Anda di halaman 1dari 49

MARTABAT 7; Kitab Al-Tuhfah al-Mursalah Ila Ruh al-Naby dikarang oleh Muhammad Ibnu

Syeikh Fadhlullah Al-Burhanfuri Al-Hindi : “Akantha tanpa warna, tanpa rupa, asipat élok, dédé jalêr,
dédé éstri, dédé wandu. Dipunpêrlambangi kombang anglèng wontên ing ngawang-awang. Mila ing
dalêm martabat kasêbut takyun awal, déné wiwit sanyata ing kahananipun”.

MARTABAT TUJUH (AHADIAH)


Tuhfah al-Mursalah Ilan Nabi (S.A.W.)

Kitab Al-Tuhfah al-Mursalah Ila Ruh al-Naby dikarang oleh Muhammad Ibnu Syeikh Fadhlullah Al-
Burhanfuri Al-Hindi. Beliau adalah seorang sufi dari Gujerat (wafat 1620M). Ajaran Martabat 7 nya
berdasarkan atas faham dari Ibn Arabi (wafat 1240M). Sheikh Muhammad Fadhlullah merupakan Bapa
Martabat 7 di nusantara. Ajaran Martabat 7 yang muncul dari Gujerat ternyata segera mempengaruhi
perkembangan pemikiran mistik Islam di Acheh. Dalam abad 17 ada empat orang tokoh pemikir sufi di
Acheh mengembangkan ajaran Martabat 7 dari faham Muhammad Ibn Fadhlullah iaitu Hamzah Fansuri,
Shamsuddin Pasai (wafat 1630M), Abdul Rauf dari Singkel (1617-1690M) dan Nuruddin Ar-Raniri.

ISTILAH MARTABAT TUJUH

Istilah ajaran martabat tujuh, tidak pernah dikenal pada masa Rasulullah, beliau tidak mengajarkan secara
khusus. Ajaran martabat tujuh di dalam tasawuf merupakan perkembangan dari ilmu tauhid yang
diajarkan oleh Rasulullah.

Kedudukan ilmu ini sama halnya dengan mempelajari ilmu fiqh, ushul fiqh, filsafat, ilmu dirayah hadist,
riwayah hadist, ilmu Alqur'an dan ilmu tafsir (ilmu-ilmu ini tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah secara
khusus), akan tetapi ilmu-ilmu ini merupakan pembahasan yang mengacu kepada dasar yang telah
diajarkan oleh Rasulullah.

Ada beberapa hal yang menyebabkan ilmu-ilmu itu muncul.Hadist Rasulullah, yang merupakan qauli
(ucapan), fi'li (perbuatan) dan taqriri (ketetapan), ditulis oleh para periwayat hadist secara sederhana,
sehingga tidak semua orang mampu mengerti kedalamannya. Dengan bahasa yang digunakan oleh
Rasulullah banyak diantara sahabat yang bukan orang asli Arab setempat tidak mengerti maksudnya.

Hal ini disebabkan gaya bahasa yang disampaikan terlalu tinggi balaghahnya (biasanya sering
menggunakan bahasa perumpamaan), yang terasa sulit bagi kita untuk mengerti, akan tetapi pada saat itu
para sahabat boleh langsung bertanya kepada Rasulullah apabila ada kalimat yang tidak boleh difahami.

1. Martabat Ahadiyat

Iaitu martabat la Ta'yun dan ithlaq. Ialah tahap yang belum mengenal individuasi, inilah martabat yang
tersembunyi (kosong), kerana belum ada idea-idea, namanya Dzat Mutlak. Hakikat ketuhanan.tak
seorangpun dapat meraih-Nya, bahkan nabi-nabi dan wali-walipun tidak. Para malaikat yang berdiri dekat
Allah tidak dapat meraih hakikat Yang Maha Luhur, tak seorangpun mengetahui atau merasakan hakikat-
Nya.

Sifat-sifat dan nama-nama belum ada, sebuah manifestasi yang jelaspun belum ada. Hanya Dialah yang
ada dan nama-Nya ialah " wujud makal" - hakikat segala hakikat. AdaNya ialah kesepian atau
kekosongan ( kosong tapi ADA). Siapakah gerangan yang tahu akan hal keadaan ini? Diantara semua
martabat, tak ada satupun yang melebihi martabat ini yang bernama Ahadiyah. Semua martabat lainnya
berada dibawahnya.

2. Martabat ta'yun awal ( awal kenyataan)

Pada tahap "Wahdah" ini mulailah individuasi. Inilah kenyataan Muhammad yang tersembunyi di dalam
rahsia Tuhan, didalam cara-cara berada dzatNya. Semua kenyataan belum terpisah antara yang satu
dengan yang lainnya, karena masih terikat satu sama lain dalam cara-cara berada itu. Antara idea yang
satu belum ada perbedaan dengan idea yang lain, karena masih tersembunyi di dalam "Wahdat". Mereka
masih terkumpul di dalam (kenyataan) Muhammad yang merupakan awal pemancaran cara-cara berada
hakikat sejati.

Yang dinamakan "Wahdah" ialah hakikat Muhammad, semua hakikat masih berkumpul dalam martabat
wahdah dan belum terpisah-pisah. Martabat wahdah ini dapat di ibaratkan dengan sebutir biji; batang,
cabang-cabang dan daun-daunnya masih tersembunyi di dalam biji itu dan belum terpisah-pisah.

Batang, cabang-cabang dan daun-daun melambangkan engkau, aku, mereka, sedangkan bijinya tunggal
(wahdat)Masih ada perumpamaan lain, yaitu tinta dalam wadahmya. Semua huruf terkumpul di dalam
tinta, huruf yang satu belum dibedakan dari huruf lain. demikian juga dalam wahdah semua huruf, tuhan
dan kita, sebelum terpisahkan Dari tinta inilah segala sesuatu itu terjadi, gambar rumah, gambar gunung,
gambar manusia, batu, angin dan bentuk-bentuk lainnya. Dan Tinta itu bukanlah yang menulis, akan
tetapi Dialah Yang menggerakkan, Yang hidup, Kuasa, Yang Gagah, dengan demikian muncullah sifat-
sifat "siapa" yang menggoreskan tinta itu.

Islam menyempurnakannya dengan langsung kepada Dzatullah, tidak berhenti kepada sifat-Nya ,yaitu
dengan menafikan (mengabaikan) segala sesuatu kecuali Allah. Jelas dengan tegas bahwa Allah
mengarahkan kita untuk menyembah DZAT-NYA bukan Nama-Nya bukan Sifat-Nya. Islam tidak
mengenal perantara, seperti tercantum dalam :

Surat Al; An'am 79 : "Sesungguhnya aku hadapkan diriku kepada wajah Dzat Yang Menciptakan langit
dan bumi dengan lurus, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (aku
tidak melalui perantara siapapun)".

3. Martabat ta'yun kedua, (wahidiyat)

Iaitu kesatuan yang mengandung kejamakan, tiap-tiap bagian telah jelas batas-batasnya. Sebagai hakikat
manusia. Ibarat ilmu Tuhan terhadap segala sesuatu secara terperinci, sebahagian terpisah dengan lain.
Ketiga martabat tersebut bersifat bathin dan ilahi, terjadi semenjak dari qadim. Urutan kejadian dari
ketiganya bersifat akal, bukan perbedaan zaman. Dari ketiga martabat bathin muncullah empat (4)
martabat lahir.

4. Martabat alam arwah

Merupakan aspek lahir yang masih dalam bentuk mujarrad dan murni.

5. Martabat alam mitsal

Ibarat sesuatu yang telah tersusun dari bagian-bagian, tetapi masih bersifat halus, tidak dapat dipisah-
pisahkan.

6. Martabat alam ajsam (tubuh)


Yakni ibarat sesuatu dalam keadaan tersusun secara material telah menerima pemisahan dan dapat
dibahagi-bahagi. Iaitu telah terukur tebal tipisnya.

7. Martabat Insan

Mencakup segala martabat diatasnya, sehingga dalam manusia terkumpul tiga martabat yang sifat bathin
dan tiga martabat lahir.

i. 3 martabat sifat batin


ii. 3 martabat sifat lahir

Kalau kita perhatikan ajaran martabat (7) tujuh, pada dasarnya adalah mengungkapkan secara berurutan
asal kejadian manusia mahupun alam semesta. Didalam pengurutannya Syekh Muhammad Ibnu Fadhilah
menempatkan Dzat sebagai hakikat dari segala sesuatu.

Kerana itu Dzat disebut sebagai la ta'yun tidak bisa dikenal hakikatnya. Keadaan-Nya tidak kenal
penyebutan karena segala persepsi tidak bisa menggambarkan keadaan-Nya. Keadaan yang masih belum
ada apa-apa. Ini digambarkan oleh Al Qur'an sebagai orang yang pengsan (suatu keadaan yang di alami
oleh Nabi Musa as.)

Kesimpulan:

Di dalam ajaran tasawuf para sufi tidak wajib melalui martabat tujuh. Tidak wajib. Akan tetapi disarankan
memiliki wawasan ketuhanan yang baik agar kita tidak mudah taqlid(kagum) kepada orang yang
menyelewengkan ajaran ini. Ajaran Martabat tujuh ini baik untuk pegangan atau referensi di dalam
perjalanan menuju Tuhan. disamping ilmu-ilmu yang lainnya sebagai pendukung.

Firman Allah :

Hai Manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu , maka pasti
kamu akan menemui-Nya (QS. Al Insiqaaq:6)

Semoga Allah menerima amalan kita.

Martabat Tujuh Alam


2 Desember 2019olehadmin-


PADANG,SUMBARTODAY-Istilah martabat tujuh, tidak pernah dikenal pada masa Rasulullah, beliau tidak
mengajarkan secara khusus. martabat tujuh didalam tasawuf merupakan perkembangan dari ilmu tauhid yang
diajarkan oleh Rasulullah. Kedudukan ilmu ini sama halnya dengan mempelajari ilmu fiqh, ushul fiqh, filsafat, ilmu
dirayah hadist, riwayah hadist, ilmu Alquran dan ilmu tafsir (ilmu-ilmu ini tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah
secara khusus), akan tetapi ilmu- ilmu ini merupakan pembahasan yang mengacu kepada dasar yang telah diajarkan
oleh Rasulullah.

Ada beberapa hal yang menyebabkan ilmu-ilmu itu muncul.

Hadist Rasulullah, yang merupakan Qauli (ucapan), Fili (perbuatan) dan Taqriri (ketetapan), ditulis oleh para
periwayat hadist secara sederhana, sehingga tidak semua orang mampu mengerti kedalamannya.

Dengan bahasa yang digunakan oleh Rasulullah banyak diantara sahabat yang bukan orang asli Arab setempat
tidak mengerti maksudnya. Hal ini disebabkan gaya bahasa yang disampaikan terlalu tinggi balaghahnya (biasanya
sering menggunakan bahasa perumpamaan), yang terasa sulit bagi kita untuk mengerti, akan tetapi pada saat itu
para sahabat bisa langsung bertanya kepada Rasulullah apabila ada kalimat yang tidak bisa difahami.

Kadang persoalan juga muncul karena ada kata yang bersifat musytarak ( satu kata banyak arti ), sehingga sulit bagi
generasi setelahnya untuk menentukan makna yang sebenarnya seperti kata lamastum (Qs: An Nisa:43) yang
memiliki dua arti yaitu menyentuh dan bersetubuh .

Kemudian di bidang Hadist, ..banyak para periwayat tidak menggunakan bahasa yang redaksinya berasal dari
Rasulullah. Setelah mereka melihat perilaku Rasulullah, lalu mereka menulis redaksi hadist tersebut dengan
bahasanya sendiri, sedangkan kita tahu bahwa setiap periwayat tidak semuanya berasal dari orang-orang Arab
setempat, akan tetapi ada yang berasal dari Yaman, Madinah, Persia dan kaum Baduy yang berasal dari
pegunungan, yang kesemuanya itu memiliki dialek yang berbeda.

Oleh karena itu wajarlah hikmah itu muncul dengan adanya ilmu-ilmu seperti ilmu balaghah, ilmu Bayan, ilmu ushul
Fiqh, ilmu Dirayah, Riwayah, mustalahul hadist, ilmu tauhid dll.

Dengan demikian kita boleh menerima apa yang datang dari gagasan ulama masyhur, selama tidak bertentangan
dengan Alquran dan Al hadist. Salah satunya tentang ajaran Martabat Tujuh. Tetapi apabila kita tidak setuju dengan
pendapat ulama tersebut, sebaiknya kita menjadikan ilmu tersebut sebagai wacana keilmuan Islam yang
berkembang .

Ajaran martabat tujuh di susun oleh Muhammad Ibn Fadhilah dalam kitabnya Al Tuhfah al Mursalah ila Ruhin-Nabi.
Dalam kitab ini diterangkan bahwa Dzat Tuhan merupakan Wujud Mutlak, tidak dapat dipersepsikan oleh akal,
perasaan, khayal dan indera.. Dzatullah sebagai aspek bathin segala yang maujud (ada), karena Tuhan meliputi
segala sesuatu (Lihat surat Fushilat :54) dan untuk bisa memahami wujud Tuhan yang sebenarnya secara
transenden harus setelah bertajalli sebanyak tujuh martabat yakni :

Pertama Martabat AHADYAH,
Yaitu martabat La Tayun dan Ithlaq. Ialah tahap yang belum mengenal individuasi, inilah martabat yang
tersembunyi(kosong), karena belum ada ide-ide, dinamakan Dzat Mutlak.

TUHAN, tak seorangpun dapat meraih-Nya, bahkan nabi-nabi dan wali-walipun tidak. Para malaikat yang berdiri
dekat Allah tidak dapat meraih hakikat Yang Maha Luhur.

Tak seorangpun mengetahui atau merasakan hakikat-Nya. Sifat-sifat dan nama-nama belum ada, sebuah
manifestasi yang jelaspun belum ada.

Hanya Dialah yang ada, nama- NYA ialah wujud makal Dzat Yang Langgeng, hakikat segala hakikat, ada NYA ialah
kesepian atau kekosongan(kosong tapi ada)

Diantara semua martabat, tak satupun yang melebihi martabat ini yang bernama AHADYAH. Semua martabat
lainnya berada dibawahnya.

Kedua Martabat kedua bernama Martabat Ta’yun Awal ( awal kenyataan).

Pada tahap wahdah ini mulailah individuasi. Inilah kenyataan Muhammad yang tersembunyi di dalam rahasia Tuhan.

Didalam cara-cara berada dzatNya. Semua kenyataan belum terpisah antara yang satu dengan yang lainnya, karena
masih terikat satu sama lain.

Antara ide yang satu belum ada perbedaan dengan ide yang lain, karena masih tersembunyi di dalam WAHDAH.
Mereka masih terkumpul di dalam (kenyataan) Muhammad yang merupakan awal pemancaran cara-cara berada
hakikat sejati.

Yang dinamakan wahdah ialah hakikat Muhammad, semua hakikat masih berkumpul dalam martabat wahdah dan
belum terpisah.

Martabat wahdah ini dapat di ibaratkan dengan sebutir biji; batang, cabang-cabang dan daun-daunnya masih
tersembunyi di dalam biji itu dan belum terpisah-pisah. Batang, cabang-cabang dan daun-daun melambangkan
engkau, aku, mereka, sedangkan bijinya tunggal (wahdah)

Masih ada perumpamaan lain, yaitu tinta dalam wadahnya. Semua huruf terkumpul di dalam tinta, huruf yang satu
belum dibedakan dari huruf lain.

Demikian juga dalam wahdah semua huruf, tuhan dan kita, sebelum terpisahkan  Dari tinta inilah segala sesuatu itu
terjadi, gambar rumah, gambar gunung, gambar manusia , batu, angin dan bentuk-bentuk lainnya.

Dan Tinta itu bukanlah yang menulis, akan tetapi Dialah yang menggerakkan, Yang Hidup, yang Kuasa, Yang
Gagah, dengan demikian muncullah sifat-sifat siapa yang menggoreskan tinta itu.

Bisa ditarik kesimpulan bahwa sifat bukan hakikat ketuhanan akan tetapi sifat adalah yang bersandar kepada Dzat
Tuhan.
Sesuatu yang bersandar kepada Dzat bukanlah Tuhan, kedudukannya sama halnya dengan tanaman, pohonan,
gunung, surga dan neraka, karena semua muncul karena adanya Dzat yang Hidup, Dzat-lah Yang menggerakkan
semua ini.

Mengetahui Martabat ini disebut wahdah dan hakikat Nur Muhammad artinya cahaya yang penuh pujian Tuhan.
Inilah permulaan segala sesuatu, sehingga Allah bisa disifati karena Ia yang menciptakan (Al Khaliq), Yang
Memelihara (Al hafidz), Yang Perkasa (Al Jabbar), Yang Maha Kuat (Al qawwiyu), Yang Hidup (Al Hayyu) dst.

Sedangkan sifat itu sendiri bergantung kepada Dzat (tidak berdiri sendiri ), oleh karena itu Islam melarang berhenti
kepada sifat.

Sifat itu bukan Dzat itu sendiri. dan untuk mengetahui Dzatullah harus meninggalkan sifat-Nya (mengembalikan
kepada martabat pertama, yaitu keadaaan hakikat Tuhan yang belum ada apa-apa) karena sifat merupakan sesuatu
yang bergantung (membutuhkan sandaran) dan sifat Allah itu masih bisa dirasakan oleh makhluk-Nya seperti Ar
Rahman (Pengasih) Ar Rahim (Penyayang), Al Qawiyyu ( Kuat) sedangkan sifat itu muncul karena persepsi sang
hamba (inna dzanni abdi, Aku tergantung persepsi hamba-hamba-KU)

Kaum Hindu menyadari bahwa Tuhan yang sebenarnya tidak bisa digambarkan dengan pikiran, tidak bisa
diserupakan dengan yang lainnya.

Islam menyempurnakannya dengan langsung kepada Dzatullah, tidak berhenti kepada sifat-Nya, yaitu dengan
menafikan (mengabaikan) segala sesuatu kecuali Allah.

Laa ilaaha illallah atau laa syaiun illallah ( tiada sesuatu kecuali Allah) juga terdapat dalam Surat Thaha:14 innanii
Ana Allah, laa ilaaha illa ANA, fabudnii , sesungguhnya AKU ini Allah, tidak ada Tuhan selain AKU maka sembahlah
AKU dan dirikanlah Shalat untuk Menyembah AKU !!

