Anda di halaman 1dari 17

1

Daftar Isi

Nuzūlul-Qur`an dan Spirit Membumikan Al- Qur`an

Rahasia Di Balik Cara Turunnya Al-Qur`an


Al-Qur`an dan Arah Peradaban Manusia
Menjadi Ahlul- Qur`an
Rahasia Di Balik Cara Turunnya Al-Qur`an

َ ْ ْ َ ٰ ْ َ ٰ ََ َّ ً ٰ ْ ْ َ ْ ْ َّ َ َ َ
ُُِۚ‫ان‬ ‫ق‬ ‫ر‬‫ف‬‫ال‬‫ىُو‬‫د‬ ‫ه‬‫ُال‬‫ن‬‫ُم‬
ِ ‫ت‬ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ُو‬‫اس‬ ‫لن‬ ‫ىُل‬
ِ ‫د‬ ‫ُه‬‫ن‬‫ا‬ ْ ‫َش ْهرُُ َرمضانُال ِذيُانزلُ ِفي ِهُالق‬
‫ر‬
ِ ٍ ِ ِ ِ

“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara yang hak dan
yang batil)”. (QS al-Baqaroh [2]:185).

Bulan Ramadhan adalah bulan di mana Allah menurunkan kitab-kitab-Nya,


sebagaimana diriwayatkan dari Qatadah, dari Abul Malih, dari Watsilah yaitu Al-Asqa’,
bahwasannya Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam– bersabda,
َ َ َ َ ْ َْ َ َ ْ َّ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ْ َ ْ َ ََّ ْ َ ْ
ُ،‫ُمنُرمضان‬ َ
ِ ‫ُوأن ِزلتُالتوراةُ ِل ِس ٍتُمضين‬،‫ُمن ُرمضان‬
َ
ِ ‫ ُ ِفيُأو ِلُليل ٍة‬-‫ُعليهُالسلام‬-ُ ‫اهيم‬ َْ
ِ ‫أُن ِزلتُصحف ُِإبر‬
َ َ ْ َ َ َ ْ َ َ َْ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ َ َ ََ ْ ْ
ُ‫ينُخلت ُِم ْن َُر َمضان‬ ‫ُوأن ِزلُالف ْرقان ُِلأرب ٍعُو ِعش ِر‬، ‫َوال ِإ ِنجيل ُِلثلاثُعشرةُخلت ُِمنُرمضان‬
“Suhuf Ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, Taurat diturunkan pada
enam Ramadhan, Injil diturunkan pada tiga belas Ramadhan, dan Allah menurunkan Al-
Quran pada dua puluh empat Ramadhan.” (Musnad Ahmad: 16370)

Telah diriwayatkan pula hadits dari Jabir bin ‘Abdullah –radhiyallahu ‘anhu-. Di
dalamnya disebutkan, “Bahwasannya Zabur diturunkan pada dua belas Ramadhan dan
Injil pada sepuluh Ramadhan.” Sementara yang lainnya sebagaimana di atas yang
diriwayatkan oleh Ibnu Mardawih.

Maknanya Allah subhaanahu wa ta‘aala telah memilih bulan Ramadhan menjadi


bulan yang spesial dimana arah hidup manusia diluruskan dan diarahkan pada jalan
yang benar di dalam bimbingan wahyu Allah subhaanahu wa ta‘aala. Al Qur`an adalah
Kitab umat ini yang abadi, yang mengeluarkan manusia dari kegelapan pada cahaya. Al
Qur`an telah membentuk dan melahirkan umat ini sebagai umat yang baru, yang
merubah dan membelokan arah sejarah manusia dari kejahiliyahan, penuhanan

1
makhluk, penindasan pada yang lemah, penghambaan pada yang kuat, tata kelola
kehidupan yang dilandasai hawa nafsu dan ketidak-adilan kepada umat yang
dianugerahi ragam pilar yang bisa memantapkannya sebagai umat yang terbaik (Khairu
ummah) dimana ia terlahir dalam bimbingan langit yang berinteraksi dengan sejarah
kehidupan manusia yang kelam, di bawalah ia kepada kehidupan cahaya yang terang
benderang, (min al-zhulumāti Ilā al-Nūr) dimana peradaban manusia sampai pada
keindahan dan keagungannya baik dari pandangan bumi maupun pandangan langit.
Maka bersyukurlah kepada Allah atas nikmat Al Qur`anul Karīm ini, menyambutnya
dengan melakukan shaum di bulan saat diturunkannya.

Jika Al-Qur`an adalah anugerah bagi umat ini sekaligus pilar yang bisa
menyangga tegaknya kehidupan umat dengan benar, maka Ramadhan adalah awal
kelahiran pilar itu. Sekaligus awal kelahiran seorang muslim yang kelak bisa memikul
pilar-pilar tersebut. Singkatnya, seorang Mukmin harus hidup di bulan Ramadhan,
antara perasaan syukur kepada Allah atas petunjuknya dengan melaksanakan
perintahnya, mempersiapkan jiwanya untuk memiliki kesempurnaan duniawi dan
ukhrawi, dengan melakukan ibadah shaum yang benar dan diterima di sisi-Nya. Dan
Ramadhan harus mengingatkannya pada tugas suci untuk menjaga manhaj kehidupan
manusia agar tetap berada pada mizan (timbangan) yang benar, yang berasal dari Alla̅h
subhaanahu wa ta‘aala, ialah Al-qur`anul-kariim.

