Anda di halaman 1dari 13

Kisah Taubat Pembunuh 100 Jiwa (1)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pepatah mengatakan, "Banyak jalan menuju Roma." Maknanya, banyak cara untuk meraih
suatu tujuan. Hal itu juga berlaku dalam persoalan taubat nasuha.

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits yang cukup panjang. Isinya menceritakan kisah seorang pembunuh berdarah
dingin. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Di antara (umat) sebelum kalian, terdapat seorang laki-laki yang telah
membunuh 99 orang."

Mantan Musuh Islam Ini Bersimpuh di Kaki Rasulullah SAW (1) Mantan Musuh Islam Ini Bersimpuh di Kaki Rasulullah
SAW (2) Mereka Hendak Mencuri Jasad Rasulullah SAW

Suatu ketika, terbersit di hati pria tersebut akan azab Sang Pencipta. Dia berpikir, alangkah baiknya bila dia memohon
ampunan-Nya sebelum ajal tiba. Namun, apakah taubat orang yang telah membunuh puluhan nyawa tak bersalah akan
diterima?

Pertanyaan itu sungguh-sungguh membebaninya. "Dia kemudian menanyakan kepada orang-orang tentang siapa (di
antara mereka) yang paling berilmu. Kemudian, dia diarahkan kepada seorang rahib. Dia pun mendatangi (rumah) rahib
itu, untuk kemudian bertanya kepadanya. Dia telah membunuh 99 orang, apakah masih terbuka (pintu) taubat baginya?

Rahib itu pun menjawab, 'Tidak ada." Seketika, pria itu membunuh rahib tersebut, sehingga genap jumlah korbannya
seratus orang," sabda Nabi SAW.

Kisahnya tidak berhenti sampai di situ. Sang pembunuh lantas menemui tokoh lain. Kali ini, dia diterima serorang alim
ulama. Setelah menceritakan keadaannya, dia pun bertanya, apakah masih tersedia taubat baginya?

"Orang alim itu menjawab, 'Ya. Siapa pula yang menghalang-halangi untuk bertaubat!? Pergilah dari kota ini dan
(bergegaslah menuju) kota itu. Karena di sana ada kaum yang taat beribadah kepada Allah. Beribadahlah bersama
mereka, jangan kembali ke negerimu. Sebab, negerimu itu telah menjadi negeri yang buruk," Nabi SAW melanjutkan
sabdanya.
Bismillahirrohmaanirrohiim.

Assalamu'alaikum warohmatullohi wabarokatuh.

Innal hamda liLLAH, nahmaduHU wa nasta’inuHU wanastaghfiruHU, Wa na’udzubiLLAHi min


syururi anfusina wamin sayyi’ati a’malina, man yahdihiLLAH fala mudhillalah, wa man yudhlil hu fala
hadiyalah, ALLAHumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ‘alihi wa azwajihi wa dzurriyatih kama shallayta ‘ala
‘ali Ibrahim innaka hamidun majid.

Terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
semua kenikmatan, sehingga pada siang hari ini kita bisa berada di majlis ilmu yang inshaallah di ridhai oleh
Allah SWT. Selanjutnya, marilah salawat serta salam senantiasa kita haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya kelak di yaumil akhir.

Teman-teman yang dirahmati Allah, Agar majelis ini menjadi lebih berkah, marilah kita buka acara pada
hari ini dengan mengucapkan basmallah bersama-sama. (Bismillahirahmannirahiim)

Selanjutnya dilanjutkan dengan murojaah Al Qur’an yaitu surat ... dan artinya.

Alhamdulillah telah selesai murojaah kita, semoga dengan murojaah tadi , Allah semakin memberkahi majelis
ini (Aamiin).

Acara berikutnya infak, bagi teman-teman yang mau menginfakkan hanrtanya di jalan Allah
dipersilahkan.

Selanjutnya adalah kultum. Kepada ..... dipersilahkan.

Selanjutnya materi yang akan disampaikan oleh : Ustadzah Yuli. Kepada beliau kami persilahkan. Dan
kepada teman-teman agar bisa tenang diam mendengarkan. Semoga ilmu nya bisa bermanfaat bagi kita semua.

Alhamdulillah telah kita dengarkan materi yang disampaikan oleh Ust. Yuli, semoga dengan materi ... semakin
menambah wawasan kita tenrang... dan bisa kita amalkan.

