Anda di halaman 1dari 166

Biografi Singkat Imam Asy-

syaukani

BIOGRAFI SINGKAT IMAM ASY-SYAUKANI

Beliau adalah Muhammad bin Ali bin Muhammad


bin Abdullah Asy-Syaukani kemudian Ash-Shan’ani.
Dilahirkan pada hari Senin tanggal 28 Dzulqaidah 1173
H.
Beliau besar di Shan’a (ibu kota Yaman-pent),
ayahnya seorang qadhi (hakim). Menghafal Al-Qur’an
(sejak kecil) dan sejumlah ringkasan matan dari berbagai
disiplin ilmu. Belajar dari para ulama yang ada di Shan’a
sehingga bisa mengungguli semua rekannya. Tidak
pernah melakukan perjalanan jauh (untuk belajar) karena
tidak mendapatkan izin dari orang tuanya. Beliau
memadukan antara belajar dan mengajar ketika belajar
pada sejumlah syekhnya. Setelah itu beliau fokus untuk
mengajar setelah menggali dan mengkaji semua yang
ada pada guru-gurunya. Dalam sehari beliau mengajar
lebih dari sepuluh kajian dengan berbagai disiplin ilmu.

1
Beliau menjadi seorang mufti (pemberi fatwa)
pada usia dua puluh tahun. Banyak permintaan fatwa
yang datang kepadanya berasal dari luar Shan’a padahal
guru-gurunya saat itu masih hidup. Karena
kecerdasannya beliau pernah mempelajari ilmu
matematika, fisika, psikologi dan etika debat tanpa guru,
tetapi dengan cara mengkaji dan membaca (otodidak).
Beliau meninggalkan taklid dan membuangnya
kemudian mengajak kembali kepada al-Qur’an dan
Sunnah. Ciri-ciri yang demikian itu terlihat pada karya-
karyanya. Beliau memerangi bid’ah dan segala bentuk
kesyirikan, mengajak untuk meninggalkan ilmu filsafat
dan ilmu kalam, untuk kembali kepada aqidah salaf yang
shahih.
Beliau bercerita tentang pengalamannya: “Untuk
anda ketahui –semoga Allah Subhanahu wa
Ta’ala memberi petunjuk kepada saya dan anda– saya
tidak mengatakan hal ini karena bertaklid kepada orang
yang mendorongku untuk meninggalkan masalah-
masalah mendetail dari ilmu ini (ilmu kalam)
sebagaimana yang terjadi pada sekelompok ulama,
namun saya mengatakan hal ini setelah hilang sia-sia
sisa usia karena disibukkan dengannya,

2
menyembunyikan pertanyaan bagi orang yang
mengetahuinya, mengambil dari orang-orang yang
terkenal dengannya, berkonsentrasi membaca ringkasan
dan penjelasan panjang darinya, sehingga ketika sampai
pada hakikatnya saya mengatakan dengan sebuah syair:
Puncak yang saya dapatkan dari kajian 
dari penelitian setelah panjangnya renungan 
adalah berhenti antara dua jalan kebingungan 
Tidak ada yang diketahui selain kebimbangan 
Padahal saya telah mengarungi samuderanya 
Namun saya tidak mendapatkan sesuatu selain
pencarian
Di dalam kitab Iltahaf fi Mazahib As-Salaf beliau
berkata: “Di sini saya akan memberitahukan kepada
anda tentang diri saya dan menjelaskan apa yang terjadi
pada saya kemarin hari. Ketika saya masih belajar dan
sedang masa muda-mudanya saya disibukkan dengan
ilmu ini yang terkadang disebut ilmu kalam, tauhid atau
ilmu ushuluddin. Saya kaji dengan serius karya berbagai
kelompok yang berbeda di antara mereka, saya berharap
bisa kembali membawa manfaat dan pulang dengan
membawa keberhasilan. Namun saya tidak menemukan
dari hal itu kecuali kebimbangan dan kebingungan. Itulah

3
yang menyebabkan saya mencintai mazhab salaf
walaupun sebelumnya juga saya telah menganutnya.
Saya ingin lebih mengetahuinya (ilmu kalam), dan lebih
menyukainya. Saya mengatakan tentang mazhab itu
(ilmu kalam)….. Beliau kemudian menyebutkan bait di
atas.
Banyak orang yang telah berhasil belajar di bawah
bimbingannya, mereka disebutkan di dalam kitab al-I’lam
bil Masyayikhil A’lam wat Talamizatil Kiram. Metode dan
mazhabnya diterima luas di Yaman, kemudian tersiar di
India lewat seorang murid beliau yang bernama Abdul
Haq al-Hindi. Kemudian bendera kebanggaan dengan
madzhab beliau dikibarkan dan kitab-kitab beliau
bernama Syaikh Shidiq Hasan Khan disebarkan oleh
Raja Bahubal.
Banyak sekali karya-karya tulis yang telah beliau
hasilkan, mayoritas dari kitab tersebut telah tersebar di
masa hidup beliau sehingga menjadi tumpuan. Di
antaranya terdapat 240 buku masih berbentuk manuskrif
belum melihat cahaya (belum diterbitkan dalam bentuk
kitab). Kitab yang sudah tercetak mencapai empat puluh
lebih, di antaranya:

4
1. Fathul Qadir al-Jami’ baina Fann ar-Riwayat
wad Dirayat fit Tafsir (5 jilid).
2. Nailul Authar Syarah Muntaqal Akhbar (4 jilid).
3. As-Sailul Jarar al-Mutadaffiq ala Hada’iqil Azhar
(4 jilid).
4. Irsyadul Fuhul ila Tahqiqil Haq min Ilmil Ushul
(1 jilid).
5. Al-Badru ath-Thali’ bi Mahasin man ba’da al-
Qarni as-Sabi’ (2 jilid).
6. Ad-Dararil Mudhiyyah Syarah ad-Duraril
Bahiyah (2 jilid).
7. Ad-Durarul Bahiyyah fil Masa’ilil Fi’iqhiyah (kitab
yang sedang diterjemahkan).
8. Al-Fawa’idil Majmu’ah fil Ahaditsil Maudhu’ah (1
jilid).
9. Tuhfatu az-Zakirin bi ‘Iddatil Hishnil Hashin (1
jilid).
10. At-Tuhaf fil Irsyad ila Mazhab as-Salaf
11. Al-Qaulul Mufid fi Adillatil Ijtihad wat Taqlid.

Pada tahun 1209 H hakim besar Yaman Yahya


bin Shalih asy-Syajri as-Sahuli meninggal dunia dan
digantikan oleh Imam asy-Syaukani sebagai hakim,

5
sampai beliau wafat pada tahun 1251 H. Semoga
Allah Subhanahu waTa’ala memberikan rahmat yang
luas kepada beliau

6
Daftar Isi

KITAB THAHARAH (BERSUCI)


BAB AIR
Pasal: Membersihkan Najis
BAB QADA’ HAJAT
BAB WUDHU’
Pasal: Sunnah-Sunnah Wudhu’
Pasal: Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu’
BAB MANDI
Pasal: Tata Cara Mandi
Pasal: Mandi yang Disyariatkan
BAB TAYAMMUM
BAB HAID
Pasal: Hukum Nifas
KITAB SHALAT
BAB AZAN
BAB TATA CARA SHALAT
Pasal: Hal-Hal yang Membatalkan Shalat
Pasal: Orang yang Boleh Tidak Shalat dan Shalat Orang
Sakit
BAB SHALAT–SHALAT SUNNAH

7
BAB SHALAT BERJAMAAH
BAB SUJUD SAHWI
BAB MENGGANTI SHALAT-SHALAT YANG
TERTINGGAL
BAB SHALAT JUMAT
BAB SHALAT DUA HARI RAYA
BAB SHALAT KHAUF
BAB SHALAT SHAFAR
BAB SHALAT DUA GERHANA
BAB SHALAT ISTISQA’
KITAB JENAZAH
Pasal: Memandikan Mayit
Pasal: Mengkafani Mayit
Pasal: Shalat Jenazah
Pasal: Berjalan Membawa Jenazah dan Mengikutinya
Pasal: Hukum Seputar Penguburan, ziarah Kubur dan
Ta’ziyah
KITAB ZAKAT
BAB ZAKAT BINATANG TERNAK
Pasal: Zakat Onta
Pasal: Zakat Sapi
Pasal: Zakat Kambing
BAB ZAKAT EMAS DAN PERAK

8
BAB ZAKAT TUMBUH-TUMBUHAN
BAB ORANG YANG MENERIMA ZAKAT
BAB ZAKAT FITHRAH
KITAB KHUMUS (SEPERLIMA)
KITAB PUASA
BAB PUASA-PUASA SUNNAH
BAB I’TIKAF
KITAB HAJI
Pasal: Sifat Tawaf
Pasal: Sifat Haji
Pasal: Hukum Tentang Hadyu
BAB UMRAH TERSENDIRI
KITAB NIKAH
Pasal: Hukum Mahar dan Pergaulan Suami Istri
Pasal: Walimatul Urusy
KITAB TALAK
BAB KHULU’
BAB ILA’
BAB ZIHAR
BAB LI’AN
BAB IDDAH
Pasal: Hukum Istibra
BAB NAFKAH

9
BAB MENYUSUI
BAB PENGASUHAN
KITAB JUAL BELI
BAB KHIYAR
BAB AS-SALAM
BAB QIRAD (PINJAMAN)
KITAB SYUF’AH
KITAB IJARAH (UPAH MENGUPAH)
BAB MENGGARAP TANAH TERLANTAR
KITAB SYARIKAT
KITAB RAHN (JAMINAN)
KITAB TITIPAN DAN PINJAMAN
KITAB GHASOB (MERAMPAS)
KITAB MEMERDEKAKAN BUDAK
KITAB WAKAF
KITAB HADIAH
KITAB HIBAH (PEMBERIAN)
KITAB SUMPAH
KITAB NAZAR
KITAB MAKANAN
Bab Berburu
Bab Menyembelih
Bab Jamuan Tamu

10
Bab Adab Makan
KITAB MINUMAN
KITAB PAKAIAN
KITAB KURBAN
Bab Walimah
Pasal: Hukum Aqiqah
KITAB THIB (KEDOKTERAN)
KITAB WAKALAH
KITAB DHAMANAH (GARANSI/ JAMINAN)
KITAB SHULHU (PERDAMAIAN)
KITAB HIWALAH (PENGALIHAN HUTANG)
KITAB MUFLIS (BANGKRUT)
KITAB LUQATHAH (BARANG TEMUAN)
KITAB QADHA’ (PENGADILAN)
KITAB PERSELISIHAN, BUKTI DAN PENGAKUAN
KITAB HUDUD
Bab Had Pelaku Zina
Bab Had Mencuri
Bab Had Meminum
Bab Had Menuduh
Pasal: Ta’zir
Bab Had Pemberontak
Bab Orang yang Berhak Dihukum Bunuh

11
KITAB QISOS

KITAB DIYAT
Bab Qasamah (Sumpah)
KITAB WASIAT
KITAB WARISAN
KITAB JIHAD DAN PERANG
Pasal: Ghanimah (Rampasan Perang)
Pasal: Hukum Bughat (Pemberontak)
Pasal: Hak Pemimpin dan Rakyat

12
I. Kitab Thaharah

KITAB THAHARAH (BERSUCI)

Bab Air
1. Air itu suci dan mensucikan.
2 .Tidak mengeluarkannya dari kedua sifat tersebut
kecuali yang mengubah baunya, warnanya atau
rasanya dari semua jenis najis.
3. Tidak dikeluarkan dari sifat mensucikan kecuali apa
yang mengeluarkannya dari sifat air mutlak, berupa
sesuatu yang suci yang bisa mengubah (ketiga
sifatnya).
4. Tidak ada perbedaan antara; 
a. Air sedikit dan banyak. 
b. Air di atas dua kullah atau kurang. 
c. Musta’mal (sudah terpakai) atau tidak. 
d. Mengalir atau tergenang.
5. Benda-benda yang najis adalah: 
a.Kotoran manusia secara mutlak. 
b.Kencing manusia kecuali dari bayi laki-laki yang
masih menyusui. 
13
c. Liur anjing
d. Kotoran (binatang). 
e. Darah haidh. 
f. Daging babi 
Selain dari itu masih diperdebatkan.
6. Pada asalnya semua suci, tidak boleh dipindahkan
(dari kesuciannya) kecuali dengan dalil yang shahih,
tidak bertentangan dengan dalil yang setara atau
yang lebih didahulukan darinya.
Pasal Membersihkan Najis
7. Semua yang menjadi najis dibersihkan dengan cara
dicuci sampai tidak tersisa dzat najis, warnanya,
baunya dan rasanya.
8. (Mensucikan) sandal dengan diusapkan (ke tanah).
9.  Istihalah(Istihalah adalah perubahan sesuatu menjadi
sesuatu yang lain berbeda dengan aslinya pada
rasa, bau dan warnanya, seperti permentasi) bisa
mensucikan karena tidak adanya sifat (najis) yang
dihukumkan padanya.
10. Sesuatu yang tidak mungkin dibasuh maka; 
a. Dengan dituangkan air padanya. 
b. Atau dengan dihilangkan (dzatnya) sehingga tidak
tersisa bekas najis.
14
11. Air adalah alat bersuci yang pokok, maka selain air
tidak bisa menggantikannya kecuali ada izin dari
Pembuat syariat (Allah Subhanahu waTa’alal dan
Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam).

Bab Buang Hajat


12. Orang yang ingin buang hajat (membuang air)
hendaknya memperhatikan berikut ini: 
1) Menutup (aurat) sampai dekat dengan bumi. 
2) Menjauh atau masuk ke WC. 
3) Tidak berbicara. 
4) Menanggalkan sesuatu yang terhormat. 
5) Menghindari tempat-tempat yang agama dan adat
melarang untuk menjadikannya sebagai tempat
buang hajat. 
6) Tidak menghadap atau membelakangi qiblat. 
7) Istijmar (bersuci) dengan tiga batu yang suci atau
yang bisa menggantikannya.
13. Disunahkan untuk: 
a. Isti’azah ketika masuk WC
b. Istighfar dan alhamdulillah ketika selesai.

15
Bab Wudhu’
14. Wajib bagi setiap mukallaf untuk: 
a. Membaca bismillah ketika ingat. 
b. Berkumur. 
c. Menghirup air lewat hidung. 
d. Membasuh seluruh muka. 
e. Membasuh tangan hingga kedua siku. 
f. Mengusap kepala dan kedua telinganya. 
Dan cukup sah (boleh hanya): 
– Mengusap sebagiannya 
– Mengusap di atas surban 
g. Membasuh kedua kaki sampai mata kaki, dan
boleh mengusap kedua khuff.
15. Wudhu’ tidak syar’i (tidak sah) kecuali dengan niat
(untuk dibolehkan melakukan shalat).
Pasal Sunnah-Sunnah Wudhu’
16. Disunahkan untuk: 
a. Membasuh tiga kali kecuali mengusap kepala
b.Memperpanjang ghurrah (putih di muka)
Memperpanjang Tahjil (daerah/batas yang
dibasuh pada tangan dan kaki melebihi yang
diwajibkan) 
c. Memakai siwak terlebih dahulu. 
16
d. Membasuh telapak tangan hingga pergelangan
tiga kali sebelum membasuh anggota yang lain.
Pasal Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu’
17. Batal (wudhu’) disebabkan karena: 
a. Sesuatu yang keluar dari dua jalan (dubur dan
qubul) berupa benda atau angin. 
b. Hal-hal yang mewajibkan mandi (wajib). 
c. Tidur dengan terlentang. 
d. Memakan daging onta. 
e. Muntah dan semisalnya. 
f. Memegang kemaluan

Bab Mandi
18. Yang mewajibkan mandi: 
a. Keluarnya mani dengan syahwat sekalipun
disebabkan khayalan.
b. Bertemunya dua sunatan (kemaluan)
c. Haidh. 
d. Nifas. 
e. Mimpi basah. 
f. Mati. 
g. Masuk Islam.

17
Pasal Tata Cara Mandi
19. (Cara) mandi wajib adalah: 
a. Mengalirkan air ke seluruh badannya atau
menyelam di dalam air. 
b. Dengan berkumur dan memasukkan air ke
hidung. 
c. Menggosok-gosok anggota badan yang bisa
digosok.
20. Mandi tidak sesuai syariat (tidak sah) kecuali
dibarengi dengan niat untuk menghilangkan
hadatsnya.
21. Disunahkan untuk: 
a. Membasuh anggota wudhu’ terlebih dahulu
kecuali kedua kaki. 
b. Kemudian mendahulukan yang kanan.
Pasal Mandi yang Disyariatkan
22. Disyariatkan (mandi) untuk: 
a. Shalat Jumat. 
b. Shalat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha). 
c. Orang yang telah memandikan jenazah. 
d. Ihram. 
e. Masuk Mekkah.

18
Bab Tayammum
23. Dibolehkan dengan tayammum apa yang dibolehkan
dengan wudhu’ dan mandi. 
a. Bagi orang yang tidak mendapatkan air. 
b. Khawatir mudharat apabila menggunakan air.
24. Anggota tayammum adalah: 
a. Wajah 
b. Kemudian kedua telapak tangan.
25. Mengusapnya sekali.
26. Dengan sekali tepakan (ke tanah).
27. Berniat (tayamum).
28. Membaca basmalah.
29. Yang membatalkan tayamum adalah semua yang
membatalkan wudhu’.
Bab Haidh
30. Tidak ada dalil yang bisa dijadikan hujjah (dasar
hukum) yang memberikan ketentuan kadar minimal dan
maksimal waktu haidh.
31. Begitu juga waktu sucinya.
32. Wanita yang mempunyai kebiasaan (haidh) yang
sudah tetap, maka ia berpatokan padanya.

19
33. Selain mereka, maka kembali kepada qara’in (tanda),
darah haidh dibedakan dari yang lainnya lewat: 
a. Dianggap haidh apabila dia melihat darah haidh. 
b. Dianggap mustahadah (pendarahan) apabila melihat
darah selain itu (darah haidh dan nifas). Wanita yang
mustahadah seperti wanita yang suci (tidak haidh),
membersihkan bekas darah dan berwudhu’ untuk setiap
akan shalat.
34. Wanita haidh: 
a. Tidak boleh shalat. 
b. Tidak boleh Puasa. 
c. Tidak boleh digauli sampai mandi setelah dia suci. 
d. Wajib mengqadha’ puasa.