Al-qur`an adalah Kitab Allah yang mulia, maka dari segala sisinya ia dimuliakan.

• Dari sisi kedudukannya ia diturunkan dari Rabb Yang Maha Agung:

ْ َ ْ َ ْ ٌ ْ َْ ْ َ ْ ََ ْ َ َ َْ ْ َ ْ ْ ْ َ َّ ٌ ْ َ ٌ ٰ َ ٗ َّ َ
ُ‫د‬
ٍُ ‫اُمنُخل ِف ٖهُتن ِزيل ُِمنُح ِكي ٍمُح ِمي‬
ِ ‫اطل ُِمنُْۢبي ِنُيدي ِهُول‬
ِ ‫واِ نهُل ِكتبُع ِزيزُُۙلاُيأ ِتي ِهُالب‬

“dan sesungguhnya Al Qur`an itu adalah kitab yang mulia. Yang tidak datang kepadanya
(Al Qur`an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari
Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS Fushilat [41]:41-42).

• Dari sisi yang menyampaikannya, Allah telah memilih malaikat yang terbaik di
antara malaikat-malaikat-Nya:
َ َ َْ َ
ُ‫ن‬ ْ َّ َ ُّ ْ َ ْ َ ْ
ٍُ ‫ُعند ُِذىُالعر ِشُم ِكي ٍنُۙمط ٍاعُثمُا ِمي‬ َّ ْ ْ ْ َ ْ َ َ ٗ َّ
ِ ‫ِان ُهُلقولُرسو ٍلُك ِري ٍمۙ ُِذيُقو ٍة‬

“Sesungguhnya Al Quran itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang
mulia (Jibril). Yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi
Allah yang mempunyai ´Arsy. Yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya .” (QS
At-takwiir 81:19-21).

• Dari sisi yang menerimanya untuk disampaikan kepada umat manusia, Allah telah
memilih Nabi termulia penutup para Nabi dan penyempurna risalah-Nya yang
ditinggikan namanya:
َ ْ َ َ َ ْ َ
ُ ‫َو َرفعناُلك ُِذك َر‬
ُ‫ك‬

“Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” (QS Al-Insyirah [94]: 4).

• Dari sisi waktunya, ia diturunkan di bulan yang paling mulia:

َ ْ ْ َ ٰ ْ َ ٰ ََ َّ ً ٰ ْ ْ َ ْ ْ َّ َ َ َ َ
ُُِۚ‫ان‬
ِ ‫ق‬ ‫ر‬‫ف‬‫ال‬‫ىُو‬‫د‬ ‫ه‬‫ُال‬‫ن‬‫ُم‬ ‫ت‬ ‫ن‬
ِ ٍ ِ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ُو‬‫اس‬ ‫لن‬
ِ ِ ‫ىُل‬‫د‬ ‫ُه‬‫ن‬‫ا‬ ‫ش ْهرُُ َرمضانُال ِذيُان ِزلُ ِفي ِهُالق ْر‬

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur`an…” (QS al-baqaroh [2]: 185).

• Dan cara turunnya Al-qur`an pun istimewa,

Berbeda dengan kitab-kitab samawi lainnya, yang menunjukan penjagaan dan


kemukjizatan didalamnya, hal ini seperti yang dikatakan oleh Imam As-suyuthi dalam
kitabnya “Al-itqaan” (1/134): “bahwasanya Al-Qur`an ini diturunkan ke langit dunia
pada malam bulan purnama langsung secara sekaligus, kemudian diturunkan secara
berangsur-angsur selama dua puluh tahun, dua puluh tiga atau dua puluh lima bulan,
sesuai perbedaan pendapat para ulama tentang masa menetapnya Rasulullah di kota
Makkah setelah di utus menjadi Nabi”.

Dan Dikemukakan oleh Al- Hakim, Al-Baihaqi dan yang lainnya dari riwayat
Manshur dari Said bin Jubair, dari Abdullah bin Abbas radhialla̅hu ‘anhu, ia berkata : Al-
Qur`an ini diturunkan saat Lailatul-Qadr ke langit dunia secara sekaligus, dan adalah
turunnya itu di tempat beredarnya bintang-bintang, kemudian setelah itu All𝑎̅h
subhaanahu wa ta‘aala menurunkannya kepada Nabi shallall𝑎̅hu ‘alaihi wa sallam
sedikit demi sedikit (secara berangsur-angsur).