Mutabaah. Kepada teman-teman silahkan mengisi lembar mutabaah yaumiyah.

Barangkali ada yang ingin disampaikan ...

Demikianlah tadi rangkaian acara demi acara telah kita lalui semoga pertemuan kita hari ini membawa
keberkahan kepada kita semua. Baiklah, untuk menutup majelis ini, marilah kita ucapkan Istighfar
(Astaghfirullahal adziim) dan Hamdalah (Alhamdulillahi robbil alamin) serta do'a Tafaraqul majelis

"Subhakallahuma wabihamdika, ashadu 'alla ilaha illa anta astagfiruka wa atubu ilaik"
Kisah Orang-Orang Taubat

Manusia memang diciptakan Allah dengan berbagai macam karakteristik yang menambah keindahan dunia ini.
Allah juga seringkali memberikan hidayah kepada kita melalui berbagai cara, ada kalanya dengan dinasehati
seseorang menjadi tersadar, adakalanya ketika terpojok pada situasi yang tidak menguntungkan seseorang
menjadi ingat Tuhannya dan lain-lain. Berikut ini kami nukilkan beberapa kisah orang-orang yang bertaubat,
siapa tahu Allah menurunkan hidayah pertolongan kepada kita untuk keluar dari kemaksiatan ketika
membacanya.

Awan yang Mengikuti Orang Bertaubat

Diriwayatkan bahwa seorang tukang jagal (penyembelih binatang) terpesona kepada budak tetangganya. Suatu
saat gadis itu mendapat tugas menyelesaikan urusan keluarganya di desa lain. Si tukang jagal lalu mengikutinya
dari belakang sampai akhirnya berhasil mendapatkannya. Si tukang jagal lalu memanggil gadis itu dan
mengajaknya menikmati kesempatan langka dan indah itu. Tetapi gadis itu menjawab, "Jangan lakukan.
Meskipun aku sangat mencintaimu, tetapi aku sangat takut kepada Allah".

Mendengar jawaban itu, si tukang jagal merasa dunia berputar. Karena menyesal dan sadar, hatinya gemetar,
tenggorokannya kering dan hatinya semakin berdebar, dia lalu berkata, "Kau takut kepada Allah sedangkan aku
tidak".

Dia pulang sambil bertaubat. Ketika berada di jalan ia diserang rasa haus dan nyaris mati. Ia kemudian bertemu
dengan seorang yang sholeh dan mereka berjalan bersama. Mereka melihat gumpalan awan berjalan menaungi
mereka berdua, sampai mereka masuk ke sebuah desa. Mereka berdua yakin bahwa awan itu untuk orang yang
sholeh. Kemudian mereka berpisah di desa tersebut. Awan itu ternyata condong dan terus menaungi si tukang
jagal sampai dia tiba di rumahnya. Orang sholeh tadi heran melihat kenyataan ini. Dia lalu mengikuti tukang
jagal tadi lantas bertanya kepadanya dan dijawabnya pula di tempat itu. Maka laki-laki sholeh itu berkata,
"Janganlah heran terhadap apa yang kau lihat, karena orang yang bertaubat kepada Allah itu berada di suatu
tempat yang tak seorang pun berada di situ".
Pendeta yang Insaf

Ibrahim Al Khawas ialah seorang wali Allah yang terkenal keramat dan dimakbulkan segala doanya oleh Allah. Beliau
pernah menceritakan suatu

peristiwa yang pernah dialaminya. Katanya, "Menurut kebiasaanku, aku

keluar menziarahi Makkah tanpa kendaraan dan kafilah. Pada suatu waktu,

tiba-tiba aku tersesat dan kemudian aku bertemu dengan seorang rahib

Nasrani (Pendeta Kristian) ". Ketika dia melihatku dia pun berkata,

"Wahai rahib Muslim, bolehkah aku bersahabat denganmu?".

Ibrahim segera menjawab, "Ya, tidaklah aku akan menghalangi

kehendakmu itu". Maka berjalanlah Ibrahim bersama dengannya selama tiga

hari tanpa meminta makanan sehingga rahib itu menyatakan rasa laparnya

kepadaku, katanya, "Tidaklah aku ingin memberitahukan padamu bahwa aku

telah menderita kelaparan. Karena itu berilah aku sesuatu makanan yang

ada padamu".

