Dahulu …
Ada seorang lelaki yang beribadah selama 60 tahun lamanya
Lalu ia terfitnah oleh seorang wanita
Dan berzina dengannya selama enam hari
Lalu ia sadar dan bertobat
Ia pun pergi meninggalkan tempat ibadahnya
Lalu ia singgah di sebuah masjid
Dan tinggal di sana selama tiga hari tak ada makanan
Suatu ketika ada orang yang memberinya roti
Ketika ia hendak memakannya
Ia melihat dua orang yang amat membutuhkan
Ia pun memotong roti
Dan memberikannya kepada keduanya
Sementara ia tak makan
Maka Allah memerintahkan malaikat untuk menimbang
Antara amalannya selama 60 tahun dan zinanya selama enam hari
Ternyata lebih berat zina selama enam hari
Lalu Allah memerintahkan menimbang zinanya enam hari dengan dua potong roti
Ternyata lebih berat dua potong roti
[Diriwayatkan oleh Nadlr bin Syumail dari perkataan ibnu Mas’ud. Dan ibnu Abu
Nuaim meriwayatkan juga kisah yang sama dari Abu Musa Al Asy’ari dengan sanad
yang shahih]
Lihatlah …
Ibadah 60 puluh tahun dikalahkan oleh zina enam hari
Tidakkah menjadi takut hati kita untuk berbuat maksiat?
Lihat juga
Ternyata berinfak di saat kita butuh
Melebihi ibadah selama 60 tahun
Namun itu tak mudah
Karena jiwa amat mencintai harta
Kecuali orang yang Allah berikan kekuatan padanya.
Berikut ini adalah hadis lengkapnya:
)351 /2( مصنف ابن أبي شيبة
9813 – حدثنا بن سعيد عن سفيان عن سلمة بن كهيل عن أبي الزعراء
عن عبد هللا أن راهبا عبد هللا في صومعته ستين سنة فجاءت امرأة فنزلت إلى جنبه فنزل إليها فواقعها ست ليال
ثم سقط في يده ثم هرب فأتى مسجدا فأوى فيه
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
“Ada seorang ahli ibadah yang menyembah Allah di musholla pribadinya selama 60
tahun lamanya. Setelah itu ada seorang perempuan yang singgah di mushollanya.
Akhirnya si ahli ibadah mendekati wanita itu dan berzina dengannya selama enam
hari. Kemudian dia menyesali perbuatannya dan lari menjauhi wanita tersebut. Pada
akhirnya dia bermalam di suatu masjid.
فمكث ثالثا ال يطعم شيئا فأتى برغيف فكسر نصفه فأعطاه رجال عن يمينه وأعطى اآلخر رجال عن يساره
Selama tiga hari tinggal di masjid tersebut tidak ada satu pun makanan yang masuk ke
dalam perutnya. Setelah tiga hari, ada seorang yang memberi sepotong roti
kepadanya. Satu potong roti tersebut lantas dibagi menjadi dua bagian. Satu bagian
dia berikan kepada orang yang ada di sebelah kanannya dan bagian yang lain dia
berikan kepada orang yang ada di sebelah kirinya.
ثم بعث إليك ملك فقبض روحه فوضع عمل ستين سنة في كفة ووضعت السيئة في أخرى فرجحت ثم جيء
بالرغيف فرجح بالسيئة
Lantas Allah kirimkan malaikat untuk mencabut nyawanya. Di hari Kiamat ibadah
selama 60 tahun diletakkan di satu daun timbangan dan zina enam hari di daun
timbangan yang kedua. Ternyata yang lebih berat adalah timbangan kejelekannya.
Daun timbangan kebaikan lantas ditambahi dengan sepotong roti. Hasilnya amal
kebaikannya lebih berat.” [Riwayat Ibnu Abi Syaibah dinilai shahih oleh al-Albani
dalam Shahih Targhib wa Tarhib]
Sumber: http://www.salamdakwah.com/baca-artikel/kisah-sepotong-roti.html
Dalam satu hadits riwayat Imam Muslim, sahabat Jabir radhiyallahu 'anhu (RA)
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: "Tidak ada amalan seorang pun yang bisa
memasukkannya ke dalam surga, dan menyelamatkannya dari neraka. Tidak juga
denganku, kecuali dengan rahmat dari Allah".
