Anda di halaman 1dari 35

Menyadari Hakekat, Bagian-1

Mei 9, 2015 oleh Murid Dalam Sikap Bertuhankan Allah SWT.

Al Quran menyuruh umat manusia untuk DZIKRULLAH


Akan tetapi dalam memaknai dzikrullah itu umat manusia ternyata sangat beragam sekali. Ada yang
mengatakan bahwa DZIKRULLAH itu adalah dengan MENGINGAT ALLAH, ada yang mengatakannya
dengan MENYADARI ALLAH, ada yang mengartikannya dengan MENYEBUT (Nama) ALLAH, ada yang
mengatakannya dengan BERDZIKIR kepada Allah, dan lain-lain sebagainya.
Baru-baru ini ada kampanye dari seorang sahabat saya dan kelompoknya yang mengatakan bahwa
dzikrullah itu adalah SADAR kepada Allah, bukan MENGINGAT Allah. Kalau mengingat Allah maka itu
adalah MUSYRIK. Karena mengingat berarti dengan pikiran, sedangkan Allah tidak bisa dipikirkan.
Laista kamistlihi syaiun
Tentu saja banyak kita yang dibuat bingung oleh pernyataan ini. Ada saja memang disetiap zaman
muncul orang-orang yang sering membuat pernyataan-pernyataan aneh yang membingungkan umat
Islam sendiri. Setiap zaman ada
Disinilah pentingnya ILMU MENGENAL ALLAH, MAKRIFATULLAH, sehingga kita betul-betul bisa
meletakkan kemahaan Allah pada tempat yang seharusnya. Kalau tidak, kita akan tersasar-sasar
ketika kita ingin berbicara tentang Allah, ketika kita ingin beribadah kepada Allah, dan terutama ketika
kita ingin BERDZIKIR kepada Allah.
Sebab sebenarnya semua ibadah pada hakekatnya adalah dalam rangka kita untuk BERDZIKIR kepada
Allah. Shalat adalah Lidzikri, untuk dzikir kepada Allah. Ibadah Haji dan Umrah adalah untuk dzikir
kepada Allah. Membaca Al Quran, zakat, berbuat baik kepada sesama manusia juga adalah dalam
rangka dzikir kepada Allah. Wiridan sebenarnya juga sedang berusaha untuk Dzikir kepada Allah.
Untuk menjadi Ulul Albab kita juga dipersyaratkan agar kita bisa dzikir kepada Allah ketika sedang
berdiri, duduk, ataupun tiduran. Akan tetapi dzikir yang bukan sembarang dzikir, tapi dzikrullah.
Mendzikiri Allah.
Sementara itu, DZIKRULLAH itu sendiri, walau ia hanya sebuah kata yang sederhana, namun ia juga
telah menjadi sebuah Rahasia pencapaian umat manusia sepanjang masa, yang untuk itulah para
Nabi dan Rasul diturunkan pada zamannya, dan para Arif Billah diturunkan untuk melanjutkan tugas
Para Nabi dan Rasul, sesuai dengan zamannya pula. Sebab seiring dengan berjalannya waktu,
ternyata umat manusia telah ditakdirkan pula untuk menjadi semakin cerdas dan sekaligus juga
semakin banyak masalah, sehingga ditengah-tengah orang yang sudah semakin cerdas dan semakin
banyak masalah itu, perlu pulalah orang-orang yang bisa menjelaskan Dzikrullah itu agar ia tetap
menjadi sebuah proses yang sederhana. Sesederhana yang dilakukan oleh Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul.
Untuk Zaman kita sekarang ini, masalahnya adalah, bagaimana kita akan bisa mendzikiri Allah kalau
kita tidak kenal betul dengan Allah. Makrifatullah. Sebab kalau kita tidak kenal, akibatnya adalah kita
akan sangat mudah sekali terperosok untuk menuhankan sesuatu yang tidak layak untuk kita

Menyadari Hakikat

1 dari 30

pertuhankan. Kita akan mudah sekali menjadi salah paham dengan eksistensi Allah, walaupun ayatayat Al quran yang menerangkan tentang itu sudah sangat jelas sekali sebenarnya
Beberapa kesalahpahaman yang umumnya terjadi, diantaranya adalah:
1. Kita MENGIRA bahwa Allah ada DI DEKAT kita. Kita menganggap Allah ada DI DEPAN kita. Biasanya
ayat-ayat yang kita pakai untuk mendukung pernyataan kita ini adalah bahwa: Allah lebih dekat
dengan kita dari pada kita dengan urat leher atau urat nyawa kita. Kita juga biasa memakai dalil
lainnya, yaitu ayat yang mengatakan bahwa: Allah MELIPUTI segala sesuatu.
Dengan mengatakan Allah ada di dekat kita atau didepan kita, tanpa kita sadari, kita telah
mengatakan bahwa Allah adalah BERTEMPAT. Allah bisa jauh dan bisa pula dekat dengan kita. Maha
suci Allah dari segala anggapan seperti apapun juga.
2. Karena kita menganggap bahwa Allah ada di dekat kita, atau di depan kita, bahkan meliputi diri
kita, maka seakan-akan Allah, atau paling tidak perbuatan atau aktifitas Allah, bisa kita RASARASAKAN. Kita akan mencoba untuk mencari-cari sensasi akan kedekatan kita dengan Allah itu. Kita
akan MENGARAH-ARAHKAN kesadaran kita, perasaan kita, ataupun gerakan-gerakan kita kepada Allah
yang ada di depan atau di dekat kita.
Malah karena kita merasa saking dekatnya dengan Allah, kita menganggap bahwa keluar masuknya
aliran NAFAS kita juga adalah karena Allah yang menggerakkan. Allah seakan-akan berada diujungujung nafas kita itu. Seakan-akan Allahlah yang sedang menggerak-gerakkan nafas kita itu.
Lalu, dengan mengamati aliran nafas itu dan meyakini bahwa Allahlah yang menggerakkan nafas kita
itu, maka gerakan keluar masuknya nafas kita itu bisa pula kita anggap sebagai alat bantu bagi kita
untuk berdzikir atau menyadari keberadaan Allah yang sangat dekat dengan kita. Dan jebakannya
adalah bahwa semua yang kita lakukan itu ada pula rasanya. Sehingga kitapun menjadi betah di sana.
3. Atau sebaliknya kita menganggap Allah berada jauh di tempat yang sangat tinggi, sehingga kita
mencoba mengarah-arahkan ucapan kita, wajah kita, pandangan mata kita, atau konsentrasi kita
ketempat yang tinggi diatas langit. Kita melihat dan menggapai-gapaikan tangan kita kearah ATAS,
seakan-akan kita sedang berkonsentrasi bahwa arah atas yang kita tuju itu adalah tidak terbatas.
Harapan kita setelah itu adalah kita akan merasakan jawaban-jawaban Allah berupa getaran-getaran
yang menjalari seluruh bagian tubuh kita.
4. Karena Allah atau aktifitas Allah kita anggap bisa kita rasa-rasakan, maka disinilah biasanya muncul
praktek-praktek yang bertujuan untuk merasakan aktifitas atau perbuatan Allah itu.
Praktek yang paling mudah untuk kita lakukan biasanya adalah dengan memanggil-manggil Allah,
Allah, Allah Allah!. Dalilnya juga ada Qulid ullah awidur Rahman dst. Biasanya kita tidak
cukup hanya dengan memanggil-manggil Allah saja. Memanggil-mannggil Allah itu harus kita barengi
pula dengan mengarahkan emosi kita, atau pandangan kita, atau gerakan tangan kita kesuatu arah
tertentu, misalnya keatas, kedepan, kebawah sambil rukuk atau sujud, dan sebaginya. Semua arah
yang kita tuju ini seperti berada DI LUAR tubuh kita.
Akan tetapi arah yang kita tuju itupun bisa pula suatu titik konsentrasi yang ada di dalam tubuh kita,
misalnya gerakan nafas kita, merasakan detak jantung kita baik di dada maupun dipergelangan
tangan kita, atau titik titik tertentu di sepanjang tubuh kita yang bisa juga disebut cakra-cakra atau
lathaif-lathaif. Titik konsentrasi utama yang sering dipakai Umat Islam adalah wilayah disekitas

Menyadari Hakikat

2 dari 30

JANTUNG yang konon katanya disanalah HATI kita berada. Kita juga bisa berkonsentrasi bahwa akita
seakan-akan sedang BERGERAK menembus dan memasuki ruang dada kita yang paling-paling-paling
dalam. Titik konsentrasi lainnya yang bisa kita pakai adalah dengan mendengarkan suara-suara dan
lagu-lagu, melihat warna-warna, dan lain-lain sebagainya.
Akan tetapi semua yang kita lakukan itu tujuannya bukan lagi untuk berdzikir kepada Allah, akan
tetap telah berubah menjadi sebagai alat untuk menghentikan keliaran pikiran kita saat kita
menyebut-nyebut Nama Allah. Kita mencoba menghentikan keliaran pikiran kita dengan cara
mengarahkan konsentrasi kita hanya tertuju pada satu objek pikir tertentu saja. Orang yang
melakukannya menamakan objek pikir antara itu adalah jangkar. Suka-sukanya sajalah
Padahal saat itu kita memanggil-manggil Allah, sedangkan kita sedang berkonsentrasi kepada Objek
Jangkar itu, maka bukankah artinya objek jangkar itulah yang kita panggil-panggil sebagai Allah?. Kita
selingkuh di dalam hati atau pikiran kita.
Contohnya adalah: Istri saya namanya Neneng, saya juga punya teman yang namanya Ani. Saat saya
bersama istri saya, saya berkata: Neneng, abang sayang sekali kepada Neneng. Akan tetapi pada
saat yang sama ingatan yang ada di dalam pikiran saya adalah tentang si Ani. Bukankah keadaan ini
sama dengan keadaan kita sedang berdzikir menyebut Nama Allah diatas?. Silahkan jawab sendirilah
masing-masing. Dan setiap jawabannya itu akan ada tersedia alasan-alasan yang sangat tepat pula.
5. Biasanya praktek-praktek seperti diatas baru akan dianggap berhasil kalau kita sudah bisa
menangis, atau kita sudah bisa merasa-rasakan getaran, atau tubuh kita sudah bisa tergetar-getar
(keter-keter dan kejet-kejet), atau kita sudah bisa tersujud dan tersungkur (baik sambil menangisnangis ataupun tidak dengan menangis), atau tubuh kita sudah bisa berputar-putar tanpa kita
sengaja-sengaja untuk berputar-putar. Lalu kita meyakini bahwa Allahlah yang telah melakukan
semua hal itu terhadap diri kita.
Kalau kita tidak bergetar-getar, atau tidak mengalami satupun dari tanda-tanda diatas, maka kita
dengan mudah bisa dianggap sebagai orang yang tidak beriman, atau paling tidak iman kita masih
kurang dan rendah. Kriteria penilaian inipun ada pula dalilnya yang cocok, yaitu fadzkurini adzkurkum
dst, wajilats qulu buhum dst, taqsyairru minhu dst.
6. Setelah proses menangis-nangis, tersungkur-sungkur, bergetar-getar itu, biasanya kemudian kita
menjadi tenang kembali. Dan keadaan inipun ada pula dalilnya yang dipakai, yaitu : tsumma talinu
juluduhum wa qulu buhum, dst.
Setelah itu kita akan menjadi tenang, merasa bahagia, dan tubuh kita terasa seperti telah menjadi
sangat luas dan besar, dan kita seperti terlepas dari segala beban yang menghimpit kita selama ini.
Keadaan inipun ada pula dalilnya, Qad Aflahal Muminun, dst.

Menyadari Hakekat, Bagian-3


Mei 10, 2015 oleh Murid Dalam Sikap Bertuhankan Allah SWT.

Tentu ada yang bertanya-tanya seperti ini: Lalu letak salah kaprahnya dimana?, bukankan ayat Al
Qurannya berkata begitu?.
Ayat Al Qurannya betul berkata begitu. Akan tetapi yang salah kaprah adalah paradigma berpikir kita.
Kita mengira bahwa ayat Al Quran itu adalah untuk kita yang paradigma berpikirnya masih tercampur
baur dengan paradigma berpikir lain yang keliru. Paradigma berpikir yang tidak pernah dipakai oleh
para Nabi dan Rasul, para Sahabat Nabi dan dua generasi yang mengikutinya, dan para Arif Billah.

