Anda di halaman 1dari 29

1|Manaqib Syech ‘Abdul Qodir Al-Jaelani

MANAQIB ASY-SYEICH ABDUL


QADIR AL-JILANI

Kedua Telapak Kakiku ada di punggung setiap Wali Allah


Bismilahirrohmaanirrohiim Alhamdu Lilaahi Robbil”aalamiin Asholaatu
Wasalaamu ‘ala Sayyidil Mursaliin, Sayidinaa wa Maulanaa
Muhammadin wa ‘alaa AaliHi wa ShohbiHi wa ‘alainaa ma’ahum
AmiinB Al-Hafid Abu Izza Abdul Mughist bin Harb Al-Baghdadi dan
yang lainnya berkata ” Kita biasa hadir di majelis Syeh Abdul Qodir di
ribathnya di Baghdad. Umumnya yang menghadiri majelis beliau
adalah para Syaikh Iraq diantaranya ; Syaikh Alibin Hiti, Baqa bin

Bathu’, Abu Sa’id Al-Qailawi, Musa bin Mahin , Abu NajibAssahrawardi,


Abu karam, Abu Umar, Utsman Al Qursyi, Makarim al-Akbar, Mathar,
Jaakir, Khalifah, Shidqah, Yahya Murtasyi, Ad-diya Ibrahim al-Juwaini,
Abu Abdulah Muhammad al-Qazwaini, dan masih banyak lagi
selanjutnya klik di siniAbu Ustman, Umar Ak-Batiahi, Qadib Al- Baan,
Abul Abas Ahmad Al-Yamani, Abu Abas Ahmad Al-Qazwaini beserta
muridnya Daud yang selalu melaksanakan Shalat fardhu di Makkah,
Abu Abdulah Muhammad Al-Khas, Abu Umar, Ustman Al-Iraqi As-
2|Manaqib Syech ‘Abdul Qodir Al-Jaelani

Syauki, yang konon merupakan salah seorang Rijal Ghaib ….dan lain
sebagainya. Dalam kondisi Spiritual sang Syaikh berkata “Kakiku ini ada
di punggung setiap Wali”. Begitu mendengar tersebut Syeh Ali ASl-Hiti

langsung bangkit dan meletakkan kaki SyehAbdul Qodir Al-Jailani di


pundaknya. Begitu pula dengan yang lain, mereka telah mengulurkan
pundaknya untuk melaksanakan hal tersebut. Syeh Ali bin Abi Barakat
Shakr bin Shakr meriwayatkan bahwa ia pernah mendengar ayhnya
pernah berkata “Aku penah berkata kepada pamanku Syeh Uday bin
Musafir ‘Sepanjang pengetahuan anda selain Syeh Abdul Qodir Al-
Jailani adakah para ulama terdahulu yang berkata ‘Kedua kakiku ini
ada di pungggung setiap Wali Allah ?’ “Tidak” jawabnya. ‘Jika memang
demiian sambungku, lalu apa makna dari perkataan tersebut ?’ Beliau
berkata “itu artinya Syeh Abdul Qodir telah mnecapai maqom wali
Afrod . ‘Tapi bukankah di setiap generasi terdapat Wali Afrad bantahku
lagi. “Benar tapi tidak ada seoranpun yang diperintahkan oleh Allah
untuk mengucapkan kalimat ini” jawabnya. ‘Jadi memang beliau
diperintahkan untuk mengucapkan kalimat tersebut ?tanyaku. ‘ya’
jawab beliau. Kemudian beliau berkata ‘karena adanya perintah
tersebut mereka meletakkan kepala . Bukankah engkau mengetahui
bahwa para Malaikat as bersujud kepada Adam karena adanya
perintah krpada mereka untuk melaksanakan hal tersebut. Syeh Baqa
bin Bathu An-Nahri Al-Maliki berkata ” Syeh Abdul Qodir
berkata’kedua kakiku ini berada di setiap punggung Wali Allah’”.
Berkenaan dengan itu Syeh Ibrahim dan Syeh Abi Hasan Ali Arrifa’i al-
3|Manaqib Syech ‘Abdul Qodir Al-Jaelani

Bathiahi mwriwayatkan bahwa ayahnya pernah bertanya kepada


pamannya Syeh Ahmad Arrifa’i ‘apakah pernyataan Syeh Abdul Qodir ‘
kedua telapak kakiku ini berada di punggung setiap wali Allah

berdasarkan perintah atau tidak?’ Pernyataan tersebut berdasarkan


perintah jawab beliau. Dalam sebuah riwayat tyang dinisbatkan kepada
Syeh Abi Bakaw bin Hawwar menyatakan bahwa veliau pernah berkata
di majlisnya ,”Nanti akan muncul di Iraq seorang non arab yang
memiliki kedudukan yang tinggi di sisi Allah dan manusia. Namanya
Abdul Qodir dan tinggalnya di Baghdad, Dia akan berkata ” Kedua
kakiku ini berada di setiap punggung Wali Allah” Dan setiap wali akan
mengakui bahwa beliau adalah wali Afrad pada zamannya. Sulthon
Auliya dan Syaikh Islam Izzuddin bin Abdissalam berkata, ” Belum
pernah kemutawatiran riwayat tenteang sebuah karomah yang sampai
kepada kami sebanding dengan kemutawatiran karomah Syeh Abdul
Qodir Al Jailani . Beliau adalah orang yang berpegang teguh kepada
Syari’ah , menyeru orang-orang untuk melaksanakan syari’ah, dan
menghindarkan diri dari yang dilarang olehNya. Beliau berbaur
dengan masyarakat sambil terus menerus beribadah dan beliau bisa
mencampurkannya dengan sesuatu yang menyibukkan beliau seperti
menikah dan memiliki keturunan . Barang siapa yang mengikuti jalan
ini maka ia lebih sempurna daripada yang lain. Ditambah lagi apa yang
dinyatakan fdi atas merupakan karakter dari Rosulullohi SAW . Diantara
karomah beliau adalah pernyataan beliau ‘Kedua telapak kakiku ini
berada di setiap punggung Wali Allah. Hal tersebut dikarenakan
4|Manaqib Syech ‘Abdul Qodir Al-Jaelani

kesempurnaan beliau tidak tertandingi pada masa itu yang tidak


diragukan lagi menjadikannya berhak mendapatkan kehormatan
tersebut. Syeh Mathar meriwayatkan “Suatu hari ketika saya sedang