Pasal Hukum Nifas


35. Maksimal waktu nifas itu empat puluh hari.
36. Tidak ada batasan minimalnya.
37. Dia seperti haidh

20
Ii. Kitab Shalat

KITAB SHALAT
1. Awal waktu Zuhur adalah tergelincirnya matahari.
2. Akhir waktunya apabila bayang-bayang sesuatu selain
fa’i zawal telah sama dengan panjang bendanya(Akhir
waktu Zuhur dan permulaan waktu Ashar adalah
ketika bayangan benda sama dengan bendanya
ditambah bayangan matahari di tengah langit. Untuk
mengetahui fa’i zawal , maka suruhlah seorang berdiri
kemudian awasi bayangan sebelum tergelincir
matahari, bayangan tersebut akan surut hingga
berhenti. Apabila bayangan bertambah panjang dari
arah lain saat tergelincir matahari (zawal asy-Syams),
maka sisa bayangan sebelum pertambahan panjang
tersebut adalah fa’i zawal. Hitunglah bayangan
tersebut ditambah bayangan yang sama dengan
benda aslinya agar mengetahui akhir waktu Zuhur dan
awal waktu Ashar.)
3. Itulah (akhir waktu Zuhur) awal waktu Ashar.
4. Akhir waktunya (Ashar) adalah selama matahari masih
putih bersih (sebelum tenggelam).
21
5. Awal waktu Maghrib adalah terbenamnya matahari.
6. Akhir waktunya adalah hilangnya syafaq (teja) merah
7. Itulah awal waktu Isya’.
8. Akhir waktunya adalah pertengahan malam.
9. Awal waktu Shubuh adalah apabila terbit fajar.
10. Dan akhirnya adalah terbit matahari.
11.Orang yang tertidur dari shalatnya atau lupa, maka
waktunya adalah ketika ia terjaga atau ingat.
12.Orang yang mendapat uzur dan mendapatkan satu
rakaat shalat (kemudian habis waktunya), maka dia telah
mendapatkan shalat.
13. Shalat tepat waktu adalah wajib.
14. Melakukan shalat jamak karena uzur adalah boleh.
15. Orang yang tayamum dan orang yang kurang (tidak
bisa sempurna) shalatnya dan bersucinya, mereka shalat
seperti yang lainnya tanpa ditunda.
16. Waktu-waktu makruh untuk shalat: 
a) Setelah Shubuh sampai matahari naik sepenggalah. 
b) Ketika zawal (matahari berada di tengah langit). 
c) Setelah Ashar sampai tenggelam matahari.

22
Bab Adzan
17. Disyariatkan kepada penduduk setiap negeri untuk: 
a) Mengangkat satu orang (atau lebih)
sebagai muadzdzin. 
b) Adzan dengan lafazh adzan yang sudah disyariatkan. 
c) Dilakukan setelah masuk waktu shalat.
18. Disyariatkan bagi setiap orang yang
mendengar adzan untuk menjawab muadzdzin.
19. Kemudian disyariatkan iqamah dengan cara dan
lafazh yang telah ditentukan.
20. Wajib bagi orang yang shalat untuk: 
a) Membersihkan baju, badan dan tempat shalatnya dari
najis. 
b) Menutup auratnya. 
c) Tidak menyelimuti seluruh badannya dengan satu
baju(Istimalu ash-shamma’ maksudnya menyelimuti
seluruh badannya dengan pakaian, tidak mengangkat
ujungnya dan tidak membiarkan tempat untuk keluar
tangannya ) 
d) Tidak sadal(Sadal yaitu seseorang memanjangkan
pakaiannya tanpa memendekkan ujung tangannya, tetapi
dia melipatnya dan memasukkan tangannya Ibnul Atsir
berkata, “Dia berselimut dengan pakaiannya dan
23
memasukkan tangannya dari dalam kemudian dia ruku’
dalam keadaan demikian.” Atau dikatakan bahwasanya
seorang menaruh sarung di atas kepalanya dan
membiarkan ujungnya terjulur ke kanan dan ke kiri
dengan tidak menaruhnya di bawah ketiaknya.’
(Nihayah). ) 
e) Tidak isbal (memanjangkan sarung atau kainnya di
bawah kedua mata kaki). 
f) Tidak boleh shalat dengan baju: 
– Yang terbuat dari sutera. 
– Pakaian popularitas. 
– Hasil curian. 
g) Wajib menghadap Ka’bah apabila dia melihatnya
secara langsung atau sama dengan hukum melihat.
Sementara orang yang tidak bisa melihat Ka’bah dia
menghadap kepada arah ka’bah setelah melakukan
penelitian.
Bab Tata Cara Shalat
21. Shalat tidak sesuai syariat (tidak sah) kecuali dengan
niat.

22. Semua rukun-rukunnya adalah fardhu kecuali: 


a) Duduk tasyhud awal. 
24
b) Duduk istirahat(Duduk istirahat adalah duduk sejenak
seukuran kembalinya setiap anggota badan ke tempat
aslinya. Ia dilakukan setelah bangun dari sujud kedua
pada rakaat pertama dan ketiga (dalam shalat yang
empat rakaat, penj)

23. Rukun-rukunnya tidak wajib kecuali: 


a) Takbiratul Ihram. 
b) Membaca al-Fatihah pada setiap rakaat sekalipun dia
menjadi makmum
c) Tasyahhud (Tahiyat) akhir 
d) Salam.

24. Selain dari itu adalah sunnah, yaitu: 


a) Mengangkat tangan pada empat tempat; ketika
takbiratul ihram, ruku’, I’tidal, dan bangun dari tasyahud
awal. 
b) Menaruh tangan kanan di atas tangan kiri ketika
berdiri (di dada). 
c) Membaca doa iftitah setelah takbiratul ihram. 
d) Membaca Audzubillah. 
e) Ta’min (membaca Amin). 
f) Membaca surat selain surat al-Fatihah. 
25
g) Bacaan tasyahud awal. 
h) Duduk istirahat 
i) Membaca dzikir (doa) yang disyariatkan pada setiap
rukun. 
j) Memperbanyak doa untuk kebaikan dunia dan akhirat
dengan doa yang telah ada riwayatnya atau yang tidak
ada riwayatnya.

Pasal Hal-Hal yang Membatalkan Shalat


25. Shalat menjadi batal dengan: 
a) Berbicara. 
b) Disibukkan dengan melakukan sesuatu di luar
perbuatan shalat. 
c) Meninggalkan syarat atau rukun
Pasal Orang yang Boleh Tidak Shalat dan Shalat
Orang Sakit
26. Shalat tidak wajib selain kepada mukallaf.

27. Shalat gugur kepada orang yang: 


a) Tidak bisa lagi shalat dengan isyarat. 
b) Pingsan sehingga keluar dari waktunya.

26
28. Orang sakit shalat dengan berdiri. Apabila tidak bisa,
maka dengan duduk kemudian dengan berbaring.
Bab Shalat–Shalat Sunnah
29. Yaitu: 
a) 4 rakaat sebelum Zuhur. 
b) 4 rakaat sesudahnya. 
c) 4 rakaat sebelum Ashar. 
d) 2 rakaat setelah Maghrib. 
e) 2 rakaat setelah Isya’. 
f) 2 rakaat sebelum Shubuh. 
g) Shalat Dhuha. 
h) Shalat malam, maksimal 13 rakaat dengan witir di
akhirnya. 
i) Shalat Tahiyatul masjid. 
j) Shalat Istikharah. 
k) Dua rakaat antara dua adzan.

Bab Shalat Berjamaah


30. Shalat berjamaah termasuk sunnah yang paling
ditekankan
31. Bisa dilakukan minimal oleh dua orang.

27
32. Semakin banyak orang yang berjamaah, maka
semakin banyak pahalanya.

33. Boleh shalat berjamaah di belakang orang yang lebih


rendah kedudukannya.

34. Paling utama imam itu termasuk orang yang shalih.

35. Lelaki mengimami wanita dan tidak boleh sebaliknya.

36. Boleh shalat wajib bermakmum pada orang yang


sedang shalat sunah dan sebaliknya.

37. Wajib mengikuti imam kecuali dalam hal yang


membatalkan.

38. Tidak boleh seorang mengimami orang-orang yang


benci kepadanya.

39.Imam melakukan shalat seukuran orang yang paling


lemah di antara mereka.

28
40. Didahulukan; penguasa, pemilik rumah, paling
banyak hafalan, paling tinggi ilmunya kemudian paling
tua (untuk menjadi imam).
41.Apabila shalat imam salah, maka dosanya ditanggung
dirinya, bukan ditanggung makmum. 

42.Tempat makmum adalah di belakang imam, kecuali


satu orang maka dia berdiri di sebelah kanannya.
43. Imam sesama kaum wanita berada di tengah-tengah
shaf (barisan).

44. Mendahulukan; barisan lelaki dewasa, lalu anak,


kemudian perempuan.

45. Orang yang paling berhak untuk berada di barisan


pertama adalah mereka yang paling dewasa dan paling
mengerti.

46. Makmum wajib: 


a) Meluruskan barisan mereka. 
b) Menutup celah-celah (merapatkan) barisan. 
c) Menyempurnakan barisan pertama, kemudian
berikutnya dan selanjutnya.
29
Bab Sujud Sahwi
47. Sujud sahwi adalah dua sujud yang dilakukan
sebelum salam atau setelahnya dengan takbiratul ihram,
tasyahud kemudian salam.

48. Disyariatkan sujud sahwi karena: 


a) Meninggalkan yang sunnah
b) Adanya kelebihan walaupun satu rakaat secara
sengaja. 
c) Ragu pada jumlah bilangan.

49. Apabila imam melakukan sujud sahwi, maka


makmum wajib mengikutinya.

Bab Mengganti Shalat-Shalat yang Tertinggal


50. Apabila ditinggalkan dengan sengaja bukan
karena udzur, maka hutang AllahSubhanahu
waTa’ala lebih utama untuk dibayar (wajib diqadha).

51. Jika meninggalkan karena udzur, maka tidak wajib


diqadha’, namun dilakukan setelah hilangnya uzur.

30
52. Kecuali shalat hari raya, maka dilakukan pada hari
berikutnya.

Bab Shalat Jumat


53. Shalat Jumat wajib atas setiap mukallaf, kecuali: 
a) Wanita. 
b) Hamba sahaya. 
c) Musafir. 
d) Orang sakit.

54. Shalat Jumat sama dengan shalat-shalat yang


lainnya, tidak berbeda dengannya kecuali disyariatkan
dua khutbah sebelum shalat Jumat.
55. Waktunya sama dengan waktu Zuhur.

56. Bagi orang yang melaksanakan shalat Jumat untuk: 


a) Tidak melangkahi pundak orang lain. 
b) Menyimak dengan baik ketika disampaikan dua
khutbah.

57. Disunahkan untuk: 


a) Segera berangkat ke masjid. 
31
b) Memakai wewangian. 
c) Berhias. 
d) Mendekat dengan imam.

58. Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat


(kemudian imam salam), maka dia telah mendapatkan
shalat Jumat.
59. Shalat Jumat yang bertepatan dengan hari raya
adalah rukhsah.

Bab Shalat Dua Hari Raya


60. Shalat dua hari raya adalah dua rakaat.
61. Pada rakaat pertama membaca takbir tujuh kali
sebelum membaca al-Fatihah.

62. Kemudian pada rakaat kedua lima kali takbir juga


sebelum baca al-Fatihah.
63. Menyampaikan khutbah setelahnya.
64. Disunahkan untuk: 
a) Berhias. 
b) Dilakukan di luar kampong. 
c) Berbeda jalan (pulang dan pergi). 
32
d) Makan sebelum keluar untuk shalat Idul Fithri dan
tidak makan sebelum shalat hari raya adha.

65. Waktunya setelah matahari meninggi seukuran satu


tombak hingga matahari berada di tengah langit (zawal).

66. Tidak ada adzan dan iqamah di dalamnya.

Bab Shalat Khauf


67. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah
melakukannya dengan berbagai cara.

68. Semua (cara tersebut) adalah boleh (sah).


69. Apabila sedang sangat ketakutan atau ketika perang
berkecamuk, maka boleh dilakukan dengan berjalan atau
naik kendaraan, sekalipun tidak menghadap ke arah
kiblat atau dengan isyarat.

Bab Shalat Shafar


70. Wajib mengqashar shalat bagi orang yang telah
keluar dari daerahnya dengan maksud musafir sekalipun
kurang dari satu barid.

33
71. Apabila menetap di sebuah tempat dengan tidak
pasti (kapan berakhirnya) maka dia melakukan qashar
selama 20 hari, setelah itu dia melakukan shalat dengan
sempurna.

72. Apabila telah bertekad untuk tinggal, maka dia


menyempurnakan shalatnya setelah empat hari.

73. Dia boleh melakukan jamak


takdim atau ta’khir dengan satu adzan dan dua iqamah.

Bab Shalat Dua Gerhana


74. Shalat dua gerhana adalah sunah.

75. Pelaksanaannya yang paling shahih adalah dua


rakaat.

76. Pada setiap rakaat ; dua ruku’ dan disebutkan juga


tiga, empat dan lima kali ruku’.

77. Membaca pada setiap antara dua ruku’ apa yang


mudah dari al-Qur’an.

34
78. Dan disebutkan juga pada setiap rakaat satu ruku’.

79. Disunahkan untuk: 


a) Berdoa. 
b) Bertakbir. 
c) Memberikan sedekah
d) Istighfar.

Bab Shalat Istisqa


80. Shalat istisqa (meminta hujan) disunahkan ketika
terjadi kemarau dan dilaksanakan dua rakaat.

81. Setelah shalat disampaikan khutbah yang berisi


peringatan, motivasi untuk taat dan larangan bermaksiat.

82. Hendaknya imam dan orang-orang yang bersamanya


memperbanyak: a) Istighfar. 
b) Berdoa agar dihentikan (oleh Allah Subhanahu
waTa’ala) dari kemarau panjang.

83. Semua hadirin membalikkan selendangnya masing-


masing.

35
Iii. Kitab Jenazah

KITAB JENAZAH
1. Termasuk sunnah adalah: 
a. Menjenguk orang sakit. 
b. Menuntun orang yang sedang sakaratul maut
mengucapkan dua kalimat syahadat. 
c. Menghadapkan mereka ke arah Kiblat. 
d. Memejamkan matanya apabila sudah meninggal. 
e. Membacakannya surat Yasin. 
f. Segera untuk mengurusnya, kecuali apabila
meragukan kematiannya. 
g. Membayar hutangnya. 
h. Menutupnya.
2. Dibolehkan mencium mayit.
3. Orang yang sakit hendaknya: 
a. Berbaik sangka kepada Tuhannya. 
b. Bertaubat kepada-Nya. 
c. Menyelesaikan semua hutang-hutangnya.

Pasal Memandikan Mayit

36
4. Wajib bagi orang yang hidup untuk memandikan mayit
seorang muslim.
5. Kerabat mayit lebih utama untuk memandikan mayit
apabila sesama jenis (Yang laki-laki dimandikan oleh
laki-laki dan begitu sebaliknya).
6. Suami atau isteri lebih utama untuk memandikan dari
yang lain.
7. Mandi dilaksanakan dengan: 
a. Tiga, atau lima kali basuhan atau lebih. 
b. Menggunakan air dan daun bidara. 
c. Basuhan terakhir dicampur dengan kapur barus. 
d. Mendahulukan anggota sebelah kanan.
8. Orang yang mati syahid tidak dimandikan (Yaitu orang
yang meninggal dalam peperangan di jalan Allah
Subhanahu waTa’ala ).
Pasal Mengkafani Mayit
9. Wajib dikafani dengan sesuatu yang bisa menutup
badannya sekalipun tidak memiliki yang lainnya.
10. Tidak mengapa ditambah (jumlah kafannya) apabila
mampu dengan tidak berlebihan.
11. Orang yang mati syahid dikafani dengan kain yang
dia pakai ketika meninggal
12. Disunahkan memberikan wewangian pada; 
37
a. Badan mayit. 
b. Dan kain kafannya.

Pasal Shalat Jenazah


13. Diwajibkan shalat Jenazah.
14. Imam berdiri pada posisi: 
a. Sejajar dengan kepala pada mayit laki-laki. 
b. Pertengahan badan pada mayit perempuan.
15. Bertakbir empat kali atau lima kali.
16. Setelah takbir pertama membaca Al-Fatihah dan
surat.
17. Berdoa di antara takbir yang lainnya dengan doa
yang ma’tsur (diajarkan oleh Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wasallam).
18. Tidak mensholatkan: 
a. Al-ghaallu (‫ ا ُّّل‬O‫ =ال َغ‬Orang yang mencuri dari ghanimah
sebelum dibagikan kepadanya) 
b. Mati bunuh diri. 
c. Orang kafir. 
d. Mati syahid.
19. Boleh shalat (jenazah) di
a. Atas orang yang baru dikubur. 
b. Orang yang ghaib (tidak ada di hadapannya).
38
Pasal Berjalan Membawa Jenazah dan Mengikutinya
20. Hendaknya berjalan cepat ketika membawa jenazah.
21. Berjalan bersama jenazah dan membawanya adalah
sunah.
22.Orang yang berjalan di depannya atau di belakangnya
adalah sama. 
23. Dimakruhkan untuk naik kendaraan.
24. Diharamkan untuk: 
a. Na’yu (menyiarkan kematian).
b. Niyahah (meratapi mayit/ Niyahah adalah mengangkat
suara dalam menyebutkan kebaikan mayit yang disertai
dengan tangisan.). 
c. Mengikuti mayit dengan membawa api. 
d. Merobek-robek kantong. 
e. Berteriak dan berkata: “celaka dan binasalah aku”.
25. Orang yang mengantar jenazah tidak boleh duduk
sampai jenazah ditaruh di liang lahat.
26. Berdiri (menghormati) mayit sudah
dimansuh (dihapus hukumnya).
Pasal Hukum Seputar Penguburan, ziarah Kubur 
dan Ta’ziyah

39
27. Wajib menguburkan mayit pada lubang yang dalam
agar terpelihara dari binatang buas.
28. Tidak mengapa membuatkan lahad di tengah lubang
kubur.
29. Membuatkan lahad (di bagian samping lubang kubur)
lebih utama.
30. Mayit dimasukkan ke lubang kubur dari arah kakinya.
31. Ditaruh pada lambung kanan dengan menghadap
kiblat.
32. Dianjurkan kepada setiap orang yang hadir untuk
menabur tanah tiga kali (di atas kubur mayit).
33. Tidak boleh meninggikan kubur melebihi satu jengkal.
34. Menziarahi kuburan orang yang sudah meninggal
adalah disyariatkan.
35. Orang yang berziarah hendaknya berdiri menghadap
kiblat.
36. Diharamkan untuk: 
A. Menjadikan kuburan sebagai masjid. 
B. Menghiasinya. 
C. Memberikan lampu penerangan. 
D. Duduk di atasnya. 
E. Mencaci maki mayit.
37. Berta’ziah adalah disyariatkan.
40
38. Begitu juga dengan memberikan makanan kepada
keluarga mayit

41
Iv. Kitab Zakat

KITAB ZAKAT
1. Wajib mengeluarkan zakat pada harta yang akan
disebutkan apabila pemiliknya seorang mukallaf.