Jelas dengan tegas bahwa Allah mengarahkan kita untuk menyembah Dzat- Nya bukan Nama-Nya bukan Sifat-Nya.
Islam tidak mengenal perantara, seperti tercantum dalam Surat Al Anam 79 :

Sesungguhnya aku hadapkan diriku kepada wajah Dzat Yang Menciptakan langit dan bumi dengan lurus, dan aku
bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (aku tidak melalui perantara siapapun).

Martabat Tayun Kedua, atau WAHIDIYAH.

yaitu kesatuan yang mengandung kejamakan, tiap-tiap bagian telah jelas batas-batasnya, sebagai hakikat manusia.
Ibarat ilmu Tuhan terhadap segala sesuatu secara terperinci, sebagian terpisah dengan yang lain.

Ketiga martabat tersebut bersifat BATHIN dan ILAHI, terjadi semenjak dari qadim, urutan kejadian dari ketiganya
bersifat akal, bukan perbedaan jaman, dari ketiga martabat bathin muncullah tiga martabat lahir.

Kedua MARTABAT ALAM ARWAH Merupakan aspek lahir yang masih dalam bentuk mujarrad dan murni.
Ketiga Martabat Alam Mitsal, ibarat sesuatu yang telah tersusun dari bagian-bagian, tetapi masih bersifat halus,
tidak dapat dipisah- pisahkan.

Keempat Martabat Alam ASJAM (Tubuh) Yakni ibarat sesuatu dalam keadaan tersusun secara marteriil telah
menerima pemisahan dan dapat dibagi- bagi. Yaitu telah terukur tebal tipisnya.

Kelima Martabat Alam INSAN, mencakup segala martabat diatasnya, sehingga dalam manusia terkumpul tiga
martabat yang sifat bathin dan tiga martabat lahir.

Kalau kita perhatikan ajaran martabat tujuh, pada dasarnya adalah mengungkapkan secara berurutan asal muasal
kejadian manusia maupun alam semesta. Didalam pengurutannya Syekh Muhammad Ibnu Fadhilah menempatkan
Dzat sebagai hakikat dari segala sesuatu. Karena itu Dzat disebut sebagai la tayun tidak bisa dikenal hakikatnya.
Keadaan-Nya
tidak kenal penyebutan karena segala persepsi tidak bisa menggambarkan keadaan-Nya. Keadaan yang masih
belum ada apa-apa, masih awang uwung (ithlaq ), yang wilayah ini digambarkan oleh Al Quran sebagai orang yang
pingsan ( suatu keadaan yang di alami oleh Nabi Musa As, lihat QS: 7:143)

Inilah objek yang kita tuju, bukan kepada sifat dan Nur-Nya. Kepada Dzat itulah kita kembali Innalillahi wa inna
ilaihi raajiuun, kita memuja, bersujud, kita bergantung !!

Kesadaran ketuhanan ini jarang sekali dipahami masyarakat kita dengan baik, karena sudah dihambat oleh para
pengajar (ustadz).

Bahwa kita tidak boleh langsung kepada Tuhan, karena Tuhan itu suci, maka harus melalui perantaranya, atau kita
hanya sampai kepada cahaya-Nya.

Oleh karena itu, apabila manusia dapat mengembangkan kehidupan rohaninya, sehingga dapat memperhatikan ke
Tujuh Martabat tersebut, maka dia akan menjadi manusia sempurna (Insan Kamil).

Sedangkan insan kamil yang paling tinggi dan yang paling sempurna adalah Nabi Muhammad SAW.

Dasar pandangan yang terdapat pada rumusan martabat tujuh tersebut, adalah paham pantheisme-monoisme.

Menurut Muhammad Ibn Fadhilah, bahwa segala yang ada ini dari segi hakikat adalah Tuhan, sedangkan
dari segi yang kelihatan secara lahir bukan Tuhan. Sebagai tamsil misalnya uap, air, es, salju dan buih, dari segi
hakikat adalah air.

Akan tetapi dari wujud lahir bukan air .

Untuk sedikit memahami ajaran ini, saya akan mengajak anda keluar ruangan dan memperhatikan sebuah pohon
kacang hijau yang baru tumbuh (kecambah), atau pohon apa saja yang anda lihat di depan rumah anda.

Mari kita perhatikan dengan seksama !!


Berasal dari sebuah biji yang kecil lalu tumbuh bergerak menjadi batang yang tinggi, menjadi pucuk daun, menjadi
ranting, menjadi akar, lalu mati biji-biji yang lainnya akan berlaku sama seperti itu.., kemudian anda perhatikan Bumi
bergerak , bulan bergerak, atom- atom bergerak pada aturan yang harmoni kemudian anda pandangi
seluruh alam semesta, pandangnlah dengan hening .lihatlah alam itu .semuanya bergerak serentak dengan rencana
yang baik dan sempurna, ia tidak berdaya mengikuti kemauan yang tidak bisa dibendung dari dalam ..mereka pasrah
terhadap gerak yang Yang menggerakkan, mereka tidak bisa menolaknya ..ada sebuah gerak yang
meliputi seluruh alam yang tidak kelihatan, yang tidak bisa dijangkau oleh mata dan perasaan. Akan tetapi gerak itu
tampak sekali dengan jelas sehingga bumi itu bergerak, matahari bergerak, tumbuhan bergerak, jantung kita
bergerak, atom-atom bergerak. SEMUA MENGIKUTI GERAK HAKIKI, bukan kehendak kita . lihatlah sekali lagi
dengan seksama, anda akan melihat Yang Menggerakkan, Yang Hidup, Yang Nyata ( Dhohir), Yang Tersembunyi
(Bathin), dan Dialah Yang tidak bisa dijangkau oleh kata-kata dan sifat.

Dan bersujudlah kepada yang Tampak itu, bukan kepada alam semesta yang fana, yang bergantung kepada Sang
Hidup, anda akan melihat semua alam bersujud dengan caranya masing-masing kemudian semuanya
bertasbih dengan bahasanya yang khusus .

Kemudian lihatlah yang menggerakkan jantung anda, jangan lihat jantungnya. tetapi yang menggerakkan itu, yang
amat dekat itu, yang hidup itu, yang kuasa itu, yang lebih dekat dari jantung anda sendiri !! maha suci Engkau..maha
suci Engkau..maha Suci Engkau.

(di sarankan apabila anda belum memahami hal ini, jangan diteruskan . saya tidak berani mengupas lebih dalam
mengenai hakikat takut salah persepsi . Atau ini cukup dijadikan wacana dan bahan renungan . akan tetapi jika anda
penasaran ingin sampai mencapai keadaan tersebut sebaiknya di rencanakan dengan baik agar kita memulai dari
yang paling dasar dari sisi keTuhanan dan tidak sekedar main-main mempelajari ilmu hakikat ini apalagi hanya untuk
sekedar tahu )

Mudah-mudahan dengan bahasan ini akan mengawali perjalanan kita lebih baik setelah mengerti Dzat dan arah
beragama kita, bukan bergejolak dalam retorika ilmu tauhid yang tidak ada habisnya. Akan tetapi mari
kita jalani sampai memasuki hakikat yang sebenarnya !

Kesimpulan
Apakah di dalam ajaran tasawuf para sufi harus melalui martabat tujuh ?

Jawab:

Tidak wajib. akan tetapi disarankan memiliki wawasan ketuhanan yang baik agar kita tidak mudah taqlid kepada
orang yang menyelewengkan ajaran ini.

Ajaran Martabat tujuh ini baik untuk pegangan atau referensi di dalam perjalanan menuju Tuhan. disamping ilmu-ilmu
yang lainnya sebagai pendukung.

Firman Allah : Hai Manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu , maka
pasti kamu akan menemui-Nya. (QS . Al Insiqaaq:6)
Sejarah mencatat, pada akhir abad ke-8, muncul aliran Wahdatul Wujud, suatu faham tentang segala wujud yang
pada dasarnya bersumber satu. Allah Taala. Allah yang menjadikan sesuatu dan Dialah ain dari segala sesuatu.

Wujud Alam adalah Ain Wujud Allah, Allah adalah hakikat alam. Pada hakikatnya, tidak ada perbedaan antara wujud
qadim dengan wujud baru yang disebut dengan makhluk.

Dengan kata lain, perbedaan yang kita lihat hanya pada rupa atau ragam dari hakikat yang Esa. Sebab alam beserta
manusia merupakan aspek lahir dari suatu hakikat batin yang tunggal. Tuhan Seru Sekalian Alam (Faham wahdatul
wujud)

Muhyidin Ibn Arabi, seorang sufi kelahiran Murcia, kota kecil di Spanyol pada 17 Ramadhan 560 H atau 28 Juli 1165
M adalah salah seorang tokoh utamanya pada zamannya.

Dalam bukunya yang berjudul Fusus al-Hikam yang ditulis pada 627 H atau 1229 M tersurat dengan jelas uraian
tentang faham Pantheisme (seluruh kosmos adalah Tuhan), terjadinya alam semesta, dan keinsankamilan. Di mana
faham ini muncul dan berkembang berdasarkan perenungan fakir filsafat dan zaud (perasaan) tasauf. Faham ini
kemudian berkembang ke luar jazirah Arab, terutama berkembang ke Tanah India yang dipelopori oleh Muhammad
Ibn Fadillah, salah seorang tokoh sufi kelahitan Gujarat (-1629M).

Di dalam karangannya, kitab Tuhfah, beliau mengajukan konsep Martabat Tujuh sebagai sarana penelaahan tentang
hubungan manusia dengan Tuhannya. Menurut Muhammad Ibn Fadillah, Allah yang bersifat gaib bisa dikenal
sesudah bertajjali melalui tujuh martabat atau sebanyak tujuh tingkatan, sehingga tercipta alam semesta dengan
segala isinya. Pengertian tajjali berarti kebenaran yang diperlihatkan Allah melalui penyinaran atau penurunan di
mana konsep ini lahir dari suatu ajaran dalam filsafat yang disebut monisme. Yaitu suatu faham yang memandang
bahwa alam semesta beserta manusia adalah aspek lahir dari satu hakikat tunggal. Allah Taala. Dr. Simuh dalam
Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat Jati menyatakan;
Konsep ajaran martabat tujuh mengenai penciptaan alam manusia melalui tajjalinya Tuhan sebanyak tujuh
tingkatan.. Islam mengajarkan tentang proses Tuhan dalam penciptaan makhluknya dengan Alijad Minal Adam,
berasal dari tidak ada menjadi ada. Selanjutnya, konsep martabat tujuh di Jawa dimulai sesudah keruntuhan
Majapahit dan digantikan dengan kerajaan Demak Bintara yang menguasai Pulau Jawa. Sedangkan awal
perkembangannya, ajaran martabat tujuh di Jawa berasal dari konsep martabat tujuh yang berkembang di Tanah
Aceh terutama yang dikembangkan oleh Hamzah Fansuri, Syamsudin Pasai (-1630) dan Abdul Rauf (1617-1690).

Lebih lanjut ditambahkan; Ajaran Syamsudin Pasai dan Abdul Rauf kelihatan besar pengaruhnya dalam
perkembangan perpustakaan Islam Kejawen. Pengaruh Abdul Rauf berkembang melalui penyebaran ajaran tarekat
Syatariyah yang disebarkan oleh Abdul Muhyi (murid Abdul Rauf) di tanah Priangan. Ajaran tarekat Syatariyah
segera menyebar ke Cirebon dan Tegal. Dari Tegal muncul gubahan Serat Tuhfah dalam bahasa Jawa dengan
sekar macapat yang ditulis sekitar tahun 1680. Sedangkan Buya Hamka mengemukakan bahwa faham Wahddatul
Al-Wujud yang melahirkan ajaran Martabat Tujuh muncul karena tak dibedakan atau dipisahkan antara asyik dengan
masyuknya. Dan apabila ke-Ilahi-an telah menjelma di badan dirinya, maka tidaklah kehendak dirinya yang berlaku,
melainkan kehendak Allah.

Dr. Simuh pun kembali menambahkan, dalam ajaran martabat tujuh, Tuhan menampakkan DiriNya setelah bertajjali
dalam tujuh di mana ketujuh tingkatan tersebut dibagi dalam dua wujud. Yakni tiga aspek batin dan empat aspek
lahir. Tiga aspek batin terdiri dari Martabat Ahadiyah (kesatuan mutlak), Martabat Wahdah (kesatuan yang
mengandung kejamakan secara ijmal keseluruhan), dan Martabat Wahadiyah (kesatuan dalam kejamakan secara
terperinci dan batas-batas setiap sesuatu). Sedangkan aspek lahir terdiri Alam Arwah (alam nyawa dalam wujud
jamak), Alam Mitsal (kesatuan dalam kejamakan secara ijmal), Alam Ajsam (alam segala tubuh, kesatuan dalam
kejamakan secara terperinci dan batas-batasnya) dan Insan Kamil (bentuk kesempurnaan manusia).

Menanggapi hal ini, Buya Hamka mengutip dari karya Ibnu Arabi yang berjudul Al-Futuhat al-Makkiya fi Marifa Asrar
al-Malakiya (589 H atau 1201 M), bahwa tajjalinya Allah Taala yang pertama adalah dalam alam Uluhiyah.

kemudian dari alam Uluhiyah mengalir alam Jabarut, Malakut, Mitsal, Ajsam, Arwah dan Insan Kamil di mana yang
dimaksud dengan alam Uluhiyah adalah alam yang terjadi dengan perintah Allah tanpa perantara. Martabat Pertama,
Ahadiyah Martabat pertama adalah Martabat Ahadiyah yang diungkapkan sebagai Martabat Lataayyun, atau al-Ama
(tingkatan yang tidak diketahui). Disebut juga Al-Tanazzulat li l-Dhat (dari alam kegelapan menuju alam terang), al-
Bath (alam murni), al-Dhat (alam zat), al-Lahut (alam ketuhanan), al-Sirf (alam keutamaan), al-Dhat al-Mutlaq (zat
kemutlakan), al-Bayad al-Mutlaq (kesucian yang mutlak), Kunh al-Dhat (asal terbuntuknya zat), Makiyyah al-
Makiyyah (inti dari segala zat), Majhul al Nat (zat yang tak dapat disifati), Ghayb al Ghuyub (gaib dari segala yang
gaib), Wujud al-Mahad (wujud yang mutlak).

1.1 ALAM AHDAH Pada memperkatakan Alam Qaibull-Quyyub iaitu pada martabat Ahdah di mana belum ada sifat,
belum ada ada asma,belum ada afaal dan belum ada apa-apa lagi iaitu pada Martabat LA TAKYIN, Zat UlHaki telas
menegaskan untuk memperkenalkan DiriNya dan untuk diberi tanggungjawab ini kepada manusia dan di
tajallikanNya DiriNya dari satu peringkat ke peringkat sampai zahirnya manusia berbadan rohani dan
jasmani.Adapun Martabat Ahdah ini terkandung ia di dalam Al-Ikhlas pada ayat pertama iaitu{QulhuwallahuAhad),
iaitu Sa pada Zat semata-mata dan inilah dinamakan Martabat Zat. Pada martabat ini diri Empunya Diri (Zat
Ulhaki)Tuhan RabbulJalal adalah dengan dia semata-mata iaitu di namakan juga Diri Sendiri. Tidak ada permulaan
dan tiada akhirnya iaitu Wujud Hakiki Lagi KhodimPada masa ini tida sifat,tida Asma dan tida Afaal dan tiada apa-
apa pun kecuali Zat Mutlak semata-mata maka berdirilah Zat itu dengan Dia semata-mata dai dalam keadaan ini
dinamakan AINUL KAFFUR dan diri zat dinamakan Ahdah jua atau di namakan KUNNAH ZAT.

1.2 ALAM WADAH Alam Wahdah merupakan peringkat kedua dalam proses pentajalliannya diri Empunya Diri telah
mentajallikan diri ke suatu martabat sifat iaitu La Tak Yin Sani sabit nyata yang pertama atau disebut juga martabat
noktah mutlak iaitu ada permulaannyan.Martabat ini di namakan martabat noktah mutlak atau dipanggil juga Sifat
Muhammadiah. Juga pada menyatakan martabat ini dinamakan martabat ini Martabat Wahdah yang terkandung ia
pada ayat Allahus Shomad iaitu tempatnya Zat Allah tiada terselindung sedikit pun meliputi 7 petala langit dan 7
bumi.Pada peringkat ini Zat Allah Taala mulai bersifat. SifatNya itu adalah sifat batin jauh dari Nyata dan boleh di
umpamakan sepohon pokok besar yang subur yang masih di dalam dalam biji , tetapi ia telah wujud,tdadak nyata,
tetapi nyata sebab itulah ia di namakan Sabit Nyata Pertama martabat La Takyin Awwal iaitu keadaan nyata tetapi
tidak nyata(wujud pada Allah) tetapi tidak zahirMaka pada peringkat ini tuan Empunya Diri tidak lagi Berasma dan di
peringkat ini terkumpul Zat Mutlak dan Sifat Batin. Maka di saat ini tidaklah berbau, belum ada rasa, belum nyata di
dalam nyata iaitu di dalam keadaan apa yang di kenali ROH-ADDHAFI.Pada peringkat ni sebenarnya pada Hakiki
Sifat.(Kesempurnaan Sifat) Zat Al Haq yang di tajallikannya itu telah sempurna cukup lengkap segala-gala. Ianya
terhimpunan dan tersembunyi di samping telah zahir pada hakikinya.
1.3 ALAM WAHDIAH Pada peringkat ketiga setelah tajalli akan dirinya pada peringkat La takyin Awal, maka
Empunya Diri kepada Diri rahsia manusia ini, mentajallikan pula diriNya ke satu martabat Asma yak ini pada
martabat segala Nama dan dinamakan martabat (Muhammad Munfasal) iaitu keadaan terhimpun lagi bercerai cerai
atau di namakan Hakikat Insan.Martabat ini terkandung ia didalam Lam yalidd iaitu Sifat Khodim lagi Baqa, tatkala
menilik wujud Allah. Pada martabat ini keadaan tubuh diri rahsia pada masa ini telah terhimpun pada hakikinya Zat,
Sifat Batin dan Asma Batin.Apa yang dikatakan berhimpun lagi bercerai-cerai kerana pada peringkat ini sudah dapat
di tentukan bangsa masing masing tetapi pada masa ini ianya belum zahir lagi di dalam Ilmu Allah Iaitu dalam
keadaan Ainul Sabithaah. Ertinya sesuatu keadaan yang tetap dalam rahsia Allah, belum terzahir, malah untuk
mencium baunya pun belum dapat lagi.Dinamakan juga martabat ini wujud Ardhofi dan martabat wujud Am kerana
wujud di dalam sekelian bangsa dan wujudnya bersandarkan Zat Allah Dan Ilmu Allah.Pada peringkat ini juga telah
terbentuk diri rahsia Allah dalam hakiki dalam batin iaitu bolehlah dikatakan juga roh di dalam roh iaitu pada
menyatakan Nyata tetapi Tetap Tidak Nyata.