Imam An-Nasa’I juga meriwayatkan dengan sanad yang shohih dari Ibnu Abbas
radhiall𝑎̅hu ‘anhuma, beliau berkata :

َّ َ ْ َ َ َّ َ َّ َ َ ْ َ َّ ْ َ َ ْ َ َ َ َ َ ْ ُّ َ َّ ْ
َّ‫ُالع‬ َْ َ
ُ،‫ُو َسل َم‬ ‫ُالسلامُين ِزلهُعلىُالنبي ُصلى ُاهللُعلي ِه‬ ‫ُجب ِريلُعلي ِه‬
ِ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫ج‬ ‫ُف‬،‫ا‬‫ي‬ ‫ن‬‫ُالد‬ ‫اء‬
ِ ‫م‬ ‫يُالس‬ ‫ُف‬
ِ ‫ة‬
ِ ‫ز‬ ِ ‫يُبي ِت‬ ‫فو ِض َع ُِف‬
ِ ِ
ً َ
ُ‫َوي َر ِتلهُت ْر ِتيلا‬

“Al-qur’an diletakkan di baitil izzah dari langit dunia kemudian Jibril turun dengan
membawanya kepada Muhammad shallall𝑎̅hu ‘alaihi wa sallam.” (HR An-Nasa’i no.
7991)

Maka Al-qur`an diturunkan secara bertahap:

• Tahap Pertama: Al-qur`an diturunkan di Lauh Mahfudh


sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
ْ َّ َ ٌ َّ ٌ ٰ ْ َ ْ َ
ُُࣖ‫ُمج ْيدۙ ُِف ْيُل ْو ٍحُمحف ْو ٍظ‬
ِ ‫بلُهوُقران‬
“bahkan yang di dustakan itu ialah Al-Qur`an yang mulia, yang tersimpan di Lauhul
Mahfudz.” (QS Al-Buruj [85]: 21-22).

• Tahap kedua: Al-Qur’an turun dari Lauh Mahfudh ke Baitul `Izzah di Sama’ ad-
Dunya (langit dunia)
sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
ْ َْ َ َ ٰ ْ ْ َ َّ
ُ‫ِاناُان َزلنه ُِف ْيُل ْيل ِةُالقد ُِر‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur`an) pada malam kemuliaan .” (QS
Al-qadr [97]: 1)

َ ْ ْ َّ َّ َ َ ٰ ُّ َ ْ َ ْ ٰ ْ َ ْ َ َّ
ُ‫ن‬
ُ ‫ِاناُانزلنه ُِفيُليل ٍةُمبرك ٍة ُِاناُكناُمن ِذ ِري‬
“Sesungguhnya kami menurunkannya (Al-Qur`an) pada malam yang diberkahi.” (QS
Ad-dukhan [44]:3).

• Tahap ketiga: Al-Qur`an turun dari Baitul-Izzah di langit dunia langsung kepada
Nabi Muhammad shallalla̅hu ‘alaihi wa sallam.
ً َْ ْٰ َ ْ ٰ َ َّ َ َ ٗ َ َ ْ َ ٰ ْ َ َ ً ٰ ْ َ
ُُ‫ث َُّونَّزلنهُتن ِز ْيلا‬
ٍ ‫ك‬ ‫ىُم‬ ‫ل‬ ‫ُع‬ ‫اس‬
ِ ‫ىُالن‬‫وقراناُفرقنهُ ِلتقراهُعل‬
“Dan Al Qur`an itu telah Kami turunkan dengan berangsur-angsur agar kamu
membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian
demi bagian.” (QS Al-Israa 17: 106).

Setelah diturunkan secara keseluruhan dari Lauh Mahfudz ke langit Dunia


(Baitul-Izzah), Al-Qur`an turun secara berangsur selama dua puluh tahun, dua puluh
tiga atau dua puluh lima bulan. dan ayat pertama yang turun menurut jumhur ulama
ialah surat Al-Alaq ayat 1-5. Ini berdasarkan riwayat yang dikeluarkan oleh Imam
Bukhori dan Imam Muslim dalam kitab Shohih keduanya dari ‘A`isyah radhialla̅hu
‘anhaa. Dan inilah yang menjadi dasar kebanyakan kaum muslim dalam memperingati
nuzulul qur`an, walaupun ulama berbeda pendapat tentang bulan dan tanggalnya, dan
adapun yang menyebutkan tanggal 17 Ramadhan adalah apa yang disebutkan oleh
Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya Al-Bidayah wan-Nihayah (3/6):

“Al-Waqidi meriwayatkan dari Abu Ja’far Al-Baqir yang mengatakan bahwa: ‘wahyu
pertama kali turun pada Rasulull𝑎̅h shallall𝑎̅hu ‘alaihi wa sallam pada hari senin 17
Ramadhan malam dan dikatakan juga 24 Ramadhan.’”