Mendengar permintaan rahib itu, lantas Ibrahim pun memohon kepada

Allah dengan berkata, "Wahai Tuhanku, Pemimpinku, Pemerintahku,

janganlah engkau mempermalukan aku di hadapan seteru engkau ini".

Belum selesai Ibrahim berdoa, tiba-tiba turunlah hidangan dari

langit berisi dua keping roti, air minum, daging masak dan tamar. Maka

mereka pun makan dan minum bersama-sama. Sesudah itu aku pun meneruskan

perjalananku. Setelah tiga hari tanpa makanan dan minuman, dikala pagi,

aku pun berkata kepada rahib itu, "Hai rahib Nasrani, berikanlah

kepadaku sesuatu makanan yang ada padamu". Rahib itu menghadap kepada

Allah, tiba-tiba turun hidangan dari langit seperti yang diturunkan

kepadaku dulu".

Sambung Ibrahim lagi, tatkala aku melihat yang demikian itu, maka
aku pun berkata kepada rahib itu "Demi kemuliaan dan ketinggian Allah,

tiadalah aku makan sehingga engkau memberitahukan (hal ini) kepadaku".

Jawab rahib itu, "Hai Ibrahim, tatkala aku bersahabat denganmu, maka

aku mengenal kemuliaanmu, lalu akupun memeluk agama engkau.

Sesungguhnya aku telah membuang-buang masa di dalam kesesatan dan

sekarang aku telah mendekati Allah dan berpegang kepadaNya. Dengan

kemuliaan engkau, tiadalah Allah mempermalukan aku. Maka terjadilah

kejadian yang engkau lihat sekarang ini. Aku telah mengucapkan seperti

ucapanmu (kalimah Syahadah)".

"Maka gembiralah aku setelah mendengar jawaban rahib itu. Kemudian

aku pun meneruskan perjalanan sehingga sampai di Makkah Al Mukarramah.

Setelah kami mengerjakan haji, maka kami tinggal dua tiga hari lagi di

tanah suci itu. Suatu ketika, rahib itu tidak kelihatan olehku, lalu

aku mencarinya di Masjidil Haram, tiba-tiba aku mendapatinya sedang

bersembahyang di sisi Ka'bah". Setelah rahib itu selesai bersembahyang

maka dia pun berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya sudah dekat

perjumpaanku dengan Allah, maka jagalah olehmu persahabatan dan

persaudaraanku denganmu".

Setelah dia berkata begitu, tiba-tiba dia menghembuskan nafas

terakhirnya. Seterusnya Ibrahim menceritakan, "Maka aku merasa amat

berduka atas kepergiannya. Aku segera mengurus jenazahnya dan

pemakamannya. Ketika tidur aku bermimpi melihat rahib itu dalam keadaan

yang begitu elok sekali tubuhnya, dihiasi dengan pakaian sutera yang

indah". Melihat hal itu, Ibrahim pun terus bertanya, "Bukankah engkau

sahabatku, apakah yang telah dilakukan oleh Allah terhadap engkau?".

Dia menjawab, "Aku berjumpa dengan Allah dengan dosa yang banyak,
tetapi dimaafkan dan diampuniNya semua itu karena aku berprasangka baik

kepadaNya dan Dia menjadikan aku seolah-olah bersahabat dengan engkau

di dunia dan bertetangga dengan engkau di akhirat".

Begitulah persahabatan diantara dua orang yang berpengetahuan dan

beragama sehingga memperoleh hasil yang baik. Walaupun orang tersebut

dulunya beragama lain, tetapi berkat keikhlasan dan pengabdiannya

kepada Allah, dia ditunjukkan pada agama Islam dan bisa mendalami

ajaran-ajarannya".

Allah Maha Pengampun

Di zaman Nabi Musa ada seorang fasik yang suka melakukan kejahatan.

Penduduk negeri tersebut tidak mampu lagi mencegah perbuatannya, lalu

mereka berdoa kepada Allah. Maka Allah mewahyukan kepada Nabi Musa

supaya mengusir pemuda itu dari negerinya agar penduduknya tidak

ditimpa bencana. Lalu keluarlah pemuda tersebut dari kampunganya dan

sampai di suatu kawasan yang luas, dimana tidak seekor burung atau

manusiapun hidup.