1.4 ALAM ROH Pada peringkat ke empat di dalam Empunya Diri, Dia menyatakan, mengolahkan diriNya untuk
membentuk satu batang tubuh halus yang dinamakan roh. Jadi pada peringkat ini dinamakan Martabat Roh. pada
Alam Roh Tubuh ini merupakan tubuh batin hakiki manusia dimana batin ini sudah nyata Zatnya, Sifatnya dan
Afaalnya. Ianya menjadi sempurna, cukup lengkap seluruh anggota anggota batinnya, tida cacat, tiada cela dan
keadaan ini dinamakan (Alam Khorijah) iaitu Nyata lagi zahir pada hakiki daripada Ilmu Allah. Tubuh ini dinamakan ia
Jisim Latiff yaitu satu batang tubuh yang liut lagi halus. Ianya tidak akan mengalami cacat cela dan tidak mengalami
suka, duka, sakit, menangis, asyik dan hancur binasa dan inilah yang dinamakan KholidTullah. Pada martabat ini
terkandung ia di dalam Walam Yalidd. Dan berdirilah ia dengan diri tajalli Allah dan hiduplah ia buat selama-lamanya.
Inilah yang dinamakan keadaan Tubuh Hakikat Insan yang mempunyai awal tiada kesudahannya, dialah yang
sebenarnyanya dinamakan Diri Nyata Hakiki Rahsia Allah dalam Diri Manusia.

1.5 ALAM MITSAL Alam Misal adalah peringkat ke lima dalam proses pentajallian Empunya Diri dalam menyatakan
rahsia diriNya untuk di tanggung oleh manusia. Untuk menyatakan dirinya Allah S.W.T., terus menyatakan diriNya
melalui diri rahsiaNya dengan lebih nyata dengan membawa diri rahsiaNya untuk di kandung pula oleh bapa iaitu
dinamakan Alam Misal.Untuk menjelaskan lagi Alam Misal ini adalah dimana unsur rohani iaitu diri rahsia Allah
belum bercamtum dengan badan kebendaan.Alam misal jenis ini berada di Alam Malakut. Ia merupakan peralihan
daripada alam Arwah (alam Roh) menuju ke alam Nasut maka itu dinamakan ia Alam Misal di mana proses
peryataan ini ,pengujudan Allah pada martabat ini belum zahir, tetapi Nyata dalam tidak Nyata.Diri rahsia Allah pada
martabat Wujud Allah ini mulai di tajallikan kepada ubun ubun bapa, iaitu permidahan dari alam roh ke alam Bapa
(misal).Alam Misal ini terkandung ia di dalam Walam yakullahu dalam surah Al-Ikhlas iaitu dalam keadaan tidak boleh
di bagaikan. Dan seterusnya menjadi DI, Wadi, Mani yang kemudiannya di salurkan ke satu tempat yang bersekutu
di antara diri rahsia batin (roh) dengan diri kasar Hakiki di dalam tempat yang dinamakan rahim ibu.Maka
terbentuklah apa yang di katakan Maknikam ketika berlakunya bersetubuhan diantara laki-laki dengan perempuan
(Ibu dan Bapa)Perlu diingat tubuh rahsia pada masa ini tetap hidup sebagaimana awalnya tetapi di dalam keadaan
rupa yang elok dan tidak binasa dan belum lagi zahir. Dan ia tetap hidup tidak mengenal ia akan mati.

1.6 ALAM AJSAM Pada peringkat ke enam, selepas sahaja rahsia diri Allah pada Alam Misal yang di kandung oleh
bapa , maka berpindah pula diri rahsia ini melalui Mani Bapa ke dalam Rahim Ibu dan inilah dinamakan Alam
Ijsan.Pada martabat ini dinamakan ia pada martabat InssanulKamil, yaitu batang diri rahsia Allah telahpun
diKamilkan dengan kata diri manusia, dan akhirnya ia menjadi KamilulKamil. yaitu menjadi satu pada zahirnya
kedua-dua badan rohani dan jasmani. dan kemudian lahirlah seoarang insan melalui faraj ibu dan sesungguhnya
martabat kanak kanak yang baru dilahirkan itu adalah yang paling suci yang dinamakan InnsanulKamil.Pada
martabat ini terkandung ia di dalam Kuffuan iaitu bersekutu dalam keadaan KamilulKamil dan nyawa pun di
masukkan dalam tubuh manusia.Selepas cukup tempuhnya dan ketikanya maka diri rahsia Allah yang menjadi
KamilulKamil itu di lahirkan dari perut ibunya, maka di saat ini sampailah ia Martabat Alam Insan.

1.7 ALAM INSAN Pada alam ke tujuh iaitu alam Insan ini terkandung ia di dalam Ahad iaitu sa (satu). Di dalam
keadaan ini, maka berkumpullah seluruh proses pengujudan dan peryataan diri rahsia Allah S.W.T. di dalam tubuh
badan Insan yang mulai bernafas dan di lahirkan ke Alam Maya yang Fana ini.Maka pada alam Insan ini dapatlah di
katakan satu alam yang mengumpul seluruh proses pentajallian diri rahsia Allah dan pengumpulan seluruh alam-
alam yang di tempuhi dari satu peringkat ke satu peringkat dan dari satu martbat ke satu martabat.Oleh kerana ia
merupakan satu perkumpulan seluruh alam alam lain, maka mulai alam maya yang fana ini, bermulalah tugas
manusia untuk menggembalikan balik diri rahsia Allah itu kepada Tuan Empunya Diri dan proses penyerahan
kembali rahsia Allah ini hendaklah bermulah dari alam Maya ini lantaran itu persiapan untuk balik kembali asalnya
mula kembali mu semula hendaklah disegerakan tanpa berlengah lengah lagi.

NEGERI MARTABAT TUJUH

Alunan syair Kabanti terdengar dari rumah La Mutadi di dekat kawasan benteng Keraton Wolio, Kota Bau-Bau, Pulau
Buton. Syair ini adalah salah satu bentuk tradisi lisan di Pulau Buton yang berisikan nasihat dan ajaran kehidupan.
Makna lebih dalam dari syair berbahasa Wolio ini umumnya berupa petikan ajaran tasawuf yang diwariskan para
leluhur.

Di masa silam, Pulau Buton dikuasai raja Hindu.

Raja pertamanya bernama I Wa Kaa Kaa. Saat itu Pulau Buton telah menjadi catatan penting dalam sejarah
pelayaran Nusantara. Ini dibuktikan dengan tertulisnya nama Buton dalam Kitab Negara Kertagama karangan Mpu
Prapanca. “Nama Islam I Wa Kaa Kaa adalah Zamzabiyah,” kata sejarahwan, La Ode M. Anshari Idris.

Sejarah kemudian menggulirkan cerita baru ketika seorang ahli tasawuf asal Gujarat, Syekh Abdul Wahid bin Syarif
Sulaiman Al Fathani singgah di Pulau Buton. Dia berhasil mengislamkan raja ke enam Buton dan timbang timbangan
atau lakilapotan atau halu oleo serta segenap keluarganya.

Menurut La Ode Muchir Raaziki, tidak hanya itu, Syekh Abdul Wahid juga berhasil mengubah tatanan pemerintahan
di pulau ini dari kerajaan menjadi kesultanan. Sang raja pun akhirnya berganti nama menjadi Sultan Murhum
Kaimuddin Khalifatul.

La Ode Muchir Raaziki adalah ahli tasawuf dan juga mantan imamu Masjid Agung Benteng Keraton Wolio. Sebagai
imam dia tentu saja memahami sejarah dan perkembangan ajaran tasawuf warisan para leluhurnya. Dahulu La Ode
seakan menjadi pengawal kehidupan jasmani dan rohani di lingkungan benteng Keraton Wolio. “Mereka memang
mengayomi seluruh negeri bersama kesultanan,” ujar La Ode Muchir.
Salat Jum’at adalah momen yang selalu dimanfaatkan para syara atau pengurus agama di lingkungan benteng
Keraton Wolio untuk bertemu dengan jamaah masjid terutama warga di lingkungan benteng. Dahulu masjid ini
menjadi tempat pertemuan Sultan dan perangkat adat dengan rakyat.

Karena itu di bagian depan masjid terdapat dua ruang. Satu ruangan untuk Sultan dan satu lagi untuk Sultan Batin
atau lakina agama. Setelah Kesultanan Buton berakhir masjid hanya memiliki lakina agama, imamu masjid, dan para
pengurus lainnya.

Panggilan ketiga beduk telah terdengar tanda waktu salat Jum’at telah tiba. Di bale depan, imamu masjid masih
berzikir untuk mendapatkan petunjuk dari yang Maha Hidup. Tata cara seperti ini sudah dilakukan sejak ratusan
tahun silam. Imamu masjid benar-benar mempersiapkan diri dan batinnya sebelum berhadapan dengan jamaahnya.

La Ode M. Anshari Idris menambahkan, adat istiadat di Buton merupakan perkawinan agama dan budaya. Agama
menjadi rohani yang mengisi kehidupan warga dan budaya menjadi jasmaninya. Contoh nyata perkawinan agama
dan budaya itu adalah upacara adat pernikahan.

Seluruh rangkaian upacara dilakuan dalam bahasa Wolio. Bahasa yang merangkum sekitar 100 bahasa lokal.
Pembacaan doa dilakukan secara khusyuk persis yang biasa dilakukan kalangan sufi ketika mereka memohon
kepada yang Maha Perkasa.

Buah terindah dari bibit ajaran tasawuf yang ditanamkan oleh Syekh Abdul Wahid dan Sultan Murhum Kaimuddin
Khalifatul adalah Undang-undang Dasar Martabat Tujuh. Undang-undang ini dirancang oleh Sultan Dayanu
Ikhsanuddin. “Keberadaan manusia adalah karena ciptaan Tuhan. Ada yang namanya alam ketuhanan dan ada alam
kehambaan,” tutur La Ode Muchir Raaziki.

Kekayaan ajaran tasawuf juga diperlihatkan manuskrip-manuskrip kuno yang disimpan di rumah Muzaji Mulki di
kawasan benteng Keraton Wolio. Dalam manuskrip bertuliskan huruf arab gundul dan melayu ini disampaikan
berbagai ajaran tasawuf dari para Sultan. Bahasa melayu muncul dalam manuskrip karena Syekh Abdul Wahid lama
bermukim di Johor, Malaysia. Selain itu para penyebar Islam di Pulau Buton juga umumnya berasal dari Negeri Jiran.

Namun harus diakui Undang-undang Dasar Martabat Tujuh adalah karya Kesultanan Buton yang paling fenomenal.
Ini karena kesultanan telah menempatkan ajaran tasawuf sebagai pijakan utama. Sehingga mereka bukan lagi
berada dalam wilayah syariat seperti yang kini ramai diterapkan di berbagai daerah. Namun, justru berada di derajat
yang lebih tinggi, yakni tarekat.

Saat pelaksanaan salat Jum’at semakin dekat. Setelah melaksanakan shalat tahiyatul masjid, imamu masjid
langsung memasuki mihrab. Salat Jum’at pun segera dimulai. Khotbah salah seorang syara agama merupakan
momen pembekalan batin.

Warga Pulau Buton percaya doa dan harapan yang disampaikan khatib akan membuahkan keselamatan bagi para
jamaah karena setiap musibah yang dialami warga di pekan depan biasanya akan menjadi kesalahan sang khatib.
Pemahaman itu telah mereka yakini sejak masa kesultanan berjaya. Karena itu seorang Sultan tak lagi sekadar
pemimpin pemerintahan tapi menyerupai seorang wali yang diutus oleh yang Maha Raja. Dengan begitu Undang-
undang Dasar Martabat Tujuh pun menjadi pedoman nyata bagi Sultan dan rakyatnya.

Berdasarkan peraturan tertinggi ini mereka membangun kehidupan yang sangat demokratis dan bertanggungjawab.
Bahkan, jabatan Sultan pun bukan dicapai karena trah semata tapi dipilih karena akhlaknya oleh anggota dewan
yang disebut Patalimbona. Karena itu seorang Sultan bisa dilengserkan bila terbukti melakukan kesalahan.

Kejayaan Kesultanan Buton telah lama berakhir. Undang-undang Dasar Martabat Tujuh pun hanyalah catatan
sejarah masa silam. Entah dengan falsafah hidup masyarakat yang menjunjung tinggi masalah agama di atas
pemerintah, negara, dan diri pribadi. Inilah Negeri Martabat Tujuh yang senantiasa mengagungkan tasawuf dan para
khalifahnya

CERMIN MARTABAT TUJUH

Ajaran ini merupakan ajaran yang diterapkan oleh kebanyakan kaum sufi mulai dari Al Hallaj, Ibnu Arabi, Syeh Abdul
Qadir Jaelani, Syeh Siti Jenar, dll. Menurut sebagian orang, ilmu ini termasuk sesat hehehe. namanya juga beda
pendapat.

Penganut ajaran martabat 7 ini, terkenal dengan sebutan tasawuf falsafi. Ada 2 macam jenis tasawuf, menurut
pengetahuan saya lho.

Ada 2 jenis yaitu tasawuf sunni dan tasawuf falsafi. Tasawuf sunni dipelopori oleh Al Ghazali, sedangkan yang falsafi
dipelopori oleh Ibnu Arabi.

Sebenarnya inti ajaran martabat tujuh ini menyangkut proses asal kejadian.

Berikut ini tahapannya :

1. ahadiyyah : dzatNya
2. wahdah : hakikat muhammad, sifatullah
3. wahidiyyah : hakikat insan, asmaullah, ruhul qudus

1,2,3 (AnniyatNya) … qadim/tanpa permulaan, baqa/kekal.

4. alam arwah : hakikat segala nyawa, ruhul hayah


5. alam mitsal : hakikat segala rupa
6. alam ajsam : hakikat segala tubuh
7. alam insan : hakikat segala manusia

4,5,6,7 (’anniyat makhluk) … muhdats, fana


Dasar pandangan yang terdapat pada rumusan martabat tujuh tersebut, adalah paham pantheisme-monoisme.

Bahwa segala yang ada ini dari segi hakikat adalah Tuhan, sedangkan dari segi yang kelihatan secara lahir bukan
Tuhan. Sebagai perumpamaan misalnya uap, es, salju dan buih, dari segi hakikat adalah air. Akan tetapi dari wujud
lahir bukan air .

Yang saya coba bahas ini urutan 1,2,3 … karena ini yang kekal. Sebenarnya urutan 1,2,3 ini selalu kita baca tiap
sholat maupun tiap selesai sholat, namun kita kurang menyadarinya.

Coba perhatkan, tiap melaksanakan sholat.

Kita selalu membaca surat Al Fatihah. Ayat 1 menjelaskan tentang Dzatnya. Ayat 2 menjelaskan tentang SifatNya.
Ayat 3 dan 4 menjelaskan tentang AsmaNya. Ayat ke 5,6,7 menjelaskan tentang Af’alNya.

Dzat, Sifat, Asma, dan Af’al merupakan sesuatu yang Esa, yang tunggal. Jadi inti Al Fatihah ini merupakan tauhid.
Jalan menujuNya. Jalan yang dilalui itu sekarang dan saat ini, bukan nanti.

Coba perhatikan, tiap selesai sholat …. Pertama-tama yang kita baca adalah :

Astaghfirullah … dzikir permohonan ampun atas segala dosa yang kita lakukan. Tujuannya supaya kita merasa
tentram, merasa dosa telah diampuni, hatipun terasa suci

Subhanallah … Maha Suci Allah. Yang perlu kita sadari dengan mengucap ini, maka kita dituntut untuk mensucikan
af’al kita. Misalnya kita shadaqah, akan tetapi jika kita merasa bahwa kita yang berbuat baik tsb, berarti af’al kita
belum suci.

Setelah melalui latihan panjang, apabila af’al (perbuatan) kita telah suci, kita akan merasakan Yang Maha Suci, yaitu
Ruhul Qudus. Ruhul Qudus yang ada di dalam diri kita. Dalam istilah tasawuf, “selet kodok” telah terbuka. Bukti
bahwa Ruhul Qudus terbuka, kita bisa berhubungan dengan alam ghaib misal lewat mimpi, dll

Alhamdulillah … Segala Puji BagiNya. Sebenarnya ini merupakan pujian kepada hakikat Muhammad yang ada di tiap
diri manusia. Hakikat Muhammad ini merupakan SifatNya. Kalau udah sampai tahap ini, kita akan memiliki kekuatan
adi kodrati.

Allahhu Akbar … Allah Maha Besar. Ini merupakan pujian kepada DzatNya, yang tidak serupa dengan apapun juga.

Jadi jalan untuk mengenalNya harus melalui proses dari bawah, yaitu Af’al – Asma – Sifat – Dzat. Namun ada juga
yang mengenalNya langsung dari Dzat – Sifat – Asma – Af’al, cuman ya orang2 pilihan saja, misal nabi, dll. Lha
kalau macam kita orang, ya lewat bawah lah … hehehe.

Untuk lebih gampangnya, ada perumpamaan tentang Dzat Sifat Asma Af’al.

Contoh :
 Dzat Angin … siapa yang tahu ??? hehehe
 Sifat Angin … bergerak, berhembus
 Asma Angin … Angin ribut, Angin Topan, Angin Leysus (koyok pelawak ae …hehehe)
 Af’al Angin … badai
 Dzat Api … siapa yang tahu ???
 Sifat Api … membakar, panas
 Asma Api … Api asmara, dll hehehe
 Af’al Api … kebakaran, dll
 Dzat Air … siapa yang tahu ???
 Sifat Air … mengalir dari tempat tinggi ke rendah, dingin, segar
 Asma Air … Aqua, Air Bersih, dll hehehe
 Af’al Air … Banjir
 Sedangkan dalam diri manusia …
 Dzat = Hidup
 Sifat = Rahsa
 Asma = Si Penyayang, Si Pengasih, dll
 Af’al = memberi, mencintai, dll

Ketujuh-tujuh martabat alam ini terkandung ia di dalam surah -Al Ikhlas..