Menyadari Hakikat

3 dari 30

Padahal ayat Al Quran yang telah kita sebutkan diatas berkata-kata hanya kepada orang yang
beriman kepada Allah. Orang-orang yang sedang DZIKRULLAH. Orang-orang yang sedang INGAT
kepada Allah. Bahwa kalau orang yang sedang Dzikrullah itu pastilah begini dan begitu. Pasti hatinya
bergetar, wajilats qulu buhum. Pastilah dia akan menangis dan tersungkur sujud melihat KEBENARAN
Allah. Ingatannya kepada Allah akan dibalas oleh Allah dengan Ingatan Allah kepadanya, fadzkurini
adzkurkum. Pastilah Hatinya akan menjadi Tenteram, Talinu. Pastilah dia akan mendapatkan Ilham
tentang ketaqwaan. Pasti
Akan tetapi, dengan paradigma berpikir kita yang masih tercampur baur itu, lalu kita mencoba
memanggil-manggil Allah, mencoba menyebut-nyebut Nama Allah dan kalimat-kalimat Thayyibah
lainnya, kemudian ada respon, hal, dan kejadian-kejadian yang mirip dengan yang dikatakan oleh
ayat-ayat Al quran diatas tentang ciri-ciri orang yang beriman, maka kita terlalu cepat merasa
sumringah.
Kita terlalu cepat merasa Ge-er bahwa kita telah menjadi orang yang beriman. Padahal saat itu hati
kita masih belum beriman kepada Allah. Tanda-tandanya mudah sekali kok untuk mengetahuinya.
Saat itu HATI kita masih dipenuhi oleh berbagai hal, keadaan, sifat, dan objek pikir yang akan
MENGHALANGI kita untuk INGAT kepada Allah. Hati kita masih kotor, sehingga kotoran hati itu akan
menghalangi hati kita untuk ingat kepada Allah.
Dengan adanya respon-respon seperti ini, yang bisa kita RASAKAN dan ALAMI, maka BISANYA kita
TERBURU-BURU untuk menganggap bahwa itu adalah RESPON atau JAWABAN DARI ALLAH atas
panggilan-panggilan kita kepada-Nya, walau saat itu HATI kita tengah mengingati berbagai kotoran
yang ada di dalam hati kita itu. Dari sinilah kemudian muncul keyakinan seseorang bahwa dengan
mengalami hal seperti itu ia merasa telah berdzikir dengan baik dan betul kepada Allah. Sebab sudah
ada tanda-tandanya yaitu, dia sudah bisa bergetar secara halus atau secara kasar, ada yang sampai
tubuhnya jatuh dan bahkan berguling-guling, dan ada yang sudah merasakan pula rasanya yang
sangat nyaman. Dia juga merasa telah mendapatkan berbagai bimbingan dan tuntunan dari Allah.
Betulkah semua RESPON yang seperti itu adalah berasal dari Allah seperti yang kita duga?. Betulkah
Allah yang telah meresponnya?. Mari kita ulas hal ini dengan memakai kacamata Makrifatullah.
Paradigma berpikir Makrifatullah

Menyadari Hakekat, Bagian-4


ALAM HAKEKAT
Pada awalnya hanya Allah saja yang ada. Dzat-Nya, The Essense. Tidak ada sesuatu apapun yang
bersama Dia. Oleh sebab itu tidak ada satupun yang tahu tentang Dia. Dia tidak bisa dikenali. Tidak
ada yang tahu Dia punya Kebesaran, karena saat itu belum ada yang akan membesarkan-Nya. Tidak
ada yang kenal Dia Bernama, karena belum ada siapa-siapa yang akan Dia beritahu Nama-Nya. Tidak
ada yang tahu Dia Maha Berkuasa, karena belum ada apa-apa dan siapa-siapa yang mau dikuasaiNya. Tidak ada yang tahu Dia Maha Memiliki Kuasa dan Kecerdasan, karena memang hanya Dia
Sendiri Yang Ada. Hanya Diri-Nya, Hanya Dzat-Nya sendiri Yang ada. Kalau saat itu SUDAH ADA yang
tahu bahwa Dia Maha Berkuasa dan Dia Maha Memiliki Kuasa dan Kecerdasan, maka saat itu berarti
SUDAH ADA sesuatu yang lain selain dari Diri-Nya yang Dia Kuasai dan Miliki tempat kemana Dia

Menyadari Hakikat

4 dari 30

mencurahkan Kuasa dan Kecerdasan-Nya. Artinya saat itu sudah ada sesuatu yang lain selain dari
Diri-Nya. Dengan begitu maka runtuhlah Tauhid kita.
Jadi sampai kapanpun, TIDAK AKAN ADA yang mengetahui SEPERTI APA Allah dan DI MANA Allah.
Inilah makna dari LAISA KAMISTLIHI SYAIUN yang seharusnya kita pahami. Allah adalah DZAT Yang
MAHA RAHASIA. Dan rahasia itu akan tetap berlaku Di DALAM MASA dan DI LUAR MASA. Sebab Masa
baru tercipta sejak Firman Kun. Sedangkan Rahasia itu ABADI Tidak bermasa, ia di dalam dan
diluar masa
Suatu SAAT, Dia berfirman KUN
Karena saat itu hanya DIRI-NYA sendiri yang ADA, maka Firman KUN itu tentu Dia tujukan kepada
Diri-Nya sendiri, Dzat-Nya sendiri. Bukan kepada kepada sesuatu yang bukan Diri-Nya. Sebab sesuatu
yang bukan Diri-Nya itu TIDAK ADA. Bahkan tidak ada pun tidak ada, kosong pun tidak ada. Kalau
ada sesuatu yang bukan Diri-Nya saat Dia berfirman KUN itu, maka saat itu berarti sudah ada DUA.
Dengan begitu maka runtuhlah TAUHID kita seketika itu juga.
Walaupun Firman KUN itu Dia tujukan kepada Diri-Nya sendiri, Dzat-Nya sendiri, Namun Firman KUN
itu hanya Dia tujukan kepada sedikit dari Dzat-Nya (the small essense). Ya, hanya kepada SEDIKIT
Diri-Nya, bukan kepada KESELURUHAN Diri-Nya dan bukan pula kepada SEPARUH Diri-Nya.
KUN, maka dari sedikit Dzat-Nya itulah kemudian yang akan menzhahirkan seluruh Ciptaan. Dzat-Nya
yang sedikit itu segera dilindungi-Nya dengan 70 lapis Tabir Cahaya. Dzat-Nya yang sedikit itupun
sudah berubah Sifat pula menjadi Unsur Dasar bagi terciptanya semua ciptaan.
The small essense ini juga belum ada bentuk dan rupa, belum ada warna dan nyala, belum ada angka
dan huruf, belum ada getaran dan gelombang, belum ada materi dan partikel. Ia semata-mata adalah
the small essense yang besarnya terhadap The Essense adalah tidak lebih dari sebutir pasir di padang
pasir, atau setetes air di dalam lautan, atau kalau dalam ukuran ilmu modern adalah sekecil partikel
Higgs-Bosson dialam semesta.
Akan tetapi tidak ada keterpisahan antara The Essense dan the small essense. Tidak ada DUA yang
berbeda. Tetap hanya ada SATU, yaitu The Essense. Sebab the small essense adalah bagian yang
sangat kecil dari The Essense itu sendiri. Kalau kita contohkan pada diri kita, hubungan antara The
Essense dengan the small essense itu, tak ubahnya seperti hubungan antara seluruh tubuh kita
dengan jari-jari tangan kita. Dimana jari tangan kita itu adalah masih menjadi bagian dari tubuh kita
juga. Tidak terpisah antara jari tangan kita dengan tubuh kita. Akan tetapi ia telah diberi nama
dengan nama yang lain, yaitu JARI TANGAN. Perbedaan antara tubuh kita dengan jari tangan itu
hanyalah dalam hal SIFAT-SIFAT saja. Kita dapat melihat bahwa jari tangan kita sudah mempuyai
SIFAT yang berbeda dengan tubuh kita.
Perbedaan utama antara jari tangan kita dengan tubuh kita adalah dalam hal UKURANNYA. Jari-jari
tangan kita kecil jika dibandingkan dengan tubuh kita. Perbedaan berikutnya adalah bahwa untuk
menggerak-gerakkan jari-jari tangan itu kita tidak perlu menggerakkan SELURUH badan kita. Juga,
kita bisa mengatakan bahwa jari-jari tangan kita adalah badan kita. Akan tetapi jari-jari tangan kita
tidak bisa kita anggap sebagai badan kita. Ia hanya sebagian dari badan kita.
Andaikan satu jari tangan kita itu bisa berkata-kata dengan sesama jari tangan kita yang lainnya,
maka masing-masing jari tangan itu tidak bisa berkata bahwa ia adalah Yusdeka. Telunjuk tidak bisa
berkata aku Yusdeka. Jempol, jari tengah, jari manis, dan kelingking pun juga tidak bisa saling
berkata-kata bahwa dia adalah Yusdeka. Tidak bisa. Karena mereka masing-masing hanyalah
sebagian kecil saja dari Yusdeka yang besar. Jari-jari tangan itu paling banter hanya bisa berkata:

Menyadari Hakikat

5 dari 30

aku adalah bagian dari telapak tangan Yusdeka. Tidak lebih, bahkan itu saja sudah sangat
berlebihan.
Sebaliknya Yusdeka bisa berkata bahwa kelingking, atau jari telunjuk itu adalah yusdeka. itu aku
lho. Saat jari telunjuk memukul-mukul jempol, Yusdeka berhak berkata kepada si jari telunjuk:
bukan kamu yang memukul si jempol wahai jari telunjuk, tapi aku yang memukul. Jelas sekali
bedanya sebenarnya.

Menyadari Hakekat, Bagian-5


Nah, dalam Skala Ilaahi, begitu Firman KUN, maka SEDIKIT Dzat-Nya yang terkena oleh Firman KUN
itu segera saja terkurung di dalam 70 lapis tabir cahaya (yang besarnya pastilah tak terperikan),
menjadi the small essense. Di dalam the smal essense inilah nantinya akan terjadi SEMUA yang
berkenaan dengan seluk-beluk dan tingkah-polah SEGALA CIPTAAN. Di dalam the small essense ini
pulalah tempat atau alamat bagi Allah untuk mencurahkan Kuasa dan Kecerdasan-Nya, agar Dia bisa
dikenali oleh ciptaan-Nya, yang tidak lain dan tidak bukan juga adalah sebagian kecil dari Diri-Nya
sendiri.
Jadi boleh dikatakan bahwa the smaal essense itu adalah WAJIBUL WUJUD bagi semua Ciptaan. Yaitu
Dzat Yang Wajib Ada sebelum terciptanya semua ciptaan. Sebab dari Dzat Yang Wajibul Wujud inilah
nantinya akan tercipta semua ciptaan atau MUNGKINUL WUJUD, yaitu wujud-wujud dalam berbagai
bentuk dan sifat-sifat. Dzat itu Mungkin menjadi bumi, mungkin menjadi langit, mungkin menjadi
syurga dan neraka, mungkin menjadi manusia, mungkin menjadi hewan dan tumbuhan, mungkin
menjadi malaikat dan jin, mungkin menjadi awan, bintang dan matahari, dan sebagainya.
MUNGKINUL WUJUD.

Menyadari Hakikat

6 dari 30

Akan tetapi untuk terjadinya proses penzhahiran dari ciptaan-ciptaan itu, mungkinul wujud, maka di
dalam the small essensi (Dzat-Nya yang sedikit) itu ternyata sudah ada pula KECERDASAN dan
KUASA. Karena pada the small essense itu saja, Dzat yang sangat kecil dan halus, ada Kecerdasan
dan Kuasa, padahal Dzat itu adalah bagian yang amat kecil saja dari The Essense, Dzat Yang Maha
Maha Besar, maka mau tidak mau, pastilah The Essense itu Sangat Maha Kuasa dan Sangat Maha
Cerdas. Tidak bisa tidak Sebab sedikit Dzat-Nya saja sudah mempunyai Kecerdasan dan Kuasa yang
mencengangkan. Apalagi Dzat-Nya yang keseluruhan. The Essense.
KECERDASAN dan KUASA itu sudah ada dan tertanam kuat di dalam the small essense, Dzat.
KECERDASAN dan KUASA itu tidak terpisah dari the small essense. Dimanapun ada the small essense,
maka disitu pastilah ada pula KECERDASAN dan KUASA. Karena memang KECERDASAN dan KUASA
itulah yang akan mengatur, mengarahkan, mengontrol, menahan, dan memegang the small essense
yang nantinya, pada saatnya, akan terzhahir menjadi berbagai ciptaan atau Mungkinul Wujud.
Sehingga semua ciptaan itu akan tetap berjalan sesuai dengan KETETAPAN dan MAHA RENCANA yang
telah ditetapkan untuk masing-masing ciptaan itu. Tidak ada satupun yang bisa melenceng dan keluar
dari batas-batas dan ketetapan yang telah ditentukan itu.
Kecerdasan dan Kuasa itu akan sangat berguna untuk menjaga keberlangsungan sebuah aktifitas
yang maha sempurna, maha detail, maha terukur, maha tertimbang, maha teratur, maha rumit, dan
maha-maha yang lainnya yang berkenaan dengan segala ciptaan. Sehingga selama penzhahirannya,
tidak akan ada satupun peran dan peristiwa yang tertukar-tukar antara satu dengan yang lainnya.
Tepat dan presisi sekali
Oleh sebab itu, tidak menjadi aneh lagi kalau kita seperti bisa melihat bahwa pada setiap ciptaan yang
kita lihat dan amati seperti ada pula sebuah kuasa dan kecerdasan yang ada bersamanya. Pada
matahari dan bintang seperti ada kuasa dan kecerdasan bersamanya. Pada gunung dan sungai,
seperti mereka itu punya kuasa dan kecerdasan. Angin dan awanpun seperti punya kuasa dan
kecerdasan. Pada tumbuhan dan hewan yang sekecil dan selemah apapun, mereka juga seperti punya
kuasa dan kecerdasan. Pada bebatuan maupun pada sebutir pasirpun, mereka seperti punya kuasa
dan kecerdasan.
Bahkan kalau kita melihat pada diri kita sendiri, mulai dari ujung rambut sampai keujung kaki.
Semuanya seperti mempunyai kecerdasan dan kuasanya masing-masing. Rambut mempunyai kuasa
dan kecerdasan untuk tetap menjadi rambut. Mata mempunyai kuasa dan kecerdasan untuk tetap
menjadi mata. Begitu juga dengan jantung, hati, paru-paru, otak, dan berbagai organ tubuh kita yang
lainnya, mereka juga seperti punya kuasa dan kecerdasan masing-masing sesuai dengan perannya
masing-masing. Dan itu berlaku bagi seluruh umat manusia di seluruh permukaan bumi.
Saat ini, semua orang juga sudah tahu tentang Kuasa dan Kecerdasan itu. Dari Stephen Hawing
sampai dengan orang yang paling awan sekalipun, sudah tahu akan adanya kecerdasan dan kuasa itu,
yang mengatur dan menyebabkan kehidupan ini bergerak seperti sebuah Soap opera (sandiwara)
buatan komputer saja, kata Stephen Hawking. Semuanya sudah diatur, semuanya sudah terencana
dan terprogram dengan sangat menakjubkan, semuanya tinggal berjalan mengikuti jalan yang telah
ditentukan.
Mr. Stephen Hawking itu baru bertemu dengan keteraturan permainan bak opera sabun soap opera
ciptaan komputer saja. Selangkah kecil lagi, kalau ia terus membaca (Iqraa), maka ia akan bertemu
dan yakin dengan Kuasa dan Kecerdasan yang mengatur alam semesta ini dengan segala isinya. Akan