Dikisahkan dari sahabat Jabir RA, Nabi Muhammad shalallahu 'alaihi wa sallam
(SAW) mendatangi kami kemudian Beliau bersabda: "Jibril berkata: Wahai
Muhammad, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran,
sesungguhnya Allah 'Azza wa Jalla memiliki seorang hamba telah beribadah kepada
Allah selama lima ratus tahun di puncak gunung di sebuah pulau yang dikelilingi
dengan lautan yang lebar dan tinggi gunung itu adalah tiga puluh dzira".
Jarak dari setiap tepi lautan yang mengelilingi gunung itu adalah empat ribu farsakh.
Di gunung itu terdapat sebuah mata air selebar beberapa jari. Dari mata air itu
mengalir air segar dan berkumpul ke sebuah telaga di kaki gunung.
Di sana juga terdapat pohon-pohon delima yang selalu berbuah setiap hari sebagai
bekal hamba tersebut beribadah kepada Allah setia harinya. Setiap kali menjelang
sore, hamba itu turun dari gunung ke telaga untuk mengambil air wudlu, sekaligus
memetik buah delima lalu memakannya, baru kemudian mengerjakan salat.
Usai salat, hamba itu selalu berdoa kepada Allah Taala, supaya kelak ketika ajalnya
menjemput, dia wafat dalam keadaan bersujud kepada Allah dan dia juga berdoa
supaya setelah kematiannya, jasadnya tidak dirusak oleh bumi dan oleh apapun juga
sampai datangnya hari kebangkitan.
Allah Ta'ala pun mengabulkan semua doa hamba tersebut. Kemudian Allah
berfirman: "Masukkan hambaKu ini ke surga dengan sebab rahmat-Ku".
Kemudian Allah berfirman: "Sekarang coba timbang amal hambaKu ini dengan
nikmat yang telah aku berikan kepadanya".
Ternyata setelah ditimbang, nikmat penglihatan yang telah diberikan Allah kepada
hamba itu menyamai timbangan amal ibadah yang telah dilakukannya selama 500
tahun. Dan masih tersisa anggota tubuh lain yang belum ditimbang, sedangkan amal
hamba tersebut ternyata sudah habis.
Mendengar perintah Allah itu, kemudian para Malaikat menggiring hamba tersebut ke
neraka. Tiba-tiba ketika akan digiring ke neraka, hamba itu berteriak sambil
menangis: "Ya Rabb, masukkan aku ke surga dengan rahmat-Mu".
Kemudian Allah Ta'ala berfirman kepada para Malaikat: :Tahan dulu wahai Malaikat,
dan bawa dia ke sini".
Hamba itu lalu dibawa oleh para Malaikat kehadapan Allah Ta'ala. Kemudian Allah
berfirman: "Wahai hambaKu, siapakah yang telah menciptakanmu yang sebelumnya
kamu bukan apa-apa?" Hamba itu menjawab: "Engkau Ya Rabb".
Allah berfirman: "Itu semua tak lain adalah atas rahmat-Ku, dan dengan rahmat-Ku
juga engkau Aku masukkan surga".
Kemudian Allah Ta'ala berfirman kepada para Malaikat: "Masukkan hambaKu ini ke
surga, engkau adalah sebaik-baik hamba wahai hamba-Ku". Dan dimasukkanlah
hamba itu ke dalam surga berkat rahmat Allah Ta'ala.
Demikian kisah seorang hamba yang beribadah 500 tahun semoga bisa menjadi
iktibar dan pelajaran berharga. Ahli ibadah tersebut mendapat teguran keras dari Allah
hingga masuk neraka dan akhirnya dimasukkan ke surga setelah mengakui kebesaran
Allah dengan segala Rahmat-Nya.