Bab Zakat Binatang Ternak


2. Binatang ternak yang wajib dizakati adalah; 
A. Onta. 
B. Sapi, dan 
C. Kambing.

Pasal Zakat Onta


3. Apabila onta sudah berjumlah 5 ekor, maka zakatnya
1 ekor kambing.
4. Kemudian setiap pertambahan lima ekor, zakatnya 1
ekor kambing.
5. Apabila sudah mencapai 25 ekor, maka zakatnya
satu bintu makhad (anak unta betina berumur setahun)
atau ibnu labun. (anak onta jantan berumur 2 tahun)
6. Dalam 36 ekor zakatnya ibnatu labun (anak onta
betina yang sudah berumur dua tahun).

42
7. Dalam 46 ekor, maka zakatnya hiqqah (onta betina
berumur 3 tahun)
8. Dalam 61 ekor zakatnya jaza’ah (onta betina berumur
4 tahun)
9. Dalam 76 ekor, maka zakatnya dua bintu labun.
10. Dalam 91 sampai 120 ekor, maka zakatnya dua
hiqqah.
11. Apabila bertambah, maka pada setiap 40 ekor
zakatnya satu bintu labun dan pada setiap 50 ekor
zakatnya satu hiqqah.

Pasal Zakat Sapi


12. Dalam 30 ekor sapi, maka zakatnya
satu tabi’ atau tabi’ah (sapi jantan atau betina yang
sudah berumur satu tahun penuh).
13. Pada setiap tambahan 40 ekor zakatnya [musinnah
(sapi yang sudah berumur dua tahun).
14. Begitu seterusnya(Yaitu pada setiap 30 ekor
zakatnya tabi’ atau tabi’ah dan pada setiap 40 ekor
zakatnya musinnah dan pada setiap 60 ekor zakatnya
dua ekor tabi’ah dan pada setiap 70 ekor zakatnya satu
ekor musinnah dan satu ekor tabi’ atau tabi’ah dan pada

43
80 ekor zakatnya 2 ekor musinnah dan begitu
seterusnya.).

Pasal Zakat Kambing


15. Pada 40 ekor kambing wajib dikeluarkan zakatnya
satu ekor.
16. Sampai jumlah 121 ekor maka zakatnya dua ekor.
17. Sampai jumlah 201 ekor maka zakatnya tiga ekor.
18. Sampai jumlah 301 ekor, maka zakatnya empat ekor.
19. Berikutnya setiap penambahan 100 ekor, maka
zakatnya satu ekor.

Pasal
20. Tidak boleh menggabung ternak yang
terpisah(Bentuknya misalnya ada tiga orang yang
masing-masing memiliki 40 ekor kambing. Apabila tidak
digabung maka setiap orang wajib mengeluarkan zakat
satu ekor, tetapi apabila digabung, maka mereka tidak
wajib zakat kecuali satu ekor. (M). ) atau memisahkan
ternak yang sudah tergabung(Bentuknya misalnya dua
orang bersama-sama memiliki 201 ekor kambing,
dengan demikian mereka telah wajib mengeluarkan
zakat 3 ekor, kemudian keduanya memisahkannya
44
sehingga setiap orang hanya wajib zakat satu ekor saja. )
karena takut mengeluarkan zakat.
21. Tidak wajib zakat pada: 
A. Sesuatu yang kurang dari jumlah yang wajib untuk
dizakati. 
B. Waqas(Waqas yaitu jumlah yang berada di antara dua
yang wajib, misalnya 80 ekor kambing dianggap waqas
karena berada antara jumlah 40 dan 121. Tambahan dari
40 ekor ini tidak ada zakatnya sehingga mencapai jumlah
121 ekor. )
22. Ternak yang digabungkan antara dua orang, maka
keduanya membaginya dengan sama (Maksudnya
apabila dua orang menggabungkan ternak yang
dimilikinya kemudian mencapai nisab, maka keduanya
mengeluarkan zakat binatang yang digabungkan tadi.
Setiap orang wajib zakat sesuai dengan jumlah
ternaknya. Apabila masing-masing memiliki 20 ekor
kambing, maka zakat atas keduanya adalah satu ekor,
maka diambil dari salah satu dari keduanya dan dia
menerima setengah harga kambing dari temannya (yang
tidak mengeluarkan zakat))

23. Tidak boleh sebagai zakat: 

45
A. Binatang yang sudah tua. 
B. Binatang yang buta. 
C. Binatang yang cacat. 
D. Binatang yang kecil. 
E. Binatang yang paling gemuk(Kambing yang dipelihara
di rumah untuk diambil susunya atau yang dekat
melahirkan karena akan memelihara anaknya.). 
F. Binatang piaraan(Kambing yang dipelihara di rumah
untuk diambil susunya atau yang dekat melahirkan
karena akan memelihara anaknya). 
G. Binatang yang sedang mengandung. 
H. Kambing pejantan.

Bab Zakat Emas dan Perak


24. Apabila salah satu dari keduanya telah dimiliki
setahun maka wajib dizakati 2,5 %.
25. Nisab emas adalah 20 dinar (Satu dinar sama
beratnya dengan 72 butir gandum yang pertengahan
sebelum ditumbuk dan dipotong ujungnya secara ijma’.
Persamaannya dengan gram yang dipakai sekarang
adalah satu dinar = 3,5 gram dan pendapat lainnya
mengatakan 4,25 gram sehingga nisab emas dengan
gram adalah 70 gram atau 85 gram sesuai dengan
46
perbedaan pada timbangan satu dinar. Angka tersebut
merupakan jumlah dari 20 dinar dikalikan dengan gram.
Apabila anda ingin mengeluarkan zakat emas dengan
uang kertas dan anda telah memiliki satu nisab, maka
ketahuilah terlebih dahulu harga gram emas sewaktu
akan mengeluarkan zakat, kemudian kalikan dengan
jumlah gram yang anda miliki baru keluarkan 2,5 %.).
26. Nisab perak 200 dirham (Satu dirham sama beratnya
dengan 51 butir gandum sifatnya sama dengan yang
terdahulu secara ijma’. Persamaannya dengan gram
adalah satu dinar = 2,3 gram atau 2, 975 gram sehingga
nisab perak dengan gram adalah 460 gram atau 595
gram sesuai dengan perbedaan pada timbangan 1
dirham. Cara mengeluarkan zakat perak dengan uang
kertas adalah sama dengan seperti yang disebutkan
pada emas. ).
27. Tidak ada zakat pada yang kurang dari nisab.
28. Tidak wajib zakat pada perhiasan selain emas dan
perak, harta perdagangan dan hasil-hasil bumi.
Bab Zakat Tumbuh-Tumbuhan
29. Wajib mengeluarkan 10% pada gandum, jewawut,
jagung, korma dan kismis.

47
30. Apabila disiram dengan air sumur atau lainnya (yang
membutuhkan biaya), maka zakatnya 5%.
31. Nisabnya adalah 5 wasaq (1 wasaq = 60 sha’ Nabi.
Disebutkan di dalam kamus: “ 1 sha’= 4 mud. Ad-Dawudi
berkata, “Ukuran yang tidak ada perbedaan adalah 4
takaran kedua tangan seorang yang telapaknya tidak
terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Karena tidak setiap
tempat mempunyai sha’ Nabi. Saya telah mencobanya
dan menemukannya benar.).
32. Tidak wajib zakat pada selain yang disebutkan di
atas seperti sayur-sayuran dan lainnya.
33. Wajib mengeluarkan 10% pada madu.
34. Boleh mempercepat pembayaran zakat
35. Pemimpin hendaknya mengembalikan zakat orang-
orang yang kaya di suatu daerah kepada orang-orang
miskin di antara mereka (di daerah tersebut).
36. Pemilik harta sudah berlepas diri apabila telah
menyerahkan zakatnya kepada penguasa sekalipun dia
zalim

48
Bab Orang yang Menerima Zakat
37. Orang yang boleh menerima zakat ada delapan
golongan sebagaimana yang disebutkan pada surat At-
Taubah ayat 60.
38. Diharamkan menerima zakat: 
A. Keturunan (Bani) Hasyim (termasuk keturunan
Rasulullah). 
B. Budak-budak yang dimerdekakan oleh Bani Hasyim. 
C. Orang kaya. 
D. Orang yang kuat untuk bekerja.

Bab Zakat Fithrah


39. Ukurannya adalah satu sha’ untuk setiap orang dari
bahan makanan pokok.
40. Diwajibkan atas majikan budak, orang yang
menafkahi anak kecil dan lainnya (untuk membayarkan
zakat fithrah mereka).
41. Dikeluarkan sebelum shalat idul fithri.
42. Orang yang tidak memiliki kelebihan dari
makanannya untuk hari dan malam itu, maka tidak wajib
zakat fitrah atasnya.
43. Penerimanya adalah penerima zakat seperti di atas

49
V. Kitab Khumus ( Seperlima )

KITAB KHUMUS (SEPERLIMA)
1. Wajib mengeluarkan seperlima dari: 
A. Harta rampasan sewaktu perang. 
B. Rikaz Yaitu benda (harta) yang ditemukan dari
peninggalan orang terdahulu.
2. Tidak wajib pada yang selain itu. 
3. Penerimanya adalah seperti yang disebutkan pada
firman Allah Subhanahu waTa’ala,“Ketahuilah,
sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh
sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya
seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan Ibnussabil,” (QS. Al-Anfal:
41)

50
Vi. Kitab Puasa

KITAB PUASA
1. Wajib melaksanakan puasa bulan Ramadhan dengan
patokan dilihatnya hilal (bulan sabit) oleh seorang yang
adil atau menyempurnakan jumlah sya’ban (30 hari).
2. Puasa 30 hari, selama tidak terlihat hilal Syawal
sebelum sempurna (30 hari).
3. Apabila penduduk salah satu daerah sudah melihat
hilal, maka penduduk daerah yang lain (yang bertepatan
dengannya) diharuskan untuk mengikutinya.
4. Orang yang berpuasa wajib berniat sebelum Shubuh.

Pasal
5. Puasa menjadi batal karena: 
A. Makan. 
B. Minum. 
C. Jimak (bersenggama). 
D. Muntah dengan sengaja.
6. Diharamkan untuk melakukan wishal (menyambung
puasa tanpa berbuka).

51
7. Orang yang berbuka dengan sengaja, maka wajib
membayar kafarah seperti kafarah zihar.
8. Disunahkan untuk: 
A. Menyegerakan berbuka, dan 
B. Mengakhirkan waktu makan sahur.

Pasal
9. Wajib atas orang yang berbuka karena uzur syar’i
untuk menggantinya.
10. Berbuka untuk orang yang bepergian dan semisalnya
adalah rukhsah (keringanan) kecuali apabila dia khawatir
binasa atau lemah dalam peperangan, maka menjadi
azimah (wajib berbuka).
11. Orang yang meninggal dunia dan memiliki hutang
puasa, maka ahli warisnya berpuasa untuk membayar
puasanya.
12. Orang yang sudah tua dan lemah untuk berpuasa
atau mengqada’, maka mereka membayar kafarah setiap
harinya dengan memberikan makanan kepada seorang
miskin.
Bab Puasa-Puasa Sunnah
13. Disunahkan untuk puasa pada:

52
A. Enam hari di bulan Syawal. 
B. 9 hari awal dari Dzulhijjah. 
C. Bulan Muharam 
D. Bulan Sya’ban. 
E. Senin dan Kamis 
F. Ayyamul Bidh (13, 14 dan 15 bulan Hijriah).
14. Puasa sunat yang paling utama adalah puasa sehari
dan berbuka sehari.
15. Dimakruhkan untuk puasa: 
A Sepanjang tahun. 
B Mengkhususkan hari Jumat dan Sabtu.
16. Diharamkan untuk puasa: 
A. Pada dua hari raya. 
B. Hari-hari tasyriq (11, 12 dan 13 Dzulhijjah). 
C. Menyambut bulan Ramadhan dengan puasa sehari
atau dua hari (sebelumnya).

Bab I’tikaf
17. I’tikaf di masjid disyariatkan bagi orang yang puasa
pada setiap waktu.
18. I’tikaf di bulan Ramadhan lebih ditekankan.
19. Apalagi pada sepuluh terakhir dari Ramadhan.
20. Dianjurkan (bagi orang yang i’tikaf) untuk: 
53
A. Bergiat untuk beribadah selama beri’tikaf. 
B. Melakukan shalat pada malam Qadar.
21. Orang yang i’tikaf tidak boleh keluar (dari masjid)
kecuali untuk keperluan (yang mendesak).

54
Vii. Kitab Haji

KITAB HAJI
1. Haji diwajibkan dengan segera atas setiap mukallaf
yang sudah mampu.

Pasal
2. Wajib untuk menentukan bentuk haji
berupa tamattu’, qiran atau ifrad dengan niat.
3. Yang paling utama adalah yang pertama (tamattu’).
4. Melakukan ihram pada miqat yang telah ditentukan.
5. Orang yang bertempat tinggal di daerah sesudah
miqat-miqat tersebut, maka tempat ihramnya adalah di
daerahnya sampai penduduk Mekkah ihram di Mekkah.
6. Orang yang ihram tidak boleh memakai: 
A. Baju yang berjahit (gamis). 
B. Sorban. 
C. Bornos (semacam baju gamis yang mempunyai
penutup kepala). 
D. Celana panjang 
E. Baju yang telah diberi pewarna seperti wars za’faran
dan lainnya. 

55
F. Sepatu, kecuali tidak mendapatkan sandal, maka dia
memotong sepatu tersebut sehingga tidak sampai
menutupi mata kaki. 
G. Wanita tidak boleh memakai niqab (penutup wajah). 
H. Wanita juga tidak boleh memakai: 
1) Sarung tangan 
2) Pakaian yang telah diberi pewarna.
7. Tidak memakai wewangian dari pertama kali.
8. Tidak boleh mencukur rambut kepala atau di
badannya kecuali darurat.
9. Tidak berbuat rafats (perbuatan atau perkataan yang
berbau birahi).
10. Tidak berbuat fasik (dosa).
11. Tidak berbantah-bantahan.
12. Tidak menikah.
13. Tidak menikahkan orang lain.
14. Tidak khitbah (melamar untuk menikah)
15. Tidak membunuh binatang buruan.
16. Orang yang membunuh binatang buruan, maka: 
A. Mengganti dengan binatang ternak yang seimbang
dengan binatang buruan yang dibunuhnya. 
B. Menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu

56
17. Tidak boleh memakan hasil buruan orang lain,
kecuali: 
A. Apabila orang yang berburu tidak sedang melakukan
ihram. 
B. (Orang lain) tidak berburu untuknya.
18. Tidak memotong pepohonan tanah suci kecuali
pohon Izkhir.
19. Dibolehkan untuk membunuh lima binatang yang
jahat.
20. Binatang buruan kota Madinah dan pepohonannya
sama dengan yang ada di Mekkah, kecuali orang yang
memotong pepohonannya atau menggugurkan daunnya.
Barang temuannya halal diambil oleh orang yang
menemukannya.
21. Diharamkan juga buruan di lembah Wajj (di Thaif)
dan pepohonannya.

Pasal Sifat Tawaf


22. Ketika orang yang berhaji tiba di Mekkah, maka dia
melakukan tawaf qudum tujuh putaran.
23. Melakukan ramal (lari-lari kecil) pada tiga putaran
pertama dan berjalan biasa pada putaran berikutnya.

57
24. Mencium Hajar Aswad, atau menyentuhnya dengan
tongkat kemudian mencium tongkat tersebut dan
sejenisnya.
25. Mengusap rukun Yamani dan rukun hajar Aswad 
26. Orang yang melakukan haji qiran cukup dengan satu
tawaf dan satu sa’i.
27. Ketika tawaf harus dalam keadaan: 
A. Berwudhu’. 
B. Menutup aurat.
28. Wanita haidh melakukan semua perbuatan haji
kecuali tawaf di Baitullah.
29. Disunahkan untuk membaca dzikir yang ma’tsur
(diajarkan Rasulullah) ketika tawaf.
30. Setelah selesai tawaf disunahkan melaksanakan
shalat dua rakaat di Maqam Ibrahim.
31. Kembali ke rukun (Hajar Aswad) dan menyentuhnya
(istilam).

Pasal
32. Melakukan sa’i antara Shafa dan Marwa tujuh kali
sambil berdo’a dengan do’a yang ma’tsur. 

58
33. Apabila melaksanakan haji tamattu’, maka setelah
sa’i ia menjadi halal sampai pada hari tarwiyah (8
Dzulhijjah) memulai berniat melakukan haji.

Pasal Sifat Haji


34. Kemudian mendatangi Arafah pada pagi hari Arafah
(9 Dzulhijjah).
35. Sambil bertalbiah dan bertakbir.
36. Melakukan jama’ taqdim shalat Dzuhur dan Ashar di
Arafah.
37. Menyampaikan khutbah.
38. Kemudian keluar dari Arafah menuju Muzdalifah.
39. Melakukan jama’ ta’khir shalat Maghrib dan Isya’ di
Muzdalifah.
40. Bermalam di sana.
41. Kemudian shalat Shubuh.
42. Mendatangi masy’aril haram (Yaitu gunung kecil yang
berada di Muzdalifah yang juga disebut dengan Quzah
dan sekarang dibangun masjid yang terkenal ) dan
berdzikir di sana.
43. Berdiri di sana sampai menjelang terbit matahari.
44. Kemudian berangkat dan mendatangi lembah
Muhassir.
59
45. Kemudian melewati jalan tengah menuju jumrah yang
terdapat sebuah pohon di dekatnya yang dikenal dengan
jumrah Aqabah.
46. Melemparnya dengan tujuh kerikil.
47. Bertakbir pada setiap lemparan.
48. Tidak boleh melemparnya kecuali setelah terbit
matahari, kecuali untuk wanita dan anak-anak, mereka
boleh melakukannya sebelum itu.
49. Mencukur gundul rambutnya atau memendekkan
secara rata.
50. Dibolehkan untuknya segala sesuatu kecuali
berhubungan suami isteri.
51. Barangsiapa mencukur rambut atau menyembelih
atau tawaf di Ka’bah sebelum melontar, maka tidak
mengapa.
52. Kemudian kembali ke Mina.
53. Bermalam di sana selama malam-malam tasyriq.
54. Melontar pada setiap hari tasyriq ketiga jumrah
masing-masing dengan tujuh kerikil.
55. Memulai dengan jumrah ula, wustha dan terakhir
Aqabah.

60
56. Dianjurkan bagi orang yang berhaji bersama jama’ah
untuk menyampaikan khutbah kepada mereka pada
waktu: 
A. Hari Nahar (Hari Raya Qurban). 
B. Di tengah hari-hari tasyriq.
57. Melakukan tawaf ifadhah yaitu tawaf ziarah pada hari
Nahar (tanggal 10 Dzulhijjah).
58. Apabila sudah selesai dari amalan haji, maka terakhir
melakukan tawaf wada’.