berada di Zawiyah Syeh Abu Wafa’, guruku, di daerah Qailamaya


beliau berkata kepadaku ‘Ya Mathar tutup pintu, jika ada seorang
pemuda Ajam (non Arab) datang memohon untuk masuk maka
jangan diberi dia ijin’. Akupun melaksanakan perintah beliau. ternyata
yang datang adalah Syeh Abdul Qodir yang pada waktu itu masih
seorang pemuda. Beliau mohon ijin untuk masuk namun Syeh Abu
Wafa’ tidak mengijinkannya masuk. Saat itu aku melihat Syeh Abu
Wafa’ berjalan hilir mudik dalam zawiyah dengan gelisah. Setelah itu
beliau mengijinkannya untuk masuk. Ketika Syeh Abu Wafa’ melihat
Syeh Abdul Qodir beliau melangkah mendekat dan memeluknya
beberapa lama seraya berkata ‘Abdul Qodir‘ demi Yang Maha Agung
aku tidak mengijinkanmu masuk pertama kali bukan karena keinginan
zalim terhadap hakmu akan tetapi karena takut terhadap dirimu. Akan
tetapi setelah aku ketahui bahwa engkau ingin belajar kepadaku dan
menaatiku, baru aku merasa aman. Syaikh Abdurrahman At-Tahfsunaji
berkata “Saat Syeh Abdul Qodir datang ke Zawiyah Tajul ‘Arifin Abu
Wafa’ beliau berkata kepad para muridnya ‘ Berdiri dan smbutlah Wali
Allah’-Pernyataan ini mungkin terjadi pada saat Syeh Abdul Qodir
sedang berjalan menuju beliau atau dikeluarkan kepada mereka yang
belum bediri ketika Syeh Abdul Qodir datang- Ketika beliau megulang-
ulang perintah tersebut, seorang muridnya bertanya kepada beliau
5|Manaqib Syech ‘Abdul Qodir Al-Jaelani

sebab pernyataan tersebut. Beliau menjawab “Pada saatnya nanti


pemuda ini akan menjadi sandaran baik golongan khas maupun
awam. Aku seakan akan melihatnya seang berbicara di depan khalayak

,”Kedua telapak kakiku ini berada di punggung setiap Wali Allah”. dan
pernyataan itu benar adanya. Pernyataan tersebut menunjukkan
bahwea beliau adalah Qutb mereka pada saat itu. Barang siapa
berjumpa dengannya pada sat itu, berkhidmadlah kepadanya. Syaikh
musallamah bin Naimah As-Saruji ketika ditanya tentang siapakah
Qutb itu, beliau menjawab, “Beliau sekarang ada di Makkah,
bersembunyi dan hanya diketahui oleh orang-orang saleh. Dan akn
muncul di sini (Iraq) seorang pemuda ‘ajam yang mulia bernama
Abdul Qodir Akan tampak dari beliau beberapa Karomah yang luar
biasa . Beliau adalah Qutb waktunya dan Ghauts Zamannya. Baliau akn
berkata di hadapan orang-orang “Kedua telapak kakiku ini ada di
punggung setiap Wali Allah”, dan para Wali akan merendahkan
punggungnya kepada beliau. Allah akan memberikan manfaat darinya
dan dari karomahnya kepada siapa saja yang mempercayainya. Syaikh
Ali Al-Hiti meriwayatkan, “ketika Syaikh Abu Wafa sedang berbicara di
dalam majlis, masuklah Syeh Abdul Qodir .beliau memerintahkan para
murid untuk mengeluarkannya dan meneruskan ceramahnya.
Kemudian untuk yang ke tiga kalinya Syeh Abdul Qodir kembali masuk
ke pengajian tersebut. Kali ini Syaikh Abu Wafa’ turun dari kursinya
tempat menyampaikan pengajaran lalu memeluk beliau dan menciumi
dahinya seraya berkata,’Para penduduk Baghdad, berdirilah demi Wali
6|Manaqib Syech ‘Abdul Qodir Al-Jaelani

Allah ini. Perintahku untuk mengusirnya tidak lain agar kalian


mengetahuinya bukan untuk menghinanya. Betapa mulia seorang
hamba yang kibaran panji di atas kepalanya melingkupi timur dan

barat’. Kemudian beliau berkata kepada Syeh Abdul Qodir , “Abdul


Qadir, masa sekarang milik kami,dan kelak akan menjadi milikmu. Aku
serahkan kepadamu Iraq. Semua ayam akan berkokok dan berhenti
kecuali kokokan ayammu yang tidak akan berhenti hingga hari
kiyamat’. Setelah itu beliau memberikan sajadah, baju, tasbih , tempat
makan dan tongkatnya kepada Syeh Abdul Qodir. ‘Ambil semua itu
dengan bai’at saran seseorang kepadanya. Namun Syaikh Abu Wafa’
berkata, di dahinya terdapat bai’at Al-Makhzuumi’. Setelah majlis
tersebut selesai, Taajul ‘arifiin Syaikh Abu Wafa’ turun dan duduk di
akhir tangga tempatnya mencapaikan ceramah seraya menggenggam
tangan Syeh Abdul Qodir dan berkata, ‘sekarang adalah waktumu.’ Jika
beliau datang aku selalu teringat akan kisah ini dan kemuliaan beliau’.
Syaikh Umar Al-Bazaar berkata, “tasbih yang diberikan Syaikh Abu
Wafa kepada beliau dapat berputar sendiri biji-bijinya jika diletakkan di
atas tanah. Setelah bellliau eninggal dunia, tasbih tersebut menjadi
milik Syaikh Ali bin Al-Hiti. Begitu juga dengan tangan orang yang
menyentuh tempat makan yang diberikan Syaikh Abu Wafa’ kepada
beliau akan bergetar hingga bahunya”. Syaikh Muhammad Yusuf Al-
Aquuli berkata”Aku berniat berziarah kepada Syeh Uday Bin Musafir.
Ketika aku menghadap, beliau bertanya kepadaku ‘dari mana anda
?’Aku adalah salah seorang murid Syeh Abdul Qodir ‘ Jawabku.
7|Manaqib Syech ‘Abdul Qodir Al-Jaelani

Mendengar jawabanku bekliau berkata ‘Bagus, Qutb-Al arda (bumi)


yang dengan pernyataannya “Kedua telapak kakiku ini ada di
punggung setiap Wali Allah “ menjadikan 300 Wali dan 700 orang-

orang Gaib yang berjalan di bumi maupun yang terbang, mengulurkan


pundak mereka kepadanya dalam satu waktu”. Kemudian aku
menziarahi Syeh Ahmad Rifa’i dan menceritakan kepadanya apa yang
dikatakan oleh Syeh Uday saat itu dan beliau berkata “sungguh tepat
apa yang disampaikan beliau (Syeh Uday). Syaikh Majid Al Kurdi
berkata,”saat Syeh Abdul Qodir mengatakan pernyataan di atas,
semua wali di bumi pada saat itu merendahkan lehernya sebagai
tanda pengakuan mereka terhadap beliau. Dan tidak ada segolongan
jin soleh pun yang tidak datang menghadapnya untuk bertobat dan
mengakui beliau hingga mereka berdesak-desakan di pintu rumahnya.
Riwayat ini disetujui oleh Syaikh Mathar. Kemudian beliau berkata, “Aku
bertanya kepada Syaikh Abdullah bin Sayyidina Syeh Abdul Qodir Al-
Jailani ,’apakah engkau menghadiri majlis saat ayahmu berkata ,’kedua
telapak kakiku ini berada di punggung setiap wali Allah , ‘ya’ jawabnya.
Kemudian ia berkata,’ yang hadir pada saat itu sekitar 50 orang syaikh’.
Ketiks beliau masuk ke dalam rumahnya, yang tersisa hanya Syaaikh
Makarim, Syaikh Muhammad Al-Khas, dan Syaikh Ahmad Al-‘Aarini.
‘kamipun duduk dan berbincang-bincang’ ujarnya. Syaikh Makarim
berkata, “Allah memperlihatka kepadaku pada saat itu semua orang
yang memiliki panji kewalian di muka bumi mengakui panji
kequthuban di tangan beliau dan mahkota ghoutsiah di atas kepala
8|Manaqib Syech ‘Abdul Qodir Al-Jaelani

