Anda di halaman 1dari 23

Bersikap Muahadah, Mujahadah,

Muraqabah, Muhasabah, dan Muaqabah


dalam Membangun Hari Esok yang
lebih baik

Mei6by Buya Masoed Abidin
Oleh : H. Masoed Abidin


Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap jiwa (orang) memperhatikan apa yang
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan (Q.S. Al Hasyr : 18)
Adalah menjadi kewajiban setiap orang merancang dan
mempersiapkan hari esok yang lebih baik.
Nabi Muhammad SAW mengingatkan bahwa seorang akan merugi
kalau hari esoknya sama saja dengan hari ini, bahkan dia menjadi
terkutuk jika hari ini lebih buruk dari kemarin. Seseorang baru
dikatan bahagia, jika hari esok itu lebih baik dari hari ini.

Membangun hari esok yang baik, sesuai dengan ayat (wahyu Allah
SWT) di atas dimulai dengan perintah bertaqwa kepada Allah dan
di akhiri dengan perintah yang sama. Ini mengisyaratkan bahwa
landasan berfikir, serta tempat bertolak untuk mempersiapkan
hari esok haruslah dengan taqwa.
Semestinya orang Mukmin punya langkah antisipatif terhadap
kemungkinan yang dapat terjadi esok disebabkan kelalaian hari
ini.
Seorang mukmin sudah dapat memprediksi dan mempersiapkan
hari esok yang lebih baik, dinamis, lebih mapan, lebih produktif
dari pada hari ini.
Simpulannya, mesti ada peningkatan prestasi dari hari ke hari.
Hari esok dapat berarti masa depan dalam kehidupan pendek di
dunia ini.
Hari esok juga berarti pula hari esok yang hakiki, yang kekal abadi
di akhirat kelak.
Hari esok mesti dirancang harus lebih baik dari hari ini, dengan
meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT,
dengan melaksanakan lima M ; yaitu Muahadah, Mujahadah,
Muraqabah, Muhasabah, dan Muaqabah.[1]

1. Muahadah
Muahadah adalah mengingat perjanjian dengan Allah SWT.
Sebelum manusia lahir ke dunia, masih berada pada alam gaib,
yaitu di alam arwah, Allah telah membuat kontrak tauhid dengan
ruh.
Kontrak tauhid ini terjadi ketika manusia masih dalam keadaan
ruh belum berupa materi (badan jasmani). Karena itu, logis sekali
jika manusia tidak pernah merasa membuat kontrak tauhid
tersebut.
Muahadah konkritnya diikrarkan oleh manusia mukmin kepada
Allah setelah kelahirannya ke dunia, berupa ikrar janji kepada
Allah. Wujudnya terefleksi minimal 17 kali dalam sehari dan
semalam, bagi yang menunaikan shalat wajib, sebagaimana tertera
di dalam surat Al Fatihah ayat 5 yang berbunyi: Iyyaka nabudu wa
iyyaka nastain. Artinya, engkau semata wahai Allah yang kami
sembah, dan engkau semata pula tempat kami menyandarkan
permohonan dan permintaan pertolongan.
Ikrar janji ini mengandung ketinggian dan kemantapan aqidah.
Mengakui tidak ada lain yang berhak disembah dan dimintai
pertolongan, kecuali hanya Allah semata.
Tidak ada satupun bentuk ibadah dan istianah (Permintaan
Pertolongan) yang boleh dialamatkan kepada selain Allah SWT.[2]
Muahadah yang lain adalah ikrar manusia ketika mengucapkan
kalimat Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku
hanya kuperuntukkan (ku-abdikan) bagi Allah SWT, Tuhan
semesta alam.