Menyadari Hakikat

7 dari 30

tetapi orang-orang yang sudah BERHAKEKAT, mereka sudah bertemu dan yakin dengan Dzat Yang
Mempunyai Kuasa dan Kecerdasan itu.
Jadi dua langkah lagi saja sebenarnya, Stephen Hawking itu akan menjadi orang yang menyadari
Hakekat. Dan setelah itu hanya butuh selangkah kecil berikutnya saja untuk, mau tidak mau, beliau
pasti akan bermakrifat kepada Allah, Makrifatullah Tentu saja itu hanya kalau memang beliau sudah
ditakdirkan oleh Allah untuk sampai kepada jenjang atau Maqam untuk bermakrifat kepada Allah.
Sandiwara itu bisa terlaksana, karena memang pada setiap ciptaan itu ada Dzat-Nya yang sedikit (the
smal essense) yang berada disebalik setiap ciptaan itu. Sebab The small essense itulah yang menjadi
HAKEKAT dari semua Ciptaan. Kemanapun kita memandang, sejauh-jauh mata memandang, saat
mata kita terpandang pada berbagai macam ciptaan, maka seharusnya kita sudah tahu bahwa
disebalik semua ciptaan itu ada Dzat yang menjadi sebab bagi bisa terzhahirnya semua peran dalam
sandiwara itu. Dzat yang memiliki KECERDASAN dan KUASA.

Menyadari Hakekat, Bagian-6


Jadi, apapun juga yang dapat kita rasa-rasakan, yang dapat kita gapai-gapai, yang dapat kita
rengkuh-rengkuh, yang dapat kita permain-mainkan, maka itu semua tak lebih dan tak bukan
hanyalah bagian-bagian kecil saja dari kecerdasan dan kuasa dari the small essense, Dzat-Nya yang
sedikit. Dan itu sudah pasti bukanlah Allah. Pasti bukan. Sebab itu hanyalah karakter dan sifat-sifat
tertentu saja dari bagian-bagian yang sangat-sangat kecil dari the small essense, Dzat.
Kalau kita BERHENTI hanya sampai di Alam Hakekat ini, maka kita akan sangat mudah terjebak untuk
menganut paham Wahdatul Wujud, paham Fana Fillah, paham Baqa Billah. paham Nur Muhammad,
dan berbagai paham lainnya. Intisari dari paham-paham diatas adalah munculnya pengakuanpengakuan kita bahwa kita sedang tenggelam di dalam Allah, atau di dalam cahaya Allah, atau di
dalam cahaya Nur Muhammad. Kita merasa bahwa kita sedang digerakkan oleh Allah. Kita merasa
bahwa kita sedang dinafaskan oleh Allah. Bahkan saat kita berkata-kata, kita merasa sedang
berbicara mewakili Allah.
Padahal sebenarnya saat itu kita barulah sampai pada tahap berhadapan dan merasakan sifat-sifat,
kuasa-kuasa, dan kecerdasan-kecerdasan yang dimiliki oleh Dzat yang ada pada diri kita sendiri
maupun Dzat yang ada pada berbagai ciptaan yang ada di sekeliling kita. Baru itu saja kok. Baru
merasakan informasi-informasi Dzat saja. Tidak lebih
Sebab untuk bisa berkata-kata bahwa gerakan kita hanyalah digerakkan oleh Allah, lakukan kita
adalah lakuan Allah, berbicara kita adalah pembicaraan Allah, dan sebagainya, sepanjang
pengetahuan saya, itu tidak pernah diucapkan oleh para Nabi-nabi pendahulu kita sejak dari zaman
Nabi Adam AS.
Para Nabi terdahulu itupun, termasuk Nabi Khidir AS, juga hanya berkata bahwa apa yang Beliaubeliau lakukan dan sampaikan, semuanya itu adalah apa-apa yang sudah DIPERINTAHKAN oleh Allah,

Menyadari Hakikat

8 dari 30

apa-apa yang sudah DITULISKAN oleh Allah, apa-apa yang sudah DITUGASKAN oleh Allah, sehingga
Beliau-beliau tidak bisa menghindar untuk tidak melaksanakannya.
Dan untuk kita, kalau kita berani dan ingin berkata-kata seperti itu, maka kita haruslah sanggup
untuk menjadi diri yang sesuci dan sebening Matahari dalam menjalankan tugasnya.
Sang Matahari bekerja 24 jam sehari. Ia tidak pernah cuti membakar dirinya sendiri demi memberikan
cahaya bagi bumi dan segala isinya. Ia tidak punya kehendak sehingga ia tidak pernah merungut
dalam menjalankan tugasannya. Ia taat menjalankan tugasan. Ia redha menjalankan tugasannya
walau tidak dihiraukan oleh manusia. Bahkan Ia redha kehilangan simpati dari umat manusia saat
manusia mencerca panas cahayanya. Duh, alangkah beratnya
Sementara kita, yang masih kotor dan diperbudak oleh nafsu kita sendiri, yang masih suka merungut
dan mengomel atas apa-apa yang datang menimpa kita, yang masih jauh dari redha, yang masih
penuh dengan kehehendak sendiri, sudah berani-berani pula mengatakan bahwa lakuan kita adalah
lakuan Allah, gerakan kita adalah gerakan yang digerakkan Allah, pembicaraan kita adalah
pembicaraan Allah. Secara tidak langsung sebenarnya kita telah MENGECILKAN peran ALLAH hanya
sebatas apa-apa yang kita lakukan saja. Alangkah kurang ajarnya kita kalau begitu. Padahal boleh jadi
itu hanyalah pengakuan hawa nafsu kita saja.
Sehingga pantaslah Allah menghancurkan kita, menghancurkan semua nafsu dan kehendak kita itu
dengan cara-cara yang sangat menakutkan. Seperti halnya juga yang dialami oleh Nabi-Nabi
terdahulu, yang hidup penuh dengan penderitaan dan kepedihan. Sehingga akhirnya setelah itu
barulah Beliau-Beliau itu bisa hidup dan berperan seperti sabut kelapa yang mengambang diatas air,
seperti tong kosong yang sudah bolong-bolong sehingga tidak ada lagi isinya, seperti bola yang redha
ditendang-tendang kesana kemari. Mau?.
Selanjutnya, kalau kita hanya sibuk mencari-cari dan merasa-rasakan alam hakekat ini dalam
berbagai bentuk olah tubuh, olah pikir, dan olah rasa, maka dengan segala RASA yang kita peroleh,
segala PIKIR yang kita dapatkan, yang kita anggap itu adalah datangnya dari Allah, maka biasanya
impak, dampak, gegaran atau pukulannya kepada ruhani kita akan sangat kecil sekali, kalau tidak
mau dikatakan tidak ada.
Tanda-tandanya mudah sekali kok untuk dilihat. Misalnya, Ibadah kita, baik yang wajib apalagi yang
sunah, tidak menjadi lebih getol kita lakukan kalau tidak mau dikatakan semakin kendor saja. Pada
tahapan yang sangat ekstrim, kita malah bisa tidak bisa lagi beribadah sama sekali. Itu terjadi karena
tanpa kita sadari, dengan pencapaian-pencapaian yang kita dapatkan saat itu, kita merasa sudah
berhasil mencapai tingkat ruhani yang sangat tinggi. Kita merasa sudah sangat dekat dengan Allah.
Bahkan kita bisa merasa sudah bersatu dengan Allah.
Kita tidak getol lagi beribadah karena tanpa ibadahpun kita merasa sudah ada tenangnya, sudah ada
bahagianya kok. Padahal tenang dan bahagia itu bisa kita nilai sendiri bahwa itu hanyalah sebuah rasa
yang palsu saja. Karena kalau kita kena masalah yang sedikit lebih berat saja, kita langsung goyah

Menyadari Hakikat

9 dari 30

dan gelagapan. Kita masih sangat mudah terpengaruh dan goyah dengan berbagai ungkapan dan
tindakan orang lain kepada kita, kepada keluarga kita, atau kepada orang-orang yang kita anggap
sebagai bagian dari diri kita.
Perkataan kenapa dan seharusnya juga menjadi kosa kata yang wajib untuk kita ucapkan, setiap
kali kita menghadapi permasalahan, sehingga kita hampir selalu luput untuk melihat hikmah dari
permasalahan itu. Dalam menghadapi berbagai persoalan, kita hanya bisa terheran-heran saja. Sebab
jawaban dari persoalan kita itu malah sudah ditemukan oleh orang lain. Sehingga kitapun harus
membeli jawaban itu dari orang lain yang telah menemukannya terlebih dahulu.
Kalau kita menangis, tangisan kita itupun biasanya juga hanyalah sekedar tangisan karena adanya
pergolakan perasaan di dalam diri kita saja. Bukan tangisan karena kita telah MELIHAT KEBENARAN
akan KEJAMALAN dan KEJALALAN Allah. Tangisan yang mampu membawa Rasulullah SAW untuk
berdiri shalat malam berjam-jam lamanya, sampai kaki Beliau bengkak-bengkak. Tangisan yang
mampu merontokkan kekerasan hati Umar Bin Khattab Ra. dihadapan adik Beliau yang saat itu
sedang membaca sepenggal ayat Al Quran.

Menyadari Hakekat, Bagian-7


PENZHAHIRAN
Bersamaan dengan Firman KUN itu, dari the smal essense itu, terzhahir pula LAHUL MAHFUZ. Yaitu
sebuah Rencana Agung Yang Sangat Matang dan Sangat Sempurna yang berkenaan dengan semua
aktifitas dan seluk beluk Mungkinul Wujud yang akan mengisi Lauhul Mahfuz. Rencana itu sudah
memuat GAMBARAN DETAIL dan PROGRAM KESELURUHAN dari hal-hal yang terbesar sampai kepada
hal-hal yang terkecil mengenai semua ciptaan. Gambaran dan Program itu tidak melupakan hal-hal
yang sekecil apapun juga. Gambaran dan program itu sungguh Maha Lengkap
Bersamaan dengan Firman KUN itu, maka dari the small essense itu terzhahirlah WAKTU. Yaitu titik
awal bermulanya segala sesuatu yang berkenaan dengan CIPTAAN. Sebab sebelum firman KUN itu
belum ada yang namanya WAKTU. Yang ada adalah KEABADIAN. WAKTU itulah yang akan
mengantarkan gambaran yang sudah lengkap itu untuk terzhahir dan mulai bergerak dari Titik Awal
menuju ke Titik Akhir dari Rencana yang sudah terencana dengan sangat sempurna itu.
Waktu akan akan bergerak dan berfungsi sebagai mesin atau lampu scanner, yang dengan telaten,
akan berjalan menyisir gambaran demi gambaran dari peran-peran yang sudah tergelar di dalam
Luhul Mahfuz itu. Begitu waktu sampai kepada gambaran tentang penciptaan Langit dan bumi, maka
KUASA dan KECERDASAN yang sudah ada pada the small essense akan mengubah pula sedikit dari
the small essense itu menjadi Langit dan Bumi. Begitulah seterusnya.
Setiap detik dan menit yang berjalan, maka berjalan pulalah gambaran yang ada di Luhul Mahfuz
membentuk penzhairan berbagai peran dan peristiwa. Ada saatnya Nabi Adam AS wajib terzhahir dan

Menyadari Hakikat

10 dari 30

berperan untuk turun ke bumi. Maka sebelumnya wajib pulalah langit dan bumi terzhahir terlebih
dahulu. Lalu wajib pulalah terzhahir peran Malaikat dan peran Iblis, yang akhirnya nanti akan
menyebabkan Adam AS diturunkan ke bumi dari suatu tempat awal yang sudah ada tapi letaknya
entah dimana, Wallahu Alam. Sebab Syurga yang diperlihatkan kepada Nabi SAW dalam peristiwa Isra
dan Miraj Beliau itu belumlah terzhahir. Syurga yang diceritakan oleh Nabi SAW itu masih dalam
bentuk Rencana atau Gambaran. Sebab Perjalanan Waktu belum menyentuh Rencana atau Gambaran
Syurga itu.
Walaupun saat itu Beliau sudah melihat orang-orang yang disiksa di neraka, yang kebanyakan adalah
wanita (hadist), dan nikmat hidup para penghuni syurga, namun Beliau tidak bisa berbuat apa-apa
untuk merubahnya, untuk menambah dan menguranginya. Sebab saat itu Beliau hanya seperti
melihat lembaran-lembaran buku yang berisikan gambaran dan tulisan tentang berbagai peristiwa dan
kejadian yang terjadi di Lauhul Mahfuz. Semuanya sudah tidak bisa berubah, hanya tinggal
penzhahirannya saja lagi menerusi waktu.
.
Demi Masa, maka pada masanya terzhahirlah peran Nabi-Nabi, berikut dengan umatnya masingmasing, yang tentu saja akan menzhahirkan pula berbagai peran dan peristiwa yang di dalamnya
sudah terkandung berbagai pelajaran tentang penciptaan, penghancuran, kebaikan, kecurangan,
keburukan, kasih sayang, kebencian, cinta kasih, suka, duka, sedih, marah, pembunuhan, kesakitan,
kesembuhan, kecerdasan, kecemerlangan, kebodohan, pemaafan, keadilan, penghukuman,
keserahaan, kedermawanan, dan sebagainya.
Semuanya itu ditujukan untuk sebagai bahan pelajaran bagi para Ulul Albab yang akan menguak
rahasia-rahasia dan hukum-hukum atau sunatullah yang sudah ada dan tidak akan pernah berubah
lagi sepanjang masa. Pada masanya terkuaklah hukum tentang mesin uap, tentang listrik, tentang
telpon, tentang kisaran angin, yang sekarang ternyata telah membawa umat manusia untuk hidup
dalam KEMUDAHAN.
Setiap zaman akan selalu begitu. Dulu, sekarang, dan sampai pada masa-masa yang akan datang,
peristiwanya akan selalu seperti berulang-ulang. Akan tetapi aktor pemeran dan settingan
peristiwanya saja akan berbeda-beda. Peristiwa-peritiwa itu akan berbeda hanya dalam hal magnitude
kedahsyatannya, jangkauan, dan dampak yang ditimbulkannya saja antara satu dengan yang lain.
Dengan begitu, maka peristiwa apapun yang telah, sedang, dan yang akan kita alami, semua itu
benar-benar sebuah peritiwa yang sudah terukur, pas, dan terencana dengan sangat matang sejak
Firman KUN untuk kita jalani pada masa dimana kita harus berperan. Tidak akan ada lagi perubahan
di dalam rencana itu. Sebab setiap perubahannyapun sudah ada pula tertera dan tergambar di dalam
rencana itu.