beliau dan jubah otoritas total atas segala yang wujud/eksis , untuk
mengangkatnya menjadi Wali atau menurunkannya sesuai syariat dan
hakikat. Dan aku mendengar eliau berkata ,”kedua telapak kakiku ini

berada di punggung setiap Wali Allah yang akan menundukkan kepala


dan merendahkan dirinya kepada beliau bahkan termasuk di dalamnya
para abdal yang sepuluh, usltan masa tersebut Masih berkenaan
dengan pernyataan Sang Syaikh, Syeh Abu Sa’id Al-Qailawi berkata
“ketika Syeh Abdul Qodir mengatakan ‘kedua telapak kakiku ini ada di
setiap punggung Wali Allah’ , Allah Tajalli dalam jiwa beliau. Kemudian
sekelompok malaikat datang membawakan jubah kebesaran
Rosululloh SAW untuk dipakaikan kepada beliau di hadapan para Wali
terdahulu maupun yang akan datang.-yang hidup datang dengan
jasadnya, yng sudah meninggal datang dengan ruhnya. Para malaikat
dan Rijal Al-Ghaib mengelilingi majlisnya dan berbaris ber shaf-shaf di
udara , begitu banyak jumlahnya hingga seluruh ufuk penuh dengan
kehadiran mereka. Dan semua Wali yang ada di muka bumi ini
menundukkan kepala untuk beliau”. Syeikh Kholifah Al Akbar bercerita
“Saat aku bertemu dengan Rosululloh SAW dalam mimpi aku bertanya
kepad beliau ,’ Yaa Rosululloh Syeh Abdul Qodir trlah berkata ‘Kedua
telapak kakiku ini ada di punggung setiap Wali Allah ‘ Beliau menjawab
‘Yang diucapkan leh beliu adalah benar. Bagaimana mungkin tidak
benar apabila dia adalah Qutb (para wali) dan aku (Rosululloh SAW
yang emngawasinya. Di hari Jum’at 3 Ramadan 599 H. seorang pria
datang menghadap Syeh Hayyan bin Qis Al-Harani di masjid Al Hiran
9|Manaqib Syech ‘Abdul Qodir Al-Jaelani

memohon Khirqah (jubah kesifian tanda bai’at) kepada beliau. “Dalam


dirimu talah terdapat tanda selain aku’ kata beliau kepadanya. orang
itu berkata, ‘benar aku pernah bertemu Syeh Abdul Qodir namun tidak

ber bai’at kepada beliau”. Syeh Hayyan berkata “selama beberapa


waktu kita telah hidup di bawah bayangan kehidupan Syeh Abdul
Qodir Al Jailani .telah kita meminum gelas-gelas kebahagiaan dari
mata air pengetahuan beliau. dan Dari Beliau diperoleh rahasia para
Wali menurut tingkatan mereka. Suatu saat Syeh Lulu Al Armani ketika
bertemu dengan Syeh Atha’ Al-Masri , beliau meminta untuk
menyebutkan para gurunya. Syeh Lulu berkata ,”Atha’ guruku adalah
Syeh Abdul Qodir Al Jailani yang menyatakan “kedua telapak kakimku
ini ada di punggung setiap Wali Allah .Dan pada saat beliau selesai
mengucapkan hal tersebut tercatat 313 Wali Allah dari segala penjuru
dunia menundukkan kepala meeka , 17 orang berada di Haramain , 60
orang di Iraq, 40 orang di negeri non Arab, 40 orang di Syam, 20
orang di mesir, 27 orang di Maroko, 11 orang di Habsyah, 7 orang di
tembok penahan Ya’juj dan Ma’juj, 7 orang di Wadi Sarandib, 47
orang di gunung Qof, 20 orang di daerah teluk. Dan banyak yang
besaksi bahwa pernyataan tersebut diucapkan berdasarkan perintah
Allah. Kemudian beliau melanjutkan.”Aku sendiri melihat para Wali di
timur maupun di barat merundukkan kepala mereka kepada Syeh
Abdul Qodir kecuali seorang Wali di daerah luar Arab yang kemudian
hilang tanpa bekas. Diantara mereka yang merundukkan kepalanya
kepada beliau adalah Syeh Baqa’ bin Bathu’ , Syeh Abu Sa’id Al-
10 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

Qaylawy , Syeh Ahmad Arrifa’y yang dalam sebuah riwayat


memanjangkan lehernya dan melihat punggungnya seraya
berkata,’Memang ada di punggungku’. Saat di tanya mengenai

perkataannya itu, beliau berkata,’saat ini di Baghdad , Syeh Abdul


Qodir sedang berkata ,’ Kedua telapak kakiku ini ada di punggung
setiap Wali Allah‘. Termasuk diantara mereka yang menundukkan
kepala kepada beliau adalah Abdurrahman Athafsunaji, Abu Najib
Assahrawardi, yang mengangguk-anggukkan kepalanya ketika
mendengar hal tersebut seraya berkata’di atas kepalaku. Musa Al
Jazuli, Musa Al Harani, Abu MUhammad bin ‘Abd, Abu Umar, Ustman
bin Marzuq , Abu Al-Karam , Majid Al Kurdi , Suwaid Annajari, Ruslan
Addimasqi, yangmenundukkan kepalanya di Damaskus seraya berkata
kepada para muridnya ‘Allah memiliki mutiara yaitu orang yang minum
dari lautanAl Quds dan duduk di permadani ma’rifah serta
menyaksikan keMaha Agungan Rububiyah / ketuhanan dan ke Maha
Besaran Wahdaniyah (ketunggalan). Sifat (kemanusiaannya) lenyap
saat menyaksikan keMaha Besaran Nya Eksistensinya lebur saat
menyaksikan ke-WibawaanNya Maka dipakaikannya kepadanya jubah
keacuhan (terhadap dunia) dan ditempatkan di puncak tangga Al-
Inayah hingga beliau mencapai maqom yang telah ditentukan dan
didudukkan di puncak ruh Azaly . Dia berbicara dengan hikmah dari
lembaran-lembaran cahaya, bercampur dengan kepekatan rahasiaNya.
Hilang kesadarannya ketika berada di Hadirat Allah dan tidak pernah
terputus denagn Allah ketika Ia kembali sadar. Berdiri dengan penuh
11 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

rasa malu, berbicara dengan tawadhu’ mendekatkan diri dengan


penuh kerendahan, berbicara dengan kemuliaan , baginya ucapan
selamat dan salam terbaik adalah berasal dari Tuhannya. ‘Apakah di