 Qulhuwallahu Ahad – Ahdah


 Allahushomad – Wahdah
 Lamyalidd – Wahidiah
 Walamyuladd – Alam Roh
 Walamyakullahu – Alam Mithal
 Kuffuan – Alam Ijsam
 Ahad – Alam Insan
 Seperti FirmanNya lagi dalam Al- Quran:

“Setelah diketahui demikian maka tidaklah patut disamakan Allah Tuhan yang berkuasa mengawasi tiap-tiap diri dan
mengetahui akan apa yang telah diusahakan oleh diri-diri itu, (dengan makhluk yang tidak bersifat demikian).

Dalam pada itu, mereka yang kafir telah menjadikan beberapa makhluk sebagai sekutu bagi Allah.”

Maka kita yang beriman pada Allah dan Rasullullah serta hari qiamat, percaya bahwasanya Alam- Alam yang ada ini
dengan nama Dunia, Buana, Maya Pada, adalah dijadikan Allah Maha Esa.

Demikian juga penghuni tiap- tiap Alam itu, serta apa jua pada tiap- tiap Alam itu. Kewajipan kita sebagai seorang
Muslim sekurang- kurangnya mengetahui tujuh Alam.

ALAM LAHUT (LATAIN/AHADIAH)

Adapun Alam Lahut itu adalah mertabat Latain ertinya tidak ada kenyataan, maka dinamakan Alam Lahut itu ialah
Isma’ Zat, ertinya Isma’ Zat Allah Taala Zat yang belum bernama Allah, hanya dengan bernama Zat Ahadiah
Di dalam mertabat Alam Lahut, Isma’ Zat yang Maha Suci itu adalah tujuh Isma’nya iaitu:-

1. HU ertinya Zat Tuhan yang Esa semata- mata


2. GHAIBUL GHUYUB ertinya, tidak ada berpihak dan tiada bertempat, tiada Ia diatas, di bawah, di kiri, di
kanan, di hadapan dan di belakang.
3. AHADIAH ertinya daripada pihak yang tidak sampai kepada penhenalan para- para Nabi, apa lagi yang lain
daripada Nabi- nabi, yang mengetahui hanya dia.
4. GHAIBUL HAWIAH ertinya, daripada pihak Ia tiada berzat, berisma’ dan berakal seperti manusia.
5. UJUDUL MUTLAK ertinya tiada segala yang Hakiki hanya DIA
6. ABADAN ABADA ertinya tiada siapa yang mengetahui Ujudnya sesuatu jua pun
7. LATAIN ertinya tiada dapat difikirkan oleh akal, Makrifat orang- orang yang Arifin Billah. Alam Lahut pada
mertabat Latain, DIAlah ZATUL, MUTLAK yang tiada bercerai dan tiada berhimpun, semata- mata DIA,
belum lagi bernama ALLAH, kerana belum ada NUR MUHAMMAD SAW. Berkenaan dengan ILMU TAJALI
Alam Lahut tidak ada Ilmu pada Nur Muhammad, hanya DIA yang tajali semata- mata.
8. MARTABAT ITHLAQ artinya ghaib yang sepenuhnya
9. ZATUL BUHTI ertinya zat semata-mata
10. GAHIBUL MUTLAK artinya gahib yang sepenuhnya
11. ‘ZIHIN’ artinya tatkala sunyi ia daripada sesuatu
12. ALAM SIRR artinya rahsia Allah

ALAM JABARUT (TAIN AWAL/WAHDAH/HAKIKAT MUHAMMADIIAH/KENYATAAN PERTAMA)

Adapun Alam Jabarut adalah di dalam martabat Tain Awal artinya kenyataan yang pertama atau kecintaan yang
pertama, maka di dalam martabat Tain Awal itu Tuhan bernama:-

1. WAHDAH
2. AGHNAGHUL MUTLAK
3. UJUD AM YA
4. UJUD DOA
5. NUR ALLAH
6. NURUL AHADIAH
7. NUR SYAKSANI

Dinamakan Isma’ Sifat Tuhan yang bernama ALLAH TAALA atau WAHDAH artinya KASRAH. arti KASRAH itu Huruf,
arti Huruf itu Isma.

Dinamakan HAKIKAT MUHAMMDIYAH yaitu sifat Allah bersama zat Allah, Zat Allah menjadi hakikatnya. Zat yang
berdiri pada Zat Allah yang menjadi hakikatnya.

Dinamakan UMMUL KITAB yaitu Ibu Kitab.


Dinamakan AN-NUN yakni bukan tinta yang di dalam tintanya segala huruf. Rupa hakikat-hakikat segala sesuatu
adalh maujud secara ijmali

Dinamakan AN-NUAT artinya bijih benih yang di dalamnya terhimpun secara umum sautu pokok bersama batang,
dahan, daun-daun sebagai perbandingan hakikat segala sesuatu.

Dinamakan NUQTHAH artinya titik yang satu, Ia adalah asal segala huruf. Ia juga menerima dan mengandung
segala huruf yang hendak disuratakan.

Juga dinamakan degan NURULLAH, NURUL AHADIAH, HAKIKAT ROH, ROH IZAPI, NYAWA MUHAMAD, NYAWA
ROHANI, HATI LATIFUL KALBU,TITIK IALAH BA.

Di kala Alam Jabarut itu nyatalah Nur Muhammad yang dijadikan Allah Taala daripada NUR ZAT ALLAH. Maka di
kata itu ada NAFI dan ITHBAT dan berhimpun tiada bercerai.

ALAM MALAKUT 

(TAIN TSANI/WAHIDIAH/A’YAN TSABITAH/KENYATAAN KEDUA)

Adapun Alam Malakut itu adalah pada mertabat Tain Sani artinya kenyataan yang kedua, maka dinamakan ISMUL
ASMA’ Tuhan bernama WAHADIAH. Dinamakan Wahadiah itu ialah ZATUL AHADIAH MAUSUP SIFATUL
WAHDAH.

Tatkala Tain Sani Tuhan bernama:

1. WAHIDIAH
2. ALLAH
3. RAHMAN
4. RAHIM
5. BISMILLAHIRAHMANIRAHIM
6. ZATUL MA’BUD
7. LAILAHAILLAH Muhammad masa itu di dalam A’YAN SABITAH.

Dinamakan A’YAN TSABITAH artinya

1. Benda-benda yang wujud sebelum dari wujudnya pada luar.


2. Tiada di sana itu melainkan zatnya dan segala sifatnya yang qadim juga, iaitu yang belum keluar lagi
daripada kalimah “KUN”
3. Ia tiada mencium bau wujud sekali-kali “kai-nun” iaitu tiap-tiap adanya itu wujud berkekalan seperti sedia
ada jua.
4. Benda-benda yang wujud sebelum dari wujudnya pada luar.
Dinamakan AL KANZUL MAKHFI artinya perbendaharaan yang tersembunyi

Dinamakan AL-‘AMA artinya yang kelam atau gelap

Dinamakan ALAM HAKIKAT, ROHANI, NYAWA ADAM, ALAM QALBI, ALAM AKHIRAH, ALAM INSAN BATIN,
ALAM KAYANGAN

Maka jadilah ROHANI yang dinamakan nyawa Adam, nyawa kita. Maka nyawa kita yang belum bertubuh dengan
nama ROHANIUN. Maka Rohani itulah yang mendoakan jasadnya yang menjadi ADAM, maka jadilah Adam Awal. Di
kala Tain Sani ada Nafi dan Isbat, berhimpun dan bercerai, kerana itu Tuhan jadikan ALAM ROH daripada Alam
Malakut.

Maka daripada Alam Malakut itu turunlah:-

1. ALAM ROH
2. ALAM MISAL
3. ALAM AJSAM
4. ALAM INSAN

 Adapun Rohani itu Afaal Muhammad,


 Adapun Ayan Sabitah itu Isma Muhammad,
 Adapun Insan itu Sifat Muhammad,
 Adapun Zatul Muqid itu Zat Muhammad.

Maka semua yang tersebut itu adalah baru.

Maka daripada Afaal Muhammad itu jadilah Pohon Dunia ini, maka dunia ini untuk tempat Roh- roh berjasad dengan
lembaganya yang berupa manusia yaitu Adam.

Dunia dijadikan supaya semua Rohani- rohani (Rohaniun) yang telah ada itu, yang di dalam Alam Roh itu supaya
dapat turun ke dunia dan mempunyai tubuh yang dinamakan lembaga manusia dan dengan tubuhnya itu yang
dinamakan jasad itu, dapatlah Rohani mengerjakan ibadat dn tugas- tugasnya kepada Allah Taala sebagaimana
yang diikrarnya,

sebagaimana yang diisyaratkan oleh Firman:- “Adakah tidak aku ini Tuhan kamu, berkata mereka Bala Syahiduna.”

ALAM ROH (ARWAH/TAIN TSALASA/NUR MUHAMMAD)

Dinamakan NUR MUHAMMAD dan sekalian roh yang keluar dari apanya itu yang berkekalan menjadi alam luaran
yaitu daripada Nur Muhammad menjadi perkataan “KUN” maka jadilah:

1. Arsyur Rahman Alam ghaib lagi ghaib


2. Arsyur Azim
3. Arsyur Karim Alam ghaib
4. Al Kursi A’azam Alam Nyata
5. Jabal Qaf
6. 7 lapis bumi
7. 7 lapis langit
8. Segala galaksi
9. Bumi Kita

Dinamakan ALAM ARWAH atau ROH yakni arwah segala ambiya, mursalin dan segala mu’min

Dinamakan ASHLUL ARWAH iaitu Mazh harul atam , Jadi “Khatamun nabiyin wa syaidul mursalin wa rahmatul lil
alamin”

Dinamakan ALAM SUNYI daripada bergantung dengan tabiat lagi basith.

Dinamakan juga CAHAYA MUHAMMAD , ALAM NYAWA, MARTABAT WUJUDIAH, Alama di bawah kalimat “KUN”,
Pemerintah Alam Saghir dan Alam Kabir, TAIN TSALASA, ALAM ROH, NYAWA KITA.

Adapun Alam Roh lebih dahulu dijadikan Allah daripada Dunia yang fana ini. Adapun Dunia ini adalah ibarat layar
putih dan pentas kepada Rohaniun itu yang datang ke dunia menjalankan tugas dan peranan masing- masing, yang
jadi seniman dengan lakunnya.

Keranan adanya Rohani, maka adanya JAWAHIR BASIT iaitu :-

1. FUAD
2. KALBUN
3. LABBIN
4. SUDUR
5. KABAD
6. SAUDA’
7. SYIFAP

Maka semuanya itu adalah hal Roh, maka jadilah:-

1. Berperang Sabil dengan nafsunya yang jahat


2. Membuat Ahsan
3. Melakukan Mujahidah masing- masing dengan tempat atau makamnya,

Oleh sebab itu maka adanya jalan nafsu itu dua yaitu:-

1. jalan nafsu yang bernama Hati Sanubari


2. jalan nafsu yang bernama Hati Nurani maka Roh- roh yang taat pada sisi Tuhan, setelah berganti dengan
nama nyawa kerana ada mempunyai jasad masing- masing maka jadilah Roh itu tiga mertabat iaitu:-
3. martabat Amar Rabbi
4. martabat Hati Nurani
5. martabat Ubudiah

Setiap Roh yang tidak taat setelah ada mempunyai jasad masing- masing itu, maka jadilah tiga mertabat yaitu:

1. Bangsa hewan
2. Dinamakan bangsa syaitan
3. Dinamakan bangsa hati sanubari

Alam Roh itu adalah Alam Ghaib,Ia lebih adanya dari pada Dunia yang luas ini, di sanalah nyawa manusia yang
sebelum bertubuh telah ada. Setelah 125 tahun Nur Nabi Muhammad itu telah wujud dan semua nyawa- nyawa
manusia itu di kenal dengan nama Roh, tetapi mertabat Roh dewasa itu seperti mertabat binatang, kerana tidak
menanggung tugas dan tanggungjawab.

Hanya setelah ia berjasad dan hidup di dalam dunia ini masing- masing mempunyai tugas, maka baharulah ada
darjat masing- masing di sisi Tuhan dan nyawa itu tidak lagi dinamakan Roh, hanya apabila jasad itu mati ia akan
berpulang mengadap Allah Taala dengan nama Roh, iaitu Diri atau Jiwa.

Dengan nama Roh ia dikenal dengan nama Rohani Pulan bin Pulan tertulis kepadanya. Dengan nama jiwa ia di
kenal dengan nama jiwa, umpamanya:-

1. Jiwa Amarah
2. Jiwa Lawamah
3. Jiwa Sawiah
4. Jiwa Natikah
5. Jiwa Mulhammah
6. Jiwa Mutmainnah

Maka pada jiwa itulah tertulis namanya Pulan bin Pulan, senang atau susah, bahagia atau celaka, menurut amal dan
fielnya di dalam dunia ini menurut kadar ‘atikad- atikadnya dan Tauhidnya serta makrifatnya kepada Tuhan yang
Maha Esa.

ALAM MISAL

Alam segala rupa, penceraian Roh Muhammadiah. Alam segala warna. Alam Khayal. Alam ARDHUS SIMSIMAH,
ARDHUL HAQIQAH.

Dinamakan ALAM MISAL-MAKHLUK iaitu Roh Alui yang suci- ruhul qudus dan


 Jisim hewan – lahir maqam di jantung
 Jisim Mujadi – lahir di hati
 Jisim Nabati – lahir di hati
 Jisim Insani – lahir di otak.

Pada alam Mitsal, Roh Muhammadiah bercerai dengan Roh-roh yang lain yang berbagai nama, tetapi pada mulanya
dinamakan Rohaniun (Rohani- rohani). maka semua Rohaniun itu berasal dari Roh Muhammad Rasulullah SAW.

Kerana itulah asas dan dasar Ilmu Rohani wajib beriman:-

1. Pada Allah Taala


2. Pada Nabi Muhammad SAW
3. Pada hari Qiamat yang akan datang

jika tidak berpegang kepada tiga asas diatas, bukanlah Rohaniah daripada orang Mukmin atau orang Islam.
Daripada Roh Muhammad itulah jadi Roh seseorang, yang jadi nyawa seseorang, yang jadi hati seseorang, tetapi ia
telah bercerai di dalam mertabat Alam Mitsal.

Segala roh- roh itu ialah jadi kata bidalan “Ulat lupakan daun”. Nyawa- nyawa manusia yang bukan alim dalam Ilmu
Ketuhanan, hanya melakukan kehendak jalan nafsu yang bernama Hati Sanubari dengan syahwatnya dan jiwa raga
yang memandang zahir alam ini semata- mata ibarat sesuatu yang telah tersusun dari bagian-bagian, tetapi masih
bersifat halus, tidak dapat dipisah-pisahkan.

Alam Misal adalah peringkat kelima dalam proses pentajallian Empunya Diri dalam menyatakan rahsia diriNya untuk
di tanggung oleh manusia. Untuk menyatakan dirinya Allah S.W.T., terus menyatakan diriNya melalui diri rahsiaNya
dengan lebih nyata dengan membawa diri rahsiaNya untuk di kandung pula oleh bapa iaitu dinamakan Alam Mithal.

Untuk menjelaskan lagi Alam Mithal ini adalah dimana unsur rohani iaitu diri rahsia Allah belum bercantum dengan
badan kebendaan. Alam mithal jenis ini berada di Alam Malakut. Ia merupakan peralihan daripada alam Arwah (alam
Roh) menuju ke alam Nasut maka itu dinamakan ia Alam Mithal di mana proses peryataan ini, pengujudan Allah
pada martabat ini belum zahir, tetapi Nyata dalam tidak Nyata.

Diri rahsia Allah pada martabat Wujud Allah ini mulai di tajallikan kepada ubun-ubun bapa, iaitu perpindahan dari
alam roh ke alam Bapa (mithal).

Alam Mithal ini terkandung ia di dalam “Walam yakullahu” dalam surah Al-Ikhlas iaitu dalam keadaan tidak boleh di
bagaikan. Dan seterusnya menjadi “DI”, “Wadi”, “Mani” yang kemudiannya di salurkan ke satu tempat yang bersekutu
di antara diri rahsia batin (roh) dengan diri kasar Hakiki di dalam tempat yang dinamakan rahim ibu.

Maka terbentuklah apa yang di katakan “Maknikam” ketika berlakunya bersetubuhan diantara laki-laki dengan
perempuan (Ibu dan Bapa)

Perlu diingat tubuh rahsia pada masa ini tetap hidup sebagaimana awalnya tetapi di dalam keadaan rupa yang elok
dan tidak binasa dan belum lagi zahir. Dan ia tetap hidup tidak mengenal ia akan mati.
 

ALAM AJSAM(NASUT/A’YAN FARIJAH/ALAM MULKI)

Dinamakan ALAM MULKI artinya barang yang didapati dengan mata kepala.

Dinamakan ALAM KHARJIAH ATAU ALAM FARIJAH yakni:

1. Roh Rihan yaitu roh keluar masuk


2. Semangat yaitu roh keluar tanpa masuk, jadi hilang akal
3. Nafsu yaitu berkehendak pada makan, minum, kemuliaan, kemashuran, sanjunga
4. Roh Jasmani adalah bekehndak kepada seksual
5. Hati adalah keran alim dan inayah
6. Panas matahari adalah merasa sakit pedih, panas kepada tubuh

Dinamakan juga ALAM JASMANI, ALAM SEGALA TUBUH, ALAM NAFS, ALAM ‘jamad’, ‘nabat’, ‘Haiwani’, ‘Insani’,
‘Jin’, ALAM NABI ADAM, AWAL BAPA MANUSIA,

Dinamakan Alam Tanah, Air, Api Angin (anasi r 4 istimewa di sisi Allah) iaitu diajadikan daripada tanah Nurani, Air
nurani, Api Nurul Azam, Angin Nurani.