Menyadari Hakikat

11 dari 30

Menyadari Hakekat, Bagian-8

Daya dan Informasi

Kita sudah tahu bahwa setelah Firman KUN, ada sedikit dari Dzat Allah yang menjadi the small
essense, Dzat yang akan menjadi cikal bakal bagi penzhairan semua ciptaan, segenap peristiwa, dan
seluruh peran yang akan tergelar di Lauhul Mahfuz.

Kita sudah tahu pula bahwa bersama the small essense itu ada pula Kuasa dan Kecerdasan atau
Kepintaran yang melekat erat pada the small essense itu. Kuasa dan Kepintaran semula jadi, yang
berasal dari sedikit percikan Kuasa dan Kepintaran dari Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Pintar, Allah

Percikan Kuasa dan Kecerdasan itu kemudian membentuk DAYA dan INFORMASI yang akan
mengantarkan the small essense (Dzat) BERGULIR bersama WAKTU untuk menzhahirkan Ciptaan,
Peran, Kejadian, dan Peristiwa-peristiwa.

Agar supaya peran yang akan dimainkan oleh Nabi Adam AS dan keturunan Beliau bisa tergelar, maka
Daya, Informasi, dan Waktu itu terlebih dahulu mengantarkan Dzat untuk membentuk
INFRASTRUKTUR tempat dimana Nabi Adam AS dan keturunannya, kita umat manusia ini, akan
menjalankan perannya bersama-sama dengan pemeran-pemeran pembantu lainnya.

Daya, Informasi, dan Waktu mengantarkan Dzat bertransformasi menjadi 7 lapis Langit dan sebuah
Bumi selama lebih kurang 16 Milyar tahun, atau 8 Masa yang tiap-tiap masanya adalah selama 2
Milyar Tahun. Langit diolah dalam 2 Masa (4 Miyar tahun), dan Bumi beserta semua perlengkapannya
diolah selama 6 Masa (12 Milyar tahun). Lagit dan Bumi ini adalah Infrastruktur bagi terlaksananya
peran Umat manusia sebagai pengamanah kesejahteraan di Langit da Bumi.

Saat Dzat akan bertransformasi menjadi Infrastruktur Langit dan Bumi ini, maka terjadilah sebuah
peristiwa Dentuman Besar (Big Bang) yang mengeluarkan dan melemparkan bahan-bahan dasar
pembentuk Langit dan Bumi ke segala penjuru. Akan tetapi kejadiannya tetap hanya berada di dalam
Lauhul Mahfuz saja. Bukan di luar

Menyadari Hakikat

12 dari 30

Berbagai bahan dasar itu kemudian diolah, dibentuk, dihancurkan ulang pada bagian-bagian tertentu,
kemudian di emplek-emplek, dibakar ulang dengan panah api, sampai akhirnya Infrastruktur Langit
dan terutama Bumi terbentuk dan siap untuk di huni oleh Adam AS da keturunan Beliau. Umat
Manusia. Proses itu berlangsung selama 16 Milyar tahun. Sangat lama sekali

Setelah Infrastruktur Langit dan Bumi itu selesai terbentuk selama 16 Milyar tahun, untuk
menampung pergelaran peran umat manusia, maka Langit dan Bumi itupun kemudian diberi UMUR
agar ia tetap bisa bertahan dari kehancurannya selama 10 Milyar tahun lagi sejak selesainya
pembentukan Langit dan Bumi itu. Dan ditambah sekitar 2 Milyar tahun untuk kehidupan Akhirat
dengan Bumi dan Langit yang Baru, yang di dalamnya adalah kehidupan syurga dan neraka. Jadi total
umur langit bumi itu adalah sekitar 12 Milyar tahun.

Scientis juga sudah mengkonfirmasi bahwa bahwa Matahari akan Gering dan Hancur sekitar 5.4 Milyar
tahun lagi dari saat sekarang. Sedangkan Umur Langit dan Bumi sejak sudah selesai dibentuk sampai
dengan saat kita hidup sekarang ini sudah berjalan selama 4.6 Milyar tahun.

Rentang waktu antara kita dengan Nabi Muhammad SAW adalah sekitar 15 abad. Sedangkan rentang
waktu antara Nabi Adam dengan Nabi Muhammad SAW ada yang mengatakan sekitar 7400 tahun ada
yang mengatakan lebih. Akan tetapi, berapapun itu, kalau dibandingkkan dengan umur Bumi dan
Langit yang sudah 4.6 Milyar tahun, itu masih belum apa-apa. Masih terlalu sangat amat singkat. Dan
nampaknya kita memang tidak perlu tahu sampai jauh-jauh kesana.

Menyadari Hakekat, Bagian-9


Nah, ada satu point penting yang nyaris terlupakan oleh kita, bahwa pada setiap ciptaan (sekecil
apapun itu), pada setiap kejadian (sesepele apapun itu), dan pada setiap peristiwa (sesederhana
apapun itu), semuanya DIDAHULUI oleh INFORMASI AWAL dan DAYA PEMANTIK AWAL. Setelah itu
barulah akan diikuti oleh proses penzhahiran ciptaan, kejadian, dan peristiwa itu. Hal yang sama juga
akan berlaku untuk penghancuran atau pelenyapan ciptaan, kejadian, dan peristiwa itu.
Jadi, setiap saat (waktu), di depan hidung setiap orang sebenarnya sudah ada informasi dan daya
tentang sebuah penzhairan atau pelenyapan dari suatu ciptaan, atau kejadian, atau peristiwa. Baik itu

Menyadari Hakikat

13 dari 30

untuk yang sudah terjadi, yang sedang terjadi, ataupun yang akan terjadi. Sebab kita sudah paham
pula sebelumnya bahwa disebalik semua ciptaan, peristiwa dan kejadian itu, ada Dzat yang maha
meliputi semuanya, segala sesuatu. Dan setiap informasi dan daya itu melekat erat pada Dzat yang
meliputi segala sesuatu itu.
Setiap kali waktu bergerak, maka terzhahirlah apa yang harus terzhahir. Informasi dan daya juga
menjalar mengikuti pergerakan waktu dengan membentuk getaran dan gelombang dengan berbagai
frekuansi dan panjang gelombang, yang tentu saja ia sangat berkaitan erat dengan karakterisitik dari
ciptaan, kejadian, dan peristiwa yang diwakilinya untuk terzhahir.
Semakin lama jeda atau rentang waktu antara AKTUAL penzhahiran dengan RENCANA penzhahiran
suatu ciptaan, kejadian, dan peristiwa, maka semakin lemah pula getaran dan gelombang yang
terpancar dari Dzat yang menjadi cikal bakal dari ciptaan, kejadian, dan peristiwa itu. Tetapi ia tidak
akan pernah hilang sama sekali selama masih ada tabir 70 cahaya yang menabiri Lauhul Mahfuz.
Getaran dan gelombang itu, yang di dalamnya ada tersimpan Informasi dan daya, ada yang bisa
terasa dan terdeteksi melalui panca Indera kita, yaitu mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, dan ada
pula yang baru bisa kita rasakan dan deteksi dengan menggunakan Mata Hati kita yang ada bersama
RUH. Ini dia
Aha, ternyata disinilah letak titik mulainya permasalahan yang dihadapi oleh setiap orang dari zaman
ke zaman. Ada orang yang hanya mampu memandang dan mendeteksi serba-serbi ciptaan, kejadian,
dan peristiwa-peristiwa dengan hanya memakai panca indera lahiriah, yang dalam hal ini ditandai
dengan aktifnya otak belalahan Kirinya. Dan ada pula orang yang sudah mampu melihat ciptaan,
kejadian, dan peristiwa itu sampai kepada merasakan getaran dan gelombang di balik ciptaan,
kejadian, dan peristiwa-peristiwa itu, yang dalam hal ini ditandai dengan aktifnya otak belahan
Kanannya. Dan bahkan ada pula orang yang sudah sampai bisa memahami Informasi dan daya yang
ikut bersamaan dengan getaran dan gelombang itu, bagi peristiwa-peristiwa yang akan terzhahir
beberapa waktu yang akan datang. Untuk hal yang terakhir ini, untuk bisa tercapai, dibutuhkan Hati
yang suci dan bening, yang bukan lagi bermain pada sensasi otak kiri dan otak kanan.
Ribut dan ramainya itu ternyata di bagian ini. Yaitu di bagian IQRA atau pembelajaran. Sebab ternyata
setiap orang sudah ada jatahnya masing-masing tentang apa-apa yang bisa dipelajarinya dan dari
bagian Lauhul Lahfuz yang mana pembelajaran itu bisa dia petik. Ada yang hanya sampai bisa
memetik pelajarab dari sifat-sifat yang terlihat oleh panca indera. Ada yang sudah bisa sampai
mempelajari getaran dan gelombang. Dan ada yang sudah bisa mempelajari sampai mengetahui
Informasi yang melekat pada sifat-sifat, getaran, dan gelombang itu, untuk kemudian mereka bisa

Menyadari Hakikat

14 dari 30

merealisasikannya dalam bentuk perbuatan, sikap, maupun memberikan hasil yang bermanfaat bagi
orang lain disekitarnya.
Kalau orang-orang, yang membaca informasi yang tidak sama, saling bertukar kata, maka pastilah
hasilnya akan sangat ramai dan kacau sekali. Wajar sekali terjadi pertentangan dan perbedaan
pendapat yang membingungkan. Karena informasi-informasi yang dibahas itu memang tidak
nyambung antara satu dengan yang lainnya. Capek deh

Menyadari Hakekat, Bagian-10

MENGASAH FIRASAT
Setelah Firman KUN, mari kita lihat apa yang terjadi
Kun, maka seketika itu juga terciptalah Lauhul Mahfuz, dari sedikit Diri-Nya sendiri, yang berfungsi
sebagai tempat bagi Allah untuk mengumumkan, memperlihatkan, dan menyatakan akan Kemahaan
Sifat-Sifat dan Afal-Afal-Nya. Jadi kalau kita ingin melihat realitas dan bentuk dari Sifat-sifat Allah
dan Afal-afal-Nya, maka satu-satunya tempat untuk kita mengetahuinya adalah dengan membaca
dan mempelajari ( IQRA ) semua yang ada di dalam Lauhul Mahfuz, yaitu pada semua ciptaan
Mari kita melihat beberapa contoh berikut ini dengan seksama:
1. Karena apa-apa yang ada di Lauhul Mahfuz adalah penzahiran dari Dzat-Nya Yang Maha Kecil (the
small essense) jika dibandingkankan dengan Dzat-Nya yang Maha Rahasia (the Essense), maka Allah
sudah bisa berkata kepada semua ciptaan yang ada di dalam Lauhul Mahfuz itu bahwa Dia Adalah
Maha Besar.
Adanya Dzat-Nya Yang Maha Kecil (Al Lathif) itulah yang menyebabkan kita bisa MELIHAT KEBENARAN
akan adanya Dzat-Nya Yang Maha Besar (Al Akbar). Yang kita lihat adalah kebenaran akan KebesaranNya bukan melihat Dzat-Nya.
Karena Lauhul Mahfuz itu dipenuhi dengan semua Ciptaan-Nya, maka saat itu sudah ada alamat bagiNya untuk mengenalkan Diri-Nya.
Kepada semua Ciptaan-Nya itu, kemudian Dia memperkenalkan Diri-Nya. Dia menyebutkan NamaNya, Innani Anallah, sesungguhnya Aku adalah Allah!. Jelas sekali sekarang. Ada Allah dan ada