dunia ini ada orang yang memiliki ciri seperti itu ?’ tanya seseorang
kepada beliau’Ada, dan Syeh Abdul Qodir pemimpin mereka’jawab
beliau. Di Maroko (Maghrib) Syaikh Abu Madin (setelah mendengarkan
pernyataan Syaikh Abdul Qadir ) memanjangkan lehernya dan berkata,
‘benar dan aku salah seorang dari mereka. Yaa Allah aku bersaksi
kepadaMu dan kepada para MalaikatMu bahwa aku mendengar dan
patuh’. Kemudian termasuk diantara mereka adalah Syaikh Abu Na’im
AL-Maghribi, Syaikh Abu Umar dan Utsman bin Marwazih Al-Bathiahi,
Syaikh Makarim, Syaikh Khalifah, Syaikh Uday bin Musafir. Pada saat
beliau mengucapkannya banyak orang yang melihat rombongan
orang yang terbang di udara untuk menghadap beliau berdasarkan
perintah Khidir as. Dan setelah mengucapkan selamat, seorang wali
berkata kepada beliau, ‘eahai raja zaman, pengusas tempat, pelaksana
perintah Sang Maha Pengasih, pewaris kitab Allah dan wakil RasuluLlah
SAW, yang dianugerahi langit dan bumi, yang menjadikan seluruh
orang pada masanya sebagai keluarganya, yang doanya dapat
menurunkan hujan, dan berkahnya menghilangkan mendung, yang
menjadikan kepala orang yang menghadapnya tertunduk, yang
makhluk gaib hadir di hadapannya sebanyak 40 shaf, dengan 70 orang
Gaib pada setiap shaf, yang ditelapak tangannya tertulis bahwa dia
tidak akan mendapat makar dari Allah, dan di umurnya yang ke dua
12 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

puluh para malaikat berputar di sekelilingnya serta menyampaikan


kabar gembira kewalian beliau’. Pada suatu masa, air sungai dajlah
meluap dan membanjiri Baghdad. Orang-orangpun mendatangi

beliau memohon pertolongannya. Sambil membawa tongkatnya


beliau berjalan menuju tepian sungai dan menancapkannya di batas
air seraya berkata, “cukup sampai di sini” dan saat itu pula air sungai
tersebut menyurut. Syaikh Abdullah Dzayyal berkata, “suatu saat ketika
berada di madrasah beliau di tahun 560 H aku melihat beliau
memegang tongkat. Saat itu aku berharap aku dapat melihat karamah
yang keluar dari tongkat tersebut. Beliau kemudian memandang ke
arahku sambil tersenyum lalu menancpakan tongkatnya ke tanah,
seketika itu pula cahayanya menyembur dari tanah, menembus awan
dan menjadikan langit terang benderang beberapa saat. Beliau
kemudian mencabutnya kembali dan keadaan pun kembali seperti
semula. Beliau berkata kepadaku, ‘Dayyal, bukankah ini yang engkau
kehendaki’”. Syaikh Abu Taqy Muhammad bin Al-Azhar Ash-Shariifni
berkata, “selama setahun penuh aku memohon kepada Allah untuk
dapat melihat salah seorang dari rijal Al-Ghaib. Pada suatu malam aku
bermimpi bertemu dengan seorang pria saat sedang menziarahi
makam Imam Ahmad bin Hambal. Terbetik dalam hatiku bahwa beliau
adalah salah seoraang rijal Al-Ghaib. Akupun terbangun dan sengan
harapan dapat bertemu dengannya akupun pergi ke makam Imam
Ahmad bin Hambal .akupun bertemu dengan orang yang ada di
dalam mimpiku di sana. Saat beliau keluar aku mengikutinya hingga
13 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

sampai ke tepi sungai Dajjlah. Di tepian tersebut beliau menarik tepian


sungai tersebut hingga keduanya hanya berjarak satu langkah dan
menyeberanginga. Aku memohon kepadanya untuk berhenti dan

berbicara kepadaku. Aku bertanya, “apa mazhabmu ?”. “Aku


bermazhab Hanafi, seorang muslim dan bukan musyrik”. Jawab beliau.
Kemudian hatiku seakan – akan berkata, ‘pergi ke Syaikh Abdul Qadir
dan ceritakan apa yang engkau alami’. Akupun mengunjungi sang
Syaikh. Setibanya aku di pintu madrasah, beliau berkata dari dalam
rumah tanpa membuka pintunya, ‘yaa Muhammad, saat ini hanya
dialah seorang wali yang bermazhab Hanafi di muka bumi ini’. Suatu
saat beliau naik ke atas kursi tempat beliau mengajar, tidak berbicara
dan tidak menyuruh pembaca kitab untuk membacakannya. Dan
orang-orang yang hadir memasuki kondisi ektase dan perkara yang
agung memasuki mereka. Salah seorang yang hadir bertanya dalam
hati, “apa ini ?”. beliau berkata, “seorang muridku datang dengan satu
langkah dari baitul Muqaddas kemari untk bertaubat dan semua yang
hadir pada saat ini dianggap sebagai tuan rumahnya. “dalam hatinya
orang tersebut berkata, “jadi siapa yang mengalami kondisi seperti ini
adalah mereka yang bertaubat ?”. pernyataan tersebut dijawab sang
Syaikh, jangan engkau berharap kepadanya. Dia datang kepadaku dan
memintaku untuk mengajarinya jalan untuk mencinta”. Pernah suatu
saat Syaikh Abdul Qadir berjalan di atas udara di depan banyak orang
dan berkata, “Matahari selalu menyampaikan salam kepadakusetiap ia
ingin terbit. Demikian pula halnya dengan hari, bulan dan tahun.
14 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

Mereka –juga- menginformasikan kepadaku tentang apa tentang apa


yang terjadi. Di beberkan kepadaku Lauh Al-MahfudzI tentang siapa
yang mendapatkan kesenangan dan siapa yang mendapatkan

kesusahan. Aku tenggelam dalam lautan Ilmu dan Musyahadah –Nya.


Aku adalah sandaran kalian dan wakil RasuluLlah SAW di muka bumi”.
Syaikh Abdul Qadir berkata, “Setiap wali berada di bawah telapak kaki
para Nabi dan aku berada di bawah telapak kaki kakekku RasuluLlah
SAW. Semua tempat yang aku injak maka bekasnya akan emnjadi
telapak kaki Nabi.” Syaikh Abdul Qadir berkata, “Aku adalah Syaikh
bagi para manusia dan jin.” Di lain kesempatan beliau berkata, “jika
kalian bertanya kepada Allah, tanyakan aku kepadaNya. Wahai
penduduk bumi, dari timur hingga barat, kemarilah dan belajar dariku.
Wahai penduduk Iraq, Ahwal –kondisi spiriutal- yang kumiliki seperti
baju yang tergantung di rumah. Baju manasaja yang engkau pilih akan
aku pakaikan kepadamu. Hendaknya kalian menyampaikan salam atau
akan aku bawakan pasukan tiada tanding. Hai saudara, berkelanalah
1000 tahun agar engkau dapat mendengarkan perkataanku. Saudara,
kewalian dan beberapa derajad spiritual ada di sini, di majlisku. Semua
Nabi yang diciptakan Allah dan semua wali menghadiri majlisku baik
yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dunia. Yang masih
hidup dengan fisik mereka sedangkan yang sudah meninggal dunia
dengan rohnya. Saudara sekalian tanyakan diriku kepada Munkar dan
Nakir ketika mendatangi kalian (di kubur) maka mereka akan
menceritakan diriku kepada kalian.” Abu Ridho, pelayannya
15 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