Hikmah yang bisa kita petik dari kisah ini adalah jangan pernah merasa aman dengan
rahmat Allah, sehingga membuat kita enggan dan meninggalkan amal saleh. Karena
Allah berfirman dala Qur'an: "Itulah surga yang dikaruniakan untuk kalian,
disebabkan amal saleh kalian dahulu di dunia" (QS. Az-Zukhruf : 72).
Tapi ingat, jangan pernah merasa ujub (berbangga diri) dengan amalan. Sebab, tidak
ada keimanan dan ketaatan yang menyebabkan seorang masuk surga melainkan
karena rahmat Allah Ta'ala. Allahu A'lam.
(rhs)
DUA orang dengan kondisi yang kontras: seorang laki-laki kaya raya dan perempuan
papa. Dalam keseharian pun, keduanya tampak begitu berbeda. Sang lelaki hidupnya
padat oleh kesibukan duniawi, sementara wanita yang miskin itu justru menghabiskan
waktunya untuk selalu beribadah.
Kesungguhan dan kerja keras lelaki tersebut membawanya pada kemapanan ekonomi
yang diidamkan. Kekayaannya tak ia nikmati sendiri. Keluarga yang menjadi
tanggung jawabnya merasakan dampak ketercukupan karena jerih payahnya. Lelaki
ini memang sedang berkerja untuk kebutuhan rumah tangga dan pendidikan anak-
anaknya.
Nasib lain dialami si perempuan miskin. Para tetangganya tak menemukan harta
apapun di rumahnya. Kecuali sebuah bejana dengan persediaan air wudu di dalamnya.
Ya, bagi wanita taat ini, air wudu menjadi kekayaan yang membanggakan meski
hidup masih pas-pasan.
Bukankah kesucian menjadikan ibadah kita lebih diterima dan khidmat? Dan
karenanya menjanjikan balasan yang jauh lebih agung dari sekadar kekayaan duniawi
yang fana ini?
Apa yang tampak secara lahir tak selalu menunjukkan keadaan sebenarnya.
Diceritakan, setelah meninggal dunia, keadaan keduanya jauh berbeda. Sang lelaki
kaya raya itu mendapat kenikmatan surga, sementara si perempuan papa yang taat
beribadah itu justru masuk neraka. Apa pasal?
Lelaki hartawan tersebut menerima kemuliaan lantaran sikap zuhudnya dari gemerlap
duniawi. Kekayaannya yang banyak tak lantas membuatnya larut dalam kemewahan,
cinta dunia, serta kebakhilan. Apa yang dimilikinya semata untuk kebutuhan hidup,
menunjang keadaan untuk mencari rida Allah.
Ketidakikhlasannya adalah petunjuk bahwa ia miskin bukan karena terlepas dari cinta
kebendaan melainkan "dipaksa" oleh keadaan.
Syekh Abdul Wahhab Asy-Syarani menjelaskan dalam kitab yang sama bahwa zuhud
adalah meninggalkan kecenderungan hati pada kesenangan duniawi, tapi bukan
berarti mengosongkan tangan dari harta sama sekali. Segenap kekayaan dunia
direngkuh untuk memenuhi kadar kebutuhan dan memaksimalkan keadaan untuk
beribadah kepada-Nya.
Nasihat ulama sufi ini juga berlaku kebalikannya. Untuk cinta dunia, seseorang tak
mesti menjadi kaya raya terlebih dahulu. Karena zuhud memang berurusan dengan
hati, bukan secara langsung dengan alam bendawi.
Masuk Surga Semata Karena Rahmat Allah, Lalu Untuk Apa Beramal?
Dalam hadis Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu disebutkan sabda Nabi shallallahu
alaihi wa sallam,
“Tidak ada amalan seorangpun yang bisa memasukkannya ke dalam surga, dan
menyelematkannya dari neraka. Tidak juga denganku, kecuali dengan rahmat dari
Allah” (HR. Muslim no. 2817).
