Anda di halaman 1dari 143

Berkelana Bersama Generasi Pertama

Berpetualang ke ”Negeri Dongeng”


Pernahkah Anda membaca buku ”Rijalu Khaular Rasul” karya Khalid
Muhammad Khalid ? Buku ini telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan judul
”Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah”. Jika Anda belum pernah
membacanya, saya sarankan Anda segera membacanya. Jika Anda pernah membacanya,
cobalah baca sekali lagi. Resapilah kisah-kisah sahabat Rasulullah dalam buku itu. Sebisa
mungkin imajinasikan kisah dalam buku itu terjadi pada zaman ini, maka Anda akan
merasakan memasuki sebuah negeri dongeng. Tapi, negeri dongeng itu benar-benar
pernah terjadi. Peristiwa-peristiwa dahsyat itu benar-benar pernah menghiasi ruang
sejarah bumi ini. Indah tak terkira. Hingga seorang Michael H. Hart mengakui dengan
tulus, Sang Nabi yang menjadi panutan para sahabat itu berada pada posisi pertama
sebagai manusia paling berpengaruh dalam sejarah dunia.
Bumi ini pernah merasakan peradaban yang sangat indah. Namanya peradaban
Islam. Masa keemasan peradaban Islam ini terjadi pada masa Rasulullah dan sahabat.
Merekalah generasi pertama umat ini. Zaman dimana Islam benar-benar tegak secara de
jure dan de facto. Maka Rasulullah menyematkan sebutan “sebaik-baik zaman” untuk
masanya dan masa para sahabatnya.
“Sebaik-baik zaman adalah zamanku (Rosulullah dan sahabat), kemudian zaman
setelahnya (tabi’in), kemudian zaman setelahnya (tabi’ut tabi’in). (HR Bukhari Muslim)
Memang secara kekuasaan teritorial, masa Rasulullah dan sahabatnya bahkan
sampai khulafaurrasyidin yang terakhir, tidaklah sebesar masa-masa setelahnya. Namun
sesungguhnya peletak dasar kokohnya peradaban Islam pada zaman berikutnya
ditanamkan pada masa generasi pertama. Sesungguhnya peradaban Islam yang
berkembang dan bertahan lebih dari tujuh abad, mereguk mata air ilmu dan hikmah dari
generasi pertama. Sesungguhnya manusia-manusia peradaban Islam yang terkenal sangat
produktif pada masa berikutnya memperoleh inspirasi dari generasi pertama.
Sekali lagi, saya mengajak Anda berkelana bersama generasi pertama dan
memperhatikan kehidupan mereka dengan seksama! Kita akan melihat manusia-manusia
yang total dalam pengorbanan, semangat dalam berkarya, tinggi dalam kepercayaan diri,

131
khusu’ dalam ibadah, tawadhu dalam pergaulan, tulus dalam cinta dan memberi, berani
dalam menegakkan kebenaran, takut dalam ketakwaan, optimis dalam menjalani
kehidupan. Dan seluruh sifat-sifat baik itu berada pada puncak-puncaknya.
Coba perhatikan karakter mereka! Maka kita akan menemukan setiap sahabat
memiliki karakter khas yang bisa kita jadikan teladan dalam wilayah profesi apapun. Jika
kita ingin meneladani entrepheneur sejati, maka ada Abdurrahman bin Auf. Abdurrahman
bin Auf termasuk salah satu sahabat yang hijrah ke Madinah. Di Madinah, dirinya
dipersaudarakan dengan salah seorang sahabat Anshor bernama Sa’ad bin Rabi. Sebagai
saudara seiman Sa’ad bin Rabi’ menawarkan apa yang dimiliknya kepada saudaranya,
”Saudaraku, aku adalah penduduk Madinah yang paling banyak hartanya. Aku memiliki
dua kebun dan aku memiliki dua istri. Pilihlah kebun mana yang kau sukai, sehingga aku
memberikannya kepadamu. Pilihlah istriku yang kausukai agar aku menalaknya
untukmu!”
Abdurrahman menjawab, ”Semoga Allah memberkati keluargamu dan hartamu.
Namun, tunjukan saja kepadaku dimana pasar!” Sa’ad lalu menurutinya. Abdurrahman
mulai berdagang sehingga ia mendapatkan keuntungan. Dalam waktu singkat
Abdurrahman menikah dan ia kembali menjadi kaya raya.
Abdurrahman berkata, ”Sepertinya dunia mendatangiku. Kurasa bila aku
mengangkat sebuah batu aku menduga bahwa aku akan menemukan emas atau perak di
bawahnya.” Dahsyat!! Ucapan ini bukanlah ungkapan kesombongan. Ucapan ini
menunjukan kemampuan entrepheneur Abdurrahman yang menakjubkan. Di tangan
seorang Abdurrahman segalanya bisa menjadi uang.
Jika kita ingin menyaksikan kepiawaian seorang diplomat maka kita bisa temukan
pada diri Ja’far bin Abu Thalib. Beliau adalah saudara sepupu Rasulullah yang ditugaskan
untuk memimpin rombongan hijrah pertama kaum muslimin ke Habasyah. Hijrah untuk
menyelamatkan jiwa dan agama dari kebengisan para musyrikin Quraisy. Mendengar
kaum muslimin hijrah ke Habasyah, kaum musyrikin Mekah mengutus delegasi untuk
meminta kepada Raja Habsyah-bernama Najasyi-menangkap dan mengembalikan
rombongan itu ke Mekah. Utusan Quraiys membawa hadiah yang dibagikan kepada
semua rahib dan pembantu raja agar permintaannya mendapat dukungan.
Mari kita simak percakapan dan diplomasi seorang Ja’far yang menakjubkan

131
sebagaimana ditulis oleh Khalid Muhammad Khalid dalam ”Rijalu Khaular Rasul”
Dengan penuh kebencian dan tuduhan pada kaum muslimin, utusan Quraisy
berkata kepada Najasyi, ”Baginda Raja yang Mulia. Telah menyasar ke negeri Paduka
orang bodoh dan tolol. Mereka tinggalkan agama nenek moyang mereka, tetapi tidak pula
hendak memasuki agama Paduka. Bahkan mereka datang membawa agama baru yang
mereka ada-adakan, yang tak pernah kami kenal, dan tidak pula oleh paduka. Sungguh,
kami telah diutus oleh orang-orang mulia dan terpandang diantara bangsa dan bapak-
bapak mereka, paman-paman mereka, keluarga-keluarga mereka, agar Paduka sudi
mengembalikan orang-orang ini pada kaumnya kembali.”
Najasyi kemudian bertanya kepada kaum muslimin ”Agama apa yang
menyebabkan kalian meninggalkan bangsa kalian, tapi kalian tidak pula mau masuk ke
agama kami?”
Ja’far pun bangkit berdiri, untuk menunaikan tugasnya sebagai pemimpin hijrah,
lalu berkata: ”Wahai paduka yang mulia, dulu kami memang orang-orang yang jahil dan
bodoh; kami menyembah berhala, memakan bangkai, melakukan pekerjaan-pekerjaan
keji, memutuskan silaturahim, menyakiti tetangga, dan orang yang berhampiran. Yang
kuat waktu itu memakan yang lemah. Hingga datanglah masanya Allah mengirimkan
Rasul-Nya kepada kami. Kami kenal asal-usulnya, kejujuran, ketulusan, dan kemuliaan
jiwanya. Ia mengajak kami menyembah Allah dan mengabdikan diri kepada-Nya. Dan
agar membuang jauh-jauh apa yang pernah kami sembah bersama bapak-bapak kami
dulu, berupa batu-batu dan berhala. Beliau menyuruh kami bicara benar, menunaikan
amanah, menghubungkan silaturahim, berbuat baik pada tetangga, dan menahan diri dari
menumpahkan darah yang dilarang Allah.
”Dilarangnya kami berbuat keji dan zina, mengeluarkan ucapan bohong,
memakan harta anak yatim, dan menuduh berbuat jahat kepada wanita baik-baik. Lalu
kami benarkan dia dan kami beriman kepadanya, dan kami ikuti dengan taat apa yang
disampaikan dari Tuhannya. Lalu kami beribadah kepada Tuhan Yang Esa dan tidak kami
persekutukan sedikitpun juga, kami mengharamkan apa yang diharamkannya bagi kami,
dan kami menghalalkan apa yang dihalalkan bagi kami. Karenanya kaum kami memusuhi
kami, menggoda kami dari agama kami, agar kami kembali menyembah berhala, dan
kepada perbuatan-perbuatan jahat yang pernah kami lakukan dulu. Maka sewaktu mereka

131
memaksa dan menganiaya kami, menggencet hidup kami, dan menghalangi kami dari
agama kami, kami keluar hijrah ke negeri Paduka, dengan harapan akan mendapatkan
perlindungan Paduka dan terhindar dari perbuatan aniaya mereka.” Ja’far mengucapkan
kata-kata mempesona ini laksana cahaya. Kalimat-kalimat yang meluncur dari lisan
Ja’far membangkitkan perasaan dan membuat haru Najasyi, lalu sambil menoleh pada
Ja’far Najasyi bertanya, ”Apakah Anda membawa wahyu yang diturunkan atas Rasulmu
itu?”
”Ada, Paduka” Jawab Ja’far
”Coba bacakan padaku.” Pinta Najasyi
Lalu Ja’far membacakan sebagian surat Maryam dengan irama indah dan penuh
kekhusyua’an. Mendengar itu Najasyi menangis. Pendeta dan pembesar agama yang
hadir dalam pertemuan itu menangis pula. Sewaktu air mata lebat Najasyi sudah berhenti,
ia pun berpaling kepada utusan Quraisy, seraya berkata, ”Sesungguhnya apa yang dibaca
oleh Isa a.s sama memancar dari satu pelita. Kamu berdua silakan pergi! Demi Allah
kami tak akan menyerahkan mereka kepada kamu.”
Betapa hebat diplomasi seorang Ja’far. Cobalah simak pilihan katanya dan
bayangkan bagaimana dengan lancar dan penuh keyakinan Ja’far mengucapkannya.
Termasuk pilihan surat Maryam, adalah bagian dari kecerdasan diplomasi seorang Ja’far.
Karena Najasyi dan rakyatnya mayoritas Nasrani, maka Ja’far menyentuh hati dengan
sesuatu yang mereka yakini selama ini yaitu surat Maryam yang di dalamnya ada
penjelasan tentang nabi Isa. Ja’far, Seorang yang terusir dari kampung halamannya,
pindah ke sebuah negara tanpa tujuan yang pasti, namun mampu meluluhkan hati seorang
raja. Bahkan bisa menjadi jalan hidayah bagi sang raja.
Jika kita ingin menyaksikan kecerdasan strategi militer maka akan kita temukan
pada diri Khalid bin Walid. Panglima perang yang pernah memukul mundur pasukan
kaum muslimin di perang Uhud ini, telah membayar semua dengan berbagai kemenangan
di medan jihad yang dipimpinnya. Sampai-sampai dirinya diberi julukan hebat dari
Rasulullah ”Saifullahul Mashul”. Pedang Allah yang selalu terhunus.
Mari sejenak kita berpetualang bersama Khalid dalam salah satu perang dahsyat,
yaitu perang Mu’tah. Dalam perang ini kaum muslimin yang berjumlah 3000 orang
melawan pasukan Romawi yang dipimpin Heraklius berjumlah 200.000 orang.

131
Bayangkan betapa dahsyatnya perang ini!! Dibandingkan secara kauntitas saja jelas-jelas
pasukan Islam tidak seberapa dibandingkan pasukan Heraklius. Kalau dihitung lebih
detail, 3 orang pasukan muslim harus melawan 200 orang pasukan musuh!
Tampaknya Rasulullah saw telah memprediksi dahsyatnya perang ini, hingga
beliau mengangkat tiga lapis komandan pasukan. ”Apabila Zaid gugur, penggantinya
Ja’far. Apabila Ja’far gugur, penggantinya Abdullah bin Rawahah.” Begitu pesan
Rasulullah sebelum pasukan berangkat. Bendera perang warna putih diserahkan kepada
Zaid bin Haristah menandai pasukan itu siap berangkat ke medan Mu’tah.
Benarlah prediksi Rasulullah, perang tersebut benar-benar sangat dahsyat. Selagi
pertempuran sengit sedang berkecamuk, Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sedang
duduk beserta para shahabat di Madinah sambil mempercakapkan mereka. Tiba-tiba di
tengah percakapan yang berjalan dengan tenang tenteram, Nabi terdiam, kedua matanya
jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan mengedipkan kedua
matanya, untuk melepas air mata yang jatuh disebabkan rasa duka dan belas kasihan.
Seraya memandang berkeliling ke wajah para sahabatnya dengan pandangan
haru, beliau berkata: "Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia bertempur
bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid. Kemudian diambil alih oleh Ja'far, dan ia
bertempur pula bersamanya sampai syahid pula." Be!iau berdiam sebentar, lain
diteruskannya ucapannya: "Kemudian panji itu dipegang oleh Abdullah bin Rawahah dan
ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia·pun syahid pula". Dan penghormatan
terbaik yang diberikan untuk mengenangkan jasa mereka yang abadi, ialah ucapan
Rasullullah Shallallahu alaihi wa sallam yang berbunyi : "Mereka telah diangkatkan ke
tempatku ke syurga.”
Kemudian Rasulullah bersabda, ” Kemudian panji itu pun diambil alih oleh suatu
pedang dari pedang Allah, lalu Allah membukakan kemenangan di tangannya.” Siapakah
pedang Allah itu? Dialah Khalid bin Walid. Setelah 3 orang komandan pasukan kaum
muslimin syahid, Khalid pasukan kaum muslimin bersepakat mengangkat Khalid untuk
memimpin mereka.
Tampaklah kecerdasan strategi seoarang Khalid yang saat itu baru saja masuk
Islam. Strategi utamanya adalah bagaimana menyusupkan ketakutan di hati pasukan
Romawi. Keesokan harinya Khalid merubah komposisi pasukan. Yang tadinya di front

131
belakang dialihkan ke front depan, yang tadinya di sayap kiri dipindah ke sayap kanan,
begitu pula sebaliknya. Saat pasukan melihat komposisi ini ketakutan membayangi hati
mereka, ”Rupanya mereka mendapat bala bantuan.” kata pasukan musuh. Setelah kedua
pasukan saling mengintip dan bertempur beberapa lama, prajurit kaum muslimin mundur
pelan-pelan, sambil tetap menjaga komposisi pasukan. Pasukan Romawi tidak mengejar,
karena mengira bahwa pasukan muslim akan menerapkan suatu tipuan dan sengaja
menarik mereka ke tengah padang pasir lalu melancarkan serangan balik disana.
Luar biasa bukan, kecerdasan Khalid? Dengan strategi Khalid ini jumlah kaum
muslimin yang gugur hanyalah dua belas orang. Jauh lebih sedikit dari pasukan Romawi.

Karakter-Karakter Manusia Prestatif


Kisah yang saya sebutkan diatas hanyalah sebagian kisah-kisah menakjubkan
yang pernah terjadi pada generasi pertama. Kalau kita telusuri lebih detail lagi, tentu kita
akan mendapat hikmah dan pelajaran luar biasa dari kehidupan mereka.
Maka, tak berlebihan jika Sayyid Qutb menggambarkan generasi pertama dengan
gambaran yang sangat indah. Generasi pertama adalah generasi dimana semua kebaikan
ada di sana, setiap individu mampu memberikan kontribusi kebaikan, dan kebaikan-
kebaikan itu berada pada titik puncaknya. Dan seluruh puncak-puncak kebaikan itu
tumpah ruah dalam satu tempat dan satu zaman. Generasi itu, lanjut Sayyid Qutb, tidak
akan ditemukan kembali pada zaman-zaman sesudahnya.
Zaman itu adalah zaman dimana manusia mencapai puncak prestasi terbaik dalam
seluruh aspek kehidupan. Mereka adalah orang-orang yang mempuyai empat karakter
manusia prestatif yang memungkinkan mereka menjadi pemimpin-pemimpin peradaban
dunia. Apakah empat karakter itu? Kalau kita telusuri perjalanan hidup genrasi pertama
yang demikian gemilang, paling tidak kita akan menemukan empat karakter yang
menjadi ciri kepribadian para sahabar RadhiaAllahu ’anhum. Mari kita telusuri dan
semoga dengannya kita bisa meneladani
Karakter pertama yang melekat pada para sahabat adalah mampu
memaksimalkan seluruh potensinya. Manusia prestatif adalah mereka yang mampu
menggunakan segenap potensi yang ada dalam dirinya sampai pada titik puncaknya
(maksimal). Ukurannya memang menjadi sangat relatif tergantung kemampuan masing-

131
masing orang. Dengan ukuran ini, ada seseorang yang seakan telah mencapai prestasi
namun sebenarnya biasa-biasa saja. Namun ada juga yang biasa-biasa saja tetapi
sebenarnya dia seorang yang berprestasi.
Begini kira-kira ilustrasinya...
Ada seorang siswa berbakat dalam pelajaran matematika, dan dengan bekal bakat
kecerdasan itu, seharusnya dia mampu mendapatkan nilai sepuluh. Tapi, karena siswa ini
enggan belajar, dia hanya bisa mendapat nilai delapan. Maka anak ini belum terhitung
anak berprestasi. Ya, walaupun nilai delapan adalah ukuran nilai yang cukup baik. Ada
juga seorang siswa yang tidak bakat dibidang matematika dan dia mendapatkan nilai
delapan dalam raportnya. Boleh jadi inilah prestasi, jika siswa ini telah berusaha
sedemikian rupa sampai usaha maksimal. Nilai delapan siswa pertama hanya sekedar
nilai, tetapi bukan prestasi. Karena nilai itu didapatkan tanpa usaha yang maksimal atau
bahkan nyaris tidak melakukan usaha. Siswa tersebut hanya mengerjakan dengan
menggunakan bakat yang dibawanya sejak lahir. Sedangkan delapan sebagai nilai dari
siswa kedua adalah prestasi karena dia mendapatkan nilainya dengan kerja keras.
Prestasi adalah ketika seseorang telah mencapai batas maksimal dari seluruh
usaha untuk mendayagunakan seluruh kemampuan dirinya. Seorang ulama, Ibnul Jauzi
Rahimahullah menasehatkan kepada kita, ”Wajib bagi seseorang yang cerdas untuk
berusaha menggapai puncak yang bisa ia capai. Andaikata anak Adam bisa
membayangkan bahwa ia sanggup ke langit, maka diamnya di bumi adalah perkara yang
sangat dibenci.”
Syaikh Abdullah Azzam-seorang ulama dan mujahid-pernah mengajarkan
simulasi yang menghentak kesadaran murid-muridnya tentang arti mastatho’tum
(berusaha sekuat tenaga sampai titik maksimalnya). Untuk menjelaskan titik maksimal
itu, Syaikh mengajak murid-muridnya untuk berlari mengelilingi lapangan. Mulailah
Syaikh berlari diikuti murid-muridnya. Sekali putaran, dua kali, tiga kali, semua
muridnya masih bertahan. Lima kali, enam kali, tujuh kali putaran, sudah tampak lah
kelelahan dan kepayahan pada wajah para muridnya. Pada putaran-putaran selanjutnya
satu persatu meminta izin untuk istirahat. Wajah Syaikh pun sudah tampak lelah, tapi ia
terus berlari sampai tak ada satu muridpun menyertainya. Semuanya menyerah. Izin
untuk beristirahat.

131
Melihat Syaikh yang terus berlari dalam kepayahan, para muridnya mulai
khawatir terjadi sesuatu pada guru yang sangat mereka cintai. Kekhawatiran mereka
terbukti. Setelah putaran yang kesekian puluh kalinya, Syaikh Abdullah Azzam jatuh
tersungkur dan pingsan. Tergopoh-gopoh mereka menggotong Syaikh dan berusaha
menyadarkannya. Alhamdulillah, tak berapa lama Syaikh tersadar. Murid-muridnya
dengan perasaan senang bercampur heran bertanya, ”Syaikh kenapa kau melakukannya?”
Dengan senyum bijaknya Syaikh Abdullah Azzam menjawab, ”Kalian tahu, apa yang
kulakukan tadi adalah yang dimaksud mastataho’tum”
Kadang kita hanya merasa lelah, bukan benar-benar lelah. Kadang kita hanya
merasa kantuk bukan benar-benar kantuk. Kadang kita hanya merasa capek bukan benar-
benar capek. Merasa lelah dan benar-benar lelah adalah dua hal yang berbeda. Merasa
capek dan benar-benar capek adalah dua hal yang berbeda. Merasa kantuk dan benar-
benar kantuk adalah dua hal yang berbeda. Murid-murid Syaikh Abdullah Azzam dalam
kisah diatas adalah mereka yang hanya merasa lelah. Sedangkan yang benar-benar lelah
adalah Syaikh Abdullah Azzam. Kelelahan beliau ditandai dengan tersungkur dan
pingsan. Syaikh Abdullah Azzam telah memaksimalkan semua potensi fisiknya.
Begitulah kira-kira ilustrasi berusaha memaksimalkan potensi kita. Jika kita telah
mencapai titik maksimal dari semua pemberdayaan potensi yang kita miliki, maka itulah
prestasi.
Karakter kedua yang dimiliki pribadi prestatif adalah kreatif. Berbicara
tentang kreativitas, izinkan saya mengambil hikmah dari sebuah film yang sangat lucu.
Film ini menjadi salah satu kenangan saya dengan teman-teman asrama beastudi etos DD
Republika. Dulu, ketika saya masih satu atap dengan teman-teman di asrama Beastudi
Etos, ada satu program favorit bersama dan menjadi menu program mingguan kami.
Program itu adalah nonton film bareng. Dibandingkan program pembinaan yang lain,
program ini adalah program yang selalu paling lengkap dihadiri oleh penghuni asrama.
Semuanya rela berdesak-desakan di aula dan berebut tempat strategis agar bisa
menikmati film yang diputar dengan layar komputer 14 inch.
Suatu kali salah seorang teman kami, penanggung jawab program ini menyewa
sebuah film berjudul aneh, yaitu “Arghhhhh!!!” Dan isi film ini memang aneh. Film ini
bercerita tentang kehidupan sebuah komunitas manusia purba yang hidup sangat

131
sederhana. Sederhana dalam busana, sederhana dalam berpikir, dan sederhana dalam
mengatur masyarakat.
Saking sederhananya, mereka menamai setiap orang dalam komunitas tersebut
dengan nama yang sama. Semuanya bernama Pierre. Awalnya tidak ada masalah dalam
sistem penamaan ini, karena memang jumlah anggota komunitas waktu itu hanya 5 – 10
orang. Seiring berjalannya waktu dan semakin bertambahnya anggota komunitas maka
sistem nama ini membuat komunikasi diantara mereka menjadi rumit. Bayangkan saja,
ketika seorang suami bermaksud memanggil istrinya, “Pierre..!!!”, maka anaknya,
orangtuanya, tetangganya, dan semua yang mendengar panggilan itu datang
menyambutnya. Wah, repot kan…?
Karena nama Pierre saja menimbulkan kekacauan komunikasi, maka mereka
menambahkan di belakang nama Pierre dengan ciri khusus yang dimiliki tiap orang
dalam komunitas. Jadilah setiap orang memiliki nama Pierre diikuti ciri khas orang ini,
seperti ; Pierre si hidung mancung, Pieree si rambut keriting, Pieree si kaki pincang, dan
seterusnya. Inipun masih menimbulkan kekacauan karena akhirnya setiap orang dalam
komunitas tersebut harus punya ciri khusus agar disapa orang lain. Lagi-lagi masih
merepotkan.
Baiklah, saya akhiri cerita film sampai disini…
Film ini mengantarkan saya pada perenungan tentang nama dan kreativitas.
Sekarang, mari kita bayangkan jika sistem penamaan orang itu terjadi di masa kini,
dengan jumlah manusia yang telah mencapai jutaan bahkan milyaran orang. Atau coba
kita perkecil sekupnya sebatas lingkungan RT dimana kita tinggal. Kira-kira apa yang
akan terjadi jika satu RT dimana kita tinggal namanya sama? Rumit dan repot luar biasa
bukan?!
Segala puji bagi Allah yang mengkaruniakan kepada manusia akal cerdas, dan
terus berkembang dari waktu ke waktu. Syukurlah Allah memberikan kemampuan
kepada kita untuk menemukan nama yang berbeda untuk setiap bayi yang lahir di zaman
ini. Walaupun terkadang baik sengaja atau tidak sengaja ada nama yang sama. Kalaupun
ada nama yang sama, biasanya hanya kebetulan saja, yang jelas sudah tidak menimbulkan
kekacauan komunikasi seperti komunitas manusia purba tadi.
Mari kita bersama-sama memuji Allah dan bertasbih kepada-Nya. Subhanallah…

131
walhamdulillah….ternyata kemampuan kita untuk memilih dan menemukan variasi nama
orang adalah nikmat yang luar biasa.
Ternyata urusan nama bukanlah urusan yang sederhana. Dari perkara nama inilah
peradaban manusia dibangun pertama kalinya. Dimulai ketika sebuah amanah
dibebankan kepada kita., makhluk yang bernama manusia.
“Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,”Aku hendak
menjadikan khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak
menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah disana, sedangkan kami
bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “sungguh Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-Baqoroh : 30)

Kisah pengukuhan manusia menjadi khalifah di muka bumi ini menjadi awal
rangkaian kisah berikutnya; sujudnya malaikat pada Adam, ingkarnya iblis pada Allah
sekaligus deklarasi permusuhan Iblis dengan manusia, lahirnya setan sebagai pasukan
Iblis, kisah turunnya para nabi dan rasul, serta jutaaan kisah lain yang mewarnai bumi ini.
Satu hal yang sangat menarik kalau kita cermati adalah persiapan Adam untuk
memulai karirnya sebagai khalifah di bumi ini. Allah mempersiapkan Adam untuk
menjadi khalifah dengan pelajaran pertama tentang nama.
“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya. Kemudian dia
perlihatkan kepada para malaikat, seraya berfrman,”Sebutkan kepada-Ku nama semua
benda ini jika kamu benar.”
Sekali lagi, ternyata urusan nama bukanlah urusan yang sederhana. Urusan nama
menunjukan satu aspek penting dari kunci peradaban manusia. Kunci peradaban itu
bernama kreativitas.
Munculnya banyak nama dengan berbagai variasinya baik nama orang, nama
ilmiah, nama atom, nama benda, dan yang lainnya adalah wujud dari karunia Allah swt
kepada manusia. Karunia itu bernama kreativitas. Dengan kreativitas inilah manusia
menjalankan amanahnya sebagai khalifah dimuka bumi. Berbekal kreativitas inilah
zaman menjadi dinamis. Dengan kreativitas inilah roda peradaban tetap berputar. Suatu
peradaban yang sudah sedemikian jumud, begitu-begitu saja tanpa perubahan, akan
segera berakhir. Peradaban itu akan digantikan oleh peradaban lain yang lebih kreatif.

131
Kreativitas merujuk pada karakter seseorang yang mampu menghadirkan berbagai
pemikiran baru, ide-ide baru, atau solusi baru dalam kehidupan. Kalau kita bisa
menghubungkan antara satu hal dengan hal yang lain, kemudian menghasilkan sesuatu
yang baru maka kita adalah orang-orang yang kreatif. Seperti masalah pemberian nama
tadi contohnya. Kalau kita bisa memodifikasi nama Budi menjadi beberapa nama,
misalnya Budianto, Budianti, dan lain sebaginya, maka sebenarnya kita terhitung kreatif.
Nah, jika setiap kita telah diberi bekal kreativitas oleh Allah, maka tugas selanjutnya
adalah mengasah kreativitas itu agar memberikan manfaat untuk dunia dan untuk
berkarya pada lapangan yang lebih luas.
Karakter ketiga manusia prestatif adalah inovatif. Kreatif sangat dekat dengan
inovatif. Namun keduanya agak berbeda. Kalau kreatif lebih pada kemampuan sesorang
menggabungkan suatu ide dengan ide yang lain, maka inovatif merujuk pada produknya.
Inovasi adalah produk konkret dari kreativitas. Seseorang yang kreatif belum tentu
inovatif. Tapi, seorang yang inovatif hampir bisa dipastikan dia adalah orang yang kreatif.
Ilustrasinya begini kira-kira; Ada seorang ilmuwan mengotak-atik berbagai rumus
matematika, fisika, dan kimia, setelah berhari-hari di dalam ruang inspirasinya dia
menemukan rumus baru dengan menghubungkan rumus-rumus yang ada sebelumnya.
Maka ilmuwan ini adalah ilmuwan yang kreatif. Nah, jika dari rumus itu akhirnya
muncul sebuah produk baru yang bermanfaat maka ilmuwan ini adalah orang yang
inovatif.
Produk inovatif tidak selalu berupa barang atau benda. Tapi yang jelas inovasi
seringkali menjadi pemicu pergantian suatu peradaban ke peradaban yang lain. Tulisan
adalah karya inovatif manusia yang menjadi penanda pergantian masa pra sejarah
menjadi masa sejarah. Ditemukannya mesin-mesin industri telah mengubah Inggris dari
masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Lahirnya para sahabat Rasul adalah
karya inovatif tarbiyah (pembinaan) yang dilakukan Rasulullah. Para sahabat inilah yang
telah menerangi zaman jahiliyah bangsa Arab dan dunia waktu itu menuju zaman cahaya
Islam. Nah, jika ada diantara Anda ingin mengubah masyarakat di sekitar Anda
lakukanlah inovasi yang menghentak. Siapa tahu Anda akan menjadi manusia prestatif
yang dikenang sejarah.
Dan yang terakhir dari keempat ciri manusia prestatif adalah orientasi

131
kehidupan yang benar dan lurus. Kalau bicara orientasi maka kita bicara tentang
tujuan. Banyak manusia telah mencapai kemampuan maksimalnya. Banyak pula yang
manusia yang telah mencapai puncak kreativitas. Telah banyak orang yang menghasilkan
karya besar di dunia ini. Namun seringkali kita temukan karya itu hanya menimbulkan
kerusakan di muka bumi. Karya yang seperti ini sama sekali bukan prestasi.
Ukuran prestasi adalah apa yang telah disebutkan dalam salah satu hadits Baginda
Nabi yang sangat masyhur, ”Sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling banyak
manfaatnya bagi manusia yang lain.” Itulah petunjuk Rabbani. Petunjuk itu mengajarkan
kepada kita bahwa ukuran prestasi adalah seberapa besar karya yang kita hasilkan dalam
kehidupan mampu memberikan kemanfaatan orang lain, dan lebih luas lagi pada dunia
ini.
Selain ukuran kemanfaatan, ada satu ukuran prestasi yang disebutkan Al-Qur’an.
Mari kita simak taujih langsung dari Allah mengenai apa itu prestasi.
”Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum
mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-
Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang
(tetap) kafir sesudah (janji) itu,maka mereka itulah orang-orang yang fasik”(An-Nur:25)
Telah jelas bukan Saudaraku...
Allah menyebutkan berprestasi dalam ayat diatas dengan istilah ” menjadikan
mereka berkuasa di muka bumi”. Dan Allah menggunakan ukuran keimanan, amal
saleh, ibadah, dan menghindari diri dari menyekutukannya sebagai ukuran prestasi
seorang hamba. Atau semua itu terangkum dalam kata ikhlas lillahi ta’ala. Ketika kita
mencipta sebuah karya hanya dengan tujuan Allah saja, itulah prestasi. Jika kita mampu
memotivasi diri kita untuk berkarya dalam rangka menggapai ridha Allah, maka itulah
prestasi
Abu Ya’la (Syaddad) bin Aus r.a. berkata: bersabda Rasulullah saw:
Seseorang yang sempurna akal ialah yang mengoreksi dirinya, dan mempersiapkan

131
amal sebagai bekal untuk mati. Dan orang yang bodoh yaitu yang selalu
memperturutkan hawa nafsu, dan mengharapkan berbagai angan-angan kepada
Allah (HR Attirmidhi, Tarjamah Riadhus Shalihin buku 1 hal 92)

Sekali lagi mari sering-sering kita susuri perjalanan generasi pertama. Kita
sebagai seorang muslim seharusnya tiada bingung lagi mencari model manusia ideal. Ada
contoh nyata yang dihadirkan sirah Rasulullah dan sahabat. Apapun profesi kita hari ini,
maka sudah pasti ada formula kesuksesan yang telah dijalani para sahabat. Kewajiban
kita adalah menggali, mempelajari, dan merealisasikan formula itu.
Mungkin timbul pertanyaan di benak Pembaca, kalau begitu untuk apa kita belajar
dari generasi pertama? Kalau mereka hidup di masa lalu dan takkan pernah ada lagi
manusia sekualitas mereka sebagaimana analisis Sayyaid Qutb. Jangan pesimis dulu!
Berbahagialah kita yang dimaksud Sayyid Qutb zaman itu tidak akan terulang generasi
pertama adalah dalam hal berkumpulnya orang sekualitas mereka di satu zaman dan
satu tempat. Sedangkan secara pribadi, menemukan dan menjadi manusia sekualitas
para sahabat masihlah mungkin kita temui di zaman ini walau sangat sulit. Begitupun
masih berpeluang bagi kita untuk menjadi manusia sekualitas mereka. Tentu saja dengan
syarat, menggunakan formula yang telah terbukti mereka terapkan dalam kehidupan.
Setiap kebaikan ada pada generasi pertama dan kebaikan mereka mencapai titik
puncaknya. Untuk itu , mari bersama merenungi dan mengaplikasikan 15 Formula
menjadi Pribadi Prestatif Generasi Pertama!!! Agar kita pun siap se-prestatif mereka dan
ikut serta meramaikan bumi dengan prsetasi dan kebaikan.

Formula 1:
Kenalilah Diri Sendiri

Temukan Titik Ledak Diri

131
Sadarkah Anda, bahwa setiap kita terlahir istimewa? Hadirnya kita di dunia
adalah bukti bahwa kita telah ditakdirkan menjadi pemenang. Setelah lolos dari
perjalanan berbahaya dan bertarung mengalahkan jutaan sperma yang lain, kita mencapai
rahim. Dalam rahim pun kita begitu rentan dengan berbagai bahaya seperti goncangan,
obat kimia, dan lain sebaginya. Maka Allah menyiapkan seperangkat perlengkapan untuk
melindungi kita. Perlindungan itu berupa asupan makanan dari ibu melalui plasenta dan
terlindunginya rahim oleh tiga lapisan kegelapan. Di dalam kegelapan itulah kita
mempersiapkan diri untuk menghadapi dunia. Sembilan bulan berlalu dan lengkingan
tangis itu membuat orang-orang disekitar kita tersenyum. Fase ini telah kita lalui. Fase ini
menunjukan bahwa kita ditakdirkan menjadi pemenang!
Tak hanya cukup sampai disini Allah melimpahkan nikmat kepada kita. Allah
telah mengkaruniakan modal yang sedemikian besar kepada kita. Membekali kita dengan
panca indera sebagai gerbang memahami dunia. Membekali otak sebagai pusat
pengendalinya. Di dalamnyalah akal, rasa, emosi dikendalikan dan mengangkat derajat
kita menjadi makhluk paling unggul dari makhluk yang lain.
Mari kita coba merenungi satu bagian penting dalam tubuh kita bernama otak.
Berbicara tentang otak saja seharusnya sudah cukup membuat kita terkagum pada Sang
Pencipta dan bersyukur atas karunia luar biasa ini. Sungguh ia adalah nikmat yang tiada
bisa di kalkulasi dengan angka. Otak kita menyediakan seperangkat potensi untuk
melakukan apa saja. Sel sarafnya ada 100.000.000.000 dan sel penunjangnya dua kali
lebih banyak. Jumlah ini, apalagi jika hubungan mereka membentuk sinaps sebanyak
100.000.000.000.000, jauh lebih banyak dari galaksi di alam semesta. Jika satu sel
panjangnya 10 mikron (10xseperjuta), maka 1.000.000.000 sel yang diurutkan akan
memiliki panjang 1 kilometer. Panjang ini lebih panjang dari jalan terpanjang di dunia
dan lebih tinggi dari semua gedung di dunia. Jika setiap sel membutuhkan waktu 1 detik
untuk menelusurinya, maka untuk 10 milyar sel berapa waktu lamanya? Anda bisa
menghitungnya sendiri.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...
Setiap detiknya, otak bisa membentuk 20.000 sirkuit informasi dan mampu
menyimpan semua informasi itu dengan aman. 100.000.000 informasi bisa kita simpan
dalam otak kita. Jika kita ingin menghafal nama seluruh atom di alam semesta ini kita

131
mampu melakukannya, karena jumlah semua atom di dunia ini hanya 10.000 atom.
Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan...

Saudaraku pernahkah kita merenungkannya, bahwa kita tercipta istimewa. Kita


tercipta luar biasa!!! Maka tak ada alasan bagi kita untuk menjadi orang biasa-biasa saja.
Tak ada alasan bagi setiap manusia untuk tidak mempersembahkan karya terbaiknya di
dunia.
Barangsiapa mengenal dirinya maka ia akan mengenal Tuhannya. Begitu kata
babul ’ilmu (pintunya ilmu), Ali bin Abi Thalib r.a. Mengenal diri akan mengantarkan
kita pada kesyukuran. Syukur pada Allah yang telah menciptakan kita begitu sempurna.
Syukur yang akan memberikan semangat pada kita untuk memberdayakan semua potensi
diri kita secara optimal. Maka, mengenal diri menjadi perkara yang sangat ditekankah
oleh Rasulullah SAW, ”Allah merahmati seorang hamba yang memahami kapasitas
dirinya”
Dengan belajar otak, para ahli neuorologi sampai menyimpulkan bahwa manusia
bisa menjadi apa saja yang diinginkan. Kita bisa mengisi otak kita dengan berbagai ilmu
pengetahuan dan mengasah skill dalam segala bidang. Kita bisa memiliki kemampuan
multidimensi. Salah satu contoh sahabat yang memiliki kemampuan multidimensi ini
adalah Umar bin Khatab. Beliau adalah ahli militer. Beliau adalah salah satu seorang
ulama di kalangan sahabat. Beliau juga seorang pebisnis sukses. Beliau juga salah satu
dari empat khalifah rasyidin. Artinya Umar menguasai berbagai ilmu dan skill di bidang
militer, bidang diniyah, entrepheunership, dan pengelolaan negara.
Kita pun bisa memiliki lebih dari satu titik ledak atau kompetensi. Hanya
masalahnya kita mempunyai keterbatasan waktu dan energi. Itulah keadilan Allah.
Dengan keterbatasan kita untuk mengembangkan kompetensi di setiap bidang, dunia ini
menjadi seimbang. Terjadilah interaksi antar satu orang dengan orang lain untuk saling
membantu sesuai potensinya masing-masing. Dan itulah salah satu tugas kita,
menemukan potensi terbesar pada diri kita dan mengembangkannya semaksimal
mungkin. Saya menyebut potensi terbesar yang akan kita kembangkan itu dengan nama:
TITIK LEDAK DIRI. Inilah tugas pertama kita menuju prestasi: mencari titik ledak
dalam diri, yang ketika disulut akan mengguncang dunia. Menebarkan kemanfaatan dan

131
kebaikan di setiap tempat.
Tentu bukan larangan jika kita ingin mengembangkan semua bidang kompetensi.
Tentu saja setelah mencermati benar kemampuan kita. Karena jika kita tidak cermat,
Bukan kita menjadi orang dengan kompetensi multidimensi, jangan-jangan kita malah
tidak menjadi apapun karena tidak punya kompetensi inti. Untuk itulah, kita perlu
memiliki kompetensi inti. Kompetensi inti atau titik ledak yang saya maksudkan diatas
adalah kemampuan yang berada pada titik maksimal dalam diri kita.
Betapa sangat hebatnya Rasulullah memainkan peran sebagai murabbi bagi para
sahabatnya. Menjadikan mereka orang-orang yang begitu memahami dirinya,
menemukan titik ledaknya dan mengarahkan hingga mencapai titik puncaknya. Pada
akhirnya setiap sahabat berada posisi yang tepat mengukir prestasi puncak sesuai
bidangnya masing-masing.
Mari kita bercermin pada salah seorang sahabat bernama Qais. Nama lengkap
sahabat ini Qais bin Sa’ad bin Ubadah. Qais adalah pemimpin suku Khazraj yang masih
muda belia. Sampai-sampai orang Khazraj berkata, ”Seandainya bisa, pasti kami
pinjamkan jenggot pada Qais agar ia menjadi berwibawa”
Qais adalah orang yang cerdik dan cemerlang otaknya. Beliau adalah ahli
menajemen strategi dan mempunyai banyak ide cemerlang. Bahkan ia sampai berkata
pada dirinya sendiri, ”Jika bukan karena Islam, niscaya aku akan membuat suatu rencana
makar yang tidak mampu dihadapi orang-orang Arab.” Inilah pernyataan yang
menunjukan pemahaman diri yang sangat mendalam dan kepercayaan diri yang sangat
tinggi. Inilah titik ledak seorang Qois. Dengan kecermelangan ide dan kecerdasan
menyusun taktik inilah Qais memimpin suku Khazraj walau masih belia.
Qais meninggal dunia dengan prestasi yang mengagumkan. Kaya raya, takwa,
pembela kebenaran, namun hidup dalam kezuhudan. ”Sekiranya aku tidak mendengar
Rasulullah bersabda bahwa makar dan tipu daya itu akan berada dalam neraka, niscaya
aku menjadi orang yang paling ahli membuat makar umat ini.”