meriwayatkan, dalam suatu kesempatan Syaikh Abdul Qadir berbicara


tentang roh. Di tengah penjelasan, beliau diam, duduk dan kemudian
bangkit kembali seraya bersenandung, Rohku telah diciptakan dengan

hikmah dalam ke-qadiman, sebelum ia mewujud, ketika ia dalam


ketiadaan sekarang, bukankah suatu kebaikan setelah aku mengenal
kalian lalu aku pindahkan kakiku dari jalan hawa kalian. Di lain riwayat,
Abu Ridho bercerita, “suatu hari ebliau menjelaskan tentang cinta.
Tiba-tiba beliau bangkit dan diam. Lalu beliau berkata, ‘Aku tidak akan
berbicara kecuali dengan 100 dinar.’ Orang-oranagpun menyerahkan
kepada beliau apa yang beliau minta. Kemudian beliau memabggilku
dan berkata, ‘pergilah engkau ke pekuburan Syunuziyah dan cari
seorag syaikh yang sedang bermain-main dengan kayu lalu berika
emas ini kepadanya dan bawa ia kepadaku’. Kemiudin akupun pergi
dan menemukan syaikh yang beliau maksud sedang berdiri dan
memain-mainkan tongkat kayu. Akupun mengucapkan salam dan
menyerahkan emas tersebut kepadanya. Dia berteriak dan jatuh
pingsan. Saat beliau sadar aku bertanya kepadanya, ‘Syaikh, Syaikh
Abdul Qadir ingin bertemu denganmu’. Beliau kemudian bangkit dan
menemui Syaikh Abdul Qadir. Setibanya di sana Syaikh Abdul Qadir
memberikan perintah untuk menaikkannnya di kursi tempat beliau
mengajar dan meminta orang tersebut untuk menceritakan kisahnya.
Dia berkata, ‘Tuanku, sewaktu aku masih muda aku adalah seorang
penyanyi bagus yang dikenal banyak orang. Tetapi setelah aku tua,
tidak ada seorangpun yang memperhatikan aku. Aku pergi dari
16 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

Baghdad dan berkata dalam hati, “aku tidak akan menyanyi kecuali
untuk yang mati”. Saat aku mengelilingi kuburan ini, aku duduk di
salah satu kuburan yang ternyata telah terbelah dan nampak kepala

mayat yang ada di dalamnya. Mayat tersebut berkata kepadaku,


“Mengapa engkau menyanyi untuk orang-orang mati, bernyanyilah
untuk Yang Maha Hidup sekali maka Dia aakn memberikan kepadamu
apa yang engkau inginkan”. Akupun jatuh pingsan, dan setelah
tersadar aku berkata Tuhanku, aku persiapkan apa yang aku miliki
untuk hari pertemuan dengan-Mu, kecuali pengharapan hati dan
ucapan mulutku. Memang, sudah asalnya para pengharap
mengharapkan harapan dan mereka akan bersedih apabila engkau
menolaknya Jika hanya golongan Muhsin yang boleh berharap
kepadaMu, lalu kepada siapa si pendosa berlindung dan melarikan diri.
Ubanku membuatku jelek di hari penghabisan dan perjumpaan
denganMu, semoga engkau menyelamatkan aku dari apiku. Saat aku
berdiri, pelayan anda datang membawakan emas ini”. Sambil
mematahkan tongkat kayu yang ada di tangannya dia berkata,
sekarang aku bertobat kepada Allah’. Usai mendengarkan kisah
tersebut, Syaikh Abdul Qadir berkata, “Yaa fuqara’ , jika kejujuran
(orang ini) terhadap sesuatu yang sia-sia saja menyebabkannya
memperoleh apa yang ia inginkan, apalagi dengan para sufi yang
bersungguh-sungguh dalam kesufian, ahwal dan thariqahnya”.
Kemudian beliau melanjutkan, “hendaklah kalian berlaku jujur, dan
bersih hati. Tanpa keduanya, tidak mungkin seorang hamba untuk
17 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

mendekatkan diri kepada Tuhannya. Apakah kalian tidak mendengar


firman Allah, “Jika berbicara hendaklah kalian berkata jujur””. Saat
beliau meminta 100 dinar, ada 40 orang mengantar jumlah yang sama

kepada beliau. Beliau hanya mengambil dari satu oraang, dan setelah
orang ini bertaubat, sisa dari uang pemberian tersebut beliau bagikan
kepada orang-orang. Peristiwa hari itu menyebabkan 5 orang
meninggal dunia. Al-Kaimani, Al-Bazaar, dan Abu Hasan Al-Ali yang
dikenal dengan As-Saqazar bercerita bahwa pada hari Rabu tanggal
27 Sya’ban tahun 529 H. Syaikh Abdul Qadir bersama rombongan
mengunjungi pekuburan Syunizi. Beliau berhenti di pekuburan Syaikh
HammadAd-Dabbas agak lama kemudian menlanjutkan perjalanannya
dengan muka berseri-seri. Pada saat ditanya sebab lamanya beliau
berhenti dan berseri-serinya muka Beliau, sang Syaikh menjawab,
“Pada pertengahan bulan Sya’ban tahun 499 H aku bersama murid
Syaikh Hammad mengikuti beliau keluar Baghdad. Setibanya di
jembatan Yahud, beliau mendorongku sampai aku tercebur ke sungai-
pada saat itu udara sangat dingin-kemudian mereka berlalu dan
meninggalkanku. Aku berkata dalam hati, “Aku berniat mandi Jum’at”.
Saat itu aku mengenakan jubah sufi dan di lenganku terdapat sebuah
jubah lagi yang membuatku harus mengangkatnya agar tidak basah.
Aku kemudian keluar dari air dan memeras jubah tersebut dan
menyusul mereka dalam kondisi kedinginan hingga menusuk ke
tulang. Melihat kondisiku, para murid bermaksud hendak menolongku
namun beliau melarangnya seraya berkata, “Apa yang aku lakukan
18 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

adalah untuk mengujinya, dan aku mendapatinya bagai gunung,


kokoh tak bergerak”. “Hari ini aku melihat beliau dalam kubur memakai
jubah dari cahaya bertabur permata. Di atas kepalanya terdapat

mahkota dari Yakut .di tangan kirinya terdapat gelang dari emas dan
beliau memakai dua sandal dari emas. Tapi tangan kanannya hilang.
‘Ada apa dengan lengan ini ?’ tanya ku kepada beliau. Beliau
menjawab, ‘inilah tangan yang aku pergunakan untuk mendorongmu’.
Kemudian beliau berkata, ‘maukah engkau memaafkan perbuatanku
itu ?’ ‘Ya’ jawabku. ‘jika demikian’ kata beliau, ‘mohonkan kepada Allah
agar Dia mengembalikan lenganku seperti sedia kala’. Akupun
memohonkan kepada Allah untuk itu dan pada saat itu 5000 wali turut
memohon kepada Allah, mendukungku dari kubur mereka. Aku terus
memohon kepada Allah hingga akhirnya Allah mengembalikann
lengan kanannya dan beliau menjabat tanganku dengan tangan kanan
tersebut. Dengan demikian sempurnalah kebahagiaannya dan
kebahagiaanku.” Ketika kabar tersebut tersebar di Baghdad para murid
Syaikh Hammad beramai-ramai mendatangi sang Syaikh untuk
meminta klarifikasi atas pernyataan tersebut. Setibanya di madrasah
beliau, sebagai rasa hormat mereka kepada beliau, tidak ada
seorangpun yang memulai pembicaraan. Beliaupun kemudian
memulai pembicaraan dengan menerangkan maksud kedatangan
mereka saat itu. Kemudian beliau berkata kepada mereka, “Kalian pilih
dua orang. Insya Allah melalui mereka berdua akan jelas apa yang aku
ucapkan”. Mereka kemudin memilih Syaikh Yusuf Al-Hamdani RA.
19 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

Yang pada saat itu ada di Baghdad, dan Syaikh Abdurrahman AL-Kurdi
yang memang tinggal di Baghdad. Mereka berdua termasuk orang-
orang yang dianugerahi kasyf .’Kami serahkan urusan ini kepada kalian’

kata mereka kepada kedua Syaikh tersebut. ‘Bahkan kalian jangan


beranjak dari tempat kalian berada sampai terbukti apa yang aku
ucapkan’ kata beliau kepada mereka. Kemudian beliau menghentakkan
kakinya ke tanah dan pada saat itu para sufi di luar telah berteriak
memberitahu bahwa Syaikh Yusuf Al Hamdani RA telah datang
dengan berjalan bertelanjang kaki sampai beliah masuk ke madrasah
sang Syaikh. Di sana beliau berkata, ‘Aku bersaksi bahwa Syaikh
Hammad Ad-Dabbas berkata kepadaku, “Cepatlah datangi majlis
Syaikh Abdul Qadir dan katakan pada para Syaikh yang hadir bahwa
apa yang dikatakan oleh Syaikh Abdul Qadir adalah benar adanya’.
Beliau sempat menamatkan perkataannya, Syaikh Abu Muhammad
Abdurrahman Al-Kurdi datang dan beliau menyatakan pernyataan
seperti yang dikatakan oleh Syaikh Yusuf Al-Hamdani RA. Setelah
mendengarken pernyataan tersebut, mereka bangkit dan memohon
maaf kepada Syaikh Abdul Qadir”. Seseorang berkata kepada beliau,
“Kami berpuasa seperti yang Anda lakukan, dan melaksanakan shalat
sepertiyang Anda lakukan. Tapi tidak ada satupun kondisi spiritualmu
yang dapat kami lihat”. Beliau berkata, “kalian dapat bersaing
denganku dalam hal melaksanakan amal, akan tetapi kalian tidak dapat
bersaing denganku dalam hal anugerah yang diberikan kepadaku.
Demi Allah, aku tidak akan makan sampai Allah berkata kepadaku,
20 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

‘Demi hak-Ku atas dirimu, makan’. Aku juga tidak minum sampai Allah
berkata kepadaku, ‘Demi hak-Ku atas dirimu, minum’. Dan aku tidak
akan melakukan sesuatu kecuali berdasarkan perintah Allah”. Syaikh

Abdul Qadir berkata, “Pada suatu ketika di masa mujahadahku


(perjuangan) aku tertidur. Dalam tidur tersebut aku mendengar suara
yang berkata kepadaku, ‘Ya Abdul Qadir, Kami tidak menciptakanmu
untuk tidur. Kami telah hidupkan engkau maka jangan lupakan Kami’”.
Syaikh Abu Naja Al-Baghdadi, pelayan Syaikh Abdul Qadir
meriwayatkan bahwa pernah suatu ketika hutang sang Syaikh kepada
beberapa orang telah mencapai 250 dinar, lalu datanglah oraaang
yang tidak aku kenal dan masuk tanpa ijin lalu duduk dihadapan sang
Syaikh. Dia mengeluarkan uang seraya berkata, “ini adalah pembayar
hutang” kemudian ia pergi. Kemudian beliau memerintahkan agar
uang tersebut dibagikan kepada yang berhak. Kemudian –kata Syaikh
Abu Naja- ketika aku menanyakan siapa orang tersebut, sang Syaikh
berkata, “Dia adalah yang berjalan menurut Al-Qadar”. “Siapa yang
berjalan menurut Al-Qadar” tanyaku lagi. Beliau menjawab, “Dia
adalah malaikat yang diutus Allah kepada para waliNya yang memiliki
hutang untuk melunasi hutang-hutang mereka”. Syaikh Uday bin Abu
Barakat meriwayatkan bahwa ayahnya meriwayatkan dari pamannya
Syaikh Uday bin Musafir. Beliau berkata, “suatu ketika saat Syaikh
Abdul Qadir memberikan pengajaran, turunlah hujan yang membuat
orang-orang berpencar. Sang Syaikh menengadahkan kepalanya kep
arah langit dan berkata, ‘Aku mengumpulkan mereka untukMu dan
21 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

Engkau cerai beraikan mereka seperti ini’. Seketika itu pula hujan
berhenti, tidak ada satu tetespun air yang turun di majlis tersebut
sedangkan di luar madrasah hujan tetap lebat”. Syaikh AbdulLah Al-

Jaba’I meriwayatkan, “ Pada suatu hari Syaikh Abdul Qadir sedang


berbicara tentang bagaimana menghilangkan ujub. Tiba-tiba Beliau
memalingkan Muka Beliau kepadaku dan berkata, ‘Apabila engkau
melihat sesuatu yang berasal dari Allah dan hal tersebut
menggiringmu untuk melakukan kebaikan serta engkau dapat
melepaskan dirimu dari (meminta) penjelasan akan hal tersebut maka
engkau telah lepas dari sifat ujub’”. Syaikh orang-orang sufi, Syaikh
Syihabuddin Umar As-Sahrawardi berkata, “Dulu saat aku masih muda,
aku menenggelamkan diriku untuk mempelajari ilmu kalam. Aku hafal
berbagai karangan dalam bidang tersebut dan segera menjadi
seorang pakarnya. Pamanku telah memperingatkanku akan hal
tersebut namun aku tidak mempedullikannya, sampai suatu hari aku
dan dia menziarahi Syaikh Abdul Qadir. Beliau berkata kepadaku,
‘’Umar, Allah SWT berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah
kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin), sebelum
pembicaraan itu’. Kami adalah orang-orang yang kalbunya selalu
mendapatkan bisikan dari Allah. Sekarang lihatlah posismu di hadapan
Allah agar engkau dapat melihat keberkahan melihat-Nya”. “ketika
kami sudah duduk bersamanya, pamanku berkata kepada beliau,
‘Kmenakanku ini menyibukkan dirinya dengan ilmu kalam. Aku sudah
22 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

larang dia akan tetapi dia tidak mematuhiku’. Mendengar penuturan


pamanku, beliau mengulurkan tangannya yang penuh berkah ke
dadaku dan berkata, ‘Kitab apa saja yang telah engkau hafal ?’.