Pasal Hukum Tentang Hadyu


59. Hadyu (hewan qurban) yang paling utama adalah: 
A. Onta. 
B. Kemudian sapi. 
C. Kemudian kambing.
60. Onta dan sapi boleh untuk tujuh orang.
61. Orang yang mengeluarkan hadyu boleh untuk: 
A. Makan dari daging hadyunya. 
B. Menungganginya.
62. Disunahkan kepadanya untuk:
A. Isy’ar (memperkenalkan) hadyunya (Isy’ar hadyu
dengan memecah salah satu dari sisi tanduk onta

61
sehingga keluar darahnya. Hal itu dijadikan sebagai
tanda bahwa ia adalah hadyu (Nihayah).). 
B.Taklid (memberi kalung di lehernya) hadyunya (Taklid
hadyu dengan menggantungkan sesuatu di leher
binatang supaya diketahui bahwa ia adalah hadyu. Yang
digantung bisa berupa sandal atau pegangan kendi dan
lainnya.)
Orang yang mengirimkan hadyu, maka tidak diharamkan
kepadanya apa yang diharamkan atas orang yang
muhrim (Maksudnya apabila seseorang memberikan
hadyu untuk tanah suci, sementara dia masih berada di
negaranya, maka dia tidak terkena hukum orang yang
ihram.

Bab Umrah Tersendiri


63. Melakukan ihram dari miqat.
64. Orang yang berada di Mekkah, maka harus keluar ke
tanah halal (Yaitu keluar dari batas tanah haram seperti
ke Tan’im, Ji’ranah, Arafah dan lainnya).
65. Kemudian thawaf.
66. dan sa’i
67. Mencukur rambut atau memendekkannya.
68. Disyariatkan pada sepanjang tahun.
62
Viii. Kitab Nikah

KITAB NIKAH
1. Disyariatkan nikah kepada orang yang sudah mampu
untuk menikah.
2. Diwajibkan atas orang yang khawatir terjerumus ke
dalam kemaksiatan.
3. Melakukan tabattul Tabattul adalah memutuskan diri
dari wanita dengan tidak menikah (Nihayah). Tidak
dibolehkan kecuali atas orang yang tidak mampu untuk
melakukan apa yang wajib atasnya (terhadap isterinya).
4. Seyogyanya wanita yang dinikahi memiliki sifat: 
a) Penyayang. 
b) Subur (banyak anak). 
c) Gadis perawan. 
d) Cantik. 
e) Keturunan yang baik. 
f) Taat beragama. 
g) Kaya (tambahan dari kitab ar-Raudhah dan ad-Darari
yang telah dicetak, pen)
5. Melakukan khitbah (melamar) kepada wanita yang
sudah dewasa langsung kepadanya.

63
6. Yang menjadi pedoman adalah tercapainya ridha (mau
menerima) dari perempuan yang dipinang kepada laki-
laki yang sepadan.
7. Wanita yang masih kecil urusannya diserahkan pada
walinya.
8. Diamnya seorang gadis adalah ridhanya.
9. Diharamkan melamar wanita yang: 
a) Masih dalam iddah. 
b) Sudah dikhitbah orang lain.
10. Dibolehkan untuk melihat wanita yang dilamar.
11. Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua orang
saksi, kecuali: 
a) Wanita dilarang dinikahkan (oleh wali) secara zalim. 
b) Wali non muslim.
12. Boleh kedua mempelai untuk mewakilkan akad
nikahnya walaupun salah satu dari kedua belah pihak
(Walaupun wakilnya adalah salah satu dari kedua belah
pihak. Boleh seorang lelaki mewakilkan untuk
menikahkan atau mewakilkan untuk menerima nikah
seorang wanita ).
Pasal

64
13. Nikah mut’ah. Nikah mut’ah adalah nikah yang
dilakukan dengan kontrak dalam waktu tertentu
(Nihayah). Telah dihapus (tidak dibolehkan). 
14. Nikah tahlil. Nikah tahlil bentuknya adalah seorang
lelaki mentalak istrinya tiga kali, kemudian dinikahi oleh
lelaki lain dengan syarat dia mentalaknya setelah digauli,
agar suami pertama halal menikahinya kembali
(Nihayah). Diharamkan.
15. Begitu juga diharamkan nikah syighar (Nikah syighar
yaitu seorang laki-laki berkata, “Nikahkan aku dengan
puterimu, maka aku akan nikahkan kamu dengan
puteriku. Atau nikahkan saya dengan saudarimu, maka
saya akan menikahkan kamu dengan saudariku ).
16. Wajib atas suami untuk memenuhi persyaratan yang
diminta oleh wanita kecuali menghalalkan yang haram
atau menghalalkan yang haram.
17. Diharamkan atas laki-laki untuk: 
a) Menikahi wanita pezina atau wanita musyrik begitu
juga sebaliknya. 
b) Wanita yang telah diharamkan oleh al-Qur’an secara
jelas (Sebagaimana firman Allah-yang artinya, “Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini
oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.
65
Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah
dan seburuk-buruk jalan (yang ditempuh). Diharamkan
atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan,
Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-
saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan;
ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak
isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang
telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur
dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka
tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan
menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan
yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa
lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Dan (diharamkan juga kamu
mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak
yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu)
sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi
kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri
66
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina.
Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di
antara mereka, berikanlah kepada mereka
maharnya(dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban;
dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang
kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan
mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa’: 22-24) ). 
c) Mahram karena susuan sama dengan karena nasab
( Mahram yang disebabkan karena persusuan ada tujuh;
ibu dan saudari persusuan berdasarkan nash al-Qur’an,
anak perempuan, saudari ayah, saudari ibu, anak
perempuan saudara laki-laki dan anak perempuan
saudari perempuan (keponakan). Oleh karena mereka
diharamkan sebab nasab maka mereka diharamkan
sebab persusuan. Terjadi pebedaan pendapat apakah
diharamkan karena susuan apa yang diharamkan karena
pernikahan. Imam Ibnul Qayyim –semoga Allah
mensucikan ruhnya- mengupas tuntas permasalahan
dalam kitab Al-Huda 
d) Mengumpulkan antara wanita dengan bibinya. 
e) Lebih dari jumlah yang diperbolehkan bagi laki-laki
merdeka atau hamba sahaya (Jumlah yang dibolehkan
67
untuk laki-laki merdeka adalah empat orang dan untuk
hamba sahaya adalah dua orang wanita.
18. Apabila seorang budak menikah tanpa izin
majikannya, maka nikahnya batal.
19. Apabila budak wanita dimerdekakan, maka: 
a) Dia yang memiliki dirinya. 
b) Disuruh memilih tentang status pernikahannya dengan
suaminya (dilanjutkan atau diputuskan).
20. Dibolehkan untuk membatalkan pernikahan karena
adanya aib.
21. Hal-hal yang sejalan dengan syari’at Islam dari
pernikahan orang-orang kafir yang masuk Islam diakui.
22. Apabila salah satu dari suami istri masuk Islam, maka
pernikahan dibatalkan dan wajib melakukan iddah.
23. Apabila yang lainnya (suami) masuk Islam dan
wanita (istri) belum menikah, maka keduanya tetap
mengikut pernikahan yang pertama, sekalipun masanya
lama apabila dia memilih yang demikian.
Pasal Hukum Mahar dan Pergaulan Suami Istri
24. Mahar adalah wajib.
25. Dimakruhkan untuk meninggikan mahar.
26. Dibolehkan walau sekedar cincin dari besi atau
mengajarkan al-Qur’an.
68
27. Barangsiapa menikahi wanita dan belum menentukan
maharnya, maka dia berhak untuk mendapatkan seperti
jumlah mahar saudari-saudarinya apabila telah digauli.
28. Disunahkan memberikan sebagian dari mahar
sebelum menggaulinya.
29. Suami wajib memperbaiki pergaulannya dengan
istrinya.
30. Isteri wajib mentaati suaminya.
31. Suami yang memiliki dua istri atau lebih, maka dia
wajib berlaku adil dalam pembagian dan apa yang
dibutuhkannya.
32. Apabila ingin bepergian, maka suami mengadakan
undian di antara mereka.
33. Seorang istri boleh menyerahkan gilirannya atau
berdamai dengan suami untuk menggugurkannya.
34. Tinggal bersama istri baru yang gadis selama tujuh
hari.
35. Dan yang janda selama tiga hari.
36. Tidak boleh: 
a) Suami melakukan azal yaitu mengeluarkan kemaluan
setelah dimasukkan pada kemaluan isteri agar mani
keluar di luar kemaluannya (Sumuth Az-Zahabiah). 
b) Menggauli istri pada duburnya.
69
Pasal Walimatul Urusy
37. Mengadakan walimatul ursy adalah disyariatkan.
38. Memenuhi undangannya adalah wajib selama tidak
terdapat sesuatu yang diharamkan.

Pasal
39. Anak dihukumi milik al-Firasy. Maksudnya, anak
dihukumi milik pemilik tempat tidur yaitu suami atau
majikan. Wanita disebut firasy (tempat tidur) karena laki-
laki menidurinya. Seandainya seorang laki-laki berzina
dengan budak wanita kemudian melahirkan, maka anak
tersebut milik majikannya karena dia shahibul firasy
(pemilik wanita).
40. Kemiripan dengan orang yang bukan pemiliknya tidak
bisa dijadikan sandaran hukum.
41. Apabila ada tiga orang yang sama-sama menggauli
budak wanita ketika dia suci ketiga-tiganya telah
menggaulinya kemudian wanita tersebut melahirkan dan
ketiga-tiganya mengaku anaknya, maka dilakukan undian
di antara ketiganya. 42. Orang yang mendapatkan
undian, maka yang lainnya berhak mendapatkan dua
pertiga diyat.
70
Ix. Kitab Talak

KITAB TALAK
1. Talak adalah dibolehkan: 
a) Dari orang yang mukallaf. 
b) Kemauan sendiri sekalipun dengan bercanda. 
c) Atas wanita yang sedang suci (tidak haidh) yang tidak
pernah digaulinya selama itu. 
d) Tidak diceraikan ketika haidh sebelumnya atau ketika
kehamilan yang sudah jelas.
2. Diharamkan untuk menjatuhkan talak pada selain sifat
ini.
3. Terjadi perbedaan pendapat tentang jatuhnya talak
(pada selain di atas) dan talak setelah talak satu tanpa
diselingi dengan rujuk. Yang rajih (lebih kuat) adalah
tidak jatuh.

Pasal
4. Talak jatuh dengan: 
a) Kinayah (sindiran) yang disertai niat mentalak.
[Kinayah adalah lafadz yang mengandung dua
pengertian atau lebih (Lihat, Tahrir Alfadz at-Tambih,

71
karya an-Nawawi, hal. 244). Termasuk kinayah talak
adalah ucapan “Pulanglah ke keluargamu” dan
sejenisnya, ] 
b) Dengan pilihan apabila dia (istri) memilih berpisah.
5. Apabila suami menyerahkan (masalah talak) kepada
orang lain (kemudian mentalaknya), maka talaknya jatuh.
6. Tidak jatuh talak dengan perkataan: “Kamu haram
bagiku.”
7. Suami lebih berhak kepada istrinya yang masih berada
pada iddah. Dia boleh merujuknya kapan saja
dikehendaki apabila talaknya adalah talak raj’i (pertama
atau kedua).
8. Tidak boleh lagi untuk menikah dengannya apabila
sudah mentalaknya dengan talak tiga sampai dia (istri)
menikah dengan laki-laki lain [yaitu berhubungan suami
istri dengan sah, karena Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam bersabda, “Tidak, hingga wanita itu merasakan
kenikmatan dan ia pun menikmatinya.” (Muttafaq ‘alaih),
Bab Khulu’ (GUGAT CERAI)
9. Apabila seorang laki-laki telah mengkhulu’ istrinya,
maka urusannya terserah kepada istri, dia tidak boleh
kembali kepada suaminya hanya sekedar dengan rujuk

72
10. Boleh khulu’ dengan (mengembalikan mahar) yang
sedikit atau banyak selama tidak melebihi apa yang telah
diberikan oleh suami kepadanya.
11. Harus ada keridhaan kedua suami-istri untuk khulu’.
12. Atau keputusan hakim karena perkelahian antara
keduanya.
13. Khulu’ dianggap pasakh (pembatalan pernikahan).
14. Iddahnya adalah satu kali haidh.

Bab Ila’
15. Yaitu seorang suami bersumpah untuk tidak
menggauli semua isterinya atau sebagiannya.
16. Apabila menentukan waktunya kurang dari empat
bulan, maka dia harus meninggalkannya sampai selesai
waktu yang telah dia tentukan.
17. Apabila menentukan waktu lebih dari itu, maka
setelah lewat empat bulan disuruh memilih antara
kembali kepada istri atau mentalaknya.

Bab Zihar
18. Yaitu perkataan suami kepada istrinya, “Kamu bagiku
seperti punggung ibuku”, atau “saya menziharmu” atau
kalimat yang serupa dengan itu.
73
19. Sebelum dia menggauli istrinya, maka dia wajib
membayar kafarah dengan: 
A. Memerdekakan budak. 
B. Jika tidak mendapatkannya, maka berpuasa dua bulan
berturut-turut. 
C. Apabila tidak mampu, maka memberikan makan 60
orang miskin.
20. Seorang imam (penguasa) boleh membantunya dari
zakat orang Islam, apabila dia miskin dan tidak mampu
untuk berpuasa.
21. Dia (suami yang miskin) boleh membelanjakan
sebagiannya untuk dirinya dan keluarganya. 
22. Apabila zihar itu ditentukan waktunya, maka tidak
hilang kecuali setelah selesai waktunya.
23. Apabila dia menggauli istrinya sebelum habis waktu
(yang telah ditentukannya) atau sebelum membayar
kafarah, maka dia harus dilarang sampai dia membayar
kafarah ziharnya dan selesai waktu (yang telah
ditentukannya).
Bab Li’an
24. Apabila suami menuduh istrinya berzina dan dia (istri)
tidak mau mengakuinya dan suami tidak menarik
tuduhannya, maka dia melakukan li’an dengannya.
74
25. Caranya dengan: 
A. Suami memberikan persaksian empat kali bersumpah
dengan nama Allah, Sesungguhnya dia (suami) adalah
termasuk orang-orang yang benar. Dan yang kelima:
bahwa la’nat Allah atasnya, jika dia (suami) termasuk
orang-orang yang berdusta. 
B. Kemudian istri memberikan sumpahnya empat kali
atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-
benar termasuk orang-orang yang dusta. Dan yang
kelima, bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu
termasuk orang-orang yang benar.
26. Apabila wanita tersebut hamil atau telah melahirkan,
maka penafian terhadap anak juga dimasukkan ke dalam
sumpah suami.
27. Hakim memisahkan antara keduanya (suami istri).
28. Haram untuk menikah dengannya lagi untuk
selamanya.
29. Anak dinisbahkan kepada ibunya saja.
30. Orang yang menuduhnya berzina
disebut qazif (penuduh).

Bab ‘Iddah
31. ‘Iddah adalah untuk talak: 
75
A. Hamil ‘iddahnya sampai melahirkan. 
B. Wanita haidh dengan tiga kali haidh. 
C. Selain keduanya ‘iddahnya adalah tiga bulan.
32. ‘Iddah untuk yang ditinggalkan mati (suaminya)
adalah: 
A. Empat bulan sepuluh hari. 
B. Apabila dia sedang hamil, maka sampai melahirkan.
33. Tidak ada ‘iddah bagi wanita yang tidak pernah
digauli
34. Budak wanita iddahnya sama dengan wanita
merdeka.
35. Wanita yang sedang iddah karena kematian harus A.
Tidak berhias. 
B. Tinggal di rumah yang dia berada ketika kematian
suaminya atau ketika dia mendapatkan kabar
kematiannya.
Pasal [Hukum Istibra’]
36. Wajib melakukan istibra’ (meminta kesucian rahim)
budak wanita yang menjadi tawanan, yang dibeli dan
yang serupa, dengan cara: 
A. Sekali haidh jika dia masih haidh. 
B. Melahirkan apabila dia hamil. 

76
C. Wanita yang tidak haidh lagi sampai jelas ketidak
hamilannya.
37. Tidak wajib istibra’: 
A. Gadis 
B. Wanita yang masih kecil secara umum.
38. Seorang penjual atau pemberi (budak sahaya wanita)
tidak diharuskan untuk menuntut istibra’. 
Artinya: penjual tidak harus menuntut istibra’ budak
sahaya perempuan yang dijualnya dan demikian pula
orang yang menghibahkan budak.

Bab Nafkah
39. Suami wajib memberikan nafkah kepada istri atau
istri yang ditalak raj’i.
40. Tidak wajib nafkah kepada wanita yang ditalak ba’in
(talak tiga), atau wanita yang sedang menjalankan iddah
kematian. Mereka tidak mendapatkan nafkah dan tempat
tinggal kecuali apabila keduanya sedang hamil. 
Maksudnya tidak wajib nakfah kepada wanita yang
ditalak tiga atau wanita yang sedang iddah karena
kematian, kecuali apabila keduanya sedang hamil,
sebagaimana firman Allah, “Dan jika mereka (isteri-isteri
yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, maka berikanlah
77
kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin. “(QS.
Ath-Thalaq: 6)
41. Diwajibkan juga atas ayah yang mampu untuk
anaknya yang tidak mampu.
42. Begitu juga sebaliknya.
43. Majikan wajib menafkahi orang yang berada dalam
kekuasaannya.
44. Tidak wajib nafkah dari kerabat untuk kerabatnya
yang lainnya, kecuali sebagai bentuk silaturrahim (yang
disyariatkan)
45. Orang yang wajib mendapatkan nafkah, maka wajib
juga mendapatkan pakaian dan tempat tinggalnya.
Bab Menyusui
46. Ditetapkan hukum menyusui dengan: 
A. Lima kali susuan 
B. Dengan keyakinan adanya (masuknya) air susu. 
C. Anak yang menyusui dalam usia belum disapih.
47. Diharamkan karena sebab susuan apa yang
diharamkan karena sebab nasab.
48. Perkataan wanita yang menyusui harus diterima.
49. Boleh menyusui orang dewasa sekalipun sudah
memiliki jenggot untuk memperbolehkan memandangnya
(ibu susuan).
78
Bab Pengasuhan
50. Orang yang lebih utama untuk mengasuh anak
(secara berurutan) adalah: 
A. Ibunya 
B. Bibinya (saudari ibu) 
C. Ayahnya 
D. Kemudian hakim menentukan kerabatnya yang dilihat
bisa untuk mengasuhnya.
51. Setelah sampai usia istiqlal (bisa mengurus sendiri)
anak disuruh memilih antara ikut ayah atau ibunya
52. Jika tidak terdapat orang tua yang mengasuhnya,
maka diberikan pengasuhannya kepada orang yang
dilihat mampu untuk mengasuhnya.

79
Xi. Kitab Syuf’ah

KITAB SYUF’AH
Syuf’ah diambil dari kata ziyadah (tambahan) karena
pelakunya menambah barang yang akan dijual kepada
miliknya. Seperti dahulunya ia satu disebut witir, setelah
menikah memiliki isteri disebut syaf’an. Bentuknya
adalah dua orang yang berserikat pada sawah misalnya,
salah seorang di antara keduanya ingin menjual
bagiannya, maka serikatnya itu lebih berhak untuk
membelinya dari siapapun. Dia boleh mengambil dengan
harga biasanya. Di antara hikmahnya adalah mencegah
kemudaratan bagi serikat dengan masuknya orang yang
lain yang bisa memudaratkannya.
1. Penyebab syuf’ah adalah berserikatnya seseorang
pada sesuatu walaupun pada sesuatu yang bisa
dipindahkan.
2. Apabila sudah terjadi pembagian, maka tidak ada lagi
syuf’ah.
3. Tidak boleh seorang rekanan (serikat) untuk menjual
(barang yang disyarikati) sebelum meminta izin
(memberitahukannya) kepada serikatnya.