Selang beberapa hari pemuda itu jatuh sakit. Merintihlah ia seorang

diri, lalu berkata: "Wahai Tuhanku, kalaulah ibuku, ayahku dan isteriku

berada di sisiku sudah tentu mereka akan menangis melihat waktu akan

memisahkan aku dengan mereka (mati). Andaikata anak-anakku ada di

sisiku pasti mereka berkata: "Ya Allah, ampunilah ayah kami yang telah

banyak melakukan kejahatan sehingga ia diusir dari kampungnya ke tanah

lapang yang tidak berpenghuni dan keluar dari dunia menuju akhirat

dalam keadaan putus asa dari segala sesuatu kecuali rahmatMu ya Allah".
Terakhir kali pemuda itu berkata, "Ya Allah, janganlah Engkau

putuskan aku dari rahmatMu, sesungguhnya Engkau Maha Berkuasa terhadap

sesuatu",. Setelah berkata demikian, matilah pemuda itu.

Kemudian Allah mewahyukan kepada Nabi Musa, firmannya, "Pergilah

kamu ke tanah lapang di sana ada seorang waliKu yang telah meninggal.

Mandikan, kafankan dan sembahyangkanlah dia". Setiba di sana Nabi Musa

mendapati yang mati itu adalah pemuda yang diusirnya dahulu. Lalu Nabi

Musa berkata, "Ya Allah, bukankah dia ini pemuda fasik yang Engkau

suruh aku usir dahulu". Allah berfirman, "Benar, Aku kasihan kepadanya

karena rintihan sakitnya dan berjauhan dari keluarganya. Apabila

seseorang yang tidak mempunyai saudara mati, maka semua penghuni langit

dan bumi akan sama menangis karena kasihan kepadanya. Oleh karena itu

bagaimana Aku tidak mengasihaninya sedangkan Aku adalah Dzat Yang Maha

Penyayang di antara penyayang".


Malaikat Rahmat dan Malaikat Adzab

Pada zaman dahulu, ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang.

Dia ingin menjumpai pendeta untuk meminta fatwa supaya dia dapat

bertaubat dari dosanya. Ketika bertemu dengannya, dia pun menerangkan

bahwa dia telah membunuh 99 orang dan bertanya padanya apakah dia masih

mempunyai peluang untuk bertaubat. Pendeta dengan tegas mengatakan dia

tidak bisa bertaubat karena dosanya terlalu banyak. Lelaki itu mejadi

marah dan langsung membunuh pendeta itu, menjadikannya mangsa yang ke

seratus.

Dia masih ingin bertaubat dan terus mencari kalau-kalau ada ulama

yang bisa membantunya. Akhirnya dia berjumpa dengan seorang ulama. Dia

menceritakan bahwa dia telah membunuh seratus orang dan bertanya apakah

Allah masih menerima taubatnya. Ulama itu menerangkan dia masih

mempunyai harapan untuk bertaubat. Seterusnya dia menyuruh lelaki itu

pergi ke sebuah negeri di mana terdapat sekumpulan 'abid (orang

beribadat). Apabila sampai di sana nanti, ulama itu menyuruhnya tinggal

di sana dan beribadat bersama mereka. Ulama itu melarangnya pulang ke

negeri asalnya yang penuh dengan kemaksiatan.

Lelaki itu mengucapkan terima kasih lalu pergi menuju negeri yang

diterangkan oleh ulama tadi. Baru saja sampai setengah perjalanan, dia

jatuh sakit lalu meninggal dunia.

Ketika itu terjadilah perdebatan antara dua malaikat, yaitu Malaikat

Rahmat dan Malaikat Azab. Malaikat Rahmat ingin membawa roh lelaki itu

ke syurga karena pendapat dia adalah orang tersebut adalah baik

lantaran niatnya untuk bertaubat, sementara Malaikat Azab mengatakan

dia mati dalam keadaan su'ul khatimah karena dia telah membunuh seratus

orang dan masih belum mempunyai amal kebajikan sedikitpun. Mereka


saling berebutan dan tidak dapat memutuskan keadaan lelaki itu.

Allah kemudian mengantar seorang malaikat lain berupa manusia untuk

mengadili perdebatan mereka berdua. Dia menyuruh malaikat itu mengukur

jarak tempat kejadian itu dengan kedua-dua tempat, adakah tempat

kejadian itu lebih dekat dengan tempat kebajikan yang akan dituju atau

lebih dekat dengan tempat asalnya yang buruk?. Sekiranya jaraknya lebih

dekat dengan tempat kebajikan, dia milik Malaikat Rahmat. Sebaliknya

apabila jaraknya lebih dekat dengan tempat asalnya, dia milik Malaikat

Azab. Setelah diukur, didapati jarak ke negeri kebajikan melebihi

ukuran sejengkal saja. Lalu roh lelaki itu terus diambil oleh Malaikat

Rahmat. Lelaki itu akhirnya mendapat pengampunan Allah.