Menyadari Hakikat

15 dari 30

alamat-Nya untuk memperkenalkan Nama-Nya. Yaitu kepada seluruh makhluk-Nya yang ada di dalam
Lauhul Mahfuz, yang tak lain dan bukan juga adalah Dzat-Nya sendiri, sedikit dari Diri-Nya sendiri.
Konsekuensinya adalah, siapapun yang ingin menyebut nama Allah, memanggil-manggil Allah, maka
Allah yang dia maksud itu haruslah Allah yang MENGUASAI Lauhul Mahfuz. Bukan sesuatu yang
berada DI DALAM Lauhul Mahfuz, bukan Dzat-Nya yang sedikit.
Sebab APAPUN juga yang berada di dalam Lauhul mahfuz, SEMUANYA adalah MAKHLUK sebagai
PENZHAHIRAN dari Dzat-Nya yang Sedikit (the small essens). Dan semuanya itu tidak pantas untuk
kita sebut sebagai Allah. Paling-paling semuanya hanya bisa ringkas menjadi satu sebutan, yaitu DzatNya, the small essense, atau DZATULLAH saja. Itupun hanya bisa kita lakukan kalau kita sudah
memahami Hakekat dari semua ciptaan, yaitu DZATULLAH
Dengan begitu, maka kita sudah bisa berkata bahwa, di dalam Lauhul Mahfuz, tidak ada lain WUJUD
YANG HAKIKI kecuali hanyalah DZATULLAH semata. LAA MAUJUD ILLA DZATULLAH

Menyadari Hakekat, Bagian-11

2. KUN.., maka sifat pertama yang akan kita lihat, tentu saja dengan MATA HATI kita, adalah adanya
AWAL bagi terciptanya semua ciptaan. The small essense berubah menjadi Dzat Yang Awal sebagai
prasyarat bagi terciptanya semua ciptaan.
Begitu ada ciptaan yang terzhahir, misalnya langit, bintang-bintang, matahari, bumi, manusia, dan
bahkan bakhteri dan virus, maka mereka semua dapat disebut sebagai Sifat-Sifat Zhahir yang sesuai
dengan karaktrisitik atau takdirnya masing-masing. Sifat-sifat Zhadir itu dapatlah disebut sebagai
Dzat Yang Zhahir yang berada di dalam Lauhul Mahfuz. Akan tetapi, disebalik Dzat Yang Zhahir itu,
mata hati kita juga masih dapat melihat kebenaran akan keberadaan the small essense yang menjadi
Bathin dari semua Dzat Yang Zhadir itu.
Semua ciptaan, Dzat Yang Dzahir, pastilah tidak abadi. Karena Ia punya masa awal untuk tercipta,
maka tentu saja Ia juga punya masa akhir untuk musnah kembali saat umurnya telah sampai pada
batas yang telah ditentukan. Ketika semua yang Dzat Yang Zhahir telah musnah kembali, maka yang
tersisa adalah Dzat Yang ada disebalik Dzat Yang Zhahir itu, yaitu Dzat Yang Akhir, yang tak lain dan
tak bukan the small essense itu sendiri.
Sekarang lihatlah bahwa:
Yang Awal adalah the small essense

Menyadari Hakikat

16 dari 30

Yang Zhahir (semua ciptaan) adalah berasal dari the small essense.
Yang Bathin disebalik Yang Zhahir adalah the small essense.
Yang Akhir adalah saat Yang Zhahir telah musnah dan kembali menjadi the small essense.
Artinya adalah, bahwa Sifat-sifat Yang Awal, Yang Bathin, Yang Akhir, dan bahkan Yang Zhahir,
sebenarnya semuanya adalah mengacu kepada SATU HAKEKAT saja, yaitu the small essense.
Dzatulllah. Satu Tidak ada yang lain.
Oleh sebab itu ketika Allah menerangkan tentang Diri-Nya di dalam Al Quran: Dialah Yang Awal,
Dialah Yang Akhir, Dialah Yang Zhahir, Dialah Yang Bathin, maka yang Dia maksudkan itu adalah apaapa yang berkenaan dengan Dzatullah, the small essense. Sebab Allah SWT sendiri adalah Dzat Yang
Tiada Awal dan Tiada Akhir. Allah adalah Dzat Yang Tiada Zhahir dan Tiada Bathin. Dia adalah Dzat
yang Laisa Kamistlihi Syaiun.

Menyadari Hakekat, Bagian-12

Begitu juga ketika Allah berfirman bahwa Dia adalah Allah:

Yang Maha Melihat, maka Yang Allah maksudkan itu adalah bahwa Dia Maha Melihat segala
apapun juga yang ada dan yang terjadi pada semua ciptaan di dalam Lauhul Mahfuz MELALUI
Dzat-Nya Yang sedikit, the small essense.

Yang Maha Mendengar, maka Yang Allah maksudkan itu adalah bahwa Dia Maha Mendengar
segala apapun juga yang ada dan yang terjadi pada semua ciptaan di dalam Lauhul Mahfuz
MELALUI Dzat-Nya Yang sedikit, the small essense.

Yang Maha Mengawasi, maka Yang Allah maksudkan itu adalah bahwa Dia Maha Mengawasi
segala apapun juga yang ada dan yang terjadi pada semua ciptaan di dalam Lauhul Mahfuz
MELALUI Dzat-Nya Yang sedikit, the small essense.

Yang Maha Mengetahui, maka Yang Allah maksudkan itu adalah bahwa Dia Maha Mengetahui
segala apapun juga yang ada dan yang terjadi pada semua ciptaan di dalam Lauhul Mahfuz
MELALUI Dzat-Nya Yang sedikit, the small essense.

Yang Maha Berkuasa, maka Yang Allah maksudkan itu adalah bahwa Dia Maha Berkuasa atas
segala apapun juga yang ada dan yang terjadi pada semua ciptaan di dalam Lauhul Mahfuz
MELALUI Dzat-Nya Yang sedikit, the small essense.

Menyadari Hakikat

17 dari 30

Sebab DI LUAR Lauhul Mahfuz, tidak ada sesuatu apapun yang Akan Dia Lihat, akan Dia Dengar, akan
Dia Awasi, akan Dia Ketahui, dan akan Dia Kuasai. Karena apapun yang ada diluar Lauhul Mahfuz
semata-mata adalah Diri-Nya Sendiri, Dzat-nya Yang Maha Indah. Dzat-Nya Yang Maha Suci dari
segala prasangka, praduga, khayalan, dan lamunan. Maha Tinggi dan Maha Besar-Nya sendiripun juga
tidak akan pernah terduga-sangka dan tidak terkhayal-lamunkan oleh siapapun juga kecuali hanya
bagi Dia Sendiri. Dia sungguh Laisa Kamistlihi Syaiun bagi seluruh makhluk.

Ketika Allah berkata bahwa Dia adalah Allah:

Yang Maha Halus, maka Yang Allah maksudkan dengan Yang Maha Halus itu adalah Dzat-Nya
Yang sedikit, the small essense yang akan tetap ada disebalik semua ciptaan. Sekecil apapun
ciptaan itu terzhahir, seperti misalnya atom, partikel Higgs Bosson, dan bahkan kalau ada yang
lebih kecil lagi dari itu, maka disebalik semua itu pasti ada Dzat-Nya yang menjadi Wajibul
Wujud bagi terzhahirnya kesemuanya itu.

Yang Meliputi segala sesuatu, maka yang Allah maksudkan dengan Yang Maha Meliputi itu
adalah Dzat-Nya Yang sedikit, the small essense. BUKAN Allah sendiri yang meliputi segala
sesuatu, sebab ternyata dengan padangan seperti itu akan berujung kepada Pahaman
Wahdatul Wujud. Akan tetapi Yang Maha Meliputi itu adalah the small essense, yang tidak saja
berada disebalik semua ciptaan, akan tetapi juga meliputi semua ciptaan itu dengan Kemahahalusan yang hanya akan bisa terdeteksi oleh Hati yang sudah sangat bening dan bersih, dan
dengan Mata Hati yang sudah TIDAK lagi dalam keadaan buta dan tuli.

Yang ada dimana-mana, seperti halnya juga dengan Yang bersamamu dimanapun kamu
berada, Maka yang dimaksudkan oleh Allah itu juga adalah Dzat-Nya Yang sedikit, the small
essense. Kemanapun kita menghadapkan wajah kita, atau pandangan mata hati kita, kekiri,
kekanan, kebawah, keatas, kedepan, kebelakang, maka MATAHATI kita hanya akan melihat
kenyataan the small essense, Dzatullah. Dzat yang tidak ada rupa, tidak ada warna, tidak ada
huruf, tidak ada suara, tidak ada. Dzat yang Laisa Kamistlihi Syaiun.

Menyadari Hakekat, Bagian 13

Ketika Allah berfirman dalam Hadist Qudsi berikut ini:

Menyadari Hakikat

18 dari 30

Hai anak Adam, Aku telah sakit, tetapi engkau tidak menjenguk-Ku. Orang itu bertanya: Wahai
Tuhan, bagaimana cara saya menjenguk-Mu, sedangkan Engkau Tuhan penguasa alam semesta? Allah
menjawab: Apakah engkau tidak mengetahui bahwa seorang hamba-Ku bernama Fulan sedang sakit
tetapi engkau tidak mau menjenguknya. Sekiranya engkau mau menjenguknya, pasti engkau dapati
Aku di sisinya.
Wahai anak Adam, Aku minta makan kepadamu, tetapi engkau tidak mau memberikan makan
kepada-Ku. Orang itu bertanya: Wahai Tuhan, bagaimana caranya saya memberi makan kepada-Mu,
sedang Engkau Tuhan penguasa alam semesta? Allah berfirman: Ketahuilah, apakah engkau tidak
peduli adanya seorang hamba-Ku, si Fulan, telah datang meminta makan kepadamu, tetapi engkau
tidak memberinya makan. Ketahuilah, sekiranya engkau mau memberinya makan, pasti engkau akan
menemukan balasannya di sisi-Ku.
Wahai anak Adam, Aku minta minum kepadamu, tetapi engkau tidak mau memberi-Ku minum. Orang
itu bertanya: Wahai Tuhan, bagaimana caranya aku memberi-Mu minum, padahal Engkau Tuhan
penguasa semesta alam? Allah berfirman: hamba-Ku, si Fulan, minta minum kepadamu tetapi engkau
tidak mau memberinya minum. Ketahuilah, sekiranya engkau memberinya minum, pasti engkau akan
menemui balasannya di sisi-Ku. [HR. Muslim],
maka yang dimaksudkan oleh Allah dengan ungkapan Aku telah sakit, Aku minta makan, Aku minta
minum , itu adalah keadaan yang sedang dialami oleh Dzat-Nya Yang Zhahir. Sebab kita sudah
paham pula bahwa semua ciptaan ini pada hakekatnya juga adalah Dzat-Nya Yang Zhahir, yang
berasal dari the small essense, atau Dzat-Nya yang Bathin. Bak kata pepatah, Buah jatuh tidak akan
jauh dari pohonnya. Segala sesuatu atau ciptaan yang berasal dari Dzatullah, pastilah tidak akan
diberi nama selain dari Dzatullah pula. Perbedaan ciptaan yang satu dengan yang lainnya hanyalah
dalam hal sifat-sifat saja
Begitulah seterusnya, setiap kali kita melihat ciptaan, kejadian, peristiwa, apapun juga, maka kita
sudah tahu bahwa itu adalah Dzat-Nya. Ketika kita, misalnya, melihat diri kita dari ujung rambut
sampai kepada ujung kaki, maka kita sudah paham sepaham-pahamnya bahwa semuanya itu adalah
Dzat-Nya semata. Dzat-Nya Yang Zhahir. Sehelai rambut kita adalah Dzat-Nya, seiris tipis kulit kita
adalah Dzat-Nya, sepasang mata kita danjuga alat indera kita yang lainnya juga adalah Dzat-nya.
Jantung kita, paru-paru kita, ginjal kita, otak kita, lever kita, dan seluruh organ internal kita yang
lainnya juga adalah Dzat-Nya. Jadi, jelas sekali sebenarnya bahwa seluruh sel tubuh kita tak lain dan
tak bukan adalah DZAT-NYA YANG ZHAHIR.

Menyadari Hakikat

19 dari 30

JIWA kita yang terdiri dari Hati/Minda dan Ruh, yang merupakan diri kita yang bathin, juga adalah
Dzat-Nya. Bahkan sampai kepada pikiran dan perasaan kita, semua itu juga adalah Dzat-Nya. Karena
semuanya itu adalah penzhahiran dari Dzat-Nya yang sedikit, the small essense.
Kalau kita sudah paham dengan hal yang seperti ini, maka kita juga akan benar-benar TIDAK berani
lagi untuk BERKATA dan MENGAKU aku kepada siapapun juga. Karena ternyata kita benar-benar
TIDAK WUJUD sama sekali. Sebab Yang Wujud ternyata adalah Dzatullah yang sedang memikul
tanggung jawab dari Allah untuk berperan sesuai dengan peran-peran yang tertentu, pada waktu dan
tempat yang tertentu pula. Karena kita tidak wujud, maka sebenarnya kita juga TIDAK MEMILIKI apaapa. ZERO, NUL

Menyadari Hakekat, Bagian-14

Yang sangat mengherankan sebenarnya adalah, bahwa dengan memahami kebenaran hakekat seperti
ini secara terus menerus, maka sikap kita terhadap semua ciptaan atau makhluk apapun juga, yang
ada disekitar kita, juga akan menjadi berubah dengan sangat drastis sekali. Firasat kita akan
semakin tajam dalam memandang dan berperilaku terhadap sesama manusia bahkan terhadap semua
semua makhluk ciptaan Allah yang lainnya.
Misalnya, kita sudah menjadi tidak sanggup lagi untuk menghina, mencaci, mengutuk, membenci,
memarahi, melukai, apalagi sampai membunuh sesama manusia yang ada disekitar kita. Karena
bukankah mereka itu adalah Dzat-Nya Yang Zhahir?. Dan disebalik diri merekapun ada pula Dzat-Nya
Yang Bathin. Jelas sekali bahwa antara diri kita dengan diri mereka ternyata hakekatnya persis SAMA.
Sama-sama Dzatullah. Kita sebenarnya adalah Zero, Nul!. Mereka juga sebenarnya adalah Zero..,
Nul
Kita akan merasakan hantaman yang sangat keras ketika kita akan melakukan hal-hal yang tidak baik
atau yang menyakitkan bagi orang lain. Ketika kita ingin:

menghina orang lain, bukankah Allah bisa berkata: Aku telah dihinanya.

mencaci orang lain, bukankah Allah bisa berkata: Aku telah dicacinya.

mengutuk orang lain, bukankah Allah bisa berkata: Aku telah dikutuknya.

membenci orang lain, bukankah Allah bisa berkata: Aku telah dibencinya.

memarahi orang lain, bukankah Allah bisa berkata: Aku telah dimarahinya.

melukai apalagi sampai membunuh orang lain, bukankah Allah bisa berkata: Aku telah
dilukainya, Aku telah dibunuhnya.