Bila kita merenungkan cara Al-qur`an ini diturunkan, sungguh didalamnya


terdapat mukjizat, karena tartib (susunan) mushaf Al-qur`an secara keseluruhan yang
ada di hadapan kita saat ini yang dikumpulkan di zaman khalifah Abu Bakar radhialla̅hu
‘anhu. dan dituliskan dalam satu mushaf di zaman khalifah Utsman radhialla̅hu ‘anhu,
yang dimulai dari surat Al-fatihah sampai dengan surat An-Naas adalah berbeda dengan
tartib nuzul (susunan turunnya Al-qur’an), dimana Al-qur`an diturunkan oleh malaikat
Jibril kepada Nabi Muhammad Rasulull𝑎̅h shallall𝑎̅hu ‘alaihi wa sallam dimulai dari Al-
alaq secara berangsur sesuai dengan peristiwa-peristiwa, sebab-sebab, keadaan dan
hikmah lainnya. Hal ini seperti Puzzle yang sudah diketahui gambaran utuhnya, namun
diberikan bagian-bagiannya secara berangsur untuk ditempatkan pada tempatnya
dengan waktu yang lama. Dan yang menakjubkan lagi tartib mushaf ini sungguh tertata
dengan indah, baik dari susunan suratnya maupun susunan ayat dan kata-katanya
menunjukan kesempurnaan balaghoh dengan untaian yang indah. Hal ini tidaklah
dapat diperbuat kecuali oleh Yang Maha Mengetahui yang syahadah(Nampak) dan yang
ghaib Allah Subhaanahu wata’alaa.

Kombinasi dari dua cara turunnya Al-qur’an ini, keduanya memberikan kesan
kepada makna Al-qur’an. Dengan tartib Nuzul Allah mentarbiyyah Rasulull𝑎̅h
shallall𝑎̅hu ‘alaihi wa sallam tahapan demi tahapan untuk menjadi uswah bagi umatnya
bagaimana sosok pribadi muslim seharusnya, dan membina masyarakat Islam (Takwiin
Almujtama’I Al-Islaamiy) dari dakwah kepada keluarga dan kerabat hingga tercipta
suatu tatanan masyarakat Islam yang diberkahi, sehingga ayat-ayat Al-qur’an bukanlah
sekedar konsep, namun betul-betul terwujud, tertanam kuat, hadir dan nyata dalam
pribadi-pribadi sahabat radhiall𝑎̅hu ‘anhum dan masyarakat muslim. Seperti disebutkan
dalam Al-Qur`an:
ً ْ َ ٰ ْ ََّ َ َ َ َ َ َ َ ٰ َ ً َ َّ ً َ ْ ٰ ْ ََْ َ َ ْ َ ْ َ َ َ ْ َّ َ َ َ
ْ
ُ‫احدةُُۛكذ ِلكُُۛ ِلنث ِبت ُِب ٖهُفؤادكُورُت ُلنهُتر ِتيلا‬ ْ
ِ ‫الُال ِذينُكفرواُلولاُن ِزلُعلي ِهُالقرانُجملةُو‬
ُ ‫وق‬
“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Quran itu tidak diturunkan kepadanya
sekali turun saja?"; demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami
membacanya secara tartil (teratur dan benar)” (QS Al-furqon [25]: 32).

Dengan tartib Mushaf, umat muslim membaca dan menghafalkannya, para


mufassirin menafsirkannya, dan para fuqoha mengistinbath (menarik) hukum, dan
masyarakat Islam menjadikannya dustur (undang-undang) dan pedoman hidup, dimana
susunan mushaf yang serasi ini dengan hikmah dan rahasia Allah mengandung
kemudahan bagi umat muslim untuk mempelajari dan berinteraksi dengannya.
Dan tak kalah penting selain dua cara memahami Al-qur`an di atas, adalah
bagaimana kita dapat menafsirkan Al-qur`an secara haqiqi dalam kehidupan kita,
seperti seorang Ulama mengatakan: “Tafsirkanlah Al-qur`an dengan amalmu, dengan
jiwa agama, dengan setiap tetes darah dan setiap hembusan nafasmu, dan dengan
apapun yang ada padamu. Insyaallah kamu dan kita sekalian akan segera dapat
menyaksikan dan menikmati syiarul Islam. Inilah realisasi Al-qur`an”.

Al-Qur`an dan Arah Peradaban Manusia

Sekitar 200 tahun yang lalu William Ewart Gladstone (1809-1898), mantan PM
Inggris mengatakan: “Percuma kita memerangi umat Islam, dan tidak akan mampu
menguasasinya selama di dalam dada pemuda-pemuda Islam bertengger Al-Qur`an.
Tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Qur`an dari hati mereka, baru kita akan
menang dan menguasai mereka.

Al-Qur`an pun telah mengisyaratkan bagaimana upaya musuh Allah menjauhkan


kita dari Al-qur`an, Firman Allah Alla̅h subhaanahu wa ta‘aala:

َ ْ ْ َ ْ َّ َ َ ْ ْ َ ْ َ ٰ ْ ْ َ ٰ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َ ْ َّ َ َ َ
ُ ‫الُال ِذينُكفرواُلاُتسمعواُ ِلهذاُالقرا ِنُوالغواُ ِفي ِهُلعلكمُتغ ِلبو‬
ُ‫ن‬ ُ ‫وق‬

“Dan orang-orang yang kafir berkata: "Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-
sungguh akan Al Quran ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat
mengalahkan mereka". (QS Fussilat [41]: 26)

