bagian yakni
wajibah, mandzubah, muharramah, makruhah dan mubahah.

Sehingga dari itu, dapat dipahami bahwa istilah sunnah sayyiah pada hadits man sanna fil
Islam sebenarnya merupakan bidah yang buruk, karena mensunnahkan atau mencetuskan
sesuatu baru yang buruk didalam Islam. Adapun para sahabat Nabi sendiri, mensunnahkan atau
mencetuskan sesuatu yang baik Islam. Oleh karena itu, bidah yang dimaksudkan pada hadits
yang masih umum tersebut adalah bidah madzmumah atau perkara muhdats yang bathil.

Pendefinisian Bidah
Imam an-Nawawi mengatakan bidah sebagai perbuatan yang tidak ada contoh sebelumnya,

setiap perkara yang dilakukan yang mana padanya tidak ada contoh sebelumnya

dan didalam Tahdzibul Asmaa wal Lughaat, beliau mendefinisikan :

: -

- :

Bidah didalam syara adalah mengada-adakan perkara yang tidak ada pada masa Rasulullah
shalullah shallallahu alayhi wa sallam, dan itu terbagi menjadi hasanah dan qabihah.

Sulthanul Ulamaa al-Imam Izzuddin bin Abdissalam didalam kitabnya Qawaidul Ahkam
mendefinisikan bidah sebagai berikut :

: .- -

Bidah adalah melakukan sesuatu yang tidak ada masa masa Rasulullah shallallahu alayhi wa
sallam, dan itu terbagi menjadi ; bidah wajibah, bidah muharramah, bidah mandzubah,
bidah makruhah dan bidah mubahah, sedangkan metode dalam mengetahui pembagian yang
demikian untuk menjelaskan bidah berdasarkan kaidah-kaidah syariah.

Berdasarkan definisi ini, setiap sesuatu apapun terkait syara yang tidak ada pada masa
Rasulullah maka itu dinamakan sebagai bidah. Sehingga apa yang dilakukan hanya atas inisiatif
sahabat Nabi pasca wafatnya Nabi shallallahu alayhi wa sallam, itu adalah perkara baru yang
bidah. Namun perlu di ketahui, bahwa perkara baru ini dilakukan oleh sahabat Nabi shallallahu
alayhi wa sallam, yang mana para sahabat merupakan orang-orang yang mendapatkan petunjuk
sehingga perkara baru yang
mereka lakukan walaupun kadang terjadi perselisihan diantara mereka tetap saja disebut sebagai
sunnah. Yaitu bidah yang hakikatnya adalah sunnah. 95 Sunnah yang dimaksud adalah sunnah
dalam pengertian kebiasaan umum bukan khusus. Sebab dalam pengertian khusus hanya di
sandarkan pada Nabi shallallahu alayhi wa sallam baik berupa perkataan, perbuatan maupun
taqrir beliau.
Definisi ulama lainnya memang ada kemungkinan berbeda tergantung dari sudut pandang apa
mereka mendefinisikannya, sehingga nantinya cara memahami pun akan terjadi perbedaan
namun pada hakikatnya sebenarnya sama.
Sumber: Tahlilah menurut mazhab syafi'i oleh ashhabur royi

Share this post to other.


Rektor Universitas al-Azhar:
Wahabi Sesat, Umat Islam Harus Menentang Kesesatan Mereka!

DR. Ahmad Tayyib menyeru umat Islam yang beriman menentang aksi pemusnahan
makam ulama wali-wali Allah yang dilakukan oleh sekte sesat Wahabi.

Menurut Kantor Berita ABNA, Rektor Presiden


Universitas al-Azhar Dr. Ahmad Tayyib
mengecam tegas aksi keji kelompok Wahabi
yang melakukan pemusnahan makam dan
tempat ziarah ulama wali-wali Allah yang
merupakan syiar agama. Beliau juga menentang
gerakan Wahabi yang melakukan pembakaran
perpustakaan khazanah-khazanah ilmu di Libya.

Menukil berita dari al-Ahram, DR. Ahmad


Tayyib berkata pembongkaran kubur-kubur
umat Islam dan tempat-tempat agama dengan
dalih kekhawatiran dijadikan tempat praktik
kesyirikan adalah perbuatan hina, keji, kedurhakaan terhadap syariat dan menentang norma
apapun yang berlaku di dunia ini. "Itu hanya alasan yang dibuat-buat untuk meluluskan hasrat
mereka menghancurkan Islam." tegasnya.

Ahmad Tayyib menyeru rakyat Libya yang beriman, pencinta Ahlul Bait dan yayasan-yayasan
agar bangkit menentang aksi pemusnahan yang dilakukan oleh golongan sesat tersebut.

Penganut ajaran sesat Wahabi beberapa hari lalu kembali mengulangi peristiwa hitam yang
pernah mereka lakukan pada tahun 1925 dengan memusnahkan permakaman Ahlul Bait, sahabat
Rasulullah saww dan melakukan aksi kekerasan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai