Anda di halaman 1dari 6

Jalan Paling Dekat Menuju Allah

Ngaji Kitab Aqrab al-Thuruq (Bagian I)

Jalan menuju Allah, banyak sekali, sebanyak jumlah nafas manusia dan makhluk lainnya. Demikian tulis
Najm al-Din al-Kubra. Jalan yang kita tempuh, yaitu jalan sufi, dan akan saya jelaskan di kitab ini, tulis al-
Kubra, adalah jalan paling dekat menuju Allah. Selain paling dekat, jalan ini adalah jalan yang paling
terang benderang dan jalan yang paling tidak salah alamat.

Kitab ini, Aqrab al-Thuruq ila Allah (Jalan Paling Dekat Menuju Allah), saya temukan masih berbentuk
manuskrip tulisan tangan dalam format pdf (portable document format). Tebalnya hanya 10 halaman
dan kertas berwarna orange sebagaimana kita kuning ala pesantren. Pada tulisan sebelumnya, di sini,
anda sudah menamatkan kitab Ma Labudda li al-Murid, karya Ibn Arabi. Kali ini, jika menamatkan
bacaan ini, berarti anda sudah menamatkan satu kitab lagi, dengan judul Aqrab al-Thuruq ila Allah, karya
Najm al-Din al-Kubra.

Saya akan menerjemahkan kitab itu secara leterleks dan bebas. Jika ada frasa yang kurang jelas, akan
saya jelaskan dengan bahasa saya sendiri. Penjelasan saya, akan saya taruh di dalam kurung (), agar
bisa dibedakan, mana tulisan orisinil Najm al-Din dan mana tulisan penjelasan saya sendiri. Awalnya,
kitab itu akan saya taruh di dalam satu tulisan ini secara utuh, agar bisa dibaca sekali duduk. Tetapi,
setelah saya terjemahkan dan jelaskan, tidak bisa tidak, agar tidak terlalu panjang, tulisan ini akan dibagi
ke dalam dua bagian. Tulisan ini adalah bagian yang pertama.

(Tiga Jalan Hierarkis Menuju Allah)

Meskipun jalan menuju Allah sangat banyak, tetapi bisa dirangkum menjadi tiga jalan. Jalan pertama,
jalan ahli muamalah. (Secara syariat, ahli muamalah adalah orang tukang jual beli). Cara menempuh
jalan ini adalah dengan memperbanyak puasa, shalat, baca Al-Quran, haji, jihad. (Disebut jalan orang
tukang jual beli, karena orang yang menempuh jalan ini, mereka menjual puasanya untuk membeli
pahala dari Allah. Begitu juga, mereka menjual shalat, bacaan Al-Quran, dan hajinya untuk membeli
pahala-Nya. Mereka tidak ingin Allah, mereka ingin pahala dan surga), dan perbuatan amal lainnya.

Jalan ini adalah jalan orang-orang pilihan/Thariq al-Akhyar. Manusia yang mampu mencapai Allah/al-
Washil melalui jalan ini, sangat sedikit. Bahkan, lebih sedikit dari kata sedikit itu sendiri, dan
membutuhkan waktu yang panjang.
Jalan kedua, jalan ahli mujahadah, riyadah, reparasi akhlak, menyucikan jiwa, menjernihkan hati,
melepaskan kotoran hati, dan berusaha meramaikan batin. Ini adalah jalan orang-orang berbakti/Thariq
al-Abrar. Manusia yang mampu mencapai Allah melalui jalan ini, lebih banyak daripada jalan itu (jalan
orang tukang jual beli). Tetapi, jarang sekali orang sampai (kepada Allah) melalui jalan ini. Benar-benar
jarang.