2. Mujahadah
Mujahadah berarti bersungguh hati melaksanakan ibadah dan
teguh berkarya amal shaleh, sesuai dengan apa yang telah
diperintahkan Allah SWT yang sekaligus menjadi amanat serta
tujuan diciptakannya manusia.
Dengan beribadah, manusia menjadikan dirinya abdun (hamba)
yang dituntut berbakti dan mengabdi kepada Mabud (Allah Maha
Menjadikan) sebagai konsekuensi manusia sebagai hamba wajib
berbakti (beribadah).
Mujahadah adalah sarana menunjukkan ketaatan seorang hamba
kepada Allah, sebagai wujud keimanan dan ketaqwaan kepada-
Nya. Di antara perintah Allah SWT kepada manusia adalah untuk
selalu berdedikasi dan berkarya secara optimal.
Hal ini dijelaskan di dalam Al Quran Surat At Taubah ayat: 5,
Dan katakanlah, bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu, dan kamu
akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Maha Mengetahui akan
yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu
apa-apa yang telah kamu kerjakan.
Orang-orang yang selalu bermujahadah merealisasikan
keimanannya dengan beribadah dan beramal shaleh dijanjikan
akan mendapatkan petunjuk jalan kebenaran untuk menuju
(ridha) Allah SWT hidayah dan rusyda yang dijanjikan Allah
diberikan kepada yang terus bermujahadah dengan istiqamah.
Kecerdasan dan kearifan akan memandu dengan selalu ingat
kepada Allah SWT, tidak terpukau oleh bujuk rayu hawa nafsu dan
syetan yang terus menggoda.
Situasi batin dari orang-orang yang terus musyahadah
(menyaksikan) keagungan Ilahi amat tenang. Sehingga tak ada
kewajiban yang diperintah dilalaikan dan tidak ada larangan Allah
yang dilanggar.
Jiwa yang memiliki rusyda terus hadir dengan khusyu. Inilah
sebenarnya yang disebut mujahidin ala nafsini wa jawarihihi,
yaitu orang yang selalu bersungguh dengan nuraninya dan
gerakannya.
Syeikh Abu Ali Ad Daqqaq mengatakan: Barangsiapa menghias
lahiriahnya dengan mujahadah, Allah akan memperindah rahasia
batinnya melalui musyahadah.
Imam Al Qusyairi an Naisaburi [3] mengomentari tentang
mujahadah sebagai berikut:
Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencari
kebaikan; Pertama larut dalam mengikuti hawa nafsu, Kedua
ingkar terhadap ketaatan.
Manakala jiwa ditunggangi nafsu, wajib dikendalikan dengan
kendali taqwa. Manakala jiwa bersikeras ingkar kepada kehendak
Tuhan, wajib dilunakkan dengan menolak keinginan hawa
nafsunya.
Manakala jiwa bangkit memberontak, wajib ditaklukkan dengan
musyahadah dan istigfar.
Sesungguhnya bertahan dalam lapar (puasa) dan bangun malam di
perempat malam (tahajjud), adalah sesuatu yang mudah.
Sedangkan membina akhlak dan membersihkan jiwa dari sesuatu
yang mengotorinya sangatlah sulit.
Mujahadah adalah suatu keniscayaan yang mesti diperbuat oleh
siapa saja yang ingin kebersihan jiwa serta kematangan iman dan
taqwa.


Dan sesunggunya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat
kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang
malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah
kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri. Tiada satu ucapanpun
yang diucapkannya melainkan adal di dekatnya Malaikat pengawas
yang selalu hadir. (Q.S. Qaaf: 16-18).