Maka dibuatlah hiruk pikuk di dunia ini, dengan model dan cara kehidupan yang
sedemikian rupa yang menjauhkan kita dari Al-Qur`an. Gaya hidup manusia dibuat agar
kita tersita dengan urusan dunia tanpa dapat setiap dari diri kita lepas dari
cengkramannya. Dari semenjak kanak-kanak kita dipaksa dan dijejali mengkonsumsi
nilai-nilai Non-qur`ani yang merasuk ke dalam sendi-sendi kehidupan, cara pandang
kita secara perlahan ditarik untuk menjauhi Al-qur`an, maka lemahlah himmah
(semangat) kita terhadap Al-Qur`an, hilanglah kesyukuran kita terhadap karunia
nuzulul-qur`an, dan menjauhlah langkah gerak kehidupan kita dari panduan dan
arahan Al-qur`an.
Padahal di dalam hadis Rasulullallah Shallallahu Alaihi Wasallam telah bersabda:
َ
َ ْ َ َ َ َ ً َ ْ َ ْ َ َ ْ َ َْ َ َ
ُ‫مسلم‬-‫ن‬
ُ ‫ابُأقواماُوُيضع ُِب ِهُآخ ِري‬ِ ‫ِإنُاهللُيرفع ُِبهذاُال ِكت‬

”Sesungguhnya Allah mengangkat dengan kitab ini (Al Qur`an) kaum-kaum dan
merendahkan dengannya yang lain”. (HR Muslim)

Maknanya, sesungguhnya Allah Ta’ala mengangkat dengan Al Qur`an, yakni


dengan mengimaninya, mengagungkannya serta mengamalkannya dengan ikhlas
derajat kaum-kaum. Allah Ta’ala menjadikan mereka mulia dan terhormat baik di dunia
maupun akhirat. Dan Allah merendahkan serta menghinakan yang lain dengan Al
Qur`an yakni mereka yang tidak mengimaninya, atau beriman dengannya namun tidak
mengamalkannya secara ikhlas. (lihat, Faidh Al Qadir, 2/302).

Keterpurukan peradaban dimulai dengan meninggalkan Al-Qur’an, inilah petaka


bagi sejarah kehidupan manusia, yang menyebabkan umat manusia kembali hidup
dalam kejahiliyyahan, dan kehidupan yang sempit:

ْ ََ ْ َ َ َْ ْ َ ْ ْ ْ َ َّ ٌ ْ َ ٌ ٰ َ ٗ َّ َ ْ َ ََّ ْ ْ َ َ َ ْ َّ َّ
ُ‫دي ِهُ ولاُ ِمن‬
ُ ‫اطلُ ِمنُْۢ بي ِنُ ي‬ َ
ِ ‫ززُُۙ لاُ يأ ِتي ِهُ الب‬
‫الذك ِرُ لماُ جاۤءهمُواِ نهُ ل ِكتبُ ع ِ ي‬ِ ‫نُُال ِذينُكفرواُ ِب‬ ُ ‫ِا‬
َ َ ٌ َْ ْ َ
ٍُ ‫خل ِف ٖهُتن ِز ْيل ُِم ْنُح ِك ْي ٍمُح ِم ْي‬
ُ‫د‬

“Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari Al-Qur’an ketika (Al-Qur’an) itu disampaikan


kepada mereka, (pasti mereka akan celaka). Sesungguhnya (Al-Qur’an) itu adalah kitab yang
mulia. Tidak ada kebatilan yang mendatanginya, baik dari depan maupun dari belakang.672)
(Al-Qur’an itu adalah) kitab yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha
Terpuji”. (QS Fussilat [41]: 41-42)

ٰ ْ َ َ ٰ ْ َ ْ َ ٗ ْ َ َّ ً ْ َ ً َ ْ َ ٗ َ َّ َ ْ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ
ُ‫ى‬
ُ ‫نُاعرضُعن ُِذك ِريُف ِانُلهُم ِعيشةُضنكاُونحشرهُيومُال ِقيم ِةُاعم‬ ُ ‫وم‬

“Siapa yang berpaling dari peringatan-Ku (Al-Qur’an), maka sesungguhnya baginya kehidupan
yang sempit. Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.” (QS Taha
[20]: 124)
Momentum nuzulul-Qur`an mudah-mudahan lebih dapat menyadarkan kita
kembali akan kedudukan Al-qur`an yang mulia sebagai pedoman kehidupan, maka
marilah kita membangun kembali generasi qur`ani yang mengambil sumber
pengambilannya hanya kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah semata, generasi yang bersih
jiwanya, bersih otaknya, bersih konsepsinya, bersih pemikirannya, bersih proses
pembentukannya dari setiap pengaruh lainnya selain dari konsep Illahi yang telah
terkandung dalam Al-Qur`anul Kariim. Ini tidak bisa diraih kecuali dengan
kesungguhan kita untuk mengerahkan segala daya upaya yang kita miliki untuk
senantiasa mempelajarinya, mentaddaburi ayat-ayatnya, menanamkannya dalam dada-
dada kita, dan betul-betul berpegang teguh dalam menjadikannya sebagai panduan
dalam berpikir, dalam mengelola diri dan keluarga kita, dalam hidup di tengah
masyarakat, dan dalam membangun peradaban.