80
Xi. Kitab Syuf’ah

KITAB SYUF’AH
Syuf’ah diambil dari kata ziyadah (tambahan) karena
pelakunya menambah barang yang akan dijual kepada
miliknya. Seperti dahulunya ia satu disebut witir, setelah
menikah memiliki isteri disebut syaf’an. Bentuknya
adalah dua orang yang berserikat pada sawah misalnya,
salah seorang di antara keduanya ingin menjual
bagiannya, maka serikatnya itu lebih berhak untuk
membelinya dari siapapun. Dia boleh mengambil dengan
harga biasanya. Di antara hikmahnya adalah mencegah
kemudaratan bagi serikat dengan masuknya orang yang
lain yang bisa memudaratkannya.
1. Penyebab syuf’ah adalah berserikatnya seseorang
pada sesuatu walaupun pada sesuatu yang bisa
dipindahkan.
2. Apabila sudah terjadi pembagian, maka tidak ada lagi
syuf’ah.
3. Tidak boleh seorang rekanan (serikat) untuk menjual
(barang yang disyarikati) sebelum meminta izin
(memberitahukannya) kepada serikatnya

81
4.Syuf’ah tidak dibatalkan karena keterlambatan

82
Xii. Kitab Ijarah (upah
Mengupah )

KITAB IJARAH (UPAH MENGUPAH)


5. Dibolehkan pada semua pekerjaan yang tidak dilarang
oleh agama.
6. Hendaknya upah sudah diketahui ketika menyewanya.
Jika tidak demikian, maka orang yang bekerja berhak
untuk mendapatkan upahnya seukuran pekerjaannya
menurut ukuran orang yang ahli dalam pekerjaan
tersebut.
7. Telah ditetapkan larangan: 
A. Usaha membekam. (kasbu al-hajjam). 
[al-Hajjam adalah orang yang membekam. Bekam
adalah mengeluarkan sedikit darah dari bagian atas kulit
tempat-tempat tertentu dengan cara tertentu.] 
B. Upah melacur. 
C. Upah meramal. 
D. Upah pejantan. [Telah berlalu penjelasannya pada
point. 390]. 
E. Bayaran mu’azzin. 

83
F. Bayaran menumbuk gandum dengan sebagian
gandum tersebut.(qafiz ath-thahhaan). 
[al-Qafiz adalah takaran yang manusia mengganggapnya
rendah. (Nihayah). Maksudnya di sini larangan
menumbuk makanan dengan upah mendapatkan
sebagian darinya. Yang dilarang adalah menumbuk
sekantung makanan yang tidak jelas ukurannya dengan
diupah sebagian darinya (M)].
8. Dibolehkan: 
A. Meminta upah untuk membaca al-Qur’an bukan untuk
mengajarnya. 
B. Menyewa barang dalam waktu yang ditentukan
dengan bayaran yang telah ditentukan, di antaranya
adalah tanah. Bukan dengan sebagian hasil yang
diberikannya. 
[Pengertianya: Dibolehkan seseorang misalnya
menyewakan tanah untuk digarap dalam waktu tertentu
dengan bayaran sewa tertentu (jelas), namun tidak boleh
bayaran sewanya itu dengan hasil dari tanah berupa
buahnya.
9. Orang yang merusak apa yang dia sewa atau
menghilangkannya, maka dia wajib memberikan jaminan
(ganti).
84
Bab Menggarap Tanah Terlantar (al-Ihya’) dan
Penguasa memberikan kepada sebagian rakyatnya
kepemilikan tanah (al-Iqtha’)
10. Orang yang lebih dahulu menggarap sebidang tanah
yang sebelumnya tidak ada yang mendahuluinya, maka
dia yang paling berhak dengannya dan tanah tersebut
menjadi miliknya.
11. Boleh seorang imam (pemimpin) untuk memberikan
sebidang tanah yang terlantar, tambang, dan air kepada
orang yang bila diberikan mengandung kemaslahatan.

85
Xiii. Kitab Syarikat

KITAB SYARIKAT
1. Manusia bersekutu pada tiga hal; air, api dan rumput.
2. Apabila orang-orang yang berhak mendapatkan air
bertengkar, maka yang lebih berhak adalah orang yang
lebih tinggi tanahnya dia menyimpannya seukuran mata
kaki kemudian mengalirkannya kepada tanah yang di
bawahnya.
3. Tidak boleh seorang menghalangi orang lain dari
kelebihan air agar dia tidak mendapat rumput 
Ibnul Atsir dalam An-Nihayah (4/194) berkata,
“Maksudnya adalah bahwasanya sumur berada di
kampung dan dekat dengan tumbuhnya rerumputan.
Apabila ada seseorang yang datang kemudian
menguasai air tersebut dan melarang orang-orang yang
datang setelahnya untuk mengambil air darinya. Dia
mencegahnya dari air sekaligus dari rerumputan. Karena
apabila seseorang datang dengan ontanya dan
mengembalakannya di rumput tersebut kemudian dia
tidak diberikan minum, maka ia akan mati kehausan.
Orang yang menghalangi dari air sumur, maka sekaligus

86
dia telah melarang dari rerumputan yang dekat
dengannya.”.
4. Seorang imam harus menjaga sebagian tempat untuk
pengembala ternak-ternak orang Islam pada waktu
diperlukan.
5. Boleh bersekutu pada uang dan perdagangan.
6. Keuntungan dibagi berdasarkan keridhaan semua
pihak.
7. Boleh melakukan mudharabah, mudharabah adalah
menyerahkan harta kepada orang lain untuk
diperdagangkan, kemudian keuntungan dibagai sesuai
dengan perjanjian (As-Sumuth Az-Zahabiah). Selama
tidak mengandung sesuatu yang tidak dibolehkan.
8. Apabila terjadi persengketaan sesama serikat
mengenai lebarnya tanah yang dibuat jalan, maka
diambil tujuh hasta, misalnya apabila orang yang
berserikat ingin membagi tanah kemudian berselisih
berapa luas untuk jalan mereka? Maka diambil tujuh
hasta. Ini tidak termasuk jalan yang khusus untuk
pemiliknya, maka dia boleh membuat sesukanya. Juga
bukan jalan umum, maka itu untuk orang-orang muslim
yang tidak boleh dirubah. Juga tidak termasuk jalan yang
khusus dilalui para tentara dan lainnya. 
87
9. Seorang tetangga tidak boleh melarang tetangganya
untuk menaruh kayu (peyangga rumahnya) di
temboknya.
10. Tidak boleh ada mudharat dan memberikan
mudharat antar sesama serikat.
11. Barangsiapa yang memberikan mudharat kepada
serikatnya, maka imam boleh untuk menghukumnya
dengan mencabut pohonnya atau menjual rumahnya.

88
Xiv. Kitab Rahn (penggadaian)

KITAB RAHN (PENGGADAIAN)

1. Boleh menggadaikan apa yang dimiliki penggadai


untuk hutangnya.

2. Binatang boleh ditunggang, susu boleh diminum


dengan syarat nafkahnya dari orang yang menerima
gadaian. [Maksudnya penerima gadai (pemberi hutang)
boleh mengendarai dan minum dari hewan gadai dengan
syarat memberikan nafkah atasnya].

3. Gadaian tidak boleh menutupi apa yang ada di


dalamnya Ini adalah lafaz hadits: “Rahn (jaminan) tidak
boleh menutup apa yang ada di dalamnya.” Ia menetap
di tangan orang yang menerima jaminan dan pemberinya
tidak bisa mengambilnya kembali. Maksudnya penerima
jaminan tidak berhak memiliki/mengambil jaminan
apabila pemiliknya tidak dapat melunasi hutangnya (pada
waktunya). Hal ini termasuk perbuatan jahiliah
bahwasanya pemberi jaminan apabila tidak bisa
membayar hutangnya sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, maka dia memiliki jaminan tersebut. Maka
89
Islam membatalkan perbuatan tersebut. (Nihayah,
3/376). [Tidak dimiliki penerima gadai hanya karena
penggadai tidak dapat melunasinya pada waktunya].

90
Xv. Kitab Titipan Dan Pinjaman

KITAB TITIPAN DAN PINJAMAN


1. Wajib atas orang yang dititipin atau meminjam untuk: 
A. Menunaikan amanah kepada orang yang
mengamanahinya. 
B. Tidak mengkhianati orang yang mengkhianatinya.
2. Tidak ada dhaman (jaminan) baginya (orang yang
dititipi) apabila barang titipan itu rusak, bukan karena
perbuatannya dan pengkhianatannya.
3. Tidak boleh enggan (melarang): 
A. (Menolong dengan) barang berguna seperti ember
dan panci. 
B. Meminjamkan pejantan, memerah susu bagi orang
yang sangat membutuhkan dan membawa di atas
kendaraan di jalan Allah Subhanahu waTa’ala

91
Xvi. Kitab Ghasob (merampas)

KITAB GHASOB (MERAMPAS)


1. Orang yang merampas itu berdosa.
2. Dia wajib mengembalikan apa yang telah dia rampas.
3. Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan
kerelaan jiwanya.
4. Keringat orang zalim tidak bisa memberinya hak. 
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud, An-Nasa’i dan At-
TIrmidzi. Secara global maknanya adalah bahwasanya
kezaliman tidak akan membuat orang yang berbuat zalim
menjadi berhak (atas benda hasil kezaliman). Orang
yang merampas tanah kemudian bercocok tanam di
atasnya, maka dia tidak berhak untuk memiliki tanah
dengan nilai atau harga standar. Bahkan tanamannya
dicabut dan bangunannya dihancurkan kecuali apabila
pemilik tanah (yang sebenarnya) merelakan. (Nihayah,
3/219) dan Al-Wajiz fi Qawaidil Fiqhiah al-Kulliah, karya
Al-Borno hal. 247.
5. Barangsiapa menanam di tanah orang lain tanpa
izinnya, maka dia tidak berhak atas tanaman tersebut
sedikitpun

92
6. Barangsiapa yang membangun di tanah orang lain,
maka bangunan tersebut harus dirusak.
7. Tidak boleh mengambil manfaat dari barang hasil
rampasan.

93
Xvii. Kitab Memerdekakan
Budak

KITAB MEMERDEKAKAN BUDAK


1. Budak yang paling baik adalah yang paling mahal
harganya.
2. Boleh memerdekakan budak dengan syarat
memberikan pelayanan dan lainnya.
3. Orang yang menikahi budak, maka dia merdeka
dengannya.
4. Barangsiapa menyiksa hamba sahayanya, maka dia
wajib memerdekakannya. Kalau tidak, maka
dimerdekakan oleh imam atau hakim.
5. Orang yang berserikat pada hamba dan
memerdekakannya, maka dia harus menanggung
jaminan (ganti) bagi serikatnya yang lain setelah dihitung
harganya. Jika tidak, maka dia telah memerdekakan
bagiannya saja dan hamba disuruh berusaha. 
Maksud perkataan beliau: “Hamba disuruh berusaha”
yaitu hamba diminta untuk berusaha agar bisa
memerdekakan sisa sebagian dirinya. Dia harus bekerja
dan upahnya diserahkan kepada sekutu yang belum

94
memerdekakannya sampai dirinya merdeka sepenuhnya.
Jika dia memilih tidak bekerja, maka dia tetap menjadi
budak sebagian dan merdeka sebagiannya.
6. Tidak boleh disyaratkan wala’ kepada selain orang
yang memerdekakannya.
7. Dibolehkan tadbir (Tadbir adalah perkataan majikan
kepada hambanya: “Kamu menjadi merdeka setelah
kematianku.” Dinamakan demikian karena dia
(kemerdekaannya) berada pada ujung kehidupan ) dan
menjadi merdeka dengan kematian majikannya.
8. Apabila pemilik budak memerlukan (uang), maka
boleh baginya untuk menjual budaknya. [Maksudnya
apabila majikannya butuh menjual budak yang sudah
ditadbir tersebut karena hutang dan sejenisnya, maka itu
diperbolehkan]
9. Boleh melakukan perjanjian dengan budak berupa
harta yang harus dia berikan. Sehingga ketika bisa
memberikan harta tersebut dia menjadi merdeka dan
mulai menjadi merdeka seukuran apa yang dia serahkan.
10. Apabila tidak mampu memberikan semua harta
sesuai perjanjian, maka dia kembali menjadi hamba
sahaya.

95
11. Seorang yang menyebabkan budak perempuannya
melahirkan, maka tidak halal baginya untuk menjualnya
dan dia merdeka dengan kematiannya atau dia memilih
untuk memerdekakannya

96
Xviii. Kitab Wakaf

KITAB WAKAF
1. Orang yang menyerahkan kepemilikannya di jalan
Allah, maka hartanya menjadi tertahan (wakaf).
2. Dia boleh menjadikan semua hasilnya untuk segala
tujuan kebaikan yang dia kehendaki.
3. Orang yang diserahkan pengurusannya boleh
memakan sebagian hasilnya dengan cara yang ma’ruf.
4. Pemberi wakaf boleh memposisikan dirinya dalam
wakafnya seperti orang muslim yang lainnya.
5. Orang yang mewakafkan sesuatu yang bisa
mendatangkan mudharat kepada keluarganya (ahli
warisnya), maka dibatalkan.
6. Orang yang menaruh hartanya di masjid atau di
tempat mulia yang tidak dimanfaatkan oleh seorangpun,
maka boleh diberikan kepada orang-orang yang
memerlukan dan kemaslahatan orang-orang Islam. Di
antara contohnya adalah harta yang ditaruh di Ka’bah
dan di masjid Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi
wasallam

97
7. Wakaf yang diperuntukkan untuk membangun
kuburan, memperindahnya atau untuk hal-hal yang bisa
mendatangkan fitnah kepada pengunjungnya adalah batil
(haram).

98
Xix. Kitab Hadiah

KITAB HADIAH
Perbedaannya dengan bentuk-bentuk pemberian lainnya
adalah sebagai berikut: 
– Shadaqah adalah pemberian yang tujuannya adalah
pahala akhirat, sedangkan hadiah adalah pemberian
dengan tujuan menjalin kasih sayang dan penghormatan.
Adapun hibah adalah pemberian yang tujuannya adalah
manfaat dari orang yang diberi. Jika untuk tujuan harta
sebagai imbalannya maka disebut hibah upah. Dan jika
untuk memperoleh pekerjaan yang haram atas yang
wajib maka disebut suap. Dan al-‘athiyah yang dilakukan
pada waktu sakit yang menjadi sebab kematiannya.
Sedangkan wasiat yang ada setelah kematian. (Lihat
Kitab Tahrir al-Faazh at-Tambih, karya an-Nawawi, hal.
333).
1. Disyariatkan untuk menerima hadiah.
2. Membalas pelakunya dengan hadiah yang sama.
3. Dibolehkan saling memberikan hadiah antara muslim
dan kafir.

99
4. Diharamkan untuk mengambil kembali hadiahnya

100
Xx. Kitab Hibah

KITAB HIBAH (PEMBERIAN)


1. Diwajibkan memberikan hibah secara merata kepada
semua anak.
2. Menolak hibah tanpa syar’i adalah makruh.
3. Apabila hibah diberikan tanpa ada balasan, maka dia
masuk hukum hadiah pada semua yang telah
disebutkan.
4. Apabila hibah disertai adanya balasan, maka dia
dianggap jual beli dan masuk ke dalam semua
hukumnya.
5. Umra 
Umra diambil dari kata umur yang berarti hidup.
Dinamakan demikian karena pada waktu jahiliah seorang
di antara mereka memberikan orang lain rumah dan
berkata, “Saya memberinya (rumah) kepadamu seumur
hidup.” Atau: “Saya membolehkannya untukmu
seumurmu atau selama hidupmu.” Dikatakan kepadanya:
“Umurku untuknya.”
6. Ruqba 
Ruqba yaitu seorang berkata kepada seorang yang lain,”

101
Saya telah memberimu rumah ini, jika kamu mati
sebelumku maka ia kembali kepadaku. Dan jika aku mati
sebelum kamu, maka itu untukmu. Dinamakan demikian
karena setiap orang di antara mereka menunggu
kematian temannya (Nihayah). 
Umra dan Ruqba mewajibkan kepemilikan kepada orang
yang diserahkan dan juga keturunannya setelahnya dan
tidak boleh menariknya kembali.