3. Muraqabah
Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga
dengan kesadaran ini mendorong manusia senantiasa rajin
melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Sesungguhnya manusia hakikinya selalu berhasrat dan ingin
kepada kebaikan dan menjunjung nilai kejujuran dan keadilan,
meskipun tidak ada orang yang melihatnya.
Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran. Kesadaran ini
makin terpelihara dalam diri seseorang hamba jika meyakini
bahwa Allah SWT senantiasa melihat dirinya.
Syeikh Ahmad bin Muhammad Ibnu Al Husain Al Jurairy
mengatakan, Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian.
Pertama, hendaknya engkau memaksa jiwamu muraqabah
(merasa diawasi) oleh Allah SWT. Kedua, hendaknya ilmu yang
engkau miliki tampak di dalam perilaku lahiriahmu sehari-hari.
Syeikh Abu Utsman Al Maghriby mengatakan, Abu Hafs
mengatakan kepadaku, manakala engkau duduk mengajar orang
banyak jadilah seorang penasehat kepada hati dan jiwamu sendiri
dan jangan biarkan dirimu tertipu oleh ramainya orang berkumpul
di sekelilingmu, sebab mungkin mereka hanya melihat wujud
lahiriahmu, sedangkan Allah SWT memperhatikan wujud
batinmu.
Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas
dari ujian yang harus disikapinya dengan kesabaran, serta nikmat
yang harus disyukuri. Muraqabah adalah tidak berlepas diri dari
kewajiban yang difardhukan Allah SWT yang mesti dilaksanakan,
dan larangan yang wajib dihindari.
Muraqabah dapat membentuk mental dan kepribadian seseorang
sehingga ia menjadi manusia yang jujur.
Berlaku jujurlah engkau dalam perkara sekecil apapun dan di
manapun engkau berada.
Kejujuran dan keikhlasan adalah dua hal yang harus engkau
realisasikan dalam hidupmu. Ia akan bermanfaat bagi dirimu
sendiri.
Ikatlah ucapanmu, baik yang lahir maupun yang batin, karena
malaikat senantiasa mengontrolmu. Allah SWT Maha Mengetahui
segala hal di dalam batin.
Seharusnya engkau malu kepada Allah SWT dalam setiap
kesempatan dan seyogyanya hukum Allah SWT menjadi pegangan
dlam keseharianmu.
Jangan engkau turuti hawa nafsu dan bisikan syetan, jangan
sekali-kali engkau berbuat riya dan nifaq. Tindakan itu adalah
batil. Kalau engkau berbuat demikian maka engkau akan disiksa.
Engkau berdusta, padalah Allah SWT mengetahui apa yang engkau
rahasiakan. Bagi Allah tidak ada perbedaan antara yang
tersembunyi dan yang terang-terangan, semuanya sama.
Bertaubatlah engkau kepada-Nya dan dekatkanlah diri kepada-Nya
(Bertaqarrub) dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan
menjauhi seluruh larangan-Nya. [4]


Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usahanya itu kelak
akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan
kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya
kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu), dan bahwasanya
DIA yang menjadikan orang tertawa dan menangis, dan
bahwasanya DIA yang mematikan dan yang menghidupkan. (QS.
An-Najm: 39-44)

4. Muhasabah
Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal
yang telah dilakukan. Manusia yang beruntung adalah manusia
yang tahu diri, dan selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan
kelak yang abadi di yaumul akhir.
Dengan melakasanakan Muhasabah, seorang hamba akan selalu
menggunakan waktu dan jatah hidupnya dengan sebaik-baiknya,
dengan penuh perhitungan baik amal ibadah mahdhah maupun
amal sholeh berkaitan kehidupan bermasyarakat. Allah SWT
memerintahkan hamba untuk selalu mengintrospeksi dirinya
dengan meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Diriwayatkan bahwa pada suatu ketika Sayyidina Ali bin Abi Thalib
r.a. melaksanakan shalat shubuh. Selesai salam, ia menoleh ke
sebelah kanannya dengan sedih hati. Dia merenung di tempat
duduknya hingga terbit matahari, dan berkata ;
Demi Allah, aku telah melihat para sahabat (Nabi) Muhammad
SAW. Dan sekarang aku tidak melihat sesuatu yang menyerupai
mereka sama sekali. Mereka dahulu berdebu dan pucat pasi,
mereka melewatkan malam hari dengan sujud dan berdiri karena
Allah, mereka membaca kitab Allah dengan bergantian
(mengganti-ganti tempat) pijakan kaki dan jidat mereka apabila
menyebut Allah, mereka bergetar seperti pohon bergetar diterpa
angin, mata mereka mengucurkan air mata membasahi pakaian
mereka dan orang-orang sekarang seakan-akan lalai (bila
dibandingkan dengan mereka).
Muhasabah dapat dilaksanakan dengan cara meningkatkan
ubudiyah serta mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya.
Berbicara tentang waktu, seorang ulama yang bernama Malik bin
Nabi berkata ; Tidak terbit fajar suatu hari, kecuali ia berseru,
Wahai anak cucu Adam, aku ciptaan baru yang menjadi saksi
usahamu. Gunakan aku karena aku tidak akan kembali lagi sampai
hari kiamat. [5]
Waktu terus berlalu, ia diam seribu bahasa, sampai-sampai
manusia sering tidak menyadari kehadiran waktu dan melupakan
nilainya. Allah SWT bersumpah dengan berbagai kata yang
menunjuk pada waktu seperti Wa Al Lail (demi malam), Wa An
Nahr (demi siang), dan lain-lain.
Waktu adalah modal utama manusia. Apabila tidak dipergunakan
dengan baik, waktu akan terus berlalu. Banyak sekali hadits Nabi
SAW yang memperingatkan manusia agar mempergunakan waktu
dan mengaturnya sebaik mungkin.