Ibn Mansur bertanya kepada Ibrahim al-Khawwash, Di maqam (tahapan spiritual) apa kamu me-
riyadhah jiwamu?. Ibrahim menjawab, Saya me-riyadhah jiwaku di maqam tawakkal selama 30 tahun.
Ibn Mansur berkata, Kau telah membuang-buang waktumu meramaikan batin. Mengapa kamu tidak
menempuh (jalan) kaya di dalam Allah?. (Karena itu, untuk mencapai Allah, jangan mengandalkan
selain Allah, misalnya tawakal. Tetapi, capailah Allah melalui Allah! Cukup Allah yang menyampaikanmu
kepada Allah, bukan usahamu untuk mencapai Allah. Tetap jangan tidak berbuat ibadah apa-apa,
melainkan semua perbuatan dimotivasi karena Allah)

Jalan ketiga, jalan para penempuh jalan Allah dan terbang menuju Allah. Mereka adalah golongan ahli
cinta yang tersedot jadzab (magnet ilahiyat). Manusia yang mampu mencapai Allah melalui jalan ini,
sangat banyak pada ujung pertama, jauh melebihi jalan lainnya pada ujung terakhir. Ini adalah jalan yang
recommended. Jalan ini dibangun atas dasar mati dengan sengaja, sebagaimana mati adalah kembali
(kepada Allah) tanpa sengaja. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, Matilah kalian, sebelum kalian mati.

(Jalan ketiga ini adalah jalan paling dekat menuju Allah. Manusia yang mencari Allah di dalam hidupnya,
tidak terlepas dari salah satu cara/jalan di atas. Mereka berlomba-lomba menempuh perjalanan jauh
untuk mencapai-Nya. Jalan pertama, adalah jalan ahli fikih. Mereka suka beribadah dan senang
beribadah. Cara yang mereka tempuh sudah benar, tetapi jangan berhenti di situ. Jalan pertama ini
bagaikan kulit luar buah kelapa. Agar bisa menikmati santan, kelapa harus dibelah dan kulit itu harus
dibuka).

Sepuluh Tangga Menuju Allah

Jalan yang ketiga ini terdiri dari sepuluh tangga. Tangga pertama, taubat. Taubat adalah kembali kepada
Allah dengan kehendak sendiri, sebagaimana mati adalah kembali kepada Allah bukan dengan kehendak
sendiri. Allah Swt berfirman, Kembalilah kepada Tuhanmu, dengan kondisi ridho dan diridhoi.

Taubat adalah keluar dari dosa secara total. Dosa adalah segala yang menghalangimu dari Allah, yaitu
lapisan-lapisan dunia dan akhirat. Seorang yang mencari Allah, wajib keluar dari segala tujuan selain
Allah. Bahkan, dia harus keluar dari wujudnya. Sebagaimana adagium, Wujudmu adalah dosa yang
tidak tertandingi oleh dosa lainnya.
(Segala sesuatu, termasuk alam semesta, adalah perbuatan-perbuatan Allah. Misalnya, mangga, kulitnya
yang hijau, dan dagingnya yang kuning, semua itu adalah perbuatan Allah. Jangan lihat mangga sebagai
mangga, kulit, daging, dan biji. Tetapi lihatlah kulit, daging, dan biji sebagai perbuatan Allah, bukan
wujud mangga itu sendiri. Begitu juga dengan wujud kita, jangan lihat sebagai wujud kita, tetapi lihatlah
sebagai perbuatan Allah).

Surga Hanya Media, Tujuannya Adalah Tuhan

Tangga kedua, zuhud dunia dan akhirat. Rasulullah Saw bersabda, Dunia itu haram untuk ahli akhirat,
dan akhirat itu haram untuk ahli dunia. Dunia dan akhirat itu haram untuk ahli Allah. (Tujuan sejati
adalah Allah. Tujuan kita bukan dunia, bukan pula akhirat. Bahkan, seandainya Allah bisa dicapai tanpa
surga, tulis al-Gazali di dalam al-Maqshad al-Asna, maka kita tidak ingin masuk surga).

Tangga ketiga, tawakal kepada Allah, yaitu dengan cara keluar dari semua sebab. Sebab adalah percaya
kepada Allah, sebagaimana mati. (terminologi sebagaimana mati akan banyak ditemukan di dalam
kitab ini. Percaya kepada Allah dengan kehendak sendiri, sebagaimana mati merupakan percaya kepada
Allah bukan dengan kehendak sendiri). Allah Swt berfirman, Barang siapa yang bertawakal kepada
Allah, Dia mencukupinya.

Tangga keempat, qanaah, yaitu keluar dari syawat jiwa dan kelengkapan binatang, sebagaimana mati,
kecuali yang menjadi kebutuhan primer manusia. Orang yang qanaah tidak berlebih-lebihan sandang,
papan, dan pangannya. Dia mencukupkan diri hanya dengan kewajiban makanan pokok saja.

(Tangga-tangga spiritual ini merupakan tahapan-tahapan yang harus ditempuh oleh para pendaki
marifatullah. Pendakian itu bertahap, dari satu tangga menuju tangga selanjutnya secara berurutan.
Setelah menyelesaikan tangga pertama, seorang salik/pendaki gunung marifatullah, bisa melanjutkan
menaiki tangga berikutnya secara otomatis. Untuk memasuki jalan ketiga, seorang salik harus menaiki
tangga pertama, yaitu tangga taubat. Jadi, taubat adalah dasar pertama menuju gerbang Allah)

Tangga kelima, uzlah, yaitu keluar dari makhluk sosial, dengan cara mengisolasi dirinya sendiri. Tetapi,
jika kebetulan bertemu dengan seorang syaikh yang washil, dia berkhidmat kepadanya. Di hadapan sang
syaikh, dia bak seonggok mayat di hadapan orang yang memandikannya, agar sang syaikh
memandikannya dengan air kewalian dari junub ajnabi dan kotoran hadas.
Inti uzlah adalah menanggalkan panca indera dari kontak fisik. Karena, setiap cobaan dan fitnah yang
menghancurkan ruh, menguatkan jiwa, dan mendidik sifatnya masuk melalui pintu panca indera.
Melalui panca indera, ruh menjorokkan jiwa ke puncak kehinaan terendah, memenjarakannya, dan
mengendalikannya. Dengan khalwat dan menanggalkan panca indera, akses jiwa terputus dari dunia,
setan, pertolongan hawa nafsu.

Beberapa Resep Dokter Hati

Sebagaimana dokter mengobati pasiennya, dia memberikan resep prefentif agar menghindari hal-hal
berbahaya sekaligus hal-hal yang menyebabkan penyakitnya semakin parah. Jika pasien mengikuti resep
dokter, dia akan terlepas dari virus yang menyuburkan penyakit, sekaligus tubuhnya difilter dari
serangan virus. Diriwayatkan, tindakan prefentif adalah modal semua obat. Setelah itu, sang dokter
memberikan resep detoksifikasi untuk mengeluarkan virus dari dalam tubuhnya dan membentengi
tubuhnya agar terlindung dan kebal dari virus itu, sekaligus memancing kesehatan secara
berkesinambungan. Jadi, detoksifikasi (proses mengeluarkan virus dari tubuh) dilakukan setelah resep
prefentif. Filterisasi adalah dzikir secara terus menerus.

(Analogi dokter dan pasien ini penting untuk dijelaskan. Seringkali, untuk menjelaskan proses
membersihkan hati dari penyakit hati, kitab-kitab tasawuf/sufisme menganalogikannya dengan fakta-
fakta inderawi. Dokter berarti sang mursyid. Pasien berarti sang murid. Tubuh pasien berarti hati
manusia. Penyakit pasien berarti penyakit hati. Perhatikan kesimpulan hierarkis di atas, pertama resep
prefentif, kedua detoksifikasi, dan ketiga filterisasi)

Tangga keenam, kontinuitas dzikir. (Dari deskripsi sebelumnya, tangga keenam ini berarti resep
filterisasi). Cara kerjanya adalah mengeluarkan diri dari dzikir selain Allah. Dzikir selain Allah berarti
melupakan-Nya. Allah berfirman, Berdzikirlah tentang Tuhanmu, jika kamu lupa. Maksudnya, jika
kamu melupakan selain Allah, sebagaimana mati.

(Secara tekstual, manuskrip yang saya baca bertuliskan Jika kamu melupakan selain Allah. Jadi,
berdzikirlah tentang Tuhanmu saat kamu melupakan selain Allah. Berarti berdzikirlah tentang Allah di
saat kita melupakan selain Allah adalah Allah. Maksudnya, segala sesuatu termasuk alam semesta
adalah Allah dan perbuatan-perbuatan Allah. Untuk memahami konsep ini, setidaknya harus benar-
benar kokoh memahami konsep ilmu tauhid tentang qiyamuhu bi nafsihi, laysa kamitslihi syayun, dan
wahdaniyat. Jika tidak, akan terjebak ke dalam kesalahan fatal.