Sementara dalam beberapa ayat diterangkan bahwa amalan adalah sebab seorang
masuk surga. Seperti ayat berikut,
“Itulah surga yang dikaruniakan untuk kalian, disebabkan amal sholeh kalian dahulu
di dunia” (QS. Az-Zukhruf : 72).
َين * َكأ َ ْمثَا ِل اللُّ ْؤلُ ِؤ ْال َم ْكنُو ِن * َجزَ ا ًء بِ َما َكانُوا يَ ْع َملُون
ٌ وحور ِع
“Bidadari-bidadari surga berkulit putih bersih dan bermata indah. Bidadari -bidadari
itu putih bersih bagaikan mutiara-mutiara yang bejejer rapi. Semua itu sebagai balasan
bagi orang-orang mukmin atas amal sholih yang mereka kerjakan di dunia” (QS. Al-
Waaqi’ah: 22-24).
Maksud dari huruf “ba” pada ayat ini adalah ba sababiyah (sebab). Adapun penafian
sebab masuk surga karena amal pada hadis, bermakna dalam perkara balasan yang
setimpal (‘iwadhiyyah).
Maksudnya adalah seorang tidak bisa membayar surga Allah dengan amal
perbuatannya. Karena amalannya penuh dengan cacat, sementara surga Allah terlalu
sempurna untuk menjadi balasannya. Hanya dengan rahmat Allah saja seorang bisa
tinggal di surgaNya. (Semoga kita termasuk penghuni surgaNya).
ي دخول اإلنسان
َّ يُجمع بينهما بأن المنف: أن يقال:فكيف يُج َمع بين اآلية وبين هذا الحديث ؟ والجواب عن ذلك
فهو أن العمل سبب وليس عوضا:بت ْ أما،الجنة بالعمل في المقابلة.
ُ المث
“Bagaimana menggabungkan antara ayat dan hadis ini (yakni hadis Jabir di atas,
pent)? Jawabannya, kedua dalil di atas bisa dikompromikan, di mana peniadaan
masuknya manusia ke dalam surga karena amalnya dalam arti balasan, sedangkan
isyarat bahwa amal sebagai kunci masuk surga dalam arti bahwa amal itu adalah
sebab, bukan pengganti” (Syarah Riyadhus Sholihin, 1/575).
Ini isyarat bahwa tidak benar bila kemudian seorang berpangku tangan merasa cukup
bergantung dengan rahmat Allah, lalu meninggalkan amal sholih karena
menganggapnya tidak penting. Karena Allah menetapkan segala sesuatu dengan sebab
dan akibat. Dalam hal ini, Allah ‘azzawajalla menjadikan sebab mendapatkan
rahmatNya; yang menjadi sebab meraih surga, dengan amal shalih.
َ ِإِ َّن الَّ ِذينَ آ َمنُوا َوالَّ ِذينَ هَا َجرُوا َو َجاهَدُوا فِي َسبِي ِل هَّللا ِ أُو ٰلَئ
ك يَرْ جُونَ َرحْ َمتَ هَّللا ِ ۚ َوهَّللا ُ َغفُو ٌر َر ِحي ٌم
Saat seorang menyadari bahwa amalannya tidak mampu menggantikan surga Allah,
disitu ia mengerti amat tidak pantas untuk merasa ‘ujub dengan amalannya.
Andai dari hari pertama dia dilahirkan ke dunia, sampai akhir hayatnya beribadah
kepada Allah dan tak pernah melakukan dosa sedikitpun, itu tak akan mampu
membayar surga Allah yang penuh dengan limpahan kenikmatan. Lalu bagaimana
lagi bila diri ini berlumuran dosa, ibadah masih cacat, entah sudah berhasilkah kita
memperjuangkan keikhlasan, kemudian merasa ‘ujub?! Wal’iyadzubillah..
Amal Shalih Sebab Meraih Tingkatan Tinggi di Surga
Suatu hari Rabi’ah bin Ka’ab al Aslami (Abu Firos) berkisah, “Aku bermalam
bersama Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, kemudian aku mengambilkan air
wudhu’ untuk beliau, serta hajat beliau (maksudnya pakaian dan lain-lain).