Dinamaka ALAM MILADUTHALASA iaitu ALAM Maadan (alam galaksi, Alam Nabati (alam Tumbuhan), Alam
Haiwani (alam binatang)

Maka hati yang bernama Roh itu telah jadi berbilang- bilang nama kerana menurut berapa banyaknya bilangan
manusia dan haiwan yang dilahirkan di dunia ini dengan nama:

1. Hati sanubari
2. jantung sanubari dan itulah hati yang tabie, semula jadi kepada makhluk.

Mana- mana makhluk yang ingin menjadikan Dirinya pada darjat sebenar- benar Insan iaitu:-

1. Insan Rabbubiah
2. Insan Mausup
3. Insan Ubudiah

Pada merekalah yang tersebut itu mempelajari Ilmu Tasaup dan Ilmu Tasawwuf yang sebenarnya, daripada Tasaup
Islam dan daripada guru- guru yang Mursyid, bukan pada guru- guru orang kafir seperti orang- orang Kristian dan
Yahudi, walaupun bersamaan mentauhidkan Tuhan.

Kata pepatah: “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Kalau guru- guru yang bukan Mursyid itu akibatnya tidak
mendapat Hidayah dan Taufik. Khalasahnya maka jadilah hati itu berbilang nama dan berbilang sifat, tetapi tiada
berbilang pada Zat.
ALAM INSAN

Dinamakan ALAM MARTABAT INSAN KAMIL. ALAM MARTABAT JAMI

Dinamakan ALAM HIMPUNAN SEGALA ALAM yakni:

  AHADIAH (Ya nurani yang qadim)


  ARWAH (Hadith)
  WAHDAH DARI WAHIDIAH (Tajjali akhir)

Adapun Alam Insan itu, perhimpunan pada segala martabat. Pada sisi Allah martabat Insan itu tiga perkara:-

1. martabat insan Rabbubiah, iaitu Insan Khas Ul Khas


2. martabat insan Mausup, iaitu Insan Kamil Wa Mukamil
3. martabat Insan Ubudiah, iaitu Insan Kamil Mukamil

Maka pada sisi makhluk martabat insan sangat banyak seperti:-

1. martabat raja- raja


2. martabat menteri
3. martabat anak raja-raja (tengku)
4. martabat tun
5. martabat tan sri
6. martabat datuk sri
7. martabat datuk
8. martabat datuk muda
9. martabat penghulu
10. martabat pegawai
11. martabat tuan
12. martabat encik dll

Martabat Tujuh (7)

Istilah ajaran martabat tujuh, tidak pernah dikenal pada masa Rasulullah, beliau tidak mengajarkan secara khusus.
Ajaran martabat tujuh didalam tasawuf merupakan perkembangan dari ilmu tauhid yang diajarkan oleh Rasulullah.
Kedudukan ilmu ini sama halnya dengan mempelajari ilmu fiqh, ushul fiqh, filsafat, ilmu dirayah hadist,
riwayah hadist, ilmu Alquran dan ilmu tafsir (ilmu-ilmu ini tidak pernah diajarkan oleh Rasulullah secara khusus), akan
tetapi ilmu- ilmu ini merupakan pembahasan yang mengacu kepada dasar yang telah diajarkan oleh Rasulullah.

Ada beberapa hal yang menyebabkan ilmu-ilmu itu muncul.


Hadist Rasulullah, yang merupakan qauli (ucapan), fili (perbuatan) dan taqriri (ketetapan), ditulis oleh para periwayat
hadist secara sederhana, sehingga tidak semua orang mampu mengerti kedalamannya.

Dengan bahasa yang digunakan oleh Rasulullah banyak diantara sahabat yang bukan orang asli Arab setempat tidak
mengerti maksudnya. Hal ini disebabkan gaya bahasa yang disampaikan terlalu tinggi balaghahnya
(biasanya sering menggunakan bahasa perumpamaan), yang terasa sulit bagi kita untuk mengerti, akan tetapi pada
saat itu para sahabat bisa langsung bertanya kepada Rasulullah apabila ada kalimat yang tidak
bisa difahami.

Persoalan kadang juga muncul karena ada kata yang bersifat musytarak ( satu kata banyak arti ), sehingga sulit bagi
generasi setelahnya untuk menentukan makna yang sebenarnya seperti kata lamastum (Qs: An Nisa:43) yang
memiliki dua arti yaitu menyentuh dan bersetubuh .

Kemudian di bidang Hadist, ..banyak para periwayat tidak menggunakan bahasa yang redaksinya berasal dari
Rasulullah. Setelah mereka melihat perilaku Rasulullah, lalu mereka menulis redaksi hadist tersebut dengan
bahasanya sendiri, sedangkan kita tahu bahwa setiap periwayat tidak semuanya berasal dari orang-orang Arab
setempat, akan tetapi ada yang berasal dari Yaman, Madinah, Persia dan kaum Baduy yang berasal dari
pegunungan, yang kesemuanya itu memiliki dialek yang berbeda.

Oleh karena itu wajarlah hikmah itu muncul dengan adanya ilmu-ilmu seperti ilmu balaghah, ilmu Bayan, ilmu ushul
Fiqh, ilmu Dirayah, Riwayah, mustalahul hadist, ilmu tauhid dll.

Dengan demikian kita boleh menerima apa yang datang dari gagasan ulama masyhur, selama tidak bertentangan
dengan Alquran dan Al hadist. Salah satunya tentang ajaran Martabat Tujuh. Tetapi apabila kita tidak setuju dengan
pendapat ulama tersebut, sebaiknya kita menjadikan ilmu tersebut sebagai wacana keilmuan Islam yang
berkembang .

Ajaran martabat tujuh di susun oleh Muhammad Ibn Fadhilah dalam kitabnya Al Tuhfah al Mursalah ila Ruhin-Nabi.
Dalam kitab ini diterangkan bahwa Dzat Tuhan merupakan Wujud Mutlak, tidak dapat dipersepsikan oleh akal,
perasaan, khayal dan indera.. Dzatullah sebagai aspek bathin segala yang maujud (ada), karena Tuhan meliputi
segala sesuatu (Lihat surat Fushilat :54) dan untuk bisa memahami wujud Tuhan yang sebenarnya secara
transenden harus setelah bertajalli sebanyak tujuh martabat yakni :

1.. Martabat Ahadiyat, yaitu martabat la Tayun dan ithlaq. Ialah tahap yang belum mengenal individuasi, inilah
martabat yang tersembunyi (kosong), karena belum ada ide-ide, namanya Dzat Mutlak.

Hakikat ketuhanan.tak seorangpun dapat meraih-Nya, bahkan nabi-nabi dan wali-walipun tidak. Para malaikat yang
berdiri dekat Allah tidak dapat meraih hakikat Yang Maha Luhur, tak seorangpun mengetahui atau merasakan
hakikat-Nya.

 
Sifat-sifat dan nama-nama belum ada, sebuah manifestasi yang jelaspun belum ada.

Hanya Dialah yang ada dan nama- Nya ialah wujud makal Dzat Yang langgeng, hakikat segala hakikat.

AdaNya ialah kesepian atau kekosongan ( kosong tapi ADA). Siapakah gerangan yang tahu akan hal keadaan ini?

Diantara semua martabat, tak ada satupun yang melebihi martabat ini yang bernama ahadiyah. Semua martabat
lainnya berada dibawahnya.

2.. Martabat kedua bernama Martabat tayun awal ( awal kenyataan).

Pada tahap wahdah ini mulailah individuasi. Inilah kenyataan Muhammad yang tersembunyi di dalam rahasia Tuhan,
didalam cara-cara berada dzatNya. Semua kenyataan belum terpisah antara yang satu dengan yang lainnya, karena
masih terikat satu sama lain dalam cara-cara berada itu. Antara ide yang satu belum ada perbedaan dengan ide
yang lain, karena masih tersembunyi di dalam wahdat. Mereka masih terkumpul di dalam (kenyataan) Muhammad
yang merupakan awal pemancaran cara-cara berada hakikat sejati. Yang dinamakan wahdah ialah hakikat
Muhammad, semua hakikat masih berkumpul dalam martabat wahdah dan belum terpisah-pisah.

Martabat wahdah ini dapat di ibaratkan dengan sebutir biji; batang, cabang-cabang dan daun-daunnya masih
tersembunyi di dalam biji itu dan belum terpisah-pisah. Batang, cabang-cabang dan daun-daun melambangkan
engkau, aku, mereka, sedangkan bijinya tunggal (wahdat) Masih ada perumpamaan lain, yaitu tinta dalam
wadahnya. Semua huruf terkumpul di dalam tinta, huruf yang satu belum dibedakan dari huruf
lain. demikian juga dalam wahdah semua huruf, tuhan dan kita, sebelum terpisahkan  Dari tinta inilah segala sesuatu
itu terjadi, gambar rumah, gambar gunung, gambar manusia , batu, angin dan bentuk-bentuk lainnya. Dan
Tinta itu bukanlah yang menulis, akan tetapi Dialah Yang menggerakkan, Yang hidup, Kuasa, Yang Gagah, dengan
demikian muncullah sifat-sifat siapa yang menggoreskan tinta itu. Bisa ditarik kesimpulan bahwa sifat bukan hakikat
ketuhanan akan tetapi sifat adalah yang bersandar kepada Dzat Tuhan. Sesuatu yang bersandar kepada Dzat
bukanlah Tuhan, kedudukannya sama halnya dengan tanaman, pohonan, gunung, surga dan neraka, karena semua
muncul karena adanya Dzat yang Hidup, dzat-lah Yang menggerakkan semua ini.

Mengetahui Martabat ini disebut wahdat dan hakikat kemuhammadan atau Nur Muhammad artinya cahaya yang
penuh pujian Tuhan. Inilah permulaan segala sesuatu, sehingga Allah bisa disifati karena Ia Yang Menciptakan (Al
Khaliq), Yang Memelihara (Al hafidz), Yang Perkasa (Al Jabbar), Yang Maha Kuat (Al qawwiyu), Yang Hidup (Al
Hayyu) dst, sedangkan sifat itu sendiri bergantung kepada sang Dzat (tidak berdiri sendiri ), oleh karena itu Islam
melarang berhenti kepada sifat. Karena sifat itu bukan Dzat itu sendiri. dan untuk mengetahui Dzatullah harus
meninggalkan sifat-Nya (mengembalikan kepada martabat pertama, yaitu keadaaan hakikat Tuhan yang belum ada
apa-apa ) karena sifat merupakan sesuatu yang bergantung (membutuhkan sandaran) Dan sifat Allah itu masih bisa
dirasakan oleh makhluk-Nya seperti Ar Rahman (Pengasih) Ar Rahiem (Penyayang), Al Qawiyyu ( Kuat) sedangkan
sifat itu muncul karena persepsi sang hamba (inna dzanni abdi, Aku tergantung persepsi hamba-hamba-KU)

Hal ini digambarkan oleh kaum Hindu sebagai Trimurti (tiga sifat Tuhan yang tidak terpisahkan), yaitu sifat Tuhan
Hyang Widi Wasa, dimana ketiga sifat itu tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya yaitu Dewa Brahma
(Pencipta/ Al Khaliq), Wisnu ( Pemelihara/ Al Hafidz), Siwa ( Perusak atau pelebur/ Al Jabbar). Kaum Hindu
menyadari bahwa Tuhan yang sebenarnya tidak bisa digambarkan dengan pikiran, tidak bisa diserupakan dengan
yang lainnya, Aku berada dimana-mana diseluruh alam semesta dalam bentuk-Ku yang tidak terwujud (tidak bisa
dibayangkan). Semua makhluk hidup berada didalam diri-Ku(liputan-Ku) tetapi Aku tidak berada di dalam mereka
(Bhagavat Gita Sloka 9.0 ) dan tidak boleh menyembah sifatnya seperti tercantum dalam kitab Bhagavat Gita sloka
9.25 : Yanti deva-vranta devan pitrn yanti pitr-vantrah, bhutani yanti bhutejya , yanti mad- yajino pimam artinya :
orang yang menyembah dewa-dewa akan dilahirkan diatara para dewa , orang yang menyembah leluhur akan
pergi ke leluhur, orang yang menyembah hantu dan roh halus akan dilahirkan ditengah-tengah makhluk-makhluk
seperti itu. Dan orang yang menyembah-KU akan hidup bersama-Ku.

Begitu jelas ajaran hindu melarang menyembah dewa-dewa atau sifat- sifat seperti Brahmana, wisnu dan siwa, akan
tetapi mereka membatasi diri terhadap sifat-sifatnya saja, mereka menyadari manusia tidak akan pernah sampai
kepada Dzat Mutlak tersebut kecuali para Guru Suci, kaum Brahmana yang memiliki kasta lebih tinggi dari pada
kaum Sudra danVaisa

Sebaliknya Islam menyempurnakannya dengan langsung kepada Dzatullah, tidak berhenti kepada sifat-Nya ,yaitu
dengan menafikan (mengabaikan) segala sesuatu kecuali Allah. Laa ilaaha illallah. atau laa syaiun illallah ( tiada
sesuatu kecuali Allah) juga terdapat dalam Surat Thaha:14 innanii Ana Allah, laa ilaaha illa ANA, fabudnii ,
sesungguhnya AKU ini Allah, tidak ada Tuhan selain AKU maka sembahlah AKU dan dirikanlah Shalat untuk
Menyembah AKU !!

Jelas dengan tegas bahwa Allah mengarahkan kita untuk menyembah DZAT- NYA bukan Nama-Nya bukan Sifat-
Nya. Itulah bedanya kaum Hindu dengan Islam.

Islam tidak mengenal perantara, seperti tercantum dalam Surat


Al; Anam 79 : Sesungguhnya aku hadapkan diriku kepada wajah Dzat Yang Menciptakan langit dan bumi dengan
lurus, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (aku tidak melalui
perantara siapapun). Ditegaskan dalam Baghavat Gita sloka 2.61 : orang-orang yang mengekang dan
mengendalikan indriya-indriya sepenuhnya dan memusatkan kesadarannya sepenuhnya Kepada-KU , dikenal
sebagai orang yang mempunyai kesadaran yang mantap !!
1.. Martabat tayun kedua, atau wahidiyat. Yaitu kesatuan yang mengandung kejamakan, tiap-tiap bagian telah jelas
batas-batasnya. Sebagai hakikat manusia. Ibarat ilmu Tuhan terhadap segala sesuatu secara terperinci, sebagian
terpisah dengan lain. Ketiga martabat tersebut bersifat bathin dan ilahi, terjadi semenjak dari qadim. Urutan kejadian
dari ketiganya bersifat akal, bukan perbedaan jaman. Dari ketiga martabat bathin muncullah tiga
martabat lahir.

2.. Martabat alam arwah. Merupakan aspek lahir yang masih dalam bentuk mujarrad dan murni.

3.. Martabat alam mitsal, ibarat sesuatu yang telah tersusun dari bagian-bagian, tetapi masih bersifat halus, tidak
dapat dipisah- pisahkan.

4.. Martabat alam ajsam (tubuh) Yakni ibarat sesuatu dalam keadaan tersusun secara marteriil telah menerima
pemisahan dan dapat dibagi- bagi. Yaitu telah terukur tebal tipisnya.

5.. Martabat Insan, mencakup segala martabat diatasnya, sehingga dalam manusia terkumpul tiga martabat yang
sifat bathin dan tiga martabat lahir.

Kalau kita perhatikan ajaran martabat tujuh, pada dasarnya adalah mengungkapkan secara berurutan asal muasal
kejadian manusia maupun alam semesta. Didalam pengurutannya Syekh Muhammad Ibnu Fadhilah menempatkan
Dzat sebagai hakikat dari segala sesuatu. Karena itu Dzat disebut sebagai la tayun tidak bisa dikenal hakikatnya.
Keadaan-Nya
tidak kenal penyebutan karena segala persepsi tidak bisa menggambarkan keadaan-Nya. Keadaan yang masih
belum ada apa-apa, masih awang uwung (ithlaq ), yang wilayah ini digambarkan oleh Al Quran sebagai orang yang
pingsan ( suatu keadaan yang di alami oleh Nabi Musa As, lihat QS: 7:143)

Inilah objek yang kita tuju, bukan kepada sifat dan Nur-Nya. Kepada Dzat itulah kita kembali innalillahi wa inna ilaihi
raajiuun, kita memuja, bersujud, kita bergantung !!

Kesadaran ketuhanan ini jarang sekali dipahami masyarakat kita dengan baik, karena sudah dihambat oleh para
pengajar (ustadz), bahwa kita tidak boleh langsung kepada Tuhan. Karena Tuhan itu suci, maka harus melalui
perantaranya, atau kita hanya sampai kepada cahaya-Nya.

Pendapat ini sering bercampur dengan ajaran hindu yang memang mengajarkan hal serupa yaitu harus melalui
birokrasi ketuhanan (wasilah)

Oleh karena itu, apabila manusia dapat mengembangkan kehidupan rohaninya, sehingga dapat memperhatikan ke
tujuh martabat tersebut, maka dia akan menjadi manusia sempurna (insan kamil). Sedangkan insan kamil yang
paling tinggi dan yang paling sempurna adalah Nabi Muhammad SAW.

Dasar pandangan yang terdapat pada rumusan martabat tujuh tersebut, adalah paham pantheisme-monoisme.
Menurut Muhammad Ibn Fadhilah, bahwa segala yang ada ini dari segi hakikat adalah Tuhan, sedangkan
dari segi yang kelihatan secara lahir bukan Tuhan. Sebagai tamsil misalnya uap, air, es, salju dan buih, dari segi
hakikat adalah air.

Akan tetapi dari wujud lahir bukan air .

Untuk sedikit memahami ajaran ini, saya akan mengajak anda keluar ruangan dan memperhatikan sebuah pohon
kacang hijau yang baru tumbuh (kecambah), atau pohon apa saja yang anda lihat di depan rumah anda.

Mari kita perhatikan dengan seksama !!