102
Xxi. Kitab Sumpah

KITAB SUMPAH
1. Bersumpah hanya dibolehkan dengan nama Allah atau
sifat-Nya.
2. Diharamkan untuk bersumpah dengan selain itu.
3. Seorang yang bersumpah dan berkata, “Insya Allah,
maka dia telah melakukan pengecualian dan dia tidak
boleh membatalkannya.”
4. Seorang yang bersumpah dengan sesuatu, kemudian
melihat yang lainnya lebih baik dari yang disumpahi,
maka: 
A. Hendaknya mengambil yang lebih baik tersebut. 
B. Menebus sumpahnya.
5. Seorang yang dipaksa untuk bersumpah, maka dia
tidak terikat dengannya dan tidak berdosa apabila
melanggarnya (membatalkannya).
6. Sumpah palsu (yamin ghamus) adalah sumpah yang
telah diketahui oleh pelakunya sebagai sebuah
kedustaan.
7. Tidak berdosa (tidak ada konsekwensi hukum karena)
sumpah laghaw. Maksud sumpah yang laghaw seperti

103
yang terjadi pada lisan sebagian orang perkataan: Tidak,
wallahi (demi Allah), ya, wallahi, namun hatinya tidak
bermaksud sumpah. Contoh yang lain seorang yang
bersumpah atas sesuatu yang dia menyangka dirinya
benar ternyata sebaliknya, seperti seorang berkata,
“Wallahi, Fulan telah datang, dia menyangka dirinya
benar, ternyata yang terjadi sebaliknya.
8. Di antara hak seorang muslim atas muslim yang lain
adalah menjalankan sumpahnya.
9. Kafarah sumpah adalah seperti yang disebutkan oleh
Allah Subhanahu waTa’ala alam firman-Nya, Maksudnya
firman Allah Subhanahu waTa’ala “Allah tidak
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang
tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia
menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang
kamu sengaja, Maka kaffarat (melanggar) sumpah itu,
ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari
makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu,
atau memberi Pakaian kepada mereka atau
memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak
sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya
puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kaffarat
sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu
104
langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah
menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu
bersyukur (kepada-Nya). (QS. Al-Maidah: 89)

105
Xxii. Kitab Nazar

KITAB NAZAR
Syekh Abdurrahman As-Sa’di dalam Al-Qawaid wal
Ushul al-Jami’ah wal Furuq wat Taqasim al-Badi’ah an-
Nafi’ah, hal. 131 berkata, “Di antara perbedaan yang
benar adalah perbedaan antara sumpah dan nazar.
Sumpah maksudnya adalah motivasi atau mencegah,
membenarkan atau mendustakan dan ditebus dengan
kafarah (apabila melanggar). Sedangkan nazar
maksudnya seorang hamba mengharuskan dirinya untuk
taat kepada Allah secara mutlak atau dikaitkan dengan
syarat tercapainya nikmat atau diselamatkannya dari
bahaya, diwajibkan baginya untuk memenuhinya dan
tidak boleh diganti dengan kafarah. Ia adalah nazar
kebaikan. Adapun pembagian nazar yang lain, maka
akan dimasukkan ke dalam hukum sumpah.
1. Nazar hanya dibenarkan apabila ditujukan untuk
mencari ridha Allah Subhanahu waTa’ala
2. Nazar harus berbentuk pendekatan diri kepada
Allah Subhanahu waTa’ala

106
3. Tidak boleh nazar dalam maksiat kepada
Allah Subhanahu waTa’ala
4. Di antara bentuk nazar dalam maksiat adalah: 
A. Nazar yang menyalahi perlakuan sama diantara anak-
anak. 
B. Pilih kasih diantara ahli waris yang bertentangan
dengan syariat Allah Subhanahu waTa’ala 
C. Nazar kepada kuburan. 
D. Nazar kepada sesuatu yang tidak dibolehkan oleh
Allah Subhanahu waTa’ala
5. Seorang yang mewajibkan atas dirinya melakukan
suatu pekerjaan yang tidak pernah diwajibkan oleh
AllahSubhanahu waTa’ala, maka itu tidak wajib atasnya.
6. Begitu juga (tidak wajib atasnya) jika pekerjaan
tersebut sesuatu yang disyariatkan oleh
Allah Subhanahu waTa’ala namun dia tidak mampu
melakukannya.
7. Seorang yang bernazar namun tidak disebutkan atau
nazar maksiat atau tidak mampu dia lakukan, maka dia
wajib membayar kafarat sumpah

107
8. Barangsiapa bernazar untuk ketaatan padahal dia
kafir, setelah itu dia masuk Islam, maka wajib untuk
dipenuhi nazarnya.
9. Nazar tidak dikeluarkan (dari harta) kecuali
sepertiganya saja. 10. Apabila seorang yang bernazar
ketaatan meninggal kemudian dilaksanakan oleh
anaknya, maka hal itu dibenarkan

108
Xxiii. Kitab Makanan

KITAB MAKANAN
1. Hukum asal segala sesuatu itu adalah halal.
2. Tidak dianggap haram kecuali apa yang telah
diharamkan oleh Allah Subhanahu waTa’ala dan Rasul-
Nya.
3. Apa yang didiamkan oleh Allah Subhanahu
waTa’ala dan Rasul-Nya, maka dimaafkan (dibolehkan).
4. Diharamkan: 
a) Apa yang diharamkan dalam Al-Qur’an. Di antaranya
dalam firman Allah, “Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang
terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah (mengundi nasib
dengan anak panah itu) adalah kefasikan.” (QS. Al-
Maidah:3) 
b) Semua binatang buas yang bertaring

109
c) Semua burung yang berkuku tajam (mempunyai
cakar) 
d) Keledai jinak. 
e) Jalalah (Jalalah dari binatang adalah binatang yang
memakan kotoran manusia (Nihayah). Maksudnya ia
diharamkan kecuali apabila berubah daging atau
susunya dari najis menjadi suci. Itu (pembersihannya)
dilakukan dengan cara mengurungnya agar tidak makan
kotoran ) (pemakan kotoran manusia) sebelum
dibersihkan. 
f) Anjing. 
g) Khamar. 
h) Semua yang menjijikkan Penulis (Asy-Syaukani)
dalam Ad-Darari, 2/160 tentang firman Allah, “Dan
diharamkan kepada mereka hal-hal yang menjijikkan.”
(QS. Al-A’raf: 157) berkata, “Apa yang dianggap
menjijikkan oleh manusia dari binatang, bukan karena
illat (penyakit) atau ketidakbiasaannya, namun karena
menjijikannya adalah haram. Jika sebagian orang
menganggapnya jijik dan sebagian yang lainnya
mengaggapnya tidak, maka yang dianggap adalah
mayoritas, seperti serangga tanah dan banyak binatang-
binatang yang ditinggalkan oleh manusia dan tidak mau
110
memakannya dan tidak ada dalil khusus yang
mengharamkannya. Sesungguhnya mereka
meninggalkannya biasanya karena ia menjijikkan.”
5. Selain dari semua itu adalah halal.

Bab Berburu
6. Binatang yang diburu dengan senjata yang bisa
melukai dan binatang pemburu seperti anjing pemburu,
singa, burung rajawali dan burung elang, maka ia halal
apabila disebutkan nama Allah Subhanahu
waTala sebelumnya.
7. Hasil buruan oleh selain itu harus disembelih.
8. Apabila bersekutu antara anjing terlatih dengan anjing
yang lainnya, maka tidak halal hasil buruannya.
9. Apabila anjing buruan memakan sebagian dari hasil
tangkapannya, maka itu tidak halal, karena ia
menangkap untuk dirinya.
10. Apabila didapatkan binatang buruan dalam keadaan
mati setelah terkena panah (tembakan) walaupun setelah
beberapa hari dan tidak berada di atas air, maka ia halal
selama tidak busuk, atau diketahui bahwa yang
membunuhnya adalah bukan panahnya.

111
Bab Menyembelih
11. Yaitu apa yang bisa mengalirkan darah, memutus
urat besar di leher dan disebutkan nama
Allah Subhanahu waTala sekalipun dengan batu dan
lainnya selain gigi dan kuku.
12. Diharamkan: 
A. Menyiksa binatang sembelihan. 
B. Menjadikannya sebagai sasaran latihan menembak
atau memanah. 
C. Menyembelihnya untuk selain Allah Subhanahu
waTala.
13. Apabila tidak bisa menyembelih di lehernya, maka
boleh ditusuk atau dipanah dan itu dianggap sama
dengan menyembelih Dalilnya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Rafi’ bin Khadij beliau berkata, “Kami
dalam perjalanan bersama Rasulullah, tiba-tiba seekor
onta milik orang-orang berlari, sementara dia tidak
memilkiki kuda (untuk mengejarnya). Seorang
menembaknya dengan panah dan bisa menangkapnya

Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya binatang ini


memiliki sesuatu yang menakutkan seperti yang binatang

112
buas. Apabila yang dilakukan oleh binatang ini (liar)
maka lakukan seperti ini (dipanah) (Muttafaq Alaih)
14. Sembelihan untuk janin adalah mengikuti sembelihan
induknya.
15. Daging yang dipotong dari binatang yang masih
hidup dianggap bangkai.
16. Dihalalkan dua bangkai dan darah, yaitu: 
A. Ikan dan belalang. 
B. Hati dan limpa.
17. Dibolehkan memakan bangkai bagi orang yang
terpaksa.

Bab Jamuan Tamu


18. Diwajibkan atas orang yang memiliki kemampuan
agar menjamu orang yang bertamu kepadanya.
19. Batas jamuan adalah tiga hari.
20. Lebih dari itu dianggap sedekah.
21. Tidak dibolehkan kepada tamu untuk berdiam lama di
sana agar tidak memberatkan tuan rumah.
22. Apabila tuan rumah yang mampu tidak memberikan
jamuan yang wajib atasnya (layak), maka tamu boleh
mengambil sebagian dari harta tuan rumah itu seukuran
bertamunya.
113
23. Diharamkan memakan harta orang lain tanpa izinnya,
di antaranya: 
A. Memerah susu ternaknya. 
B. Mengambil buah tanamannya. 
C. Semuanya tidak boleh kecuali dengan izinnya.
24. Kecuali kalau dia sangat butuh kepadanya, maka
hendaknya dia memanggil pemilik onta (binatang) atau
kebun tersebut. Apabila dia menyahut (maka dia
meminta izin darinya-pent). Kalau tidak ada yang
menyahut, maka dia boleh meminum dan memakan
darinya dengan tidak menjadikannya bekal.

Bab Adab Makan


25. Disyariatkan bagi orang yang makan: 
A. Membaca basmalah. 
B. Makan dengan tangan kanan. 
C. Makan dari pinggir piring bukan dari tengahnya. 
D. Makan yang dekat kepadanya. 
E. Menjilat tangannya dan piringnya. 
F. Mengucapkan alhamdulillah setelah selesai makan
G. Berdo’a 
H. Tidak makan dengan bersandar

114
Xxiv. Kitab Minuman

KITAB MINUMAN
1. Semua minuman yang memabukkan adalah haram.
2. Minuman yang kalau banyak memabukkan, maka
yang sedikitpun haram.
3. Boleh melakukan intibaz (perendaman) di dalam
semua bejana. 
Intibaz artinya merendam anggur atau kurma dalam air.
Di dalam Nihayah disebutkan bahwa nabiz adalah
membuat minuman dari korma, anggur, madu, gandum,
jewawut dan lainnya. Dikatakan “nabaztu at-tamar wal
inab maksudnya membiarkan terendam dalam air agar
menjadi nabiz, baik memabukkan atau tidak tetap
dinamakan nabiz.
4. Tidak boleh intibaz dengan mencampur dua jenis yang
berbeda.
5. Diharamkan menjadikan khamar menjadi cuka.
6. Dibolehkan meminum perasan (jus) dan nabiz
sebelum mendidih, ukurannya adalah lebih dari tiga hari.
7. Adab meminum:
A. Dalam tiga kali nafas

115
B. Dengan tangan kanan. 
C. Duduk. 
D. Mendahulukan orang yang sebelah kanan dan
selanjutnya. 
E. Orang yang menghidangkan minuman adalah yang
terakhir minum. 
F. Membaca basmalah di awal minum. 
G. Membaca alhamdulillah di akhirnya. 
H. Dimakruhkan untuk: 
– Bernafas di dalam bejana. 
– Meniupnya. 
– Meminum langsung dari mulut bejana.
8. Apabila najis jatuh pada sesuatu yang cair, maka tidak
boleh diminum.
9. Jika jatuh pada yang padat, maka benda najis itu
dibuang dan juga daerah sekitar makanan yang terkena
najis.
10. Diharamkan makan dan minum dengan bejana dari
emas dan perak

116
Xxv. Kitab Pakaian

KITAB PAKAIAN
1. Menutup aurat adalah wajib di tempat yang ramai atau
sepi.
2. Laki-laki tidak boleh memakai: 
a. Sutera murni yang lebih dari empat jari kecuali untuk
berobat dan tidak menggunakannya sebagai alas. 
b. Dicelup dengan ushfur Ushfur adalah sejenis
tumbuhan musim panas yang memiliki bunga, dan
bunganya dipakai bumbu dan mengeluarkan celupan
warna merah untuk mewarnai sutera dan lainnya. 
c. Pakaian syuhrah (ketenaran). 
d. Pakaian khusus wanita begitu juga sebaliknya. 
e. Diharamkan laki-laki berperhiasan emas dan boleh
yang lain.
3. Tidak ada!

117
Xxvi. Kitab Kurban

KITAB KURBAN
1. Disyariatkan untuk keluarga setiap rumah.
2. Sekurang-kurangnya seekor kambing.
3. Waktunya setelah shalat idul adha sampai akhir hari
tasyriq.
4. Yang paling utama adalah yang paling gemuk.
5. Tidak boleh dijadikan kurban: 
A. Kambing yang belum berumur setengah tahun. 
B. Yang buta. 
C. Yang sakit. 
D. Yang pincang. 
E. Yang terlalu kurus. 
F. Hilang sebagian tanduk dan telinganya.
6. Mensedekahkan sebagian dari daging kurban,
memakan sebagiannya dan menyimpannya.
7. Menyembelihnya di tempat shalat lebih utama.
8. Orang yang akan berkurban tidak boleh memotong
rambutnya dan kukunya setelah masuk bulan Dzulhijjah
hingga menyembelih kurbannya.
Bab Walimah

118
Walimah adalah makanan yang dibuat ketika resepsi
pernikahan (Nihayah). Imam An-Nawawi dalam Tahrir
Alfaz at-Tanbih, hal. 258 berkata, “Walimah diambil dari
kata al-walam yang berarti berkumpul, karena kedua
suami istri berkumpul.” Sahabat kami dan lainnya
berkata, “Jamuan ada delapan macam; walimah pada
waktu resepsi pernikahan, kharas pada waktu
melahirkan, i’zar pada waktu khitan, wakirah setelah
selesai membuat bangunan, naqi’ah karena tiba dari
perjalanan, aqiqah pada hari ketujuh dari kelahiran anak,
wadhihah makanan ketika terjadi musibah dan ma’dabah
makanan yang disiapakan untuk jamuan tanpa sebab.
(saduran).
9. Walimah adalah disyariatkan.
10. Wajib memenuhi undangannya.
11. Dikedepankan: A. Orang yang lebih dahulu
diundang. 
B. Kemudian orang yang lebih dekat pintunya (tetangga
dekat).
12. Tidak boleh menghadirinya apabila terdapat maksiat
di dalamnya

Pasal Hukum Aqiqah

119
13. Aqiqah hukumnya adalah sunnah.
14. Aqiqah terdiri dari: 
A. Dua ekor kambing untuk anak laki-laki. 
B. Satu ekor kambing untuk anak perempuan.
15. Disembelih pada hari ketujuh dari kelahiran anak.
16. Dirangkaikan dengan: 
A. Memberikan nama kepada anak. 
B. Mencukur rambutnya. 
C. Mensedekahkannya dengan seberat emas atau perak

120
Xxvii. Kitab Thib (kedokteran)

KITAB THIB (KEDOKTERAN)


1. Dibolehkan berobat.
2. Menyerahkan sepenuhnya (kepada Allah Subhanahu
waTa’la) lebih utama bagi orang yang bisa bersabar.
3. Diharamkan berobat dengan sesuatu yang
diharamkan.
4. Dimakruhkan berobat dengan besi panas.
5. Tidak mengapa: 
A. Berobat dengan bekam. 
B. Ruqiyah dengan yang dibolehkan dari penyakit ain
(pandangan mata dan lainnya).

121
KITAB WAKALAH
1. Dibolehkan atas orang yang boleh bertransaksi (jaiz
tasharruf) untuk mewakilkan kepada yang lainnya pada
segala hal, selama tidak ada larangan yang
menghalanginya.
2. Apabila wakil menjual dengan harga lebih dari yang
ditetapkan oleh orang yang mewakilkan, maka
tambahannya tetap untuk orang yang mewakilkan.
3. Apabila wakil menyelisihnya kepada sesuatu yang
lebih bermanfaat atau selainnya dan dia menerimanya,
maka diperbolehkan.

122
Xxix. Kitab Dhamanah
(garansi/ Jaminan)

KITAB DHAMANAH (GARANSI/ JAMINAN)


1. Diwajibkan bagi orang yang menjamin atas orang yang
hidup atau mati menyerahkan harta untuk menanggung
kerugiannya apabila diminta.
2. Jaminan kembali kepada orang yang dijamin apabila
disuruh olehnya.
3. Orang yang menjamin untuk menghadirkan
seseorang, maka wajib baginya untuk menghadirkannya.
Kalau tidak, maka dia membayar dendanya

123
Xxxi. Kitab Shulhu
(perdamaian)

KITAB SHULHU (PERDAMAIAN)

1. Berdamai dibolehkan antara sesama muslim, kecuali


perdamaian untuk menghalalkan yang haram atau
mengharamkan yang halal.

2. Dibolehkan berdamai pada sesuatu yang sudah


maklum atau majhul (tidak diketahui) dengan sesuatu
yang maklum atau majhul, sekalipun ia mengingkarinya. 
Misalnya seorang mengaku memiliki piutang 100 dinar
pada seorang yang lain. Orang yang dituduh mengingkari
hal itu, kemudian berikutnya mereka berdamai dengan
50 dinar.

(Perdamaian) pada darah (pembunuhan) seperti pada


harta dengan membayar kurang dari diyat

124
Xxxi. Kitab Hiwalah
(pengalihan Hutang)

KITAB HIWALAH (PENGALIHAN HUTANG)


Hiwalah diambil dari kata tahawwul yang berarti
berpindah. Secara istilah berarti memindahkan hutang
dari tanggungan seseorang yang menyerahkan kepada
tanggungan orang yang diserahi tanggungan
pembayaran hutang. (Lihat: At-Ta’rifat karya Al-Jurjani).
1. Barangsiapa yang diserahi pemindahan hutang
kepada orang yang mampu (Mampu secara harta,
perkataan dan badan. Mampu secara harta maksudnya
bisa membayarnya, mampu secara perkataan
maksudnya tidak menunda-nunda dan mampu secara
badan artinya bisa hadir di majlis persidangan. (Raudatul
Murabba’ ma’al Hasyiah, 5/122)) , maka hendaknya dia
menerima pemindahan hutang tersebut.
2. Apabila orang yang dipindahi pembayaran hutang
tersebut menunda-nunda pembayaran atau bangkrut,
maka dia boleh menuntut kepada orang yang
menyerahkan piutang tersebut.

Xxxii. Kitab Muflis (bangkrut)


125
KITAB MUFLIS (BANGKRUT)
1. Dibolehkan kepada pemilik piutang untuk mengambil
semua yang dia dapatkan bersamanya (orang yang
muflis), kecuali sesuatu yang sangat dia perlukannya
seperti: 
1) Rumah. 
2) Penutup auratnya. 
3) Penahan dari kedinginan 
4) Menganjal perutnya orang yang menjadi
tanggungannya.
2. Barangsiapa yang mendapatkan hartanya pada orang
lain, maka dia lebih berhak untuk mengambilnya.
3. Apabila harta orang yang muflis tidak cukup untuk
membayar semua hutangnya, maka apa yang ada
dibagikan kepada para penghutang. 
Maksudnya harta yang ada dibagi-bagikan kepada setiap
orang yang memiliki piutang sesuai dengan piutangnya.
Seorang yang memiliki setengah hutang maka dia
mengambil setengah dari harta yang ada, orang yang
memiliki piutang seperempat, maka dia mengambil
seperempat begitu seterusnya.