Dua nikmat yang sering disia-siakan banyak orang: Kesehatan
dan kesempatan (waktu luang). (H.R. Bukhari melalui Ibnu Abbas
r.a).

5. Muaqabah
Muaqabah artinya pemberian sanksi terhadap diri sendiri. Apabila
melakukan kesalahan atau sesuatu yang bersifat dosa maka ia
segera menghapus dengan amal yang lebih utama meskipun terasa
berat, seperti berinfaq dan sebagainya.
Kesalahan maupun dosa adalah kesesatan.
Oleh karena itu agar manusia tidak tersesat hendaklah manusia
bertaubat kepada Allah, mengerjakan kebajikan sesuai dengan
norma yang ditentukan untuk menuju ridha dan ampunan Allah.
Berkubang dan hanyut dalam kesalahan adalah perbuatan yang
melampaui batas dan wajib ditinggalkan.
Di dalam ajaran Islam, orang baik adalah orang yang manakala
berbuat salah, bersegera mengakui dirinya salah, kemudian
bertaubat, dalam arti kembali ke jalan Allah dan berniat dan
berupaya kuat untuk tidak akan pernah mengulanginya untuk
kedua kalinya.
Shadaqallahulazhim. Allahu Alamu Bissawab.

Catatan kaki ;
[1] Syeikh Abdullah Nasih Ulwan dalam bukunya Ruhniyatut Daiyah
[2] Demikian komentar Imam as Syaukani dalam kitab tafsirnya Fathul
Qadir dan Syeikh Ali As Shabuni dalam kitab tafsirnya Shafwatut Tafaasir.
[3] Kitab tasawuf, Risalatul Qusyairiyah.
[4] Syeikh Abdul Kadir Jailany memberikan nasehat kepada kita sebagaimana
yang terdapat dalam kitabnya Al Fathu Arrabbaani wa Al Faidh Ar Rahmaani.
[5] Malik bin Nabi dalam bukunya Syuruth An Nahdhah
TAUSHIYAH DI TENGAH
UJIAN MUSIBAH

Mei15by Buya Masoed Abidin
9 (SEMBILAN) SIKAP UTAMA AKHLAK ISLAM .
Buya H. Masoed Abidin


Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap jiwa (orang)
memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat),
dan bertaqwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
(Q.S. Al Hasyr : 18)
Menjadi kewajiban setiap orang merancang
dan mempersiapkan hari-harinya dengan bertaqwa kepada Allah.
Perintah ini,
mengisyaratkan bahwa landasan berfikir,
serta tempat bertolak untuk mempersiapkan hari esok
haruslah dengan taqwa.
Simpulannya, mesti ada peningkatan prestasi dari hari ke hari.
Hari esok juga berarti pula hari esok yang hakiki,
di akhirat nanti.
1. MUAHADAH
Muahadah adalah mengingat perjanjian dengan Allah SWT.
Konkritnya berupa ikrar janji kepada Allah,
sebagaimana tertera di dalam surat Al Fatihah,
Iyyaka nabudu wa iyyaka nastain.
Artinya, engkau semata wahai Allah yang kami sembah,
dan engkau semata pula
tempat kami menyandarkan permohonan dan permintaan
pertolongan.
Ikrar janji ini mengandung ketinggian dan kemantapan aqidah
tauhid.
Ajaran tauhid secara hakiki adalah
mengakui tidak ada lain yang berhak disembah dan dimintai
pertolongan,
kecuali hanya Allah semata.
Ikrar itu wujud dalam kalimat
Sesungguhnya shalatku, ibadahku,
hidup dan matiku
hanya kuperuntukkan (ku-abdikan) bagi Allah SWT,
Tuhan semesta alam.
2. MUJAHADAH
Mujahadah berarti bersungguh hati melaksanakan ibadah
dan teguh berkarya amal shaleh,
sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah SWT
yang sekaligus menjadi amanat serta tujuan diciptakannya
manusia.
Mujahadah adalah sarana menunjukkan ketaatan seorang hamba
kepada Allah.
Orang-orang yang selalu bermujahadah dengan beribadah
dan beramal shaleh dijanjikan akan mendapatkan keutamaan,
hidayah dan rusyda (Kecerdasan dan Kearifan)
dengan selalu ingat kepada Allah SWT,
tidak terpukau oleh bujuk rayu hawa nafsu
dan tidak tergoda syetan yang terus mengintai.
Mujahadah adalah suatu keniscayaan
yang mesti diperbuat oleh siapa saja
yang ingin kebersihan jiwa serta kematangan iman dan taqwa.
3. MURAQABAH
Muraqabah artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT
sehingga dengan kesadaran ini mendorong manusia
senantiasa rajin melaksanakan perintah
dan menjauhi larangan-Nya.
Kehati-hatian (mawas diri) adalah kesadaran.
Kesadaran ini makin terpelihara dalam diri seseorang hamba
jika meyakini bahwa
Allah SWT senantiasa melihat dirinya.
Jalan kesuksesan itu dibangun di atas dua bagian.
Pertama, hendaknya engkau memaksa jiwamu muraqabah
(merasa diawasi) oleh Allah SWT.
Kedua, hendaknya ilmu yang engkau miliki tampak di dalam
perilaku lahiriahmu sehari-hari.
Mawas diri adalah bentuk dari muraqabah kepada Allah SWT.
Rasulullah SAW mengingatkan bahwa,
Allah SWT tidak melihat kepada bentuk dan indah wajahmu
semata,
akan tetapi Allah SWT memperhatikan wujud batinmu.
4. MUHASABAH
Muhasabah berarti introspeksi diri, menghitung diri dengan amal
yang telah dilakukan.
Manusia yang beruntung adalah manusia yang tahu diri,
dan selalu mempersiapkan diri untuk kehidupan kelak yang abadi
di yaumul akhir.
Dengan melakasanakan Muhasabah, seorang hamba akan selalu
menggunakan waktu
dan jatah hidupnya dengan sebaik-baiknya.
Melakukan perhitungan yang matang dalam beramal ibadah
mahdhah
maupun amal sholeh berkaitan kehidupan bermasyarakat,
adalah bentuk nyata dari muhasabah.
Allah SWT memerintahkan hamba untuk selalu mengintrospeksi
dirinya
dengan meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah SWT.
Muhasabah dapat dilaksanakan dengan cara
meningkatkan ubudiyah serta mempergunakan waktu dengan
sebaik-baiknya.
5. MUAQABAH
Muaqabah artinya pemberian sanksi terhadap diri sendiri.
Apabila melakukan kesalahan atau sesuatu yang bersifat dosa
maka ia segera menghapus dengan amal yang lebih utama
meskipun terasa berat,
seperti berinfaq, bertaubat, istighfar dan sebagainya.
Kesalahan maupun dosa adalah kesesatan.
Oleh karena itu agar manusia tidak tersesat
hendaklah manusia bertaubat kepada Allah,
mengerjakan kebajikan sesuai dengan norma yang ditentukan
untuk menuju ridha dan ampunan Allah.
Hanyut dalam kesalahan adalah perbuatan yang melampaui batas
dan wajib ditinggalkan.
Di dalam ajaran Islam,
orang baik adalah orang yang manakala berbuat salah,
bersegera mengakui dirinya salah, kemudian bertaubat,
dalam arti kembali ke jalan Allah dan berniat
serta berupaya kuat untuk tidak akan pernah mengulanginya
untuk kedua kalinya.
6. MUSYAHADAH
Situasi batin dari orang-orang yang terus musyahadah