Jujurlah Dengan Kelemahan Diri


Setelah kita menemukan dan menentukan titik ledak kita, maka hal lain yang
harus kita pahami dari diri adalah kelemahan-kelemahannya. Dengan memahami

131
kelemahan-kelemahan diri ini, kita bisa merencanakan treatmen khusus untuk meghapus
kelemahan ini atau paling tidak menguranginya. Misalkan Anda seorang yang boros dan
kurang bisa mengatur keuangan dengan baik. Maka saya sarankan Anda mengikuti
program pelatihan perencaan keuangan. Atau bisa juga dengan membaca buku-buku
tentang perencanaan keuangan. Atau mungkin ada diantara kita yang sangat takut
berbicara di depan umum, maka kita bisa mentretmen dangan mengikuti pelatihan-
pelatihan public speaking.
Memahami kelemahan diri juga akan membuat kita waspada dan mampu
melakukan antisipasi berbagai efek buruk dari kelemahan itu. Misalnya, Anda seorang
pelupa. Jika Anda memahami benar pelupa adalah bagian dari kelemahan diri Anda,
maka seharusnya Anda melakukan antisipasi agar urusan Anda tidak kacau dengan
kelemahan ini. Misalnya dengan menuliskan semua janji yang Anda buat, membuat alarm
di HP, meminta suami/istri untuk mengingatkan jadwal Anda, dan lain sebagainya.
Jika kita sadar bahwa kita punya kelemahan yang tidak bisa kita hilangkan, kita
bisa menempatkan diri pada amanah yang tepat. Lebih baik kita tolak suatu amanah yang
memang tidak mampu melakukannya, ketimbang membuat amanah itu menjadi
berantakan. Umar bin Khatab pernah menolak perintah Rasulullah karena beliau merasa
tidak mampu melakukannya. Ini terjadi menjelang perjanjian Hudaibiyah. Awalnya
Rasulullah memilih Umar sebagai duta kaum muslimin untuk melakukan perundingan
dengan pihak Quraisy. Tentu Anda tahu bagaimana watak seorang Umar. Beliau orang
yang keras, tegas, dan sulit diajak kompromi apalagi kalau sudah menyangkut harga diri
orang beriman. Umar menyadari benar hal ini. Dan ia pun menolak dengan bahasa yang
santun, ”Wahai Rasulullah, tak seorang pun sanak keluargaku dari Bani Ka’ab di Makah
yang marah jika aku disiksa. Lebih baik utuslah Utsman bin Affan, karena sanak
keluarganya ada di sana dan ia akan menyampaikan apa yang Engkau kehendaki.”
Tentu kita tahu Utsman. Seorang yang lembut, dermawan, dan pemalu.
Pertimbangan logis dari Umar ini diterima oleh Rasulullah. Utsmanlah yang kemudian
diutus oleh Rasulullah. Dan tepatlah pilihan ini. Setelah itu kaum muslimin dan
musyrikin Quraisy menghasilkan perjanjian Hudaibiyah. Sebuah perjanjian yang
mengantarkan kaum muslimin kepada kemenangan satu tahun kemudian.

131
Bagaimana Cara Kita Mengenali Diri Sendiri?
Seringkali pertanyaan ini muncul dari teman-teman saya; bagaimana mengenali
diri sendiri? Bagaimana kita mengetahui peotensi diri? Atau bagaimana kita mengenal
kelemahan diri? Kita memang terkadang lebih pede menilai orang lain dibanding dengan
menilai diri sendiri. Kita bisa melihat kebaikan dan keburukan orang lain dengan sangat
jelas dan rinci. Tetapi giliran diminta untuk menyebut kebaikan dan kekurangan diri
malah kebingungan. Seperti pepatah semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk
mata tidak tampak.
Seringkali ketika saya diminta untuk mengisi training pengembangan diri, saya
membuat sebuah simulasi tentang bagaimana seseorang mengenali diri. Anda boleh ambil
bolpoin dan kertas dan mempraktekannaya. Pertama, saya memberi perintah, ”Dalam
waktu satu menit, tulislah semua kelebihan-kelebihan ayah Anda!” Spontan peserta
menuliskan kebaikan ayah mereka dengan lancar. Dan memang benar, setelah satu menit
berlalu selalu saya cek jumlah kelebihan ayah yang dituliskan para peserta. Rata-rata
mereka menuliskan lebih dari sepuluh. Nah, giliran pertanyaan kedua, ”Dalam waktu satu
menit juga, tulisakan kelebihan-kelebihan Anda!!” Kali ini peserta spontan terlihat
bingung, berpikir keras, dan tidak menulis selancar yang pertama. Setelah satu menit
berlalu dan saya cek, ternyata rata-rata peserta tidak menuliskan kelebihan mereka lebih
dari lima poin.
Apakah mereka memang tidak memiliki kelebihan yang banyak sebagaimana
ayah mereka? Mungkin. Tetapi kemungkinan lain, para peserta ini memang tidak paham
dirinya atau tidak pede menuliskan kelebihannya sendiri.
Mengenali diri memang proses yang gampang-gampang susah. Ada orang yang
terlalu overconfidence sehingga menilai kelebihan dirinya secara berlebihan. Ada pula
orang yang underconfidence yang melihat dirinya begitu penuh dengan kekurangan.
Proses mengenali diri adalah proses sepanjang kehidupan karena manusia
makhluk yang sangat dinamis. Mengasah potensi juga proses sepanjang kehidupan
karena kita tak pernah tahu seperti apakah titik puncak prestasi kita. Semakin cepat kita
menemukan dan menentukan titik ledak kita, semakin cepat pula kita mengukir prestasi.
Iman Al-Ghazali rahimahullah mengajarkan bagaimana agar kita memahami diri
dan menemukan potensi terbaik yang kita miliki.

131
Pertama adalah melalui diri kita sendiri. Sediakanlah waktu yang cukup dan
khusus untuk merenungi diri sendiri. Lebih baik jika setiap hari kita menyediakan waktu
khusus untuk hal ini. Salah satu cara ampuh mengenali diri adalah dengan menulis diary
atau catatan harian. Mungkin bagi sebagian Anda tampak aneh, apalagi yang laki-laki.
Selama ini kita menganggap menulis diary adalah pekerjaan perempuan. Tentu saja
anggapan ini tidak benar. Ada beberapa ulama yang diary hidupnya menjadi sangat
berharga hari ini. Shaidul Khatir Ibnul Jauzi misalnya. Isi buku ini sesuai dengan arti
judul bukunya Shaidul Khatir yang berarti lintasan-lintasan hati. Buku ini berisi lintasan-
lintasan pikiran Ibnul Jauzy. Jadi semacam catatan harian yang beliau bukukan. Catatan
harian ini mengandung banyak pelajaran yang bisa kita ambil hikmahnya. Jadilah kitab
ini dibaca dan diterjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk bahasa Indonesia sampai
sekarang.
Menulis catatan harian adalah salah satu cara efektif untuk melakukan
perenungan diri dan menemukan potensi diri. Tuliskan semua apa yang terjadi hari ini.
Suasana hati, lintasan pikiran, perasaan, prestasi-prestasi harian atapun peristiwa-
peristiwa yang Anda alami. Lakukan ini dengan rutin. Sekali waktu baca kembali catatan
harian itu. Pastilah Anda akan menemukan ternyata telah banyak yang terjadi dalam
hidup Anda. Saat itulah Anda akan mengerti siapa Anda dan apa potensi terbesar dalam
diri Anda.
Kedua adalah mengambil guru, pembimbing, atau murabbi dalam hidup ini.
Seorang yang shaleh dan dekat dengan Allah. Sering-seringlah mengunjungi mereka dan
mintalah nasehat kepada mereka. Mintalah pendapat mereka tentang diri kita. Karena
orang-orang yang shaleh memiliki bashirah (mata hati) yang tajam bersumber dari
cahaya keimanan yang mereka miliki. Mereka akan menujukan baik dan buruknya diri
kita bukan hanya dengan timbangan dunia tetapi juga dengan timbangan akhirat.
Simaklah bagaimana Sang Murabbi terbaik, Rasulullah menunjukan kepada
sahabatnya dalam mengenali diri mereka. Suatu hari sahabat yang mulia Abu Dzar Al-
Ghifari meminta jabatan kepada Rasulullah. Karena Rasulullah mengetahui benar tabiat,
kemampuan, dan karakter Abu Dzar, Rasulullah tidak mengiyakannya. Tetapi
memberikan nasehat, ”Ia merupakan amanat, dan di hari kiamat menyebabkan kehinaan
dan penyesalan kecuali orang yang mengambilnya secara benar dan menunaikan

131
kewajiban yang dipikulkan kepadanya.” Sejak saat itulah Abu Dzar tidak pernah mau
berdekatan dengan kekuasaan. Dan di kemudian hari kita mengenalnya sebagai tokoh
sahabat yang menjadi pengingat para penguasa Islam untuk senantiasa berhati-hati dan
menunaikan kewajiban kekuasaan. Karena Rasulullah, Abu Dzar memahami benar
kemampuannya dan menyadari pula peran yang harus diambilnya.
Ketiga adalah memilih sahabat yang baik dan tulus. Mereka adalah sahabat-
sahabat yang tidak hanya melihat kebaikan kita namun juga tulus menasehati
kekurangan-kekurangan kita. Maka pilihlah sahabat-sahabat yang tulus itu.
Suatu hari Handzalah datang tergopoh-gopoh kepada Abu Bakar dengan muka
muram sambil berkata, ”Handzalah telah munafik, Handzalah telah munafik!” Betapa
kagetnya Abu Bakar. Seorang Handzalah yang tak lagi diragukan keimananya berkata
sedemikian rupa. ”Apa yang terjadi padamu, Saudaraku.” Tanya Abu Bakar. ”Jika aku di
majlis Rasulullah aku merasa seolah-olah surga di depan mataku, tetapi ketika telah
berkumpul kembali dengan keluargaku, aku bersenda gurau dengan mereka dan seakan-
akan lupa dengan surga dan neraka.” Jawab Handzalah. Pucatlah muka Abu Bakr
mendengar tuturan sahabatnya itu. Karena dia pun mengalami hal yang sama. Abu Bakar
diingatkan untuk mengenali kondisi imannya oleh Handzalah. Sahabat yang baik akan
bisa menjadi cermin bagi diri kita untuk melihat kelebihan dan kekurangan diri kita.
Keempat adalah memahami diri kita dari orang-orang yang memusuhi. Jadikan
setiap orang sumber belajar. Sumber inspirasi dalam hidup. Asal kita bisa mengambil
energi positif dan membuang jauh-jauh energi negatif dari orang yang memusuhi kita,
maka kita pun bisa memperoleh pelajaran dan pemahaman diri dari mereka. Orang yang
memusuhi kita biasanya sangat mudah melihat kekurangan diri kita dan sangat membenci
potensi dan prestasi yang kita miliki. Maka, perhatikan perkataan mereka barangkali kita
akan menemukan mutiara dibalik kebenciannya.

Pupuklah Bibit itu Agar Tumbuh Pohon yang Mempesona


Potensi diri yang kita miliki ibarat bibit tanaman yang bisa tumbuh menjadi
tanaman yang baik ataupun tanaman yang buruk. Ia bisa menjadi bibit yang tumbuh
menjadi pohon mempesona atau menjadi benalu dalam kehidupan.
Titik ledak diri adalah keunikan yang memberikan banyak pilihan dalam hidup.

131
Akankah ia menjadi kebaikan untuk orang lain atau menjadi kejahatan tergantung diri
kita. Persis seperti penegasan Rasulullah, bahwa manusia itu ibarat barang tambang, yang
paling baik di masa jahiliyah adalah juga yang terbaik di masa Islam. Dengan satu syarat:
jika ia mengetahui. Banyak orang memiliki potensi. Banyak orang yang menghasilkan
karya. Namun akhirnya hanya menjadi prahara dalam kehidupan. Merusak, membunuh,
menganiaya manusia dan alam semesta. Dan saya perlu mengingatkan pada Anda semua
bahwa itu bukan prestasi.
Setiap pilihan akan mendatangkan akibat. Kebaikan akan berbuah kebaikan.
Kejahatan akan berakibat keburukan. Kalaupun akibat itu tidak dirasakan di dunia maka
kehidupan akhirat telah menunggu balasannya. Maka saudaraku, mari jadikan potensi dan
prestasi diri kita sebagai harga untuk memohon surga kepada Allah.
Ya Rabb kami berikanlah kami kebaikan di dunia dan berikan kebaikan akhirat
kepada kami. Serta hindarkan kami dari siksa api neraka

Formula 2 :
Jadilah Pemimpi

Harapan Adalah Nyawa Kehidupan

131
Suatu hari Umar bin Khatab, Khalid bin Walid, dan Sa’ad bin Abi Waqqash
berkumpul dalam sebuah majlis untuk saling memberikan nasehat. Umar bin Khatab
memulai dengan sebuah nasehat singkat dan sangat berisi, ” Wa tamannau, bermimpilah
kalian!” Kata Umar
Mendengar apa yang disampaikan Umar, Khalid menyambut ”Aku punya mimpi
bisa hadir dalam sebuah peperangan, sebagaimana perang Badr. Dimana kaum muslimin
dengan jumlah yang sedikit melawan pasukan kuffar yang lebih banyak, kemudian
memperoleh kemenangan dan aku syahid di dalam peperangan itu.”
Giliran selanjutnya adalah Sa’ad. Beliau berkata, ” Aku bermimpi punya harta
sebanyak Abdurrahman bin Auf kemudian aku infakkan semua hartaku di jalan Allah.”
”Kalau aku lain,” Kata Umar ”aku bermimpi agar rumahku menjadi rumah
tarbiyah yang akan dipenuhi oleh orang-orang seperti Abu Ubaidah bin Jarrah.”
Fragmen diatas adalah gambaran sebagian dari kehidupan para sahabat. Mereka
punya mimpi. Mereka memiliki cita-cita besar dalam hidupnya. Mereka tidak
membiarkan hidupnya mengalir begitu saja. Mereka berusaha mengukir prestasi
unggulan dan menorehkan tinta emas dalam sejarah dunia. Dan duniapun telah
merasakan manisnya prestasi mereka.
Sesungguhnya hanya mereka yang punya visi besar dalam hidupnya yang benar-
benar akan mencapai prestasi puncaknya. Walau penentu segala sesuatu adalah Allah.
Sebagaimana Khalid yang bermimpi menjadi syuhada tapi ditakdirkan Allah wafat diatas
ranjang. Namun, dengan mimpinya Khalid telah membuktikan prestasi membanggakan
dalam sejarah militer Islam. Pantaslah jika Rasulullah kemudian menyematkan sebuah
gelar, ”Saifullahul Mashul” Pedang Allah yang senantiasa terhunus.
Mimpi, visi, atau harapan adalah nyawa kehidupan. Dengannyalah seorang ibu
rela berlelah-lelah menyusui anaknya. Sebab sang ibu berharap anaknya tumbuh dewasa.
Karena harapan pulalah seorang petani menanam padi di sawahnya. Sebab ia berharap
padi akan tumbuh dan hasilnya bisa mencukupi kebutuhan keluarga. Karena mimpi
membebaskan dunia ini dari penghambaan pada manusia menuju penghambaan pada
Allah saja; Rasulullah, sahabat, dan para mujahid di seluruh penjuru bumi ini berjuang
dan berkorban.
Mimpi akan memberi kekuatan kepada seseorang untuk terus bergerak menggapai

131
cita-citanya. Semakin kuat mimpi tertanam dalam jiwa seseorang maka semakin gigih
pula usaha yang dia lakukan. Semangatnya akan terus membara di sepanjang perjalanan
mendaki titik puncak prestasi. Dan inilah yang akan membentuk karakter prestatif pada
dirinya.
Mimpi juga akan membuat seseorang untuk terus berpikir mencapai tujuannya.
Dengan mimpi itulah seseorang ”dipaksa” untuk mencari berbagai alternatif cara untuk
menggapainya. Inilah yang akan membentuk karakter kreatif dalam dirinya.
Jadi, jika Anda telah siap menjadi orang-orang besar maka siapkan pula mimpi-
mimpi besar. Jika Anda telah siap mengisi hidup Anda dengan prestasi maka siapkan
mimpi-mimpi prestatif. Sejauhmana kita menyusun mimpi kita sejauh itu pula kita
meraih apa yang kita inginkan. Karena sesungguhnya mimpi baik dan mimpi besar kita
adalah bagian dari prasangka baik kita kepada Allah. Sebagaimana tersebut dalam
sebuah hadits qudsi, Allah berfirman, ”Ana ’Inda zhanni ’Abdi”. Aku (Allah) sesuai
dengan prasangka hamba-Ku kepada-Ku.

Hati-Hati Jebakan Mimpi


Saya perlu mengingatkan diri saya dan Anda semua tentang yang satu ini: jebakan
mimpi. Mimpi mempunyai batas yang sangat tipis dengan angan-angan. Tapi, punya efek
psikologis yang sangat besar dalam kehidupan. Mimpi adalah ajaran Rasul, sedang
angan-angan adalah jebakan syaitan.
Sebagian orang terjebak dalam panjang angan-angan namun merasa dirinya
seorang pemimpi, seorang visioner. Ada pula yang terlalu takut terjebak dalam panjang
angan-angan lantas tidak memiliki mimpi dalam hidupnya. Kelompok yang kedua ini
biasanya berkata, ”Ah, sudahlah kalau mimpi jangan tinggi-tinggi, kalau jatuh sangat
menyakitkan.”
Saya ingin mengutipkan tulisan Ustadz Anis Matta dalam bukunya ”Mencari
Pahlawan Indonesia” yang menjelaskan perbedaan mimpi dan angan-angan. Semoga bisa
memberi pemahaman kepada Anda.
”Mimpi adalah sesuatu yang rasional. Terbentuk dari perenungan mendalam
tentang kehidupan. Sehingga mimpi dalam jiwa para pemimpi tertanam sangat kuat.
Mimpi itu benar-benar dikhayati dan tervisualisasi dengan sangat jelas. Mimpi bagi para

131
pemimpi adalah seperti maket bagi seorang arsitek. Mimpi itu menggerakkan dan
memberikan pada pemiliknya arah gerakannya.”
”Sedangkan angan-angan adalah sesuatu yang tidak berdasar rasionalitas yang
kuat. Ia terbentuk dari letupan-letupan keinginan yang labil. Tidak kuat mengakar dalam
jiwa. Angan-angan lebih banyak lahir dari sikap melankolis, sering merupakan bentuk
pelarian diri dari dunia nyata, atau hanya sekedar cara menghibur diri dari kegagalan.
Angan-angan tidak mampu menggerakkan dan memberikan arah gerak bagi para
pemiliknya.”

Jadilah Pemimpi Sesungguhnya dengan SMART


Agar Anda tidak terjebak dalam angan-angan kosong maka susun mimpi Anda
dengan rumus SMART : spesific, measurable, achievable, realistic, time limited.
Yang pertama adalah spesifik. Susunlah mimpi Anda dengan spesifik maka ia
akan menggerakkan. Seringkali dalam training yang saya bawakan, saya bertanya pada
beberapa peserta ”Apa cita-cita Anda?” Kebanyakan menjawab dengan jawaban yang
tidak spesifik. Begini contohnya...
”Aku bercita-cita menjadi manusia berguna bagi nusa, bangsa, dan agama” Ini
yang palin sering.
Ada lagi yang lain, misalnya ”Ingin masuk surga dan meraih ridho Allah”
Apakah ada yang salah dari mimpi diatas? Secara normatif tentu saja tidak. Setiap
orang berhak menetapkan mimpinya masing-masing. Namun , jika mimpi seseorang
tersusun seperti diatas, maka mimpinya tidak akan menggerakkan. Hanya sekedar slogan
normatif saja. Mimpi yang spesifik adalah mimpi yang bisa memberikan gambaran
menjadi apa Anda nantinya. Ambillah contoh diatas ”Ingin masuk surga dan meraih ridho
Allah”. Mimpi ini tidaklah spesifik. Mimpi yang lebih spesifik juga menjelaskan
bagaimana dia masuk surga. Misal seperti mimpi Umar diatas. Umar pun ingin masuk
surga. Itulah cita-cita beliau yang paling agung. Tapi Umar juga paham, bahwa meraih
surga dan ridha Allah tidaklah cuma-Cuma. Maka, Umar kemudian meyusun mimpi
untuk meraih surga itu “Aku bermimpi agar rumahku menjadi rumah tarbiyah yang akan
dipenuhi oleh orang-orang seperti Abu Ubaidah bin Jarrah.”
Persyaratan kedua agar mimpi kita menggerakkan adalah measurable atau

131
terukur. Buatlah ukuran kesuksesan dari mimpi Anda. Ukuran yang jelas secara
kuantitatif. Misal, Anda punya mimpi menjadi seorang kaya raya. Maka tetapkan ukuran
kekayaan Anda. Misal: memiliki sekian perusahaan; memiliki sekian rupiah; punya
sekian hektar tanah; dan lain sebagainya. Ukuran yang jelas dari mimpi akan membuat
kita terus bersamangat mencapinya karena jelas targetnya.
Mari kita bercermin dari Nabi Saw bagaimana beliau menanamkan mimpi
kepada para sahabat. Salah satunya kepada Adi bin Hatim. Mimpi yang begitu jelas dan
terukur beliau gambarkan kepada Adi bin Hatim yang saat itu masih beragama Nasrani.
Mimpi-mimpi itu yang kemudian membuat Adi bin Hatim masuk Islam dan tercatat
sebagai salah seorang mujahid yang teguh membela Islam. Mari kita simak tuturan
langsung dari Adi bin Hatim tentang kisah masuk Islamnya.
Ketika pengaruh Rasulullah bertambah besar dan tentaranya bertambah banyak,
aku berkata kepada sahaya gembala ontaku, “Hai, anak manis! Siapkan onta betina yang
gemuk dan jinak, lalu tambatkan selalu di dekatku. Bila kamu dengar tentara Muhammad
atau ekspedisinya menjejakkan kaki di negeri ini, beritahukan kepadaku segera!”
Hingga suatu pagi, sahayaku datang menghadap. Katanya, “Wahai Tuanku! Apa
yang akan Tuan-ku perbuat jika tentara berkuda Muhammad datang ke negeri ini, maka
lakukanlah sekarang!” Tanyaku, “Mengapa?” Jawabnya, “Hamba melihat beberapa
bendera sekeliling kampung.” Lalu aku bertanya,” Bendera apa itu?”. Jawabnya, “Itulah
bendera tentara Muhammad.”
Aku perintahkan sahayaku untuk menyiapkan onta tadi. Seketika itu juga aku
memanggil istri dan anak-anakku untuk segera berangkat ke negeri yang aman, Syam. Di
sana kami bergabung dengan orang-orang seagama dengan kami dan tinggal di rumah
mereka. Aku terburu-buru mengumpulkan semua keluargaku.
Setelah melewati tempat yang mencemaskan, ternyata ada keluargaku yang
tertinggal. Saudara perempuanku tertinggal di negeri kami, Nejed, beserta penduduk
Tha’i yang lain. Tidak ada jalan lain bagiku untuk menjemputnya kecuali kembali ke
Tha’i. Aku terus berjalan dengan rombonganku sampai ke Syam dan menetap di sana.
Saudara perempuanku aku biarkan tertinggal di Tha’i, tetapi mencemaskan hatiku. Ketika
berada di Syam, aku mendapat berita, tentara berkuda Muhammad menyerang negeri
kami. Saudara perempuanku tertangkap dan menjadi tawanan, kemudian dibawa ke

131
Yatsrib bersama beberapa penduduk lainnya.
Di sana mereka ditempatkan dalam penjara dekat pintu masjid. Ketika Rasulullah
lewat, saudaraku menyapa, “Ya Rasulullah! Bapakku telah binasa. Yang menjaminku
telah lenyap. Maka, limpahkan kepadaku karunia yang dikaruniakan Allah kepada Anda.”
Rasul bertanya, “Siapa yang menjamin engkau?” Jawab saudaraku, “‘Adi bin Hatim!”
Rasululah menjawab, “Dia lari dari Allah dan Rasul-Nya.” Sesudah berkata begitu,
Rasulullah pergi. Besok pagi Rasulullah lewat dekat saudaraku. Saudaraku berkata pula
seperti kemarin kepada beliau. Kemudian beliau menjawab seperti yang kemarin pula.
Hari ketiga Rasulullah lewat, saudaraku lupa menyapa beliau. Seorang laki-laki
memberi isyarat kepada saudaraku supaya menyapa beliau. Saudaraku berdiri
menghampiri Rasulullah seraya berkata, “Ya Rasulullah! Bapakku telah meninggal. Yang
menjaminku telah lenyap. Maka, limpahkanlah kepadaku karunia yang dikaruniakan
Allah kepada Anda.”
Rasulullah menjawab, “Saya penuhi permintaanmu!” Saudaraku berujar, “Saya
ingin pergi ke Syam menemui keluargaku.” Rasulullah berkata, “Tetapi, engkau jangan
buru-buru pergi ke sana, sebelum engkau dapatkan orang yang dapat dipercaya dari
kaummu untuk mengantarmu. Bila engkau dapatkan orang yang dipercaya, beritahukan
kepada saya.”
Setelah Rasulullah pergi, saudaraku menanyakan siapa laki-laki yang memberi
isyarat kepadanya supaya menyapa Rasulullah. Dikatakan bahwa orang itu adalah Ali bin
Abi Thalib.
Saudaraku tinggal di sana sebagai tawanan sampai datang orang yang dipercaya
untuk membawanya ke Syam. Setelah orang itu datang, dia memberitahu kepada
Rasulullah. Katanya, “Ya Rasulullah! Telah datang serombongan kaumku yang dipercaya
dan mereka menyanggupi mengantarku.” Rasulullah memberi saudaraku pakaian, onta
untuk kendaraan dan belanja secukupnya. Maka berangkatlah dia beserta rombongan
tersebut.
Kami selalu mencari-cari berita tentang saudaraku dan menunggu kedatangannya.
Kami hampir tidak percaya apa yang diberitakan tentang Muhammad dengan segala
kebaikannya terhadap saudaraku. Demi Allah! Pada suatu hari ketika aku sedang duduk
di lingkungan keluargaku, tiba-tiba muncul seorang wanita dalam hawdaj (sekedup)

131
menuju ke arah kami. Aku berkata, “Nah, itu anak perempuan Hatim!” Dugaan itu betul.
Dia adalah saudaraku yang ditunggu-tunggu.
Setelah turun dari kendaraan, dia segera menghampiriku seraya berkata, “Anda
tinggalkan kami, Anda dzalim! Istri dan anak-anak Anda, Anda bawa. Tetapi, bapak dan
saudara perempuan Anda, serta yang lainnya Anda tinggalkan.” Aku menjawab, “Hai
Adikku! Janganlah berkata begitu!” Aku berhasil menenangkannya. Setelah itu aku minta
dia menceritakan pengalamannya. Selesai bercerita, aku berkata kepadanya, “Engkau
wanita cerdik dan pintar. Bagaimana pendapatmu tentang orang yang bernama
Muhammad itu?” Dia menjawab, “Menurut pendapatku, demi Allah, sebaiknya temui dia
segera. Jika dia Nabi, maka yang paling dahulu mendatanginya beruntunglah dia. Dan
jika dia raja, tidak ada hinanya Anda berada di sampingnya. Anda adalah seorang raja
pula.”
Maka, aku siapkan perlengkapanku, lalu aku pergi ke Madinah menemui
Rasulullah . Tanpa iman dan kitab, aku mendengar berita bahwa beliau pernah berkata,
“Sesungguhnya saya berharap semoga ‘Adi bin Hatim masuk Islam di hadapan saya.”
Sampai di Yastrib, aku langsung masuk ke majelis Nabi , ketika beliau berada di dalam
masjid. Aku memberi salam kepadanya. Mendengar salamku beliau bertanya, “Siapa
itu?” Jawabku, “‘Adi bin Hatim!” Rasulullah berdiri menyongsongku. Beliau
menggandeng tanganku lalu dibawa ke rumahnya. Ketika beliau membawaku, tiba-tiba
seorang wanita tua yang dhaif (lemah) sedang menggendong seorang bayi, menemuinya
minta sedekah. Wanita tua itu berbicara tentang kesulitan hidupnya. Beliau
mendengarkan bicara wanita itu sampai selesai. Aku pun tegak menunggu.
Aku berkata kepada diriku, “Demi Allah! Ini bukan kebiasaan raja-raja!”
Kemudian beliau menggandeng tanganku dan berjalan bersama-sama denganku sampai
ke rumah beliau. Tiba di rumah, beliau mengambil sebuah bantal kulit yang diisi sabut
kurma, lalu diberikan kepadaku. Beliau berkata, “Silahkan Anda duduk di atas bantal
ini!” Aku malu. Karena itu aku berkata, “Andalah yang pantas duduk di situ.” Jawab
Rasulullah, “Anda lebih pantas.”
Aku menuruti kata beliau lalu duduk di atas bantal. Nabi duduk di tanah, karena
tidak ada lagi bantal lain selain yang satu itu. Aku berkata dalam diriku, “Demi Allah! Ini
bukan kebiasaan raja-raja.” Kemudian, beliau menoleh kepadaku seraya berkata, “Hai

131
‘Adi! Sudahkah Anda membanding-bandingkan agama yang Anda anut, antara Nasrani
dengan Shabiah?” Jawabku, “Sudah.”
Beliau bertanya lagi, “Bukankah Anda memungut pajak dari rakyat seperempat
penghasilan mereka. Bukankah itu tidak halal menurut agama Anda?” Jawabku, “Betul”.
Sementara itu, aku telah yakin Muhammad sesungguhnya Rasul Allah. Kemudian, beliau
berkata, “Hai ‘Adi! Agaknya Anda enggan masuk Islam karena kenyataan yang Anda
lihat tentang kaum Muslim, mereka miskin. Demi Allah! Tidak lama lagi harta akan
berlimpah-ruah di kalangan mereka, sehingga susah didapat orang yang mau
menerima sedekah. Atau barangkali Anda enggan masuk agama ini karena kaum
Muslim sedikit jumlahnya sedangkan musuh-musuh mereka banyak. Demi Allah! Tidak
lama lagi Anda akan mendengar berita seorang wanita datang dari Qadisiyah
mengendarai onta ke Baitullah tanpa takut kepada siapa pun selain kepada Allah.”
“Atau mungkin juga Anda enggan masuk Islam karena ternyata raja-raja dan para
sultan terdiri dari orang yang bukan Islam. Demi Allah! Tidak lama lagi Anda akan
mendengar Istana Putih di negeri Babil (Iraq) direbut kaum Muslim dan kekayaan
Kisra bin Hurmuz pindah menjadi milik mereka.”
Aku bertanya kagum, “Kekayaan Kisra bin Hurmuz?” Jawab beliau, “Ya
kekayaan Kisra bin Hurmuz.” Maka seketika itu juga aku mengucapkan dua kalimah
syahadat di hadapan beliau dan aku menjadi Muslim.
‘Adi bin Hatim dikaruniai Allah usia panjang. ‘Adi bercerita lagi, “Dua perkara
yang dikatakan Rasulullah sudah terbukti kebenarannya. Tinggal lagi yang ketiga.
Namun, itu pasti terjadi. Aku telah menyaksikan seorang wanita berkendaraan onta
datang dari Qadisiyah tanpa takut kepada siapa pun, sehingga dia sampai ke Baitullah.
Dan aku adalah tentara berkuda yang pertama-tama menyerang masuk ke gudang
perbendaharaan Kisra dan merampas harta kekayaannya. Aku bersumpah demi Allah,
yang ketiga pasti akan terjadi pula.
Allah pasti membuktikan setiap perkataan Nabi-Nya yang mulia. Peristiwa ketiga
terjadi pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul Aziz. Yakni, ketika
kemakmuran merata di kalangan kaum Muslim. Saat itu setiap orang mencari-cari dengan
susah payah orang yang berhak menerima zakat. Tetapi, mereka tidak mendapatkan orang
yang mau menerima, karena kaum Muslim hidup berkecukupan seluruhnya. Memang

131
benar ucapan Rasulullah dan tepat pula sumpah yang diucapkan ‘Adi bin Hatim. Semoga
Allah meridhainya.
Lihatlah betapa Rasulullah menggambarkan visi kemenangan dengan sangat jelas
kepada Adi bin Hatim. Bahwa kemenangan Islam terukur dengan salah tiganya; seorang
wanita datang dari Qadisiyah mengendarai onta ke Baitullah tanpa takut kepada siapa pun
selain kepada Allah, harta akan berlimpah-ruah di kalangan mereka sampai susah didapat
orang yang mau menerima sedekah, dan Istana Putih di negeri Babil (Iraq) direbut kaum
muslimin dan kekayaan Kisra bin Hurmuz pindah menjadi milik mereka. Itulah visi
kemenangan Islam, sangat spesific dan measurable
Rumus ketiga agar mimpi kita menggerakkan adalah acheviable. Buatlah mimpi
yang prestatif. Seperti yang sudah kita bicarakan di bagian sebelumnya tentang prestasi.
Prestasi adalah sesuatu dimana kita telah mencapai titik optimal dari semua potensi yang
kita miliki. Jangan menyusun mimpi yang biasa-biasa saja, namun susunlah mimpi yang
luar biasa. Jika hari ini Anda seorang mahasiswa S1 dan hanya bermimpi untuk lulus saja,
maka sesungguhnya itu bukan mimpi. Bukankah lulus sebuah keharusan? Namun, jika
Anda mentargetkan lulus kurang dari empat tahun, ber-IP suma cumlaude, dan menjadi
mahasiswa terbaik, ini baru lebih layak disebut sebagai mimpi.
Jika hari ini Anda seorang bapak dan bermimpi sekedar bisa menyekolahkan
anak, maka itu bukan mimpi. Bukankah menyekolahkan anak adalah kewajiban? Namun,
jika Anda bermimpi akan mendidik anak menjadi seorang hafidz/hafidzah, berpendidikan
tinggi, sekolah hingga S3, itulah mimpi yang agung.
Salah satu cara agar mimpi kita acheivable adalah dengan menetapkannya sedikit
diatas grade yang kita pahami dari kemampuan real diri. Ilustrasi sederhananya begini.
Anda memahami bisa lari sampai titik maksimal kemampuan fisik Anda sejauh 20 km.
Maka jika suatu saat Anda diminta lari semaksimal mungkin tetapkan target 25 km. 5 km
range dari kemampuan maksimal yang kita pahami dari kemampuan diri akan
memotivasi kita untuk berusaha lebih. Jika Anda bercita-cita jadi Bupati/Walikota,
sebaiknya Anda tetapkan target sebagai gubernur. Dengan begitu, Anda akan
meningkatkan kompetensi sebagai gubernur dan usaha lebih dari sekedar
Bupati/walikota.
Kata pepatah, gantunglah mimpimu setinggi langit. Semakin tinggi kita

131
menggantung mimpi, semakin besar pula usaha yang perlu kita lakukan. Semakin besar
pula capaian yang kita dapatkan.
Rumus keempat adalah realistis. Setinggi apapun kita menggantung mimpi, maka
rumus yang satu ini harus pula dipenuhi. Rumus ini ibarat sebagai penyeimbang. Agar
mimpi kita terlalu melambung tinggi dan masuk ke dalam wilayah angan-angan.
Memang tidak mudah menentukan sudahkan mimpi itu realistis atau hanya
sekedar lambungan angan-angan. Paling tidak ada dua ukuran yang bisa kita pakai.
Pertama, sejauh mana mimpi itu sesuai dengan kemampuan dan potensi yang kita miliki
hari ini dan prediksi kita di masa depan. Sekali lagi ini terkait dengan apa yang telah kita
bahas di bagian sebelumnya, tentang mengenali diri kita sendiri.
Ibnu Khaldun adalah contoh yang sangat menarik mengenai hal ini. Kita
mengenal Ibnu Khaldun sebagai seorang sejarawan ulung. Beliau menulis sejarah
bangsa-bangsa dunia dengan sangat cemerlang. Namun yang lebih cemerlang adalah
tulisan pengantarnya ”muqaddimah ibnu khaldun” yang menjelaskan kaidah-kaidah
pergerakan sejarah, hukum kejatuhan, dan bangkitnya suatu bangsa. Yang menarik adalah
Ibnu Khaldun menulis buku itu setelah perenungan panjang. Perenungan atas
kegagalannya sebagai praktisi politik. Perenungan panjang yang mengantarnya pada
pemahaman diri bahwa dia bukanlah seorang politikus tapi seorang filosuf sejarah.
Ukuran realistis yang kedua adalah sejauhmana kita bisa membuat arahan dan
strategi pencapaian mimpi yang telah ditetapkan. Jika Anda mentargetkan menjadi orang
terkaya di dunia dan Anda tahu benar jalan mencapainya, maka mimpi itu realistis. Jika
Anda bermimpi menjadi presiden Indonesia pada tahun sekian dan Anda tahu benar
jalannya dan telah menyusun langkah yang sedemikian gamblang mulai dari peningkatan
kompetensi, kendaraan politik, karir politik, dan lain sebagainya, maka mimpi itu
realistis. Sekali lagi semuanya kembali pada diri kita masing-masing.
Rumus terakhir adalah time limited. Tetapkan batas waktunya. Penetapan batas
waktu pada mimpi yang kita susun akan membimbing kita menuliskan langkah dan
strategi yang harus kita susun untuk mencapainya. Maka batas waktupun harus ditetapkan
dengan jelas. Misal pada saat Anda umur sekian tahun. Atau pada tahun sekian.
Dalam sebuah hadits Rasulullah ada sebuah pelajaran tersirat mengenai
penetapan batas waktu mimpi. Hadits ini berbicara tentang Islam yang akan terus abadi

131
dengan hadirnya seorang mujadid (pembaharu) agama Islam. Merekalah yang akan
menjaga kemurnian Islam setelah ternoda oleh pengaburan pemahaman dan pemikiran.
“Sesungguhnya Allah akan mengutus pada umat ini pada setiap satu abad orang yang
memperbarui urusan agamanya.” (Abu Dawud, Al-Hakim dan Al-Baihaqi).
Setelah Anda menyusun mimpi yang SMART maka abadikan mimpi itu dalam
bentuk tulisan. Allah telah mengajarkan kepada kita tentang pentingnya menulis visi
hidup dan perencanaan kehidupan. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa makhluk
pertama kali yang diciptakan oleh Allah adalah Qolam atau pena. Setelah pena diciptakan
Allah swt memrintahkan kepada pena ini untuk menuliskan semua yang terjadi di dunia
sejak awal tercipta hingga kiamat. Allah tidak akan pernah lupa juga tidak akan lalai,
namun Allah ternyata menuliskan semua perencanaan dunia ini dengan pena. Sungguh
pelajaran berharga bagi kita, untuk senantiasa menuliskan apa yang kita citakan dan
rencanakan.

Tambatkan Semua Mimpi itu di Surga


Mungkin daintara Anda ada yang bertanya-tanya atau mungkin terlalu risih
dengan contoh-contoh mimpi yang saya tuliskan di atas. Contoh-contohnya kok jadi kaya
raya, jadi presiden Indonesia, jadi mahasiswa berprestasi. Kok nggak ada akhirat-
akhiratnya. Kok, materialistis banget ya...
Saudaraku...setiap orang berhak menetapkan mimpi apapun dalam hidupnya. Kita
semua berhak menetapkan mimpi apa saja. Tapi, sekali lagi saya harus mengingatkan
Anda. Bahwa mimpi kita haruslah mimpi yang SMART. Saya yakin jika seorang muslim
ditanya, apa mimpi terbesarnya? Maka sebagian besar jawabnya adalah surga atau ridha
Allah. Jika Anda memang mempunyai mimpi itu maka munculkan pertanyaan
selanjutnya; dengan apa masuk surga dan menggapai ridha Allah?
Suatu hari seorang sahabat meminta kepada Nabi Saw agar didoakan masuk
surga. Apa jawab Baginda, ”Bantulah aku dengan memperbanyak sujud”
Begitulah! Mimpi surga kita haruslah diuraikan menjadi gerak nyata dalam
kehidupan. Seperti Sa’ad yang ingin menjadi kaya raya dan menginfakkan semua
hartanya di jalan Allah. Sebagaimana Khalid yang selalu mengagumkan di setiap
pertempuran karena ingin menjemput syahid. Atau seperti Umar yang ingin rumahnya

131
menjadi rumah pembinaan pencetak kader sehebat Abu Ubaidah bin Jarrah.
Para pahlawan muslim yang telah menorehkan prestasi gemilang dan mencipta
karya-karya besar memahami benar hal ini. Mereka memahami bahwa tujuan akhir
kehidupan mereka adalah akhirat. Mereka mengerti benar bahwa kenikmatan dan
kebahagiaan tertinggi itu adalah surga. Tapi, mereka juga sadar bahwa mereka hidup di
dunia. Mereka juga sadar bahwa hanya amal di dunialah yang akan mengantar mereka ke
surga. Dengan alasan itulah mereka berkarya. Mereka bermimpi besar, beramal besar, dan
dengan semua itu, mereka berharap layak ditempatkan di surga Allah Swt. Selamat
bermimpi!!!