Menyadari Hakikat

20 dari 30

Lalu sanggahan kita akan bagaimana untuk membantah-Nya?.


Makanya tidak heran, kalau kita sudah sangat memahami hakekat yang seperti ini,adakalanya sikap
kita kepada binatang-binatang, tumbuh-tumbuhan, dan bahkan benda-benda yang ada disekitar kita,
atau yang kita temui saat kita beraktifitas, juga akan menjadi lain sekali. Aneh sekali malah.
Kita inginnya berbual mesra dengan mereka. Kita tidak ingin merusak dan menyakiti mereka. Kita
tidak ingin menghancurkan dan membunuh mereka. Karena kita seperti bisa merasakan kedekatan
kita dengan mereka. Mereka telah seperti menjadi sahabat-sahabat kita. Sahabat karena sesama
Dzatullah. Sahabat dalam sunyi
Bayangkan, dirumah, kita ingin berbual dengan kursi, dengan dinding, dengan pintu, dengan
sajadah.
Terima kasih sahabat, engkau telah jaga rumah ini agar tidak dimasuki pencuri, kata kita kepada
dinding, pintu, jendela, dan kunci.
Maaf sahabat, engkau saya duduki ya, kata kita kepada kursi.
Terima kasih ya sahabat, engkau telah relakan dirimu untuk saya injak-injak dalam shalat saya,
kata kita kepada sajadah.
Pokoknya kita adakalanya bisa menjadi orang yang sangat aneh. Orang yang bisa berbicara dengan
kucing, ayam, kecoak, tikus, dan bahkan dengan nyamuk seperti orang yang sedang berbicara dengan
sahabat lamanya saja.
Kita jadi tidak berani untuk meludah sembarangan, membuang sampah sembarangan, mengotori
tanah dengan sampah tanpa alasan yang jelas. Kita tidak butuh lagi kata-kata mutiara seperti jangan
membuang sampah sembarang, dan sebagainya. Tidak perlu. Kita sudah menjadi tidak enak sendiri.
Karena Mata hati kita sudah tajam memandang bahwa tanah itupun adalah Dzat-Nya Yang Zhahir, dan
disebalik tanah itupun ada pula Dzat-Nya Yang Bathin. Sahabat kita. Sehingga kita jadi sangat
sungkan untuk mengotorinya. Kadangkala mau menginjak tanah itu kita bisa minta maaf dulu kepada
tanah tersebut. Maaf ya sahabat, engkau saya injak.
Saat makan dan minumpun, kita maunya berbual dulu dengan makanan dan minuman yang akan kita
santap itu. Maaf ya sahabat, engkau saya makan dan minum, karena makan dan minum adalah
fitrah yang harus saya jalankan untuk menghidupkan sel-sel tubuh saya.

Menyadari Hakikat

21 dari 30

Kalau ini bisa kita dawamkan, maka suatu saat, tidak berapa lama kok, kita bisa menggigil kedinginan
menyadari akan kebenaran hakekat yang seperti ini. Pada tingkat yang ekstrim, ada orang yang
sampai-sampai tidak berani berjalan, tidak berani makan dan minum untuk beberapa lama.
Akan tetapi semua keadaan atau hal tersebut akan bisa segera hilang kalau kita menyadari bahwa
Rasulullah SAW pun makan, minum, dan berjalan menginjak tanah. Jadi kita contoh Beliau SAW saja
Dan anehnya, setiap pembicaraan yang kita lakukan, ternyata seperti TEREKAM pada benda-benda,
binatang-binatang, dan tumbuh-tumbuhan yang kita perlakukan seperti sahabat kita itu. Ia tersimpan
dalam bentuk GETARAN atau bisa pula dalam bentuk KEADAAN HAL di dalam DZAT yang ada disebalik
diri para sahabat kita itu.

Menyadari Hakekat, Bagian-15

Makanya tidak aneh sebenarnya, ketika kita memasuki suatu tempat atau rumah orang lain yang
masih asing bagi kita, maka saat itu akan ada rasa asing pula yang akan kita rasakan. Hal ini akan
terasa terutama bagi kita yang sudah sangat peka dengan getaran-getaran seperti ini, atau bagi
seorang bayi yang ikut bersama kita. Sang bayi bisa jadi menangis dan gelisah tanpa ada alasan yang
jelas.

Kalau di tempat atau di rumah itu sering terjadi pergaduhan, pertengkaran, atau kekerasan diantara
para penghuninya, maka Dzat yang ada di tempat atau rumah itupun akan merasa tertekan, terluka,
dan tersakiti. Keadaannya atau getarannya akan tersimpan di dalam Dzat yang ada dirumah tersebut.
Rasanya juga tidak enak. Makanya kita seringkali merasa gelisah, takut, dan bahkan tidak bisa tidur di
tempat atau di rumah yang baru sama sekali kita injak. Karena kita belum familiar dengan Dzat yang
ada di tempat atau rumah tersebut.

Akan tetapi kalau di rumah atau di tempat yang baru pertama kali kita kunjungi itu para penghuninya
sudah terbiasa dengan sikap yang baik, damai, sering dilantunkan bacaan Al Quran, selalu dipakai
shalat, dan perbuatan baik lainnya, maka getaran kebaikan itu akan tersimpan pula di dalam Dzat
yang ada dirumah atau tempat tersebut. Dzat akan gembira. Bahagia. Kita yang masuk kedalam
rumah atau tempat itupun akan bisa pula merasakannya. Seakan-akan kita sudah familiar dengan
keadaan rumah tersebut. Feel at home banget kata orang

Menyadari Hakikat

22 dari 30

Inilah menariknya, bahwa ternyata untuk setiap peristiwa dan kejadian itu, akan ada pula getarangetaran, keadaan-keadaan atau hal-hal yang akan ikut menyertainya. Untuk setiap kejadian dan
peristiwa yang telah berlalu, getaran atau hal dari kejadian dan peristiwa itu akan ikut pula berlalu.
Namun, walaupun sudah berlalu, getaran dan hal itu akan tetap tersimpan menjadi MEMORI di
dalam Dzat yang ada disebalik kejadian dan peristiwa yang sudah berlalu itu.

Misalnya begini, kalau di suatu tempat pernah terjadi sebuah kecelakaan hebat yang merengut
nyawa puluhan orang. Maka Dzat yang ada di tempat kecelakaan itu terjadi akan ikut pula
MENYIMPAN memori kepedihan, kesakitan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, dan perasaanperasaan negatif lainnya yang dirasakan oleh Dzat yang ada di sebalik tubuh setiap korban, Dzat yang
ada di sebalik kendaraan yang kecelakaan, dan Dzat yang ada disebalik tanah tempat terjadinya
kecelakaan itu. Memori-memori itu adalah dalam bentuk GETARAN-GETARAN. Makanya kalau
seseorang yang sudah terbiasa merasakan getaran-geteran, ketika ia memasuki daerah bekas
kecelakaan itu, ia akan bisa merasakan kembali memori getaran-getaran itu. Keadaan atau
suasananya mencekam begitu.

Begitu juga kalau kita memasuki sebuah hutan yang lebat, atau lapangan yang luas yang di dalamnya
mungkin saja dahulu kala banyak binatang yang hidup saling berbunuhan untuk dapat bertahan
hidup, maka Dzat yang ada di hutan itu juga akan menyimpan memori getaran yang penuh dengan
tekanan dan kepedihan dari Dzat yang ada pada binatang tersebut. Suasananya juga akan mencekam
sekali.

Satu hal, getaran-getaran yang keadaannya penuh dengan tekanan dan kepedihan itu, ternyata
sangat disukai pula oleh makhluk lain dari golongan JIN. Itulah ternyata yang menjadi salah satu
sarana bagi mereka untuk mengecoh manusia yang lemah imannya dan bagi orang-orang yang tidak
bisa MENGINGATI ALLAH (dzikrullah) yang ingin bermain-main dengan getaran-getaran itu.

Berbagai contoh tentang permainan getaran ini adalah, program teve tentang cerita misteri dan
mistis, pemburu hantu, dunia lain, dan praktek perdukunan lainnya. Pada zaman modern sekarang,
permainan getaran ini nampaknya telah lebih meluas lagi memasuki ranah orang-orang terpelajar,
yang ternyata memang sangat mudah terpengaruh dengan hal-hal yang seperti ini dengan dalih
sebagai metoda ilmiah yang tidak ada hubungannya dengan agama tertentu, dan katanya tidak
bersentuhan pula dengan bangsa JIN. Ada hipnoterapi, ada pengobatan dan penyembuhan ini dan itu,
ada dzikir ini dzikir itu, dan sebagainya. Penjelasannya bisa kelihatan sangat ilmiah sekali.

Menyadari Hakikat

23 dari 30

Misalnya dengan memakai penjelasan gelombang, cahaya, partikel, getaran dan sebagainya, dan
tentu saja ada pula beberapa ayat-ayat kitab suci yang dipakai untuk mendukungnya, hasilnya
dianggap sebagai sebuah hal atau peristiwa yang ilmiah dan alamiah saja, dengan disana-sini
diembel-embeli pula dengan sedikit simbol-simbol agamis. Akhirnya jadilah kita menjadi orang seperti
dewa-dewi modern sebagai pengganti dari dewa-dewi kuno yang nampaknya sudah mulai pudar dari
ingatan manusia zaman sekarang. Sehingga iblis dari golongan Jin pun bisa tersenyum dan tertawa
renyah menyaksikan apa-apa yang telah kita lakukan itu. Karena dengan begitu kita telah berhasil
menjadi teman akrabnya dengan sukses. Barang siapa yang berpaling dari ingat kepada Allah Yang
Maha Rahman, Kami adakan baginya syaitan, maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu
menyertainya (QARINU), Az Zukhruf 43: 36).

Menyadari Hakekat, Bagian-16

Kalau kita bermain-main dengan getaran ini, maka getaran itu akan menjadi pakaian kita. Kita akan
dikuasai oleh getaran itu. Kita akan menjadi budak dari getaran itu berikut dengan makhluk-makhluk
lain (jin) yang ada bersama getaran itu. Kalau getaran itu kita anggap mengandung power, maka Dzat
yang ada pada getaran itu akan meresponnya dengan memberikan power kepada kita. Inilah yang
terjadi dengan orang-orang yang berkecimpung dengan ilmu kontak.