Menjadi Ahlul- Qur`an

Tatkala Alla̅h subhaanahu wa ta‘aala menurunkan ayat (QS Ali Imran 3: 92) yang
berbunyi:

َ َ ّٰ َّ َ ْ َ ْ ْ ْ َ َ َ ْ ُّ َّ ْ ْ ّٰ َ َّ ْ َ َ َْ
ُ‫ُاهلل ُِب ٖهُع ِل ْي ٌُم‬‫اُمنُشي ٍءُف ِان‬
ِ ‫و‬‫ق‬‫ف‬ِ ‫ن‬‫اُت‬‫م‬ ‫و‬ُ‫ن‬‫و‬‫ب‬ ‫ح‬ ‫اُت‬
ِ ‫اُِم‬
ِ ‫و‬‫ق‬ ‫ف‬
ِ ‫ن‬ ‫ىُت‬ ‫ت‬‫ُح‬‫ر‬‫ب‬ِ ‫واُال‬‫ال‬‫ن‬ ‫نُت‬
ُ‫ل‬

“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan
Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya”.

Zaid bin Haritsah sahabat Rasulullah langsung datang kepada Rasulullah dengan
membawa kuda tunggangan miliknya dan kuda itu sangat disenanginya. Lalu Zaid
berkata : “Ya Rasulullah aku ingin mengamalkan ayat ini. Inilah kuda tungganganku
yang sebagai engkau ketahui kuda ini adalah tunggangan yang sangat aku senangi.
Terimalah kuda ini sebagai sedekahku dan sudilah engkau memberikannya kepada yang
patut menerimanya.

Demikian pula sahabat lainnya Abu Thalhah datang kepada Rasulullah dan berkata : “Ya
Rasulullah sesungguhnya Allah berfirman : Kamu sekali kali tidak tidak akan sampai
kepada kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang
kamu cintai” Sesungguhnya harta kekayaan yang paling aku sukai adalah Bairuha’ dan
aku bermaksud untuk menyedekahkannya yang dengannya aku berharap mendapat
kebaikan dan simpanan di sisi Allah. Maka manfaatkanlah kebun itu ya Rasulullah
seperti apa yang ditunjukkan Allah kepada engkau”.

Kisah yang menakjubkan yang menggambarkan bagaimana Rasulullah dan para


sahabat bersegera dalam menunaikan tuntutan Al-qur’an terjadi pula seperti yang
dikisahkan oleh ‘Aisyah radhiall𝑎̅hu ‘anhā.

Beliau berkata: “Sesungguhnya wanita-wanita Quraisy memiliki keutamaan, dan demi


Allah aku tidak melihat yang lebih utama daripada wanita-wanita Anshar, yang lebih
membenarkan Kitab Allah dan beriman kepada wahyu.

Ketika turun ayat dalam Surat An-Nur,

َّ ْ ٰ َ َّ َ ْ ْ ََْ
َُّۖ‫وليض ِربن ُِبخم ِر ِهنُعلىُجيو ِب ِهن‬

"Hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya…." (QS An-Nur [24]: 31)

Maka kalangan laki-laki langsung pergi menemui para wanita mereka untuk
membacakan apa yang diturunkan Allah pada mereka. Seorang laki-laki
membacakannya kepada istrinya, anak perempuannya, saudarinya, dan setiap
kerabatnya. Tak seorang wanitapun di antar mereka melainkan mengambil kainnya yang
bergambar lalu mengerudungkan di kepalanya, demi membenarkan dan beriman
kepada apa yang diturunkan Allah dari Kitab-Nya. Maka, mereka pun berada di belakang
Rasululla̅h shallalla̅hu ‘alaihi wa sallam dengan berkerudung, seolah-olah di atas kepala
mereka ada burung gagak.

Di antara keajaiban ketundukan kepada syariat Allah, bahwa ada sekumpulan


orang di antara mereka, yang ketika mendengar ayat larangan khamr (QS Al-maidah 5:
91) turun, sementara di tangan ada gelas khamr yang sebagiannya sudah masuk ke
mulut, maka dia langsung memuntahkannya, dan berkata. “Kami sudah berhenti wahai
Rabbi, kami sudah berhenti wahai Rabbi”.

Demikianlah Kita menyaksikan bagaimana jiwa-jiwa yang begitu tunduk dan


luluh di hadapan Al-Qur’an. Para sahabat telah menjadikan Al-Qur’an sebagai
minhaj/pedoman hidup mereka. Setiap kali ada sebagian di antara ayat-ayat Al-Qur’an
yang turun, mereka bersegera melaksanakan dan mengamalkannya, tanpa mengulur-
ulur, menunda-nunda dan ragu-ragu.