Akupun menjawab dengan menyebutkan berbagai kitab yang telah


aku hafal. Demi Allah, saat beliau mengangkat tangannya dari dadaku,
tidak ada satu katapun dari kitab-kitab, yang sebelumnya aku hafal di
luar kepala, yang masih aku ingat. Saat itu juga Alah Ta’ala telah
melupakan aku tentang berbagai masalahnya dan menanamkan
dalam dadaku ilmu laduni. Aku bangkit dari hadapannya sambil
berbicara dalam bahasa hikmah. Lalu beliau berkata kepadaku, “Umar,
engkau adalah orang-orang terakhir yang termasuk golongan orang-
orang masyhur di Iraq”. Syaikh Abdul Qadir adalah Sulthan ahl-
Thariqah yang dianugerahi otoritas atas semua eksistensi. Abu Faraj
bin Hamami bercerita, “Aku banyak mendengar cerita-cerita mustahil
yang muncul dari Syaikh Abdul Qadir Al Jailani ra. Yang tidak dapat
aku terima. Akan tetapi karena itulah aku ingin sekali bertemu dengan
beliau. Suatu saat, aku pergi ke Bab Al-Azij untuk suatu keperluan.
Ketika pulang aku melewati madrasahnya dan tepat pada saat itu
muazin telah mengumandangkan shlalat ashar. Dalam hati aku
berkata, ‘aku akan shalat ashar dan berkenalan dengan sang Syaikh’.
Saat itu aku lupa bahwa aku belum berwudhu dan langsung shalat.
Setelah selesai shalat, Syaikh Abdul Qadir menjumpaiku dan berkata
kepadaku, ‘Anakku, jika engkau datang kepadaku dengan suatu hajat
pasti akan aku kabulkan. Sayangnya sekarang engkau benar-benar
23 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

lupa bahwa engkau belum berwudhu ketika melakukan shalat’.


Pengetahuan beliau terhadap sesuatu yang tersembunyi menimbulkan
kekaguman kepadaku akan kkondisi spiritual yang telah beliau capai.

Sejak saat itu aku selalu mengikutinya, mencintainya dan emlayaninya.


Dari keajdian tersebut aku mengetahui keluasan berkah beliau”. Al-
Jaba’I berkata, “ketika mendengar kitab Haliyatul Auliya’ oleh ibnu
Nashir, terbetik dalam hatiku untuk berkontemplasi, menjauhkan diri
dari manusia dan menyibukkan diri beribadah. Saat shalat Ashar, aku
berjama’ah bersama Syaikh Abdul Qadir. Selesai shalat beliau melihat
ke arahku dan berkata, ‘jika engkau benar-benar ingin berkontemplasi
(khalwat), maka jangan lakukan itu sebelum engkau benar-benar
menguasai agama, bergaul dengan para Syaikh dan belajar dari
mereka. Saat itulah engkau boleh berkontemplasi (khalwat). Jika
engkau tidak melakukan itu maka engkau akan terputus sebelum
engkau menjadi ahli dalam bidang agama. Engkau juga akan merasa
bangga atas apa yang engkau miliki. Tapi ketika ada masalah agama
yang engkau tidak ketahui, engkau akan keluar dari zawiyahmu dan
bertanya kepada orang-orang tentang hal tersebut. Sebaik-baik
kontemplator (orang yang berkhalwat) adalah mereka yang bagaikan
lilin, amemberikan penerangn dengan cahayanya”. Syaikh Abu Abbas
Al-Khidr Al-Husain Al-Maushuli meriwayatkan, “pada suatu malam,
saat kami sedang berada di madrasah Syaikh Abdul Qadir, datanglah
khalifah AL-Mustanjid biLlah Abu Mudzaffar Yusuf bin Al-Imam Al-
Muftaqi li amriLlah Abu AbduLlah Muhammad Ad-Dabbas. Beliau
24 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

mengucapkan salam kepada sang Syaikh dan memohon nasihatnya


sambil meletakkan 10 kantung uang yang dipikul oleh 10 orang budak.
Syaikh berkata, “Aku tidak membutuhkan ahrta ini”. Namun sang Imam

berkeraas agar Syaikh Abdul Qadir menerimanya. Syaikh Abdul Qadir


kemudian mengambil 2 kantung uang yang paling besar dan paling
berat lalu memeras keduanya dengan tangan beliau, maka
mengalirlah darah. Berkatalah Syaikh kepada Khalifah, ‘Mudzafar,
engkau peras darah rakyat lalu engkau berikan kepadaku. Tidakkah
engkau malu kepada Allah ?’. sang khalifahpun pigsan mendengar hal
tersebut. Kemudian sang Syaikh emlanjutkan, ‘Kalau buan karena rasa
hormatku kepada garis keturunannya dengan RasuluLlah SAW, akan
aku biarkan darah tersebut mengalir hingga pintu istananya’. Syaikh
Abu Hasan Ali Al-Quraisy berkata, “saat aku menghadiri salah satu
majlis sang Syaikh tahun 559 H datanglah rombongan golongnan
rafidah membawa dua buah keranjang tertutup dan berkata kepada
beliau, ‘Beritahu kami apa isi dua keranjang ini’. Beliau turun dari kursi
dan mengulurkan tangannya memegang salah satu keranjang tersebut
dan berkata, ‘Yang ini berisi anak yang lumpuh’. Lalu beliaiu
memerintahkan puteranya Abdurrazaq membuka keranjang tersebut
dan isinya seperti yang beliau ucapkan. Beliau pegang kaki anak
tersebut kemudian berkata, ‘Bankitlah dengan ijin Allah’. Seketika anak
tersebut bangkit. Kemudian beliau memegang keranjang yang lain dan
berkata, “keranjang ini berisi anak yang sehat dan tidak cacat’. Ketiak
keranjang tersebut dibuka, maka keluarlah seorang anak yang sehat,
25 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

sang Syaikh memegang ubun-ubunnya dan berkata, ‘Duduklah’.