Taubatnya Malik bin Dinar

Diriwayatkan dari Malik bin Dinar, dia pernah ditanya tentang

sebab-sebab dia bertaubat, maka dia berkata: "Aku adalah seorang polisi

dan aku sedang asyik menikmati khamr (arak), kemudian aku beli seorang

budak perempuan dengan harga mahal, maka dia melahirkan seorang anak

perempuan, aku pun menyayanginya. Ketika dia mulai bisa berjalan,

cintaku bertambah padanya. Setiap kali aku meletakkan minuman keras

dihadapanku anak itu datang padaku dan mengambilnya dan menuangkannya

di bajuku, ketika umurnya menginjak dua tahun dia meninggal dunia, maka

aku pun sangat sedih atas musibah ini.

Ketika malam dipertengahan bulan Sya'ban pada malam Jum'at, aku

meneguk khamr lalu tidur belum shalat isya'. Dalam tidur itu aku

bermimpi seakan-akan kiamat itu terjadi, dan terompet sangkakala

ditiup, orang mati dibangkitkan, seluruh makhluk dikumpulkan dan aku

berada bersama mereka, kemudian aku mendengar sesuatu yang bergerak


dibelakangku, ketika aku menoleh ke arahnya kulihat ular yang sangat

besar berwarna hitam kebiru-biruan membuka mulutnya menuju kearahku,

maka aku lari tunggang langgang karena ketakutan, ditengah jalan

kutemui seorang syeikh yang berpakaian putih dengan wangi yang

semerbak, maka aku ucapkan salam atasnya dia pun menjawabnya, dan aku

berkata: "Wahai syeikh, tolong lindungilah aku dari ular ini"!. Maka

syeikh itu menangis dan berkata padaku: "Aku orang yang lemah dan ular

itu lebih kuat dariku dan aku tak mampu mengatasinya, bergegaslah

engkau mudah-mudahan Allah menyelamatkanmu", maka aku bergegas lari dan

memanjat sebuah tebing Neraka hingga sampai pada ujung tebing itu, aku

lihat kobaran api Neraka yang sangat dahsyat, hampir saja aku terjatuh

kedalamnya karena rasa takutku pada ular itu. Namun pada waktu itu

seorang menjerit memanggil-ku, "Kembalilah engkau karena engkau bukan

penghuni Neraka itu!", aku pun tenang mendengarnya, maka turunlah aku

dari tebing itu dan pulang. Sedang ular yang mengejarku kembali. Aku

datangi syeikh tadi dan aku katakan, "Wahai syeikh, aku mohon kepadamu

agar melindungiku dari ular itu namun engkau tak mampu berbuat

apa-apa". Menangislah syeikh itu seraya berkata, "Aku seorang yang

lemah tetapi pergilah ke gunung itu karena di sana terdapat banyak

simpanan kaum muslimin, kalau engkau punya barang simpanan di sana maka

barang itu akan menolongmu"

Aku melihat ke gunung yang bulat itu yang terbuat dari perak. Di

sana ada setrika yang telah retak dan tirai-tirai yang tergantung yang

setiap lubang cahaya mempunyai daun-daun pintu dari emas dan di setiap

daun pintu itu mempunyai tirai sutera. Ketika aku lihat gunung itu, aku

langsung lari karena aku menemui ular besar, tatkala ular itu

mendekatiku, para malaikat berteriak: "Angkatlah tirai-tirai itu dan

bukalah pintu-pintunya dan mendakilah kesana!" Mudah-mudahan dia punya

barang titipan di sana yang dapat melindunginya dari musuhnya (ular).

Ketika tirai-tirai itu diangkat dan pintu-pintu telah dibuka, ada

beberapa anak dengan wajah berseri mengawasiku dari atas. Ular itu

semakin mendekat padaku maka aku kebingungan, berteriaklah anak-anak


itu: "Celakalah kamu sekalian! Cepatlah naik semuanya karena ular besar

itu telah mendekatinya". Maka naiklah mereka dengan serentak, aku lihat

anak perempuanku yang telah meninggal ikut mengawasiku bersama mereka.