126
4. Apabila sudah jelas kebangkrutannya, maka tidak
boleh menahannya.
5. Orang yang mampu namun menunda-nunda
membayar hutang adalah zalim, dia berhak
mendapatkan hukuman.
6. Hakim boleh untuk: 
1) Menahan orang yang bangkrut untuk mentransaksikan
hartanya. 
2) Menjual hartanya untuk membayar hutangnya.
7. Begitu juga hakim boleh menahan: 
1) Pemboros. 
2) Orang yang tidak bisa mengelola hartanya.
8. Tidak membiarkan anak yatim, Anak yatim adalah
anak yang kehilangan ayahnya sebelum baligh.
Mengelola hartanya sampai dia dewasa. Ada tanda-
tanda kedewasaan pada akal dan agamanya,
maksudnya bisa transaksi sendiri, tidak pemboros dan
mempergunakan hartanya pada tempat yang
semestinya. (As-Sumuth, hal. 268)

9. Wali (pengasuh) anak yatim boleh memakan dari harta


anak yatim dengan cara yang baik

Xxxiii. Kitab Luqathah (barang


Temuan)
127
KITAB LUQATHAH (BARANG TEMUAN)
1. Barangsiapa mendapatkan luqathah (barang temuan),
maka dia harus memperkenalkan tempat dan talinya.
2. Apabila pemiliknya datang, maka hendaknya barang
temuan diserahkan kepadanya.
3. Jika tidak, maka dia memberitahukannya selama
setahun. Setelah itu dia boleh memanfaatkannya
sekalipun untuk dirinya.
4. Dia bertanggung jawab sampai datang pemiliknya.
5. Luqathah Mekkah lebih wajib diumumkan dari yang
lainnya.
6. Tidak mengapa orang yang menemukannya untuk
memanfaatkan temuan yang kecil seperti sebuah
tongkat, cemeti dan lainnya, (setelah diperkenalkannya
tiga hari). Setelah kalimat ini penulis dalam Darari
berkata, “Adapun pada sesuatu yang dimakan, maka
tidak wajib untuk diumumkan tetapi boleh untuk langsung
memakannya pada saat itu.” Beliau berdalil dengan
hadits Anas beliau berkata, “Rasulullah mendapati
sebutir korma di jalan kemudian bersabda, “Seandainya
saya tidak khawatir kurma itu adalah zakat, niscaya saya
akan memakannya.” (Muttafaq alaih)
128
7. Binatang yang hilang boleh diambil sebagai barang
temuan kecuali onta

129
Xxxiv. Kitab Qadha’
(pengadilan)

KITAB QADHA’ (PENGADILAN)


1. Yang boleh menjadi hakim adalah: 
a) Mujtahid (pelaku ijtihad). 
b) Menjaga diri dari harta orang lain. 
c) Adil dalam putusannya. 
d) Mengadili dengan sama.
2. Diharamkan untuk: 
a) Berambisi menjadi hakim. 
b) Memintanya.
3. Tidak boleh bagi imam (pemimpin) untuk mengangkat
orang yang sifatnya demikian.
4. Orang yang menjabat sebagai hakim maka berada
dalam bahaya yang besar. Baginya: 
a) Kalau benar mendapatkan dua pahala. 
b) Kalau salah mendapatkan satu pahala, jika dia telah
berusaha sekuat tenaga untuk mencari kebenaran
(sebelum memutuskan).
5. Diharamkan atasnya: 
a) Menerima suap (sogok). 

130
b) Hadiah yang diberikan kepadanya karena tugasnya
sebagai hakim.
6. Hakim tidak boleh mengadili ketika dalam keadaan
marah.
7. Dia wajib: 
a) Bersikap sama kepada mereka yang berperkara,
kecuali apabila salah satunya kafir. 
b) Mendengar dari setiap orang di antara mereka
sebelum diputuskan. 
c) Menghindari adanya hijab (pembatas) semampunya.
8. Hakim boleh untuk: 
a) Mengangkat pembantu jika dibutuhkan. 
b) Memberikan syafaat, nasihat dan bimbingan ke arah
yang lebih baik. Maksudnya seorang hakim boleh untuk
memberikan syafaat (bantuan) kepada salah seorang
yang sedang berperkara agar merelakan haknya, Hakim
juga boleh memina kepada pemilik hak untuk
membiarkan sebagian haknya yang wajib diberikan
kepadanya oleh yang berhutang.. 
c) Putusan hakim adalah secara zahirnya saja.
Barangsiapa diputuskan dengan sesuatu, maka tidak
menjadi halal baginya kecuali apabila sesuai dengan
kenyataannya Maksudnya putusan hakim tidak
131
menjadikan untuk manusia sesuatu yang haram menjadi
halal. Seandainya seorang mengaku memiliki sebidang
tanah pada orang lain padahal dia tidak memilikinya dan
dia mengetahui hal itu, kemdian hakim memutuskan
untuknya dengan berbagai bukti misalnya, maka putusan
hakim tidak merubah yang sebenarnya. Tanah tersebut
tetap haram baginya.

132
Xxxv. Kitab Perselisihan, Bukti
Dan Pengakuan

KITAB PERSELISIHAN, BUKTI DAN PENGAKUAN


1. Pendakwa harus menunjukkan bukti dan yang
mengingkarinya harus bersumpah.
2. Hakim memberikan putusan berdasarkan:
a) Ikrar (pengakuan).
b) Kesaksian dua orang lelaki.
c) Atau seorang lelaki dan dua orang wanita.
d) Atau seorang dan sumpah pendakwa.
e) Sumpah orang yang mengingkari dakwaan.
f) Sumpah penolakan.
Bentuknya: orang yang mengingkari disuruh untuk
bersumpah tetapi menolak dan dia menerima
sumpah pendakwa.
g) Dengan pengetahuannya (hakim)
Apabila hakim mengetahui masalah yang sebenarnya,
maka dia boleh untuk memberikan putusan berdasarkan
apa yang dia ketahui. Ini pendapat penulis sendiri.
1. Tidak boleh menerima persaksian:
2. a) Orang yang tidak adil.

133
3. b) Pengkhianat.
4. c) Orang yang sedang bermusuhan.
5. d) Orang yang tertuduh.
6. e) Orang yang nafkahnya ditanggung oleh tuan
rumah (pembantu dll) untuk penghuni rumah.
7. f) Penuduh.
8. g) Bukan seorang badui (primitif) terhadap orang
yang berbudaya.
9.  Diterima persaksian orang yang bersaksi atas
pengakuan perbuatan dan perkataannya apabila
terbebas dari tuduhan.
10. Seperti pemberitahuan wanita yang menyusui
apabila mengaku telah menyusui dua orang, maka
dia diterima ucapannya. Ini merupakan persaksian
dia atas pengakuan atas perbuatannya.  Saksi
palsu termasuk dosa yang paling besar.
11.  Apabila bertentangan antara dua bukti dan tidak
didapati yang bisa menguatkannya, maka barang
yang didakwakan dibagikan kepada kedua orang
yang berperkara.
12. Seandainya dua orang bertengkar pada seekor
onta dan buktinya sama-sama kuat, maka onta

134
tersebut dibagi kepada keduanya sama-sama
separoh.
13.  Apabila pendakwah tidak memiliki bukti, dia
tidak ada pilihan lain kecuali menerima sumpah
pemiliknya sekalipun dia jahat.
14.  Bukti tidak akan diterima setelah bersumpah.
15.  Barangsiapa yang mengaku memiliki sesuatu
dan dia seorang yang berakal, baligh, tidak
bergurau (serius) dan tidak mustahil secara akal
dan kebiasaan, maka dia harus menerima apa
yang dia akui dalam keadaan bagaimanapun.
16.  Cukup memberikan sekali pangakuan dengan
tidak membedakan antara perbuatan yang
mendatangkan hukuman dan lainnya
sebagaimana yang akan datang.
17. Maksudnya cukup memberikan satu kali
pengakuan, baik pengakuan tentang zina atau
harta. Maksud penulis yaitu tidak membedakan
antara pengakuan hudud yang satu dan yang
lainnya. Berbeda dengan orang yang
mensyaratkan pengakuan atas perzinahan
dilakukan empat kali.

135
Xxxvi. Kitab Hudud

KITAB HUDUD
Hudud adalah larangan Allah dan hukuman-Nya yang
dikaitkannya dengan dosa. Disebut juga dengan apa
yang telah ditetapkan dan diputuskan oleh Allah. Ibnul
Atsir berkata, “Asal makna had adalah mencegah dan
memisahkan antara dua sesuatu. Hudud agama telah
memisahkan antara yang halal dan haram. Di antaranya
ada yang tidak boleh didekati seperti perbuatan keji yang
diharamkan, di antaranya ada yang tidak boleh
dilebihkan seperti warisan dan menikah dengan empat
orang istri. Had secara istilah adalah hukuman yang telah
ditentukan oleh agama pada maksiat yang berkaitan
dengan hak Allah agar orang lain tidak terjatuh kepada
perbuatan yang sama dan untuk membersihkan jiwa
dengannya.”

Bab Had Pelaku Zina


Jika dia seorang yang masih perawan dan merdeka,
maka:
a) Dicambuk (dipukul) seratus kali

136
1. b) Setelah dicambuk kemudian diasingkan
setahun.
2. Apabila yang berzina itu janda, Tsaib (janda)
adalah lawan dari perawan (gadis). Dikatakan laki-
laki duda dan wanita janda dan disebut juga
dengan muhsan. Al-Wazir bin Hubairah dalam Al-
Ifshah, 3/233 berkata, “Para ulama sepakat
bahwasanya di antara syarat muhshan adalah
merdeka, balig dan berakal, serta seorang
menikah dengan wanita dengan nikah yang
shahih dan sempat menggaulinya, dan mereka
memiliki sifat-sifat ini.” maka:
a) Dicambuk seperti yang dilakukan pada
perawan.
b) Setelah itu dirajam sampai mati.
3. Dan cukup dengan sekali pengakuan. Adapun
riwayat pengulangan pengakuan dalam beberapa
peristiwa, maka maksudnya adalah meminta
kepastian.
4. Adapun persaksian, maka wajib dari empat orang.
5. Hendaknya pengakuan atau persaksian terdiri dari
pengakuan yang jelas tentang masuknya
kemaluan pada kemaluan.
137
6. Had gugur dengan:
a) Syubhat yang mungkin terjadi.
b) Menarik kembali pengakuan.
c) Keadaan wanita masih perawan atau
kemaluannya tertutup.
d) Keadaan laki-laki terpotong kemaluannya atau
impoten.
7. Diharamkan untuk memberikan syafaat dalam hal
hudud.
8. Orang yang akan dirajam dibuatkan lubang
setinggi dada.
9. Wanita mengandung tidak boleh dirajam hingga
melahirkan dan menyusui anaknya jika tidak
terdapat orang yang menyusuinya.
10. Boleh dilakukan pemukulan (cambuk) di saat sakit
dengan menggunakan pelepah korma yang masih
basah dan yang lainnya.
11. Orang yang melakukan liwath (homo), maka harus
dibunuh sekalipun dia belum menikah.
12. Begitu juga pasangan liwathnya (dibunuh) apabila
dia tidak dipaksa.
13. Diberikan ta’zir orang yang menyetubuhi binatang.

138
14. Budak diberikan hukuman jilid dengan setengah
hukuman orang merdeka. Dan yang melakukan
hukuman had adalah majikannya atau imam.

Bab Had Mencuri


1. Pencuri yang sudah mukallaf atas kemauan
sendiri (tidak dipaksa), mengambilnya dari tempat
simpanannya, berjumlah seperempat dinar atau
lebih, maka dia dipotong tangannya yang kanan.
2. Hal itu cukup dengan:
a) Sekali pengakuan.
b) Atau persaksian dua orang yang adil.
3. Dianjurkan untuk memberitahukan kepada pencuri
apa yang bisa menggugurkan hukuman darinya.
4. Tempat yang dipotong dimasukkan ke dalam
minyak yang sedang mendidih agar darah
berhenti keluar dan tidak membinasakannya.
5. Telapak tangan yang sudah dipotong dikalungkan
di leher pencuri.
6. Hukuman tersebut gugur dengan pengampunan
dari pemiliki barang sebelum sampai urusannya
ke pemerintah, bukan setelahnya, karena ia telah
wajib (untuk dipotong).
139
7. Tidak boleh potong tangan karena (mengambil)
buah dan putiknya selama tidak diambilnya di
tempat pengeringan, apabila sekedar untuk
dimakan dan tidak dijadikan sebagai bekal. Kalau
tidak demikian, maka dia wajib membayar harga
yang diambilnya dengan dua kali harga dan
dipukul sebagai peringatan.
8. Pengkhianat, perampas dan pencopet tidak
dipotong tangannya. (Syekh kami Syekh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam Al-
Muntaqa, 163 berkata, “Perbedaan antara sariq
(pencuri), muntahab (perampas), mukhtalis
(pencopet) dan ghasib (perampok) adalah
bahwasanya yang pertama (pencuri) tidak
menampakkan dirinya baik pada awal maupun
pada akhirnya, yang kedua (perampas) dia
menampakkan dirinya pada waktu awal dan akhir
namun tidak mengambil barang dengan paksaan
tetapi kecepatan, ketiga ( pencopet) seperti kedua
tetapi pada mulanya dia menyembunyikan dirinya
dan yang keempat (perampok) seperti kedua
tetapi mengambil barang dengan paksaan
(kekerasan).” Imam An-Nawawi dalam Tahrir Alfaz
140
at-Tanbih hal. 327 berkata, “al-Muntahib
(perampas) adalah orang yang mengambil harta
dengan terang-terangan mengandalkan kekuatan
dan kemenangannya, muhtalis (pencopet) adalah
orang yang mengambil harta dengan tidak
menggunakan kekuatan tetapi mengandalkan
pelarian (kabur) dan hal itu terjadi ketika
pemiliknya lalai atau dikatakan sambil melihatnya,
dan inilah yang shahih. Pencuri mengambil dalam
kesepian dan pengkhianat adalah orang yang
berkhianat pada titipan dan lainnya dengan
mengambil sebagiannya, dan al-jahid adalah
orang yang mengingkarinya.” )
9. Telah dipastikan pemotongan tangan pada orang
yang mengingkari barang pinjaman
Bab Had Meminum
1. Orang yang minum minuman yang memabukkan
dalam keadaan mukallaf dan tidak dipaksa, maka
dia harus dicambuk sesuai dengan yang
ditetapkan oleh imam; empat puluh kali, atau lebih
banyak atau lebih sedikit walaupun dengan
menggunakan sandal.
 Dan cukup dengan:
141
a) Sekali pengakuan.
b) Persaksian dua orang yang adil walaupun hanya
melihatnya muntah.
 Dan membunuhnya pada kali yang keempat telah
dihapus.
Bab Had Menuduh
Qazf (menuduh) secara istilah berarti menuduh berzina
yang mewajibkan hukuman atau yang menjadi
konsekwensinya seperti penafian anak wanita yang
sudah menikah dari ayahnya.
1. Barangsiapa menuduh orang lainnya berzina,
maka wajib atasnya had qazf(tuduhan) yaitu
delapan puluh kali pukulan.
 Hukuman tersebut ditetapkan dengan:
a) Sekali pengakuan.
b) Persaksian dua orang yang adil.
 Apabila dia tidak bertaubat, maka tidak akan diterima
persaksiannya.
 Jika setelah menuduh datang empat orang saksi,
maka hukumannya gugur.
 Begitu juga jika orang yang tertuduh mengakui
berzina. ( Maksudnya hukuman bagi penuduh akan
gugur apabila bisa membawa empat orang saksi yang
142
menyaksikan bahwa orang yang tertuduh telah
melakukan zina atau jika yang tertuduh mengakui
perbuatan zinanya.)

Pasal Ta’zir
Ta’zir secara bahasa berarti mencegah atau
menolong karena akan menghalangi orang yang
jahat berbuat yang menyakitkan. Imam An-
Nawawi dalam Tahrir Alfaz at-Tanbih hal. 328
berkata, “Ta’zir adalah ta’dib (mendidik) ini
maknanya dari segi bahasa. Adapun secara
istilah, Imam Al-Mawardi berkata, “Memberikan
didikan atas dosa yang tidak ditetapkan hadnya, ia
menyamai had pada bentuknya yang menjadi
larangan dan didikan agar menjadi baik bentuknya
beragam bergantung kepada kesalahannya. Ia
berbeda dengan had dari tiga segi;
pertama, ta’zir untuk orang yang dihormati lebih ringan
daripada selainnya, sementara pada had adalah sama.
Kedua, boleh memberikan syafaat dan pengampunan
pada ta’zir, sementara pada had tidak boleh. Ketiga,
seandainya hilang (sesuatu) karena ta’zir, maka ada

143
jaminan (gantinya), adapun dalam had tidak ada, wallahu
a’lam.
1. Ta’zir dalam kemaksiatan yang tidak
mengharuskan had adalah tsabit dengan
pengurungan atau semisalnya atau dengan
pukulan.
2. Tidak boleh melebihi sepuluh kali cambukan.
Bab Had Pemberontak
Muharib atau quth’ thariq adalah orang yang menyerang
manusia dengan menggunakan senjata di padang pasir
atau di bangunan kemudian mengambil harta mereka
dengan cara paksaan dan terang-terangan.
1. Hukumannya adalah dengan salah satu yang
disebutkan dalam Al-Qur’an;
a) Dibunuh.
b) Disalib.
c) Dipotong tangan dan kaki secara berlawanan
d) Dibuang dari tempat tinggalnya.
 Imam berwenang melakukan sesuatu yang dianggap
bermanfaat bagi setiap orang yang melakukan
pemberontakan sekalipun dilakukan di kota, jika dia telah
menyebarkan kerusakan di muka bumi.

144
 Apabila dia bertaubat sebelum dihukum, maka
hukuman tersebut gugur darinya.

Bab Orang yang Berhak Dihukum Bunuh


1. Mereka itu adalah:
a) Kafir harbi (Harbi adalah orang kafir yang tidak
ada perjanjian damai dan penjagaan dengan
orang Islam, berbeda dengan kafir zimmi,
musta’man dan mu’ahad. Zimmi adalah orang
yang memiliki perjanjian dengan orang Islam
untuk tinggal di negara Islam dengan membayar
jizyah. Musta’man adalah kafir harbi yang
diberikan pengamanan oleh orang Islam, mereka
masuk ke negara Islam untuk suatu tujuan dan
perjanjian amannya selesai dengan selesainya
urusan tersebut. Mu’ahad adalah orang yang
memiliki janji dengan orang Islam untuk
menghentikan peperangan dalam waktu yang
tertentu, dia tidak berada dalam pemerintahan
orang Islam).
b) Murtad.
c) Tukang sihir.

145
d) Dukun. (Kahin (dukun) adalah orang yang
memberitahukan tentang kejadian di masa yang
akan datang dan mengaku mengetahui masalah
rahasia dan melihat masalah ghaib (At-Ta’rifat,
Imam Al-Jurjani).
e) Pencaci Allah, Rasul-Nya, Islam, Al-Qur’an atau
As-Sunnah.
f) Pencaci agama
g) Zindiq (Zindiq adalah orang yang
menampakkan keislaman tetapi menyembunyikan
kekafiran dan meyakini syariat Islam batil. Abu
Hatim berkata, “Az-Zindiq adalah kalimat Persia
yang diarabkan. Asalnya adalah zandahu kurdu;
zandahu artinya hidup dan kurdu artinya bekerja.
Mereka berpendapat dengan tetapnya masa
(Hasyiah Ibnu Barri ‘alal Mu’arrab, hal. 98).),
setelah mereka disuruh bertaubat.
h) Pezina yang pernah menikah (muhshan).
i) Homo secara mutlak.
j) Pemberontak atau perampok

146
Xxxix. Kitab Wasiat
KITAB WASIAT
1. Wajib atas orang yang memiliki sesuatu yang
diwasiatkan.
2. Tidak sah wasiat: 
a. Yang menimbulkan kemudaratan. 
b. Yang diberikan kepada ahli waris. 
c. Untuk kemaksiatan.
3. Wasiat untuk ketaatan diambil dari sepertiga.
4. Wajib mendahulukan membayar hutang.
Orang yang tidak meninggalkan harta untuk membayar
hutangnya, maka pemerintah membayarkannya dari
baitul mal.