Formula 3 :
Teruslah Bergerak

Senantiasalah berobsesi
Tiada manusia yang sempurna di dunia ini. Ungkapan ini sudah sering kita
dengar. Klise, tapi memang begitulah kenyataannya. Hanyalah Baginda Nabi saw yang
Allah ciptakan sebagai manusia yang sempurna dan paripurna. Menjadi manusia yang
pantas diteladani oleh manusia yang lain dalam segala apek kehidupannya.
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik

131
bagimu...”(al-Ahzab 21)
Barangkali diantara Anda ada yang bertanya, kenapa pula kita diperintahkan
mencontoh Rasulullah? Padahal jelas kita tidak akan bisa menjadi sesempurna beliau.
Bahkan mungkin mendekatipun tidak.
Saudaraku...mari pahami ini sebagai bentuk pendidikan Allah kepada kita. Allah
mendidik kita agar senantiasa berusaha mendidik diri agar memiliki kepribadian
mendekati Sang Baginda Nabi. Allah sedang mengajarkan kepada kita untuk terus
berusaha menjadi baik dan lebih baik. Perintah untuk meneladani Rasulullah bukanlah
tuntutan agar kita sama persis dengan beliau. Berat, sangat berat. Maka Allah berfirman,
”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya...”
Namun, Allah menginginkan agar setiap muslim memiliki obsesi untuk menjadi
sempurna. Terus bergerak dan berusaha. Karena Allah sangat menghargai usaha yang
dilakukan oleh hamba-Nya.
Perintah untuk meneladani Rasulullah menyiratkan perintah kepada kita untuk
terus bergerak. Bergerak menuju puncak-puncak kebaikan. Bergerak mencapai puncak-
puncak prestasi. Sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Insyirah ayat 7
”Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain”

Kita tidak pernah tahu kapankah kita mencapai batas maksimal prestasi kita. Kita
tidak pernah tahu seperti apakah puncak prestasi kita. Bahkan jika ternyata kita meraih
visi hidup yang telah disusun, maka seharusnya segera menyusun visi baru, capaian-
capaian baru, dan target-target baru. Kita hanya tahu bahwa kesempatan kita mengukir
prestasi berakhir ketika kita mati. Itulah batas paling nyata dari puncak prestasi yang
telah kita peroleh.
Kita pun tidak boleh puas dengan prestasi yang kita peroleh hari ini kemudian
berhenti berkarya. Bukankah Rasulullah memberikan pelajaran kepada kita, bahkan jika
besok kiamt dan kita masih membawa bibit tanaman, maka tanamlah!! Jika masih ada
umur, sebelum kematian menghampiri, dan kita berhenti maka sesungguhnya kita sedang
menuju keterpurukan. Seperti kata Imam Al-Ghazali, ”Siapa yang mengatakan sudah
tahu, niscaya ia akan segera menjadi bodoh.” Atau senada dengan sebuah hadits,

131
”...Barangsiapa hari ini sama saja dengan hari kemarin maka dia merugi..”
Menjadi pribadi prestatif berarti menjadi pribadi yang obsesif dalam hal yang
positif. Terus bergerak menuju puncak. Allah menggambarkan pribadi muslim yang
obsesif seperti pribadi para rasul yang sudah hampir putus asa dengan perjuangannya
setelah menguras seluruh energi dalam hidupnya untuk berdakwah
”Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan
mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para
rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan
tidak dapat ditolak siksa Kami dari pada orang-orang yang berdosa.” (Yusuf :110)
Itulah janji Allah. Seseorang yang terus bergerak, berusaha mengukir prestasi
puncak, akan mendapatkan pertolongan Allah di saat mereka telah menghabiskan seluruh
energinya, mengerahkan semua potensinya, dan rasa keputusasaan hampir melanda
jiwanya.
Untuk itu teruslah bergerak. Setelah selesai mencipta suatu karya segeralah
mencipta karya yang lain. Setelah selesai mengukir suatu prestasi segeralah ukir prestasi
yang lebih tinggi. Teruslah bergerak hingga kita mencapai surga. Imam Ahmad bin
Hambal, seorang ulama karismatik dan prestatif di bidang fiqih, pernah ditanya, ”Kapan
seorang hamba bisa beristirahat?” Beliau menjawab, ”Ketika kakinya menginjka surga.”
Ya, saudaraku...kita hanya akan berhenti ketika kaki kita telah menginjak surga.

Diam Berarti Kematian


Lawan dari gerak adalah diam. Jika bergerak melahirkan karya dan mengukir
prestasi, maka diam akan membawa orang pada keterpurukan. Ibnul Qoyyim bahkan
mengatakan bahwa diam lebih berbahaya dari kematian. ”Sebesar-besar keuntungan di
dunia adalah menyibukkan dirimu setiap waktu pada aktifitas yang akan memberikan
manfaat paling banyak di hari akhir. Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya daripada
kematian. Karena menyia-nyiakan waktu dapat memutusmu dari Allah, sedang kematian
hanya memutusmu dari dunia dan penghuninya.” Kata Ibnul Qoyyim rahimahullah
Pernahkah Anda menyaksikan air yang diam? Maka kita saksikan air itu
membusuk. Dan akhirnya menjadi sumber penyakit yang mematikan. Begitu juga

131
manusia, jika ia diam maka dia akan membusuk dan menjadi beban yang menyesakkan
lingkungannya.
Imam As-Syafi’i menulis syair yang sangat mendalam seputar gerak. Ia
menggambarkan seluruh hidup ini harus bergerak bila ingin bertahan hidup.
”Bepergianlah! Kamu pasti akan mendapatkan pengganti apa yang kamu tinggalkan.
Berusaha keraslah! Karena kenikmatan hidup ada pada kelelahan dan usaha yang keras.”
Beliau juga menjelaskan di syair yang lain,
Aku melihat air yang berhenti itu merusak dirinya sendiri
Kalaupun ia mengalir, pastilah ia baik
Kalaupun ia berhenti, pastilah akan busuk
Kalaupun singa tidak meninggalkan tempatnya, ia tidak mendapat buruan
Demikian juga panah
Kalaupun ia tidak bergerak meninggalkan busur
Ia takkan mencapai sasaran

Diam juga menjadi ciri orang-orang munafik. Seperti Abdullah bin Ubay bin
Salul, gembong munafik Madinah. Ia tetap diam, ketika para sahabat bergerak
menjemput pahala di bukit Uhud. Bahkan ia mengajak orang lain untuk berdiam diri.
Allah menjelaskan hal ini dalam surat Ali Imron ayat 156
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir
(orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila
mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang: "Kalau mereka
tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh." Akibat (dari
perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa
penyesalan yang sangat di dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan
Allah melihat apa yang kamu kerjakan.”

Kita tidak boleh berhenti bergerak. Kecuali hanya sekedar untuk mengambil jeda.
Rehat sejenak untuk mengembalikan energi gerak. Sekedar untuk istirahat dan
menyegarkan kembali pikiran dan fisik kita. Begitulah hidup seorang mukmin!
Hidup ini akan terus berputar tanpa atau dengan kita. Karya-karya baru akan terus

131
tercipta tanpa atau dengan kita. Prestasi-prestasi baru akan tercatat tanpa atau dengan
kita. Marilah terus bergerak. Terlalu tragis nasib kita, jika memutuskan untuk diam.
Karena pastilah kita akan tergilas oleh kehidupan. Bergeraklah! Agar tak mati sebelum
waktunya.

Bahkan, Jika Anda Gagal Ribuan Kali


Bahkan, jika Anda gagal ribuan kali tetaplah bergerak. Ada satu ungkapan yang
sangat menarik untuk memotivasi diri kita, ”Kebanyakan orang gagal adalah orang yang
tidak menyadari betapa dekatnya mereka ke titik sukses saat mereka memutuskan untuk
menyerah.” Ya, terkadang kesuksesan dan cita-cita yang kita impikan kurang sejengkal
lagi, namun karena kita menyerah jarak sejengkal itu menjadi jarak yang sedemikian
kauat menghambat tercapainya cita-cita.
Perjalanan hidup orang sukses dan orang gagal sama, yakni: menghadapi dan
mengalami berbagai kesulitan hidup, adapun perbedaannya terletak pada kecerdasan
menghadapi dan merespons kesulitan hidup yang dijalaninya. Artinya orang sukses lebih
cerdas dari pada orang gagal dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Paul G Stolt dalam
dua bukunya berjudul; Adversity Quotient dan Adversity Quotient a Work , secara
komprehensif menjelaskan apa yang dimaksud kecerdasan menghadapi kesulitan dan
bagaimana meningkatkan kecerdasan baru tersebut.
Kecerdasan baru dimaksud berawal dari hasil penelitian yang dilakukan para
ilmuwan kelas atas selama 19 tahun. Mereka mengkaji lebih dari 500 referensi dari tiga
cabang ilmu pengetahuan, yakni psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan
neurofisiologi, dan menerapkan hasil penelitian dan pengkajiannya selama 10 tahun di
seluruh dunia. Penelitian itu akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa terdapat satu
kecerdasan baru yang selama ini tidak terungkap dibutuhkan dan menentukan kesuksesan
seseorang, yakni kecerdasan menghadapi kesulitan atau Adversity Quotient/AQ.
Penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Thomas J Stanley (2003) yang
kemudian ditulisnya dalam sebuah buku berjudul; The Millionaire Mind menjelaskan hal
yang sama. Bahwa mereka yang berhasil menjadi millioner di dunia ini adalah mereka
dengan prestasi akademik biasa-biasa saja (rata-rata S1), namun mereka adalah pekerja
keras, ulet, penuh dedikasi, dan bertanggung jawab.

131
Menurut Stolt, dalam hal AQ manusia dibagi menjadi tiga jenis. Pertama adalah
mereka yang disebut quitters. Quitters adalah golongan ini tidak mempunyai pandangan
maupun tujuan hidup (visi-misi) yang jelas, harapannya dangkal, tidak tahan banting dan
cenderung lari dari kesulitan, tantangan atau pun semua batu tajam dalam pendakian.
Kedua adalah campers. Campers adalah mereka yang berhenti pada pendirian kemah-
kemah kehidupan semata, semangat juang tak berkesinambungan, cepat puas, tidak
berusaha meraih kepuasan mendaki lebih tinggi, sehingga mereka cepat berhenti. Dan
yang ketiga adalah climbers. Inilah yang terbaik. Mereka tak pernah tak pernah berhenti
mendaki, semangatnya sambung menyambung, mampu mengatasi kesakitan dan
kesulitan pendakian, memiliki visi-misi jelas, mau bekerja keras, mengerahkan segenap
kemampuan dan potensinya demi mencapai puncak tujuan tertinggi.
Mungkin kita tak akan pernah mengenal Salman Al-farisi, Sahabat brilian dan
pencetus ide strategi perang Khandak yang menjadi strategi kunci kemenangan perang
ini, jika Salman berhenti berjuang untuk mencari kebenarana Islam. Proses Salman
menemukan islam adalah proses yang penuh perjuangan dan mengharu biru. Berbagai
cobaan dia hadapai dengan tabah untuk menemukan agaman yang selalu dirindukannya.
Marilah kita simak kisah menakjubkan yang diceriterakannya!
"Aku berasal dari Isfahan, warga suatu desa yang bernama "Ji". Bapakku seorang
bupati di daerah itu, dan aku merupakan makhluk Allah yang paling disayanginya. Aku
membaktikan diri dalam agama majusi, hingga diserahi tugas sebagai penjaga api yang
bertanggung jawab atas nyalanya dan tidak membiarkannya padam.
Bapakku memiliki sebidang tanah, dan pada suatu hari aku disuruhnya ke sana.
Dalam perjalanan ke tempat tujuan, aku lewat di sebuah gereja milik kaum Nasrani.
Kudengar mereka sedang sembahyang, maka aku masuk ke dalam untuk melihat apa
yang mereka lakukan. Aku kagum melihat cara mereka sembahyang, dan kataku dalam
hati: "Ini lebih baik dari apa yang aku anut selama ini!" Aku tidak beranjak dari tempat
itu sampai matahari terbenam, dan tidak jadi pergi ke tanah milik bapakku serta tidak
pula kembali pulang, hingga bapak mengirim orang untuk menyusulku.
Karena agama mereka menarik perhatianku, kutanyakan kepada orang-orang
Nashrani dari mana asal-usul agama mereka. "Dari Syria",ujar mereka.
Ketika telah berada di hadapan bapakku, kukatakan kepadanya: "Aku lewat pada

131
suatu kaum yang sedang melakukan upacara sembahyang di gereja. Upacara mereka amat
mengagumkanku. Kulihat pula agama mereka lebih baik dari agama kita". Kami pun
bersoal-jawab melakukan diskusi dengan bapakku dan berakhir dengan dirantainya
kakiku dan dipenjarakannya diriku.
Kepada orang-orang Nashrani kukirim berita bahwa aku telah menganut agama
mereka. Kuminta pula agar bila datang rombongan dari Syria, supaya aku diberi tahu
sebelum mereka kembali, karena aku akan ikut bersama mereka ke sana. Permintaanku
itu mereka kabulkan, maka kuputuskan rantai. Lalu meloloskan diri dari penjara dan
menggabungkan diri kepada rombongan itu menuju Syria.
Sesampainya di sana kutanyakan seorang ahli dalam agama itu, dijawabnya
bahwa ia adalah uskup pemilik gereja. Maka datanglah aku kepadanya, kuceriterakan
keadaanku. Akhirnya tinggallah aku bersamanya sebagai pelayan, melaksanakan ajaran
mereka dan belajar, Sayang uskup ini seorang yang tidak baik beragamanya, karena
dikumpulkannya sedekah dari orang-orang dengan alasan untuk dibagikan, ternyata
disimpan untuk dirinya pribadi. Kemudian uskup itu wafat dan mereka mengangkat orang
lain sebagai gantinya. Dan kulihat tak seorang pun yang lebih baik beragamanya dari
uskup baru ini. Aku pun mencintainya demikian rupa, sehingga hatiku merasa tak seorang
pun yang lebih kucintai sebelum itu dari padanya.
Dan tatkala ajalnya telah dekat, tanyaku padanya: "Sebagaimana Anda maklumi,
telah dekat saat berlakunya takdir Allah atas diri Anda. Maka apakah yang harus
kuperbuat, dan siapakah sebaiknya yang harus kuhubungi. "Anakku!", ujamya: "tak
seorang pun menurut pengetahuanku yang sama langkahnya dengan aku, kecuali seorang
pemimpin yang tinggal di Mosul".
Lalu tatkala ia wafat aku pun berangkat ke Mosul dan menghubungi pendeta yang
disebutkannya itu. Kuceriterakan kepadanya pesan dari uskup tadi dan aku tinggal
bersamanya selama waktu yang dikehendaki Allah.
Kemudian tatkala ajalnya telah dekat pula, kutanyakan kepadanya siapa yang
harus kuturuti. Ditunjukkannyalah orang shalih yang tinggal di Nasibin. Aku datang
kepadanya dan ku ceriterakan perihalku, lalu tinggal bersamanya selama waktu yang
dikehendaki Allah pula.
Tatkala ia hendak meninggal, kubertanya pula kepadanya. Maka disuruhnya aku

131
menghubungi seorang pemimpin yang tinggal di 'Amuria, suatu kota yang termasuk
wilayah Romawi.
Aku berangkat ke sana dan tinggal bersamanya, sedang sebagai bekal hidup aku
berternak sapi dan kambing beberapa ekor banyaknya.
Kemudian dekatlah pula ajalnya dan kutanyakan padanya kepada siapa aku
dipercayakannya. Ujarnya: "Anakku.' Tak seorang pun yang kukenal serupa dengan kita
keadaannya dan dapat kupercayakan engkau padanya. Tetapi sekarang telah dekat
datangnya masa kebangkitan seorang Nabi yang mengikuti agama Ibrahim secara
murni. la nanti akan hijrah ke suatu tempat yang ditumbuhi kurma dan terletak di antara
dua bidang tanah berbatu-batu hitam. Seandainya kamu dapat pergi ke sana, temuilah
dia, la mempunyai tanda-tanda yang jelas dan gamblang: ia tidak mau makan shadaqah,
sebaliknya bersedia menerima hadiah dan di pundaknya ada cap kenabian yang bila kau
melihatnya, segeralah kau mengenalinya”
Kebetulan pada suatu hari lewatlah suatu rombongan berkendaraan, lalu
kutanyakan dari mana mereka datang. Tahulah aku bahwa mereka dari jazirah Arab,
maka kataku kepada mereka: "Maukah kalian membawaku ke negeri kalian, dan sebagai
imbalannya kuberikan kepada kalian sapi-sapi dan kambing-kambingku ini?" "Baiklah",
ujar mereka.
Demikianlah mereka membawaku serta dalam perjalanan hingga sampai di suatu
negeri yang bernama Wadil Qura. Di sana aku mengalami penganiayaan, mereka
menjualku kepada seorang yahudi. Ketika tampak olehku banyak pohon kurma, aku
berharap kiranya negeri ini yang disebutkan pendeta kepadaku dulu, yakni yang akan
menjadi tempat hijrah Nabi yang ditunggu. Ternyata dugaanku meleset.
Mulai saat itu aku tinggal bersama orang yang membeliku, hingga pada suatu hari
datang seorang yahudi Bani Quraizhah yang membeliku pula daripadanya. Aku
dibawanya ke Madinah, dan demi Allah baru saja kulihat negeri itu, aku pun yakin itulah
negeri yang disebutkan dulu.
Aku tinggal bersama yahudi itu dan bekerja di perkebunan kurma milik Bani
Quraizhah, hingga datang saat dibangkitkannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
yang datang ke Madinah dan singgah pada Bani 'Amar bin 'Auf di Quba.
Pada suatu hari, ketika aku berada di puncak pohon kurma sedang majikanku lagi

131
duduk di bawahnya, tiba-tiba datang seorang yahudi saudara sepupunya yang
mengatakan padanya:
"Bani Qilah celaka! Mereka berkerumun mengelilingi seorang laki-laki di Quba
yang datang dari Mekah dan mengaku sebagai Nabi. Demi Allah, baru saja ia
mengucapkan kata-kata itu, tubuhku-pun bergetar keras hingga pohon kurma itu bagai
bergoncang dan hampir saja aku jatuh menimpa majikanku. Aku segera turun dan kataku
kepada orang tadi: "Apa kata anda?" Ada berita apakah?" Majikanku mengangkat tangan
lalu meninjuku sekuatnya, serta bentaknya: "Apa urusanmu dengan ini, ayo kembali ke
pekerjaanmu!" Maka aku pun kembalilah bekerja.
Setelah hari petang, kukumpulkan segala yang ada padaku, lalu keluar dan pergi
menemui Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di Quba. Aku masuk kepadanya ketika
beliau sedang duduk bersama beberapa orang anggota rombongan. Lalu kataku
kepadanya: "Tuan-tuan adalah perantau yang sedang dalam kebutuhan. Kebetulan aku
mempunyai persediaan makanan yang telah kujanjikan untuk sedekah. Dan setelah
mendengar keadaan tuan-tuan, maka menurut hematku, tuan-tuanlah yang lebih layak
menerimanya, dan makanan itu kubawa ke sini". Lalu makanan itu kutaruh di
hadapannya.
"Makanlah dengan nama Allah". sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
kepada para shahabatnya, tetapi beliau tak sedikit pun mengulurkan tangannya menjamah
makanan itu. "Nah, demi Allah!" kataku dalam hati, inilah satu dari tanda-tandanya,
bahwa ia tah mau memakan harta sedeqah':
Aku kembali pulang, tetapi pagi-pagi keesokan harinya aku kembali menemui
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sambil membawa makanan, serta kataku
kepadanya: "Kulihat tuan tak hendak makan sedekah, tetapi aku mempunyai sesuatu yang
ingin kuserahkan kepada tuan sebagai hadiah'', lalu kutaruh makanan di hadapannya.
Maka sabdanya kepada shahabatnya: 'Makanlah dengan menyebut nama Allah ! ' Dan
beliaupun turut makan bersama mereka. "Demi Allah': kataku dalam hati, inilah tanda
yang kedua, bahwa ia bersedia menerima hadiah ':
Aku kembali pulang dan tinggal di tempatku beberapa lama. Kemudian kupergi
mencari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan kutemui beliau di Baqi', sedang
mengiringkan jenazah dan dikelilingi oleh shahabat-shahabatnya. Ia memakai dua lembar

131
kain lebar, yang satu dipakainya untuk sarung dan yang satu lagi sebagai baju.
Kuucapkan salam kepadanya dan kutolehkan pandangan hendak melihatnya.
Rupanya ia mengerti akan maksudku, maka disingkapkannya kain burdah dari lehernya
hingga nampak pada pundaknya tanda yang kucari, yaitu cap henabian sebagai
disebutkan oleh pendeta dulu.
Melihat itu aku meratap dan menciuminya sambil menangis. Lalu aku dipanggil
menghadap oleh Rasulullah. Aku duduk di hadapannya, lalu kuceriterakan kisahku
kepadanya sebagai yang telah kuceriterakan tadi.
Kemudian aku masuk Islam, dan perbudakan menjadi penghalang bagiku untuk
menyertai perang Badar dan Uhud. Lalu pada suatu hari Rasulullah menitahkan padaku:
”Mintalah pada majikanmu agar ia bersedia membebaskanmu dengan menerima uang
tebusan."
Maka kumintalah kepada majikanku sebagaimana dititahkan Rasulullah,
sementara Rasulullah menyuruh para sahabat untuk membantuku dalam soal keuangan.
Demikianlah aku dimerdekakan oleh Allah, dan hidup sebagai seorang Muslim
yang bebas merdeka, serta mengambil bagian bersama Rasulullah dalam perang Khandaq
dan peperangan lainnya.”
Dengan kalimat-kalimat yang jelas dan manis, Salman radhiyallahu 'anhu
menceriterakan kepada kita usaha keras dan perjuangan besar serta mulia untuk mencari
hakikat keagamaan, yang akhirnya dapat sampai kepada Allah Ta'ala dan membekas
sebagai jalan hidup yang harus ditempuhnya. Salman telah mengajarkan kepada kita,
tentang ketabahan, kesabaran, dan ketahanan untuk terus bergerak meraih mimpi dan
prestasi dalam kehidupan.

Energi Gerak Kehidupan adalah Kematian


Sebagaimana motor yang butuh bensin untuk melaju, atau pesawat yang butuh
avtur untuk terbang, maka kita membutuhkan sumber energi untuk bergerak. Makanan
dan minuman sebagai sumber energi itu pasti. Tetapi, bukanlah makan dan minum
sebagai sumber energi utama. Betapa banyak orang yang berkecukupan namun tidak pula
sanggup berinovasi, nihil prestasi, dan miskin kreativitas.
Para sahabat dan para pahlawan kaum muslimin paham benar bukanlah makanan

131
sumber utama energi hidup mereka. Bukan materi yang membuat mereka mampu terus
bergerak. Energi sesungguhnya berasal dari dalam jiwa. Mereka mampu mengolah jiwa
itu agar selalu hidup. Mereka selalu mempertahankan rasa optimis, gembira, dan
semangat untuk berprestasi dalam jiwa mereka. Itulah kunci sukses Rasulullah, para
sahabat, dan para pahlawan muslim.
Sebab energi itu tersedia dalam jiwa mereka, maka energi itu tetap tersedia
meskipun fisik mereka menderita. Bara semangat dalam jiwa mereka tetap berkobar
meskipun tubuh mereka disiksa. Jiwa mereka tetap bebas meskipun tubuh terkurung.
Karya-karya mereka tetap monumental meskipun dibuat di bawah tekanan kehidupan.
Itulah kenapa Sayyid Qutb bisa menyelesaikan tafsir Fi Dzilalil Qur’an di dalam
penjara sumur bawah tanah. Itulah rahasianya kenapa Hamka bisa merampungkan tafsir
Al-Azharnya selama tiga tahun dipenjara. Itulah jawabnya kenapa Adnan Oktar (Harun
Yahya) mampu menggetarkan pemuja Darwinisme dengan karya-karyanya ilmiahnya.
Padahal beliau sendiri harus menghadapi siksa suntikan obat bius yang melebihi dosis
normal. Energi dalam jiwa merekalah yang membuat mereka tetap bertahan. Energi
dalam jiwa merekalah yang membuat mereka tampil santai dalam kehidupan. Tetap
tersenyum dalam kesedihan. Selalu tenang di bawah tekanan. Tetap bekerja walau dalam
kesulitan. Optimis dalam menghadapi tantangan. Dan gembira dalam segala kondisi dan
situasi.
Seperti Ibnu Taimiyah yang mengatakan, ”Apa yang dilakukan musuh-musuhku
kepadaku. Surgaku ada di dalam jiwaku. Jika mereka memenjarakanku maka itu adalah
masa berkhalwat dengan Kekasih-ku. Jika mereka mengasingkanku maka itu adalah
tamasya bagiku. Jika mereka membunuhku maka aku akan segera bertemu dengan
Kekasih-ku (syahid)”
Kunci dari memperoleh energi jiwa itu adalah kematian. Ya, kematian.
Apakah Anda pernah menyaksikan film one litre of tears? Film ini benar-benar
menginpsirasi. Saya sampai menitikkan air mata karenanya. Baik, izinkan saya sedikit
bercerita tentang film ini.
Film ini sebenarnya sinetron yang diputar di Jepang. Sinetron ini berdasar cerita
nyata seorang gadis bernama Ikeuchi Aya. Seorang gadis yang berprestasi di akademik,
dan olahraga. Tapi malang baginya. Pada umur 15 tahun, awal-awal dia masuk sekolah

131
menengah atas, dia didiagnosa oleh dokter mengidap sebuah penyakit bernama
degeneration cerebral disease. Penyakit peluruhan sel otak. Penyakit ini menyebabkan
penurunan aktifitas motorik. Mulai dari sulitnya koordinasi tangan dan kaki sehingga
sering jatuh. Kesulitan berbicara pada tahap selanjutnya, hingga terjadinya kelumpuhan
total.
Betapa sedihnya Aya, mengidap penyakit berbahaya di umur yang masih begitu
muda. Di masa-masa emas hidupnya, harus menghadapi penyakit yang sedemikian berat.
Kesedihan semakin berlipat ketika menyaksikan salah seorang yang mengidap penyakit
yang sama. Seorang bapak yang lumpuh total, tidak mampu berkomunikasi kecuali
dengan papan dengan huruf-huruf yang ditunjuk dengan jari ketika ingin berkomunikasi.
Itupun dengan susah payah. Dia berkata dalam hati, ”Nanti pun aku akan
mengalaminya...”
Satu tahun adalah masa kesedihan, keterpurukan jiwa, dan putus asa. Sedikit demi
sedikit, kemampuan motorik Aya semakin berkurang. Dia sudah tidak bisa berjalan lagi
saat duduk di kelas dua. Hal ini memaksanya pindah ke sekolah luar biasa. Sedihnya
tiada terkira berpisah dari teman-teman terbaiknya.
Kepindahannya ke sekolah baru ternyata membawa hikmah dalam kehidupannya.
Dia mendapatkan kembali semangat hidupnya disana. Melihat teman-temannya yang lain
yang tetap bisa tersenyum, diapun tersenyum. Saat itulah jiwanya kembali semangat.
Setelah melewati perenungan panjang, dia menyadari kemampuannya semakin menurun
seiring berjalannya waktu karena penyakit ini belum ada obatnya. Saat itulah dia
menyadari benar bahwa dia akan kehilangan berbagai kemampuan dalam hidup yang
ujung akhirnya adalah kematian.
Mulai saat itu ia berjanji. Sebelum ia mati, ia ingin menjadi manusia yang bisa
menginspirasi orang lain sepanjang masa. Sejak saat itu Aya rajin menulis diary. Seluruh
litasan pikirannya, puisi, kata-kata hikmah, dituliskan olehnya. Walau dia harus susah
payah, karena jari-jari tangannyapun sudah begitu sulit dikoordinasikan.
Sampai akhirnya...sebuah penerbit mencetak tulisan-tulisannya. Tulisan itu punya
ruh. Ditulis dengan hati. Maka, sampainya ke hati. Diary kehidupan yang ditulisnya laris
dipasaran. Banyak orang menyukainya. Banyak orang cacat dan senasib dengannya
mendapatkan semangat hidupnya kembali. Surat-surat ucapan terimakasih dan apresiasi

131
atas karyanya deras menyapa Aya setiap hari. Menjadikannya semakin semangat untuk
menulis. Dia terus menulis, menulis, dan menulis, hingga pada umur 25 tahun kematian
menjemputnya. Tapi Aya tidak mati begitu saja. Dia mati dengan karya luar biasa.
Tulisannya yang disusun dalam bentuk buku telah di cetak ulang sebanyak delapan belas
juta copy. Royalti hasil tulisannya mengangkat perekonomian keluarganya yang
sebelumnya hanya penjual tahu.
Aya memang telah mati, namun karyanya tak pernah mati. Karyanya tetap hidup
dan mengispirasi banyak orang. Tulisannya adalah tulisan jiwa. Yang mendapat energi
kesadarannya dari kematian. Bahwa sebelum mati haruslah berkarya. Setelah mati
haruslah tetap menginspirasi.
Para motivator selalu mengajarkan rumus yang sama dalam menumbuhkan
semangat gerak. Rumus itu adalah berpikir dari akhir. Rumus itu mengatakan bahwa
motivasi akan terjaga jika kita telah menetapkan tujuan akhir kehidupan. Islam telah
mengajarkan hal ini jauh sebelum para motivator modern lahir. Sebagaimana firman
Allah ”Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap
diri melihat apa yang disiapkannya untuk hari esok.”
”Perbanyaklah mengingat pemutus kenikmatan (yaitu kematian)” begitu sabda
Rasulullah. Sesungguhnya mengingat kematian itulah energi jiwa kita. Mengingat
kematian akan melahirkan dua kondisi jiwa yaitu pengharapan dan kecemasan.
Pengharapan agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik setelah kematian. Kecemasan
akan siksa Allah yang akan ditimpakan sebagai bentuk belasan atas kema’siyatan. Saat
itulah kita akan senantiasa semangat bergerak melahirkan kebaikan dan mencegah diri
dari kema’siyatan.
Suatu hari Rasulullah mengunjungui orang sakit. Kepadanya Rasulullah bertanya,
”Bagaimana keadaanmu?” Orang itu menjawab ”Wahai Rasulullah aku berada diantara
cemas dan harap. Cemas akan dosa-dosaku dan harap memperoleh ampunan dari Allah.”
Rasulullah menambahkan ” Tiada berkumpul dua hal itu (harap dan cemas) dalam hati
seorang hamba kecuali Allah akan memberikan apa yang diharapkan dan
diselamatkannya dari apa yang ditakutkan.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
Prestasi-prestasi kita di dunia ini akan abadi justru jika dibangun dengan harapan
kebahagiaan setelah kematian secara tulus, kuat, dan berkesinambungan. Persis seperti

131
prinsip ”memulai dari akhir”. Artinya awalilah gerak di dunia ini dari dimensi akhir, yaitu
kehidupan setelah kematian. Dengan prinsip ini, seorang muslim akan tampil dengan
prestasi memukau. Tidak hanya prestasi dalam ibadah mahdhoh semata, tetapi juga dalam
mengukir prestasi dunia. Kita akan memiliki semangat mewujudkan prestasi dengan kerja
keras, profesional, dan selalu siap bersaing.

Bagaimana mendapatkan Energi Kematian?


Saudaraku, mari kita isi energi jiwa kita...
Sediakan waktu setiap hari atau paling tidak sepekan sekali untuk berdialog
kepada diri sendiri. Ambilah tempat yang sunyi dan tenang. Lebih baik jika Anda lakukan
setelah qiyamullail. Tanyakan pada diri empat hal berikut :
1. Wahai diri, kalau usiamu tinggal satu bulan lagi, atau satu minggu lagi,
atau bahkan satu hari lagi apa yang bisa kau lakukan?
2. Wahai diri, jika kamu mati nanti, kamu ingin dikenang sebagai apa oleh
saudaramu, sahabatmu, dan orang-orang yang kau kenal?
3. Wahai diri, kamu akan bertemu Allah. Apa yang akan kau
persembahkan di hadapannya dengan nikmat yang sedemikian banyak?
4. Wahai diri, Apakah kamu menginginkan surga? Lantas apa yang telah
kau lakukan untuk dapat meraihnya?
Sering-seringlah merenungi empat hal tersebut. Jawablah dengan jujur. Dan lakukan
secara rutin. Setelah itu rasakan energi yang memenuhi jiwa Anda untuk terus bergerak
dan berkarya.
Luangkan waktu khusus untuk mentadabburi al-Qur’an. Renungilah ayat-ayat-
Nya. Usahakan untuk bisa membaca terjemah dan tafsirnya. Al-Qur’an adalah inspirasi
hidup sepanjang masa. Jika Anda mau meluangkan untuk mentadabburi sepuluh ayat saja
setiap harinya, maka rasakanlah energi dahsyat dalam jiwa yang terbangun dengan al-
Qur’an.
Sering-seringlah menghadiri majlis ilmu dan majlis dzikir. Sekuat apapun kita,
kita membutuhkan orang lain untuk menjaga semangat. Rasulullah Saw telah
menjanjikan manfaat yang sangat besar pada majlis-majlis ilmu dan dzikir. Rasulullah
mengatakan majlis itu adalah kebun-kebun surga.

131
“Jika kalian melewati kebun-kebun syurga maka nikamtilah oleh kalian. Para
sahabat ra bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kebun syurga itu? Jawab nabi SAW:
yaitu majelis-majelis dzikir, karena ALLAH memiliki malaikat-malaikat yang selalu
mencari majelis-majelis dzikir. Apabila mereka menemukannya maka mereka akan duduk
bersama-bersama orang yang berdzikir itu.” (HR Muttafaq ‘alaih)
“Rasul SAW keluar dari rumahnya menuju sebuah majlis tempat berkumpul para
sahabatnya, lalu beliau bersabda: Mengapa kalian duduk-duduk bersama disini? Jawab
mereka: Kami disini bertahmid atas hidayah dan nikmat yang telah diberikan-Nya
kepada kami sehingga kami memeluk agama Islam. Kata nabi SAW: Demi Allah, apakah
benar kalian duduk disini hanya karena itu? Aku tidak minta kalian bersumpah tapi
Jibril telah datang kepadaku dan meberitahukan bahwa Allah Swt telah membanggakan
kalian dihadapan para malaikat.” (HR Muslim)
Sempatkanlah untuk mengiringi jenazah atau berziarah kubur. Dua hal ini akan
mengingatkan kita pada kematian. Ibrahim bi Adham, seorang ulama tabi’in, suatu
melewati kuburan. Ia pun mendekati bebrapa makam dan meletakkan tangan diatasnya
seraya berkata, ”Semoga Allah ’Azza wa Jalla merahmati engkau wahai fulan.”
Kemudian ia mendatangai makam lain dan mengucap kata-kata yang sama. Hal itu ia
lakukan sampai tujuh makam. Sesudah itu ia berdiri diantara makam-makam itu dan
berkata dengan nada tinggi, ”Wahai fulan, wahai fulan, kalian telah meninggal dan kalian
mendahului kami sedang kamipun akan segera menyusul kalian.” Kemudian Ibrahim bin
Adham menangis dan tenggelam dalam pikirannya.
Dalam diri kita sesungguhnya ada peringatan. Maka, cermati perubahan diri.
Uban yang tumbuh diantara rambut hitam adalah pengingat kematian. Semakin lemahnya
kita adalah pengingat kematian. Membungkuknya badan kita adalah pengingat kematian.
Sungguh dalam diri kita begitu banyak pengingat kematian. Semakin bertambah hari,
semakin bertambah bulan, semakin bertambahnya tahun, dan semakin bertambahnya
umur semakin mendekatkan kita pada kematian. Semakin berkuranglah jatah hidup kita.
Maka, di hari milad Anda, hendaknya tidak disambut dengan pesta pora. Tetapi
hendaklah digunakan untuk merenung. Gunakanlah untuk mengevaluasi perjalanan hidup
sekaligus membuat rencana untuk mencipta karya baru dan prestasi baru di masa depan.

131
Formula 4 :
Jagalah Selalu, Berpikir Positif

Berpikirlah Bagaimana Anda Berpikir


Suatu pagi koran Amerika memuat berita yang menggemparkan. Seorang wanita
ditemukan tak bernyawa di sebuah pendingin besar dalam gerbong kereta api. Sore
sebelumnya wanita ini terkunci di dalam pendingin ketika para pekerja yang lain telah
pulang. Menurut Anda kenapa wanita ini mati? Sebagian besar Anda pasti menjawab, dia
beku di dalam pendingin. Saya pun menjawab begitu ketika pertama kali mengetahui
cerita ini. Ternyata tidak! Wanita ini tidak mati karena kedinginan dan membeku.
Begitu wanita ini ditemukan, jenazahnya langsung dibawa ke dokter untuk di

131
visum. Dan, hasilnya mengejutkan! Satu fakta yang jauh dari dugaan semula. Dugaan
semula wanita ini mati karena kedinginan. Tapi tidak, hasil visum mengatakan wanita ini
bukan mati karena kedinginan. Karena sore hari sebelumnya sudah dipastikan pendingin
telah dimatikan oleh petugas. Bahkan ketika jenazah wanita itu ditemukan, pendingin
juga dalam kondisi off.
Lantas, karena apa wanita itu meninggal? Ketika ruang pendingin dicek, terdapat
tulisan pesan-pesan wanita malang itu. Pesan-pesan terakhir sebelum ia meninggal.
Sekaligus pesan yang menggambarkan ketakutan jiwanya pada kematian yang dia kira
akan menimpa dirinya. Dia begitu ketakutan akan membeku dan mengakhiri hidupnya
disana. Ya, wanita itu mati karena pikirannya sendiri. Ketakutan yang terlalu mencekam
dirinya yang membuat hidupnya berakhir.
Cerita diatas adalah cerita nyata. Bukan rekaan atau cerita konyol. Saudaraku apa
hikmah yang bisa kita ambil dari kisah ini? Berhati-hatilah dengan pikiran Anda!
Cogito ergo sum, kata seorang filosuf bernama Descrates. Aku berpikir maka aku
ada, menurutnya. Pikiran kita akan menentukan siapa diri kita. Kalau kita berpikir ’aku
orang kecil’ maka kita akan menjadi orang kecil. Kalau kita berpikir ’aku bodoh’ maka
benarlah kita orang bodoh. Kalau kita berpikir gagal maka kita akan benar-benar gagal.
Begitu pula sebaliknya. Jika kita berpikir ’aku adalah orang hebat’ maka kita akan benar-
benar hebat. Jika kita berpikir ’aku berprestasi’ maka kita benar-benar akan berprestasi.
Jika kita berpikir ’aku pahlawan’ maka kita benar-benar akan jadi pahlawan.
Ada satu hikmah luar biasa mengenai hal ini dari sebuah hadits qudsi, Ana ’Inda
zhanni ’Abdi. Aku (Allah) sesuai dengan persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Kitalah
yang sebenarnya memegang kunci-kunci kesuksesan diri kita. Kita pulalah yang bisa
memunculkan potensi terpendam dalam diri. Kita pulalah yang menjadi kunci prestasi
diri baik dunia dan akhirat.
Dengan hadits diatas Allah ingin mengajarkan pada kita untuk senantiasa berbaik
sangka kepada Allah. Husnudzon kepada Allah adalah salah satu akhlak Islam yang harus
dijaga. Inilah yang dinamakan dalam teori motivasi modern sebagai positive thinking.
Allah juga ingin mengajarkan kepada kita bahwa berbagai peristiwa yang kita alami di
alam semesta ini terjadi oleh karena pikiran-pikiran kita, dugaan-dugaan kita, dan apa
yang ada dalam benak kita.