Adalah suatu hal yang perlu Kita syukuri umat Islam saat ini begitu besar
perhatiannya terhadap Al-qur’an, anak-anak, remaja, orang tua, berduyun-duyun
untuk dapat membaca Al-qur’an dengan benar dan indah. Program-program tahfizh Al-
qur’an pun berjamuran, program khataman Al-qur’an, kajian-kajian tafsir pun sudah
marak diselenggarakan.

Namun, ada hal lain juga yang harus Kita perhatikan selain hal-hal di atas, dan
perkara ini adalah perkara yang paling mulia dalam mengagungkan Allah ta’ala dan
beradab terhadap firman-Nya. Karena selain Kita dituntut untuk membaca, menghafal
dan memahami Al-qur’an dengan benar, namun kewajiban yang lebih besar bagi Kita
adalah bagaimana Kita dituntut untuk mengikuti dan mengamalkan Al-qur’an.

Alla̅h subhaanahu wa ta‘aala berfirman:


َ ْٰ َ ٰۤ َ ْ َ ْ َ ٰۤ َ َّ َ ٗ َ ْ ٰ ْ ٰ ْ َ ٰ َ ْ ََّ
ُُࣖ‫نُاتينهمُال ِكت َب َُيتل ْونهُحق ُِتل َاو ِت ٖهُاول ِٕىكُيؤ ِمن ْون ُِب ٖهُ َُو َم ْن َُّيكف ْر ُِب ٖهُفاول ِٕىكُهُمُالخ ِسر ْون‬ ُ ‫ال ِذي‬

“Orang-orang yang Telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya


dengan bacaan yang sebenarnya, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang
ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi”. (QS Al-baqarah [2]:
121)

Ibnu Mas’ud radhiall𝑎̅hu ‘anhu, berkaitan dengan ayat ini mengatakan,


َ َ َ ْ َ ََ َ َْ َ ْ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َ َّ َ ْ َ َ َ َّ َ َّ َ ْ َ ْ َّ َ
ْ َ َ َ
ُ‫ُولاُيح ِرفُالك ِلمُعن‬،‫ُويقرأهُكماُأنزلهُاهلل‬،‫ُويح ِرمُحرامه‬،‫ُيحلُحلاله‬ ِ ‫ُأن‬ ُ ‫وال ِذيُنف ِسي ُِبي ِد ِه ُِإنُحق ُِتلاو ِت ِه‬
َْ َ َ ً َ ْ َ َ َ َ
َ ْ َ َ
ُُ‫ُولاُيتأَّول ُِمنهُشيئاُعلىُغ ْي ِرُتأ ِو ْي ِل ِه‬، ‫اض ِع ِه‬ َ َ
ِ ‫مو‬
َ َ َ
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya, (maksud dari) “ُِ‫حق ُِتل َاوتِه‬
(membacanya dengan bacaan yang sebenarnya) adalah hendaklah seseorang
menghalalkan yang dihalalkan oleh al-Qur’an, mengharamkan sesuatu yang
diharamkan al-Qur’an, membacanya seperti halnya Allah menurunkannya, tidak
mengubah perkataan dari tempat-tempatnya, dan tidak menakwilkan/menafsirkan
sesuatu apa pun darinya dengan selain penakwilannya (Tafsir ath Thobariy 2/567)
َ َّ َ َ ْ َّ َ َ َّ
Mujahid –rahimahullah- mengatakan,(maksud dari) ُِ‫ َيتل ْونهُحق ُِتل َاوتِه‬, yakni : ُ‫َيت ِبع ْونهُحق‬
َ
ِ ‫ ِاتِب‬mengikutinya dengan sebenar-benar mengikutinya.
ُِ‫اعه‬

Di antara kaum muslimin banyak yang mencari barakah dari para penghafalnya
dan menghiasi dinding rumah dengan ayat-ayatnya. Mereka lupa bahwa Barakah Al-
Qur’an datang jika hukum-hukumnya diikuti dan diterapkan, sebagaimana firman-Nya:
َ َ َّ َ َّ َّ َ ٌ ٰ ٰ ْ ْ َ ٰ َ ٰ
َ
ُ ‫َوهذاُ ِكت ٌبُان َزلنهُمب َركُفات ِبع ْوه َُواتق ْواُلعلك ْمُت ْرحم ْو‬
ُۙ‫ن‬

“Dan Al-Quran itu adalah Kitab yang kami turunkan yang diberkahi, Maka ikutilah dia
dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat”. (QS Al-an’am [6]: 155)

Maka, orang yang membaca al-Qur’an dan yang membawanya hendaknya


bertakwa kepada Allah pada dirinya, ikhlas ketika membacanya, mengamalkannya,
berhati-hati jangan sampai menyelisihi al-Qur’an dan berpaling dari hukum-hukum
dan adab-adabnya, agar tidak mendapatkan celaan seperti halnya yang menimpa orang-
orang Yahudi yang mana Allah berfirman tentang mereka,

ً َ َْ َْ َ ْ َ ََ َ ْ َ ْ َ َّ َ َ ْ َّ َ َّ َ َ
ُ‫ُالحم ِارُيح ِملُأسفارا‬
ِ ‫مثلُال ِذينُح ِملواُالتوراةُثمُلمُيح ِملوهاُكمث ِل‬

“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada


memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal”. (QS al-
Jumu’ah [62]: 5)

Ibnu Jarir meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Mas’ud – radhiall𝑎̅hu ‘anhu
-, ia berkata, “seorang di antara kami bila telah mempelajari 10 ayat tidak melampauinya
hingga ia mengetahui makna-maknanya dan beramal dengan apa yang terkandung di
dalam ayat-ayat tersebut (Tafsir ath Thobari, 1/80).