Berasal dari sebuah biji yang kecil lalu tumbuh bergerak menjadi batang yang tinggi, menjadi pucuk daun, menjadi
ranting, menjadi akar, lalu mati biji-biji yang lainnya akan berlaku sama seperti itu.., kemudian anda perhatikan Bumi
bergerak , bulan bergerak, atom- atom bergerak pada aturan yang harmoni kemudian anda pandangi
seluruh alam semesta, pandangnlah dengan hening .lihatlah alam itu .semuanya bergerak serentak dengan rencana
yang baik dan sempurna, ia tidak berdaya mengikuti kemauan yang tidak bisa dibendung dari dalam ..mereka pasrah
terhadap gerak yang Yang menggerakkan, mereka tidak bisa menolaknya ..ada sebuah gerak yang
meliputi seluruh alam yang tidak kelihatan, yang tidak bisa dijangkau oleh mata dan perasaan. Akan tetapi gerak itu
tampak sekali dengan jelas sehingga bumi itu bergerak, matahari bergerak, tumbuhan bergerak, jantung kita
bergerak, atom-atom bergerak. SEMUA MENGIKUTI GERAK HAKIKI, bukan kehendak kita . lihatlah sekali lagi
dengan seksama, anda akan melihat Yang Menggerakkan, Yang Hidup, Yang Nyata ( Dhohir), Yang Tersembunyi
(Bathin), dan Dialah Yang tidak bisa dijangkau oleh kata-kata dan sifat.

Dan bersujudlah kepada yang Tampak itu, bukan kepada alam semesta yang fana, yang bergantung kepada Sang
Hidup, anda akan melihat semua alam bersujud dengan caranya masing-masing kemudian semuanya
bertasbih dengan bahasanya yang khusus .

Kemudian lihatlah yang menggerakkan jantung anda, jangan lihat jantungnya. tetapi yang menggerakkan itu, yang
amat dekat itu, yang hidup itu, yang kuasa itu, yang lebih dekat dari jantung anda sendiri !! maha suci Engkau..maha
suci Engkau..maha Suci Engkau.

(di sarankan apabila anda belum memahami hal ini, jangan diteruskan . saya tidak berani mengupas lebih dalam
mengenai hakikat takut salah persepsi. Atau ini cukup dijadikan wacana dan bahan renungan . akan tetapi jika anda
penasaran ingin sampai mencapai keadaan tersebut sebaiknya di rencanakan dengan baik agar kita memulai dari
yang paling dasar dari sisi keTuhanan dan tidak sekedar main-main mempelajari ilmu hakikat ini apalagi hanya untuk
sekedar tahu )

Mudah-mudahan dengan bahasan ini akan mengawali perjalanan kita lebih baik setelah mengerti Dzat dan arah
beragama kita, bukan bergejolak dalam retorika ilmu tauhid yang tidak ada habisnya. Akan tetapi mari
kita jalani sampai memasuki hakikat yang sebenarnya !
 

Kesimpulan
Apakah di dalam ajaran tasawuf para sufi harus melalui martabat tujuh ?

Jawab:

Tidak wajib .Akan tetapi disarankan memiliki wawasan ketuhanan yang baik agar kita tidak mudah taqlid kepada
orang yang menyelewengkan ajaran ini. Ajaran Martabat tujuh ini baik untuk pegangan atau referensi di dalam
perjalanan menuju Tuhan. disamping ilmu-ilmu yang lainnya sebagai pendukung.

Firman Allah : Hai Manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu , maka
pasti kamu akan menemui-Nya. (QS . Al Insiqaaq:6)

Sejarah mencatat, pada akhir abad ke-8, muncul aliran Wahdatul Wujud, suatu faham tentang segala wujud yang
pada dasarnya bersumber satu. Allah Taala. Allah yang menjadikan sesuatu dan Dialah ain dari segala sesuatu.

Wujud alam adalah ain wujud Allah, Allah adalah hakikat alam. Pada hakikatnya, tidak ada perbedaan antara wujud
qadim dengan wujud baru yang disebut dengan makhluk. Dengan kata lain, perbedaan yang kita lihat hanya pada
rupa atau ragam dari hakikat yang Esa. Sebab alam beserta manusia merupakan aspek lahir dari suatu hakikat batin
yang tunggal. Tuhan Seru Sekalian Alam Faham wahdatul wujud mencapai puncaknya pada akhir abad ke-12.

Muhyidin Ibn Arabi,seorang sufi kelahiran Murcia, kota kecil di Spanyol pada 17 Ramadhan 560 H atau 28 Juli 1165
M adalah salah seorang tokoh utamanya pada zamannya. Dalam bukunya yang berjudul Fusus al-Hikam yang ditulis
pada 627 H atau 1229 M tersurat dengan jelas uraian tentang faham Pantheisme (seluruh kosmos adalah Tuhan),
terjadinya alam semesta, dan keinsankamilan. Di mana faham ini muncul dan berkembang berdasarkan perenungan
fakir filsafat dan zaud (perasaan) tasauf. Faham ini kemudian berkembang ke luar jazirah Arab, terutama
berkembang ke Tanah India yang dipelopori oleh Muhammad Ibn Fadillah, salah seorang tokoh sufi kelahitan Gujarat
(-1629M).

Di dalam karangannya, kitab Tuhfah, beliau mengajukan konsep Martabat Tujuh sebagai sarana penelaahan tentang
hubungan manusia dengan Tuhannya. Menurut Muhammad Ibn Fadillah, Allah yang bersifat gaib bisa dikenal
sesudah bertajjali melalui tujuh martabat atau sebanyak tujuh tingkatan, sehingga tercipta alam semesta dengan
segala isinya. Pengertian tajjali berarti kebenaran yang diperlihatkan Allah melalui penyinaran atau penurunan di
mana konsep ini lahir dari suatu ajaran dalam filsafat yang disebut monisme. Yaitu suatu faham yang memandang
bahwa alam semesta beserta manusia adalah aspek lahir dari satu hakikat tunggal. Allah Taala. Dr. Simuh dalam
Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ranggawarsita, Suatu Studi Terhadap Serat Wirid Hidayat Jati menyatakan;
Konsep ajaran martabat tujuh mengenai penciptaan alam manusia melalui tajjalinya Tuhan sebanyak tujuh
tingkatan.. Islam mengajarkan tentang proses Tuhan dalam penciptaan makhluknya dengan Alijad Minal Adam,
berasal dari tidak ada menjadi ada. Selanjutnya, konsep martabat tujuh di Jawa dimulai sesudah keruntuhan
Majapahit dan digantikan dengan kerajaan Demak Bintara yang menguasai Pulau Jawa. Sedangkan awal
perkembangannya, ajaran martabat tujuh di Jawa berasal dari konsep martabat tujuh yang berkembang di Tanah
Aceh terutama yang dikembangkan oleh Hamzah Fansuri, Syamsudin Pasai (-1630) dan Abdul Rauf (1617-1690).

Lebih lanjut ditambahkan; Ajaran Syamsudin Pasai dan Abdul Rauf kelihatan besar pengaruhnya dalam
perkembangan kepustakaan Islam Kejawen. Pengaruh Abdul Rauf berkembang melalui penyebaran ajaran tarekat
Syatariyah yang disebarkan oleh Abdul Muhyi (murid Abdul Rauf) di tanah Priangan. Ajaran tarekat Syatariyah
segera menyebar ke Cirebon dan Tegal. Dari Tegal muncul gubahan Serat Tuhfah dalam bahasa Jawa dengan
sekar macapat yang ditulis sekitar tahun 1680. Sedangkan Buya Hamka mengemukakan bahwa faham Wahddatul
Al-Wujud yang melahirkan ajaran Martabat Tujuh muncul karena tak dibedakan atau dipisahkan antara asyik dengan
masyuknya. Dan apabila ke-Ilahi-an telah menjelma di badan dirinya, maka tidaklah kehendak dirinya yang berlaku,
melainkan kehendak Allah.

Dr. Simuh pun kembali menambahkan, dalam ajaran martabat tujuh, Tuhan menampakkan DiriNya setelah bertajjali
dalam tujuh di mana ketujuh tingkatan tersebut dibagi dalam dua wujud. Yakni tiga aspek batin dan empat aspek
lahir. Tiga aspek batin terdiri dari Martabat Ahadiyah (kesatuan mutlak), Martabat Wahdah (kesatuan yang
mengandung kejamakan secara ijmal keseluruhan), dan Martabat Wahadiyah (kesatuan dalam kejamakan secara
terperinci dan batas-batas setiap sesuatu). Sedangkan aspek lahir terdiri Alam Arwah (alam nyawa dalam wujud
jamak), Alam Mitsal (kesatuan dalam kejamakan secara ijmal), Alam Ajsam (alam segala tubuh, kesatuan dalam
kejamakan secara terperinci dan batas-batasnya) dan Insan Kamil (bentuk kesempurnaan manusia).

Menanggapi hal ini, Buya Hamka mengutip dari karya Ibnu Arabi yang berjudul Al-Futuhat al-Makkiya fi Marifa Asrar
al-Malakiya (589 H atau 1201 M), bahwa tajjalinya Allah Taala yang pertama adalah dalam alam Uluhiyah.

kemudian dari alam Uluhiyah mengalir alam Jabarut, Malakut, Mitsal, Ajsam, Arwah dan Insan Kamil di mana yang
dimaksud dengan alam Uluhiyah adalah alam yang terjadi dengan perintah Allah tanpa perantara. Martabat Pertama,
Ahadiyah Martabat pertama adalah Martabat Ahadiyah yang diungkapkan sebagai Martabat Lataayyun, atau al-Ama
(tingkatan yang tidak diketahui). Disebut juga Al-Tanazzulat li l-Dhat (dari alam kegelapan menuju alam terang), al-
Bath (alam murni), al-Dhat (alam zat), al-Lahut (alam ketuhanan), al-Sirf (alam keutamaan), al-Dhat al-Mutlaq (zat
kemutlakan), al-Bayad al-Mutlaq (kesucian yang mutlak), Kunh al-Dhat (asal terbuntuknya zat), Makiyyah al-
Makiyyah (inti dari segala zat), Majhul al Nat (zat yang tak dapat disifati), Ghayb al Ghuyub (gaib dari segala yang
gaib), Wujud al-Mahad (wujud yang mutlak).
 

1.1 ALAM AHDAH Pada memperkatakan Alam Qaibull-Quyyub iaitu pada martabat Ahdah di mana belum ada sifat,
belum ada ada asma,belum ada afaal dan belum ada apa-apa lagi iaitu pada Martabat LA TAKYIN, Zat UlHaki telas
menegaskan untuk memperkenalkan DiriNya dan untuk diberi tanggungjawab ini kepada manusia dan di
tajallikanNya DiriNya dari satu peringkat ke peringkat sampai zahirnya manusia berbadan rohani dan
jasmani.Adapun Martabat Ahdah ini terkandung ia di dalam Al-Ikhlas pada ayat pertama iaitu{QulhuwallahuAhad),
iaitu Sa pada Zat semata-mata dan inilah dinamakan Martabat Zat. Pada martabat ini diri Empunya Diri (Zat
Ulhaki)Tuhan RabbulJalal adalah dengan dia semata-mata iaitu di namakan juga Diri Sendiri. Tidak ada permulaan
dan tiada akhirnya iaitu Wujud Hakiki Lagi KhodimPada masa ini tida sifat,tida Asma dan tida Afaal dan tiada apa-
apa pun kecuali Zat Mutlak semata-mata maka berdirilah Zat itu dengan Dia semata-mata dai dalam keadaan ini
dinamakan AINUL KAFFUR dan diri zat dinamakan Ahdah jua atau di namakan KUNNAH ZAT.

1.2 ALAM WADAH Alam Wahdah merupakan peringkat kedua dalam proses pentajalliannya diri Empunya Diri telah
mentajallikan diri ke suatu martabat sifat iaitu La Tak Yin Sani sabit nyata yang pertama atau disebut juga martabat
noktah mutlak iaitu ada permulaannyan.Martabat ini di namakan martabat noktah mutlak atau dipanggil juga Sifat
Muhammadiah. Juga pada menyatakan martabat ini dinamakan martabat ini Martabat Wahdah yang terkandung ia
pada ayat Allahus Shomad iaitu tempatnya Zat Allah tiada terselindung sedikit pun meliputi 7 petala langit dan 7
bumi.Pada peringkat ini Zat Allah Taala mulai bersifat. SifatNya itu adalah sifat batin jauh dari Nyata dan boleh di
umpamakan sepohon pokok besar yang subur yang masih di dalam dalam biji , tetapi ia telah wujud,tdadak nyata,
tetapi nyata sebab itulah ia di namakan Sabit Nyata Pertama martabat La Takyin Awwal iaitu keadaan nyata tetapi
tidak nyata(wujud pada Allah) tetapi tidak zahirMaka pada peringkat ini tuan Empunya Diri tidak lagi Berasma dan di
peringkat ini terkumpul Zat Mutlak dan Sifat Batin. Maka di saat ini tidaklah berbau, belum ada rasa, belum nyata di
dalam nyata iaitu di dalam keadaan apa yang di kenali ROH-ADDHAFI.Pada peringkat ni sebenarnya pada Hakiki
Sifat.(Kesempurnaan Sifat) Zat Al Haq yang di tajallikannya itu telah sempurna cukup lengkap segala-gala. Ianya
terhimpunan dan tersembunyi di samping telah zahir pada hakikinya.

1.3 ALAM WAHDIAH Pada peringkat ketiga setelah tajalli akan dirinya pada peringkat La takyin Awal, maka
Empunya Diri kepada Diri rahsia manusia ini, mentajallikan pula diriNya ke satu martabat Asma yak ini pada
martabat segala Nama dan dinamakan martabat (Muhammad Munfasal) iaitu keadaan terhimpun lagi bercerai cerai
atau di namakan Hakikat Insan.Martabat ini terkandung ia didalam Lam yalidd iaitu Sifat Khodim lagi Baqa, tatkala
menilik wujud Allah. Pada martabat ini keadaan tubuh diri rahsia pada masa ini telah terhimpun pada hakikinya Zat,
Sifat Batin dan Asma Batin.Apa yang dikatakan berhimpun lagi bercerai-cerai kerana pada peringkat ini sudah dapat
di tentukan bangsa masing masing tetapi pada masa ini ianya belum zahir lagi di dalam Ilmu Allah Iaitu dalam
keadaan Ainul Sabithaah. Ertinya sesuatu keadaan yang tetap dalam rahsia Allah, belum terzahir, malah untuk
mencium baunya pun belum dapat lagi.Dinamakan juga martabat ini wujud Ardhofi dan martabat wujud Am kerana
wujud di dalam sekelian bangsa dan wujudnya bersandarkan Zat Allah Dan Ilmu Allah.Pada peringkat ini juga telah
terbentuk diri rahsia Allah dalam hakiki dalam batin iaitu bolehlah dikatakan juga roh di dalam roh iaitu pada
menyatakan Nyata tetapi Tetap Tidak Nyata.
 

1.4 ALAM ROH Pada peringkat ke empat di dalam Empunya Diri, Dia menyatakan, mengolahkan diriNya untuk
membentuk satu batang tubuh halus yang dinamaka roh. Jadi pada peringkat ini dinamakan Martabat Roh pada
Alam Roh.Tubuh ini merupakan tubuh batin hakiki manusia dimana batin ini sudah nyata Zatnya, Sifatnya dan
Afaalnya.Ianya menjadi sempurna, cukup lengkap seluruh anggota anggota batinnya, tida cacat, tiada cela dan
keadaan ini dinamakan (Alam Khorijah) iaitu Nyata lagi zahir pada hakiki daripada Ilmu Allah. Tubuh ini dinamakan ia
Jisim Latiff iaitu satu batang tubuh yang liut lagi halus. Ianya tidak akan mengalami cacat cela dan tidak mengalami
suka, duka, sakit, menangis,asyik dan hancur binasa dan inilah yang dinamakan KholidTullah.Pada martabat ini
terkandung ia di dalam Walam Yalidd. Dan berdirilah ia dengan diri tajalli Allah dan hiduplah ia buat selama-lamanya.
Inilah yang dinamakan keadaan Tubuh Hakikat Insan yang mempunyai awal tiada kesudahannya, dialah yang
sebenarnyanya dinamakan Diri Nyata Hakiki Rahsia Allah dalam Diri Manusia.

1.5 ALAM MISAL Alam Misal adalah peringkat ke lima dalam proses pentajallian Empunya Diri dalam menyatakan
rahsia diriNya untuk di tanggung oleh manusia. Untuk menyatakan dirinya Allah S.W.T., terus menyatakan diriNya
melalui diri rahsiaNya dengan lebih nyata dengan membawa diri rahsiaNya untuk di kandung pula oleh bapa iaitu
dinamakan Alam Misal.Untuk menjelaskan lagi Alam Misal ini adalah dimana unsur rohani iaitu diri rahsia Allah
belum bercamtum dengan badan kebendaan.Alam misal jenis ini berada di Alam Malakut. Ia merupakan peralihan
daripada alam Arwah (alam Roh) menuju ke alam Nasut maka itu dinamakan ia Alam Misal di mana proses
peryataan ini ,pengujudan Allah pada martabat ini belum zahir, tetapi Nyata dalam tidak Nyata.Diri rahsia Allah pada
martabat Wujud Allah ini mulai di tajallikan kepada ubun ubun bapa, iaitu permidahan dari alam roh ke alam Bapa
(misal).Alam Misal ini terkandung ia di dalam Walam yakullahu dalam surah Al-Ikhlas iaitu dalam keadaan tidak boleh
di bagaikan. Dan seterusnya menjadi DI, Wadi, Mani yang kemudiannya di salurkan ke satu tempat yang bersekutu
di antara diri rahsia batin (roh) dengan diri kasar Hakiki di dalam tempat yang dinamakan rahim ibu.Maka
terbentuklah apa yang di katakan Maknikam ketika berlakunya bersetubuhan diantara laki-laki dengan perempuan
(Ibu dan Bapa)Perlu diingat tubuh rahsia pada masa ini tetap hidup sebagaimana awalnya tetapi di dalam keadaan
rupa yang elok dan tidak binasa dan belum lagi zahir. Dan ia tetap hidup tidak mengenal ia akan mati.

1.6 ALAM AJSAM Pada peringkat ke enam, selepas sahaja rahsia diri Allah pada Alam Misal yang di kandung oleh
bapa , maka berpindah pula diri rahsia ini melalui Mani Bapa ke dalam Rahim Ibu dan inilah dinamakan Alam
Ijsan.Pada martabat ini dinamakan ia pada martabat InssanulKamil iaitu batang diri rahsia Allah telahpun diKamilkan
dengan kata diri manusia, dan akhirnya ia menjadi KamilulKamil. Iaitu menjadi satu pada zahirnya kedua-dua badan
rohani dan jasmani. dan kemudian lahirlah seoarang insan melalui faraj ibu dan sesungguhnya martabat kanak
kanak yang baru dilahirkan itu adalah yang paling suci yang dinamakan InnsanulKamil.Pada martabat ini terkandung
ia di dalam Kuffuan iaitu bersekutu dalam keadaan KamilulKamil dan nyawa pun di masukkan dalam tubuh
manusia.Selepas cukup tempuhnya dan ketikanya maka diri rahsia Allah yang menjadi KamilulKamil itu di lahirkan
dari perut ibunya, maka di saat ini sampailah ia Martabat Alam Insan.