131
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (Ar-Ra’du 11). Dalam
sebuah ta’lim yang pernah saya ikuti, ada seorang ustadz yang menjelaskan ayat ini
dengan bahasan yang sedikit berbeda namun sangat menarik. Beliau katakan bahwa yang
dimaksud kata anfusihim dalam ayat itu adalah jiwa-jiwa mereka. Karena anfus memang
mempunyai arti dasar jiwa. Berarti ayat itu bisa diterjemahkan pula dengan kalimat
berikut, ”Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada jiwa mereka sendiri”. Mengubah apa yang ada dalam
jiwa kita itulah kuncinya. Mengubah jiwa malas menjadi rajin. Mengubah jiwa pengecut
menjadi pemberani. Mengubah jiwa pecundang menjadi pahlawan, dan lain sebaginya.
Sekali lagi kuncinya adalah pikiran kita.
Jadi kuncinya...Berpikirlah Positif!!!

Ucapkan Kata-Kata Positif


Namanya Abdullah bin Rawahah. Beliau seorang sahabat Anshor yang teguh
dalam berjuang. Ibnu Rawahah adalah seorang penulis yang tinggal di suatu lingkungan
yang langka dengan kepandaian tulis baca. Ia juga seorang penyair yang lancar, untaian
syair-syairnya meluncur dari lidahnya dengan kuat dan indah didengar.
Simaklah syairnya ketika terjun ke medan perang. Tampilah Abdullah ibnu
Rawahah membawa pedangnya ke medan tempur Badar, Uhud, Khandak, Hudaibiah dan
Khaibar, seraya menjadikan kalimat-kalimat syairnya menjadi slogan perjuangan: "Wahai
diri! Seandainya engkau tidak tewas terbunuh, tetapi engkau pasti akan mati juga!"
Dan datanglah waktunya perang Muktah. Abdullah bin Rawahah adalah panglima
ketiga dalam pasukan Islam yang telah disiapkan Rasulullah. Ibnu Rawahah berdiri
dalam keadaan siap bersama pasukkan Islam yang berangkat meninggalkan kota
Madinah. Ia tegak sejenak lalu berkata, mengucapkan syairnya;
Yang kupinta kepada Allah Yang Maha Rahman
Keampunan dan kemenangan di medan perang
Dan setiap ayunan pedangku memberi ketentuan
Bertekuk lututnya angkatan perang syetan
Akhirnya aku tersungkur memenuhi harapan ….. Mati syahid di medan perang…!!"

131
Selagi pertempuran sengit sedang berkecamuk di bumi Balqa' di Syam,
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sedang duduk beserta para shahabat di Madinah
sambil mempercakapkan mereka. Di tengah-tengah percakapan tiba-tiba Nabi terdiam.
kedua matanya jadi basah berkaca-kaca. Beliau mengangkatkan wajahnya dengan
mengedipkan kedua matanya, untuk melepas air mata yang jatuh disebabkan rasa duka
dan belas kasihan. Seraya memandang berkeliling ke wajah para sahabatnya dengan
pandangan haru, beliau berkata: "Panji perang dipegang oleh Zaid bin Haritsah, ia
bertempur bersamanya hingga ia gugur sebagai syahid ..... Kemudian diambil alih oleh
Ja'far, dan ia bertempur pula bersamanya sampai syahid pula ....". Be!iau berdiam
sebentar, lain diteruskannya ucapannya: "Kemudian panji itu dipegang oleh Abdulah bin
Rawahah dan ia bertempur bersama panji itu, sampai akhirnya ia·pun syahid pula".
Kemudian Rasul diam lagi seketika, sementara mata beliau bercahaya,
menyinarkan kegembiraan, ketentraman dan kerinduan, lalu katanya pula : "Mereka
bertiga diangkatkan ke tempatku ke syurga …"
Benarlah perkataan Abdulah bin Rawahah. Kata-kata yang selama ini dia ucapkan
adalah kata yang meneguhkan dirinya dalam jihad di jalan Allah. Kalimat-kalimat indah
yang meluncur dari lisanya telah mengantarnya mencapai surga. Dia berpikir dan
berharap agar memperoleh syahid, dan Allah pun mengabulkannya.
Senantiasa mengucap kata-kata positif. Itulah pelajaran pelajaran penting dalam
kisah seorang Abdullah bin Rawahah. Karena kata-kata positif ini, jiwa dan pikirannya
juga positif. Kata-kata penyemangat bisa membuat jiwa menjadi semangat. Kata-kata
pemberani akan memunculkan jiwa yang berani. Kata-kata hikmah akan membuat jiwa
lebih bijaksana.
Jadilah berprestasi dengan memilih kata-kata positif saja yang meluncur dari lisan
Anda. Misalnya :
Ubahlah kata ”Saya tidak bisa” menjadi ”InsyaAllah saya bisa”
Ubahlah kata ”Masalah ini sulit” menjadi ” Masalah ini bisa dicari jalan
keluarnya”
Ubahlah kata ”Ini tidak mungkin dilakukan” menjadi ”Ini adalah tantangan yang
menggairahkan:”
Cobalah tulis semua kata negatif yang selama ini Anda ucapkan dan ganti dengan

131
kata-kata positif!! Dan rasakan pikiran positif terbangun dalam diri Anda.

Memiliki motto hidup adalah cara lain menumbuhkan sikap dan pikiran positif.
Memang sederhana, tapi jika kita benar-benar memaknai motto hidup kita, maka ia bisa
menjadi penyemangat dalam kehidupan. Seperti Abdullah bin Rawahah yang baru saja
kita bicarakan. Inilah motto hidupnya
Wahai Diri
Jika Kau Tidak Gugur di Medan Juang
Kau Tetap Akan Mati
Walau di Atas Ranjang
Semboyan inilah yang terpatri di hati Abdullah bin Rawahah. Semboyan yang
mengantarnya pada prestasi tertinggi dunia dan akhirat, syahid di jalan Allah.
Kita bisa pula mencontoh apa yang diajarkan Al-Qur’an kepada kita. Allah
menyebutkan motto hidup ini adalah motto hidup terbaik bagi seorang muslim: Saksikan
Aku Seorang Muslim!!!
”Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku adalah
muslim!"(Fushilat 33)

Tunjukan Perilaku Positif


Dalam ilmu psikologi ada satu teori bernama teori emosi james-lange. Secara
singkat teori ini menjelaskan bahwa perilaku dan ekspresi tubuh kita akan mempengaruhi
jiwa kita. Jadi, menurut james-lange seorang sedih itu karena dia menangis, bukan sedih
yang membuat seseorang menangis. Seorang gembira karena dia tertawa, bukan perasaan
gembiralah yang membuat seorang tertawa. Memang, teori ini tak sepenuhnya benar, tapi
kita bisa ambil hikmah penting dari teori ini. Agar kita memiliki cara berpikir positif
maka kita harus melakukan perilaku yang positif.
Saya teringat bagaimana Ibnul Qoyyim menjelaskan cara Rasulullah berjalan
dalam kitab Zadul Ma’adnya. Saya akan kutipkan penjelasan Ibnul Qoyyim dalam kitab
tersebut.

131
”Jika berjalan, beliau saw berjalan selangkah demi selangkah. Beliau merupakan
manusia tercepat dalam berjalan, paling baik, dan paling tenang. Abu Hurairah ra berkata,
’Aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih baik ketimbang Rasulullah saw, seakan-
akan matahari berjalan di wajahnya. Tidak pernah aku melihat seorang yang berjalan
lebih cepat ketimbang Rasulullah saw seakan bumi ini berlipat baginya. Kami mesti
bersusah payah sementara beliau saw seakan tidak merasa payah sama sekali.’ Ali bin Abi
Tahlib ra berkata, ’Jika berjalan Rasulullah selangkah-demi selangkah seakan-akan
menuruni bukit.’ Dalam kesempatan lain Ali juga berkata, ”Jika berjalan seakan berlari
turun dari atas bukit.’ Itulah cara berjalan orang yang mempunyai kemauan yang kuat,
semangat yang tinggi dan pemberani.”
Subhanallah...Sang Nabi adalah teladan di setiap sisi kehidupan. Mari ubah cara
kita berperilaku. Jika berjalan, berjalanlah dengan semangat dan tenang. Jika bertemu
dengan orang lain sebarkan senyum dan salam. Jika Anda hadir dalam suatu seminar atau
ruang kelas duduklah paling depan, karena ini akan membangun kepercayaan diri.
Dengan mengubah cara kita berperilaku menjadi positif maka akan membuat kita
senantiasa berpikir positif.

Ayat-ayat Penggugah Jiwa


Saudaraku...mari kita renungi ayat-ayat ini agar membuat pikiran kita senantiasa
positif
Saudaraku, masihkah ada kesempatan bagi kita untuk pesimis menjalani hidup?
Padahal Allah telah mengharamkan kekhawatiran dan kesedihan pada orang yang
beriman
”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang
yang beriman.” (Ali Imron 139)
“Sesunguhnya orang-orang yang mengatakan : “Rabb kami ialah Allah”,
kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan

131
mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal
di dalamnya sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al Ahqaaf:13-
14)
Saudaraku, pantaskah kita berputus asa? Padahal Allah berjanji memberikan jalan
keluar dengan takwa dan tawakal
”...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya
jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan
barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (Aht-Thalaq 2
-3)
Saudaraku, pantaskah kita mengeluh atas setiap kesulitan? Padahal Allah
mengabarkan setiap satu kesulitan akan diiringi berbagai kemudahan.
”Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada (berlipat) kemudahan.
sesungguhnya bersama kesulitan itu ada (berlipat) kemudahan” (Al-Insyirah 5 – 6)
Saudaraku, pantaskah kita menyerah kalah? Padahal Allah masih berkenan
membuka pintu pertolongannya.
”Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau
akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika
engkau memohon, mohonlah kepada Allah..”.(HR. Tirmidzi)
Saudaraku, pantaskah kita mundur meraih cita? Padahal Allah berjanji akan
memberikan petunjuk mencapainya.
”Barangsiapa memusuhi seorang wali-Ku mka Aku telah mengumumkan perang
kepadanya. Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu
yang lebih aku sukai dari pada (melaksanakan) apa yang telah Aku wajibkan kepadanya.
Dan hamba-Ku masih saja mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan nafilah
sehingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya maka Aku adalah pendengarannya
ketika ia mendengar, matanya yang ia pakai untuk melihat, tangannya yang dipakai
untuk memegang, dan kakinya yang dia pakai untuk berjalan. Bila dia meminta kepada-
Ku, Aku pasti memberinya dan bila dia memohon perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku
memberinya perlindungan” (HR. Bukhari)

131
Saudaraku, kunci prestasi kita adalah bersikap dan berpikir positif. Sabar dan
syukur dalam tiap kesempatan. Maka kita pun akan menjadi pribadi dahsyat nan
menakjubkan
”Sungguh menakjubkan perilaku orang mukmin. Semua keadaan adalah baik
baginya. Jika memperoleh kesenangan ia bersyukur, dan yang demikian baik baginya;
dan jika ia ditimpa kesussahan, ia bersabar, dan yang demikian adalah baik baginya.
Perilaku itu hanya pada orang mukmin” (HR Muslim dan Ahmad)

Formula 5 :
Just Do It

Ilmu yang Amaliah dan Amal yang Ilmiah


Ilmu yang Alamiah dan Amal yang Ilmiah. Begitulah Islam mengajarkan kepada
kita. Islam menuntut ilmu sebelum beramal. Seorang muslim dituntut untuk belajar dan
memahami apa yang dilakukan sebelum beramal. Amal yang tidak dilandasi ilmu
menjadi amal yang tiada nilainya di hadapan Allah.
Sesudah ilmu maka tuntutan selanjutnya adalah amal. Bergerak dan bekerja
merealisasikan apa yang telah dipahaminya. Begitulah ilmu dan amal bekerja saling
sinergi. Amal tidak berarti tanpa ilmu. Dan ilmupun tiada bernilai tanpa amal. Bahkan

131
kehilangan dari salah satunya bisa mendatangkan kemurkaan Allah.
Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang
tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-
apa yang tidak kamu kerjakan.(as-shaf 2-3)
Ingat! Hukum sukses mengatakan bahwa sukses hanyalah diperoleh dengan
merealisasikan ide-ide yang kita miliki. Apa yang telah kita kerjakan yang akan dihargai
oleh Allah swt dan dipandang oleh manusia, bukan hanya sekedar apa yang kita katakan
atau kita pikirkan. Memang benar dengan niat saja seseorang sudah dicatat pahala oleh
Allah, tapi niat seperti apakah yang dicatatnya? Nah, ini yang seringkali salah dipahami
oleh banyak orang. Banyak orang mengira bahwa yang dinamakan niat cukuplah
keinginan yang terbetik di dalam hati. Padahal niat tidak cukup hanya sekedar yang
terbetik di dalam hati tetapi sudah ada proses atau usaha menuju kearah perilaku. Begini
misalnya, yang dinamakan niat shalat adalah ketika dia sudah menuju masjid atau
mengambil air wudhu. Ini disebut niat sholat karena sudah ada usaha untuk menuju
shalat. Jika Anda mendengar adzan, kemudian terbetik keinginan menuju masjid untuk
shalat tapi masih juga di depan televisi, maka keinginan tersebut bukan niat dan tidak
dicatat pahalanya oleh Allah.
Para sahabat pun mencontohkan kepada kita untuk memiliki semangat berilmu
dan beramal secara seimbang. Mereka adalah generasi yang gemar mencari ilmu dan
segera merealisasikan dengan beramal. Waktu mereka senantiasa penuh dengan amal-
amal shaleh. Mereka mempelajari Al-Qur’an sepuluh ayat sepuluh ayat dan tidak
menambahnya lagi kecuali mereka telah melaksanakannya.
Mereka adalah generasi yang mengisi setiap detik dengan karya-karya besar.
Patutlah kita menyimak perkataan Umar dan mengambil semangat untuk amal yang
senantiasa berkobar dalam dirinya di setiap waktu. “Bagaimana aku bisa beristirahat
dengan tenang. Jika istirahat di waktu siang aku akan melalaikan rakyatku dan jika
istirahat di waktu malam aku akan melalaikan Tuhanku.”
Banyak orang yang memiliki ide-ide besar namun akhirnya tidak menjadi apa-
apa. Banyak orang yang mencetuskan gagasan-gagasan orisinil namun tak menghasilkan
apa-apa. Namun ada juga orang yang idenya biasa-biasa saja, namun dilakukan dengan
terus-menerus dan akhirnya dia bisa meretas jalan kesuksesan. Perbedaanya pada satu:

131
“BEKERJA”

Belajar Dari Para pemimpin Umat


Pernahkah Anda mendengar nama-nama ini: Rasyid Ridha, Muhammad Abduh,
Jamaludin al-afghani, dan Hasan Al-Banna? Mereka adalah para pemikir-pemikir muslim
abad 20. Tokoh-tokoh tersebut sebenarnya menyerukan perkara yang sama, yaitu
kebangkitan Islam. Mereka sama-sama membawa ide perubahan pada umat Islam yang
sudah terlalu jauh menyimpang dari pemahaman Islam yang benar. Menyerukan
pentingnya pemahaman Islam yang syamil. Islam yang sempurna. Islam yang mengatur
seluruh aspek kehidupan manusia dari bangun tidur sampai tidur lagi. Dari perkara masuk
WC sampai mengatur negara. Semangat dakwah yang dibangun para tokoh ini sama.
Namun, dari sederet nama itu Hasan Al-Banna lah yang dianggap tokoh paling
berpengaruh. Para cendekiawan muslim menempatkannya sebagai mujadid (pembaharu)
terbesar kebangkitan umat di abad 20 ini. Kenapa Hasan al-Banna? Padahal tokoh-tokoh
itu mempunyai pemikiran dan paradigma yang sama. karena diantara tokoh-tokoh
tersebut, Hasan Al-Banna lah yang merealisasikan pemikiran menjadi sebuah gerakan,
menjadi sebuah amal yang nyata.
Hasan Al-Banna mulai mendakwahkan Islam dari warung-warung kopi. Beliau
menyusuri setiap jengkal tanah Mesir untuk mendakwahkan pemikirannya. Bahkan
ketika ditanya kenapa Beliau tidak mencetak buku saja agar pemikirannya dibaca oleh
orang-orang, beliau menjawab bahwa buku hanya akan dibaca oleh orang-orang intelek
di perpustakaan. ”Aku akan mencetak orang-orang yang menulis buku.” Katanya.
Akhirnya, Hasan Al-Banna bertemu dengan enam orang yang berjanji setia untuk
bersama-sama membangun dakwah. Sepaktlah mereka berenam membentuk sebuah
organisasi dakwah bernama Ikhwanul Muslimin.
Ikhwanul Muslimin membuktikan bahwa konsep syumuliyatul Islam bukanlah
angan-angan. Ikhwanul Muslimin seperti sebuah negara di dalam negara. Ikhwan
memiliki lembaga ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, olahraga, bahkan mempunyai
pasukan militer sendiri. Karena dianggap berbahaya oleh penguasa saat itu, Ikhwan
diberangus. Para aktifisnya ditangkap dan dipenjarakan dan organisasi Ikhwan
dibekukan. Tapi Ikhwan telah menorehkan sejarah emas pergerakan Islam modern

131
dengan kerja-kerja nyta para aktifisnya. Ikhwan akhirnya diakui sebagai sebuah gerakan
Islam terbesar abad 20 ini dan memberikan inspirasi pada gerakan-gerakan Islam yang
lain. Dari gerakan ini pula di kemudian hari menghasilkan para penulis, pemikir, dan
tokoh-tokoh muslim yang karyanya bisa dinikmati oleh dunia Islam sampai saat ini.
Sekali lagi semuanya kesuksesan yang kita harapkan kuncinya pada action.
Prestasi seseorang diukur dari apa yang telah dilakukannya bukan pada pada apa yang
sekedar ia katakan atau ia pikirkan.
Para sahabat radhiallahu ‘anhum memahami benar hal ini. Maka kehidupan
mereka adalah kehidupan yang dipenuhi dengan amal. Karena itulah mereka
mendapatkan julukan sebagi generasi ruhbanun fillail wa fursanun finnahar. Mereka
adalah rahib di malam hari. Mereka adalah orang yang mengisi malamnya dengan ibadah
kepada Allah. Tunduk, khusu’, dan melelehkan air mata taubat. Sedangkan di siang
harinya mereka adalah para penuggang kuda. Mereka orang-orang yang semangat
mengarungi kehidupan, bekerja menjemput rizki, dan membuat karya-karya nyata di
dunia. Mereka paham benar tujuan hakiki kehidupan adalah akhirat. Tapi, mereka juga
sangat sadar bahwa dunialah tempat mereka berkarya dalam rangka meraih kenikmatan
surga. Maka, generasi itu menghasilkan karya-karya besar peradaban yang tiada pernah
tertandingi di bumi ini.

Agar Ide tak Sekedar Ide


Apakah Thomas Alvaedison akan dikenal sebagai penemu fenomenal lampu pijar
jika hanya beride tentang lampu pijar? Tanpa percobaan yang ribuan kali gagal dan
ditanggapai dengan santai, “Aku tidak gagal, namun aku menemukan sekian ribu cara
yang salah untuk membuat lampu pijar”
Pernahkan Anda temukan orang yang tiba-tiba kaya hanya dengan beride
bagaimana menjadi kaya? Barangkali dia membuat serangkaian rencana untuk jadi kaya.
Membuat sebuah rencana usaha yang bagus yang memungkinkan dia untuk jadi milyader.
Setelah blue print rencana selesai, orang itu hanya diam, puas, dan sekedar berdoa jadi
kaya. Bisakah kekayaan didapatkannya? Tentu kita semua sepakat, bahwa orang ini tidak
akan kaya. Mungkin saja malah frustasi karena idenya tidak menjadikan dia kaya raya.

131
Sekali lagi, saya tidak bosan mengingatkan sekalian pada Anda, kuncinya pada
action. Ide-ide cemerlang dan kreatif tak akan mengantar pemilik ide menjadi orang
yang berprestasi. Apa yang kita kerjakan terdengar lebih keras dari apa yang kita
bicarakan. Prestasi akan diukur dari apa yang telah kita lakukan, bukan sekedar apa yang
kita pikirkan atau kita bicarakan. Seseorang akan menghargai orang lain atas apa yang
telah ia lakukan bukan sekedar apa yang ia katakan. Bahkan, seseorang akan dibenci jika
dia hanya bisa bicara namun tidak ada relitanya. Bahkan Allah pun murka pada orang-
orang seperti ini.
Ide-ide akan menjadi sekedar ide jika belum direalisasikan. Atau bahkan ide itu
akan membusuk dan tak ada gunanya sama sekali. Ide-ide itu hanya akan membeku
dalam otak para pemiliknya.
Dengan action kita akan mendapatkan banyak keuntungan. Dengan
merealisasikan ide-ide maka akan muncul ide-ide yang lebih banyak lagi. Karena dengan
melakukan sesuatu berarti kita telah belajar tentang sesuatu. Mungkin ide itu gagal kita
wujudkan, tapi dengan kegagalan itu kita mendapatkan pelajaran baru agar nantinya
tidak kembali mengulang kegagalan. Learning by doing, itulah keuntungannya jika kita
mencoba merealisasikan apa yang telah pikirkan. Dan pengalaman ini tidak akan pernah
terjadi pada orang yang hanya sekedar beride dan tidak beranjak untuk melakukan.
Buku yang sedang Anda baca ini, juga tidak akan menjadikan Anda apapun jika
Anda sekedar membacanya tanpa merealisasikan apa yang ada didalamnya. Anda tidak
akan pernah kreatif hanya dengan membaca buku-buku tentang kreativitas. Sekali lagi
kuncinya terletak pada action.
Jika Anda memperoleh ilmu hari ini maka segera amalkan!!!
Jika Anda telah mentapkan visi hidup Anda segeralah berjuang mewujudkannya!!
Jika Anda mendapat ide cemerlang hari ini, Just Do It!!! .

131
Formula 6 :
Belajarlah Dari Siapa Saja

Ulama yang Berguru pada Penjahat


Tentu Anda pernah dengar nama besar Imam Al-Ghazali. Seorang ulama yang
sangat produktif hingga beliau digelari Hujjatul Islam. Tapi, tahukah Anda, titik balik
kesuksesan hidupnya oleh karena seorang perampok? Ya, beliau pernah ”berguru” dari
seorang penjahat.
Begini ceritanya...
Sepulang Al-Ghazali menuntut ilmu, dibawanya sekarung besar buku berisi
catatan-catatan ilmu yang telah dia pelajari. Dalam perjalanan pulang itulah Al-Ghazali

131
dicegat sekawanan perampok. Rasa takut menyusup dalam hati Al-Ghazali. Dia tidak
membawa harta apapun kecuali bukunya yang sekarung itu. Al-Ghazali hanya pasrah dan
jujur pada sekawanan perampok itu bahwa dia adalah seorang musafir penuntut ilmu
yang tidak membawa harta sepeserpun. Karung yang dibawanyapun hanya berisi buku-
buku catatan selama dia belajar. Mendengar pengakuan Al-Ghazali sekawanan perampok
itu tertawa terbahak-bahak, kemudian mengucapkan sebuah kalimat yang menjadi titik
balik seorang Al-Ghazali, ”Bodoh kamu, ilmu itu tempatnya bukan pada buku-buku itu
tapi disini!” Kata perampok sambil menunjuk kepala Al-Ghazali.
Al-Ghazali selamat. Tak ada satu barangpun yang dirampas, karena memang tidak
ada yang berguna bagi si perampok. Tapi, kata-kata sang perampok menyadarkan Al-
Ghazali, bahwa ilmu itu tidak terletak pada buku sekarung yang dia bawa tapi apa yang
ada dalam akal dan hatinya. Jadilah Al-Ghazali mengambil keputusan besar; beliau
hafalkan semua isi buku kemudian beliau bakar buku-buku itu. Dan selanjutnya Al-
Ghazali melahirkan banyak karya yang sampai saat ini bisa kita nikmati. Subhanallah...
Seperti Imam Al-Ghazali, Imam Ahmad bin Hambal, salah seorang ulama mazhab
fikih juga pernah belajar dari seorang penjahat. Karena ketegasannya melawan pemikiran
mu’tazilah yang saat itu mencengkeram kekhalifahan Islam, beliau dijebloskan dalam
penjara. Beliau dengan tegas menolak untuk membuat pernyataan bahwa Al-Qur’an itu
makhluk. Penolakan tersebut membuat para penguasa itu murka. Karena itulah Imam
Ahmad bin Hambal mendapat siksaan yang sangat berat. Tiap pagi dan sore dia mendapat
puluhan cambukan yang memaksanya untuk mengakui bahwa Al-Qur’an itu makhluk.
Hampir-hampir Imam Ahmad menyerah karena begitu beratnnya siksaan yang
beliau hadapi. Hingga beliau tersadar ketika seorang pencuri yang tertangkap dan
meringkuk satu sel dengan beliau mengatakan,”Wahai Syaikh, jika kami saja bersabar
mendapat berbagai siksaan karena kejahatan, tentu engkau akan lebih bersabar lagi
karena engku berada di jalan kebaikan” Tersentaklah Imam Ahmad dengan ucapan
pencuri itu. Ya, seorang Imam Ahmad yang berada dalam kebaikan dan berbalas surga
tentu harus lebih bersabar dan melipatkan kesabarannya.
Banyak kisah-kisah lain kita temukan, orang-orang yang menjadi sukses karena
mereka belajar dari orang-orang yang banyak melakukan maksiyat dan tidak memiliki
prestasi dalam hidupnya. Bukan berarti untuk menjadi sukses kita harus bergaul dengan

131
para penjahat. Dengan kisah-kisah itu saya ingin mengatakan kepada Anda bahwa setiap
orang adalah sumber belajar kita. Intinya adalah mengambil semua energi positif dari
seseorang dan membuang jauh-jauh energi negatifnya. Energi positif adalah energi yang
membangun jiwa kita. Yang memberikan inspirasi dalam kehidupan kita. Sedang energi
negatif adalah segala yang merusak pemikiran dan jiwa kita. Kemampuan kita memilih
dan memilah keduanya adalah kunci agar setiap pergaulan kita bernilai positif.
Ali bin Abi Thalib ra. menasehatkan kepada kita ”Perhatikan apa yang dikatakan,
jangan melihat siapa yang mengatakan”. Inilah prinsip menyerap energi positif dari orang
lain. Terkadang karena persepsi awal yang terbentuk di benak kita tentang seseorang
membuat kita enggan mengambil pelajaran dari orang tersebut. Begini misalnya; Ah, dia
kan masih muda; sekolahnya saja tinggian aku; dia bukan lulusan pesantran kok
ngomong agama; wah, jenggotnya kurang panjang; dan lain sebagainya. Persepsi-
persepsi itulah yang membuat mental blok dalam diri kita dan menghalanginya belajar.
Jika Anda menemukan suara-suara negatif dalam pikiran Anda tentang seseorang, segera
tepis pikiran-pikiran itu. Konsentrasikan untuk mendengarkan apa yang dia ucapkan.
Boleh jadi Anda akan menemukan mutiara berharga dari ucapannya.
Bahkan ketika semua ucapan dan perbuatan dari seseorang itu tidak ada baiknya,
kita sesungguhnya masih bisa mengambil pelajaran darinya. Terkadang sesuatu
keburukan yang kita benci pada orang lain adalah suatu keburukan ada pada diri kita
sendiri.
Dalam ilmu psikologi ada suatu dinamika jiwa yang dialami seseorang bernama
proyeksi. Kita terkadang dihadapkan pada suatu kondisi dimana kita menolak sesuatu
dalam diri kita yang tidak kita inginkan namun kita enggan mengakuinya. Misalnya, Kita
sebenarnya seorang pemarah. Namun karena kita tidak mau mengakui bahwa kita
pemarah, kita mengalihkannya pada orang lain. Mengatakan bahwa orang itu pemarah
dan kita membencinya. Padahal sebenarnya kita sedang membenci diri kita sendiri.
Pengalihan inilah yang dinamakan proyeksi. Nah, itulah kenapa kita bisa belajar dari
orang-orang yang karakternya buruk sekalipun. Karena sebenarnya kita sedang bercermin
tentang diri kita pada orang tersebut. Boleh jadi jika kita tidak menyukai sifat, sikap, atau
perilaku pada seseorang maka sebenarnya kita sedang tidak menyukai apa yang ada pada
diri kita sendiri.

131
Jika Anda bertemu denga seorang yang berperangai buruk dan tidak
menyukainya, maka yang pertama kali harus waspadai adalah, jangan-jangan perangai
burruk itu melekat pada diri Anda. Jika Anda bertemu seseorang yang berperangai baik
dan menyukainya, maka usahakan untuk meneladaninya karena jiwa suci Anda sednag
mengingnkan perangai baik yang sama.
Mari kita belajar dari Hasan Al-Bashri, seorang ulama tabi’in, bagaimana beliau
belajar, ”Jika aku menemukan kebaikan pada seseorang maka aku mencontohnya dan
jika aku menemukan keburukan pada seseorang maka aku menghindarinya.” Begitulah
kita seharusnya belajar. Meneladani setiap kebaikan, menghindari setiap keburukan, dan
menjadikan setiap orang sebagai sumber belajar dalam kehidupan kita.

Berkumpulah dengan ”Komunitas Singa”


Alkisah, di sebuah hutan belantara seekor induk singa mati setelah melahirkan
anaknya. Bayi singa yang lemah itu hidup tanpa perlindungan dari induknya. Beberapa
waktu kemudian serombongan kambing datang melintasi tempat itu. Bayi singa itu
menggerak-gerakkan tubuhnya yang lemah. Seekor induk kambing tergerak hatinya. Ia
merasa iba melihat anak singa yang lemah dan hidup sebatang kara. Dan terbitlah
nalurinya untuk merawat dan melindungi bayi singa itu.
Sang induk kambing lalu menghampiri bayi singa itu dan membelai dengan penuh
kehangatan dan kasih sayang. Merasakan hangatnya kasih sayang seperti itu, si bayi singa
tidak mau berpisah dengan sang induk kambing. Ia terus mengikuti kemana saja induk
kambing pergi. Jadilah ia bagian dari keluarga besar rombongan kambing itu.
Hari berganti hari, dan anak singa tumbuh besar dalam asuhan induk kambing dan
hidup dalam komunitas kambing. Ia menyusu, makan, minum, bermain bersama anak-
anak kambing lainnya. Tingkah lakunya juga persis kambing. Bahkan anak singa itu juga
mengelurkan suara seperti kambing. Ia mengembik bukan mengaum.
Suatu hari, terjadi kegaduhan luar biasa. Seekor serigala buas masuk memburu
kambing untuk dimangsa. Kambing-kambing berlarian panik. Semua ketakutan. Induk
kambing yang juga ketakutan meminta anak singa untuk menghadapi serigala.
”Kamu singa cepat hadapi serigala itu! Cukup keluarkan aumanmu yang keras
dan serigala itu pasti lari ketakutan!” kata induk kambing pada anak singa yang sudah

131
tampak besar dan kekar.
Tapi anak singa yang sejak kecil hidup dalam komunitas kambing malah
ketakutan dan berlindung dibalik tubuh induk kambing. Ia berteriak sekeras-kerasnya dan
yang keluar dari mulutnya adalah suara embikan. Anak singa tidak bisa berbuat apa-apa
ketika salah satu anak kambing, saudara sesusuannya diterkam dan dibawa lari serigala.
Induk kambing sedih karena salah satu anaknya tewas dimakan serigala. Ia
menatap singa itu dengan perasaan nanar dan marah,”seharusnya kamu bisa membela
kami!Seharusnya kamu bisa mengusir serigala jahat itu.
Anak singa hanya bisa menunduk. Ia tidak faham dengan maksud perkataan induk
kambing. Ia sendiri merasa takut pada serigala sebagaimana kabing-kambing yang lain.
Anak singa itu merasa sangat sedih karena tidak bisa berbuat apa-apa.
Hari berikutnya serigala ganas ini datang lagi. Kembali memburu kambing-
kambing untuk disantap. Kali ini induk kambing tertangkap dan telah dicengkeram oleh
serigala. Semua kambing tidak ada yang berani menolong. Anak singa itu tidak kuasa
melihat induk kambing yang telah ia anggap sebagai ibunya dicengkeran serigala.
Dengan ia lari dan menyeruduk serigala itu. Serigala kaget bukan kepalang melihat ada
seekor singa dihadapannya. Ia melepaskan cengkeramannya.
Serigala itu gemetar ketakutan! Nyalinya habis! Ia pasrah, ia merasa hari ini
adalah akhir hidupnya!
Dengan kemarahan yang luar biasa anak singa itu berteriak keras,
”Embiiik!”
Lalu ia mundur ke belakang. Mengambil ancang-ancang untuk menyeruduk lagi.
Melihat tingkah anak singa itu, serigala yang ganas dan licik itu langsung tahu
bahwa yang ada di hadapannya adalah singa yang bemental kambing. Tak ada bedanya
dengan kambing.
Seketika itu pula ketakutannya hilang. Ia menggeram marah dan siap memangsa
kambing bertubuh singa itu! Atau singa bermental kambing.
Saat anak singa itu menerjang dengan meyerudukkan kepala layaknya kambing,
sang serigala siap dengan kuda-kudanya yang kuat. Dengan sedikit berkelit serigala itu
merobek wajah anak singa dengan cakarnya.
Anak singa itu terjerembab dan mengaduh layaknya kambing. Sementara induk

131
kambing menyaksikan peristiwa itu denga cemas luar biasa. Induk kambing itu heran,
kenapa singa yang kekar itu kalah dengan serigala. Bukankah singa adalah raja hutan?
Tanpa memberi ampun sedikitpun serigala itu menyerang anak singa yang masih
mengaduh. Serigala itu siap menghabisi nyawa anak singa. Di saat yang kritis itu, induk
kambing yang tidak tega, dengan sekuat tenaga menerjang sang serigala. Sang serigala
terpelanting. Anak singa bangun.
Dan pada saat itu, seekor singa dewasa muncul dengan auman yang dahsyat!
Semua kambing ketakutan dan merapat. Anak singa itu juga ikut merapat.
Sementara sang serigala langsung lari terbirit-terbirit. Saat singa dewasa hendak
menerkam kawanan kambing itu, ia terkejut melihat anak singa di tengah-tengah
kawanan kambing.
Beberapa ekor kambing lari, yang lain langsung lari. Anak singa itupun ikut lari.
Singa itu masih tertegun. Ia heran kenapa anak singa ikut lari mengikuti kambing. Ia
mengejar anak singa itu dan berkata,
”Hai kamu jangan lari! Kamu anak singa, bukan kambing! Aku tak akan
memangsa anak singa!”
Namun anak singa itu terus berlari. Singa dewasa itu tidak jadi mengejar kawanan
kambing tapi malah mengejar anak singa. Akhirnya anak singa itu tertangkap. Anak singa
itu ketakutan,
”Jangan bunuh aku, amppuun!”
”Kau anak singa, bukan anak kambing. Aku tidak membunuh anak singa!”
Dengan meronta-ronta anak singa itu berkata, ”Tidak aku anak kambing! Tolong
lepasakan aku!”
Anak singa meronta dan berteriak keras. Suaranya bukan auman tapi suara
embikan, persis suara kambing.
Sang singa dewasa heran bukan main. Bagaimana mungkin ada anak singa
bersuara kambing dan bermental kambing. Dengan geram ia menyeret anak singa itu ke
danau. Ia harus menunjukkan siapa sebenarnya anak singa itu. Begitu sampai di danau
yang jernih airnya, ia meminta anak singa itu melihat bayangannya sendiri. Lalu
membandingkan dengan singa dewasa.
Begitu melihat bayangan dirinya, anak singa itu terkejut, ”Oh, rupa dan bentukku

131
sama dengan kamu. Sama dengan singa, raja hutan!”
”Ya, karena kamu sebenarnya anak singa. Bukan anak kambing!” tegas singa
dewasa
”Jadi aku bukan kambing? Aku adalah seekor singa!”
”Ya kamu adalah seekor singa, raja hutan yang berwibawa dan ditakuti oleh
seluruh isi hutan! Ayo aku ajari bagaimana menjadi seekor raja hutan!” Kata singa
dewasa
Singa dewasa lalu mengangkat kepalanya dengan penuh wibawa dan mengaum
dengan keras. Anak singa itu lalu menirukan , dan mengaum dengan keras. Ya mengaum,
menggetarkan seantero hutan. Tak jauh dari situ serigala ganas itu lari kencang, ketakutan
mendengar auman anak singa itu.
Anak singa itu kembali berteriak penuh kemenangan,
”Aku adalah seekor singa! Raja hutan yang gagah perkasa!”

Cerita hikmah diatas adalah nukilan dari novel best seller Ketika Cinta Bertasbih
yang karya Kang Abik. Ada hikmah luar biasa yang bisa petik dari cerita diatas, bahwa
kita dibentuk oleh lingkungan kita. Baik itu karakter, sikap, dan perilaku banyak
dipengaruhi oleh lingkungan interaksi kita. Jika lingkungan kita adalah lingkungan
orang-orang pemalas, maka kita pun akan ketularan menjadi pemalas. Jika lingkungan
kita adalah lingkungan orang-orang yang malas berpikir kreatif dan berinovasi, maka kita
pun akan menjadi orang yang pikirannya jumud dan miskin karya. Sebaliknya, jika
lingkungan kita adalah lingkungan para pemikir kreatif, orang-orang yang produktif , dan
orang-orang yang rajin berinovasi maka kita pun akan menjadi orang yang memiliki
karakter yang sama atau paling tidak hampir sama.
Maka carilah “komunitas singa”. Berkumpulah dengan orang-orang yang
memiliki cara pandang dan cara hidup yang positif. Atau jika Anda belum bisa
menemukan komunitas singa itu, maka bentuklah bersama orang-orang disekitar Anda.
Adakan pertemuan-pertemuan khusus dan rutin untuk saling mengisi dan mengingatkan.
Apakah ini tidak bertentangan dengan prinsip berguru pada siapa saja? Tentu saja
tidak. Berguru pada siapa saja kita artikan sebagai suatu sikap dimana kita mau menerima
kebenaran dari siapapun. Mengambil inspirasi dari setiap orang sebagaimana dijelaskan

131
diatas.
Sedangkan mencari komunitas singa adalah mencari komunitas tempat kita
berbagi, menshare pemikiran kita, dan mengisi semangat berkarya dalam diri kita.
Sebagaimana Darul Arqam pada awal mula dakwah Rasulullah di mekah. Di majlis yang
bernama Darul Arqam inilah beberapa sahabat generasi awal membentuk halaqoh ilmu,
saling menguatkan, sekaligus merencanakan strategi dan manuver dakwah. Dari majils
inilah lahir generasi-generasi berkualitas yang dijuluki Al-Qur’an Khairu Ummah.
Generasi yang di kemudian hari menorehkan sejumlah besar prestasi yang dinikmati oleh
dua pertiga penduduk bumi ini.

Formula 7 :
Beranilah Keluar dari Biasannya

Madinah resah. Sebentar lagi Madinah akan menghadapi serangan besar-besaran.