Seketika itu pula anak tersebut menjadi lumpuh. Rombongan rafidah
tersebut bertobat di hadapan beliau dan pada saat itu 3 orang

meninggal dunia’. Diriwayatkan, dari Yahya bin Junah Al-Adib


bahwasanya beliau berkata, “Dalam hati aku berkata”. ‘Aku ingin
menghitung berapa banyak sang Syaikh melantunkan sya’ir di dalam
majlisnya dengan menggunakan benang dari pakaianku. Akupun
kemudian menghadiri majlis pengajiannya dan setiap beliau
melantunkan sya’ir maka aku ikatkan benang di bawah pakaianku.
Ditengah-tengah beliau bersya’ir tiba tiba beliau berkata, ‘Aku
melepaskan ikatan sedang engkau mengikatnya’”. Syaikh Abu Hasan
(Ibnu Syathantah) Al-Baghdadi berkata, “Saat aku belajar kepada sang
Syaikh, aku sering berjaag di malam hari untuk melayani beliau. Pada
suatu malam di bulan Shafar tahun 553 H, aku melihat beliau keluar
dari ruangannya. Akupun menyodorkan tempat air untuk berwudhu
kepada beliau namun beliau tidak mempedulikan tawaranku dan terus
bergerak menuju pintu madrasah. Kemdian beliau memberi isyarat
kepada pintu madrasah tersebut maka pintu itupun terbuka dengan
sendirinya. Kemudian beliau terus berjalan keluar sementara aku
mengikutinya dari belakang. Aku berkata dalam hatiku bahwa beliau
tidak mengetahui kalau aku ikuti dari belakang. Beliau terus berjalan ke
arah pintu gerbang kota Bagdad, maka beliaupun memberikan isyarat
kepada pintu tersebut dan pintu itupun terbuka dengan sendirinya.
Kami terus berjalan, namun tak berapa lama tibalah kami di suatu
26 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

tempat semacam ribath yang sama sekali tidak aku ketahui. Di dalam
ribath tersebut terdapat 6 orang yang sedang duduk, dan ketika
mereka mengetahui kedatangan Syaikh Abdul Qadir maka merekapun

segera menyambut beliau seraya mengucapkan salam. Aku segera


pergi ke sudut bangunan tersebut dan dari dalam bangunan
terdengarlah suara dengungan dan rintihan. Tak berapa lama, suara
tersebut berhenti , kemudian seorang pria masuk ke dalam ruangan
yang tadi terdengar rintihan lalu keluar dengan membawa seseorang
di atas pundaknya. Setelah itu seseorang yang tidak mengenakan
sesuatu di kepalanya dengahn kumis yang lebat masuk dan duduk di
hadapan sang Syaikh dan kemudian mengambil dua kalimah syahadah
dari beliau kemudian memotong kumis serta rambutnya. Setelah itu
beliau kenakan thaqiyah (topi) di kepalanya dan memberikan nama
Muhammad kepadanya serta berkat kepada yang lain, ‘Aku telah
diperintahkan untuk menjadikannya sebagai ganti dari yang
meninggal’. ‘Kami mendengar dan patuh’ jawab yang lain. Baliau lalu
keluar dari ruangan tersebut seraya meninggalkan mereka. Setelah itu
beliau berjalan dan tak lama kami tiba di pintu gerbang kota Baghdad.
Pintu tersebut kembali terbuka dan menutup dengan sendirinya
setelah kami melewatinya. Demikian juga tak berapa lama kami tiba di
Madrasah kemudian memasukinya. Keesokan harinya aku mohon
kepada sang Syaikh untuk menceritakan apa yang aku lihat. Maka
beliaupun menjawab, “Adapun negeri yang kita datang kemarin
adalah negeri Nahawand. Enam oran yang engkau lihat adalah para
27 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

wali abdal dan suara dengungan yang engkau dengar adalah wali
yang ke tujuh. Dia sedang sakit dan aku hadir di sana untuk
melayatinya. Adapun orang yang aku ambil syahadatnya adalah

seorang nashrani dari Konstantinopel dan aku perintahkan ia untuk


menjadi ganti ari si mayit. Adapun orang yang masuk dan keluar
sambil menggendong jenasah adalah Abul Abbas Al-Khidhir AS yang
diperintah Allah untuk mengurus jenasah wali yang wafat”. Kemudian
beliau mengambil sumpahku untuk tidak menceritakan peristiwa
tersebut selama beliau masih hidup. Beliau berkata, “Takutlah kamu
untuk tidak membuka rahasia ini selama aku masih hidup”. Abu Sa’id
AbdulLah bin Ahmad bin Ali Al-Baghdadi Al-Azji bercerita, “Pada
tahun 537 H anak perempuanku seorang perawan berusia 16 tahun
naik ke atas atap rumahku dan kemudian hilang. Akupun pergi
menghadap Syaikh Abdul Qadir dan menceritakan hal tersebut. Beliau
berkata kepadaku, “Pergilah ke pegunungan Al-Karh. Duduklah di
puncak ke lima dan buatlah tanda lingkaran di sekitarmu sambil
berkata, ‘BismiLlaahiRrahmaanirRahiim, atas niat Syaikh Abdul Qadir.
Nanti ketika hari mulai gelap akan banyak jin yang melewatimu.
Mereka tidak akan dapat menyakitimu. Pada waktu sahur, raja raja
mereka akan lewat beserta bala tentaranya dan mereka akan
menanyakan maksud kedatanganmu. Saat itulah ceritakan kepada
mereka perihal anakmu’. Akupun melaksanakan perintah tersebut.
Ketika hari muali gelap, geromblan jin dengan bentuk yang sangat
menakutkan namun mereka tidak dapat menyakitiku atau
28 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

menggangguku. Gerombolan demi gerombolan terus berlalu hingga


waktu sahur datanglah raja mereka dengan mengendarai seekor kuda
dan berdiri di luar lingkaran menghadap ke arahku. Dia berkata, ‘hai

manusia apa keperluanmu’. “Syaikh Abdul Qadir mengutusku


kepadamu”. Jawabku. Begitu mendengar nama Syaikh Abdul Qadir
maka raja jin tersebut turun dari kudanya mencium tanah dan duduk,
begitu pula dengan para jin lain yang menyertainya. Kemudian ia
berkata, ‘apa yang terjadi pada dirimu ?’. akupun menceritakan kepada
mereka aka kisah puteriku yang hilang. Setelah mendengar
penuturanku, dia berkata kepada para jin, ‘Siapa yang melakukan ini’.
Tidak ada satu jinpun yang mengakuinya. Lalu datanglah seorang jin
bersama anakku. Sang raja berkata, ‘ini adalah pembangkang dari
negeri cina’. ‘apa yang mendorongmu berani melakukan hal ini di
bawah atap sang qutb ?’. tanyanya kepada jin tersebut. Jin tersebut
berkata, ‘perempuan tersebut menarik hatiku dan aku mencintainya’.
Sang raja kemudian memerintahkan jin tersebut untuk dipenggal
kepalanya dan menyerahkan anakku kembali. Aku berkata kepadanya,
‘Aku belumpernah melihat jin dengan derajad tinggi sepertimu
memenuhi perintah Syaikh Abdul Qadir’. Dia berkata, ‘Benar, dari
rumahnya beliau memandang kepada jin pembangkang yang pada
waktu itu berada di dasar bumi.kewibawaannya membuat para
pembangkang tersebut kembali ke tempat mereka. Sesungguhnya jika
Allah mengangkat seorang Qutb maka Dia akan menjadikannya
sebagai Qutb diantara jin dan manusia’.
29 | M a n a q i b S y e c h ‘ A b d u l Q o d i r A l - J a e l a n i

Anda mungkin juga menyukai