Kemudian Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepadaku,
Dalam hadis lain diterangkan, dari Abu Said al Khudri radhiyallahu’anhu. Beliau
mendengar Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ِ ُت ْال ُعلَى لَيَ َراهُ ْم َم ْن تَحْ تَهُ ْم َك َما ت ََروْ نَ النَّجْ َم الطَّالِ َع فِي أُف
َو ُع َم َر ِم ْنهُ ْم َوأَ ْن َع َما، َوإِ َّن أَبَا بَ ْك ٍر،ق ال َّس َما ِء ِ إِ َّن أَ ْه َل ال َّد َر َجا
“Sesungguhnya penghuni surga yang menempati derajat yang paling tinggi, akan
melihat orang-orang yang berada di bawah mereka, seperti kalian melihat bintang
yang terbit di ufuk langit. Dan sngguh Abu Bakr dan ‘Umar, termasuk dari mereka
dan yang paling baik” (HR. Tirmidzi).
فبعضها أعلى من بعض، بحسب اختالف أصحابها في األعمال، والصفة، اعلم أن هذه الغرف مختلفة في العلو
وأرفع،
“Ketahuilah bahwa kamar di surga berbeda-beda dalam hal derajat ketinggian dan
sifatnya, sesuai perbedaan penghuninya dalam amal perbuatan. Maka satu dari
mereka lebih tinggi derajatnya dari yang lain” (at Tadzkiroh fi Ahwal al Mauta wa
Umur al Akhiroh, hal. 398).
Diantara tafsiran para ulama dalam mengkompromikan ayat dan hadis yang tampak
bertentangan di atas, bahwa ayat yang menerangkan amalan sebagai kunci masuk
surga, diartikan sebagai sebab untuk meraih derajat di dalam surga. Adapun hadis
tentang masuk surga karena rahmat Allah, dipahami bahwa rahmat Allah sebagai
sebab masuk surgaNya.
Ibnu Hajar rahimahullah menuliskan dalam Fathul Bari,
قال بن بطال في الجمع بين هذا الحديث وقوله تعالى وتلك الجنة التي أورثتموها بما كنتم تعملون ما محصله أن
تحمل اآلية على أن الجنة تنال المنازل فيها باألعمال فإن درجات الجنة متفاوتة بحسب تفاوت األعمال وأن يحمل
الحديث على دخول الجنة والخلود فيها
Ibnu Batthol menjelaskan saat menggabungkan hadis ini (yakni hadis Aisyah yang
semakna dengan hadis Jabir di atas, pent), dengan firman Allah ta’ala,
“Itulah surga yang dikaruniakan untuk kalian, disebabkan amal sholeh kalian dahulu
di dunia” (QS. Az-Zukhruf : 72)
Ayat ini dimaknai bahwa tingkatan di dalam surga diraih dengan amalan. Karena
derajat di surga berbeda-beda, sesuai perbedaan tingkatan amal. Adapun hadis
dimaknai, sebab masuk surga atau sebab mendapatkan keabadian di dalamnya (hanya
dengan rahmat Allah)” (Fathul Bari, 11/295).
Allah Maha Adil. Tentu tak akan menyamakan antara orang yang giat beramal,
istiqomah, tinggi ketakwaan keikhlasan serta imannya, dengan mereka yang biasa-
biasa saja kualitas iman dan takwanya. Seperti kata pepatah, Aljaza’ min jinsil ‘amal,
balasan sesuai dengan amal perbuatan.
***
Madinah An Nabawiyah
23 Jumadal Akhir 1437
Oleh: Suprianto
Maka Allah SWT menerima doa hambanya tersebut. Aku (Jibril) mendapatkan
petunjuk dari Allah SWT bahwa hamba Allah itu akan dibangkitkan pada hari kiamat
dalam keadaan bersujud. Maka Allah SWT menyuruh: “Masukkan hamba-Ku ini ke
dalam surga karena rahmat-Ku”. Akan tetapi, hamba tersebut berkata: “Ya Allah,
masukkan aku ke dalam surga karena amal ibadahku”.