Serangan yang akan dilancarkan para musyrikin Mekah yang hatinya terbakar dendam.
Mereka ingin menuntut balas atas kekalahan dan rasa malu yang mereka tanggung pada
perang-perang sebelumnya. Maka tidak main-main, para musyrikin memobilisasi
pasukan dari berbagai kabilah untuk memenangkan rencana ini. Semacam pasukan
gabungan dengan jumlah pasukan, persenjataan, dan kekuatan yang jauh lebih besar dari
kekuatan Madinah.
Melihat kondisi yang demikian, Rasulullah segera menggelar rapat darurat. Para
Sahabat dikumpulkan demi menyusun strategi menghadapi perang ini. Berbagai strategi
diusulkan para sahabat. Dari berbagai ide yang dilontarkan para sahabat, ada satu ide
yang sangat unik diusulkan Salman Al-Farisi. Strategi yang diusulkan Salman adalah
dengan menggali parit yang dalam di setiap pintu masuk Madinah. Akhirnya pilihan jatuh

131
pada strategi yang diusulkan oleh Salman. Strategi yang sama sekali baru dalam sejarah
peperangan bangsa Arab dan karena itu tidak diduga sama sekali oleh pasukan musyrikin.
Maka perang ini dinamakan Khandak yang artinya parit.
.Ada satu hikmah yang bisa kita ambil dari perang Khandak. Kunci kemenangan
Khandak adalah berani keluar dari biasanya. Perang dan strategi yang diterapkan
Rasulullah dan para sahabat ini membuktikan kreativitas yang terbangun dalam jiwa
mereka. Para Sahabat adalah generasi dengan karakter yang gemar untuk berpikir sesuatu
yang baru, aktif berinisiataif, dan berani mencoba sesuatu yang baru itu asal masih dalam
koredor syar’i.
Salah satu penghambat kreativitas adalah jika seseorang terbelenggu dengan
pikirannya. Terkungkung dengan paradigma atau cara berpikirnya sendiri serta tidak mau
menerima cara berpikir orang lain. Orang-orang seperti ini biasanya akan terkungkung
dengan cara-cara lama dan takut mencoba sesuatu yang baru. Mereka juga enggan untuk
berubah, karena merasa nyaman dengan cara lama. Orang-orang yang enggan berubah
seperti ini akhirnya akan tergilas zaman. Karena zaman terus berubah dan tidak ada
sesuatu yang pasti. Yang pasti hanya satu yaitu perubahan itu sendiri.
Para pahlawan muslim sejati, para pengukir sejarah, mempunyai satu ciri yang
sama dalam diri mereka yaitu berani beda. Mereka menjadi orang-orang yang unik dan
karena itulah mereka dikenang. Mereka berani menghadirkan sesuatu yang berbeda di
tengah-tengah masyarakat, bahkan terkadang tampak sangat ekstrim. Abu Bakar
misalnya. Sahabat terbaik Rasulullah ini selalu mendermakan seluruh hartanya untuk
berperang di jalan Allah. Lantas jika beliau ditanya, apa yang ditinggalkan untuk
keluarganya di rumah, beliau menjawab dengan santai, ”Allah dan rasul-Nya”
Tidak gampang memang keluar dari kungkungan paradigma berpikir lama karena
melakukannya terkadang memang menyakitkan. Menyakitkan karena kita harus
beradaptasi dengan pikiran baru dan cara-cara baru. Tapi inilah jalan menjadi pribadi
kreatif. Bukan sesuatu yang mustahil jika kita melatihnya, bahkan dengan latihan-latihan
yang sederhana kita akan menjadi pribadi yang kreatif . Beberapa hal di berikut semoga
bisa membantu Anda untuk menjadi lebih kreatif

Berpikir Analogis

131
Orang-orang kreatif adalah orang-orang yang mampu berpikir analogis.
Kemampuan berpikir analogis berarti kemampuan berpikir mengenai hubungan antara
satu hal dengan hal lain termasuk hubungan yang komplek sekalipun. Orang-orang
kreatif bisa menemukan hubungan sesuatu dengan sesuatu yang lain, bahkan
memunculkan sesuatu yang baru dari hubungan-hubungan sederhana. Seperti Edison
yang mampu menghubungkan 9999 kesalahannya dalam percobaan yang menghasilkan
lampu pijar. Ketika Edison ditanya kenapa masih bertahan dengan sekian ribu kesalahan
tersebut, maka dia menjawab dengan enteng, ”Siapa bilang aku gagal dalam 9999
eksperimen, justru aku menemukan 9999 cara yang salah untuk membuat lampu pijar”
Jauh-jauh hari Rasulullah telah mencontohkan kita bagaimana berpikir analogis
ini dalam hadits-hadits beliau. Rasulullah seringkali menganalogikan sesuatu dalam
menjelaskan suatu permasalahan. Kadang analoginya sangat sederhana namun tetap
mengena.
Salah satu contoh berpikir analogis, disebutkan Allah Allah langsung melalui
firman-Nya. Allah berfirman tentang gambaran kehidupan manusia dengan sangat indah
”Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi itu, adalah seperti air (hujan)
yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-
tanaman bumi, di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga
apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan
pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah
kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanaman
tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah disabit, seakan-akan belum pernah
tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada
orang-orang yang berpikir.”(Yunus 24)

Contoh yang lain adalah hadits tentang shalat. Rasulullah menggambarkan shalat
sebagai pembersih dosa dengan sangat indah
Dari Abu Hurairah r.a berkata, “Saya mendengar Rasulullaw saw. bersabda,
“Bagaimana pendapat kalian, jika didepan rumah salah seorang dari kalian terdapat
sebuah sungai yang mengalir dan dia mandi didalamnya lima kali sehari, apakah akan
tersisa kotoran di tubuhnya?’ Mereka menjawab, “Tidak akan tersisa kotoran ditubuhnya

131
sedikitpun.’ Rasulullaw saw. bersabda, ‘Begitulah perumpamaan shalat lima waktu,
dengannya Allah akan mengampuni dosa-dosa” (HR. Bukhari, Muslim, Tirmidzi dan
Nasa’i)

Strategi jitu yang diusulkan oleh Salman dalam perang Khandak juga
merupakan hasil dari berpikir analogis ini. Salman yang berasal dari Persia pernah
menyaksikan strategi ini diterapkan di negeri asalnya, kemudian membawa ide itu dalam
kancah perang Khandak. Hasilnya luar biasa! Para musyrikin Quraisy dibuat stres karena
hanya bisa berputar-putar di sekitar Madinah tapi tidak bisa memasukinya. Dan
biidznillah, kaum muslimin memperoleh kemenangan yang gilang gemilang dalam
perang itu.
Bagaimana melatih pikiran kita agar bisa berpikir analogis? Nah, ini yang lebih
penting untuk kita praktekan. Syarat pertama seseorang agar mampu berpikir analogis
adalah adanya informasi yang masuk dalam otaknya. Itulah modal pertama. Semakin
banyak informasi yang masuk, semakin mampu seseorang berpikir analogis. Sebaliknya
semakin sedikit informasi yang masuk semakin rendah kemampuan seseorang untuk
berpikir analogis.
Maka kita harus sering-sering memasukkan informasi yang bermanfaat dalam
otak kita. Itulah kenapa wahyu pertama yang diturunkan kepada Rasulullah adalah
IQRA’! Bacalah! Membaca berarti memasukkan informasi dalam otak kita. Tapi ingat
masukkan informasi yang bermanfaat saja. Jangan sampai menjejali otak kita dengan
sampah-sampah otak (untuk lebih jelasnya bisa dilihat di bab berikutnya tentang sampah-
sampah otak)
Akan sangat baik jika setiap hari Anda membiasakan untuk membaca buku-buku
yang anda butuhkan. Targetkan misalnya, setiap pekan Anda harus menghabiskan satu
buku. Hal ini akan membuat informasi dalam otak kita lebih banyak. Sekali lagi saya
perlu menekankan, sebaiknya anda pilih buku-buku yang ANDA BUTUHKAN bukan
yang DIINGINKAN. Masalah kebutuhan terkait dengan peran dan visi Anda. Jika Anda
ingin menjadi ahli dalam ilmu psikologi, sebaiknya pilih buku-buku psikologi. Jika ingin
menjadi enthrepeuner baca buku-buku tentang enthrepeuneship, dan lain sebagianya.
Seringkali kita terjebak membaca buku-buku yang kita senangi bukan kita

131
butuhkan. Novel, kumpulan cerpen, komik, adalah contoh buku dengan rating cukup
tinggi, sering dibaca orang walau tidak dibutuhkan. Apakah salah membaca buku-buku
itu? Tidak salah memang. Bahkan buku-buku itu bisa menjadi bacaan wajib ketika
memang Anda mempunyai visi ke arah sana. Komik misalnya, jika memang Anda ingin
menjadi komikus, maka komik jadi bacaan wajib Anda. Jika Anda ingin menjadi novelis,
maka silakan rajin-rajin membaca novel. Tapi jika memang Anda tidak punya visi hidup
ke arah sana, sebaiknya jadikan buku-buku itu sekedar selingan pelepas penat atau
pengobat bosan.
Syarat kedua agar kita mahir berpikir analogis adalah mengorganisasikan
informasi yang masuk dalam otak kita. Setiap harinya ada jutaan, milyaran, bahkan
trilyunan informasi yang masuk dalam otak kita. Maka informasi itu harus dikelola
dengan baik agar menjadi bahan berpikir kreatif. Ketidakmampuan kita untuk mengelola
informasi yang masuk justru menyebabkan apa yang yang dinamakan overload
infromasi. Ibarat inbox hp yang sudah penuh, hp itu tidak mampu menampung pesan dan
akibatnya kita tidak bisa membaca pesan-pesan yang masuk. Seperti itu pula otak yang
overload informasi. Kita justru akan kesulitan mengakses informasi itu saat dibutuhkan.
Bagaimana mengelola informasi yang masuk dalam otak kita? Sediakan waktu
khusus untuk berpikir dan merenung atas semua info yang Anda peroleh. Misalnya
begini, jika Anda selesai membaca buku, sediakan waktu 15 menit sampai 30 menit untuk
merenungkan kembali bacaan Anda. Hubungkan dengan apa yang telah Anda baca
sebelumnya. Ilmu itu pada dasarnya dari satu sumber yaitu dari Allah Swt. Maka pastilah
ada hubungan dari setiap ilmu yang yang kita peroleh. Kalau perlu Anda tuliskan hasil
kesimpulan atau analogi yang Anda peroleh.
Imam As-Syafi’i, ulama yang sangat produktif pada masanya sering melakukan
aktifitas pengelolaan informasi. Salah satu kisah mengagumkan tentang kecerdasan Imam
As-Syafi’i ini disaksikan langsung oleh putra Imam Abu Hanifah. Pada suatu hari Imam
Abu Hanifah berpesan kepada anaknya, “Sebentar lagi akan datang bertamu ke rumah
kita seorang ulama yang sangat faqih dan sudah termasyhur.”
“Siapakah itu ayah?” Tanya anaknya
“Dia adalah Imam As-Syafi’i. Perhatikanlah dan teladanilah perbuatannya,
perhatikan perkataanya agar engkau mendapatkan ilmu darinya.” Begitulah kira-kira

131
pesan Imam Abu Hanifah.
Tibalah Imam Syafi’ipun di rumah Imam Abu Hanifah. Anak Imam Abu Hanifah
memperhatikan dengan seksama seluruh tindak dan tutur Imam As-Syafi’i. Sepanjang
pertemuan itu, anak Imam Abu Hanifah menemukan tiga hal yang tidak layak dilakukan
para ulama dan orang-orang fakih. Pada pagi harinya, anak Imam Abu Hanifah terheran
kemudian bertanya kepada ayahnya,
” Benarkah ia imam As-Syafi’i, Ayah? Kalau dia Imam As-Syafi’i kenapa ia
dengan lahab menghabiskan makan malam yang kita suguhkan? Bukankah seorang
ulama bisanya punya sifat zuhud dan tidak berlebihan? Kenapa pula setelah makan dia
tidur sepanjang malam dan tidak qiyamullail? padahal qiyamullail adalah amalan para
ulama. Dan yang lebih aneh lagi, di pagi harinya ia sholat subuh tanpa berwudhu dulu
padahal dia tidur. Bukankah tidur membatalkan wudhu?”
“Cobalah kau tanya langsung padanya anakku.” Jawab Imam abu Hanifah. Maka
anak itu bertanya pada imam As-syafi’i mengobati rasa penasaran dan keheranannya.
Imam Syafi’i pun dengan tenang menjawab,” Kenapa aku makan sangat lahab?
Karena makanan itu suguhan Abu Hanifah yang aku yakin halal dan barokahnya, maka
akupun lahab memakannya. Kenapa aku tidur sepanjang malam dan tidak qiyamullail?
Sungguh sebenarnya aku tidak tidur. Ketika aku mulai memejamkan mataku, maka
terhampar di hadapanku al-Qur’an dan hadits Rasulullah. Dengan begitu aku bisa
meyelesaikan lima puluh masalah agama yang selama ini ditanyakan kepadaku. Dan
kenapa aku tidak wudhu saat sholat subuh? Itu karena aku tidak tidur dan tidak ada yang
membatalkan wudhuku.”
.Subhanallah…..pernahkah Anda menyaksikan orang secerdas, seproduktif, dan
sekreatif Imam As-Syafi’i? Kuncinya adalah mengelola informasi yang telah ditangkap
kemudian melakukan perenungan dan menhubungkan antara satu pemikiran dengan
pemikiran lainnya. Itulah yang dilakukan Imam As-Syafi’i untuk menyelesaikan lima
puluh masalah agama yang mmenjadi pertanyaan para muridnya. Dia menghamparkan
Al-Qur’an dan Al-Hadits, mnghubungkan makna, mengelola segenap informasi,
kemudian menemukan jawaban lima puluh masalah.
Mengelola informasi juga bisa kita lakukan dengan sering-sering menghubungkan
antara suatu fenomena dengan fenomena yang lain atau satu teori dengan kenyataan

131
lapangan yang ada. Misalnya Anda mendapat teori tentang komunikasi efektif. Ingat teori
itu baik-baik dan coba lihatlah seorang public speaker. Perhatikan baik-baik bagaimana
sang public speaker beraksi dan cobalah analisis dengan teori yang telah Anda dapatkan.
Mungkin kita akan menemukan sesuatu yang berbeda dari teorinya atau sesuatu yang
baru, maka itulah ilmu baru yang bermanfaat.
Dengan berpikir analogis ini kita tak akan terkungkung dengan satu cara berpikir.
Dengan terus memasukkan informasi dalam otak kita dan mengelolanya maka akan
senantiasa muncul ide-ide segar dan kreatif dalam kehidupan kita, InsyaAllah.

Diskusi dan Syuro


Diskusi dan syuro(musyawarah) adalah bagian dari tradisi Islam yang tak lepas
dari kehidupan Rasulullah dan para sahabat. Para sahabat adalah figur manusia yang suka
berdiskusi tentang berbagai hal untuk kebaikan. Begitu juga syuro, menjadi kultur yang
tak lepas dalam kehidupan mereka.
Para sahabat dan para khalifah selanjutnya juga masih menempuh jalan yang telah
digariskan oleh Rasulullah saw., nabi dan pemimpin mereka dalam berbagai lini
kehidupan. Mereka mengaplikasikan sistem syura pada masa-masa khulafaur-rasyidin.
Abu Bakar misalnya, meminta pendapat Umar Bin Khattab dan mengumpulan para
sahabat lainnya untuk membincangkan persoalan apa saja yang tidak didapati nashnya
dalam Quran dan tidak pula dalam Sunnah.
Begitu pula yang dilakukan Umar, Utsman, Ali dan para pemimpin penaklukan.
Saat terjadi pertempuran dengan Persia, panglima tentara Persia meminta bertemu dengan
panglima perang kaum Muslimin untuk melakukan perundingan. Setelah panglima
perang Persia itu menyampaikan keinginannya, panglima perang Muslimin menjawab,
“Beri saya waktu untuk bermusyawarah dengan orang-orang.” Panglima Persia itu
mengatakan, “Kami tidak mengangkat orang yang selalu mengajak bermusyawarah
sebagai pemimpin.” Panglima Muslim itu menjawab, “Karena itulah kami selalu
mengalahkan kalian. Kami justru tidak pernah mengangkat pemimpin dari orang yang
tidak mau bermusyawarah.”
Keputusan syura dalam Islam ditempatkan sebagai sebuah keputusan sakral.
Bahkan di zaman Rasulullah, keputusan syura sampai tahap ”mengalahkan” firasat

131
Rasulullah Saw yang hadir lewat mimpi beliau. Padahal, firasat Rasulullah tentu bukan
firasat sembarangan seperti manusia pada umumnya, tapi isyarat dari Allah untuk Rasul-
Nya.
Ini terjadi pada saat perang uhud. Begitu mendengar pasukan Quraisy telah siap
untuk menyerang, Rasulullah menggelar sebuah syura akbar. Ada dua pendapat
mengerucut saat itu. Para alumni perang Badar berpendapat, sebaiknya mereka bertahan
di Madinah dan mempersiapkan strategi pertahanan disana. Sedang para sahabat muda
yang begitu bersemangat mengusulkan agar keluar Madinah dan menghadapi pasukan
Quraisy di medan Uhud. Karena desakan yang begitu kuat dari para sahabat muda serta
melihat semangat yang terpencar dari wajah mereka, Rasulullah memutuskan keluar
Madinah.
Malam sebelumnya Rasulullah bermimpi pedangnya patah. Dengan mimpi ini
Rasulullah memperoleh isyarat, bahwa umat Islam akan mengalami kekalahan dan salah
seorang anggota keluarga yang dicintainya syahid. Tapi, syura telah memutuskan. Meski
Rasulullah telah memperoleh firasat sedemikian rupa.
Sehari setelah syura para sahabat muda tidak enak perasaannya karena ketika
syura terkesan memaksa Rasulullah. Saking tidak enaknya para sahabat muda menyesal
karena telah mendesak Rasulullah ”Ya Rasulullah, kami telah mendesak Anda untuk
keluar padahal tidak selayaknya kami berbuat demikian. Karena itu jika Anda suka
duduklah saja.” Tetapi Rasulullah menjawab dengan lantang ”Tidak pantas bagi
seorang Nabi apabila telah memaki pakaian perangnya untuk meletakkannya kembali
sebelum berperang.”
Benarlah firasat Sang Baginda, umat Islam kalah dalam perang ini. Hamzah bin
Abdul Muthalib, paman beliau memperoleh syahid di medan Uhud ini dengan perut
terburai. Beliau sedih. Para sahabat juga sedih dengan kekalahan ini. Namun, inilah
keputusan syura. Walaupun kadang hasilnya kurang mengenakkan, tetapi kaum muslimin
saat itu memperoleh pelajaran besar tentang arti penting syura, tentang ketaatan pada
pimpinan, dan yang jelas kreativitas para sahabat menjadi tumbuh subur.
Subhanallah, betapa Rasulullah seoarang murabbi yang sangat cerdas dan sangat
perhatian dengan para sahabat. Inilah salah satu hikmah syura yang sangat penting. Syura
akan menumbuhsuburkan kreativitas seseorang.

131
Syura dalam Islam mempunyai fungsi psikologis yang sangat besar. Syura
memberikan kemerdekaan pada setiap orang untuk menyampaikan pendapat, ide,
pemikiran yang ia miliki. Artinya syura memberikan ruang pada seseorang untuk
mengekspresikan kerativitas yang ada dalam dirinya. Syura dalam Islam dilandasi atas
kemerdekaan dan kebebasan dalam berpendapat. Tidak boleh diwarnai dengan paksaan.
Setiap peserta syura harus terbebas dari rasa cemas dan tertekan yang biasanya akan
mematikan kreativitas.
Syura juga memberikan kesempatan kepada kita untuk bisa memahami dan
menghargai pendapat orang lain. Inilah fungsi psikologis kedua dari syura dalam
peningkatkan kreativitas. Selain kebebasan mengeluarkan pendapat, seseorang dalam
syura juga harus berlapang dada dan memahami pendapat orang lain. Dengan memahami
berbagai sudut pandang inilah seseorang akan meningkat kreativitasnya. Tidak
terkungkung dalam pendapat pribadi dan paradigma berpikirnya saja. Melihat pentingnya
syura dan diskusi, saya menyarankan Anda untuk bergabung dengan sebuah komunitas
atau organisasi. Terutama organisasi-organisasi dakwah yang memberi kesempatan kita
untuk beride tetapi juga masih dalam batas syar’i. Bagaimana kita bisa sering syura,
diskusi, dan bertukar pikiran dengan banyak orang, kalau kita tidak bergabung dengan
sebuah komunitas atau organisasi yang produktif?
Syura dan diskusi dalam islam adalah aplikasi teori brainstorming dalam ilmu
psikologi. Brainstorming adalah teknik untuk mengeluarkan ide-ide kreatif.
Brainstroming sebenarnya bisa diterapkan secara pribadi dalam kehidupan sehari-sehari
ketika kita mengalami sebuah permasalahan. Teknik brainstroming sebenarnya
sederhana. Jika Anda mempunyai masalah, maka carilah sebanyak mungkin solusi untuk
menyelesaikan masalah itu. Tuliskan semua ide Anda tanpa membatasinya dengan
apapun, bahkan jika yang muncul kemudian adalah ide-ide ”gila”. Nah, setelah semua ide
dalam otak Anda dikeluarkan barulah dianalisis mana solusi yang mendatangkan manfaat
paling besar dan menimbulkan madharat paling kecil.
Walaupun brainstorming bisa dilakukakn secara pribadi namun syura dan diskusi
tetaplah memberikan manfaat yang lebih besar. Karena dengan keduanya, kita akan
bersentuhan dengan pemikiran orang lain. Dengan begitu akan semakin banyak ide
kreatif yang muncul dan memberikan solusi terbaik untuk sebuah permasalahan.

131
Brainstorming adalah cara Rasulullah memaparkan berbagai permasalahan. Oleh
karena itu, majlis beliau seringkali berubah menjadi ajang dialog, diskusi, dan kekayaan
pemikiran yang sangan luas. Sering kali kita mendapatkan hadits-hadits dengan lontaran-
lontaran pertanyaan yang menggugah akal untuk berpikir. Misalnya; Tahukah kamu siapa
orang yang bangkrut itu? Tidakkah engkau menginginkan hatimu menjadi lembut dan
kebutuhanmu terpenuhi? Apakah kalian ridha bila kalian menjadi seperempat jumlah
penghuni surga?
Begitulah Rasulullah mendidik. Dan dalam suasana seperti inilah para sahabat
terbentuk menjadi pribadi unggul dan kreatif.

Latihan Keseimbangan Otak Kanan dan Otak Kiri


Berbicara tentang kreativitas, tentu tak bisa lepas dari peranan otak. Setiap orang
dikaruniai oleh Allah dua belahan otak. Kedua otak itu adalah otak kanan dan otak kiri.
Masing-masing belahan itu mempunyai fungsi yang berbeda. Secara singkat perbedaan
kedua belah otak bisa disimak di tabel berikut :
BELAHAN OTAK KIRI KANAN
Pikiran Abstrak, Linear, analitis Konkret, holistik
Gaya berpikir Rasional, logis, analitis Intuitif, artistik,
sintesis,acak
Bahasa Kaya kata-kata Sedikit kata-kata
Bentuk pengungkapan Aspek leksikal dan Nuansa emosi dari bahasa
bahasa sintaksis
Kemampuan memutuskan Instropeksi, berkehendak, Musik, mimpi yang dalam,
fungsi inisiatif, membaca, imajinasi, berpikir
menulis, aritmatika, komprehensif
ketarmpilan motorik halus
dan kasar
Waktu Sekunsial, terukur Lived time, tak berwaktu
Ketrampilan spasial Kurang bagus Bagus sekali, terutama
masalh ruang dan gambar
Lapangan pandang/kerja Kanan/tubuh bagian kanan Kiri/tubuh bagian kiri
Ekspresi pikiran Verbal (kata-kata) Nonverbal (bahasa tubuh)

Setiap kita dikaruniai Allah dua kemapuan berpikir : freely associative (berpikir

131
bebas, acak, kreatif) dan berpikir sistematis. Kalau kita lihat tabel diatas maka kita
memahami otak kananlah yang berperan dalam kretivitas. Sedangkan, berpikir sistematis
dikendalikan otak kiri. Kedua kemampuan berpikir itu sama-sama kita butuhkan dalam
meraih prestasi. Maka kita pun harus menyeimbangkan kerja kedua belahan otak itu.
Sayang pendidikan di Indonesia selama ini terlalu mementingkan otak kiri.
Makanya pelajaran-pelajaran yang selalu dituntut dapat nilai bagus seperti matematika,
bahasa, dan pelajaran-pelajaran eksata yang sebagian besar menggunakan otak kiri.
Padahal, untuk menyeimbangkan kerja kedua belahan otak itu hanya diperlukan latihan-
latihan sederhana. Tapi sekali lagi disayangkan pendidikan kita tidak memperhatikan
aspek ini.
Berikut ini ada beberapa tips dan latihan sederhana yang saya kutipkan dari buku
”Membangunkan Raksasa Tidur” karya dr. Taufik Pasiak, M.Pd tentang bagaimana
menyeimbangkan otak kiri dan kanan :
1. Biasakan memakai kedua belah tubuh untuk melakukan sesuatu.
2. Tulislah dan gambarlah catatan-catatan Anda. Buatlah kedua otak dapat
bekerjasama
3. Jika Anda sedang menekuni sesuatu yang serius dan membutuhkan analisi
tajam, jangan biarkan otak kanan menganggur. Anda dapat memberinya
”makanan” berupa musik sehingga kerja menjadi optimal
4. Cobalah melihat sesuatu secara keseluruhan. Tekankan aspek wholenessnya-
nya. Lihat hutan dulu baru pohonnya
5. Untuk lelaki cobalah berekspresi seperti perempuan dalam berbicara (bukan
mendayu-dayu seperti perempuan). Ekspresikan pikiran dengan ungkapan
verbal yang tajam disertai ekspresi emosi
6. Untuk perempuan, cobalah menjadi lelaki dalam mengembangkan
kemampuan spasial. Hidupkanlah segala sesuatu dalam pikiran Anda
7. Rancang metode belajar Anda yang memadukan ruang kelas dan alam bebas.
Pakai musik ketika belajar dan mengajar.
8. Kuatkan memori Anda dengan memakai kedua belahan otak
9. Warnailah ruang pribadi Anda dengan warna-warni agar otak kanan
”menyala”

131
10. Gunakan keduanya untuk memahami eksistensi Anda. Bagaimana posisi Anda
dalam alam semesta dan bagiamana Anda berhubungan dengan sang pencipta
Barangkali Anda masih belum puas masalah kesimbangan otak kanan dan otak
kiri ini, saya mohon maaf. Memang butuh space tersendiri untuk menjelaskan ini. Tapi
latihan-latihan sederhana diatas bisa Anda praktekkan dan rasakan hasilnya. Anda bisa
memperbanyak pengetahuan, Anda bisa membaca atau menelaah buku-buku psikologi
yang berkaitan dengan otak ini. Dan mohon doanya, semoga suatu saat nanti saya bisa
menulis sebuah buku yang mengupas tuntas masalah otak ini. Amin.

131
.

Formula 8 :
Ambil Hikmah dari Segala Sesuatu

Belajar dari Nyamuk dan Laba-Laba


Apa yang istimewa dari nyamuk dan laba-laba? Sekilas mungkin tiada bernilai.
Nyamuk dan laba-laba hanyalah dua binatang kecil yang seringkali membuat susah
manusia. Nyamuk terkenal sebagai pembawa berbagai penyakit mematikan serta
pengganggu tidur. Sedangkan laba-laba terkenal sebagai pembuat sarang yang merusak
keindahan rumah. Bahkan, beberapa laba-laba memiliki bisa yang mematikan.
Tapi, mari kita lihat kedua hewan itu dari sisi yang berbeda. Mari kita melihatnya
dengan sudut pandang Al-Qur’an. Kedua hewan tersebut sama-sama disebutkan dalam
Al-Qur’an sebagai pembeda antara keimanan dan kekufuran. Allah menyebutkan tentang
nyamuk dalam surat Al-Baqarah ayat 26 :
Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau
yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin
bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir
mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?." Dengan
perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah dan dengan perumpamaan itu
(pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah
kecuali orang-orang yang fasik

131
Sedangkan laba-laba disebutkan dalam surat Al-Ankabut ayat 41
“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah
adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling
lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”

Nyamuk dan laba-laba memberikan pelajaran kepada kita bahwa hal-hal kecil,
sepele, dan tampak tak berharga bisa menjadi sangat bernilai di hadapan Allah. Nyamuk
dan laba-laba juga memberikan pelajaran kepada kita agar kita menjadi orang yang jeli
dalam melihat pelajaran di balik sesuatu. Allah sendiri menyebutkan hanyalah orang-
orang yang berilmu yang bisa memahamai hikmah di balik perumpamaan-perumpaan
sederhana yang Allah sebutkan.
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-Ankabut 43)
Di alam semesta ini terbentang jutaan inspirasi yang bisa kita peroleh. Jika kita
menjadi orang-orang yang jeli dalam melihat alam semesta maka kita akan memperoleh
jutaan inspirasi itu. Itulah salah satu kunci menjadi pribadi kreatif dan inovatif. Banyak
karya-karya besar yang muncul dari pertanyaan-pertanyaan sederhana. Teori gravitasi
yang dicetuskan oleh Newton dalam ilmu fisika adalah hasil dari sebuah pengamatan dan
pertanyaan sederhana, “Kenapa apel kalau jatuh selalu kearah bumi?” Hukum
Archimides yang menjadi dasar pembuatan kapal adalah hasil dari inspirasi seorang
Archimides. Inspirasi itu dia dapatkan ketika air dalam bak mandi yang dia gunakan
untuk berendam tumpah ruah di sekitarnya. Sederhana bukan? Tapi sayang, kenapa bukan
kita orang-orang Islam yang menemukan teori-teori itu. Padahal Allah telah mengajarkan
pada kita agar menjadi orang-orang yang senantiasa jeli mendapat inspirasi dari alam
semesta

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang,
bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang
Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah
mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-

131
tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan (Al Baqarah 164)
Allah menyebut orang-orang yang bisa mengambil inspirasi dari segala sesuatu
dengan sebutan ulul albab. Imam al-Biqa’i mendefinisikan ulul Albab sebagai akal-akal
yang bersih serta pemahaman yang cemerlang, yang terlepas dari semua ikatan fisik
sehingga ia mampu menangkap ketinggian takwa dan ia pun menjaga ketakwaan itu.
Dengan kecermelangan itulah, generasi ulil albab bisa mendapatkan manfaat dari setiap
benda dialam semesta

Tafakur
”Tafakur satu jam lebih baik dari ibadah satu tahun” Begitu kata Ali bin Abi
Thalib tentang tafakur. Ali bin Abi Thalib menempatkan aktifitas tafakur ini menjadi
aktifitas yang sangat penting. Tafakur adalah aktifitas berpikir atau merenungi berbegai
fenomena yang ditemuai dalam kehidupan sehari-hari. Mencoba menyelami hikmah
tersembunyi di balaik sesuatu atau di balik suatu perstiwa.
Apakah bisa dibandingkan tafakur satu jam dengan ibadah yang dilakukan satu
tahun? Kalau kita renungkan lebih mendalam, sesungguhnya tafakur memang bisa
bernilai lebih baik dari ibadah yang dilakukan satu tahun. Tafakur satu jam yang benar
akan memberikan energi gerak selama satu tahun. Seseorang menjadi tahu arah hidupnya,
menjadi paham hakikat hidupnya, dan selanjutnya bisa berkarya selama satu tahun.
Dengan tafakur pula seseorang bisa menemukan ide-ide cemerlang dan menjadi sebuah
karya besar dalam hidupnya di tahun itu atau di sepanjang sisa-sisa umurnya. Disinilah
letak kekautan tafakur.
Raghib al-Ashfani menyampaikan bahwa tafakur adalah usaha untuk menggali
sesuatu dan menemukan hakikat terdalamnya. Dalam bahasa yang lebih mudah tafakur
juga sering kita sebut dengan merenung. Kemampuan kita untuk menggali inspirasi dari
setiap sesuatu adalah kunci kreativitas. Dan tafakur inilah jalannya.
Maka jika kreativitas ingin senantiasa melekat dalam diri kita, kita haruslah
menyediakan waktu khusus setiap harinya untuk melakukan aktivitas ini. Luangkan
waktu 15 sampai 30 menit saja khusus untuk tafakur setiap harinya. Renungkan semua
kejadian yang telah kita alami, pengalaman-pengalamn baru, lintasan pikiran, dan ilmu

131
pengetahuan baru yang kita dapat hari itu. Jangan lewatkan peristiwa-peristiwa kecil yang
terjadi karena boleh jadi dari peristiwa-peristiwa kecil itu kita mendapatkan hikmah yang
mendalam.
Jika kita senantiasa membiasakan tafakur setiap hari, insyaAllah kita akan sampai
pada suatu titik dimana kita bisa memperoleh pengetahuan baru di setiap kita menemukan
berbagai peristiwa. Sebagaimana ulul albab yang Allah sebutkan dalam surat Ali Imron
190 – 191, mereka adalah orang yang bisa mendapatkan pelajaran dalam segala kondisi.
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam
dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang
yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan
kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.(Ali Imron 190 – 191)

Sufyan bin Uyainah seorang ulama tabi’in sering berucap, “Jika manusia
mempunyai pikiran, maka setiap melihat sesuatu ia akan dapat menarik pelajaran.”
Mulai sekarang, bertafakurlah!

Mengikat Hikmah dengan Pena


Hikmah itu ibarat unta yang membutuhkan tali kekang, maka tali kekang hikmah
adalah pena. Begitu Imam As-Syafi’i mengajarkan kepada kita dalam memperlakukan
ilmu, hikmah, dan inspirasi. Dalam kisah hidupnya, Imam As-Syafi’i sendiri menuliskan
ilmu yang beliau peroleh dalam lembaran-lembaran kertas bekas karena saking
miskinnya beliau ketika menuntut ilmu. Sampai-sampai catatan-catatan ilmu itu
memenuhi kamarnya dan menyulitkan beliau hanya sekedar untuk tidur berbaring. Ulama
secerdas imam As-Syafi’i yang mampu menghafal ribuan hadits selalu berusaha mencatat
ilmu yang diperolehnya. Apalagi kita yang belum secerdas beliau. Seharusnya kita lebih
rajin lagi mengikat inspirasi yang kita peroleh dengan menulis.
Kemana saja Anda pergi usahakanlah untuk membawa buku catatan kecil untuk
menuliskan inspirasi dan ide-ide yang terlintas dalam benak Anda. Banyak diantara para
ulama yang catatan-catatan kecilnya menjadi sebuah buku monumental yang syarat

131
dengan hikmah dan abadi hingga kini. Zadul Ma’ad karya Ibnul Qoyyim Al-Jauziah
misalnya. Kitab yang terdiri dari dua jilid dan berisi petunjuk Rasulullah dalam setiap
aspek kehidupan ini, beliau tulis dalam perjalanan.
Shaidul Khatir karya Ibnul Jauzy adalah contoh karya yang abadi hingga kini.
Beliau menulis kitab ini sekitar tahun 520 M. Di Indonesia, terjemahan dari kitab ini
masih bisa kita nikmati hingga sekarang. Berarti kitab itu telah memberi manfaat untuk
umat selama lebih dari satu millennium, Subhanallah. Jika Anda pernah membaca kitab
ini tentu tahu, bahwa kitab ini sebagaimana judulnya “hanyalah” lintasan-lintasan pikiran
Ibnul Jauzy yang ditulis dan disusun dalam satu kitab.
Mulai sekarang, rajin-rajinlah menulis setiap inspirasi yang Anda dapatkan. Siapa
tahu suatu saat nanti tulisan itu akan menjadi karya abadi yang menyejarah.

131
Formula 9 :
Imajinasi

Mari Menjadi Pengahayal Ulung


”Seluruh lembah, gunung, dan gurun yang telah aku lalui maka akan selalu aku
ingat sekaligus aku bayangkan segenap strategi yang akan aku gunakan jika suatu saat
aku berperang di tempat tersebut.”

Itulah jawaban Khalid bin Walid atas pertanyaan, rahasia apa yang membuatnya
sukses dalam setiap pertempuran. Khalid adalah ahli militer yang dahsyat. Dalam
sejarahnya sebagai panglima perang muslim, tak pernah satupun ia kalah di medan
perang. Kegemilangan prestasi Khalid di masa Islam telah menggantikan segenap
kerugian yang diderita kaum muslimin ketika beliau masih jahiliyah. Uhud adalah bukti
kehebatan strategi perang seorang Khalid yang masih kafir. Umat Islam telah merasakan
kekalahan yang menyakitkan karena pasukan kafir Quraisy yang beliau pimpin saat itu.
Namun kaum muslimin selanjutnya merasakan sekian banyak manisnya kemenangan di
medan perang setelah Khalid masuk Islam. Pantaslah jika Rasulullah kemudian
menyematkan sebuah gelar agung nan perkasa Syaifullahul mashul. Pedang Allah yang
Senantiasa Terhunus.
Prestasi Khalid di bidang kemiliteran adalah hasil gabungan dari tiga kunci
kesuksesan dalam dirinya; keberanian seorang muslim yang muncul dari iman yang
kokoh, pemahaman diri yang mendalam akan potensinya, dan kreativitas.
Keberanian seorang Khalid terbukti dari puluhan bekas sayatan pedang, panah,
dan tombak yang menghiasi seluruh tubuhnya. Bekas sayatan itulah bukti Khalid tak lagi

131
memikirkan kehidupan ketika berperang. Keberanian itu berlandasakan suatu yang sangat
kokoh yaitu keimanan. Sebagaimana para mujahid yang ikhlas, mereka semua
merindukan syahid, begitu juga Khalid. Walapun takdir telah menetapkan beliau
meninggal diatas ranjang, namun para ulama memasukkanya ke dalam jajaran para
syuhada.
Pemahaman seorang Khalid akan potensi dirinya terwujud dalam karir
dakwahnya yang konsisten sebagai ahli militer. Beliau senantiasa mendapat tempat di
garda depan pasukan, sebagai panglima perang yang menyusun strategi, memimpin, dan
memenangkan pertempuran. Kecerdasan Khalid di medan perang inilah wujud nyata
kreativitas yang ada dalam dirinya. Beliau selalu mampu memunculkan strategi baru pada
setiap tempat pertempuran. Dan kunci kreativitas Khalid terletak pada satu kebiasaanya
yaitu berimajinasi. ” Seluruh lembah, gunung, dan gurun yang telah aku lalui maka akan
selalu aku ingat sekaligus aku bayangkan segenap startegi yang akan aku gunakan jika
suatu saat aku berperang di tempat tersebut”. Kalimat ini adalah bukti aktifitas imajinasi
yang senantiasa beliau lakukan.
Imajinasi sebagai salah satu kunci kreativitas tidak hanya berlaku di dunia militer.
Dalam dunia ilmu pengetahuan imajinasi mempunyai peranan yang sangat penting.
Penelitian dan temuan-temuan ilmiah pada awalnya dimulai dari imajinasi. Dalam dunia
seni, pemikiran, dan kebudayaan imajinasi bahkan menjadi tulang punggung yang
menyangga kreativitas para tokoh di bidang ini.
Jika kita baca sejarah para penemu, pemikir, pemimpin bisnis maupun politik,
serta tokoh-tokoh pergerakan dunia, maka kita menemukan bahwa mereka para
pengkhayal tingkat tinggi. Bill Gates, John F Kennedy misalnya, mereka adalah para
pengkhayal tingkat tinggi.
Kenapa imajinasi sangat penting dalam dunia kreativitas dan inovasi? Paling tidak
ada tiga titik kekuatan imajinasi dalam membentuk kreativitas dan daya inovasi. Pertama,
imajinasi mempunyai wilayah yang sangat luas. Kita bisa mengimajinasikan apa saja.
Wilayah kemungkinan yang tidak terbatas dalam imajinasi ini akan membantu kita
berpikir holistik dan komprehensif. Kedua, imajinasi akan menumbuhkan optimisme.
Optimisme akan selalu hadir pada orang yang berimajinasi karena dia menemukan
banyak alternatif solusi dalam segala situasi. Bahkan imajinasi mampu menghadirkan

131
ide-ide segar dalam kondisi yang terjepit. Ketiga, imajinasi akan membimbing kita
bertindak terencana. Karena dengan imajinasi ini kita akan memperoleh kemana arah
melangkah.
Jadi, imajinasi bisa menghadirkan ide-ide segar pada kita. Setelah itu memberikan
ruh optimisme akan keberhasilan ide-ide itu. Dan pada akhirnya membuat kita bergerak
mewujudkan ide-ide itu dalam amal yang nyata. Begitulah Khalid dan para sahabat
bekerja pada titik ledak mereka masing-masing.