Kalau getaran itu kita anggap mempunyai kekuatan untuk menyembuhkan, baik untuk jarah pendek
maupun jarak jauh, maka Dzat yang ada pada getaran itu akan meresponnya dengan mengantarkan
anggapan kita itu kepada orang yang percaya kepada kehebatan kita dalam bidang penyembuhan itu.
Kalau kita menganggap bahwa Allah ada didekat kita, bahkan Allah meliputi kita, maka ketika
kita memanggil-manggil nama Allah, dengan kesadaran kita bahwa Allah ada di dekat kita dan
meliputi kita, maka Dzat yang ada disekitar kita, yang meliputi kita akan meresponnya dengan
memberikan getaran-getaran tertentu yang bisa kita rasakan. Getaran itu bahkan bisa
menggoyangkan badan atau tubuh fisik kita dengan lembut ataupun dengan keras. Sehingga dengan
begitu kita semakin percaya bahwa Allah memang benar-benar ada di dekat kita dan meliputi kita. Hal
seperti inilah yang saya lakukan d awal tahun 2001 sampai dengan tahun 2010.
Bahkan baru-baru ini, ada seorang teman saya dari kota Ternate berkirim sms kepada saya sebagai
berikut:
Assalamualaikum Pak. Saya M dari Ternate
Saya sudah lama membaca dan mempraktekan beberapa yang tertulis di buku2nya Pak Deka dan
Ust AS. Tapi dalam prakteknya ada beberapa kejadian atau sensasi di dalam pelaksanaan shalat
dan zikir. Pada saat shalat, saya merasa ada semacam tarikan ke arah atas sehingga kadang2 posisi
saya berdiri ketika shalat bertumpu dengan kedua ujung jari kaki. Kemudian pada saat zikir, pun

Menyadari Hakikat

24 dari 30

sama. Ada semacam tarikan ke arah atas sehingga posisi duduk saya berubah dan kadang
bertumpu dengan menggunakan kedua lutut. Bisa di jelaskan fenomena apa yang terjadi ?. Dan
bagaimana solusinya ?
Wassalam. Terima kasih

Pengalaman saya juga seperti itu, bahkan lebih seru lagi. Dan itu ternyata di konfirm oleh pengalaman
beberapa orang yang mengalami hal yang sama dengan yang saya alami itu, tidak hanya dizaman
yang lalu, tetapi juga pada saat sekarang ini.
Dulu saya diajarkan bahwa diujung getaran itu ada Allah yang menggerakkan partikel dan gelombang,
seperti juga Allah yang menggerakkan keluar masuknya nafas saya, seperti juga Allah yang
menggerakkan bumi dan matahari. Makanya saat itu, untuk mengenal Allah saya cukup dengan
merasa-rasakan getaran di dalam dada, saya cukup merasakan gerak keluar masuk nafas, saya cukup
bergerak kesana kemari mengikuti getaran-getaran alam seperti sedang berlatih taichi ataupun tarian
sufi. Saat itu memang ada sensasi tubuh ini menjadi meluas, ada sensasi badan ini naik keatas
menuju bintang-bintang, yang katanya itu adalah MIRAJ.
Semakin dijalani, semakin terasa pula kesendirian saya. Kemanapun saya pergi meluas, setinggi
apapun sensasi yang saya dapatkan, karena masih berjalan, maka saya malah merasa semakin ada.
Pada suatu kali saya mulai dikejutkan dengan kenyataan bahwa saya mulai menjadi malas untuk
beribadah. Saya tidak pernah lagi puasa sunnah, shalat sunnah, membaca Al Quran dan ibadahibadah lainnya. Bangun jam 3 subuh, malah saya duduk diluar rumah berlatih memandang alam,
merasakan getaran-getaran yang seperti bergelombang ingin naik dari dada saya keatas. Gerakan
gelombang naik dari dada menuju keatas itu menimbulkan sensasi atau rasa EKSTASIS mirip
orgasme. Semua itu saya lalui saja, karena memang saya belum lagi menemukan ilmu yang akan
menyeret saya untuk keluar dari keadaan itu.
Bahkan dengan bekal ilmu tasawuf yang ada di dalam buku Madarijus Salikin pun, saya seperti sangat
susah untuk keluar dari keadaan seperti diatas. Madarijus Salikin hanya saya rasakan sampai pada
tahap memperlembut apa-apa yang telah saya dapatkan sebelumnya. Namun ada sedikit perubahan,
bahwa jam 3 malam bukan lagi saya pakai untuk berlatih hal diatas. Alhamdulillah saya sudah mulai
Shalat tahajud, sebagai pengganti dzikir (patrap).
Akan tetapi, syukur Alhamdulillah, sejak awal tahun 2014 yang lalu sampai sekarang, dengan
berbekal Ilmu Hakekat, Makrifatullah dan Dzikrullah yang disampaikan oleh Ustad Hussien BA Latiff,
maka saya seperti disadarkan bahwa apa-apa yang saya praktekkan dan alami dahulu itu masih
belum sampai kepada alam Makrifatullah. Bahkan kepada Alam Hakekat saja saya belum sampai,
apalagi untuk sampai kepada Alam Makrifatullah. Masih sangat jauh
Sebab getaran-getaran itu masihlah berada pada tatanan alam sifat-sifat saja. Getaran-getaran itu
juga adalah Makhluk. Tidak lebih. Jadi ia masih berada di alam keramaian ciptaan. Sedangkan untuk

Menyadari Hakikat

25 dari 30

memasuki alam Makrifatullah, maka kita terlebih dahulu haruslah bersedia untuk meninggalkan dan
menanggalkan alam sifat-sifat itu untuk kemudian masuk selangkah ke alam Hakekat, yaitu Alam
yang berhubungan dengan Dzat-Nya yang sedikit, the small essense.

Menyadari Hakekat, bagian-17

Dan untuk memasuki alam Hakekat itu:

Kita tidak butuh usaha yang aneh-aneh dan sulit-sulit,

Kita tidak butuh untuk berdzikir atau wiridan sebanyak ratusan ribu kali,

Kita tidak butuh membersih-bersihkan Jantung atau Qalb,

Kita tidak butuh membersihkan lathaif-latahif atau cakra-cakra,

Kita tidak perlu capek-capek sampai muter-muter dan guling-gulingan ditanah,

Kita tidak perlu mencari-cari getaran,

Kita tidak perlu mengatur-atur nafas kita untuk berdzikir,

Sungguh, kita tidak perlu ilmu yang sulit-sulit.

Bahkan kita tidak perlu melakukan apa-apa.

Kita cukup HANYA MENYADARI, atau kalau belum bisa menyadari, kita cukup hanya BERIMAN saja
dulu, bahwa:

DISEBALIK semua atribut yang ada pada DIRI KITA,

Disebalik SEMUA MAKHLUK mulai dari yang terkecil sampai ke yang terbesar,

Disebalik bumi dan 7 lapis langit,

Disebalik Sidratul Muntaha (kerajan Allah),

Disebalik Syurga dan Neraka,

Disebalik Air Maha Massive di bawah Arasy,

Disebalik Arasy Allah yang tak terperikan besarnya,

dan disebalik 70 lapis Cahaya yang tak ada orang yang mengetahui berapa ketebalannya,

ADA Dzat-Nya yang sedikit, THE SMALL ESSENSE, yang menjadi WAJIBUL WUJUD bagi tercipta dan
terzhahirnya semua makhluk itu.

Menyadari Hakikat

26 dari 30

Artinya, diri kita sendiri dan semua makhluk ini pada Hakekatnya TIDAKLAH WUJUD. Karena
KEWUJUDAN diri kita dan semua makhluk ini hanyalah semata-mata karena adanya The Small
Essense, Dzat Yang Wajibul Wujud. DZATULLAH. Yaitu SEDIKIT atau SEJUMPUT KECIL dari Dzat Allah
atau Diri Allah sendiri.

Jadi untuk memasuki alam Hakekat itu kita cukup hanya melakukan satu langkah kecil dan sederhana
saja, yaitu: LAA MAUJUD ILLA DZATILLAH, tidak ada kewujudan kecuali hanya Dzat Allah. Masuk
sudah kita ke alam Hakekat.

Lalu setiap MATA kita memandang apa saja dan kearah mana saja, setiap PANCA INDERA kita
mendeteksi dan menginderai apa saja, maka kita akan segera saja dikejutkan oleh kenyataan bahwa
sekarang MATA HATI sudah menjadi SANGAT TAJAM untuk memandang keberadaan DZATULLAH
disebalik semua yang tergelar dan terhidang dihadapan kita itu.

Saat MATA kita melihat warna dan nyala, melihat bentuk dan rupa, melihat huruf dan angka,
mata HATI KITA malah tidak melihat apa-apa.

Saat TELINGA kita mendengarkan suara dan nada, MATA HATI kita malah tidak mendengar
apa-apa.

Saat HIDUNG kita mencium bau semerbak wangi, MATA HATI kita malah tidak membaui apaapa.

Saat LIDAH kita merasakan kelezatan berbagai rasa, MATA HATI kita malah tidak merasakan
kelezatan apa-apa.

Saat KULIT tubuh kita mendeteksi berbagai fenomena, MATA HATI kita malah tidak mendeteksi
fenomena apa-apa.

MATA HATI kita tetap hanya terpandang kepada SATU WUJUD saja, yaitu DZATULLAH. Dzat yang tidak
bisa dirupa-rupakan, yang tidak bisa diwarna-warnakan, yang tidak bisa dirasa-rasakan, dan yang
tidak bisa dideteksi-deteksi dengan alat apa saja. Mata Hati kita terpandang kepada Dzat Yang Ghaib,
dimana mata atau panca indera kita tidak akan pernah bisa untuk menggapainya. Mata hati kitapun
juga hanya bisa sampai melihat kepada yang kosong. Tidak terbayang apa-apa, tidak terasa apa-apa,
tidak ada rupa apa-apa.

Para meditator dan para pedzikirpun sebenarnya banyak yang rela untuk melakukan berbagai hal yang
sulit dan berat demi untuk mendapatkan keadaan atau hal yang berkenaan dengan Alam Hakekat ini.

Menyadari Hakikat

27 dari 30

Namun yang berhasil mencapainya boleh dikatakan hanyalah beberapa orang saja diantara puluhan
ribu orang. Sulit sekali, dan juga rahasia sekali ilmunya.

Alam Hakekat ini pulalah yang telah dijalani oleh Rasulullah SAW saat Beliau Miraj sebelum Beliau
menemui Allah di balik 70 Tabir cahaya, diatas Arsy Allah yang Agung. Ternyata Alam Hakekat itu
bukanlah akhir dari perjalanan Beliau. Sebab dari Alam Hakekat itu Beliau masih diperjalankan
selangkah lagi oleh Allah untuk memasuki Alam Makrifat.

Artinya, sebelum Beliau bertemu dan berbicara LANGSUNG dengan Allah, Beliau terlebih dahulu harus
meninggalkan semua alam ciptaan, termasuk Arsy Allah Yang Agung. Bahkan Jibril AS sekalipun, juga
tidak boleh ada.

Rasulullah datang sendiri, dengan tidak membawa apa-apa dan tidak membawa siapa-siapa. Beliau
datang menghadap dalam keadaan sendirian. Beliau dituntun Allah untuk meninggalkan Alam Hakekat
untuk kemudian memasuki Alam Makrifat. Beliau dituntun untuk menafi-kan Dzatullah yang sedikit,
the small essense, lalu Beliau Beliau dituntun pula untuk mengIsbathkan Dzat Allah yang Maha Indah
yang ada disebalik Tabir 70 Cahaya di hadapan Beliau. Laa Maujud Illallah, lalu terjadilah
perjumpaan antara Beliau dengan Allah dibalik tabir.

Sebab tabir 70 lapis cahaya ini haruslah tetap ada, karena kalau tidak ada, maka Beliau akan hangus
terbakar karena terpandang kepada Keagungan Dzat-Nya Yang Maha Indah. Beliau hanya
diperlihatkan kepada SELAPUT Keagungan Dzat-Allah Yang Maha Indah yang membungkus Lauhul
Mahfuz, yang tak ubahnya seperti Bulan Mengambang di langit lepas. Kecil sekali, sehingga Beliau
katakan bahwa selaput Dzat itu seperti bisa Beliau tutup dengan telapak tangan Beliau.

Menyadari Hakekat, Bagian-18

OBAT PELIPUR RINDU YANG MEMBUNCAH


Demikianlah cara Rasulullah diperjalankan oleh Allah mulai dari melihat segala macam dan ragam
Alam Sifat, lalu memasuki SATU Alam Hakekat saja, yaitu alam Dzatullah yang sedikit, untuk
kemudian BERHENTI dengan penuh KETAKJUBAN untuk Bermakrifat kepada Allah. Makrifatullah

Menyadari Hakikat

28 dari 30

Dalam perjalanan itu, Beliau telah diperlihatkan GAMBARAN LENGKAP dari segala sesuatu yang
mengisi dan memenuhi Lauhul Mahfuz. Gambaran dari peristiwa yang sudah terjadi maupun yang
belum terjadi atau yang masih dalam bentuk rencana. Beliau pun hanya sebatas diperlihatkan saja
atas gambaran itu tanpa Beliau bisa mengubahnya, walau sedikitpun, saat itu.
Sebab Beliau memang sudah ditetapkan oleh Allah hanya untuk menjadi Rahmat bagi semua peristiwa
yang tergelar di dalam Gambaran itu dengan peran Beliau sebagai seorang Rasul yang akan memberi
contoh dan tauladan untuk apa-apa yang baik dan buruk, memberi tahu mana yang salah dan mana
yang benar, serta memberikan syafaat kelak di kehidupan akhirat.
Proses perjalanan Makrifatullah Beliau itu hanya terjadi dalam SATU malam saja. Hal ini merupakan
suatu pertanda baik bagi kita bahwa untuk bermakrifatullah itu sebenarnya kitapun TIDAK butuh
waktu yang sangat lama dan proses yang sangat sulit dan berbelit-belit. Kita hanya perlu memahami
makna hakiki dari perjalanan Isra dan Miraj Beliau, kemudian kita ikuti saja praktek-praktek Beliau
setelah Beliau melakukan perjalanan yang sangat luar biasa dan fenomenal tersebut.
Banyak memang yang telah membahas perjalanan Isra dan Miraj Beliau itu. Mulai dari pengajian
kepengajian, dari buku ke buku, dari khutbah ke khutbah, sampai ke seminar-seminar, dan
sebagainya. Namun pembahasannya hampir selalu berakhir hanya pada kewajiban ibadah shalat yang
harus dilakukan oleh umat Islam, dan juga kisah-kisah tentang bagaimana Beliau melihat syurga dan
neraka dan penghuni-penghuninya masing-masing, dan berbagai kisah lainnya. Selalu begitu, dan itu
sudah berlangsung sejak lama. Dari generasi ke generasi.
Akan tetapi jarang sekali orang yang mau membahas makna dari perjalanan Isra dan terutama Miraj
Beliau itu dalam bentuk sebuah kajian untuk membuka pintu Makrifatullah. Pintu pengenalan kepada
Allah. Namun, Alhamdulillah, seorang Arif Billah, Ustad Hussien BA Latiff, telah diberikan dan
disusunkan oleh Allah sebuah Ilmu tentang membuka Pintu Makrifatullah ini, yang ternyata memang
sangat mudah dan gamblang sekali. Sungguh perjalanan Isra dan Miraj itu benar adanya
Begitu juga di dalam memaknai diperintahkannya ibadah shalat bagi seluruh umat Islam. Hampir
selalu saja yang dikisahkan adalah bagaimana Beliau, setelah di sarankan oleh Nabi Musa AS, harus
bolak balik menemui Allah untuk mengurangi bilangan shalat mulai dari awalnya 50 kali menjadi
hanya 5 kali sehari dalam sehari semalam. Akhirnya kita umat Islam hanya tahu bahwa Shalat itu
adalah sebuah ibadah yang WAJIB untuk kita lakukan setiap hari. Jarang sekali ada yang membahas
shalat dari sisi kesamaannya dengan pertemuan Rasulullah SAW dengan Allah SWT saat menjalankan
prosesi Isra dan Miraj.
Oleh sebab itu, pada kesempatan yang sangat baik ini, setelah kita membahas tentang perjalanan
Isra dan Miraj dari segi Ilmu Hakekat dan Makrifatullah, sekarang marilah kita mencoba untuk
melihat ibadah shalat yang selalu kita kerjakan setiap hari itu sebagai sebuah sarana bagi kita untuk
mengobati rasa Rindu dan Lara kita akibat dari lupanya kita kepada Allah.
Mari kita lihat
Ada perjumpaan pastilah akan ada pula rindu. Perjumpaan Rasulullah dengan Allah SWT, walau hanya
terjadi dibalik tabir 70 Cahaya, tentu saja telah menimbulkan luka parut yang sangat dalam pada
JIWA Rasulullah SAW. Luka yang akan selalu menimbulkan rasa rindu yang sangat membuncah.
Sementara perjalanan Isra dan Mikraj itu sudah ditakdirkan pula untuk hanya terjadi sekali saja. Akan

Menyadari Hakikat

29 dari 30

tetapi rasa rindu Beliau untuk kembali dan kembali bertemu dengan Allah pastilah tidak akan pernah
berhenti.