Maka Allah SWT menyuruh lagi: “Masukkan hamba-Ku ini ke dalam surga karena
rahmat-Ku”. Akan tetapi, hamba tersebut berkata lagi: “Ya Allah, masukkan aku ke
dalam surga karena amal ibadahku”. Untuk yang ketiga kalinya Allah SWT menyuruh
lagi: “Masukkan hamba-Ku ini ke dalam surga karena rahmat-Ku”. Akan tetapi,
hamba tersebut pun berkata lagi: “Ya Allah, masukkan aku ke dalam surga karena
amal ibadahku”.
Maka Allah SWT menyuruh malaikat agar menghitung seluruh amal ibadahnya
selama 500 tahun dengan nikmat Allah yang telah diberikan kepadanya. Setelah
dihitung-hitung ternyata kenikmatan Allah SWT tidak sebanding dengan amal ibadah
hamba tersebut selama 500 tahun. Maka Allah SWT berfirman: “Masukkan ia ke
dalam neraka”. Maka ketika malaikat akan menariknya untuk dijebloskan ke dalam
neraka, hamba tersebut berkata lagi: “Ya Allah, masukkan aku ke dalam surga karena
rahmat-Mu. (HR Sulaiman Bin Harom, dari Muhammad Bin Al-Mankadir, dari Jabir
RA).
Dari kisah di atas, jelaslah bahwa seseorang bisa masuk surga karena rahmat Allah
SWT, bukan karena banyaknya amal ibadah. Lantas muncul pertanyaan, bagaimana
dengan amal ibadah yang kita lakukan setiap hari, seperti shalat, zakat, sedekah,
puasa, dan amalan-amalan lainnya tidak ada arti? Jangan salah persepsi. Sungguh,
tidak ada amal ibadah yang sia-sia, amal ibadah adalah sebuah proses atau alat untuk
menjemput rahmat Allah SWT. Karena rahmat Allah tidak diobral begitu saja kepada
manusia. Akan tetapi, harus diundang dan dijemput.
Rasulullah SAW mengajarkan kepala umatnya beberapa cara agar rahmat Allah itu
bisa diraih. Pertama, berbuat ihsan dalam beribadah kepada Allah SWT dengan
menyempurnakan ibadah kepada-Nya dan merasa diperhatikan (diawasi) oleh Allah
(QS al-A'raf [7]: 56). Kedua, bertakwa kepada-Nya dan menaati-Nya dengan
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya (QS al-A'raf [7]:
156-157). Ketiga, kasih sayang kepada makhluk-Nya, baik manusia, binatang.
maupun tumbuhan.
Keempat, beriman, berhijrah, dan berjihad di jalan Allah (QS al-Baqarah [2]: 218).
Kelima, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan menaati Rasulullah SAW (QS an-
Nur [24]: 56). Keenam, berdoa kepada Allah SWT untuk mendapatkannya dengan
bertawasul dengan nama-nama-Nya yang Mahapengasih (ar-Rahman) lagi
Mahapenyayang (ar-Rahim). Firman Allah SWT, “Wahai Rabb kami, berikanlah
rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus
dalam urusan kami (ini).” (QS al-Kahfi [18]: 10).
Ketujuh, membaca, menghafal, dan mengamalkan Alquran (QS al-An'am [6]: 155).
Kedelapan, menaati Allah SWT dan Rasul-Nya (QS Ali Imran [6]: 132). Kesembilan,
mendengar dan memperhatikan dengan tenang ketika dibacakan Alquran (QS al-A'raf
[7]: 204). Kesepuluh, memperbanyak istigfar, memohon ampunan dari Allah SWT.
Firmannya, “Hendaklah kamu meminta ampun kepada Allah, agar kamu mendapat
rahmat.” (QS an-Naml [27]: 46).