 
1.7 ALAM INSAN Pada alam ke tujuh iaitu alam Insan ini terkandung ia di dalam Ahad iaitu sa (satu). Di dalam
keadaan ini, maka berkumpullah seluruh proses pengujudan dan peryataan diri rahsia Allah S.W.T. di dalam tubuh
badan Insan yang mulai bernafas dan di lahirkan ke Alam Maya yang Fana ini.Maka pada alam Insan ini dapatlah di
katakan satu alam yang mengumpul seluruh proses pentajallian diri rahsia Allah dan pengumpulan seluruh alam-
alam yang di tempuhi dari satu peringkat ke satu peringkat dan dari satu martbat ke satu martabat.Oleh kerana ia
merupakan satu perkumpulan seluruh alam alam lain, maka mulai alam maya yang fana ini, bermulalah tugas
manusia untuk menggembalikan balik diri rahsia Allah itu kepada Tuan Empunya Diri dan proses penyerahan
kembali rahsia Allah ini hendaklah bermulah dari alam Maya ini lantaran itu persiapan untuk balik kembali asalnya
mula kembali mu semula hendaklah disegerakan tanpa berlengah lengah lagi.

NEGERI MARTABAT TUJUH

Alunan syair Kabanti terdengar dari rumah La Mutadi di dekat kawasan benteng Keraton Wolio, Kota Bau-Bau, Pulau
Buton. Syair ini adalah salah satu bentuk tradisi lisan di Pulau Buton yang berisikan nasihat dan ajaran kehidupan.
Makna lebih dalam dari syair berbahasa Wolio ini umumnya berupa petikan ajaran tasawuf yang diwariskan para
leluhur.

Di masa silam, Pulau Buton dikuasai raja Hindu.

Raja pertamanya bernama I Wa Kaa Kaa. Saat itu Pulau Buton telah menjadi catatan penting dalam sejarah
pelayaran Nusantara. Ini dibuktikan dengan tertulisnya nama Buton dalam Kitab Negara Kertagama karangan Mpu
Prapanca. “Nama Islam I Wa Kaa Kaa adalah Zamzabiyah,” kata sejarahwan, La Ode M. Anshari Idris.

Sejarah kemudian menggulirkan cerita baru ketika seorang ahli tasawuf asal Gujarat, Syekh Abdul Wahid bin Syarif
Sulaiman Al Fathani singgah di Pulau Buton. Dia berhasil mengislamkan raja ke enam Buton dan timbang timbangan
atau lakilapotan atau halu oleo serta segenap keluarganya.

Menurut La Ode Muchir Raaziki, tidak hanya itu, Syekh Abdul Wahid juga berhasil mengubah tatanan pemerintahan
di pulau ini dari kerajaan menjadi kesultanan. Sang raja pun akhirnya berganti nama menjadi Sultan Murhum
Kaimuddin Khalifatul.

La Ode Muchir Raaziki adalah ahli tasawuf dan juga mantan imamu Masjid Agung Benteng Keraton Wolio. Sebagai
imam dia tentu saja memahami sejarah dan perkembangan ajaran tasawuf warisan para leluhurnya. Dahulu La Ode
seakan menjadi pengawal kehidupan jasmani dan rohani di lingkungan benteng Keraton Wolio. “Mereka memang
mengayomi seluruh negeri bersama kesultanan,” ujar La Ode Muchir.
 

Salat Jum’at adalah momen yang selalu dimanfaatkan para syara atau pengurus agama di lingkungan benteng
Keraton Wolio untuk bertemu dengan jamaah masjid terutama warga di lingkungan benteng. Dahulu masjid ini
menjadi tempat pertemuan Sultan dan perangkat adat dengan rakyat.

Karena itu di bagian depan masjid terdapat dua ruang. Satu ruangan untuk Sultan dan satu lagi untuk Sultan Batin
atau lakina agama. Setelah Kesultanan Buton berakhir masjid hanya memiliki lakina agama, imamu masjid, dan para
pengurus lainnya.

Panggilan ketiga beduk telah terdengar tanda waktu salat Jum’at telah tiba. Di bale depan, imamu masjid masih
berzikir untuk mendapatkan petunjuk dari yang Maha Hidup. Tata cara seperti ini sudah dilakukan sejak ratusan
tahun silam. Imamu masjid benar-benar mempersiapkan diri dan batinnya sebelum berhadapan dengan jamaahnya.

La Ode M. Anshari Idris menambahkan, adat istiadat di Buton merupakan perkawinan agama dan budaya. Agama
menjadi rohani yang mengisi kehidupan warga dan budaya menjadi jasmaninya. Contoh nyata perkawinan agama
dan budaya itu adalah upacara adat pernikahan.

Seluruh rangkaian upacara dilakuan dalam bahasa Wolio. Bahasa yang merangkum sekitar 100 bahasa lokal.
Pembacaan doa dilakukan secara khusyuk persis yang biasa dilakukan kalangan sufi ketika mereka memohon
kepada yang Maha Perkasa.

Buah terindah dari bibit ajaran tasawuf yang ditanamkan oleh Syekh Abdul Wahid dan Sultan Murhum Kaimuddin
Khalifatul adalah Undang-undang Dasar Martabat Tujuh. Undang-undang ini dirancang oleh Sultan Dayanu
Ikhsanuddin. “Keberadaan manusia adalah karena ciptaan Tuhan. Ada yang namanya alam ketuhanan dan ada alam
kehambaan,” tutur La Ode Muchir Raaziki.

Kekayaan ajaran tasawuf juga diperlihatkan manuskrip-manuskrip kuno yang disimpan di rumah Muzaji Mulki di
kawasan benteng Keraton Wolio. Dalam manuskrip bertuliskan huruf arab gundul dan melayu ini disampaikan
berbagai ajaran tasawuf dari para Sultan. Bahasa melayu muncul dalam manuskrip karena Syekh Abdul Wahid lama
bermukim di Johor, Malaysia. Selain itu para penyebar Islam di Pulau Buton juga umumnya berasal dari Negeri Jiran.
 

Namun harus diakui Undang-undang Dasar Martabat Tujuh adalah karya Kesultanan Buton yang paling fenomenal.
Ini karena kesultanan telah menempatkan ajaran tasawuf sebagai pijakan utama. Sehingga mereka bukan lagi
berada dalam wilayah syariat seperti yang kini ramai diterapkan di berbagai daerah. Namun, justru berada di derajat
yang lebih tinggi, yakni tarekat.

Saat pelaksanaan salat Jum’at semakin dekat. Setelah melaksanakan shalat tahiyatul masjid, imamu masjid
langsung memasuki mihrab. Salat Jum’at pun segera dimulai. Khotbah salah seorang syara agama merupakan
momen pembekalan batin.

Warga Pulau Buton percaya doa dan harapan yang disampaikan khatib akan membuahkan keselamatan bagi para
jamaah karena setiap musibah yang dialami warga di pekan depan biasanya akan menjadi kesalahan sang khatib.

Pemahaman itu telah mereka yakini sejak masa kesultanan berjaya. Karena itu seorang Sultan tak lagi sekadar
pemimpin pemerintahan tapi menyerupai seorang wali yang diutus oleh yang Maha Raja. Dengan begitu Undang-
undang Dasar Martabat Tujuh pun menjadi pedoman nyata bagi Sultan dan rakyatnya.

Berdasarkan peraturan tertinggi ini mereka membangun kehidupan yang sangat demokratis dan bertanggungjawab.
Bahkan, jabatan Sultan pun bukan dicapai karena trah semata tapi dipilih karena akhlaknya oleh anggota dewan
yang disebut Patalimbona. Karena itu seorang Sultan bisa dilengserkan bila terbukti melakukan kesalahan.

Kejayaan Kesultanan Buton telah lama berakhir. Undang-undang Dasar Martabat Tujuh pun hanyalah catatan
sejarah masa silam. Entah dengan falsafah hidup masyarakat yang menjunjung tinggi masalah agama di atas
pemerintah, negara, dan diri pribadi. Inilah Negeri Martabat Tujuh yang senantiasa mengagungkan tasawuf dan para
khalifahnya

CERMIN MARTABAT TUJUH

Ajaran ini merupakan ajaran yang diterapkan oleh kebanyakan kaum sufi mulai dari Al Hallaj, Ibnu Arabi, Syeh Siti
Jenar, Syeh Abdul Qadir Jaelani, dll. Menurut sebagian orang, ilmu ini termasuk sesat hehehe. Its OK, namanya juga
beda pendapat.

Penganut ajaran martabat 7 ini, terkenal dengan sebutan tasawuf falsafi. Ada 2 macam jenis tasawuf, menurut
pengetahuan saya lho. Ada 2 jenis yaitu tasawuf sunni dan tasawuf falsafi. Tasawuf sunni dipelopori oleh Al Ghazali,
sedangkan yang falsafi dipelopori oleh Ibnu Arabi.
Sebenarnya inti ajaran martabat tujuh ini menyangkut proses asal kejadian.

Berikut ini tahapannya :

1. ahadiyyah : dzatNya
2. wahdah : hakikat muhammad, sifatullah
3. wahidiyyah : hakikat insan, asmaullah, ruhul qudus

1,2,3 (’anniyatNya) … qadim/tanpa permulaan, baqa/kekal.

4. alam arwah : hakikat segala nyawa, ruhul hayah


5. alam mitsal : hakikat segala rupa
6. alam ajsam : hakikat segala tubuh
7. alam insan : hakikat segala manusia

4,5,6,7 (’anniyat makhluk) … muhdats, fana

Dasar pandangan yang terdapat pada rumusan martabat tujuh tersebut, adalah paham pantheisme-monoisme.

Bahwa segala yang ada ini dari segi hakikat adalah Tuhan, sedangkan dari segi yang kelihatan secara lahir bukan
Tuhan. Sebagai perumpamaan misalnya uap, es, salju dan buih, dari segi hakikat adalah air. Akan tetapi dari wujud
lahir bukan air .

Yang saya coba bahas ini urutan 1,2,3 … karena ini yang kekal. Sebenarnya urutan 1,2,3 ini selalu kita baca tiap
sholat maupun tiap selesai sholat, namun kita kurang menyadarinya.

* Coba perhatkan, tiap melaksanakan sholat.

Kita selalu membaca surat Al Fatihah. Ayat 1 menjelaskan tentang Dzatnya. Ayat 2 menjelaskan tentang SifatNya.
Ayat 3 dan 4 menjelaskan tentang AsmaNya. Ayat ke 5,6,7 menjelaskan tentang Af’alNya.

Dzat, Sifat, Asma, dan Af’al merupakan sesuatu yang Esa, yang tunggal. Jadi inti Al Fatihah ini merupakan tauhid.
Jalan menujuNya. Jalan yang dilalui itu sekarang dan saat ini, bukan nanti.

 
* Coba perhatikan, tiap selesai sholat …. Pertama-tama yang kita baca adalah :

Astaghfirullah … dzikir permohonan ampun atas segala dosa yang kita lakukan. Tujuannya supaya kita merasa
tentram, merasa dosa telah diampuni, hatipun terasa suci

Subhanallah … Maha Suci Allah. Yang perlu kita sadari dengan mengucap ini, maka kita dituntut untuk mensucikan
af’al kita. Misalnya kita shadaqah, akan tetapi jika kita merasa bahwa kita yang berbuat baik tsb, berarti af’al kita
belum suci.

Setelah melalui latihan panjang, apabila af’al (perbuatan) kita telah suci, kita akan merasakan Yang Maha Suci, yaitu
Ruhul Qudus. Ruhul Qudus yang ada di dalam diri kita. Dalam istilah tasawuf, “selet kodok”telah terbuka. Bukti
bahwa Ruhul Qudus terbuka, kita bisa berhubungan dengan alam ghaib misal lewat mimpi, dll

Alhamdulillah … Segala Puji BagiNya. Sebenarnya ini merupakan pujian kepada hakikat Muhammad yang ada di tiap
diri manusia. Hakikat Muhammad ini merupakan SifatNya. Kalau udah sampai tahap ini, kita akan memiliki kekuatan
adi kodrati.

Allahhu Akbar … Allah Maha Besar. Ini merupakan pujian kepada DzatNya, yang tidak serupa dengan apapun juga.

Jadi jalan untuk mengenalNya harus melalui proses dari bawah, yaitu Af’al – Asma – Sifat – Dzat. Namun ada juga
yang mengenalNya langsung dari Dzat – Sifat – Asma – Af’al, cuman ya orang2 pilihan saja, misal nabi, dll. Lha
kalau macam kita orang, ya lewat bawah lah … hehehe.

Untuk lebih gampangnya, ada perumpamaan tentang Dzat Sifat Asma Af’al.

Contoh :

Dzat Angin … siapa yang tahu ??? hehehe

Sifat Angin … bergerak, berhembus

Asma Angin … Angin ribut, Angin Topan, Angin Leysus (koyok pelawak ae …hehehe)

Af’al Angin … badai

Dzat Api … siapa yang tahu ???

Sifat Api … membakar, panas


Asma Api … Api asmara, dll hehehe

Af’al Api … kebakaran, dll

Dzat Air … siapa yang tahu ???

Sifat Air … mengalir dari tempat tinggi ke rendah, dingin, segar

Asma Air … Aqua, Air Bersih, dll hehehe

Af’al Air … Banjir

Sedangkan dalam diri manusia …

Dzat = Hidup

Sifat = Rahsa

Asma = Si Penyayang, Si Pengasih, dll

Af’al = memberi, mencintai, dll

MEMPERSEMBAHKAN TUJUH (7) MARTABAT ALAM

Mengenai martabat pengwujudan diri rahsia Allah S.W.T atau di kenali juga Martabat Tujuh, itu terbahagi ia kepada 7
Alam;

Ke tujuh-tujuh martabat atau alam ini terkandung ia di dalam surah -Al Ikhlas..

Qulhuwallahu Ahad – Ahdah

Allahushomad – Wahdah

Lamyalidd – Wahidiah

Walamyuladd – Alam Roh

Walamyakullahu – Alam Mithal

Kuffuan – Alam Ijsam

Ahad – Alam Insan


Seperti FirmanNya lagi dalam Al- Quran:

“Setelah diketahui demikian maka tidaklah patut disamakan Allah Tuhan yang berkuasa mengawas tiap-tiap diri dan
mengetahui akan apa yang telah diusahakan oleh diri-diri itu, (dengan makhluk yang tidak bersifat demikian).

Dalam pada itu, mereka yang kafir telah menjadikan beberapa makhluk sebagai sekutu bagi Allah.”

Maka kita yang beriman pada Allah dan Rasullullah serta Hari Kiamat, percaya bahawasanya Alam- Alam yang ada
ini dengan nama Dunia, Buana, Maya Pada, adalah dijadikan Allah Maha Esa. Demikian juga penghuni tiap- tiap
Alam itu, serta apa jua pada tiap- tiap Alam itu. Kewajipan kita sebagai seorang Muslim sekurang- kurangnya
mengetahui tujuh Alam.

1. ALAM LAHUT (LATAIN/AHADIAH)

Adapun Alam Lahut itu adalah martabat Latain artinya tidak ada kenyataan, maka dinamakan Alam Lahut itu ialah
Isma’ Zat, artinya Isma’ Zat Allah Taala Zat yang belum bernama Allah, hanya dengan bernama Zat Ahadiah

Di dalam mertabat Alam LAHUT, Isma’ Zat yang Maha Suci itu adalah tujuh Isma’nya iaitu:-

1. HU ertinya Zat Tuhan yang Esa semata- mata


2. GHAIBUL GHUYUB ertinya, tidak ada berpihak dan tiada bertempat, tiada Ia diatas, di bawah, di kiri, di
kanan, di hadapan dan di belakang.
3. AHADIAH ertinya daripada pihak yang tidak sampai kepada penhenalan para- para Nabi, apa lagi yang lain
daripada Nabi- nabi, yang mengetahui hanya dia.
4. GHAIBUL HAWIAH ertinya, daripada pihak Ia tiada berzat, berisma’ dan berakal seperti manusia.
5. UJUDUL MUTLAK ertinya tiada segala yang Hakiki hanya DIA
6. ABADAN ABADA ertinya tiada siapa yang mengetahui Ujudnya sesuatu jua pun, LATAIN artinya tiada dapat
difikirkan oleh akal, Makrifat orang- orang yang Arifin Billah. Alam Lahut pada mertabat Latain, DIA lah
DZATUL, MUTLAK yang tiada bercerai dan tiada berhimpun, semata- mata DIA, belum lagi bernama
ALLAH, karena belum ada NUR MUHAMMAD SAW. Berkenaan dengan ILMU TAJALI Alam Lahut tidak ada
Ilmu pada Nur Muhammad, hanya DIA yang terjali semata- mata.
7. MARTABAT ITHLAQ artinya ghaib yang sepenuhnyaZATUL BUHTI artinya zat semata-mata
8. GAHIBUL MUTLAK artinya gahib yang sepenuhnya
9. ‘ZIHIN’ artinya tatkala sunyi ia daripada sesuatu
10. ALAM SIRR artinya rahsia Allah

2. ALAM JABARUT (TAIN AWAL/WAHDAH/HAKIKAT MUHAMMADIIAH/KENYATAAN PERTAMA)

Adapun Alam Jabarut adalah di dalam martabat Tain Awal ertinya kenyataan yang pertama atau kecintaan yang
pertama, maka di dalam martabat Tain Awal itu Tuhan bernama:-

1. WAHDAH
2. AGHNAGHUL MUTLAK
3. UJUD AM YA
4. UJUD DOA
5. NUR ALLAH
6. NURUL AHADIAH
7. NUR SYAKSANI

Dinamakan Isma’ Sifat Tuhan yang bernama ALLAH TA’ALA atau WAHDAH artinya KASRAH. artinya KASRAH itu
Huruf, arti Huruf itu Isma.