Rahasia Dibalik Cerita


Pada dasarnya manusia dikarunia oleh Allah kemampuan berimajinasi.
Berimajinasi dalam wilayah sangat luas. Tanpa membutuhkan latihan sekalipun setiap
kita bisa mengimajinasikan sesuatu. Namun agar imajinasi kita tidak sekedar imajinasi
liar dan tidak produktif, kita perlu melatihnya. Tanpa latihan, bisa-bisa kita hanya akan
menjadi pengkhayal liar yang ujung-ujungnya bukan karya inovatif tapi justru
kemaksiyatan.
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengatakan bahwa awal perbuatan seseorang adalah
lintasan hati. Jika lintasan hati ini semakin menguat maka akan menjadi keinginan.
Semakin menguat keinginan maka ia menjadi azzam (tekad). Setelah tahap ini maka
tekad akan menjadi niat dan selanjutnya menjadi perbuatan. Nah, imajinasi menempati
setiap proses yang berlangsung dalam pembentuk perbuatan tersebut. Maka berhati-
hatilah dalam berimajinasi. Dan rajin-rajinlah melatih agar imajinasi kita menjadi
imajinasi yang produktif.
Bagaimana melatih imajinasi kita agar produktif? Sering-seringlah untuk
membaca atau mendengarkan cerita, kisah, dongeng, atau yang semisal dengannya.
Allah telah memberikan pengajaran yang sangat berharga pada kita semua. Berbagai
kisah dalam Al-Qur’an mengandung hikmah yang luar biasa. Bahkan Allah menghiasi
sepertiga dari Al-Qur’an dengan kisah-kisah. Dengan kisah-kisah tersebut Allah
memberikan kepada kita fasilitas untuk mengambil pelajaran dari orang terdahulu.
Dengan kisah itu pula Allah ingin mendidik kita menjadi pengkhayal yang handal dan
produktif.
Beberapa ayat Al-Qur’an memberikan sinyal betapa pentingnya kisah atau

131
dongeng sebagai sarana pendidikan dan pelajaran.
”Sesungguhnya telah berlalu sebelum kamu sunnah-sunah Allah; karena itu
berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang
yang mendustakan (rasul-rasul)” (Ali Imron : 137)
”Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-
kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang
kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang
beriman.”(Hud : 120)
”Kami menceriterakan kepadamu kisah yang paling baik dengan
mewahyukan Al Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami
mewahyukan) nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui” (Yusuf : 3)
Banyak tokoh-tokoh dunia yang kreatif dan inovatif terbentuk dari kisah-kisah
yang mereka dengarkan. Saddam Husein, tentu bukan nama yang asing lagi di telinga
kita. Dia adalah mantan presiden dan pemimpin besar Irak. Lepas dari kontoversi
kediktatoran Saddam Husein dalam memimpin, kita bisa mengambil pelajaran penting
tentang bagaimana seorang Saddam menjadi tokoh yang begitu berkarakter dan berani
berinovasi dalam kepemimpinanya.
Saddam ternyata orang yang terdidik dengan dongeng. Dalam buku Man and The
City yang ditulisnya sendiri, Saddam bercerita betapa dirinya sangat terpengaruh cerita-
cerita ibunya. Saddam menuturkan, dia kerap dipeluk ibunya sambil ibundanya bercerita
tentang para leluhur. “Ibu saya mendongengkan cerita-cerita sambil membelai rambut
saya”, tulis Saddam. Sejumlah pengamat menduga, dongeng-dongeng yang didengar
Saddam banyak mempengaruhi. kepribadiannya setelah dewasa. Saddam banyak
terinspirasi oleh cerita dongeng sang ibunda.
Pengalaman serupa terjadi pada Hans Christian Andersen. H. C. Andersen, penulis
cerita anak terkemuka abad 19, melalui autobiografinya, The True Story of My Life, ia
menulis, “Setiap minggu ayahku membuat gambar-gambar dan menceritakan dongeng-
dongeng”. Ibunya pun melakukan hal yang sama. Sang ibu mengenalkan dongeng-
dongeng legenda rakyat. Kecemerlangan dan kreativitas Andersen menyusun kisah
dipengaruhi pengalaman batin masa kecil
Walaupun banyak para pakar psikologi mengatakan dongeng membawa dampak

131
positif pada seseorang, rasanya kita tetap harus berhati-hati. Tetap saja kita harus memilih
kisah-kisah yang baik untuk kita nikmati. Karena jika kita kurang teliti, cukup banyak
kisah yang justru hanya akan menjadi sampah otak. Sampah otak ini akan menebarkan
bau busuk melalui ucapan lisan ataupun perbuatan kita. Jika telah mengendap sekian
lama maka dia akan membatu dan menimbulkan penyakit dalam jiwa kita. Yang saya
maksud dengan sampah otak disini adalah kisah-kisah seronok atau mengandung unsur-
unsur kemaksiyatan. Untuk lebih jelasnya silakan dibaca pada bab setelah ini tentang
sampah-sampah otak.
Pertanyaannya, kisah apa yang paling baik untuk pengembangan krativitas dan
daya inovasi kita? Kisah terbaik adalah sirah generasi pertama yang juga menjadi dasar
penulisan buku ini. Ibnu Mandzur dalam ‘Lisanul Arab’ mengatakan bahwa As Sirah
menurut bahasa berarti kebiasaan, jalan / cara, tingkah laku. Sedangkan menurut istilah
umum, berarti rincian hidup seseorang atau sejarah hidup seseorang. Namun sudah
menjadi kesepakatan manakala menyebut as-Sirah, yang dimaksud adalah as-Sirah an-
Nabawiyah artinya sejarah hidup Rasulullah SAW dan kini sudah menjadi satu nama /
istilah dari disiplin ilmu tersendiri Termasuk dalam wilayah kajian sirah adalah sahabat-
sahabat yang beriman dan berjuang bersama beliau.
Bukan berarti dongeng atau kisah-kisah lain sama sekali tidak baik untuk jiwa
kita. Tentu saja juga akan sangat baik jika Anda membaca novel, cerpen, atau kisah-kisah
inspiratif lain. Namun prioritaskan dan jangan lupakan sirah generasi pertama. Sirah
generasi pertama mempunyai kelebihan dibandingkan dengan kisah-kisah yang lain.
Keistimewaan dari sirah generasi pertama adalah bahwa sirah memberikan
gambaran rinci tentang seluruh sisi kehidupan, terutama sirah Rasulullah SAW. Sirah
Nabi Muhammad SAW menjelaskan secara rinci fase kehidupan beliau sejak pernikahan
ayahnya, Abdullah, dengan ibunya, Aminah, hingga beliau wafat. Kita tahu banyak
perihal kelahiran Nabi, masa kanak-kanak, remaja, pekerjaannya sebelum menjadi Nabi,
perjalanannya ke luar Makkah hingga Allah mengutusnya sebagai rasul yang mulia.
Kita juga mengetahui dengan rinci, jelas, dan sempurna setiap tindakan beliau
dari tahun ke tahun, hingga menjadikan Sirah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
sangat jelas seterang matahari. Seperti ungkapan sebagian kritikus barat, “Muhammad
adalah satu-satunya orang yang dilahirkan di bawah sorot matahari.”

131
Selain itu, dalam sumber-sumber sejarah yang valid juga dituturkan dengan sangat
terperinci perihal kehidupan pribadinya, mulai dari bentuk tubuh, cara makan, minum,
berdiri, duduk, berjalan, berpakaian, bersikap, bertutur kata, sampai interaksi beliau
dengan Allah serta manusia, yakni keluarga dan sahabatnya. Bahkan para periwayat sirah
menjelaskan lebih rinci lagi sampai-sampai menuturkan pada kita jumlah uban dan helai
jenggotnya. Dengan semua rincian itu maka sirah bisa memberikan contoh konkret dan
detail seluk beluk kehidupan manusia terbaik dan mulia.
Detail informasi yang kita dapatkan dari sirah genarasi pertama akan membawa
imajinasi kita lebih terarah. Kita bisa merasakan dan membayangkan kehidupan
Rasulullah dan para sahabat. Coba Anda baca buku karya Khalid Muhammad Khalid
Enampuluh Karakteristik Sahabat Rasulullah. Anda seakan diajak berkelana menyusuri
kisah-kisah luar biasa dari orang-orang terbaik yang pernah ada di bumi ini. Simaklah
dialog-dialog mereka, resapi apa yang mereka rasakan, dan bayangkan jika Anda menjadi
mereka atau mereka hidup di sekitar kita hari ini. Maka, sungguh kita akan mendapatkan
spirit dahsyat dari kisah-kisah itu. Sekaligus akan terbukalah pikiran kita jalan-jalan
menuju puncak prestasi sebagaimana yang telah mereka tempuh.
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik,
Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan
bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya.
Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah 100)

131
Formula 10 :
Sesekali Ambilah Jeda

”Hiburlah jiwa kalian sesaat demi sesaat karena jiwa bisa berkarat seperti besi
yang bisa berkarat.” Nasehat ini disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib sebagai salah satru
gambaran betapa sangat manusiawinya ajaran Islam. Islam, walapun mengajarkan
keseriusan dalam mengarungi kehidupan, tidak berarti menuntut untuk senantiasa dalam
kondisi demikian setiap waktu menghibur jiwa dan pikiran.
Dalam pergulatan kehidupan untuk mengukir prestasi, tentu kita mengalami saat-
saat lelah. Jiwa kita terkadang merasa jenuh dengan berbagai aktivitas dan perjuangan
yang kita lakukan. Maka, jika kita telah mencapai kondisi itu, saatnya untuk mengambil
jeda kehidupan. Mengambil jeda kehidupan oleh seorang ulama Kuwait Syaikh Jasim Al-
Muhalhil mengistilahkan hal ini dengan, ”waktu turun minumnya seorang pejuang.”
Mengambil jeda kehidupan mirip dengan istirahat yang kita lakukan dalam sebuah
perjalanan jauh. Dengan mengambil jeda inilah kita kembali menyegarkan jiwa yang
kering dan memompa semangat berjuang.
Apakah Rasulullah dan para sahabat juga melakukan yang sama? Ya, merekapun
melakukan hal yang sama. Sehebat apapun generasi pertama, mereka tetaplah manusia
yang bisa lelah, jenuh, dan bosan. Mereka sangat peka dengan kondisi jiwa seperti ini.
Jika rasa itu telah sedemikian mencekat, mereka segera mengambil jeda. Suatu kali
Rasulullah dalam sebuah perjalanan mengajak istri beliau, Aisyah r.a untuk balap lari.
Aisyah pun melayani tantangan suaminya tercinta. Akhirnya, Aisyah yang waktu itu
masih belia dan belum terlalu gemuk dapat mengalahkan Rasulullah. Di kali lain, saat
Aisyah sudah gemuk, Rasulullah mengajaknya beradu lari lagi, juga dalam sebuah
perjalanan. ”Bagaimana aku akan beradu denganmu, sedang sekarang akau sudah gemuk
begini.” Jawab Aisyah. ”Pokoknya kamu harus mau,” sahut Rasulullah. Akhirnya

131
Rasulullah bisa mengalahkan istrinya tercinta. ”Aisyah, ini untuk membayar yang dulu”
Kata Rasulullah sambil tertawa bahagia.
Generasiu pertama mengajarkan kepada kita bagaimana mengambil jeda
kehidupan yang efektif dan kembali menyegarkan jiwa. Jeda kehidupan paling tidak
harus memenuhi dua syarat agar menjadi efektif menjadi oase bagi jiwa yang telah
kering. Jeda yang kita ambil tanpa memenuhi kedua syarat ini tidak akan menjadi sumber
pengisi energi jiwa, tetapi justru akan melalaikan kita dari perjuangan. Bahkan ia bisa
menggelincirkan kita ke dalam dosa. Kedua syarat itu, yang pertama adalah dilakukan
hanya dalam waktu sementara atau sesaat. Sedang yang kedua, harus tetap berada pada
batas-batas syariat. Jangan sampai kita berniat jeda tetapi justru istirahat dalam berkarya
karena jeda yang kebablasan. Hasan Al-Banna seorang pejuang dan ulama Mesir
mengistilahkan ini dengan ungkapan, ”Pejuang sejati adalah yang tidak tidur sepenuh
kelopak matanya dan tidak tertawa sepenuh mulutnya.”
Ada beberapa jeda yang efektif dan telah dilakukan para sahabat. Berikut ini
adalah beberapa contohnya.

Jeda dengan Ibadah


”Istirahatkanlah kami dengan shalat wahai Bilal.” Begitulah Rasulullah
memerintahkan Bilal untuk mengumandangkan adzan. Rasulullah memaknai shalat
bukan hanya sebagai ritual ibadah harian, tetapi lebih dari itu. Shalat bagi Rasulullah dan
sahabat adalah saat mereka jeda untuk mengisi kembali energi jiwa. Begitupun orang-
orang shaleh setelahnya. Mereka mendapatkan kembali energi jiwa dari ibadah-ibadah
mahdhah yang telah Allah perintahkan.
Ada sebuah kisah menakjubkan dari Syaikh Umar Tilmitsani, salah seorang murid
terbaik Syaikh Hasan Al-Banna. Suatu hari Syaikh Umar Tilmitsani menemani Syaikh
Hasan Al-Banna dalam sebuah tour dakwah berkeliling ke pelosok-pelosok Mesir.
Karena padatnya acara dan lamanya perjalanan, mereka berdua baru bisa beristirahat larut
kira-kira hampir jam duabelas malam. Kebetulan panitia memberikan sebuah kamar satu
orang untuk berdua. Jadilah malam itu Syaikh Umar Tilmitsani tidur satu kamar dengan
Syaikh Hasan Al-Banna.
Ketika masing-masing sudah berbaring melepas penat, sesaat kemudian syaikh

131
Hasan Al-Banna bertanya, ”Sudahkah kau tidur Akhi?” Maka Syaikh Umar Tilmitsani
yang belum tidur menjawab ”Belum Ustadz”. Sesaat kemudian Syaikh Hasan Al-Banna
bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama, maka Syaikh Umar Tilmitsani yang
belum tidur menjawab ”Belum”. Sesaat kemudian untuk yang ketiga kalinya Syaikh
Hasan Al-Banna bertanya kembali dengan pertanyaan yang sama. Kali ini, karena rasa
penasaran Syaikh Umar Tilmitsani, beliau diam saja.
Mengira muridnya sudah tidur, Syaikh Hasan al-Banna mengendap-endap pelan
keluar kamar sambil menenteng sandalnya. Hal ini dilakukan agar langkah kakinya tidak
terdengar dan mengaganggu muridnya ini. Rasa penasaran Syaikh Umar Tilmitsani
memaksanya bangun dan melihat apa yang dilakukan Syaikh Hasan Al-Banna. Syaikh
Umar Tilmitsani menyaksikan gurunya itu mengambil air wudhu kemudian shalat lail.
Setelah tahu apa yang dilakukan gurunya Syaikh Umar Tilmitsani kembali ke tempat
tidur untuk istirahat. Di penghujung sepertiga malam terakhir, Syaikh Umar Tilmitsani
dibangunkan Syaikh Hasan Al-Banna untuk qiyamullail. Syaikh Umar Tilmitsani
menyimpulkan bahwa sepanjang malam itu Hasan Al-Banna tidak tidur untuk
qiyamullail, karena jeda antara waktu dia mulai tidur dan ketika dibangunkan sangat
singkat.
Siang harinya, mereka berdua kembali melakukan tour dakwah. Dalam majlis
ilmu yang saat itu diisi oleh Syaikh Hasan Al-Banna, Syaikh Umar Tilmitsani merasa
sangat mengantuk. Saking sudah tidak tahan, Syaikh Umar Timitsani menyodorkan
sebuah memo kecil ke hadapan Syaikh Hasan Al-Banna. Isinya kira-kira begini, ”Ustadz,
izinkan saya istirahat sebentar saja, saya sangat mengantuk.” Dengan seulas senyum
Syaikh Hasan Al-Banna membalas memo itu. Begitu membaca memo itu mata Syaikh
Umar Tilmitsani terbelalak. Rasa kantuknya langsung menguap. Syaikh Umar Tilmitsani
mengungkapkan keajaiban memo itu, ”Mulai saat itu kusimpan baik-baik memo itu. Jika
aku merasa mengantuk dalam majlis ilmu aku segera membacanya. Maka akan hilanglah
rasa kantukku.”
Apakah Anda tahu isi balasan memo dari Syaikh Hasan Al-Banna? Sebenarnya
sederhana. Tetapi karena ditulis oleh orang yang hatinya bersih dan jiwanya suci, memo
itu memancarkan energi ruhani yang menggerakkan. Energi yang didapatkan dari jeda
ibadah yang Hasan Al-Banna tunaikan semalam. Isi memo itu kurang lebih begini, ”Akhi,

131
apakah engku yakin jika engkau istirahat akan bisa bangun lagi?”
Di kemudian hari Syaikh Umar Timitsani, mewarisi kepemimpinan Syaikh Hasan
Al-Banna sebagimana ia mewarisi semangat dakwah yang diajarkan oleh gurunya
tersebut.
Allah telah menyediakan terminal jeda ibadah dalam hidup kita. Allah
menyediakan lima waktu untuk shalat dalam sehari sebagai jeda setiap harinya. Allah
menyediakan hari jumat sebagai hari istimewa sebagai jeda setiap pekannya. Allah
menyediakan tiga hari puasa ayyamul bidh (setiap tanggal 13, 14, 15 bulan hijriyah)
sebagai jeda setiap bulannya. Dan Allah menyediakan bulan Ramadhan sebagai jeda
selama satu tahun. Dan Allah mengistimewakan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
sebagai waktu terbaik untuk seluruh jeda kehidupan kita. Maka manfaatkan jeda-jeda
ibadah ini dengan baik. Sempatkan waktu untuk sehari dalam seminggu atau beberapa
hari dalam sebulan untuk jeda dengan ibadah. Dan yang lebih dahsyat jadikan Ramadhan
terutama sepuluh hari terakhir untuk mengambil jeda dan mengisi energi jiwa kita.

Sesekali Bermain dan Bercanda


”Apakah para sahabat Rasulullah dahulu tertawa?” Tanya seseorang kepada Ibnu
Umar, salah seorang tokoh sahabat yang sangat wara’. Sebuah pertanyaan yang mungkin
muncul pula pada sebagian kita. Menelusuri sirah mereka yang penuh perjuangan dan
bertabur prestasi mungkin terbayang di benak kita mereka adalah orang-orang yang
sangat serius, mahal senyum, dan enggan tertawa. Tapi tidak!! Ibnu Umar, sebagai bagian
para sahabat menjawab pertanyaan itu dengan indah, ”Ya, mereka tertawa, tapi iman di
dalam dada mereka laksana gunung.”
Bermain dan bercanda, mengembangkan senyum dan tawa adalah bagian dari
jeda yang bisa kita lakukan. Senyum dan tawa ini menjadi salah satu sifat yang
membedakan manusia dan hewan. Ibnu Taimiyah mengulas hal ini dengan uraian yang
menarik: ”Manusia itu adalah hewan yang bisa bicara dan tertawa. Tak ada yang
membedakan manusia dan hewan, kecuali sifat kesempurnaan. Sebagaimana bicara
menjadi salah satu kesempurnaan manusia, demikian juga tertawa. Maka jika yang bicara
itu lebih sempurna dari yang tidak bicara, begitu pula yang tertawa itu lebih sempurna
dari yang tidak mampu tertawa.”

131
Rasulullah sendiri menyifatkan dirinya dengan istilah ”adhahuuku al qattal”,
orang yang gemar tertawa tapi juga gemar berperang. Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam adalah seorang pemimpin yang sangat memperhatikan urusan umat dan seluruh
pasukannya. Beliau juga sangat perhatian terhadap bawahan serta anggota keluarga.
Disamping itu beliau juga tetap menjaga amal ibadah serta wahyu yang diturunkan. Dan
banyak lagi urusan lain yang beliau perhatikan. Sungguh merupakan amal yang sangat
agung dalam rangka memenuhi tuntutan kehidupan dan membangkitkan motivasi, yang
tidak akan mampu dilaksanakan oleh sembarang orang. Namun Rasulullah
Shallallahu’alaihi wasallam meletakkan setiap hak pada tempatnya. Beliau tidak akan
mengurangi hak orang lain atau meletakkan hak tersebut tidak pada tempatnya. Meskipun
sangat banyak beban dan pekerjaan, namun beliau tetap memberikan tempat bagi anak-
anak kecil dihatinya. Beliau sering mengajak mereka bercanda dan bersenda gurau,
mengambil hati mereka dan membuat mereka senang.
Para sahabat adalah saksi betapa Rasulullah adalah orang ynag punya sense
humor yang tinggi, meskipun hidup dalam beratnya perjuangan. Jarir bin Abdullah ra
berkata, “Sejak aku masuk Islam, belum pernah Rasulullah menolak kehadiranku dan
belum pernah melihat beliau kecuali beliau tertawa /tersenyum” (HR. Bukhari)
Dalam pandangan ilmu Psikologi dan neurologi humor memiliki manfaat yang
sangat besar dalam kehidupan seseorang. Gordon Wailport seorang ilmuwan Amerika
melakukan riset tentang tertawa ini. Riset ini membuktikan kalau tertawa memperkuat
tubuh kita untuk melawan penyakit. Tawa akan meningkatkan kemampuan tubuh
memproduksi bakteri dan virus pelawan penyakit yang disebut salivary immunoglobin A
(S-IgA). Hormon yang memicu stres kita, yaitu cortical, juga semakin menurun saat kita
tertawa.
Seorang psikiater Fry dalam bukunya Humour and Aging mengatakan, “Dampak
dari 20 detik tertawa dengan riang kira-kira sebanding dengan 3 menit mendayung.
Padahal mendayung adalah latihan aerobic terbaik untuk memulihkan kembali kondisi
tubuh dan membuat panjang umur. Tertawa merangsang jantung, memasok oksigen ke
paru-paru, dan memberikan energi ke sel-sel otak. Dengan begitu orang yang
bersangkutan memiliki cara pikir yang positif dalam melihat kehidupan.”
Walau sedemikian besar manfaat humor, namun Islam tetap membuat bingkai

131
agar humor tidak malah menjadi sesuatu yang melalaikan. Bingkai pertama, bahan humor
tidak boleh hal-hal yang dilarang. Seperti, melempar hinaan untuk orang lain, sesuatu
yang seronok, dan tidak boleh pula suatu kedustaan.

Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 11


Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari
mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh
jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan
jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan
adalah (panggilan) yang buruk sesudah imandan barangsiapa yang tidak bertobat, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.
Di hadits lain Abu Hurairah Radhiallaahu anhu menceritakan: “Para sahabat
bertanya kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam : “Wahai Rasulullah, apakah
engkau juga bersenda gurau bersama kami?” Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
menjawab: “Tentu, hanya saja aku selalu berkata benar.” (HR. Ahmad).
Bingkai kedua dalam humor adalah tidak boleh berlebihan. Tawa Rasululah
bukanlah tawa terbahak-bahak sampai terguncang-guncang tubuhnya. Aisyah r.a berkata,
“ Belum pernah aku menyaksikan Rasulullah tertawa terbahak-bahak hingga aku melihat
bagian dalam dari mulutnya.”

Jeda dengan Melakukan Perjalanan


Melakukan perjalanan adalah kebiasaan orang-orang shaleh. Dengan melakukan
perjalanan seseorang akan mendapatkan energi jiwa yang baru. Bahkan mendapatkan
ilmu baru. Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina adalah ungkapan yang selama ini kita
dengar. Ungkapan ini sebenanya mengajarkan kepada kita pentingnya kita melakukan
sebuah perjalanan.
Nabi Musa a.s adalah salah seorang yang melakukan jeda dengan melakukan
perjalanan. Perjalanan ini beliau niatkan untuk sejenak berhenti dari rutinitas dakwahnya,
dan mengisi ulang akal dan hikmah yang tersebar dialam raya. Ketika Allah
memberitakan kepada Musa bahwa di ujung dataran sana ada seorang hamba yang

131
memiliki kelebihan yang tidak dimilikinya, maka beliau segera bergegas kesana. Orang
itu adalah Nabi Khidir a.s yang bisa ditemui di tempat pertemuan dua samudra. Betapa
susahnya perjalanan diceritakan oleh Allah dalam surat Al-Kahfi ayat 60 – 66. Walapun
perjalanan sangat jauh, melewati hamparan padang pasir, dan berpayung panasnya
matahari Musa a.s akhirnya sampai ke tujuan dan mendapat berbagai hikmah dari Nabi
Khidir. Inilah jeda yang Nabi Musa lakukan. Tidak hanya sekedar untuk melepas penat
namun juga untuk menimba ilmu dan memperluas wawasan.

131
Formula 11 :
Hati-Hati Sampah Otak

Otak adalah Alam Semesta


”Otak membuat kita dapat menyusun ulang takdir kita.” Kata Marian Diamond.
Marian Diamond adalah seorang ahli neuroanatomi di Universitas California Amerika.
Beliau mempelajari otak dan menghabiskan umurnya untuk menekuni benda
menakjubkan di kepala kita ini selama puluhan tahun. Beliapun membuat sebuah
kesimpulan singkat tentang otak manusia, ”Otak adalah alam semesta seberat satu
pound.” Katanya
Jadi kalau otak kita keluarkan dari kepala kita, kemudian ditimbang maka
beratnya hanya sekitar setengah kilogram. Otak juga hanya tampak seperti tali-temali
yang saling bertaut, encer seperti tahu, dan tidak punya kekuatan. Mungkin juga jika
sudah keluar dari kepala kita, harganya tidak lebih mahal dari sekilo daging sapi.
Lantas apa yang membuat otak begitu istimewa? Otak merupakan pusat
pengendalian seluruh perilaku manusia. Di dalamnya terdapat sepuluh milyar sel saraf.
Jumlah ini belum termasuk yang ada di saraf-saraf tulang belakang. Padahal sel-sel saraf
ini masih mempunyai pendukung yang disebut sel-sel glia yang jauh lebih banyak, sekitar
duaratus milyar. Sampai-sampai para ahli saraf berkata, jika manusia ingin membuat
komputer dengan kemampuan sama dengan sistem kerja otak, maka di butuhkan
komputer sebesar bumi. Subhanallah...
Dengan alasan inilah sebagian para ahli psikologi Islami menafsirkan al-qalb
dalam hadits Rasulullah dibawah ini dengan otak.
”Ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging. Jika baik
segumpal daging itun maka baiklah seluruh tubuh. Dan jika buruk segumpal daging itu
maka buruklah seluruh tubuh. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah al-qolb.”

131
Walaupun pendapat al-qalb itu otak masih diperdebatkan, yang jelas para pakar
sepakat bahwa otak merupakan komponen sangat penting dalam tubuh kita karena dialah
pengendali semua yang terjadi pada diri kita.
Prestasi, kreativitas, dan inovasi yang kita hasilkan juga dikendalikan oleh kerja
otak. Maka hendaknya kita menjaga otak ini dengan baik serta menghindarkannya dari
hal-hal yang merusak. Otak semacam komputer super canggih yang akan mengolah
semua data yang kita perlukan dalam kehidupan. Maka jika inputnya baik akan
menghasilkan output yang baik pula. Sedangkan, jika inputnya buruk akan menghasilkan
output yang buruk pula. Saya menamakan input buruk yang masuk dalam otak kita
dengan sampah otak. Berhati-hatilah dengan sampah otak ini. Karena ia bisa
menimbulkan kerusakan pada otak, membuatnya tidak bisa bekerja, atau paling tidak
otak hanya menghasilkan hal-hal yang tidak berguna.

Sampah Materi
Otak adalah bagian dari tubuh. Maka sebagaimana anggota tubuh yang lain otak
membutuhkan asupan energi untuk bekerja. Asupan energi itu diperoleh dari makanan.
Untuk itu kita harus menjaga agar makanan yang kita makan tidak menjadi sampah otak
namun menjadi asupan yang berguna bagi otak kita.
Allah mensyaratkan dua hal untuk makanan yang kita konsumsi. Pertama adalah
halal dan yang kedua adalah thayyib. Halal berarti diperbolehkan secara syar’i baik zat
maupun cara memperolehnya. Sedangkan thayyib berarti baik bagi tubuh atau sering
disebut makanan yang bergizi.
Rasulullah dan para sahabatnya adalah orang-orang yang sangat menjaga masalah
makan ini. Dikisahkan Rasulullah pernah mendapat hadiah seorang tabib dari salah satu
negara tetangga. Bertahun-tahun tabib ini hidup ditengah-tengah Rasulullah dan para
sahabat. Setelah belasan tahun tabib ini sudah tidak tahan lagi ingin meninggalkan
Madinah dan kembali ke negerinya. Ketika sang raja mengetahui tabibnya kembali, rasa
heran dan kecewa muncul di benak sang raja. Prasangka tidak baikpun muncul, apakah
tabibnya itu diperlakukakn tidak baik hingga tidak tahan lagi tinggal bersama Rasulullah
dan para sahabatnya. Padahal setahu raja masyarakat Islam saat itu terkenal sebagai
masyarakat yang santun dan menghormati setiap orang tanpa memandang status dan asal-

131
usul.
Ditanyalah sang tabib sebab kepulangannya oleh sang raja. Mendengar pengakuan
sang tabib, kekecewaan sang raja berganti kekaguman yang mendalam. Sang tabib
mengaku tidak tahan lagi tinggal bersama masyarakat Islam saat itu karena dia menjadi
pengangguran. Belasan tahun sang tabib bersama Rasulullah dan para sahabat sangat
jarang sekali ia mengobati mereka yang sakit karena memang sangat jarang ditemukan
orang sakit.
Dan jika ditanya kenapa Rasulullah dan para sahabat jarang sakit jawabnya adalah
karena mereka sanagt menjaga makanan mereka. Untuk itu jagalah benar makanan yang
masuk dalam perut, maka kita akan menjadi sehat.

131
Berikut ini sampah otak berbahaya yang bisa mengganggu kerja otak kita. Sebisa mungkin kita menghindarinya agar otak kita optimal
bekerja mengukir prestasi
No NAMA ZAT FUNGSI NORMAL EFEK GEJALA KELEBIHAN

1. Alkohol antidepresant Mengganggu pekerjaan Memori rusak, bingung,


neurotaransmiter, gangguan koordinasi, pelupa,
neropinnefrin, Dopamin, masa bodoh, disorientasi
asetilkoli, GABA, beta-
endorphin
2. Amfetamin Perangsang Gangguan neurotransmiter Susah tidur, susah istirahat,
halusinasi, agresif, genetaran,
DOPAMIN
berat badan turun
3. Barbitural (Amital, Luminal, seconal) antideprean Merusak lemak di sel saraf Susah tidur, cemas terus menerus,
Mengganggu kerja natrium bingung, muntah

4. Ekstasi Stimusan Mengganggu kerja serotonin Susah konsentrasi, sulit tidur,


dan dopamin memori terganggu, masa bodoh

5. GHB Antidepresan Mengganggu neurotranmiter, Susah tidur, ganguan konsentasi,


asetilkolin, serotonin, memori rusak, masa bodoh,
dopamin gangguan koordinasi gerakan
6. Kafein (kopi, teh, coklat, softdrink) Koakain (coca Perangsang (pakai 10 gram Menganggu kerja Gangguan tidur sampai sulit tidur,
sakit kepala, pusing-pusing,
cola, softdrink) kafein sama denagn minum 80- neurotransmiter di ujung sel-
bingung-bingung, gangguan
100 gelas kopi sekali teguk) sel saraf gerakan tangkas, kematian

131
7. Mariyuana (roko, kue brownies, teh hasis) Antidepersan Mengganggu kerja neuro Gangguan memori, gangguan
tranmitterdi ujung sel-sel saraf sensasi, halusinasi, waham,
disorientasi, bingung-bingung
8. Nikotin (rokok) Antidepresan Meenggangu kerja dopamin Cemas, depresi, sakit kepala,
kelelahan, emosi labil, kematian

9. Heroin, morfin perangsang Mengganggu kerja dopamin Cemas, depresi, sakit kepala,
kelelahan, emosi labil, kematian

10. Inhalan (hair spray, cat, tinta, deodoran, lem, dll) antidepresan Mengganggu tranmisi pesan Gangguan memori, gangguan
konsntrasi, buta, gangguan,
gerakan, kerusakan, kerusakan
saraf perifer
11. Rohipol Perangsang Mengganggu kerja GABA Ganggan gerakan dan koordiansi,
sulit konsentrasi, bingung-
bingung.

131
Sumber : Membangunkan Raksasa Tidur oleh dr. H. Taufik Pasiak. dterbitkan PT
Gramedia Pustaka, Jakarta, 2004 (dengan sedikir penyederhanaan). Untuk penjelasan
lebih lanjut, silakan pembaca buku tersebut.Sampah Informasi
Tidak ada satupun karya di dunia ini yang sama sekali baru. Kecuali karya yang
langsung dicipta langsung oleh tangan Sang Pencipta, Allah Swt. Setiap karya, sekreatif
apapun karya itu, adalah hasil perenungan manusia dari informasi yang dia dapatkan.
Sehebat-hebat akal manusia, ia tidak bisa membayangkan sesuatu yang sama sekali baru.
Kalau tidak percaya cobalah! Cobalah bayangkan sesuatu yang belum pernah Anda lihat!
Tak mungkin bukan? Manusia hanya bisa melakukan imitasi (meniru-niru),
mengkombinasi, dan memberi sentuhan inovasi pada informasi yang telah masuk dalam
otaknya.
Prinsip ini berlaku untuk semua karya manusia. Termasuk karya-karya besar di
dunia ini. Para penemu menghasilkan sebuah karya karena terinspirasi oleh apa yang ia
indera sebelumnya. Newton tak mungkin menemukan teori gravitasi jika tak ada
fenomena jatuhnya benda selalu ke pusat bumi. Einsten tak mungkin tiba-tiba
menemukan rumus fenomenal tentang energi cahaya tanpa melihat dan merenungi
cahaya. Wright bersaudara tak mungkin menghasilkan pesawat terbang tanpa
memperhatikan angkasa dan burung yang bisa terbang.
Maka kita harus berhati-hati dengan informasi yang masuk dalam otak kita.
Informasi yang masuk dalam otak kita menentukan apa karya kita. Jika yang kita terima
adalah informasi tak berguna dan merusak, maka kita pun akan menghasilkan karya sia-
sia dan hal-hal yang merusak.
Memang berat menjaga hati dan otak kita dari informasi negatif di era modern
sekarang ini. Semua informasi dengan bebas berlalu lalang di sekitar kita. Semua bisa
kita akses kapan kita mau. Kemajuan teknologi informasi menjadi sesuatu yang dilematis.
Dengannya kebaikan menjadi sangat mudah menyebar. Begitu pula keburukan, bisa
dengan cepat merambat.
Televisi adalah salah satu media yang perlu kita waspadai bersama. Menurut
penelitian, efek informasi yang kita terima dari televisi baru bisa terhapus dari memori
kita setelah duapuluh tahun. Itu kalau sekali menonton, belum lagi kalau setiap hari kita
menonton maka akan lebih lama lagi terhapus. Jadi, jika hari ini seseorang menonton film

103
seronok dan tidak bermutu di televisi, maka memori film itu baru akan benar-benar hilang
dalam waktu duapuluh tahun.
Kita memang tidak bisa benar-benar bebas dari sampah informasi yang
bersliweran diantara kita. Namun kita masih mungkin untuk menyaring informasi yang
bisa dikendalikan dan meminimalisir efek buruknya dalam diri kita. Ada beberapa
sampah otak yang harus kita hindari, berikut ini diataranya
Ghibah. Dalam dunia pertelivisian kita hari ini ghibah-yang dikemas dengan
nama keren gosip-seakan menjadi sebuah suguhan wajib setiap hari. Membicarakan artis
ini itu, mengorek rumah tangga mereka yang bobrok, mengobral skandal-skandal mereka,
seakan sudah menjadi sarapan pagi bagi masyarakat. Hingga muncul perasaan kalau tidak
mengikuti gosip, hari itu menjadi tidak sempurna. Na’udzubillah...Padahal gosip
termasuk sampah otak yang sangat berbahaya. Allah Swt membuat perumpamaan orang
yang menggosip seperti memakan daging saudaranya sendiri. Artinya, gosip adalah
sesuatu yang menjijikkan.
”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari
keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (al-Hujarat : 12)
Seseorang yang gemar menggosip baik sebagai pendengar maupun penyebarnya,
otaknya dipenuhi dengan prasangka pada orang lain. Dan biasanya prasangka itu berupa
keburukan mereka. Hal ini berbahaya. Karena dengan begitu orang-orang yang gemar
gosip ini akan lalai untuk menilai dirinya sendiri. Tiada karya produktif yang bisa
dihasilkannya melainkan omongan-omongan tidak bermanfaat yang setiap hari ia dengar
dan ia sebarkan. Makanya Allah memberikan ancaman yang sangat keras kepada para
penggosip.
Anas ra berkata, Rasulullah Saw bersabda: ”Pada malam ketika aku melakukan
isra’, aku melewati sebuah kaum yang mencakar wajah mereka sendiri. Aku
bertanya,”wahai Jibril, siapakah mereka ini?’ Jibril menjawab, ’Mereka adalah orang-
orang yang menggunjing dan mencela kehormatan orang lain. (HR. Abu Dawud)

103
Musik. Musik adalah bagian dari sampah otak yang perlu kita waspadai. Karena
musik mempengaruhi jiwa dan pikiran kita. Tentu saja musik akan jadi sampah otak jika
syairnya mengajak pada kerusakan moral dan kesia-siaan. Karena dampak musik ini luar
biasa bagi jiwa dan pikiran, diantara para ulama bahkan ada yang sampai mengharamkan
semua jenis musik. Tapi, kita tidak akan membahas tentang hukum musik disini. Jika
Anda berkenan untuk belajar silakan membaca buku yang membahas tentang hukum
musik ini, seperti kitab Halal Haram karangan Syaikh Yusuf Al-Qardhawi. Beliau
membahas dalam kitab tersebut berbagai perbedaan pendapat diantara para ulama tentang
hukum musik. Yang jelas, dari sekian pendapat tentang musik ada satu kesepakatan
diantara para ulama, bahwa syair adalah penentu utama diharamkan atau tidaknya musik.
Sedangkan alat musik, nada, dan lain-lain masih menjadi perbedaan pendapat.
Hari ini kita saksikan betapa banyak musik-musik bersileweran diantara kita
hanya seputar romantisme, seks, dan perkataan-perkataan yang tiada berguna. Inilah yang
dimaksud Allah sebgai lahwal hadits yang melalaikan manusia.
”Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa
pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh
azab yang menghinakan.” (Lukman : 6)
Bacaan negatif. Apa yang kita baca akan mempengaruhi cara berpikir dan sudut
pandang kita terhadap sesuatu. Maka pilihlah bacaan-bacaan yang membangun jiwa dan
mencerdaskan akal. Hindari bacaan-bacaan tak bermutu dan tidak berkualitas. Pentingnya
kita memilih bacaan ini, ditunjukan pula oleh Rasullulah kepada sahabat Umar bin
Khatab. Suatu hari Rasulullah melihat Umar sedang membuka-buka dan menelaah
Taurat. Maka Rasulullah mengingatkan dengan keras perbuatan Umar tersebut. Sampai-
sampai beliau saw berkata, bahwa seandainya Musa bin Imron hidup di zaman Rasulullah
maka ia akan mengikutinya juga.
Humor yang melenakan. Canda dan tawa adalah sesuatu yang mubah dalam
Islam. Sebagaimana yang telah kita bahas di bab sebelumnya Rasulullah dan para
sahabatnya juga bercanda dan tertawa. Namun, canda dan tawa akan menjadi petaka jika
ia sudah berada diluar batas syar’i. Ia tidak lagi menjadi sarana pengubat jiwa dan
penetralisir ketegangan akal, namun ia akan menjadi sampah otak dan kotoran hati. Yang

103
termasuk humor melenakan adalah humor yang isinya sesuatu yang ma’siyat,
mengandung unsur pornografi, kedustaan, dan berlebih-lebihan. Umar bin Khatab ra
berkata, ”Apakah kalian tahu kenapa senda gurau disebut mizah? Mereka menjawab,
”Tidak.” Umar kemudian berkata, ”Karena ia dapat menggusur kebenaran dari orang
yang bersenda gurau.”
Sebenarnya masih banyak sampah-sampah otak yang berseliweran di sekitar kita.
Maka berhati-hatilah dengan semua informasi yang ada. Seleksilah informasi yang masuk
dengan timbangan Al-Qur’an, Assunah, serta kejerniahan hati dan akal. Jangan sampai
otak kita yang berharga ini dipenuhi dengan sampah yang tidak membawa kemanfaatan
di dunia maupun di akhirat.

103
Formula 12 :
Kendalikan Amarah

”Marah adalah bius akal. Apabila tentara akal lemah maka tentara syetan maju
menyerang. Apabila manusia marah maka syetan mempermainkannya seperti anak kecil
mempermainkan bola.” Ungkapan ini disampaikan oleh Al-Ghazali untuk mengingtkan
kepada kita semua akan bahaya amarah. Amarah adalah salah satu kondisi yang akan
menganggu kehidupan kita dalam mengukir prestasi. Amarah akan menghambat akal
kita untuk menghasilkan ide-ide kreatif. Amarah juga akan menyumbat pikiran kita untuk
berinovasi. Maka, salah satu syarat penting kesuksesan seseorang adalah mengendalikan
amarahnya.
Secara ilmiah telah dibuktikan amarah akan membawa seseorang pada kerugian
fisik dan psikis. Marah merupakan manifestasi dari emosi negatif . Richard Davidson,
pimpinan riset di University of Wisconsin, Madison, Amerika Serikat, menemukan bukti,
aktivitas otak yang berkaitan dengan emosi negatif akan memperlemah respon imun
(ketahanan) tubuh melawan kuman yang masuk ke dalam tubuh pertama kali.
Dr. Shahid Athar, Presiden Islamic Medical Association of North America,
mengatakan bahwa marah menyebabkan seseorang tak stabil dalam berpikir. Orang yang
marah mengabaikan pertimbangan logis, dan seringkali berujung pada depresi serta
melakukan tindakan yang seringkali keliru, bahkan membahayakan. Pada saat marah,
detak jantung dan tekanan darah seseorang akan meningkat. Ini merupakan efek langsung
dari adrenalin yang begitu eksesif dalam sistem tubuh manusia. Kekuatan fisik orang
tersebut akan meningkat sedangkan kekuatan spiritualnya akan mengalami penurunan. Di
sisi lain, intelektualitas dan kekuatan berpikir tak muncul. Bukankah kita sering
menyaksikan sekelompok massa yang marah dan membuat kerusakan dimana-mana?
Sungguh ini terjadi karena mereka telah hilang daya akalnya. Sehingga sikap dan
perilakunya tidak lagi sikap dan perilaku yang produktif.
Rasulullah telah memberikan motivasi besar kepada kita agar kita senantiasa
menjaga diri dari amarah. Balasan bagi mereka adalah surga!