Tidak akan pernah!. Karena rasa rindu Beliau itu adalah rasa rindu seluruh umat manusia. Ya,
seluruh anak manusia. Rasa rindu untuk kembali saling bertutur sapa dan berkata-kata mesra dengan
Allah.
Bukankah kita semua sebenarnya telah membawa sebuah memori tunggal saat kita dilahirkan?.
Memori yang tidak bisa tidak, kita harus mengucapkan Bala syahidna, benar ya Allah, Engkau
adalah Tuhan kami, sebagai jawaban penuh kepastian kita atas pertanyaan tunggal Allah kepada
seluruh umat manusia: Alastu birabbikum?, bukankah Aku ini Tuhanmu?.
Memori atau INGATAN kita terhadap peristiwa yang sangat menggetarkan itu, walau dalam perjalanan
waktu telah dikaburkan dengan adanya ingatan-ingatan kita kepada hal-hal yang lain, ternyata ia
akan selalu menjadi sinar yang menerangi bagi kita semua.
Sejahat apapun kita, sedurhaka apapun kita, sekafir dan se-atheis apapun kita, pastilah suatu saat
kita pernah dilanda oleh rasa rindu untuk berjumpa dengan sesuatu yang kita anggap melebihi
apapun juga yang ada di alam dunia ini. Kita rindu untuk kembali berjumpa dengan Tuhan. Makanya
sejarah panjang umat manusia juga dipenuhi oleh kisah-kisah pencarian kembali umat manusia
kepada Tuhannya. Ada banyak yang berhasil, dan tentu saja tak kurang pula banyaknya yang gagal.
Nah untuk memberikan contoh bagaimana agar kita umat manusia ini bisa kembali merasakan
moment-moment pertemuan kita pertama kali dengan Allah di alam Azali dulu, Rasulullah diberikan
sebuah fasiltas yang kualitasnya sama dengan peristiwa Isra dam Miraj yang pernah Beliau lakukan.
Fasilitas itu adalah SHALAT, tapi shalat yang bukan sembarangan shalat. Shalat itu haruslah Shalat
yang memenuhi syarat, yaitu SHALAT yang LI DZIKRI. Aqimishshalata li dzikri. Shalat yang di
dalam pelaksanaannya kita harus selalu tetap MENGINGATI ALLAH. Shalat yang seperti inilah yang
disebut oleh Beliau sebagai Mirajnya orang beriman. Ashshalatu mi rajul mukminin

Menyadari Hakekat, Bagian-19

Bagi kita, yang tidak pernah mengalami peristiwa Miraj, Bertemu dan berkata-kata dengan Allah,
seperti yang dialami oleh Rasulullah, ternyata Allah telah memfasilitasi kita agar kita juga bisa
mengalami hal yang sama dengan apa yang dialami oleh Rasulullah di dalam peristiwa Miraj itu.
Shalat itulah fasilitasnya ternyata.

Menyadari Hakikat

30 dari 30

Namun tentu saja ada yang bertanya-tanya, seberapa pentingkah Shalat itu bagi kita sebenarnya
sehingga Allah sampai-sampai mewajibkan kita untuk melaksanakannya?. Begitu juga bagi Rasulullah
SAW beserta para Sahabat Beliau ketika itu, Beliau sangat menjaga betul shalat Beliau, baik waktunya
maupun tata cara pelaksanaannya, Beliau menikmati betul setiap rakaat yang Beliau kerjakan, tidak
ada capek dan lelah sedikitpun yang Beliau rasakan, air mata dan isak tangis Beliau jangan ditanyalah
berapa banyak dan seringnya Beliau tumpahkan.

Hal ini sangat berbeda dengan apa yang kita alami. Kita umumnya malah sebaliknya, Shalat kita
kurang terjaga waktu dan tata caranya. Kita di dalam shalat jarang sekali merasakan nikmat yang
membuat kita selalu ingin dan ingin lagi untuk shalat. Duh rasanya setiap rakaat yang kita lalui itu
lama sekali, dan terasa sekali capek dan lelahnya. Boro-boro bisa menangis dan berisak tangis, yang
kita dapatkan malah lebih sering rasa kantuk yang datang secara bergelombang. Di dalam shalat itu
kita juga seperti orang yang sedang bermimpi dan melamun. Bacaan kita entah apa, ingatan kita
entah kemana. Tidak sinkron antara AKTIFITAS yang kita lakukan dengan apa yang kita INGAT.

Malah ada beberapa teman yang mengaku sering berdzikir berkata: kok lebih enak dan nikmat
berdzikir dari pada shalat. Kenapa bisa begitu ya?, katanya dengan terus terang. Jawabannya juga
bermacam-macam. Misalnya, kalau dzikir bacaannya sedikit, sedangkan shalat bacaannya banyak dan
ada malah bagian-bagian yang tidak kita mengerti. Ada pula yang berkata bahwa dzikir itu ibadah
yang mudah dan bisa dilakukan kapan saja, sedangkan shalat banyak aturannya.

Dari jawaban diatas terlihat seperti ada KETERPISAHAN antara melaksanakan Shalat dengan Berdzikir.
Shalat ya shalat, dzikir ya dzikir. Masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Asyiknya sendiri-sendiri.
Padahal Al quran berkata bahwa:Aqimishshalata li dzikri, dirikanlah shalat dengan (untuk)
mengingat Aku. Shalat dan Dzikir itu telah menjadi sebuah aktifitas saja. Yaitu SHALAT KEPADA
YANG SEDANG KITA DZIKIRI. Kita sedang bertutur kata santun dan bersikap merendah kepada Allah
yang sedang kita INGAT

Dan ternyata disinilah letak permasalahan yang sebenarnya berada, yaitu pada kegiatan DZIKIR itu
sendiri. Bagaimana kita memaknai Dzikir itu, dan bagaimana pula cara kita melakukannya. Kenapa
dzikir yang umum dilakukan oleh umat islam sekarang ini BISA terasa lebih enak dan nikmat
dibandingkan dengan shalat?. Ada salah apakah gerangan yang kita lakukan?.

Sebenarnya ada sebuah rahasia besar yang terkandung di dalamnya. Yaitu kita telah KEHILANGAN
KERINDUAN kita untuk berjumpa dan berkata-kata mesra dengan Allah SWT. Keseharian kita telah

Menyadari Hakikat

31 dari 30

berubah menjadi seperti seorang anak kecil yang sebenarnya sedang menderita kesepian, sangat sepi,
tetapi kita hanya mencari kepuasan untuk sebentar dan sementara saja, dan itupun hanya dengan
iming-iming sebutir permen atau gula-gula.

Kerinduan kita tidak pernah terlipur, kecintaan kita tak pernah berbalas, kekaguman kita tak pernah
menggetarkan, ketakutan kita tidak pernah mencekam, sehingga ibadah kita, shalat kita, senandung
kita, doa-doa kita, tidak pernah memberikan pukulan dan hantaman yang berarti kepada hati kita.
Karena memang hati kita itu masih seringkali MENGINGATI apa-apa yang selain dari Allah SWT.

Hati kita tidak pernah sampai luka dan berparut seperti hati yang dimiliki olehorang-orang Allah.
Hati mereka itu sangat mudah luka, sangat mudah mengeluarkan darah kembali ketika RINDU mereka
kepada Allah SWT datang membuncah, ketika cinta mereka kepada Allah datang bergelora, ketika
takut mereka kepada Allah datang mencekam, sehinggga air mata merekapun seringkali jatuh
bercucuran tatkala Allah berkenan menyambut rindu, cinta, dan takut mereka.

Ini yang tidak kita punyai. Karena hati kita masih saja kita isi dengan Ingatan kepada sesuatu yang
selain dari Allah. Sehingga kita hanya jadi rindu dengan sesuatu yang bukan Allah, kita jadi cinta
hanya kepada sesuatu yang bukan Allah, kita jadi takut hanya dengan sesuatu yang bukan
Allah. HATI kita jadi KOSONG dari INGATAN KEPADA ALLAH, DZIKRULLAH

Menyadari Hakekat, Bagian-20 (Selesai)


Juni 4, 2015 oleh Murid Dalam Sikap Bertuhankan Allah SWT.

Kalau tidak ingat, kita sama saja dengan mati


Kalau tidak ingat, kita sama saja dengan gila
Kalau tidak ingat, kita sama saja dengan tidur
Kalau tidak ingat, kita sama saja dengan pingsan

Menyadari Hakikat

32 dari 30

Kalau tidak ingat, mana ada sadar


Kalau tidak ingat, mana ada jumpa
Kalau tidak ingat, mana ada berbicara
Kalau tidak ingat, mana ada berkata-kata
Kalau tidak ingat, mana ada rindu
Kalau tidak ingat, mana ada cinta
Kalau tidak ingat, mana ada takut

Kalau tidak ingat Allah, mana ada SHALAT


Kalau tidak ingat Allah, mana ada DZIKIR
Kalau tidak ingat Allah, mana bisa pula Allah akan Ingat kita

Kalau tidak ada Ingatan dari Allah, mana bisa kita terhibur
Kalau tidak ada Ingatan dari Allah, mana bisa kita terlipur
Kalau tidak ada Ingatan dari Allah, mana bisa kita berpaut
Kalau tidak ada Ingatan dari Allah, mana bisa kita bergantung

Akan tetapi, kita tidak usah KHAWATIR. Ternyata pengenalan kita kepada Hakekat ini, selangkah lagi
saja, kita akan segera saja diantarkan untuk Bermakrifat kepada Allah. Karena memang untuk bisa
mengingat Allah itu, apalagi di dalam shalat, kita memerlukan Makrifatullah sebagai fondasinya.

Namun karena artikel ini hanya bertujuan untuk membahas tentang MENYADARI HAKEKAT, maka kita
akan tutup artikel ini untuk kemudian, Insya Allah, kita berjumpa lagi pada artikel
berikutnya: DUDUKNYA ORANG BERMAKRIFATULLAH

Menyadari Hakikat

33 dari 30

Walupun begitu, sebelum ditutup, ada baiknya kita simpulkan uraian panjang lebar diatas dalam
sepatah dua kata berikut ini. Bahwa untuk memasuki Alam Hakekat, kita hanya perlu MENYADARI
bahwa disebalik semua ciptaan, disebalik semua sifat-sifat, disebalik semua nama-nama, disebalik
setiap peristiwa dan kejadian, SEBENARNYA, HAKIKINYA, ada DZATULLAH yang sedikit, yang sedang
aktif memerankan Perintah dan Kehendak Allah untuk menzhahirkan apa-apa yang memang
seharusnya terzhahir tepat pada masanya.

LAA MAUJUD DZATILLAH, lalu kemana dan kepada apa saja PANCA INDERA kita melihat, mendengar,
merasakan, membau, menyicipi segala SIFAT yang ada, maka MATA HATI kita hanya terpandang
kepada SATU WUJUD saja, yaitu DZATULLAH, yang menjadi HAKEKAT bagi semua yang terdeteksi
ataupun yang tidak terdeteksi oleh Panca Indera kita. Dzatullah itu Maha Halus dan Maha Meliputi
segala sesuatu.

Kita tinggalkan segala SIFAT dari pandangan panca indera kita, untuk kemudian mata hati kita hanya
terpandang kepada HAKEKAT sahaja, lalu setelah itu kita kukuhkan Hati kita untuk Bermakrifat
kepada Allah, sehingga kitapun dengan terbata-bata akan bisa berkata: LAA MAUJUD ILLALLAH

Asyahaduanlla ilaha illallah


Wa asyhaduanna Muhammadan Rasulullah
Allahumma shalli ala Muhammad waala ali Muhammad

Demikian Wallahu alam

Menyadari Hakikat

34 dari 30

Tema :

Menyadari Hakikat

35 dari 30

Anda mungkin juga menyukai