Umat Kita pada kurun terbaik telah berinteraksi dengan Al-Qur’an secara baik
dan benar, sehingga baik dan benar pula pemahamannya, tidak berhenti disitu mereka
juga telah mengamalkan Al-qur’an dalam berbagai lapangan kehidupan. Al-Qur’an
telah merombak kehidupan mereka secara total, sehingga Islam tumbuh menjadi
peradaban yang indah yang tiada duanya.
Maka Ahlul-Qur’an bukanlah yang hanya sekedar membaca dan menghafal
lafazhnya. Ahlul qur’an mendapat kedudukan yang begitu istimewa di sisi Allah, seperti
yang disebutkan dalam hadits dari Anas bin Mâlik radhiall𝑎̅hu ‘anhu beliau berkata:
Rasululla̅h shallall𝑎̅hu ‘alaihi wa sallam bersabda:
َ ْ ْ َ َ َ ْ ْ َ َّ َ َ
َّ َ َ َّ ْ ْ ْ َ َ َ َّ َ َ ْ َّ َّ
ُ‫ُاهللُوخاصته‬
ِ ‫ُأهل‬،‫آن‬
ِ ‫ر‬ُ ‫ُهمُأهلُالق‬:‫ُمنُهم؟ُقال‬،‫ُاهلل‬
ِ ‫ُياُرسول‬:‫اسُقالوا‬
ِ ‫ُهللُأه ِلين ُِمنُالن‬
ِ ِ ‫ِإن‬

“Sesungguhnya di antara manusia ada yang menjadi ‘ahli’ Allâh”. Para


Sahabat Radhiyallahu anhum bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Siapakah mereka?’ Beliau
shallall𝑎̅hu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Mereka adalah ahli al-Qur’an, (merekalah) ahli
(orang-orang yang dekat dan dicintai) Allâh dan diistimewakan di sisi-Nya”. (HR Ahmad,
3/127; Ibnu Mâjah, 1/78; dan al-Hâkim, 1/743)

Al-Munawi dalam kitabnya Faidhul Qadîr mengatakan: “Hadits ini menunjukkan


tingginya kedudukan dan kemuliaan orang-orang yang menjadi ahli al-Qur’an, karena
mereka disebut sebagai ‘ahli Allâh’. Artinya merekalah para wali (kekasih) Allah Azza wa
Jalla yang sangat dekat dan istimewa di sisi-Nya, sebagaimana seorang manusia dekat
dengan ‘ahli’ (keluarga)nya. Gelar ini merupakan bentuk pemuliaan dan pengagungan
terhadap mereka. Beliau juga mengatakan Ahli al-Qur’an adalah orang-orang beriman
yang berusaha menghafalnya dan membacanya dengan benar, serta memahami dan
mengamalkan kandungannya.

Imam Ibn Qayyim al-Jauziyah berkata:


َ َ َ َْ ْ َ ْ َ َ َْ َْ ْ َ َ
ُْ‫ُحف َظه َُول ْم َُي ْف َه ْمه َُولم‬َ ْ َ َّ َ َ َ َ َ َ ْ
ِ ‫أنُهمُالعا ِلمون ُِب ِهُوالع ِاملون ُِبماُ ِف‬ ْ ْ
ِ ُ ‫ُأماُمن‬،‫يهُو ِإنُلمُيحفظوهُعنُظه ِرُقل ٍب‬ ِ ‫أهلُالقر‬
ْ َّ َ َ َ َ َ ََ ْ َ ْ َ ْ َ ‫يه َُف َل‬ َ ْ ْ
ُ‫يس ُِمنُأه ِل ِهُو ِإنُأقامُحروفه ُِإقامُةُالسه ِم‬ ِ ‫َيع َمل ُِبماُ ِف‬

“Ahlul Qur’an adalah mereka yang memahami Al-Qur’an dan mengamalkan isinya
meski pun belum hafal di luar kepala. Adapun yang telah hafal tapi tidak memahaminya
dan tidak mengamalkan isinya maka bukan termasuk Ahlul Qur’an meskipun mampu
memberdirikan huruf-hurufnya seperti memberdirikan anak-anak panah”.

Marilah menjadi ahlul-qur’an, menjadi diri yang jiwa dan raganya penuh
kesiapan dan bersegera dalam menunaikan segala perintah Alla̅h subhaanahu wa ta‘aala
dan menjauhi larangan-Nya di dalam Al-qur’an.
‫وهللا تعالى أعلم بالصواب‬
1

Anda mungkin juga menyukai