Qiyamuhu bi nafsihi, berarti bahwa Allah tidak membutuhkan dzat/esensi sekaligus dia tidak
membutuhkan pencipta-Nya. Misalnya, putih dan kapur. Putih merupakan aksiden yang menempati
kapur, dan kapur adalah substansi yang ditempati oleh putih. Allah bukan aksiden yang menempati Dzat,
dan Dzat Allah bukan substansi yang ditempati Allah. Jadi, Allah bukan aksiden, bukan substansi, dan
bukan esensi.

Laysa kamitslihi syayun berarti bahwa setiap yang terbayang di dalam pikiran manusia tentang Allah, itu
bukan Allah. Tidak ada satu apa pun dan siapa pun yang menyerupai Allah. Setiap benda, berada di atas,
di bawah, di samping, di depan, di belakang, di dalam, dan di luar. Allah tidak berada di atas, di bawah,
di samping, di depan, di belakang, di dalam, dan di luar.

Wahdaniyyat berarti bahwa Allah tidak terdiri dari komposisi, tidak berjumlah, dzat-Nya satu, sifat-Nya
satu, dan perbuatan-Nya satu. Misal, si Zaid makan, kemaren, sekarang, dan besok. Energi/kekuatan
yang digunakan Zaid untuk makan, kemaren, berbeda dengan energi yang digunakan untuk makan hari
ini dan besok. Allah Swt menciptakan Zaid sekarang, Umar kemaren, dan Muhyid besok, itu
menggunakan satu qudrat. Ini disebut sifat-Nya satu.

Segala sesuatu, termasuk alam semesta, adalah ciptaan Allah. Ciptaan Allah berarti perbuatan Allah.
Pergantian siang, malam, pagi, dan sore, semua itu adalah ciptaan Allah. Semua itu adalah perbuatan
Allah. Jangan lihat sore sebagai sore, tetapi lihatlah sore sebagai perbuatan Allah)

Resep detoksifikasi adalah dzikir La ilaha illa Allah. Dzikir ini adalah obat mujarab yang komposisinya
adalah nafi dan itsbat. Komponen nafi berfungsi melenyapkan material-material busuk yang terlahir dari
penyakit hati, belenggu ruh, penguat belenggu, dan memelihara belenggu itu. Material busuk itu adalah
akhlak tercela jiwa, sifat-sifat syahwati, dan korelasi dunia akhirat.

(Perlu dipahami, bahwa akhlak bukan sekedar tatakrama dan sopan santun. Akhlak, tulis al-Gazali di
dalam Ihya adalah kondisi hati. Al-Gazali membedakan antara khalq [rupa lahiriah/rupa fisik] dan khulq
[rupa batiniah/bentuk tunggal dari kata akhlak])

Komponen itsbat illa Allah adalah cahaya yang menyembuhkan hati dan menyelematkannya dari akhlak
hina plus tercela. Cara kerjanya adalah mengantarkan, menstabilkan, memberi cahaya, dan
menghidupkan bahan dasar/mizaj hati dengan cahaya Allah. Kemudian, ruh menerima tajalli saksi-saksi
al-Haqq. Esensi dan sifat-sifat-Nya bertajalli. Bumi jiwa menerima cahaya dari cahaya Tuhannya.
Kegelapan sifat jiwa lenyap dari jiwa, pada saat bumi diganti dengan selain bumi begitu juga dengan
lelangitnya. Mereka nampak, karena Allah Yang Mahasatu dan Maha Memaksa.

Sesuai formula, Maka berdzikirlah kalian kepada-Ku, Aku akan berdzikir kepadamu, subjek yang
berdzikir/dzakir berubah menjadi objek dzikir/madzkur, dan madzkur berubah menjadi dzakir, lalu dzakir
itu lenyap/fana di dalam dzikir. Madzkur tetap sebagai khalifahnya dzakir. Jika kau mencari dzakir, kau
menemukan madzkur. Jika kau mencari madzkur, kau menemukan dzakir. Jika dia melihat oleh-Ku, kau
melihat-Nya. jika kau melihat-Nya, dia melihat oleh Kami. (Untuk memahami paragraf ini, hati harus
dihidupkan dengan kontinuitas dzikir secara totalitas. Dzikir ini sudah saya singgung di sini).

Anda mungkin juga menyukai