atau menyaksikan keagungan Ilahi amat tenang.
Sehingga tak ada kewajiban yang diperintah dilalaikan
dan tidak ada larangan Allah yang dilanggar.
Jiwa yang memiliki rusyda terus hadir dengan khusyu.
Inilah sebenarnya yang disebut mujahidin ala nafsini wa
jawarihihi,
yaitu orang yang selalu bersungguh dengan nuraninya dan
gerakannya.
Barangsiapa menghias lahiriah dengan mujahadah,
Allah akan memperindah rahasia batin melalui musyahadah.
Jiwa mempunyai dua sifat yang menghalanginya dalam mencari
kebaikan;
Pertama larut dalam mengikuti hawa nafsu, Kedua ingkar
terhadap ketaatan.
Manakala jiwa ditunggangi nafsu, wajib dikendalikan dengan
kendali taqwa.
Manakala jiwa bersikeras ingkar kepada kehendak Tuhan,
wajib dilunakkan dengan menolak keinginan hawa nafsunya.
Manakala jiwa bangkit memberontak,
wajib ditaklukkan dengan musyahadah dan istigfar.
Sesungguhnya bertahan dalam lapar (puasa)
dan bangun malam di perempat malam (tahajjud),
adalah sesuatu yang mudah.
Sedangkan membina akhlak
dan membersihkan jiwa dari sesuatu yang mengotorinya
sangatlah sulit.
7. TASYAKUR NIKMAT
Ibadah sebenarnya merupakan suatu
persembahan kepada Allah Yang maha Kuasa
sebagai perwujudan ketaatan dan kesyukuran kepada Allah SWT.
Refleksi dari ibadah adalah lahirnya sikap pengorbanan yang
tulus,
penuh kerelaan dengan kesadaran yang tinggi
sebagai pembuktian tanggung jawab makhluk terhadap khaliknya.
Maka dengan tasyakur ini melahirkan watak positif
sebagai hasil jalinan hubungan komunikatif dengan mabud
(hablum minallah),
membentuk sisi kejiwaan (psychological side-effect) yang terlihat
jelas
pada sikap kokoh hubungan muamalah,
atau hubungan sosial kemasyarakatan (social effect),
yang tampak nyata pada jalinan tugas-tugas kebersamaan (hablum
minan-naas),
kesediaan meringankan beban orang lain,
peduli dengan kaum fuqarak wal masakin,
sedia memikul beban secara bersama,
dan hidup dengan prinsip taawun
(saling menolong, bekerja sama dan sama-sama bekerja).
Untuk itu, Allah menyediakan balasan (pahala) ibadah berupa
hasanah ,
dan merupakan amalan yang paling di senangi Allah
menjadi puncak kegembiraan muttaqin (orang yang mawas diri).
8. SHABAR DAN REDHA
Dalam setiap keadaan seorang hamba tidak akan pernah terlepas
dari ujian
yang harus disikapinya dengan kesabaran,
serta nikmat yang harus disyukuri.
Sikap shabar menjadikan seorang hamba
tidak berlepas diri dari kewajiban yang difardhukan Allah SWT
yang mesti dilaksanakan,
dan larangan yang wajib dihindari.
Shabar dapat membentuk sikap mental dan kepribadian seseorang
sehingga ia menjadi manusia yang jujur.
Berlaku jujurlah engkau dalam perkara sekecil apapun
dan di manapun engkau berada.
Kejujuran dan keikhlasan adalah dua hal yang harus engkau
realisasikan dalam hidupmu.
Ia akan bermanfaat bagi dirimu sendiri.
Engkau berdusta,
padalah Allah SWT mengetahui apa yang engkau rahasiakan.
Bagi Allah tidak ada perbedaan antara yang tersembunyi dan yang
terang-terangan,
semuanya sama.
Bertaubatlah engkau kepada-Nya,
dekatkanlah diri kepada-Nya (taqarrub)
dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi seluruh
larangan-Nya.
Hidup yang sedang kita jalani ini tidak terlepas dari keinginan2.
Dan keinginan tidak terlepas dari usaha.
Makin tinggi keinginan makin kuat dan besar usaha yang
dilakukan.
Keinginan dan usaha mesti dikuatkan
dengan penyerahan diri kepada Allah SWT
dengan sikap tawakkal.
Seandainya kalian bertawakkal kepada Allah
dengan sebenar-bernar tawakkal,
niscaya Ia (Allah) akan memberikan kepadamu rezki
seperti layaknya seekor burung
yang keluar terbang pad pagi hari dalam keadaan lapar,
dan pulang pada sore hari dalam keadaan kenyang
(HR. Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Tawakkal yang benar adalah selalu ingat kepada Allah dalam setiap
tindakan.
Allah SWT berfirman :
Dan sebutlah (Nama) Tuhanmu dalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dengan tidak mengeraskan suara,
di waktu pagi dan petang,
dan jangan kamu termasuk orang-orang yang lalai.
(Q.S. Al-Araf: 205)
9. DOA
Doa adalah bagian dari zikrullah.
Tempat zikir berada di dalam hati,
bukan diujung lidah belaka,
bermakna dengan qalbu yang khusyu, khudhu, tadharru,
tawadhu yang melahirkan rasa khauf dan rajadi setiap
kesempatan,
pagi dan petang,
siang dan malam.
Zikir pangkal ketentraman,
ketenangan dan kedamaian.
Allah adalah sumber ketenangan dan kedamaian.
Mendatangi sumbernya
dengan membersamakan diri dengan Allah SWT dalam doa.
.:


Dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Doa adalah senjata orang mukmin,
tiang agama dan cahaya langit dan bumi.
(HR. Al Hakim)
Doa atau Zikir itulah jalan pembersamaan dengan Allah SWT
(marifatullah).
..


Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku,
niscaya Aku ingat (pula) kepadamu
(Q.S. Al Baqarah: 152).
(Yaitu) orang-orang yang beriman
dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah
hati menjadi tentram.
(Q.S. Ar Rad: 28)
Meninggalkan zikrullah berarti membuka keleluasaan kepada
syetan
untuk menguasai dan menjatuhkan diri
kepada tindakan aniaya dan zalim serta berbuat maksiyat.
Syetan telah menguasai mereka
dan menjadikan mereka lupa mengingat Allah (zikrullah);
mereka itu jadi golongan syetan.
Ketahuilah, sesungguhnya golongan syetan
adalah golongan yang merugi.
(Q.S. Mujadilah: 19)
Hamba yang shaleh selalu bermarifatullah
dengan mengamalkan perintah Allah,
dan memiliki rasa takut terhadap azab yang mengancam,
sehingga selalu waspada dari kemurkaan Allah SWT:
Katakanlah:
Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar
jika aku durhaka kepada Tuhanku.
(Q.S. Az Zumar: 13)
Rasa takut (khauf) ini tampak dalam cara-cara menjaga dan
memanfaatkan waktu.
Allah SWT telah bersumpah dengan berbagai kata yang menunjuk
pada waktu.
Waktu adalah modal utama manusia.
Apabila tidak dipergunakan dengan baik,
waktu akan terus berlalu.
Banyak sekali hadits Nabi SAW
yang memperingatkan manusia
agar mempergunakan waktu
dan mengaturnya sebaik mungkin.
Dua nikmat yang sering disia-siakan banyak orang:
Kesehatan dan kesempatan (waktu luang).
(H.R. Bukhari melalui Ibnu Abbas r.a).
Seorang ulama yang bernama Malik bin Nabi
dalam bukunya Syuruth An Nahdhah berkata ;
Tidak terbit fajar suatu hari,
kecuali ia berseru,
Wahai anak cucu Adam,
aku adalah ciptaan terbaru yang menjadi saksi usahamu.
Gunakan aku karena,
aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat.
Akhlak Muslim yang sangat baik
berada pada puncak-puncak perilaku
dengan sikap ikhlas (bersih),
shabar (tahan uji),
istiqamah (disiplin),
qanaah (hemat),
jihad (rajin dan berani),
taat (setia),
hayak (malu),
syukur nikmat (pandai berterima kasih),
dan redha (siap sedia),
yang menjadi dasar-dasar akhlaq mulia,
dan menjadi tugas pokok
risalah keutusan Muhammad SAW.
Ikatlah ucapanmu, baik yang lahir maupun yang batin,
karena malaikat senantiasa mengontrolmu.
Allah SWT Maha Mengetahui segala hal di dalam batin.
Seharusnya engkau malu kepada Allah SWT
dalam setiap kesempatan,
dan seyogyanya hukum Allah SWT
menjadi pegangan dalam keseharianmu.
Jangan engkau turuti hawa nafsu dan bisikan syetan,
jangan sekali-kali engkau berbuat riya dan nifaq.
Tindakan itu adalah batil.
Kalau engkau berbuat demikian maka engkau akan disiksa.
RASA TAKUT PADA ALLAH MEMOTIVASI DIRI
UNTUK MENGAMALKAN NILAI-NILAI ILAHY,
SERTA MENJAGA KEBERSIHAN DIRI
DAN MENINGKATKAN IBADAH TERUS MENERUS,
BAHKAN IKUT MENDORONG DHAMIR ATAU JIWA
MENJADI DINAMIS, DAN TAWAKKAL KEPADA ALLAH.
Shadaqallahulazhim. Allahu Alamu Bissawab.
Pasie Laweh, 8 Mei 2009.
Wassalam,

Anda mungkin juga menyukai