103
Abu Darda’ berkata: Aku bertanya, ’Wahai Rasulullah, tunjukan kepadaku amal
perbuatan yang akan mengantarkanku ke dalam surga?’ Nabi Saw bersabda: ”Janganlah
kamu marah.” (HR. Ibnu Abi Dunya dan Tabrani)
Para sahabat adalah orang-orang yang sangat kuat mengendalikan diri untuk tidak
marah. Mereka bisa mengendalikan kesadaran mereka agar tidak termakan amarah,
bahkan pada kondisi yang wajar kalau diselimuti amarah. Dikisahkan dalam suatu
pertempuran, Ali bin Abi Thalib, r.a bertarung dengan salah seorang kaum musyrik.
Dalam pertarungan yang adil itu ia mampu mengatasi lawannya. Saat itu bisa saja dengan
mudah Ali membunuhnya, namun tiba-tiba musuhnya itu meludah ke mukanya. Ali
kemudian segera meninggalkan orang yang telah tak berdaya itu. Dengan rasa heran
orang tersebut bergegas menyusul Ali dan bertanya mengapa Ali tidak jadi membunuhnya
dan justru meninggalkannya. Ali menjawab bahwa ia bertarung karena Allah. Pada saat
diludahi, ia merasa takut jika ia membunuh orang musyrik itu karena dendam pribadi.
Dengan sikapnya yang mampu mengendalikan emosi ini, orang musyrik tersebut
akhirnya mengikrarkan diri sebagai seorang muslim.
Luar biasa bukan saudaraku....betapa hebat para sahabat mengendalikan emosi
mereka. Mereka senantiasa berusaha menguasai kesadaran, menempatkan akal sehat agar
senantiasa biasa menguasai letupan emosi. Inilah yang dimaksud emotional quotient (EQ)
dalam ilmu psikologi modern akhir-akhir ini. Salah satu aspek kecerdasan yang menurut
Goleman, pencetus pertama EQ, penentu 80% kesuksesan seseorang. Inti EQ adalah
kemampuan seseorang memahami emosi dirinya dan mengendalikan emosi itu agar tidak
menjadi sesuatu yang merugikan.
Betapa pentingnya menjaga amarah ini, Rasulullah mengajarkan kepada kita doa
yang sangat indah
”Allahumma Rabbunnabiyyi Muhammad, ighfirli dzanbi, wadzhib ghoidho qolbi,
wa ajirni min mudhilatil fitan”
Ya Allah, tuhan Nabi Muhammad, ampunilah dosaku, hilangkanlah kemarahan
hatiku, dan lindungilah aku dari berbagai fitnah yang menyengsarakan (HR. Ibnu
Assunni)

103
Marah yang Diperbolehkan
Walaupun marah pada dasarnya akhlak buruk, namun ada suatu kondisi dimana
kita harus marah. Ya, harus marah!! Bahkan kalau kita tidak marah maka dalam kondisi
ini, kata Imam Asy-syafi’i, dia adalah keledai, ”Siapa yang dibuat marah tetapi tidak
marah maka ia adalah keledai, dan barangsiapa dibuat ridha tapi tidak ridha maka dia
adalah syetan.” Dalam kondisi apa kita diperbolehkan marah? Berikut adalah sebagian
yang saya sarikan dari Tazkiyatun Nafs Syaikh Said Hawwa.
Pertama adalah ketika seseorang mengetahui adanya penghinaan terhadap agama
Allah. Baik itu penghinaan kepada Allah, Rasulullah Saw, kitab Allah, ataupun ajaran-
ajaran Islam yang lain. Dalam kondisi seperti ini maka kemarahan justru sesuatu yang
wajib hadir dalam diri kita. Ketika melihat agama Allah dihina dan kita diam saja, maka
keimanan kita justru dipertanyakan.
Mari kita kembali menelusuri sirah para sahabat. Ketika mereka menemukan diri
mereka dicaci, dihina, bahkan disiksa mereka bersabar dengan kesabaran yang luar biasa.
Namun ketika yang dicaci dan dihina adalah agama Allah, maka darah mereka
bergejolak.
Musailamah Al-Kadzab sang nabi palsu akhirnya dibunuh atas penghinaannya
pada agama Allah. Orang-orang yang ingkar membayar zakat diperangi oleh Abu Bakar.
Pengkhianatan beberapa kabilah Yahudi saat perang Khandak berakhir dengan pengusiran
mereka dari Madinah. Kisah-kisah diatas adalah sebagian contoh amarah para sahabat
ketika agama Allah dihina dan dilecehkan. Semangat amarah mereka adalah semangat
untuk membela dan menjaga kesucian agama Allah, bukan sekedar dendam pribadi atau
letupan emosi yang tidak terkendali. Inilah marah yang diperbolehkan.
Alasan kedua seseorang diperbolehkan marah adalah dalam menjaga keluarganya
dari kemaksiyatan. Salah satu contoh terjadi pada sahabat Sa’ad bin Mu’adz. Suatu kali
beliau melihat seorang lelaki ngobrol berduaan dengan istrinya, maka api cemburunya
berkobar. Karena kemarahan ini maka serta merta dipukullah lelaki itu. Sahabat yang
melihat peristiwa ini melapor pada Rasulullah, maka Rasulullah bersabda
”Sesungguhnya Sa’ad seorang yang sangat pecemburu tetapi aku lebih
pecemburu ketimbang Sa’ad dan sesungguhnya Allah lebih pecemburu ketimbang aku.”
(HR. Muslim)

103
Imam Al-Ghazali mengungkapkan manfaat dikaruniakan amarah berupa cemburu
ini, ”Setiap umat meletakkan kecemburuan pada kaum lelakinya dan meletakkan
perlindungan pada kaum wanitanya. Diantara tanda lemahnya amarah adalah diam ketika
menyaksikan kemungkaran.” Ya, dengan rasa amarah yang timbul ketika mengetahui
keluarga kita berbuat maksiyat, adalah bagian dari karunia Allah untuk menjaga diri kita
dan keluarga dari kerusakan.
Alasan ketiga diperbolehkannya marah adalah ketika kita melihat kemungkaran.
Mengenai hal ini Rasulullah bersabda :
”Barangsiapa melihat kemunkaran maka ubahlah dengan tanganmu, jika kamu
tidak bisa ubahlah dengan lisanmu, dan apabila tidak bisa ubahlah dengan hatimu. Dan
itulah (mengubah dengan hati) adalah selemah-lemah iman.” (HR. Muslim)

Jika kita melihat kemunkaran di depan mata kita, maka seharusnya ada sepercik
amarah yang timbul. Amarah inilah yang akan menggerakkan tangan kita untuk
mencegahnya, atau lisan kita untuk menasehati sang pelaku. Namun, jika kita tidak
mampu, maka minimal hati kita mengingkari perbuatan itu dan berlindung pada Allah
dari perbuatan itu. Kalau Rasulullah katakan, mengingkari dengan hati adalah selemah-
lemah iman, maka setelah itu tidak ada lagi iman. Jika sama sekali tidak terbesit
kemarahan dalam hati kita, atau hati kita tenang dan nyaman melihat kemunkaran di
depan mata, sesungguhnya kita tidak lagi beriman.

Jika Amarah Meledak


Bagi orang-orang yang ingin berprestasi di dunia dan akhirat, menginginkan
kreativitas akalnya terjaga, dan mampu berinovasi maka mereka senantiasa
mengendalikan sifat amarahnya. Kita semua memahami ini dan sangat ingin
melakukannya. Namun, sering kali kita menemui situasi dan kondisi yang menyulut
kemarahan kita. Kemacetan lalu lintas, istri yang membantah perintah, anak yang rewel
minta ini itu, sampai urusan pekerjaan dimana kita bekerja. Kita masih manusia dan
namanya manusia masih memiliki amarah dalam dirinya. Tentulah sesuatu yang normal
jika amarah kita kadang tersulut menghadapi suatu kondisi. Rasulullah sangat memahami
ini, maka beliapun memberikan tips berharga pada kita bagaimana jika tersulut api

103
amarah.
Diriwayatkan bahwa Abu Dzar berkata pada seseorang (dalam suatu
pertengkaran) : ”Wahai anak orang hitam,” lalu terdengar hal itu oleh Rasululullah Saw
sehingga beliau bersabda: ”Wahai Abu Dzar sesungguhnya kamu hari ini telah mencela
saudaramu dengan ibunya?” Abu Dzar menjawab: ”Ya” Kemudian Abu Dzar pergi untuk
meminta keridahaan saudaranya tetapi orang tersebut telah mendahuluinya dan
memberikan salam kepadanya. Setelah itu diceritakan kepada Rasulullah Saw lalu belaiu
bersabda:”Wahai Abu Dzar, angkatlah kepalamu dan lihatlah kemudian! Ketahuilah
bahwa kamu tidak lebih utama dari orang yang berkulit merah ataupun hitam kecuali
dengan amal perbuatan.” Kemudian Rasulullah bersabda ”Apabila kamu marah dalam
keadaan berdiri maka hendaklah kamu duduk, jika kamu dalam keadaan duduk maka
haendaklah kamu bersandar, dan jika kamu dalam keadaan bersandar maka hendaklah
kamu berbaring.” (HR. Ibnu Abi Dunya)
Begitulah Rasulullah mengajarkan pada kita dalam mengendalikan amarah yaitu
dengan mengubah posisi tubuh kita. Dalam psikologi, apa yang diajarkan Rasulullah
berabad-abad yang lampu ini, disebut teori emosi James-Lange sebagimana sudah kita
perbincangkan di bab sebelumnya. Teori ini mengatakan bahwa ekspresi tubuh kita
menentukan emosi yang terjadi dalam diri kita. Jadi, kalau kita bisa memanipulasi
ekspresi tubuh kita maka emosi kita pun akan mengikutinya. Jika Anda marah cobalah
untuk tersenyum, maka marah itu akan hilang atau paling tidak akan mereda.
Jika perubahan posisi dan ekspresi tubuh belum juga meredakan amarah kita,
maka Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk berwudhu
”Sesungguhnya marah dari syetan dan sesungguhnya syetan itu diciptakan dari
api, sedangkan api harus dipadamkan dengan air; maka apabila salah seorang diantara
kamu marah hendaklah ia berwudhu.”
Jika dengan wudhu, marah masih juga bandel menguasi diri kita, maka
bersujudlah. Akan lebih baik jika kita mau melakukan shalat meminta pertolongan Allah
agar diri kita tidak dikendalikan oleh syetan. Bukankah Allah menyandingkan kesabaran
dengan shalat dalam memohon pertolongan?
”Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat.
Sesungguhnnya Allah bersama orang-orang yang sabar”

103
Formula 13
Manajemen Waktu

103
”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya
mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-’Ashr: 1-
3)
Para mufasir (ulama ahli tafsir) mengatakan jika Allah bersumpah dengan nama
salah satu makhluknya, maka makhluk itu mempunyai kedudukan yang sangat penting.
Sebagaimana surat diatas, Allah berjanji dengan masa atau waktu. Maka waktu adalah
perkara yang sangat penting untuk kita perhatikan. Ibnu Katsir menyebutkan dalam
tafsirnya bahwa dengan ayat itu Allah memberikan pelajaran agar kita menjadi orang
yang seksama melihat sejarah manusia sepanjang waktu. Dimana mereka mengalami
kerugian dengan semua usahanya kecuali mengikuti ajaran Nabi saw, Rasul yang diutus
kepada manusia untuk membimbing mereka kepada jalan yang dicitakan manusia. Cita-
cita itu adalah bahagia dan sejahtera.
”Waktu itu seperti pedang, jika kau tidak memotongnya maka kau akan terpotong
olehnya” Pepatah ini mengajarkan kepada kita tentang pentingnya mengatur waktu
dengan baik. Di wilayah manapun kita berkarya, kita tetaplah bekerja dalam ruang dan
waktu. Maka, mau tak mau kita harus pandai-pandai mengatur waktu agar tidak tergilas
olehnya.
Rasulullah telah mengingatkan kepada kita tentang dua nikmat yang sering kali
kita lalaikan. Salah satunya berkaitan dengan waktu. Dua nikmat itu adalah nikmat
kesehatan dan nikmat waktu luang. Banyak orang terlena dengan nikmat waktu luang.
Mereka mengisi waktu luang dengan hal-hal yang tidak bermanfaat. Mengisi hari-harinya
dengan santai dan berleha-leha. Nonton televisi, dengar musik, nongkrong, dan aktifitas-
aktifitas lain yang sama sekali tidak produktif. Kehidupannya hanya menggunakan
hukum kebetulan dan mengalir seperti air. Kebetulan kaya, kebetulan mendapat rizki,
kebetulan dapat nilai bagus, kebtulan dapat teman baik, dan kebetulan-kebetulan yang
lain. Orang-orang seperti ini tak akan pernah berprestasi dalam kehidupannya. Kalaupun
orang-orang dengan tipe seperti ini selalu mendapat keberuntungan maka keberuntungan-
keberuntungan hanyalah istijrad dari Allah. Orang jawa bilang, orang seperti ini sedang
dilulu oleh Allah swt. Allah sengaja membiarkan orang ini bergelimangan dalam

103
kenikmatan agar semakin malas dan semakin terperosok pada kehancuran.
Umar bin Khatab mengingatkan kita agar malu di hadapan Allah jika kita
mendapat kesuksesan tanpa usaha. Umar bin Khatab pernah berkata: ”Aku akan bangga
di hadapan Allah jika aku sudah merencanakan sesuatu dengan baik kemudian aku
mendapat keberhasilan. Aku akan tetap bangga di hadapan Allah jika aku sudah
merencanakan dengan baik kemudian aku gagal.” Ya, kita akan bangga di hadapan Allah
jika sudah merencanakan dan berusaha maksimal untuk meraih sesuatu entah itu berhasil
atau tidak meraihnya. Karena Allah telah menilai usaha kita, sedang hasil itu adalah
rahasia dan keputusan terbaik dari Allah untuk kita.
Umar juga melanjutkan ungkapan ini, ”Sedang aku akan malu di hadapan Allah
jika aku tidak merencanakan dan aku gagal. Dan aku akan lebih malu lagi kepada Allah
jika aku tidak merencanakan dan kau berhasil.” Sungguh kita seharusnya malu pada Allah
jika selama ini kita mengalami kegagalan akibat kita tidak merencanakan dan berusaha
sebaik mungkin. Dan seharusnya lebih malu lagi jika kita tidak merencanakan dan
berusaha meraih sesuatu yang kita inginkan kemudian berhasil meraihnya. Kita harus
lebih malu karena kita tidak bersyukur pada Allah. Bukankah Allah telah
mengakaruniakan segenap bekal pada kita untuk meraih keberhasilan? Kita harus malu
jika kita tidak menggunakan segenap potensi kita untuk meraihnya.
Allah pun mengingatkan secara khusus kepada orang-orang mukmin yang ingin
sukses agar mereka tidak terjebak dalam aktifitas sia-sia.
“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang
yang khusu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan
dan perkataan) yang tiada berguna.” (Al-Mu’minun 1-3)

Bagaimana Mengatur Waktu Secara Efektif?


Ada beberapa langkah untuk mengatur waktu agar setiap detik waktu kita selalu
efektif. Saya tidak akan menuliskan sesuatu yang normatif, tetapi saya coba hadirkan
sesuatu yang aplikatif sehingga Anda bisa langsung mencobanya sambil membaca uraian
berikut. Silakan ambil pena dan kertas dan marilah kita mencoba bersama-sama mengatur
waktu dengan sebaik-baiknya.
Ada 7 langkah mengatur waktu agar efektif: Pertama, menetapkan visi hidup.

103
Kedua, menentukan peran. Ketiga, menentukan target setiap peran. Keempat, membuat
rencana bulanan. Kelima, membuat rencana pekanan. Keenam, membuat rencana harian.
Dan yang ketuju adalah memperhatikan matrik manajemen waktu.

Pertama, Buatlah Visi Hidup


Jika Anda membaca buku ini dari halaman pertama, masalah visi hidup telah kita
uraikan. Semoga Anda sudah membuatnya sekarang. Visi hidup menjadi faktor pertama
dan penting dari manajemen waktu. Karena semua aktifitas yang berkaitan dengan visi
hidup ini akan mendapatkan prioritas jatah waktu lebih besar dibandingkan aktifitas lain.
Jika kita belum memiliki visi hidup maka kita tak akan pernah tahu perbandingan
porsi waktu untuk satu aktifitas dengan aktifitas yang lain. Ali bin Abi Thalib pernah
menasehatkan, ”Bukanlah orang yang cerdas orang yang bisa membedakan baik dan
buruk. Orang yang cerdas adalah yang bisa menentukan mana yang lebih baik diantara
dua (atau lebih) kebaikan.” Artinya, masalah mengatur prioritas ini sangatlah penting.
Maka tetapkan visi hidup Anda segera, sebelum Anda mengatur aktifitas yang lain.

Kedua, tentukan peran


Suatu malam, di kantor pemerintahan Umar bin Abdul Aziz kedatangan putranya.
Putranya ini datang untuk mengutarakan sesuatu masalah pada Umar bin Abdul Aziz.
Belum lagi putranya berucap, Umar mendahuluinnya dengan sebuah pertanyaan, ”Kau
akan membicarakan masalah keluarga atau masalah umat?” Putra Umar pun menjawab
bahwa dia datang untuk keperluan pribadi. Begitu mendengar jawaban putranya, Umar
memadamkan lampu.
Putranya heran kemudian melontarkan protes atas perbuatan ayahnya itu. Umar
pun menjawab bahwa lampu minyak itu dinyalakan dengan minyak negara, maka hanya
untuk keperluan negara saja boleh digunakan. Karena putranya datang untuk masalah
pribadi, maka Umar mematikannya. Luar biasa!!! Bayangkan jika pemimpin kita hari ini
sezuhud Umar. Maka tak akan ada lagi korupsi dan pastinya rakyat menjadi sejahtera.
Satu pelajaran penting yang bisa kita peroleh, dalam kontek manajemen waktu ini adalah
kesadaran akan peran. Umar sadar ketika berhadapan dengan anaknya, maka saat itu pula
dia padamkan lampu. Karena lampu minyak hanya digunakan ketika beliau menjalankan

103
tugas kekhalifahan
Dalam kehidupan ini kita memiliki banyak peran. Dan peran itu bisa berubah dari
waktu ke waktu. Hari ini mungkin Anda masih bujangan, besok Anda sudah punya peran
sebagai suami/istri. Bulan ini mungkin Anda masih berstatus mahasiswa, bulan depan
Anda sudah lulus. Tahun ini mungkin baru berstatus sebagai ayah, tahun depan mungkin
sudah jadi kakek. Begitulah dari waktu ke waktu kita memainkan peran yang berbeda-
beda.
Memang prioritas utama dalam penataan waktu adalah aktifitas yang berkaitan
dengan visi hidup. Tapi tentulah kita tidak bisa menafikan peran-peran lain selain
mewujudkan visi hidup kita. Itulah pentingnya kita menetapkan peran. Berikut ini adalah
langkah-langkah dalam menentukan peran :
1. Inventaris seluruh peran yang Anda miliki sekarang dan
perkiraan beberapa bulan ke depan
Buatlah rincian peran Anda secara berkala. Anda bisa membuatnya
per 3 bulan, per 6 bulan, atau disesuaikan waktu pergantian peran Anda.
Masalah waktu dalam penetapan peran ini fleksibel. Tapi saya sarankan
jangan melebihi 6 bulan. Hal ini menghindari peran-peran yang tidak
terkontrol serta memudahkan Anda untuk menyusun langkah manajement
waktu setelahnya.
Hal yang harus Anda ingat dalam membuat rincian peran adalah
pastikan peran visi hidup dan pengembangan diri tercantum dalam daftar
peran Anda. Peran pengembangan diri adalah peran kita secara pribadi
dalam peningkatan kompetensi diri. Pengembangan bisa meliputi
pengembangan softskill, ilmu pengetahuan, wawasan, kebugaran tubuh,
termasuk di dalamnya pengembangan ibadah. Untuk lebih jelasnya akan
diulas lebih detail dalam menetapkan target peran.
Tuliskan peran visi hidup sesuai visi yang telah tetapkan. Walaupun
pada saat menetapkan peran ini, kita belum menjadi seperti yang kita
citakan. Misal Anda menetapkan visi menjadi Gubernur Jawa Tengah tahun
2015, maka tulislah dalam list peran Anda; Calon Gubernur Jawa Tengah
tahun 2015. Hal ini penting agar visi itu terinternaliasi dengan baik dan

103
membuat alam bawah sadar pikiran bekerja ke arah visi tersebut.
Sebagai contoh, berikut rincian peran yang dibuat oleh Doni (maaf
bagi pembaca yang punya nama sama). Doni menginventarisir peran dirinya
selama tiga bulan sebagai berikut :
1. Mahasiswa
2. Anak dari orangtua
3. Kakak dari dua adik
4. Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Rohani Islam
5. Usaha sampingan jualan donat
6. Guru privat
7. Pembicara/trainer kampus
8. Calon dokter spesialis bedah syaraf (ini adalah contoh visi
hidup)
9. Pengembangan diri
10. Peserta Training menulis
11. Pementor Mentoring Agama Islam
12. Ibadah
13. Olah raga
14. Peserta majlis ta’lim kampus
15. Penggemar buku komik
2. Beranilah menghapus peran-peran tidak penting
Setelah menginventaris seluruh peran, lihatlah kembali adakah
peran-peran yang tidak penting. Peran yang tidak penting biasanya adalah
peran yang bertentangan dengan visi hidup, peran yang bertentangan
dengan agama, atau peran yang tidak signifikan mempengaruhi kehidupan
kita. Jika Anda menemukan peran-peran yang tidak penting maka
beranilah uuntuk meninggalkan peran itu dan menghapusnya dari
kehidupan dan daftar peran Anda.
Kebetulan dalam rincian peran Doni diatas, menurut Doni, yang
perlu dihapus adalah penggemar buku komik. Peran ini dihapus karena
menurut Doni tidak signifikan, bahkan kadang mengganggu dia belajar

103
sebagai calon dokter bedah syaraf.
3. Gabungkan peran yang bisa digabung
Peran yang bisa digabung, cobalah digabungkan. Jika dalam daftar
peran Anda mungkin ada peran yang mirip atau peran yang punya wilayah
kerja yang sama, maka gabungkanlah. Mari kita lihat peran Doni setelah
digabungkan :
1. Mahasiswa
2. Anggota keluarga (Anak dan kakak dari dua adik)
3. Ketua Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Rohani Islam
4. Kerja sambilan (usaha sampingan jualan donat, Pembicara/trainer
kampus, dan guru privat)
5. Calon dokter sepesialis bedah syaraf (ini adalah contoh visi hidup)
6. Pengembangan diri (peserta training menulis, olah raga, peserta
majlis ta’lim kampus ibadah)
7. Pementor Mentoring Agama Islam
Nah, ternyata selama tiga bulan ke depan Doni punya delapan peran yang harus
dijalankan. Mari melangkah ke langkah ketiga manajemen waktu.
Ketiga adalah menetapkan target peran
Setelah sudah jelas semua peran yang akan dijalankan, mulailah membuat
target peran dari masing-masing peran. Yang dimaksud target peran adalah
capaian yang kita ingin raih selama rentang waktu yang telah kita tentukan. Kalau
kita ambil contoh kasus Doni diatas, maka kita perlu membuat target 3 bulan
capaian dari masing-masing peran. Saya coba contohkan pada Anda 3 peran Doni
dan capaiannya sebagai berikut :

No Peran Target 3 bulan Strategi


(Januari –Maret)
1. Mahasiswa IP semester 3,5 Belajar minimal 2 jam/hari
Judul Tugas Akhir di- Konsultasi dosen minimal 1

103
acc dosen kali/minggu
Menjadi Asiten Lab Rajin silaturahim ke senior
yang pernah jadi asisten
2 Pengembangan diri Mahir menulis (tulisan Tidak boleh bolos pelatihan
minimal satu kali menulisnya
masuk media lokal) Menulis minimal setengah
Hafal juz 29 jam setiap hari
Tubuh selalu bugar Olahraga sepekan sekali
Hafalan juz 29 minimal 1
jam perhari
3 Pementor Dekat dengan binaan Rihlah sekali/3 bulan,
Materi tersampaikan mabit sebulan sekali
dengan baik Merencanakan proses
Peningkatan kamapuan mentoring sehari sebelum
baca Al-Qur’an binaan acara
Penekanan tahsin pada tiap
pertemuan mentoring

Nah, begitulah kira-kaira kita dalam menetapkan target. Semua fleksibel dan
tergantung diri sendiri.
Keempat, membuat rencana bulanan
Setelah jelas semua target dan starteginya buatlah rancangan aktifitas dan target
perbulan. Untuk penetapan rencana bulanan ini, sebenarnya fleksibel. Anda bisa
membuatnya atau tidak tergantung strategi yang Anda gunakan. Jika memang belum
detail maka tidak masalah tidak membuat rencana bulanan. Tapi, kalau memang belum
detail, buatlah dulu rencana bulanan agar lebih mudah untuk langkah selanjutnya.
Kelima, membuat rencana mingguan
Ada tiga hal yang harus Anda tuliskan dalam rencana pekanan. Pertama adalah
aktifitas yang prioritas. Kedua adalah janji-janji dalam seminggu yang telah disepakati.
Dan yang ketiga strategi rutin yang telah ditetapkan untuk mencapai target peran.Tulis
semua aktifitas yang berkaitan dengan tiga hal diatas pada kolom-kolom yang ada.
Sebaiknya dalam membuat rencana mingguan ini, dilakukan pada hari ahad malam
dimana besoknya akan masuk ke pekan yang baru lagi.
Anda tidak harus membuat jadwal yang pakem untuk aktifitas yang bisa diatur
sendiri. Misal, dalam strategi Doni ada jadwal belajar 2 jam/hari. Doni tidak harus belajr

103
setiap harinya pada jam yang sama, yang penting target 2 jam tercapai. Ini akan membuat
jadwal Anda lebih fleksibel dan tidak kaku.
Keenam, Membuat rencana harian
Setelah kita menuliskan semua rencana pekanan, masih kita lihat sisa-sisa kolom
yang masih kosong. Sisa kolom yang kosong akan diisi ketika kita membuat rencana
harian. Rencana harian sebaiknya dibuat pada malam hari sebelumnya. Terkadang, rasa
malas melanda ketika mau melakukan rencana harian ini. Tapi tidak! Paksalah diri Anda
agar hidup lebih teratur. Luangkan waktu 10 -15 menit saja untuk melakukan hal ini.
Rencana harian dilakukan dengan mengisi kolom-kolom yang masih kosong, sisa rencana
pekanan yang belum diisi.
Ketuju, Perhatikan matrik manajemen waktu
Matrik manajemen waktu terdiri dari 4 kuadran.

I II
Penting tidak mendesak Penting mendesak

III IV
kurang penting tidak mendesak kurang penting mendesak

Kuadran I : Penting tidak mendesak


Kuadran I ini terdiri dari aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan visi hidup dan

103
target peran. Dan kita punya waktu cukup untuk menyelesaikannya. Contoh dalam
strategi Doni seperti belajar 2 jam per hari.
Kuadran II : Penting mendesak
Kuadran II ini terdiri dari aktivitas-aktivitas yang sesuai dengan visi hidup dan
target peran. Dan kita diburu waktu untuk menyelesaikannya. Contoh, seorang siswa
besok paginya ujian matematika. Karena satu semester dia tidak belajar sungguh-
sungguh, dia tidak paham sama sekali pelajarannya. Padahal dia harus memenuhi nilai
minimal 6 agar lulus. Anak ini kemudian dia ngebut belajar dengan sistem SKS (sistem
kebut semalam)
Kuadran III: Kurang penting tidak mendesak
Kuadran II terdiri dari aktivitas-aktivitas yang tidak sesuai visi peran maupun
target hidup tapi harus dilaksanakan. Dan Kita cukup waktu untuk mengerjakannya.
Misalnya, mencuci baju. Mencuci baju memang tidak sesuai visi dan terget peran tapi
harus kita lakukan.
Kuadran IV : kurang penting mendesak
Kuadran IV terdiri dari aktivitas-aktivitas yang tidak sesuai visi peran maupun
target hidup tapi harus dilaksanakan. Dan Kita diburu waktu untuk mengerjakannya.
Misalnya, mencuci baju tadi, tapi ini kasusnya lain. Karena seoarang mahasiswa malas
mencuci, akhirnya cucian menumpuk. Pagi harinya dia baru sadar ketika akan berangkat
kuliah dia tidak ada persediaan baju sama sekali . Terpaksa mahasiswa ini mencuci dan
langsung disetrika supaya langsung kering. Jadi bau kan?
Dalam mengatur waktu dan aktifitas, perbesarlah ruang untuk kuadran kiri, yaitu
kuadran I dan III. Dan minimalkan, kalau perlu hindari sama sekali aktifitas di kuadran
kanan alias kuadaran III dan IV. Seseorang yang sebagian besar atau semua aktifitasnya
adalah aktifitas kuadran I dan III berarti punya manajemen waktu yang baik. Sedangkan
yang dominan kuadran II dan IV, maka bisa dipastikan manajemen waktunya kacau.

103
Contoh Lembar Kerja
Doni

AGENDA DONI
(Mahasiswa, Anggota keluarga, Ketua Umum, Kerja sambilan Calon dokter, Pengembangan diri, Pementor Mentoring Agama Islam)

bulan : januari
pekan ke : I

Target bulan/janji SENIN SELASA RABU KAMIS JUM'AT SABTU AHAD

3 3 3 3 3 3 3

4 4 4 4 4 4 4

5 5 5 5 5hafalan 5belajar 5

6 Belajar 6 6 6 6 latihan menulis 6belajar 6

7Belajar 7 7 7 7 7 7
8 Rihlah
8 8 8 8 8 8

9 9 9 9 9 9 9

10 10 10ketemu rektor 10 10 10 10

11 11 11 11 11 11 11

12 12 12 12 12 12 12

Prioritas pekanan/janji 13 13 13 13 13 13 13
Rihlah 14 14 14 14 14 14 14

Hafal al-mulk
Silaturahim ke senior
Mabit
Janji dengan rektor

122
15 15 15 15 15 15 15

16 silturahim senior 16 latihan menulis 16 latihan menulis 16belajar 16belajar 16 16

17 17 17 17belajar 17belajar 17 17

18latihan menulis 18 18 18 18 18 18

19 19 19 19 19 19 19

20 hafalan 20 hafalan 20 hafalan 20 hafalan 20 mabit 20 hafalan 20 hafalan

21 latihan menulis 21 belajar 21belajr 21 latihan menulis 21 21 latihan menulis 21 latihan menulis

22 22belajar 22belajar 22 22 22 22

23 23 23 23 23 23 23
Keterangan : lembar kerja ini contoh yang diisi per pekan. prioritas pekanan dan strategi yang sifatnya rutin dimasukkan dulu dalam jadwal yang lain diisi saat rencana
harian. Angka dalam kolom menunjukan waktu.

122
Formula 14 :
Jagalah Kebugaran Tubuh

Rasulullah saw bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah
dicintai daripada mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing ada kebaikan. Berusahalah
untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan
janganlah lemah.” (H.R. Muslim)
Nilai kekuatan seorang mukmin yang paling utama terletak pada kekuatan iman dan
takwa. Tapi itu saja belumlah cukup. Kekuatan fisik tidak kalah pentingnya. Itulah pesan
yang disampaikan dalam hadist di atas. Tentang hadits ini, Al-Qurthubi menyatakan, "Al-
Qowiy (orang yang kuat) dalam hadits ini adalah orang yang kuat badan dan jiwanya dan
tinggi semangatnya. Dengan itu dia layak menjalani berbagai tugas ibadah seperti haji,
shaum, memerintahkan kepada ma'ruf dan mencegah dari kemungkaran. Dan orang lemah
adalah yang sebaliknya."
Rasulullah dan para sahabatnya adalah orang-orang yang sangat kuat fisiknya. Dalam
salah satu riwayat diceritakan, bahwa Rasulullah saw pernah mengalahkan pegulat terbaik
Arab saat itu. Konon, selama hidupnya Rasulullah saw hanya sakit dua kali. Yaitu setelah
menerima wahyu pertama, ketika itu beliau mengalami ketakutan yang sangat sehingga
menimbulkan demam hebat. Yang satunya lagi menjelang beliau wafat. Saat itu beliau
mengalami sakit yang sangat parah, hingga akhirnya wafat.
Menjaga kebugaran tubuh adalah bagian dari langkah kita menjadi pribadi prestatif.
Jadi, bukan hanya sekedar sehat. Kita sering mengartikan bugar hanya dengan kesehatan
tubuh. Kondisi bugar bukan hanya kondisi sehat namun lebih dari itu. Kalau orang jawa
bilang, tidak aras-arasen, tidak cepat lelah, tidak gampang mengantuk, kuat, dan punya
imunitas yang tinggi.
Rasulullah saw telah mencontohkan kepada kita bagaimana memperoleh kebugaran
tubuh ini. Mari kita coba pelajari dan prektekkan beberapa pelajaran ini.

124
Manajemen Makan
Karena tubuh kita memperoleh enregi dari makanan, maka makan menjadi salah satu
hal yang sangat berpengaruh dalam kebugaran tubuh kita. Subhanallah...betapa sempurna
dan agungnya ajaran Islam, yang memberikan petunjuk kehidupan sampai masalah detail
melalui Rasulnya termasuk masalah makan ini. Perut bisa menjadi sumber penyakit juga bisa
menjadi sumber kesehatan tubuh tergantung bagaimana kita mengaturnya. Beberapa rambu-
rambu yang dicontohkan Rasulullah dalam memanaje makanan ini adalah sebagai berikut :
Pertama, selektif terhadap makanan. Tidak ada makanan yang masuk ke mulut beliau
saw, kecuali makanan tersebut memenuhi syarat halal dan thayyib (baik). Halal berkaitan
dengan urusan akhirat, yaitu halal cara mendapatkannya dan halal barangnya. Sedangkan
thayyib berkaitan dengan urusan duniawi, seperti baik tidaknya atau bergizi tidaknya
makanan yang dikonsumsi. Salah satu makanan kegemaran Rasul adalah madu. Beliau biasa
meminum madu yang dicampur air untuk membersihan air liur dan pencernaan. Rasul
bersabda, “Hendaknya kalian menggunakan dua macam obat, yaitu madu dan Alquran”
(HR. Ibnu Majah dan Hakim).

Kedua, tidak makan sebelum lapar dan berhenti makan sebelum kenyang. Aturannya,
kapasitas perut dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu sepertiga untuk makanan (zat padat),
sepertiga untuk minuman (zat cair), dan sepertiga lagi untuk udara (gas). Disabdakan : ”Anak
Adam tidak memenuhi suatu tempat yang lebih jelek dari perutnya. Cukuplah bagi mereka
beberapa suap yang dapat memfungsikan tubuhnya. Kalau tidak ditemukan jalan lain, maka
(ia dapat mengisi perutnya) dengan sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan
sepertiganya lagi untuk pernafasan” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Hibban).

Ketiga, makan dengan tenang, tuma’ninah, tidak tergesa-gesa, dengan tempo sedang.
Apa hikmahnya ? Cara makan seperti ini akan menghindarkan tersedak, tergigit, kerja organ
pencernaan pun jadi lebih ringan. Makanan pun bisa dikunyah dengan lebih baik, sehingga
kerja organ pencernaan bisa berjalan sempurna. Makanan yang tidak dikunyah dengan baik
akan sulit dicerna. Dalam jangka waktu lama bisa menimbulkan kanker di usus besar.

Keempat, istiqamah melakukan shaum sunnah, di luar shaum Ramadhan. ”Shumu


Tasikhu...Puasalah maka kamu akan sehat.” Kata Rasulullah. Karena itu, kita mengenal

124
beberapa shaum sunnah yang beliau anjurkan, seperti Senin & Kamis, Ayyaumul Bith
(puasa tiga hari tengah bulan hijriyah, tanggal 13,14,15), shaum Nabi Daud A.S, shaum
enam hari di bulan Syawwal, dsb. Shaum adalah perisai terhadap berbagai macam penyakit
jasmani maupun ruhani. Pengaruhnya dalam menjaga kesehatan, melebur berbagai berbagai
ampas makanan, manahan diri dari makanan berbahaya sangat luar biasa. Shaum menjadi
obat penenang bagi stamina dan organ tubuh sehingga energinya tetap terjaga. Shaum sangat
ampuh untuk detoksifikasi (pembersihan racun) yang sifatnya total dan menyeluruh.

Manajemen Tidur

Tidur adalah bagian dari kenikmatan tak ternilai dari Allah. Tidur menjadi salah satu
ciri kesehatan fisik dan jiwa seseorang. Dalam terminologi ilmu psikologi atau kedokteran
ada salah satu gangguan yang dialami seseorang bernama insomnia (in = tidak, sommus =
tidur). Orang yang menderita insomnia adalah orang yang mengalami kesulitan untuk tidur.
Orang yang mengalami insomnia, pastilah ada gangguan fisik atau kejiwaan.
Dengan tidur kita melakukan rehat tubuh. Mengistirahatkannya sementara agar
kembali bugar. Allah sendiri menyebut tidur sebagai penentram jiwa.
(Ingatlah), ketika Allah menjadikan kamu mengantuk sebagai suatu penenteraman daripada-
Nya, dan Allah menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk mensucikan kamu dengan
hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan-gangguan syaitan dan untuk menguatkan

hatimu dan mesmperteguh dengannya telapak kaki(mu). (Al-Anfal : 11)


Rasulullah memberikan teladan sempurna kepada kita bagaimanakah beliau tidur.
Berikut ini adalah manajemen tidur Rasulullah saw :
Pertama, Rasulullah menyiapkan tidur dengan baik. Sebelum beranjak tidur
Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk bersiwak dan berwudhu. Setelah berada di tempat
tidur, disunahkan membersihkan (menyapu) alas tidur tiga kali. Kemudian dilanjutkan
dengan merangkumkan kedua telapak tangannya dan meniupnya, setelah itu beliau membaca
surat al-ikhlas dan mu’awidzatain. Kemudian mengusapkan telapak tangan ke semua bagian
tubuh yang dapat dijangkau, mulai dari kepala, wajah, dan bagian depan. Beliau lakukan ini
tiga kali.

124
Ketika sudah dalam posisi berbaring Rasulullah berdoa ”Bismikallahumma ahya wa
bismika amut. Dengan nama-Mu ya Allah aku hidup dan aku mati.” (HR. Bukhari Muslim).
Atau di riwayat lain beliau berdoa, ”Allahumma Qini ’adzabaka yauma tab’atsu ’ibadak. Ya
Allah, peliharalah aku dari siksa-Mu di hari Engkau bangkitkan hamba-hamba-Mu.” (HR.
Abu Dawud). Selain itu beliau juga menganjurkan shalat witir jika kita khawatir tidak bisa
bangun untuk qiyamullail.
Apa hikmah dibalik serangkaian tata cara persiapan tidur Rasulullah ini? Yang akan
mengembalikan kebugaran seseorang setelah tidur bukanlah lama atau tidaknya, tapi terletak
pada kualitas tidurnya. Kualitas tidur ditandai dengan kondisi tubuh yang benar-benar rileks
tanpa tekanan. Kekhawatiran, rasa mengganjal di hati, dan beban-beban psikologis sebelum
kita tidur akan menyebabkan tidur yang tidak berkualitas. Maka Rasulullah mengajarkan
semua proses diatas agar bisa melepas semua beban psikologis itu dengan serangkaian
persiapan tidur yang menenangkan jiwa.
Mimpi buruk yang hadir ketika tidur juga mengurangi kualitas tidur kita. Dalam
tinjauan psikologis mimpi buruk muncul dari beban-beban psikis yang ditanggung seseorang
dalam kondisi tidur. Maka Rasulullah mengajarkan agar kita mencontoh salah seorang
sahabat yang tiga kali dikatakan Rasulullah dalam sebuah majlis sebagai ahli surga. Sahabat
ini bukanlah jajaran sahabat utama dan juga tidak memiliki amal istimewa. Hanya saja,
sahabat ini punya kebiasaan ketika menjelang tidur, dirinya mengikhlaskan dan memaafkan
semua kesalahan saudaranya kepada dirinya.
Kedua, Beliau adalah orang yang cepat tidur dan cepat bangun. Beliau tidur di awal
malam dan bangun pada pertengahan malam kedua. Biasanya, Rasulullah SAW bangun dan
bersiwak, lalu berwudhu dan shalat sampai waktu yang diizinkan Allah. Beliau tidak pernah
tidur melebihi kebutuhan, namun tidak pula menahan diri untuk tidur sekadar yang
dibutuhkan.
Penelitian Daniel F Kripke, ahli psikiatri dari Universitas California menarik untuk
diungkapkan. Penelitian yang dilakukan di Jepang dan AS selama 6 tahun dengan responden
berusia 30 -120 tahun mengatakan bahwa orang yang biasa tidur 8 jam sehari memiliki resiko
kematian yang lebih cepat. Sangat berlawanan dengan mereka yang biasa tidur 6-7 jam
sehari. Nah, Rasulullah SAW biasa tidur selepas Isya untuk kemudian bangun malam. Jadi

124
beliau tidur tidak lebih dari 8 jam.
Ketiga, Mengatur posisi tidur pada posisi terbaik. Ibnul Qayyim Al Jauziyyah
dalam buku Metode Pengobatan Nabi mengungkapkan bahwa Rasul tidur dengan
memiringkan tubuh ke arah kanan, sambil berzikir kepada Allah hingga matanya terasa berat.
Terkadang beliau memiringkan badannya ke sebelah kiri sebentar, untuk kemudian kembali
ke sebelah kanan. Tidur seperti ini merupakan tidur paling efisien. Pada saat itu makanan bisa
berada dalam posisi yang pas dengan lambung sehingga dapat mengendap secara
proporsional. Lalu beralih ke sebelah kiri sebentar agar proses pencernaan makanan lebih
cepat karena lambung mengarah ke lever, baru kemudian berbalik lagi ke sebelah kanan
hingga akhir tidur agar makanan lebih cepat tersuplai dari lambung. Hikmah lainnya, tidur
dengan miring ke kanan menyebabkan kita lebih mudah bangun untuk shalat malam.
Keempat, Shalat malam dan tidur singkat sebelum subuh. Shalat malam ternyata
mengandung hikmah yang luar biasa. Selain memberi ketenangan jiwa, menurut penelitian
Dr. dr. Muhammad Sholeh shalat malam ternyata meningkatkan imunitas tubuh terhadap
penyakit.
Rasulullah mensunnahkan setelah shalat malam untuk tidur sejenak sebelum subuh.
Lamanya sejenak 20 – 30 menit saja. Maka insyaAllah kita akan bugar pada pagi hari sampai
siang walaupun pada malam harinya kita terjaga untuk shalat malam
Kelima, Melakukan tidur qailullah. Tidur qailullah adalah tidur sejenak (20 – 30
menit) menjelang dzuhur atau setelah dzuhur. Menurut penelitian, tidur sejenak ini akan
mengembalikan kebugaran tubuh kita setelah beraktifitas setengah hari. Sehingga kita bisa
tetap fit beraktifitas di sisa tengah hari setelahnya.