Dinamakan HAKIKAT MUHAMMDIYAH yaitu sifat Allah bersama zat Allah, Zat Allah menjadi hakikatnya. Zat yang
berdiri pada Zat Allah yang menjadi hakikatnya.

Dinamakan UMMUL KITAB yaitu Ibu Kitab.

Dinamakan AN-NUN yakni bukan tinta yang di dalam tintanya segala huruf. Rupa hakikat-hakikat segala sesuatu
adalh maujud secara ijmali

Dinamakan AN-NUAT ertinya bijih benih yang di dalamnya terhimpun secara umum sautu pokok bersama batang,
dahan, daun-daun sebagai perbandingan hakikat segala sesuatu.

Dinamakan NUQTHAH artinya titik yang satu, Ia adalah asal segala huruf. Ia juga menerima dan mengandung
segala huruf yang hendak disuratakan.

Juga dinamakan degan NURULLAH, NURUL AHADIAH, HAKIKAT ROH, ROH IZAPI, NYAWA MUHAMAD, NYAWA
ROHANI, HATI LATIFUL KALBU,TITIK IALAH BA.

Di kala Alam Jabarut itu nyatalah Nur Muhammad yang dijadikan Allah Taala daripada NUR ZAT ALLAH. Maka di
katakan itu ada NAFI dan ITHBAT dan berhimpun tiada bercerai.

3. ALAM MALAKUT 

(TAIN TSANI/WAHIDIAH/A’YAN TSABITAH/KENYATAAN KEDUA)

Adapun Alam Malakut itu adalah berada pada mertabat TAIN SANI Artinya kenyataan yang kedua, maka dinamakan
ISMUL ASMA’ Tuhan bernama WAHADIAH. Dinamakan Wahadiah itu ialah ZATUL AHADIAH MAUSUP SIFATUL
WAHDAH.

Tatkala Tain Sani Tuhan bernama:

1. WAHIDIAH
2. ALLAH
3. RAHMAN
4. RAHIM
5. BISMILLAHIRAHMANIRAHIM
6. ZATUL MA’BUD
7. LAILAHAILLAH, Muhammad masa itu di dalam A’YAN SABITAH.

Dinamakan A’YAN TSABITAH ertinya

– Benda-benda yang wujud sebelum dari wujudnya pada luar.

-Tiada di sana itu melainkan zatnya dan segala sifatnya yang qadim juga, iaitu yang belum keluar lagi daripada
kalimah “KUN”

– Ia tiada mencium bau wujud sekali-kali “kai-nun” iaitu tiap-tiap adanya itu wujud berkekalan seperti sedia ada jua.

– Benda-benda yang wujud sebelum dari wujudnya pada luar.

Dinamakan AL KANZUL MAKHFI ertinya perbendaharaan yang tersembunyi

Dinamakan AL-‘AMA ertinya yang kelam atau gelap

Dinamakan ALAM HAKIKAT, ROHANI, NYAWA ADAM, ALAM QALBI, ALAM AKHIRAH, ALAM INSAN BATIN,
ALAM KAYANGAN

Maka jadilah ROHANI yang dinamakan nyawa Adam, nyawa kita. Maka nyawa kita yang belum bertubuh dengan
nama ROHANIUN. Maka Rohani itulah yang mendoakan jasadnya yang menjadi ADAM, maka jadilah Adam Awal. Di
kala Tain Sani ada Nafi dan Isbat, berhimpun dan bercerai, kerana itu Tuhan jadikan ALAM ROH daripada Alam
Malakut.

Maka daripada Alam Malakut itu turunlah:-

1. ALAM ROH
2. ALAM MISAL
3. ALAM AJSAM
4. ALAM INSAN

Adapun Rohani itu Afaal Muhammad,

adapun Ayan Sabitah itu Isma Muhamad,

adapun Insan itu Sifat Muhammad,

adapun Zatul Muqid itu Zat Muhammad.

Maka semua yang tersebut itu adalah baharu.


Maka daripada Afaal Muhammad itu jadilah Pohon Dunia ini, maka dunia ini, maka dunia ini untuk tempat Roh- roh
berjasad dengan lembaganya yang berupa manusia iaitu Adam.

Dunia dijadikan supaya semua Rohani- rohani (Rohaniun) yang telah ada itu, yang di dalam Alam Roh itu supaya
dapat turun ke dunia dan mempunyai tubuh yang dinamakan lembaga manusia dan dengan tubuhnya itu yang
dinamakan jasad itu, dapatlah Rohani mengerjakan ibadat dn tugas- tugasnya kepada Allah Taala sebagaimana
yang diikrarnya,

sebagaimana yang diisyaratkan oleh Firman:- “Adakah tidak aku ini Tuhan kamu, berkata mereka Bala Syahiduna.”

4. ALAM ROH (ARWAH/TAIN TSALASA/NUR MUHAMMAD)

Dinamakan NUR MUHAMMAD dan sekalian roh yang keluar dariapanya itu yang berkekalan menajdi alam luaran
iaitu daripada Nur Muhammad menerusi perkataan “KUN” maka jadilah:

Arsyur Rahman Alam ghaib lagi ghaib

Arsyur Azim

Arsyur Karim Alam ghaib

Al Kursi A’azam Alam Nyata

Jabal Qaf

7 lapis bumi

7 lapis langit

Segala galaksi

Bumi Kita

Dinamakan ALAM ARWAH atau ROH yakni arwah segala ambiya, mursalin dan segala mu’min

Dinamakan ASHLUL ARWAH iaitu Mazh harul atam , Jadi “Khatamun nabiyin wa syaidul mursalin wa rahmatul lil
alamin”

Dinamakan ALAM SUNYI daripada bergantung dengan tabiat lagi basith.

Dinamakan juga CAHAYA MUHAMMAD , ALAM NYAWA, MARTABAT WUJUDIAH, Alama di bawah kalimat “KUN”,
Pemerintah Alam Saghir dan Alam Kabir, TAIN TSALASA, ALAM ROH, NYAWA KITA.
Adapun Alam Roh lebih dahulu dijadikan Allah daripada Dunia yang fana ini. Adapun Dunia ini adalah ibarat layar
putih dan pentas kepada Rohaniun itu yang datang ke dunia menjalankan tugas dan peranan masing- masing, yang
jadi seniman dengan lakunnya.

Keranan adanya Rohani, maka adanya JAWAHIR BASIT iaitu :-

1. FUAD
2. KALBUN
3. LABBIN
4. SUDUR
5. KABAD
6. SAUDA’
7. SYIFAP

Maka semuanya itu adalah hal Roh, maka jadilah:-

1. berperang Sabil dengan nafsunya yang jahat


2. membuat Ahsan
3. melakukan Mujahidah masing- masing dengan tempat atau makamnya,

maka dengan itu maka adanya jalan nafsu itu dua iaitu:-

1. jalan nafsu yang bernama Hati Sanubari


2. jalan nafsu yang bernama Hati Nurani maka Roh- roh yang taat pada sisi Tuhan, setelah berganti dengan
nama nyawa kerana ada mempunyai jasad masing- masing maka jadilah Roh itu tiga mertabat iaitu:-
3. martabat Amar Rabbi
4. martabat Hati Nurani
5. martabat Ubudiah

mana- mana Roh yang tidak taat setelah ada mempunyai jasad masing- masing itu, maka jadilah tiga mertabat iaitu:-

1. Bangsa haiwan
2. Dinamakan bangsa syaitan
3. Dinamakan bangsa hati sanubari

Maka Alam Roh itu adalah Alam Ghaib. Ia lebih adanya daripada Dunia yang luas ini, di sanalah nyawa manusia
yang sebelum bertubuh telah ada. Setelah 125 tahun Nur Nabi Muhammad itu telah wujud dan semua nyawa- nyawa
manusia itu di kenal dengan nama Roh, tetapi mertabat Roh dewasa itu seperti mertabat binatang, kerana tidak
menanggung tugas dan tanggungjawab. Hanya setelah ia berjasad dan hidup di dalam dunia ini masing- masing
mempunyai tugas, maka baharulah ada darjat masing- masing di sisi Tuhan dan nyawa itu tidak lagi dinamakan Roh,
hanya apabila jasad itu mati ia akan berpulang mengadap Allah Taala dengan nama Roh, iaitu Diri atau Jiwa.

Dengan nama Roh ia dikenal dengan nama Rohani Pulan bin Pulan tertulis kepadanya. Dengan nama jiwa ia di
kenal dengan nama jiwa, umpamanya:-
1. Jiwa Amarah
2. Jiwa Lawamah
3. Jiwa Sawiah
4. Jiwa Natikah
5. Jiwa Mulhammah
6. Jiwa Mutmainnah

Maka pada jiwa itulah tertulis namanya Pulan bin Pulan, senang atau susah, bahagia atau celaka, menurut amal dan
fielnya di dalam dunia ini menurut kadar ‘atikad- atikadnya dan Tauhidnya serta makrifatnya kepada Tuhan yang
Maha Esa.

5. ALAM MISAL

Alam segala rupa, penceraian Roh Muhammadiah.Alam segala warna. Alam Khayal. Alam ARDHUS SIMSIMAH,
ARDHUL HAQIQAH.

Dinamakan ALAM MISAL-MAKHLUK yaitu Roh Alui yang suci- ruhul qudus dan

Jisim haiwan – lahir maqam di jantung

Jisim Mujadi – lahir di hati

Jisim Nabati – lahir di hati

Jisim Insani – lahir di otak.

Di dalam Alam Misal maka Roh Muhammadiah bercerailah dengan Roh- roh yang lain yang berbagai nama, tetapi
pada mulanya dinamakan Rohaniun (Rohani- rohani).maka semua Rohaniun itu berasal daripada Roh Muhammad
Rasulullah SAW.

Kerana itulah asas dan dasar Ilmu Rohani wajib beriman:-

1. pada Allah Taala


2. pada Nabi Muhammad SAW
3. pada hari qiamat yang akan dating

jika tidak berpegang kepada asas yang tiga itu, bukanlah Rohaniah daripada orang- orang Mukmin atau orang- orang
Islam. Daripada Roh Muhammad itulah jadi Roh seseorang, yang jadi nyawa seseorang, yang jadi hati seseorang,
tetapi ia telah bercerai di dalam mertabat Alam Misal.

 
Segala roh- roh itu ialah jadi kata bidalan “Ulat lupakan daun”. Nyawa- nyawa manusia yang bukan alim dalam Ilmu
Ketuhanan, hanya melakukan kehendak jalan nafsu yang bernama Hati Sanubari dengan syahwatnya dan jiwa raga
yang memandang zahir alam ini semata- mata ibarat sesuatu yang telah tersusun dari bagian-bagian, tetapi masih
bersifat halus, tidak dapat dipisah-pisahkan.

Alam Misal adalah peringkat kelima dalam proses pentajallian Empunya Diri dalam menyatakan rahsia diriNya untuk
di tanggung oleh manusia. Untuk menyatakan dirinya Allah S.W.T., terus menyatakan diriNya melalui diri rahsiaNya
dengan lebih nyata dengan membawa diri rahsiaNya untuk di kandung pula oleh bapa iaitu dinamakan Alam Mithal.

Untuk menjelaskan lagi Alam Mithal ini adalah dimana unsur rohani iaitu diri rahsia Allah belum bercantum dengan
badan kebendaan. Alam mithal jenis ini berada di Alam Malakut. Ia merupakan peralihan daripada alam Arwah (alam
Roh) menuju ke alam Nasut maka itu dinamakan ia Alam Mithal di mana proses peryataan ini, pengujudan Allah
pada martabat ini belum zahir, tetapi Nyata dalam tidak Nyata.

Diri rahsia Allah pada martabat Wujud Allah ini mulai di tajallikan kepada ubun-ubun bapa, iaitu perpindahan dari
alam roh ke alam Bapa (mithal).

Alam Mithal ini terkandung ia di dalam “Walam yakullahu” dalam surah Al-Ikhlas iaitu dalam keadaan tidak boleh di
bagaikan. Dan seterusnya menjadi “DI”, “Wadi”, “Mani” yang kemudiannya di salurkan ke satu tempat yang bersekutu
di antara diri rahsia batin (roh) dengan diri kasar Hakiki di dalam tempat yang dinamakan rahim ibu.

Maka terbentuklah apa yang di katakan “Maknikam” ketika berlakunya bersetubuhan diantara laki-laki dengan
perempuan (Ibu dan Bapa)

Perlu diingat tubuh rahsia pada masa ini tetap hidup sebagaimana awalnya tetapi di dalam keadaan rupa yang elok
dan tidak binasa dan belum lagi zahir. Dan ia tetap hidup tidak mengenal ia akan mati.

6. ALAM AJSAM (NASUT/A’YAN FARIJAH/ALAM MULKI)

Dinamakan ALAM MULKI ertinya barang yang didapati dengan mata kepala.

Dinamakan ALAM KHARIJAH ATAU ALAM FARIJAHyakni:

– Roh Rihan iaitu roh keluar masuk

– Semangat iaitu roh keluar tanpa masuk, jadi hilang akal

– Nafsu – berkehendak pada makan, minum, kemuliaan, kemashuran, sanjunga

– Roh Jasmani – bekehndak kepada seksual

– Hati – keran alim dan inayah


– Panas matahari – merasa sakit pedih, panas kepada tubuh

Dinamakan juga ALAM JASMANI, ALAM SEGALA TUBUH, ALAM NAFS, ALAM ‘jamad’, ‘nabat’, ‘Haiwani’, ‘Insani’,
‘Jin’, ALAM NABI ADAM, AWAL BAPA MANUSIA,

Dinamakan Alam Tanah, Air, Api Angin (anasi r 4 istimewa di sisi Allah) iaitu diajadikan daripada tanah Nurani, Air
nurani, Api Nurul Azam, Angin Nurani.

Dinamaka ALAM MILADUTHALASA iaitu ALAM Maadan (alam galaksi, Alam Nabati (alam Tumbuhan), Alam
Haiwani (alam binatang)

Maka hati yang bernama Roh itu telah jadi berbilang- bilang nama kerana menurut berapa banyaknya bilangan
manusia dan haiwan yang dilahirkan di dunia ini dengan nama:

1. Hati sanubari
2. jantung sanubari dan itulah hati yang tabie, semula jadi kepada makhluk.

Mana- mana makhluk yang ingin menjadikan Dirinya pada darjat sebenar- benar Insan iaitu:-

1. Insan Rabbubiah
2. Insan Mausup
3. Insan Ubudiah

Pada merekalah yang tersebut itu mempelajari Ilmu Tasaup dan Ilmu Tasawwuf yang sebenarnya, daripada Tasaup
Islam dan daripada guru- guru yang Mursyid, bukan pada guru- guru orang kafir seperti orang- orang Kristian dan
Yahudi, walaupun bersamaan mentauhidkan Tuhan.

Kata pepatah: “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Kalau guru- guru yang bukan Mursyid itu akibatnya tidak
mendapat Hidayah dan Taufik. Khalasahnya maka jadilah hati itu berbilang nama dan berbilang sifat, tetapi tiada
berbilang pada Zat.

7. ALAM INSAN

Dinamakan ALAM MARTABAT INSAN KAMIL. ALAM MARTABAT JAMI

Dinamakan ALAM HIMPUNAN SEGALA ALAM yakni:

– AHADIAH (Ya nuraniyi yang qadim)

– ARWAH (Hadith)

– WAHDAH DARI WAHIDIAH (Tajjali akhir)

Adapun Alam Insan itu, perhimpunan pada segala martabat. Pada sisi Allah martabat Insan itu tiga perkara:-
1. martabat insan Rabbubiah, iaitu Insan Khas Ul Khas
2. martabat insan Mausup, iaitu Insan Kamil Wa Mukamil
3. martabat Insan Ubudiah, iaitu Insan Kamil Mukamil

Maka pada sisi makhluk martabat insan sangat banyak seperti:-

1. martabat raja- raja


2. martabat menteri
3. martabat anak raja- raja (tengku)
4. martabat tun
5. martabat tan sri
6. martabat datuk sri
7. martabat datuk
8. martabat datuk muda
9. martabat penghulu
10. martabat pegawai
11. martabat tuan
12. martabat encik dll

Maka jadilah martabat Alam Insan itu pernceraian manusia yang Kamil, kerana asalnya dahulu ia kamil di sisi Allah,
di dalam Alam Ghaib, sesudah ujud Alam Insan, maka manusia itu sudah tidak kamil kerana masing- masing
membawa haluan untuk hidup di dalam dunia ini, menurut apa yang diperolehi oleh panca indera yang lima. Kerana
itulah Insan, di dalam ajaran Ilmiah yang mengatasi Sains yang dinamakan Rohani,

Ilmu Tasaup terbahagi sebagai berikut:-

1. dinamakan Insan (Rahsia Allah)


2. dinamakan Insan Kamil
3. dinamakan Insan Kamil dan Mukamil
4. dinamakan Insan Mukamil
5. dinamakan Insan Sawaan
6. dinamakan Insan Sawaatun
7. dinamakan Insan Batin
8. dinamakan Insan Zahir
9. dinamakan Insan Mutaiz
10. dinamakan Insan Ghaib
11. dinamakan Insan Nakus (Insan Haiwan)
12. dinamakan Insan Syaitani

SUMBERNYA DISINI

Maka jadilah martabat Alam Insan itu pernceraian manusia yang Kamil, kerana asalnya dahulu ia kamil di sisi Allah,
di dalam Alam Ghaib, sesudah ujud Alam Insan, maka manusia itu sudah tidak kamil kerana masing- masing
membawa haluan untuk hidup di dalam dunia ini, menurut apa yang diperolehi oleh panca indera yang lima. Kerana
itulah Insan, di dalam ajaran Ilmiah yang mengatasi Sains yang dinamakan Rohani,

Ilmu Tasauf terbahagi sebagai berikut:-

1. Dinamakan Insan (Rahsia Allah)


2. Dinamakan Insan Kamil
3. Dinamakan Insan Kamil dan Mukamil
4. Dinamakan Insan Mukamil
5. Dinamakan Insan Sawaan
6. Dinamakan Insan Sawaatun
7. Dinamakan Insan Batin
8. Dinamakan Insan Zahir
9. Dinamakan Insan Mutaiz
10. Dinamakan Insan Ghaib
11. Dinamakan Insan Nakus (Insan Haiwan)
12. Dinamakan Insan Syaitani

Anda mungkin juga menyukai