147
Xxxx. Kitab Warisan
KITAB WARISAN
1. Wasiat dijelaskan secara terperinci dalam Al-
Qur’an, Di surat An-Nisa: 11, 12 dan 176.
2. Wajib memulai dari furudhul muqaddarah.
Furudhul muqaddarah adalah mereka yang
mendapatkan bagian tertentu seperti sepertiga,
seperempat dan seterusnya. Mereka itu jumlahnya
sepuluh orang yaitu suami, istri satu orang atau
lebih, ibu, ayah, kakek, nenek satu orang atau
lebih, anak perempuan, cucu perempuan dari
anak laki-laki, saudari seibu, saudari sekandung
dan saudari seayah. (orang-orang yang
mendapatkan bagian yang telah ditentukan).
3. Sisanya diambil oleh ashabah. Ashabah yang
dimaksud disini adalah mereka yang
mendapatkan warisan tanpa ketentuan tertentu.
Mereka dibagi menjadi tiga; pertama, asabah bin
nafsi (dengan sendiri), asabah bil ghair (karena
orang lain), ashabah ma’al ghair (bersama orang
lain). Perincian tentang mereka ada di kitab
faraidh.
148
4. Beberapa saudari perempuan apabila bersama
beberapa anak perempuan adalah ashabah.
5. Cucu perempuan dari anak laki-laki barsama anak
perempuan mendapat seperenam sebagai
penyempurna dari dua pertiga.
6. Begitu juga halnya dengan saudari seayah
bersama saudari sekandung.
7. Saudara kandung lebih didahulukan daripada
saudara atau saudari seayah.
8. Satu nenek atau lebih mendapatkan seperenam
apabila tidak ada ibu.
9. Seperenam juga untuk kakek apabila tidak ada
ayah.
10. Tidak ada warisan secara mutlak bagi saudara
laki-laki dan saudari perempuan apabila bersama:
a) Anak laki-laki
b) Atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c) Ayah
11. Tentang warisan mereka bila ada kakek masih di
perselisihkan.
12. Mereka mendapatkan warisan apabila bersama
dengan anak perempuan kecuali saudara laki-laki

149
seibuSaudara seayah gugur apabila ada saudara
sekandung.
13. Ulul arham (Ulul arham di sini maksudnya adalah
setiap kerabat yang tidak mendapatkan warisan
dengan bagian tertentu atau ashabah (sisa)
seperti bibi dari ayah atau ibu dan cucu laki-laki
dari anak perempuan) (kerabat) saling mewarisi,
dan mereka lebih utama daripada baitul mal.
Apabila ketentuan lebih banyak daripada satu
bilangan, maka terjadi aul. Aul adalah jumlah
ketentuan lebih banyak daripada bilangan (artinya
pembilang dari beberapa ketentuan lebih banyak
daripada kelipatan terkecil dari penyebutnya).
Misalnya seorang istri mati dan meninggalkan
suami, saudari sekandung dan ibu. Suami
mendapatkan setengah, saudari sekandung
setengah dan ibu sepertiga. Siham (ketentuannya)
lebih banyak sementara bagian mereka masing-
maing lebih sedikit dari sihamnya.
14. Anak hasil li’an dan zina tidak mendapatkan
warisan kecuali dari ibunya dan kerabat ibunya.
15. Begitu juga sebaliknya.

150
16. Anak yang lahir tidak mendapatkan warisan
kecuali istihlal (ada tanda-tanda kehidupan).
Istihlal maksudnya keluarnya suara yang
menunjukkan hidupnya anak seperti teriakan,
tangisan dan lainnya.
17. Warisan budak yang telah dimerdekakan diambil
oleh orang yang memerdekakannya, dan ia gugur
dengan adanya ashabah Orang yang
memerdekakan terhalang oleh ashabah budak
yang dimerdekakannya seperti adanya anaknya,
ayahnya dan yang seumpamanya.. Dia
mendapatkan sisa setelah shahibul furudh
mengambil haknya.
18. Diharamkan:
a) Menjual wala’. Wala’ adalah loyalitas, sebabnya
adalah jasa orang yang memerdekakan yang
berada pada leher orang yang dimerdekakan.
Mereka mendapatkan warisan dari orang yang dia
merdekakakn dan tidak sebaliknya. Diharamkan
menjual wala’ tersebut dan menghibahkannya
sebagaimana diharamkan menjual dan
menghibahkan nasab.
b) Atau menghibahkannya
151
19. Tidak saling mewarisi antara dua penganut agama
yang berbeda.
20. Pembunuh tidak mendapatkan warisan dari orang
yang dibunuhnya

152
Xxxxi. Kitab Jihad Dan Perang

KITAB JIHAD DAN PERANG


1. Jihad adalah fardhu kifayah bersama (pemimpin)
yang baik atau jahat, apabila telah diizinkan oleh
kedua orang tua.
2. Jihad yang dilakukan dengan ikhlas akan
menghapuskan semua kesalahan kecuali hutang,
begitu juga dengan hak sesama manusia.
Maksudnya hak sesama manusia disamakan
dengan hutang seperti pembunuhan, kehormatan
dan lainnya.
3. Tidak boleh meminta bantuan dalam hal jihad
kepada orang musyrik kecuali darurat.
4. Diwajibkan kepada para tentara untuk taat kepada
pemimpin mereka kecuali dalam hal maksiat
kepada Allah.
5. Dia juga harus:
a) Diajak musyawarah
b) Diperlakukan dengan lemah lembut.
c) Dijaga dari hal-hal yang haram

153
6. Disyariatkan kepada imam apabila ingin
berperang untuk:
a) Menyembunyikan beritanya atau
menyembunyikan dengan selain apa yang ia
inginkan.
b) Mengirim mata-mata dan mencari informasi
(tentang musuh). Menyusun pasukan dan
mengambil bendera Rayah atau liwa’ maksudnya
sama yaitu bendera. Dikatakan keduanya berbeda
sebagaimana dalam hadits Abdullah bin Abbas
disebutkan bahwasanya bendera Nabi berwarna
hitam dan liwa (panjinya) berwarna putih.” (HR. At-
Tirmidzi, No. 1981, Ibnu Majah, No. 2817). Ibnul
Arabi dalam Aridhatul Ahwazi (7/177) berkata, “al-
Liwa’ adalah apa yang diikat pada ujung panah
dan terbang bersamanya, sedangkan ar-rayah
adalah kain yang dibawa yang ditaruh diujung
panah dan berkibar ditiup angin.” Al-Mubarakfuri
dalam Bazlul Majhud (12/96) berkata, “Di Maghrib
liwa adalah tanda pangkat untuk tentara dan
dijuluki ummul harbi ia berada di atas bintang.” At-
Turbusuti berkata, “ Ar-Rayah adalah yang dibawa
oleh pemimpin pasukan perang dan berperang
154
dengan membawanya, sedangkan al-liwa adalah
tanda (panji) pimpinan yang mereka berputar
disekitarnya.” Di Syarah Muslim disebutkan bahwa
ar-rayah adalah bendera kecil sedangkan al-liwa
adalah bendera besar.”
7. Sebelum perang diwajibkan untuk mengajak
kepada tiga hal:
a) Masuk Islam
b) Atau membayar jizyah (upeti) Jizyah adalah
harta yang diambil dari ahlu zimmah sebagai
imbalan atas penjagaan mereka dan kesempatan
tinggal di negara Islam. (Tahrir Alfaz at-Tanbih,
oleh Imam An-Nawawi, hal. 318)
c) Atau perang.
8. Diharamkan:
a) Membunuh wanita, anak-anak dan orang tua
kecuali darurat.
b) Mutslah (mencincang)
c) Membakar dengan api.
d) Berpaling dari medan perang kecuali untuk
bergabung bersama pasukan.
Penulis menyebutkan pengecualian untuk
bergabung bersama pasukan, dan tidak
155
menyebutkan pengecualian untuk membuat siasat
dalam perang, sebagaimana firman Allah,
“Barangsiapa yang membelakangi mereka
(mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk
(sisat) perang atau hendak menggabungkan diri
dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya
orang itu kembali dengan membawa kemurkaan
dari Allah, dan tempatnya ialah neraka jahannam.
Dan amat buruklah tempat kembalinya” (QS. Al-
Anfal:16). Berbelok untuk siasat perang sekalipun
berpaling namun hakikatnya bukan melarikan diri.
Menggabungkan diri dengan pasukan lain
maksudnya bergabung dengan mereka.
9. Dibolehkan untuk:
a) Menyerang orang kafir dengan tiba-tiba di
waktu malam.
b) Berdusta dalam peperangan.
10. Membuat tipu daya, Imam An-Nawawi berkata,
“Telah disepakati oleh para ulama bolehnya
memperdayakan orang kafir ketika perang dengan
cara apapun, kecuali di dalamnya ada pembatalan
terhadap perjanjian.” (Darari, 2/283).

156
Pasal Ghanimah (Rampasan Perang)
1. Harta rampasan yang didapatkan oleh tentara
adalah empat perlimanya.
2. Seperlimanya lagi dibelanjakan oleh imam untuk
kepentingannya Menerima:
3. Penunggang kuda mengambil dari ghanimah tiga
saham.
4. Pejalan kaki satu bagian.
5. Dalam hal pembagian ghanimah, harus sama
antara:
a) Yang kuat dan yang lemah.
b) Orang yang ikut berperang dan tidak.
6. Dibolehkan kepada imam untuk tanfil (menambah
bagian) kepada sebagian tentaranya. Tanfil
adalah menambah bagian ghanimah. Tanfil yang
dibolehkan berdasarkan dalil adalah:
a) Imam berkata kepada sekelompok tentaranya:
“Jika kalian mendapatkan ghanimah dari orang
kafir, maka kamu akan mendapatkan sekian dan
sekian setelah mengeluarkan seperlimanya.
b) Menambah bagian sebagian tentara karena
keadaan dan penderitaan yang tidak diterima oleh
yang lainnya.
157
c) Imam berkata, “Barangsiapa yang membunuh
seorang musuh, maka baginya senjata dan
barang-barang bawaannya. Ia tidak berhak
mengambilnya kecuali korban disebabkan karena
pembunuhan. Saduran dari Adhwa’ul Bayan,
2/385)
Imam boleh memilih sahamnya. Shafi maksudnya
pimpinan pasukan boleh mengambil dan memilih
bagiannya dari ghanimah sebelum dibagikan.
Disebutkan dalam hadits Aisyah beliau berkata,
“Shafiah adalah salah satu shafi.” (HR. Abu Dawud,
No. 2994. Abu Dawud juga meriwayatkan dari Amir
Asy-Sya’bi secara mursal berkata, “Rasulullah
memiliki bagian yang disebut dengan shafi. Jika
beliau menginginkan; budak laki-laki atau budak
perempuan atau kuda, beliau boleh memilihnya
sebelum mengambil seperlima
Sebagian ulama mengkhususkan shafi hanya
untuk Nabi. Ibnu Athiyah dalam tafsirnya (6/311)
berkata, “Tidak ada shafi setelah Nabi secara
ijma’.” Kecuali Abu Tsaur menyatakan
bahwasanya shafi masih tetap untuk imam. Ia
digolongkan pada pendapat yang syaz.”
158
7. Imam boleh memilih sahamnya. Shafi maksudnya
pimpinan pasukan boleh mengambil dan memilih
bagiannya dari ghanimah sebelum dibagikan.
Disebutkan dalam hadits Aisyah beliau berkata,
“Shafiah adalah salah satu shafi.” (HR. Abu
Dawud, No. 2994. Abu Dawud juga meriwayatkan
dari Amir Asy-Sya’bi secara mursal berkata,
“Rasulullah memiliki bagian yang disebut dengan
shafi. Jika beliau menginginkan; budak laki-laki
atau budak perempuan atau kuda, beliau boleh
memilihnya sebelum mengambil seperlima.”
Sebagian ulama mengkhususkan shafi hanya
untuk Nabi. Ibnu Athiyah dalam tafsirnya (6/311)
berkata, “Tidak ada shafi setelah Nabi secara
ijma’.” Kecuali Abu Tsaur menyatakan
bahwasanya shafi masih tetap untuk imam. Ia
digolongkan pada pendapat yang syaz.”
8. Bagiannya (Imam mendapat bagian seperti bagian
seorang tentara, bagian ini selain shafi) sama
dengan bagian seorang tentara.
9. Memberikan bagian ( Maksudnya memberikan
bagian yang kurang dari satu bagian dari
ghanimah kepada semua yang hadir dalam
159
peperangan seperti wanita dan anak-anak) dari
ghanimah kepada semua yang hadir.
10. Mendahulukan orang-orang mu’allaf (baru masuk
Islam) jika imam memandang hal itu ada
maslahatnya.
11. Apabila orang kafir mengembalikan apa yang dia
ambil dari orang Islam maka itu untuk pemiliknya.
12. Diharamkan memanfaatkan sesuatu apapun dari
ghanimah sebelum dibagikan kecuali:
a) Makanan.
b) Makanan ternak.
c) Diharamkan untuk ghulul (korupsi-curang)
Ghulul adalah berkhianat dengan ghanimah dan
mengambil dari ghanimah sebelum dibagi.
(Nihaya).
d) Termasuk ke dalam ghanimah adalah tawanan.
13. Dibolehkan (Maksudnya imam dibolehkan
terhadap tawanan untuk membunuhnya, meminta
kepadanya untuk menebus dirinya dengan harta
atau melepaskannya) :
a) Membunuhnya.
b) Atau menerima tebusan darinya.
c) Atau melepasnya.
160
14. Dibolehkan:
a) Mengambil orang Arab sebagai budak.
b) Membunuh mata-mata.
15. Apabila kafir harbi masuk Islam sebelum berhasil
ditangkap, maka hartanya terjaga. Apabila
seorang budak diserahkan kepada orang kafir
maka dia menjadi merdeka.
16. Tanah yang menjadi ghanimah, urusannya
diserahkan kepada imam dia akan melakukan
yang paling baik diantaranya;
a) Membaginya
b) Dibiarkan menjadi milik bersama orang-orang yang
memperolehnya.
c) Atau dibiarkan untuk umum kaum muslimin.
17. Orang yang diberikan pengamanan oleh seorang
muslim, maka dia menjadi aman.
18. Utusan (diplomat) diposisikan sebagai orang yang
mendapat pengamanan. Rasul adalah orang yang
membawa surat, Rasulullah bersabda kepada
utusan Musailamah, “Demi Allah, seandainya tidak
karena utusan tidak boleh dibunuh, niscaya saya
penggal leher kalian.” (HR. Ahmad dan Abu
Daud).
161
19. Dibolehkan muhadanah (perjanjian damai) dengan
orang kafir walaupun dengan syarat Maksudnya
sekalipun orang kafir mensyaratkan kepada kita
beberapa syarat, sebagaimana yang terjadi pada
perjanjian Hudaibiah, ketika mereka memberikan
persyaratan kepada Rasulullah untuk
mengembalikan kepada mereka orang-orang yang
telah datang dari mereka dan bukan sebaliknya.”
dan dalam jangka waktu yang maksimalnya
sepuluh tahun.
20. Dibolehkan mempermanenkan muhadanah
dengan membayar jizyah Maksudnya apabila
perjanjian damai untuk tidak berperang boleh
dilanggengkan apabila orang kafir membayar
jizyah. Apabila mereka tidak membayar jizyah,
telah disebutkan sebelumnya bahwa ia tidak boleh
lebih dari sepuluh tahun. Orang musyrik dan ahlu
zimmah dilarang tinggal di jazirah Arab.

Pasal Hukum Bughat (Pemberontak)


1. Wajib untuk membunuh bughat. Bughat adalah
orang Islam yang memisahkan diri dari ketaatan
kepada imam yang hak karena takwil dan mereka
162
memiliki kekuatan. Dianggap sebagai orang yang
memisahkan diri adalah orang yang enggan
menunaikan hak wajib yang dimintai oleh imam,
seperti zakat. Selain orang yang bughat
dinamakan ahlul adl yaitu mereka yang tetap
dalam ketaatan kepada imam. hingga mereka
kembali kepada kebenaran.
Tidak boleh dibunuh tawanan mereka.
 Tidak dikejar mereka yang melarikan diri.
Tidak dibunuh mereka yang sedang terluka.
 Hartanya tidak dianggap ghanimah. Memerangi
bughat berbeda dengan memerangi orang kafir pada
sebelas segi, penulis menyebutkan empat di antaranya.
Sisanya adalah tujuan dari memerangi mereka adalah
mengembalikannya bukan membunuhnya, istri dan
anaknya tidak dijadikan budak, tidak boleh meminta
bantuan kepada orang musyrik untuk menyerang
mereka, tidak boleh mereka dititipkan dengan harta, tidak
boleh diserang dengan majaniq dan sejenisnya (bom),
tidak dibakar rumahnya dan tidak boleh ditebang
pepohonannya. (lihat: At-Taj wal-Iklil, 6/277dan Hasyiah
Ad-Dasuqi, 4/299).

163
Pasal [Hak Pemimpin dan Rakyat]
1. Mentaati pemimpin adalah wajib kecuali dalam hal
maksiat kepada AllahSubhanahu waTa’ala.
2. Tidak boleh memberontak kepada mereka
selama:
a) Mereka mendirikan shalat.
b) Mereka tidak menampakkan kekafiran yang
jelas.
3. Diwajibkan untuk:
a) Bersabar atas kezalimannya.
b) Memberikan nasihat kepada mereka.
4. Kewajiban mereka:
a) Melindungi orang-orang Islam.
b) Mencegah tangan-tangan zalim.
c) Menjaga tsugur. Tsugur adalah tempat yang
menjadi pembatas antara daerah orang Islam
dengan orang kafir, ia adalah tempat yang ditakuti
di ujung negeri. (perbatasan-perbatasan mereka).
d) Mengatur mereka dengan syariat (Allah) pada
badan, agama dan harta mereka.
e) Membagi-bagikan harta Allah kepada yang berhak
menerimanya.

164
f) Tidak mengambil lebih dari cukup (haknya) dengan
cara yang baik.
g) Bersungguh-sungguh dalam memperbaiki perilaku dan
niatnya Sampai di sini selesai ringkasan dengan tulisan
tangan penulisnya yaitu Muhammad bin Ali bin
Muhammad Asy-Syaukani hafidhohullah, semoga Allah
mengampuni mereka, amin, amin!

165
166

Anda mungkin juga menyukai