Manajemen Fisik

Ada beberapa kebiasaan Rasulullah yang memiliki hikmah menjaga kesehatan dan
kebugaran tubuh. Kebiasaan-kebiasaan ini sebenarnya sederhana, namun jika dilakukan rutin
insyaAllah akan sangat besar manfaatnya. Beberapa kebiasaan Rasulullah tersebut
diantaranya :
Pertama, gemar bersiwak/menggosok gigi dan memakai wangi-wangian. ”Ada
empat hal yang termasuk dari sunnah para rasul; memakai minyak wangi, menikah,

124
bersiwak, dan malu.”(HR. Ahmad dan tirmidzi). Wewangian disunnahkan Rasulullah di
setiap waktu pada laki-laki, sedang pada perempuan hanya diperbolehkan di dalam rumah
saja agar tidak menimbulkan fitnah.
Sedangkan untuk bersiwak, Rasulullah mensunnahkan kita untuk bersiwak pada
beberapa waktu:
1. Saat akan berwudhu
"Kalau bukan karena akan memberatkan umatku, maka akan kuperintahkan
mereka bersiwak setiap akan wudhu.” (HR. Bukhari Muslim)
2. Saat akan shalat
"Kalau bukan karena akan memberatkan umatku, maka akan kuperintahkan
mereka bersiwak setiap akan shalat.” (HR. Bukhari Muslim)
3. Setiap bangun tidur
”Adalah Rasulullah jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok
mulutnya dengan siwak.” (HR. Bukhari)
4. Setiap akan masuk rumah
Telah meriwayatkan Syuraih bin Hani, Beliau berkata:”Aku bertanya kepada
Aisyah: ”Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rasulullah jika dia memasuki
rumahnya?” Beliau menjawab:”Bersiwak.” (HR. Muslim)
5. Setiap akan membaca Al-Qur’an
Dari Ali ra berkata: “Rasulullah memerintahkan kami bersiwak. Sesungguhnya
seorang hamba apabila berdiri shalat malaikat mendatanginya kemudian berdiri
di belakangnya mendengar bacaan Al-Qur’an dan ia mendekat dan mendekat
sampai meletakkan mulutnya diatas mulut hamba itu, sehingga tidaklah dia
membaca satu ayatpun kecuali berada di rongganya malaikat.” (HR. Baihaqi)
Kedua, menjaga kebersihan dan sunnah-sunnah kesucian. Rasulullah bersabda dalam
salah satu haditsnya, ”Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan
menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan
senang kepada kedermawanan. Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan
meniru-niru orang-orang Yahudi. (HR. Tirmidzi). Dr. Muhammad Faiz Almath menjelaskan
kenapa Rasulullah melarang meniru-niru orang yahudi dalam masalah kebersihan ini.

124
Ternyata orang-orang Yahudi suka menumpuk sampah di rumah-rumah mereka.
Sedangkan dalam menjaga sunnah kesucian, Rasulullah mengatakan ada lima sunnah
kesucian. ”Fitrah manusia ada lima yaitu dikhitan (disunat), mencukur rambut kemaluan,
menggunting (merapikan) kumis, memotong kuku (kuku tangan dan kaki) serta mencabuti
bulu ketiak.” (HR. Bukhari)
Ketiga, latihan fisik dan olah raga. Olah raga telah dianjurkan Rasul sebagai bagian
dari menjaga kebugaran fisik sekaligus mempersiapkan diri untuk berjihad. Rasulullah saw
menganjurkan tiga olah raga penting sebagi tarbiyah jasadiyah (pembinaan fisik) para
sahabat. Ketiga olahraga itu adalah adalah berkuda, berenang, dan memanah.
Ada hikmah yang luar biasa kenapa Rasulullah menganjurkan tiga olahraga tersebut.
Ketika Rasulullah memulai dakwahnya di jazirah Arab, ada dua kerajaan super power yang
menguasai dunia saat itu. Dua kerajaan itu adalah Romawi dan Persia.
Walaupun kedua kerajaan itu merupakan super power, ternyata mereka tidak memiliki
kemahiran dalam bertempur dan melatih pasukan. Karena mereka masih mengandalkan
semata-mata kekuatan otot saja bukan kekuatan otak. Masing-masing diantara keduanya
mempunyai pasukan dengan latihan yang khas. Romawi memiliki Gladiator yang dilatih
untuk bergulat sesama gladiator atau binatang buas. Sedangkan pasukan Persia terlatih
dengan gulat, angkat besi, dan kemahiran menggunakan gada baja.
Ajaran Nabi untuk menguasai olahraga berkuda, memanah, dan berenang mungkin
saja terinspirasi dari dua negara adidaya saat itu. Rasulullah menganjurkan tiga olahraga
tersebut dengan sebuah visi besar, bahwa nantinya akan menaklukan Romawi dan Persia
dengan kemampuan militer yang lebih canggih. Berkuda, berenang, dan memanah tidak
hanya mengandalkan kekuatan fisik saja tetapi juga memperhatikan aspek kesehatan,
kecermatan, strategi, sportivitas, dan kompetisi.
Untuk itu mari kita hidupkan ketiga olahraga sunnah tersebut: Berkuda, memanah,
dan berenang!!

124
Formula 15 :
Memanfaatkan Momentum

Belajar dari ”Yang Dimandikan Malaikat”


Ini adalah kisah cinta yang menakjubkan. Sebuah kisah cinta yang membuat orang
bersegera memenuhi panggilan kekasihnya. Namanya Hanzhalah bin Abu Amir. Dialah
pahlawan perang Uhud yang dikaruniai mati syahid. Dialah yang dijuluki ”yang dimandikan
para malaikat”. Apakah yang membuat Hanzhalah mendapat julukan yang sedemikian indah?
Hari itu adalah hari yang membahagiakan bagi Hanzhalah. Dia baru saja
melangsungkan pernikahan dengan seorang wanita muslimah yang sangat dicintainya.
Sebagaimana lazimnya pengantin baru, mereka melewati malam pertama yang begitu
membahagiakan. Dalam kondisi sedang menikmati indahnya malam pertama, seruan jihad
Uhud datang menggema. Panggilan yang menggetarkan orang-orang beriman untuk meraih
cita-cita tertingginya: syahid di jalan Allah. Panggilan itupun menembus relung hati
Hanzhalah. Serta merta dia lepaskan pelukan istrinya. Dia paksa dirinya untuk meninggalkan
kenikmatan pengantin baru untuk segera mengambil kesempatan menemui Rabbnya. Begitu
besar ghirah (semangat) jihad Hanzhalah hingga dia lupa bahwa dirinya sedang junub.
Hanzhalah bahkan tak sempat untuk mensucikan dirinya dengan mandi junub.
Keberanian yang benar-benar luar biasa ditunjukan Hanzhalah di medan tempur. Dia
menyibak barisan musuh hingga langsung berhadap-hadapan dengan komandan pasukan
musyrikin, Abu Sufyan bin Harb. Sebenarnya saat itu dia sudah dapat menundukan Abu
sufyan. Namun pasukan musyrikin yang lain, Syaddad bin Al-Aswad mengetahuinya.
Dengan penuh kelicikan, Syadad menikamnya. Hanzhalah ambruk dan menderita luka yang
sangat parah. Dan akhirnya beliau mendapatkan karunia syahid hari itu.
Setelah perang usai para sahabat mendeteksi sahabat-sahabat yang meninggal dunia
dan masih selamat. Sampailah mereka pada jasad Hanhzalah. Para sahabat terheran disekitar
jasad Hanhzalah ditemukan genangan air. Para sahabat melaporkan kepada Rasulullah
kejadian ini. Dengan senyum bahagia Rasulullah menjawab, bahwa genangan air di sekitar
jasad Handzalah adalah bekas air yang digunakan untuk memandikannya. Hal ini terjadi
karena Hanhzalah masih junub ketika berperang dan menemui syahid. Maka, dia mendapat

131
kemuliaan dimandikan langsung oleh para malaikat. Hanhzalah telah damai. Dia
mendapatkan kebahagiaan yang diimpikannya. Dia telah mengukir prestasi terbaiknya
dengan jihad dan syahid di jalan Allah.
Sebuah pelajaran penting kita dapatkan dari kisah prestatif seorang Hanzhalah. Kunci
prestasi seorang Hanhzalah adalah cerdas memanfatkan momentum. Inilah karakter yang
dimiliki para sahabat. Mereka adalah orang-orang yang memiliki ruhul istijabah (segera
memenuhi panggilan) yang sangat tinggi. Ketika mereka menemukan kebaikan dihadapannya
maka dengan bersegera ia mengambilnya. Tak perlu ragu dan tak perlu pikir panjang.
”Seseorang tidak menjadi pahlawan karena ia melakukan pekerjaan-pekerjaan
kepahlawanan sepanjang hidupnya. Kepahlawanan seseorang biasanya mempunyai
momentumnya. Ada potongan waktu tertentu dalam hidup seseorang dimana anasir
kepahlawanan menyatu padu. Saat itulah ia tersejarahkan.” Inilah ungkapan Anis Matta,
dalam bukunya ”Mencari Pahlawan Indonesia”
Hidup kita terdiri dari berbagi momentum. Orang-orang prestatif adalah mereka yang
bisa memanfaatkan momentum untuk meledakkan potensinya. Seperti Handzalah yang
memanfaatkan benar medan Uhud untuk meraih prestasi tertingginya di hadapan Allah.
Ternyata Uhud adalah momentum prestasi Handzalah. Jika malam itu Handzalah tidak
memaksa diri meninggalkan pelukan istrinya, mungkin ia tak akan meraih prestasi itu.
Hanya saja kita tidak pernah tahu kapan momentum prestasi kita terjadi. Kita tidak
tahu pada momentum seperti apakah Allah mentakdirkan kita sampai pada puncak prestasi
tertinggi. Kita hanya diperintahkan untuk cermat menangkap momentum itu dan
memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Inilah salah satu hikmah dari hadits Rasulullah Saw
”Gunakan lima perkara sebelum datang lima perkara yang lain : masa mudamu
sebelum datang masa tuamu; masa hidupmu sebelum sebelum datang masa matimu masa;
masa luangmu sebelum datang masa sibukmu; sehatmu sebelum datang masa sakitmu, ,
masa kayamu sebelum datang masa miskinmu,” (HR. Baihaqi)
Dengan memanfaatkan momentum-momentum yang ada dalam kehidupan maka kita
telah melakukan satu hukum kesuksesan yaitu hukum melipat waktu. Allah Swt memberikan
umur yang terbatas untuk kita. Namun Allah telah menggariskan kepada kita bahwa hanya
orang-orang yang prestatif saja yang akan merasakan kebahagiaan di dunia maupun di

131
akhirat. Karena umur kita terbatas maka kita perlu melakukan lompatan-lompatan prestasi.
Kita perlu menangkap, memanfaatkan, bahkan menciptakan momentum tertentu agar prestasi
kita berlipat walau umur kita terbatas.
Itulah hikmah diturunkan Lailatul Qadr pada bulan Ramadhan. Karena umur umat
Muhammad yang pendek (sekitar 63 tahun) dibandingkan dengan umur umat sebelumnya,
maka Allah menurunkan Lailatul Qadr. Dengan menilai satu malam dengan seribu bulan
maka umat Muhammad diberi kesempatan untuk mempunyai nilai ibadah setara dengan
umat-umat sebelumnya. Inilah salah satu contoh hukum melipat waktu: semalam senilai
dengan seribu bulan.
Namun sekali lagi kita tidak pernah tahu kapan momentum itu akan terjadi.
Sebagaimana Lailatul Qadr, Allah merahasikan waktu pasti kapan terjadinya. Maka kita
hanya bisa memakai hukum umum dari memanfaatkan momentum ini.
Langkah pertama adalah responsif. Kehidupan kita ini terdiri dari berbagai
momentum. Kita dihadapkan dengan berbagai kondisi dan situasi. Bagaimana kita bersikap
dan merespon dengan cepat dan tepat berbagi situasi yang kita hadapi adalah kunci
kesuksesan kita.
Hukum umunya adalah : Jika kita menemukan kebaikan di hadapan kita maka
segeralah pungut kebaikan itu. Jika kita mendapatkan keburukan di hadapan kita segeralah
untuk menghindarinya.
Tapi saya harus mengingatkan Anda tentang satu hal. Jika kita dihadapkan oleh satu
atau bahkan lebih keburukan maka jelas kita harus segera menghindar darinya. Lantas
bagaimana jika kita dihadapkan pada beberapa kebaikan atau peluang yang dengan hitung-
hitungan logika kita bisa mengantar kita kepada suatu keuntungan tertentu? Haruskah kita
mengambil semuanya? Haruskan kita mengambil setiap peluang baik yang ada di hadapan
kita?
Ali bin Abi Thalib pernah berkata, ”Bukanlah orang yang cerdas orang yang bisa
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tetapi orang yang cerdas adalah mereka
yang bisa menentukan mana yang lebih baik diantara dua kebaikan.” Untuk itu pikirkan
benar jika Anda ingin mengambil sebuah peluang. Apakah peluang itu akan mengantarkan
Anda pada kesuksesan atau malah semakin menjauhkannya.

131
Peluang baik yang jelas-jelas harus kita ambil adalah peluang yang mengantarkan
pada visi kehidupan. Itulah kenapa saya menempatkan langkah menetapkan visi hidup di
bagaian awal buku ini. Karena visi itulah yang akan mengantarkan kita pada langkah-langkah
berikutnya. Jika Anda bervisi menjadi seorang guru besar di sebuah perguruan tinggi,
kemudian datang tawaran beasiswa ke luar negeri, maka ini adalah peluang yang baik. Anda
harus memenfaatkan momentum ini dengan baik. Apalagi jika jurusan yang ditawarkan
sesuai dengan kompetensi akademis yang akan kita raih.
Misalkan Anda bervisi menjadi enterpherneur, kemudian ada peluang menjadi
karyawan tetap dan full time sebuah perusahaan. Jelas antara entrephreunership dan
karyawan adalah jalur yang berbeda. Jelas ini adalah peluang yang berbeda dengan visi Anda.
Walapun Anda berkata bisa untuk tetap menjadi karyawan sekaligus entrepheneur, kenyataan
sangat sulit. Karena entrephreunership akan menghasilkan karakter bebas dan mandiri,
sedangkan karyawan berada dalam zona aman dan tergantung.
Tentu lebih mudah meninggalkan peluang yang bertentangan dengan jalan visi yang
akan kita capai. Lantas bagaimana jika peluang yang muncul tidak sesuai dengan visi hidup
tetapi juga tidak menghambat visi hidup kita? Maka kita bisa mengambil peluang ini, jika
peluang ini berkaitan dengan masalah sumber rizki. Baik rizki berupa ilmu atau harta.
Seorang ulama menasehatkan, ”Jangan qona’ah dengan satu sumber rizki tetapi
qona’ahlah pada hasilnya.” Apa maksud ungkapan ini? Kita sebaiknya menjadi orang yang
cerdas untuk menjemput rizki dari pintu manapun. Jika Anda dosen maka tak ada salahnya
punya usaha sambilan lain diluar. Jika Anda karyawan tak ada salahnya buka usaha kecil-
kecilan di rumah. Jika Anda seorang pengusaha tak masalah jika Anda coba buka beberapa
usaha sekaligus. Inilah maksudnya ”jangan qona’ah (menerima dengan ridha) dengan satu
sumber rizki. Tapi, kalau sudah bicara hasil dari semua pekerjaan kita, maka qona’ah
hukumnya wajib. Karena urusan usaha adalah urusan manusia dan urusan hasil adalah hak
prerogatif Allah swt.
Hanya saja ketika mengambil peluang rizki itu, kita harus pastikan tetap pada track
yang telah kita tetapkan. Kita harus pastikan peluang itu tidak menganggu visi utama
kehidupan. Jika ternyata peluang ini di tengah jalan menghambat pencapian visi yang harus
kita raih, maka jangan segan-segan untuk melepasnya.

131
Langkah kedua agar kita bisa memanfaatkan momentum adalah, senantiasa
meningkatkan kompetensi. Momentum adalah peluang takdir yang diberikan Allah untuk
kita. Namun peluang sebasar apapun dan sebanyak apapun yang Allah berikan kepada kita,
maka peluang itu bukanlah apa-apa kalau kita tidak punya kemampuan untuk
memanfaatkannya. Bukankan Allah telah berfirman, ”Sesungguhnya Allah tidak mengubah
nasib suatu kaum hingga kaum itu mengubah diri mereka sendiri”
Para Nabi dan Rasul juga tidak serta merta menjadi utusan Allah. Mereka harus
melewati berbagai tempaan yang membuat mereka memiliki karakter yang layak dan
kompetensi yang memadai untuk menjadi seorang Nabi dan Rasul. Setelah mereka melewati
berbagai tempaan, barulah Allah menghadirkan momentumnya dan mengangkatnya menjadi
rasul. Simaklah firman Allah Swt ”Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya,
kami berikan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan...” (Al-Qashas:14). Allah tidak
serta merta mengangkat Musa menjadi Nabi. Allah ”menunggu” Musa hingga cukup umur
dan sempurna akalnya.
Cobalah telusuri sirah Rasulullah. Maka kita akan menemukan rangkaian tempaan
dalam kehidupan yang pada titik puncaknya, saat beliau berumur 40 tahun, diangkat oleh
Allah menjadi rasul. Mari kita lihat momen-momen yang terjadi selama 40 tahun pertama
perjalanan Rasulullah dan hikmah dibalik itu semua.
1. 0 – 4 tahun :Hidup di padang pasir, di alam terbuka. Dan pertama kali diperolehnya
ASI dari Halimah Al-Sa’diyah
Salah satu fungsi ASI adalah mempengaruhi pertumbuhan otak manusia. Sel
otak manusia 66% terbentuk ketika ia lahir dan 34% setelah 18 bulan pertama. ASI
membentuk kekebalan tubuh sehingga secara fisik sempurnalah tubuh Muhammad.
Selain itu beliau hidup di alam yang terbuka membuat beliau mampu berpikir
terbuka. Alam terbuka meningkatkan kreativitas dan membuat hati lapang.
Bahasa Arab yang fasih adanya di padang pasir, bukan di kota. Dengan hidup
di padang pasir Muhammad belajar kemampuan bahasa yang baik. Bahasa adalah alat
untuk mengukur intelektual seseorang. Dengan begitu secara intelektual Rasulullah
telah mengasah intelektualnya sekaligus kemampuan komunikasinya

131
2. Usia 4 tahun : Terjadi peristiwa pembelahan dada; mengeluarkan unsur syaitan dalam
dirinya. Karena khawatir Halimah mengembalikan Muhammad kepada ibunya.
Pembelahan dada memperkuat pengalaman spiritual Muhammad. Sehingga di umur
belia ini Muhammad telah terdidik baik intelektual, psikologis, spiritual, fisik, sosial,
dan bahasa.
3. Umur 6 tahun : Ibunya meninggal dunia, kemudian diasuh oleh sang kakek Abdul
Muthalib.
Pada umur yang masih belia ini, Muhammad telah menjadi yatim-piatu. Dengan
begitu, Muhammad telah merasakan kegetiran hidup. Inilah yang mengasah jiwa
sosial sekaligus melatih keteguhan dan kesabaran hatinya.
Karena sayangnya sang kakek pada cucunya ini, Muhammad sering diajak dalam
pertemuan-pertemuan politik. Bahkan ketika orang-orang Quraisy mengkritik untuk
tidak melibatkan Muhammad, Abdul Muthalib menjawab, ”Tinggalkan dan biarkan ia
terlibat karena kelak ia akan menjadi orang besar di kemudian hari.”
Dengan begitu sejak umur 6 tahun Muhammad sudah mulai terasah wawasan
politiknya
4. Umur 8 tahun : Sang kakek meninggal dunia, kemudian Muhammad diasuh Abu
Thalib
Karena Abu Thalib bukan orang yang berada, maka Muhammad sudah mencari
nafkah sejak diasuh pamannya. Beliau bekerja sebagai penggembala kambing. Jangan
dibayangkan beliau hanya mengeloala beberapa kambing saja. Beliau mengelola
sebuah peternakan besar, ratusan atau mungkin ribuan kambing. Pengalaman ini
memberikan bekal kepada Muhammad untuk mengelola finansial dan komunitas.
5. Umur 12 tahun : Bersama Abu Thalib melakukan perjalanan ke Syiria
Ini adalah perjalanan lintas negara. Selain itu di tengah perjalanan Abu Thalib
melakukan dialog dengan pendeta bernama Bakhira. Pendeta ini menyarankan agar
rombongan kembali ke Makah karena khawatir akan terjadi sesuatu pada
Muhammad. Pendeta Bakhira telah menangkap tanda-tanda kenabian pada

131
Muhammad. Perjalanan ini memperkuat pengalaman sosial dan budaya Muhammad.
6. Umur 14 tahun : Mengikuti perang Fijjar, perang antara suku Quraisy dan suku lain di
Arab selama 4 tahun
Pada usia ini Muhammad telah memiliki pengalaman militer
7. Umur 20 tahun : Mengikuti perjanjian damai untuk mengakhiri perang. Setelah itu
bekerja dengan Khadijah, berdagang ke Yaman. Muhammad sangat profesioanl dan
selalu mendatangkan untung besar bagi Khadijah.
Mengikuti pertemuan untuk perjanjian damai adalah bekal pengalaman diplomatik
beliau. Sedangkan perdagangan ke Yaman adalah pengalaman bisnis Muhammad.
Kalau kita tarik pada kondisi saat ini, Muhammad pada umur masih sangat muda
melakukan bisnis lintas negara alias eksport-import. Bisnis yang sangat berlipat
keuntungannya
8. Umur 25 tahun : Menikah dengan Khadijah. Muhammad telah memiliki pengalaman
sebagai seorang kepala rumah tangga, pebisnis, kaya raya, dan terpandang. Selain itu
beliau juga memiliki ilmu di berbagai bidang baik bisnis, militer, politik, diplomatik,
manajemen, bahasa, dsb
9. Umur 25 – 40 tahun : Rentang waktu ini Muhammad membangun kredibilitas sosial.
Puncak ketokohan sosial Muhammad pada usia 35 tahun. Pada saat Muhammad
berusia 35 tahun ini, ada peritiwa banjir bandang yang mengakibatkan ka’bah runtuh.
Setelah ka’bah selesai direnovasi, para kabilah berselisih tentang siapa yang paling
berhak mengembalikan hajar aswad ke tempatnya. Dengan kecerdasannya,
Muhammad bisa memberikan solusi dan meredam konflik antar kabilah ini.
Muhammad kemudian dijuluki Al-Amin, yang terpercaya
10. Umur 37 tahun : Beliau telah memiliki pandangan global tentang bangsa Arab. Dan
melihat kerusakan masyrakat yang sangat parah. Mulai usia inilah, Muhammad sering
melakukan khalwat, melakukan perenungan mendalam atas kondisi bangsa Arab yang
sangat jahiliyah.
11. Umur 40 tahun : Setelah Khalwat bertahun-tahun, pada puncaknya Muhammad
diangkat menjadi Rasul.
Luar biasa!!! Dahsyat bukan? Subhanallah...Rasulullah telah melewati berbagai momentum

131
sebelum beliau menjadi Rasul. Momentum-momentum itulah yang memberikan bekal pada
beliau dalam berbagi bidang kehidupan. Pada umru kurang dari 40 tahun, Rasululullah telah
menguasai ilmu dalam berbagai bidang kehidupan: militer, ekonomi, budaya, sosial, dan lain
sebagainya. Rasulullah juga telah memiliki skill yang dibutuhkan dalam berbagai bidang
kehidupan:komunikasi, orasi, negosiasi, bisnis, dan lain sebagainya. Dan pada waktunya,
momentum puncak itu hadir dengan diangkatnya beliau menjadi Rasul.

Bagaimana cara meningkatkan kompetensi? Saya teringat apa yang dituliskan Kang
Abik, penulis prestatif dan fenomenal Ayat-Ayat Cinta serta karya satra Islami yang selalu
best seller. Beliau berbagi kepada kita salah satu kunci sukses beliau dalam usia yang sangat
muda
”Dengan membaca saya merasakan bisa melipat ruang dan waktu. Saya bisa
merasakan hidup di pelbagai tempat dan saat. Saya bisa menghayati pelbagai macam
perasaan jiwa. Saya bisa merasakan ketulusan Abu Bakar saat berhijrah menemani hijrah
Baginda Rasul. Saya bisa merasakan dahshatnya doa Baginda Nabi saat berdoa sambil
menangis menjelang perang Badr. Saya bisa merasakan kesedihan kota Madinah saat
Rasulullah wafat....” Begitulah ungkap Kang Abik dalam kata pengantar kumpulan novelet
pembangun jiwa Dalam Mihrab Cinta. Sebuah resep berharga untuk meningkatkan
kompetensi dan melipat waktu: membaca.
Cara lain meningkatkan kompetensi kita adalah dengan bergaul dan berdiskusi
dengan orang-orang yang telah sukses. Dengan begitu kita akan memperoleh formula
kesuksesan yang telah teruji dari mereka. Akan lebih baik jika orang-orang sukses yang jadi
guru kita adalah mereka yang sesuai dimana jalur prestasi akan kita ambil. Misal, Anda ingin
jadi pengusaha sukses, maka banyak bergurulah dengan para pengusaha. Jika Anda ingin
menjadi penulis yang sukses, maka berdekat-dekatlah dengan para penulis yang sudah
sukses. Imam As-Syafii pernah ditanya seseorang, ”Apakah kemempuan akal itu merupakan
potensi yang dibawa sejak lahir?” Maka beliau menjawab, ”Tidak, tapi akal adalah hasil
pergaulan dengan banyak orang dan berdiskusi dengan mereka.”
Mengakhiri bab ini, saya ingin kembali menuliskan ungkapan Anis Matta dalam buku
”Mencari Pahlawan Indonesia”. Semoga bisa mnginspirasi

131
”Para pahlawan mukmin sejati tidak pernah mempersoalkan secara berlebihan
masalah peluang sejarah. Kematangan pribadi seperti modal investasi. Seperti apapun
baiknya peluang Anda, hal itu tidak berguna jika pada dasarnya Anda memang tidak
mempunyai modal. Peluang sejarah hanyalah ledakan keharmonisan dari kematangan yang
terabadikan. Seperti keharmonisan antara pedang dan keberanian dalam medan perang,
antara kecerdasan dan pendidikan formal dalam dunia ilmu pengetahuan. Akan tetapi, jika
Anda harus memilih salah satunya, maka pilihlah keberanian tanpa pedang dalam perang,
atau kecerdasan tanpa pendidikan formal dalam ilmu. Selebihnya, biarlah menjadi wilayah
takdir dimana Anda menharapkan sentuhan keberuntungan.”

Akhirnya...
Takwa dan Tawakal

131
Alhamdulillah...kita telah tiba di bagian akhir buku ini. Sebelum saya mengakhiri
buku ini saya ingin mengingatkan beberapa hal. Semoga ini bermanfaat untuk saya dan Anda
semua.
Limabelas formula diatas adalah sebuah ilmu yang tidak akan pernah berguna jika
kita tidak mengamalkannya. Rasulullah dan para sahabat sudah memberikan teladan terbaik
untuk kita semua. Sangat jelas caranya, sangat terang jalannya. Tinggal kita, apakah mau
melaksanakan segenap formula yang telah dijamin keberhasilannya itu.
Limabelas langkah diatas tidak akan berarti apa-apa jika kita tidak pernah berusaha
mengamalkannya. Ia hanya akan menjadi sebuah informasi yang pernah masuk dalam otak
kita, tersimpan sesaat, kemudian menguap seiring berjalannya waktu. Ia hanya akan menjadi
beban dan menambah folder di otak kita tanpa pernah digunakan. Bahkan ia bisa
mendatangkan murka Allah, karena kita berilmu tetapi tidak mengamalkan.
Limabelas langkah diatas adalah ikhtiar manusiawi yang perlu kita lakukan. Maka
agar prestasi kita berlipat dan bernilai kita perlu melakukan ikhtiar spiritual. Bisa dikatakan
inilah langkah keenambelas agar kita menjadi pribadi prestatif. Langkah ini sangat penting.
Bahkan kelimabelas langkah diatas tidak akan pernah menghasilkan sesuatu jika tidak
disertai dengan ikhtiar spiritual berikut. Ikhtiar spiritual ini sebenarnya adalah kunci-kunci
kebaikan. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengajarkan kepada kita tentang ikhtiar spiritual
sebagai kunci dari segala kebaikan. Simaklah baik-baik pelajaran ini, insyaAllah akan
memberikan manfaat yang banyak.
”Sesungguhnya Allah telah menjadikan bagi segala sesuatu kunci untuk
membukanya, Allah menjadikan kunci pembuka shalat adalah bersuci sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘Kunci shalat adalah bersuci’, Allah Subhanahu wa
Ta’ala menjadikan kunci pembuka haji adalah ihram, kunci kebajikan adalah kejujuran,
kunci surga adalah tauhid, kunci ilmu adalah bagusnya bertanya dan mendengarkan, kunci
kemenangan adalah kesabaran, kunci ditambahnya nikmat adalah syukur, kunci kewalian
adalah mahabbah dan dzikir, kunci keberuntungan adalah takwa, kunci taufik adalah harap
dan cemas kepada Allah ‘Azza wa Jalla, kunci dikabulkan adalah doa, kunci keinginan
terhadap akhirat adalah zuhud di dunia,

131
”Kunci keimanan adalah tafakkur pada hal yang diperintahkan Allah, keselamatan
bagi-Nya, serta keikhlasan terhadap-Nya di dalam kecintaan, kebencian, melakukan, dan
meninggalkan, kunci hidupnya hati adalah tadabbur al-Qur’an, beribadah di waktu sahur,
dan meninggalkan dosa-dosa, kunci didapatkannya rahmat adalah ihsan di dalam
peribadatan terhadap Khaliq dan berupaya memberi manfaat kepada para hamba-Nya, kunci
rezeki adalah usaha bersama istighfar dan takwa, kunci kemuliaan adalah ketaatan kepada
Allah dan Rasul-Nya, kunci persiapan untuk akhirat adalah pendeknya angan-angan, kunci
semua kebaikan adalah keinginan terhadap Allah dan kampung akhirat, kunci semua
kejelekan adalah cinta dunia dan panjangnya angan-angan.”
Inti dari ikhtiar spiritual itu adalah: Takwa dan Tawakal.
Beberapa ulama mendefinisikan takwa sebgai berikut:
• ”Takwa adalah takut kepada murka dan adzab Allah Ta’ala.” Demikian
menurut pendapat Imam An-Nawawi
• ”Takwa adalah menjaga diri dari azab Allah yakni dengan mentaati-Nya. Dan
itu sama artinya dengan menjaga diri dari sesuatu yang menyebabkan siksa
Allah., baik karena melanggar perintah atau meninggalkan
larangan.”dimikian menurut Imam Al-Jurjani
• ”Takwa adalah ketika Anda mematuhi Allah dan tidak mengingkari-Nya.
Anda sadar pada Allah, dan tidak menentang-Nya. Anda bersyukur kepada
Allah, dan tidak mengingkari-Nya. Anda menyembah Allah berdaarkan ilmu
dari-Nya dan mengharap pula pahala dari-Nya. Anda meninggalkan larangan
Allah berdasarkan ilmu dari-Nya karena Anda takut pada hukuman-
Nya.”Demikian penjelasan Ibnu Jabir
• Umar bin Khatab ketika ditanya tentang takwa maka beliau menjelaskan
orang takwa adalah seperti seorang yang berjalan di sebuah jalan yang penuh
dengan duri dan dia tidak memakai alas kaki. Tentu orang tersebut akan
sangat hati-hati. Artinya, Umar ingin menjelaskan bahwa takwa itu sampai
pada tahap berhati-hati sekali pada hal-hal yang syubhat
• Penjelasan Umar diatas senada dengan apa yang dijelaskan Imam Raghib Al-
Isfahani:”Takwa bisa Anda capai manakala Anda berani meninggalkan

131
tindakan-tindakan tercela/dosa, dan disempurnakan dengan meninggalkan
tindakan-tindakan yang syubhat, tindakan-tindakan yang tidak jelas halal dan
haramnya, dan tindakan-tindakan yang serba boleh secara berlebih-lebihan.”
Itulah arti dari Takwa. Tau dalam hadits Arba’in An-Nawawi Rasulullah menjelaskan
kepada kita
”Jagalah Allah niscaya engaku akan mendapati-Nya dihadapanmu. Kenalilah Allah
pada waktu lapang, niscaya Dia akan mengenalmu pada waktu sulit. Ketahuilah, bahwa apa
yang luput darimu tidak bakal mengenaimu dan apa yang menimpamu tidak akan luput
darimu. Ketahuilah, bahwa bersama kesabaran itu ada kemenangan; bersama kesusahan itu
ada jalan keluar; dan bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (HR. Abdullah Humaid dalam
musnadnya, no.636)
Imam An-Nawawi berkata bahwa yang dimaksud dengan ”jagalah Allah niscaya
akan menjagamu” adalah : Jagalah perintah-perintah-Nya, laksanakan perintah-perintah-Nya,
dan jauhilah larangan-larangannya, niscaya Allah akan menjagamu dalam kehidupanmu, baik
di dunia maupun di akhirat.
Saudaraku, Adakah yang lebih indah dari pada jaminan penjagan dari Allah?
Sedang tawakal adalah berserah diri atas hasil usaha yang telah kita lakukan kepada
Allah. Berdoa dengan segenap jiwa dan sepenuh kepasarahan setelah usaha maksimal yang
kita lakukan.
Imam Al-Ghazali Rahimahullah menjelaskan seorang yang tawakal sebagai berikut,
”Jika diri Anda telah sepenuhnya menyakini bahwa tidak ada pelaku kecuali Allah;
disamping itu Anda juga nyakini akan kesempurnaan pengetahuan dan kekuasaan-Nya dalam
mencukupi para hambanya; juga kesempurnaan perhatian dan kasih sayang-Nya terhadap
hamba, dan bahwa tidak ada kekuatan, pengetahuan, kasih sayang, dan perhatian yang
menandingi apalagi melebihi kekuatan pengetahuan, kasih sayang, dan perhatian-Nya, maka
hati Anda pasti akan bertawakal kepadanya semata dan tidak akan mengalihkan pandangan
kepada selain-Nya, termasuk pada kekuatan dan daya kecuali pertolongan Allah.”

Sungguh tiada daya upaya kecuali atas segenap pertolongan Allah kepada kita. Maka
sembari kita berusaha maksimal dan sungguh-sungguh untuk mencapai prestasi-prestasi

131
kehidupan. Tanamkan dalam diri, bahwa dibalik semua usaha itu Allah lah yang memberinya
kekuatan. Dibalik semua kekuatan itu Allah jualah yang menentukan hasilnya. Dengan begitu
kita tak akan pernah lalai dan bosan untuk senantiasa bermunajat kepada Allah swt.
Saudaraku, di akhir buku ini mari kita camkan kuat-kauat dalam hati dan pikiran kita,
tentang janji Allah di dalam Al-Qur’anul Karim
”...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa
yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah
telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (At-Thalaq 2-3)

DAFTAR PUSTAKA

131
Abdurrahman Ra’fat Basya. Kisah Sahabat Rasul 4. Solo : Eranovis. 2005
Aidh bin Abdullah Al-Qarni. Cambuk Hati. Bandung: Irsyad Baitus Salam. 2004
Aidh bin Abdullah Al-Qarni. La Tahzan Jangan Bersedih. Jakarta: Qishti Press. 2004
Ahmad Musthafa Qasim Tohtowy. Tawa & Air Mata Rasulullah. Rembang: Pustaka
Anisah. 2004
Anif Sirsaeba & Mansur Abdul Hakim Muhammad. Agar Kekayaan Dilipatgandakan
dan Kemiskinan Dijauhkan. Jakarta: Republika dan Pesantern
Basmala. 2007
Anis Matta. Mencari Pahlawan Indonesia. Jakarta: The Tarbawi Center. 2004
Anis Matta. Pesona Muslim Abad-21. Bandung: Progresio. 2006
Anis Matta. Menikmati Demokrasi. Jakarta: Insan Media Publishing. 2007
Habiburrahman El Shirazy. Dalam Mihrab Cinta. Jakarta: Republika dan Pesantren
Basmala. 2007
Habiburrahman El Shirazy. Ketika Cinta Bertasbih. Jakarta: Republika dan Pesantren
Basmala. 2007
Ibnul Jauzy. Shaidul Khatir Bisikan Hati Ibnul Jauzy. Jakarta: Pustaka Azzam. 1998
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah. Zadul Ma’ad Petunjuk Nabi Saw Menjadi Hamba
Teladan dalam Berbagai Aspek Kehidupan. Jakarta: Rabbani Press.
1999
Imam An-Nawawi, dkk. Syarah Hadits Arba’in. Solo: Pustaka Arafah. 2007
Imam Munadi. Super Muslim. Jakarta : Hikmah. 2007
Jalaludin Rakhmat. Psikologi Komunikasi. Bandung: Ramaja Rosdakarya. 2005
Khalid Muhammad Khalid. Karakteristik Perihidup Enam Puluh Shahabat
Rasulullah. Bandung: CV Diponegoro. 2006
Majalah Tarbawi Edisi 21 Th. 3/30 Juni 2001 M/Rab Awal 1422 H
Majalah Tarbawi Edisi 37 Th 4/ 20 Juni 2002 M/Rab Awal 1422 H
Majalah Tarbawi Edisi 38 Th 4/ 4 Juli 2002 M/Rab Tsani 1422 H
Majalah Tarbawi Edisi 33 Th / 25 April 2002 M/Shafar 1423 H
M. Ahmad Abdul Jawwad. Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Berpikir.
Bandung: Syamil Cipta Media. 2004

131
Muhammad Nazhif Masykur. Living Smart. Yogyakarta. Pro-U Media. 2007
Muhammad Shaleh Al-Munajjid. 33 Kiat Khusu Dalam Shalat. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar. 1999
Salim A. Fillah. Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim. Yogyakarta: Pro-U Media.
2006.
Said Hawwa. Mensucikan Jiwa. Jakarta: Robbani Press. 2004
Syafiyyurrahman Al-Mubarakfury. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Al-Kautsar. 2006
Said Ramadhan Al Buthy. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Rabbani Press. 2005
Taufik Pasiak. Membangunkan Raksasa Tidur. Jakarta: Gramedia. 2004
Tony Buzan. Gunakan Kepala Anda. Delapratasa Publising. 2002
Yusuf Qardhawi. Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan. Jakarta:
Gema Insani Press. 1998
Catatan Ta’lim Majlis Wisata Ruhani Insani-Basmala
Catatan-catatan Pribadi

131

Anda mungkin juga menyukai