Ketika dia melihatku, dia menangis dan berkata: "Ayahku, demi Allah!"

Kemudian dia me-lompat bagaikan anak panah yang dilepaskan, kemudian

dia mengulurkan tangan kirinya pada tangan kananku dan menariknya,

kemudian dia ulurkan tangan kanan-nya ke ular itu, namun binatang

tersebut lari.

Kemudian dia mendudukkanku dan dia duduk di pangkuanku, maka aku

pegang tangan kanannya untuk menghelai jenggotku dan berkata: "Wahai

ayahku! Ingatlah Firman Allah yang berbunyi "Belumlah datang waktunya

bagi orang-orang yang beriman untuk menundukkan hati mereka kepada

Allah".(QS. Al Hadid: 16).

Maka aku menangis dan berkata: "Wahai anakku, kalian semua faham

tentang Al Quran", maka dia berkata: "Wahai ayahku, kami lebih tahu

tentang Al Quran darimu", aku berkata: "Ceritakanlah padaku tentang

ular yang ingin membunuhku", dia menjawab: "Itulah pekerjaanmu yang

buruk yang selama ini engkau kerjakan, maka Allah akan memasukkanmu ke

dalam api Neraka", aku berkata: "Ceritakanlah tentang Syeikh yang

berjalan di jalanku itu", dia menjawab: "Wahai ayahku, itulah amal

sholeh yang sedikit hingga tak mampu menolongmu", aku berkata: "Wahai

anakku, apa yang kalian perbuat di gunung itu?", dia menjawab : Kami

adalah anak-anak orang muslimin yang di sini hingga terjadinya kiamat,

kami menunggu kalian hingga datang pada kami kemudian kami memberi

syafa'at kepada kalian". (HR. Muslim dalam shahihnya No. 2635).

Berkata Malik: "Maka akupun takut dan aku tuangkan seluruh minuman

keras itu dan kupecahkan seluruh botol-botol minuman kemudian aku

bertaubat pada Allah, dan inilah cerita tentang taubatku pada Allah".
Taubat Tukang Fitnah

Ada seorang tukang fitnah yang jatuh cinta kepada seorang gadis

tetangganya. Suatu hari, keluarga gadis itu mengutusnya ke kampung lain

untuk suatu keperluan. Mengetahui hal itu si tukang fitnah pun

mengikutinya, lalu melontarkan bujuk rayunya kepada wanita itu.

Gadis itu berkata, "Jangan kau lakukan ini! Sebenarnya cintaku

padamu melebihi cintamu kepada-ku, akan tetapi aku takut kepada Allah

SWT". Laki-laki itu berkata, "Kau takut pada Allah, sementara aku tidak

takut kepadaNya?" Akhirnya laki-laki itu pulang dengan perasaan penuh

tobat kepada Allah SWT. Dalam per-jalanannya ia didera rasa haus yang

mencekik tenggorokannya. Dalam kondisi kritis itu tiba-tiba dia bertemu

dengan utusan dari seorang nabi Bani Israil dan ditanya, "Mengapa kau

ini?".

"Haus," jawabnya. Utusan itu berkata, "Ke sinilah, kita berdoa

kepada Allah agar awan menaungi kita hingga sampai tujuan". Laki-laki

tukang fitnah itu berkata, "Aku tidak mempunyai amal kebajikan". Utusan

nabi itu berkata, "Aku yang berdoa dan engkau tinggal mengamini".

Berdoalah utusan itu dan si tukang fitnah mengaminkannya. Tidak lama

kemudian datang awan menaungi mereka hingga mereka tiba di kampung

tujuan. Setelah sampai, si tukang fitnah memasuki rumahnya, sedangkan

awan itu mengikutinya. Sebelum utusan itu pulang dia berkata, "Engkau

telah mengaku tidak mempunyai amal kebajikan, padahal ketika aku berdoa

dan engkau mengamin kannya, serta merta awan itu menaungi kita,

kemudian aku mengikutimu agar engkau memberitahuku apa sebenarnya yang


telah terjadi denganmu". Lalu tukang fitnah menceritakan kisahnya

kepada utusan itu. Maka berkatalah utusan nabi itu, "Orang bertobat

kepada Allah mendapat kedudukan yang dimana tidak ada seorangpun

menyamai kedudukannya".

Anda mungkin juga menyukai